• Tidak ada hasil yang ditemukan

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA EFEKTIVITAS KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN KENAKALAN REMAJA PADA SISWA SMA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA EFEKTIVITAS KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN KENAKALAN REMAJA PADA SISWA SMA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA EFEKTIVITAS KOMUNIKASI

INTERPERSONAL DENGAN KENAKALAN REMAJA

PADA SISWA SMA

Oleh :

Sischa Dewi Agustina Fuad Nashori

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

2008

(2)

NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA EFEKTIVITAS KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN KENAKALAN REMAJA

PADA SISWA SMA

Telah Disetujui Pada Tanggal

_______________________

Dosen Pembimbing Utama

(3)

HUBUNGAN ANTARA EFEKTIVITAS KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN KENAKALAN REMAJA

PADA SISWA SMA

Sischa Dewi Agustina Fuad Nashori, S. Psi, M. Si

INTISARI

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya fakta yang menunjukkan bahwa akhir- akhir ini tindak kenakalan remaja cenderung meningkat, baik secara kuantitas maupun kualitas .Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara efektivitas komunikasi interpersonal dengan kenakalan remaja pada siswa SMA. Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara efektivitas komunikasi interpersonal dengan kenakalan remaja pada siswa SMA. Semakin tinggi efektivitas komunikasi interpersonal seseorang maka semakin rendah keterlibatan remaja pada kenakalan remaja. Sebaliknya remaja dengan efektivitas komunikasi interpersonal yang rendah maka akan memiliki kecenderungan yang besar untuk terlibat dalam kenakalan remaja.

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa SMA 1 Depok Yogjakarta. Teknik pengambilan subjek yang digunakan adalah purposive sampling. Adapun skala yang digunakan adalah skala efektivitas komunikasi interpersonal dan skala kenakalan remaja yang disusun oleh peneliti. Skala komunikasi interpersonal disusun berdasarkan aspek komunikasi interpersonal dari Devito (1997) yang berjumlah 30 aitem dan skala kenakalan remaja disusun berdasarkan aspek kenakalan remaja dari Sarwono (2002) yang berjumlah 36 aitem.

Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan program SPSS versi 12.0 for Windows untuk menguji apakah terdapat hubungan antara efektivitas komunikasi interpersonal dengan kenakalan remaja. Korelasi product moment Pearson menunjukkan korelasi sebesar r = -0,413 dengan p = 0,000 (p<0,01) yang berarti ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara efektivitas komunikasi interpersonal dengan kenakalan remaja pada siswa. Kata Kunci : Efektivitas Komunikasi Interpersonal, Kenakalan Remaja

(4)

PENGANTAR

Kenakalan remaja bukanlah masalah yang baru di bicarakan pada saat ini. Masalah tersebut telah muncul dari mulai berabad – abad yang lalu. Namun kenakalan remaja pada saat ini sudah mencapai taraf yang mengkhawatirkan. Dalam perkembangannya akhir- akhir ini tindak kenakalan remaja cenderung meningkat, baik secara kuantitas maupun kualitas (www.depsos.go.id). Hastuti dan Lickona (Yuwono, 2006) menyebutkan beberapa tanda dari perilaku yang menunjukkan arah kehancuran suatu bangsa antara lain meningkatnya kekerasan di kalangan remaja, pengaruh kelompok sebaya terhadap tindak kekerasan, dan semakin kaburnya pedoman moral. Dunia dengan kemajuan yang sangat pesat menyebabkan dampak negatif yang menglobal dalam berbagai bidang. Dari tahun – ke tahun tidak ada satu pun negara yang terlepas dari permasalahan sosial masyarakat. Semakin meningkatnya permasalahan sosial masyarakat dapat meningkatkan kerawanan – kerawanan sosial, yang menyebabkan remaja tidak bisa menjalankan fungsinya dengan baik (www.depsos.go.id). Data yang dihimpun Badan Narkotika Nasional, jumlah kasus Narkoba meningkat dari sebanyak 3.478 kasus pada tahun 2000 menjadi 8.401 pada tahun 2004, atau meningkat rata-rata 28,9% per tahun. Jumlah tersangka tindak kejahatan Narkoba pun meningkat dari 4.955 orang pada tahun 2000 menjadi 11.315 kasus pada tahun 2004 atau meningkat rata-rata 28,6% pertahun. Dalam berbagai penelitian menyebutkan bahwa sebagian besar penyalahguna Narkoba 80% dari mereka adalah kaum muda/remaja. (www.bnn.go.id). Selain itu, di kota-kota besar seperti

(5)

Jakarta, Surabaya, dan Medan, tawuran ini sering terjadi dan jumlahnya semakin meningkat dari tahun ke tahun (www.kompas.com).

