• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pembuktian Dakwaan Berbentuk Subsidaritas Dengan Sistem Alternatif Dalam Pemeriksaan Perkara Korupsi Bantuan Sosial Di Pengadilan Negeri Pasir Pangaraian

Sebelum membahas mengenai pembuktiaan dakwaan berbentuk subsidaritas dalam pemeriksaan perkara korupsi bantuan sosial di Pengadilan Negeri Pasir Pangaraian, penulis terlebih dahulu akan memaparkan :

1. Hasil Penelitian

Berdasarkan tahap penelitian yang dilakukan, penulis dapat menyajikan data identitas terdakwa sebagai berikut :

Perkara Nomor 100/Pid.B/2011/PN.PSP merupakan suatu tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa Suhartono alias Oto bin Rifa’i Musa seorang laki-laki berumur 41 tahun yang bertempat tinggal di Jalan Hangtuah Ujung, Gang Keluarga No. 26, Kelurahan Sail, Kecamatan Tenayan Raya, Kodya Pekanbaru. Terdakwa lahir di Kota Lama tanggal 12 Desember 1968 berkebangsaan Indonesia dan beragama Islam. Kesehariannya terdakwa bekerja sebagai wiraswasta.

2. Dakwaan Penuntut Umum

Hasil penelitian yang dilakukan penulis mengenai dakwaan penuntut umum adalah :

Dakwaan Ancaman Pidana Tindak Pidana Primair Pasal 2 ayat (1)

Undang-Undang No. 31 Tahun

1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999

Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda

(2)

paling sedikit Rp. 200.000.000.00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Subsidair Pasal 3 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999

Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan

kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)

Paparan susunan dakwaan di atas secara lebih rinci akan diuraikan beserta modus operandi yang melatari penyusunan dakwaan subsidarits dimaksud, yaitu :

DAKWAAN : PRIMAIR :

Bahwa ia Terdakwa SUHARTONO alias OTO bin RIFA’I MUSA pada hari dan tanggal yang tidak dapat diketahui lagi secara pasti akan tetapi sekitar bulan November 2007 sampai dengan bulan Mei tahun 2008 atau setidak-tidaknya pada waktu-waktu lain dalam kurun waktu tahun 2007 dan 2008, bertempat di Jalan Hang Tuah, Gang Keluarga No. 26, Kelurahan Sail, Kecamatan Tenayan Raya, Pekanbaru atau setidak-tidaknya di suatu tempat lain dimana Pengadilan Negeri Pasir Pangaraian berwenang

(3)

memeriksa dan mengadili perkaranya berdasarkan Pasal 84 ayat (2) KUHAP, ”Secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara”

SUBSIDAIR

Bahwa ia Terdakwa SUHARTONO alias OTO bin RIFA’I MUSA pada hari dan tanggal yang tidak dapat diketahui lagi secara pasti akan tetapi sekitar bulan November 2007 sampai dengan bulan Mei tahun 2008 atau setidak-tidaknya pada waktu-waktu lain dalam kurun waktu tahun 2007 dan 2008, bertempat di Jalan Hang Tuah, Gang Keluarga No. 26 Kelurahan Sail, Kecamatan Tenayan Raya, Pekanbaru atau setidak-tidaknya di suatu tempat lain dimana Pengadilan Negeri Pasir Pangaraian berwenang memeriksa dan mengadili perkaranya berdasarkan Pasal 84 ayat (2) KUHAP, ”Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukannya yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara”

3. Tuntutan Pidana Penuntut Umum

a. Menyatakan Terdakwa SUHARTONO alias OTO bin RIFA’I MUSA secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001, sebagaimana dalam dakwaan Primair

b. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa SUHARTONO alias OTO bin RIFA’I MUSA berupa pidana penjara selama 5 (lima) tahun dan 6 (enam) bulan dikurangi selama Terdakwa berada dalam tahanan sementara, ditambah dengan denda ;sebesar Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) subsidair 6 (enam) bulan kurungan

c. Menghukum Terdakwa untuk membayar pidana pengganti sebesar Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) jika tidak membayar uang

(4)

pengganti tersebut paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan setelah putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut atau dalam hal Terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar pengganti tersebut, maka dipidana dengan pidana penjara selama 3 (tiga) tahun. Sebaliknya jika Terdakwa/Terpidana membayar uang Pengganti maka akan diperhitungkan dengan lamanya pidana tambahan berupa pidana penjara sebagai pengganti dari kewajiban membayar uang pengganti

d. Membebankan biaya perkara kepada Terdakwa sebesar Rp 5.000,00 lima ribu rupiah)

4. Putusan Pengadilan Negeri Pasir Pangaraian (No. 100/Pid.B/2011/PN.PSP) a. Menyatakan Terdakwa SUHARTONO alias OTO bin RIFA’I MUSA ;terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan ”TINDAK PIDANA KORUPSI”

b. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan pidana denda sebesar Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan apabila pidana denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan pengganti pidana denda selama 2 (dua) bulan

c. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari lamanya pidana yang dijatuhkan

d. Menghukum pula Terdakwa untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 220.000.000,00 (dua ratus dua puluh juta rupiah) dan jika Terdakwa tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti, dalam hal Terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka dipidana dengan pidana penjara selama 3 (tiga) bulan.

(5)

e. Membebankan biaya perkara kepada Terdakwa sebesar Rp 5.000,00 (lima ribu rupiah).

5. Putusan Pengadilan Tinggi Pekanbaru No. 50/PID.SUS/-2012/PTR a. Menerima permintaan banding dari Penuntut Umum

b. Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Pasir Pangaraian tanggal 09 Februari 2012 No. 100/Pid.B/2011/PN.PSP. yang dimohonkan banding c. Membebankan biaya perkara kepada Terdakwa dalam kedua tingkat peradilan yang untuk tingkat banding sebesar Rp 2.500,00 (dua