Pengaruh sosial dan kultural memainkan peranan yang besar dan sangat mempengaruhi dalam pembentukan atau pengkondisian tingkah laku kriminal anak – anak remaja (Kartono, 2003). Perilaku anak remaja ini menunjukkan tanda – tanda kurang atau tidak adanya konformitas terhadap norma – norma sosial, mayoritas juvenile delinquency berusia di bawah 21 tahun. Angka tertinggi tindak pelanggaran dan kejahatan tersebut dilakukan pada remaja yang berusia 15 – 19 tahun (Kartono, 2003). Hal ini disebabkan karena pada masa remaja individu sudah memasuki dunia pergaulan yang lebih luas dimana pengaruh teman-teman dan lingkungan sosial akan sangat menentukan (Mu’tadin, 2002). Pada fase perkembangan remaja madya dan remaja akhir, remaja memiliki ketrampilan sosial yang meliputi kemampuan komunikasi, menjalin hubungan dengan orang lain, menghargai diri sendiri dan orang lain, mendengarkan pendapat atau keluhan dari orang lain, memberi atau menerima umpan balik, memberi atau menerima kritik, bertindak sesuai norma dan aturan yang berlaku. Penelitian yang dilakukan oleh Berlo pada tahun 1980 menunjukkan bahwa 70% waktu aktif dipergunakan oleh masyarakat Amerika Serikat untuk berkomunikasi (Wulandari, 2004).

Kegagalan remaja dalam menguasai ketrampilan komunikasi akan menyebabkan dia sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya sehingga dapat menyebabkan rasa rendah diri, dikucilkan dari pergaulan, cenderung berperilaku yang kurang normatif (misalnya asosial ataupun anti sosial), dan

(6)

bahkan dalam perkembangan yang lebih ekstrim bisa menyebabkan terjadinya gangguan jiwa, kenakalan remaja, tindakan kriminal, tindakan kekerasan, dsb (Mu’tadin, 2002). Sejalan dengan hal tersebut, Tambunan (2001) menemukan faktor internal pada remaja yang sering berkelahi, ditemukan bahwa mereka mengalami konflik batin, mudah frustrasi, memiliki emosi yang labil, tidak peka terhadap perasaan orang lain, dan memiliki perasaan rendah diri yang kuat. Hal ini juga diperkuat pendapat Saad (2003) perilaku merusak dan menyakiti pihak lain selalu memaksakan cara dan jalannya sendiri dalam membangun komunikasi dengan pihak lain, tanpa peduli sikap, penerimaan, atau konsekuensi yang bakal menimpa pihak lainnya.

Sendjaja (2005) mengemukakan bahwa komunikasi memainkan peranan penting dalam kehidupan manusia dan sebagian besar kegiatan komunikasi berlangsung dalam situasi komunikasi antarpribadi atau interpersonal. Sependapat dengan hal itu, Rakhmat (2002) mengemukakan bahwa kepribadian terbentuk sepanjang hidup kita, selama itu pula komunikasi menjadi penting untuk pertumbuhan kepribadian kita. Schutz (Rakhmat, 2002) merinci kebutuhan sosial ke dalam tiga hal antara lain, inclution, control, affection. Patterson (Berkowitz, 2003) mengungkapkan sejumlah penelitian menemukan bahwa anak – anak yang melanggar hukum juga cenderung berprestasi buruk di sekolah, dan ia berkeyakinan bahwa kecenderungan ini disebabkan, paling tidak sebagian, karena kepribadiannya yang tidak mendukung. Adanya perilaku yang impulsif dan kurang kontrol, mereka cenderung gelisah dan mudah menyimpang (Berkowitz,

(7)

2003). Sependapat hal itu, Rakhmat (2002) mengemukakan bahwa kebutuhan sosial ini hanya dapat dipenuhi dengan komunikasi interpersonal yang efektif.

DeVito (1997) menyebutkan bahwa komunikasi interpersonal, seperti bentuk perilaku yang lain, dapat sangat efektif dan dapat pula sangat tidak efektif. Kegagalan dalam menjalin komunikasi interpersonal dalam hubungan interpersonal dapat disebabkan oleh kegagalan menerima isi pesan secara cermat atau kegagalan dalam menimbulkan pengertian disebut kegagalan komunikasi primer (primary breakdown in communication) sedangkan gangguan hubungan manusiawi yang timbul dari salah pengertian adalah kegagalan komunikasi sekunder (Rakhmat, 2002). Contoh kasus yang disebabkan oleh kegagalan komunikasi interpersonal yakni perkelahian pelajar pada 18.00 WIB di dekat Simpang Kara, Batamcentre. Dugaan yang muncul saat itu, baku hantam disebabkan masalah yang sepele, ''Perkelahian itu, penyebabnya hanya karena salah paham saja,'' kata Handoko, ditanya penyebab baku hantam itu (www.kepritoday.com).

Packard (Rakhmat, 2002) menjelaskan bahwa orang yang gagal menumbuhkan hubungan interpersonal akan menjadi agresif, senang berkhayal, ”dingin”, sakit fisik dan mental, dan menderita ”flight syndrome” (ingin melarikan diri dari lingkungan). Packard (Rakhmat, 2002) mengutip penelitian Zimbardo tentang hubungan anonimitas dengan agresi. Penelitian tersebut dilakukan pada dua daerah yang berbeda di Amerika Serikat (Rakhmat, 2002). Zimbardo (Rakhmat, 2002) berteori, anonimitas menjadikan orang agresif, senang mencuri dan merusak, serta kehilangan tanggung jawab sosialnya. Rakhmat

(8)

(2002) mengemukakan penyebab anonimitas adalah kegagalan komunikasi interpersonal dalam menumbuhkan hubungan sosial yang baik.

Perspektif situasi menurut Miller dan Steinberg (Wulandari, 2004) merupakan situasi atau perspektif yang menekankan bahwa sukses tidaknya komunikasi interpersonal sangat tergantung pada situasi komunikasi, mengacu pada hubungan dan tatap muka antara dua individu atau sebagian kecil individu dengan mangandalkan suatu kekuatan yang segera mendekati satu dengan yang lain. Miller dan Steinberg (Wulandari, 2004) juga berpendapat bahwa dalam komunikasi interpersonal komunikator dan komunikan harus menciptakan suasana hubungan antar manusia yang manusiawi.

Supaya manusia tetap hidup secara sosial, ia harus terampil dalam memahami faktor – faktor yang mempengaruhi efektivitas komunikasi interpersonal (Rakhmat, 2002). Karakteristik efektivitas komunikasi interpersonal dapat dilihat dari beberapa sudut pandang, salah satunya adalah sudut pandang humanistik yang dibagi dalam lima kualitas umum antara lain keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap positif, dan kesetaraan (DeVito, 1997). Sependapat dengan hal itu, dalam penelitian Maryani (2004) diungkap adanya pengaruh keharmonisan keluarga dan komunikasi interpersonal dalam keluarga memberikan pengaruh positif dan kontribusi secara efektif yang cukup besar terhadap kesadaran bahaya kenakalan remaja bagi remaja di Desa Nglarangan Kecamatan Pringsurat Kabupaten Temanggung Tahun 2004.

(9)

METODE PENELITIAN

Subjek dalam penelitian ini adalah Subjek dalam penelitian ini adalah siswa SMA I Depok Yogjakarta yang berusia antara 15 – 19 tahun. Dalam mencari subjek penelitian, peneliti menggunakan teknik purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan metode skala. Skala ini terdiri dari skala efektivitas komunikasi Interpersonal yang disusun sendiri oleh penulis berdasarkan aspek yang dikemukakan oleh Devito (1997) dan skala kenakalan remaja yang juga disusun sendiri oleh penulis berdasarkan aspek yang dikemukan oleh Jensen (Sarwono, 2002). Metode analisis data pada penelitian ini adalah analisis statistik. Untuk melihat hubungan antara hubungan antara efektivitas komunikasi interpersonal dengan kenakalan remaja pada siswa SMA yaitu dengan menggunakan korelasi product momet Pearson.

HASIL PENELITIAN 1. Uji Asumsi

Sebelum melakukan analisis korelasi product moment Pearson untuk menguji hipotesis penelitian, peneliti melakukan uji asumsi meliputi uji normalitas dan uji linieritas.

a. Uji Normalitas

Hasil uji normalitas dengan menggunakan program SPSS (Statistic Program For Social Science) versi 12.0 for Windows dengan teknik one sample Kolmogorof Smirnov menunjukkan nilai K-S-Z sebesar 0,838 dengan p = 0,810 (p>0,05) untuk kenakalan remaja dan nilai K-S-Z sebesar 0,993 dengan p = 0,278

(10)

(p>0,05) untuk efektivitas komunikasi interpersonal. Hasil uji normalitas ini menunjukkan bahwa kenakalan remaja dan efektivitas komunikasi interpersonal memiliki sebaran normal.

b. Uji Linearitas

Hasil uji linearitas dengan menggunakan program komputer SPSS (Statistic Program For Social Science) versi 12.0 for Windows dengan teknik Compare Means menunjukkan F = 2339,726; p = 0,000. Berdasarkan hasil analisis di atas, dapat dikatakan bahwa hubungan kedua variabel tersebut adalah linier karena p<0,05.

c. Uji Hipotesis

Hasil analisis data menunjukkan korelasi antara variabel efektivitas komunikasi interpersonal dengan kenakalan remaja nilai r = -0,413 dengan p = 0,000 (p<0,01). Hal ini berarti menunjukkan bahwa ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara efektivitas komunikasi interpersonal dengan kenakalan remaja pada siswa SMA, sehingga hipotesis yang diajukan dapat diterima.

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil analisis data penelitian, maka hipotesis yang telah diajukan, yaitu ada hubungan negatif antara efektivitas komunikasi interpersonal dengan kenakalan remaja pada siswa SMA dapat diterima. Hasil analisis korelasi dengan menggunakan teknik korelasi product moment dari Pearson menunjukkan koefisien korelasi (r) sebesar -0,413 dengan p = 0,000 (p<0,01). Dengan hasil tersebut dapat diartikan bahwa ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara

(11)

efektivitas komunikasi interpersonal dengan kenakalan remaja pada siswa SMA. Semakin tinggi efektivitas komunikasi interpersonal seseorang maka semakin rendah keterlibatan siswa pada kenakalan remaja. Sebaliknya remaja dengan efektivitas komunikasi interpersonal yang rendah maka akan memiliki kecenderungan yang besar untuk terlibat dalam kenakalan remaja.

Penerimaan atas hipotesis penelitian menunjukkan bahwa efektivitas komunikasi interpersonal pada remaja berhubungan dengan perilaku kenakalan remaja pada siswa SMA. Resmi (2005) menjelaskan bahwa sebagai makhluk sosial, individu dituntut dapat membina hubungan dengan orang lain dan menyelesaikan masalah serta mampu menampilkan diri, sesuai aturan yang berlaku. Karena itu individu dalam hal ini akan berusaha memahami dan mengembangkan keterampilan sosialnya agar dapat menyesuaikan diri dengan baik. Mu’tadin (2002) menyebutkan bahwa ketrampilan sosial dan kemampuan penyesuaian diri menjadi semakin penting dan krusial manakala anak sudah menginjak masa remaja. Rakhmat (2002) mengemukakan bahwa kepribadian terbentuk sepanjang hidup kita, selama itu pula komunikasi menjadi penting untuk pertumbuhan kepribadian kita. Kegagalan remaja dalam menguasai keterampilan sosial seperti komunikasi interpersonal akan menyebabkan ia sulit meyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar, seperti timbul rasa rendah diri, dikucilkan dari pergaulan, cenderung berperilaku anormatif misalnya, asosial ataupun anti-sosial (Resmi, 2005). Bahkan lebih ekstrem biasa menyebabkan terjadinya gangguan jiwa, kenakalan remaja, tindakan kriminal, tindakan kekerasan, dan sebagainya (Resmi, 2005). Tambunan (2001) menemukan faktor internal pada remaja yang

(12)

sering berkelahi, ditemukan bahwa mereka mengalami konflik batin, mudah frustrasi, memiliki emosi yang labil, tidak peka terhadap perasaan orang lain, dan memiliki perasaan rendah diri yang kuat.

Berkenaan dengan adanya faktor lain di luar kemampuan remaja dalam berhubungan interpersonal, Willis (2005) mengungkapkan bahwa faktor eksternal seperti lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, dan lingkungan sekolah juga ikut mempengaruhi remaja terjerumus dalam perilaku delinkuensi. Hal ini disebabkan faktor lingkungan adalah pembentuk ketrampilan komunikasi interpersonal pada seseorang, baik itu lingkungan sosial maupun lingkungan keluarga. Kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan sosial berhubungan dengan daya pilih teman untuk bergaul yang membantu pembentukan perilaku positif ataupun negatif (Willis, 2005). Hal ini karena pada masa remaja individu sudah memasuki dunia pergaulan yang lebih luas dimana pengaruh teman-teman dan lingkungan sosial akan sangat menentukan (Mu’tadin, 2002). Anak itu hidup dan berkembang berawal dari interaksi keluarga yaitu hubungan antara orang tua dengan anak, ayah dengan ibu dan hubungan anak dengan anggota keluarga lain yang tinggal bersama-sama (Willis,2005). Pendapat tersebut juga diperkuatkan oleh Berkowitz (2003) bahwa kondisi keluarga yang tidak harmonis dapat mempengaruhi perilaku antisosial pada anak. Pendapat di atas juga diperkuat dengan hasil penelitian Harmini dan Wardoyo(2003) mengenai Intensitas Komunikasi dalam Mewujudkan Keharmonisan Keluarga dan Pencegahan Kenakalan Anak yang menemukan bahwa kemampuan anak dalam

(13)

menjalin komunikasi sangat mempengaruhi anak dalam bersosialisasi dan kecenderungan anak berperilaku delinkuen.

Kehidupan keluarga merupakan serangkaian aksi dan reaksi, di mana para anggota keluarga terus-menerus saling mempengaruhi. Saad (2003) mengemukakan kualitas hubungan dengan orangtua merupakan kualitas komunikasi interpersonal yang terbangun dalam kehidupan sehari – hari di rumah. Pendapat tersebut diperkuat dengan penelitian Maryani (2004) diungkap adanya pengaruh keharmonisan keluarga dan komunikasi interpersonal dalam keluarga memberikan pengaruh positif dan kontribusi secara efektif yang cukup besar terhadap kesadaran bahaya kenakalan remaja bagi remaja di Desa Nglarangan Kecamatan Pringsurat Kabupaten Temanggung Tahun 2004.

Berdasarkan temuan di lapangan, faktor lingkungan yang terdapat di SMA Negeri 1 Depok Yogyakarta, yaitu lingkungan sekolah yang cukup kondusif, fasilitas penunjang pendidikan yang memadai, kegiatan ekstra kurikuler yang dapat mengisi waktu luang para siswa, serta pengawasan para pendidik yang terpadu menyebabkan para siswa tidak banyak terlibat dalam perilaku delinkuensi. Seperti yang diungkapkan Willis (2005) kurangnya fasilitas pendidikan seperti alat-alat pelajaran, alat-alat praktik, alat kesenian dan olahraga, juga merupakan sumber gangguan pendidikan yang dapat mengakibatkan terjadinya berbagai tingkah laku negatif pada anak didik salah satunya adalah kenakalan remaja Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa kebutuhan siswa SMA Negeri 1 Depok

(14)

akan terpadunya lingkungan yang kondusif yang dapat mendukung kegiatan belajar siswa dan mencegah perilaku delinkuen cukup terpenuhi.

Hasil kategorisasi pada nilai masing-masing skala menunjukkan bahwa perilaku kenakalan berada dalam rendah yaitu 51 subjek atau 56,67% dari jumlah 90 subjek penelitian yang berada pada rentang skor 57,6 - 79,2 paling banyak jika dibandingkan rentang skor yang lain. Sedangkan pada efektivitas komunikasi interpersonal berada pada kategori sangat tinggi yaitu sebanyak 64 orang atau 71,11 % dari jumlah 90 subjek penelitian. Berdasarkan tabel dapat disimpulkan bahwa efektivitas komunikasi interpersonal yang dimiliki oleh para siswa SMA Negeri 1 Depok berada pada kategori sangat tinggi yang berada pada rentang skor 84 – 102 paling banyak jika dibandingkan rentang skor yang lain. Para siswa SMA Negeri 1 Depok yang menjadi subjek penelitian rata-rata memiliki perilaku kenakalan remaja yang berada dalam kategori rendah. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas lingkungan yang kondusif serta efektivitas komunikasi interpersonal yang ada dalam lingkungan sekolah terjalin dengan baik. Kualitas komunikasi antarpribadi ini akan memberikan pengaruh yang besar terhadap perilaku individu terutama anak dan remaja (Saad, 2003). Suatu komunikasi interpersonal yang merupakan produk dari interaksi sosial pada hakekatnya dapat mempengaruhi individu dalam bertindak baik itu tindakan yang mengarah pada perilaku positif dan tindakan yang bersifat destruktif seperti salah satu contohnya adalah kenakalan remaja (juvenile delinkuency).

(15)

KESIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan negatif antara efektivitas komunikasi interpersonal dengan kenakalan remaja pada siswa SMA. Yang ditunjukkan dengan hasil analisis korelasi dengan menggunakan teknik korelasi product moment dari Pearson dengan koefisien korelasi (r) sebesar -0,413 dengan p = 0,000 (p<0,01). Hal ini berarti semakin tinggi efektivitas komunikasi interpersonal seseorang maka semakin rendah keterlibatan remaja pada kenakalan remaja. Sebaliknya remaja dengan efektivitas komunikasi interpersonal yang rendah akan memiliki kecenderungan yang besar untuk terlibat dalam kenakalan remaja. Jadi hipotesis yang menyatakan ada hubungan negatif antara efektivitas komunikasi interpersonal dengan kenakalan remaja pada siswa SMA dapat diterima.

SARAN

Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan dan kesimpulan maka dapat dikemukakan saran sebagai berikut :

1. Bagi Siswa

a. Diharapkan para siswa menjalin komunikasi yang terpadu baik itu dengan orang tua, guru, teman dan lingkungan sosial lainnya dengan bersikap terbuka guna meningkatkan kemampuan menyesuaikan diri dan menghindari perilaku delinkuen yang dapat membahayakan diri sendiri serta orang lain.

(16)

b. Diharapkan para siswa dapat lebih berperan aktif dalam menjaga lingkungan yang sudah cukup kondusif sehingga kegiatan belajar dan mengajar dapat berjalan dengan baik

2. Bagi Guru dan orangtua

a. Diharapkan dapat menciptakan suasana belajar yang kondusif dengan menyediakan fasilitas pendidikan yang baik bagi para siswa dalam belajar sehingga dapat membantu perkembangan ketrampilan sosial para remaja.

b. Memberi pengawasan yang terpadu dan perhatian penuh serta kesempatan pada anak untuk menunjukkan kemampuan dan potensi yang dalam dirinya sehingga para siswa akan termotivasi dan terpacu untuk terus meningkatkan performa belajarnya.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

a. Penelitian yang berkaitan dengan komunikasi interpersonal dan kenakalan remaja masih perlu untuk diungkap khususnya yang berupa data kualitatif. Selain itu perlu dilakukan penelitian lain dengan subjek yang berbeda, misalnya pada remaja yang hidup di jalan dan tidak memperoleh pendidikan formal, remaja yang berstatus single-parent sehingga menghasilkan berbagai macam variasi penelitian.

b. Diharapkan pada peneliti selanjutnya lebih teliti dalam pemilihan aitem dalam pembuatan skala yang sesuai dengan kondisi subjek

(17)

sehingga dapat meminimalisirkan adanya social desirability pada diri subjek saat mengisi skala.

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, S. 2001. Metode Penelitian. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Azwar, S. 2005. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Berkowitz, L. 2003. Emotional Behavior . Mengenali Perilaku dan Tindakan

Kekerasan di Lingkungan Sekitar Kita dan Cara Penanggulanganya.

Jakarta : CV Teruna Grafika

Devito, J.A. 1997. Komunikasi Antar Manusia. Jakarta : Proffesional Books. ELN. 2004. Seorang Pelajar Tewas dalam Tawuran di Bekasi

.http://www.kompas.com/kompas.cetak/0402/20/metro/868150.htm

Kartono, K. 2003. Patologi Sosial 2. Kenakalan Remaja. Jakarta : Rajawali Pers.

Maryani, S. 2004. Pengaruh Keharmonisan Keluarga dan Komunikasi Interpersonal dalam Keluarga terhadap Kesadaran Bahaya Kenakalan Remaja di Desa Nglarangan Kecamatan Pringsurat Kabupaten Temanggung Tahun 2004. Artikel. http://digillib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=red&id=jiptumm-gdl-s1-2004-sitimaryan-6917-UMS 19/01/07

Masngudin, 2004. Kenakalan Remaja Sebagai Perilaku Penyimpang Hubungannya Dengan Keberfungsian Sosial Keluarga.

http://www.depsos.go.id/Balatbang/Puslitbang%20UKS/2004/Masngud in.htm

Mu’tadin, Z. 2002. Mengembangkan Ketrampilan Sosial pada Remaja.

Artikel. http://www.e-psikologi.com

Rakhmat, J. 2002. Psikologi Komunikasi (Edisi Revisi). Bandung : PT Remaja Rosdakarya

(18)

Resmi. I. 2005. Perilaku Remaja. Artikel

http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/0405/12/1103.htm

Saad, H. 2003. Perkelahian Pelajar (Potret Siswa SMU di DKI Jakarta). Yogyakarta : Galang Press

Sarwono, S.W. 2002. Psikologi Remaja. Edisi Revisi. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada.

Sendjaja, S. 2005. Pengantar Komunikasi. Jakarta : Universitas Terbuka Tambunan, R. 2001. Perkelahian Pelajar. Artikel.

http://www.duniaesai.com/psikologi/psi4.htm

Willis, S. 2005. Remaja & Masalahannya. Bandung : Alfabeta

Wulandari, L. 2004. Efektifitas Modifikasi Perilaku – Kognitif Untuk Mengurangi Kecemasan Komunikasi Antar Pribadi. Jurnal Penelitian.

http://digilib.Litbang.depkes.go.id/go.php?id=jkpkbbk.gdl-grey-2005-105-tawuran

Yuwono, Taufik. 2005. Pembinaan Agama Melalui Pendekatan Kelompok Sebaya untuk mneurunkan angka Tawuran Pelajar SMA/SMK. Jurnal Penelitian.

http://www.e-USU.go.id/go.php?id=jkpkbbk.gdl-grey-2004-105-komunikasi

IVV/ADP. 2004. Usai UAN, Tawuran Pelajar Merebak. Artikel

http://www.kompas.com/kompas.cetak/0405/17/utama/1028894.htm

_______. 2005. Himpunan Hasil Lit BNN 2003&2004. Jurnal Peneltian

http://www.bnn.go.id/file/statistik/Himpunan%20Lit%20BNN

_______. 2007. Perkelahian Antar Pelajar Akan Tetap Diusut

(19)

IDENTITAS PENULIS

Nama : Sischa Dewi Agustina

Alamat Rumah : Karangasem Sukoharjo Ngaglik Sleman Yogyakarta

(20)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan SNI 1726-2012 Tabel 11 mengenai ketidakberaturan vertikal, gedung existing, gedung modifikasi 1 dan modifikasi 2 didefinisikan sebagai gedung

MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN MENINGKATKAN PELAYANAN PEMERINTAH GUNA MENINGKATKAN. DAYA

Dari skema di atas dapat dipahami bahwa dalam penelitian yang dilakukan penulis adalah menganalisis aturan yang ada dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009

Analisis keterkaitan langsung tidak langsung ke belakang pada tahun 2006 baik tipe I (terbuka) maupun tipe II (tertutup) adalah sektor konstruksi yang

Hasil pemeringkatan akreditasi madrasah .sebagai perbandingan hasil akreditasi tahun 2007 disaat awal bergabungnya lembaga pendidikan dikelola Kementerian Agama, khusus

pay on the location of the invoked service and what platform / technology is being used by the service. Loose coupling is very important for SOA because a service call by

Panitia Pengadaan Barang/Jasa Pemilihan Langsung pada Dinas Bina Marga Sumber Daya Air Energi dan Sumber Daya Mineral Kabupaten Cilacap, Jl.. (0282) 545603, akan melaksanakan

Masalah mengenai persampahan sangat erat kaitannya dengan masyarakat yang tinggal di perkotaan. Karena tingkat jumlah penduduk berbanding lurus dengan besar sampah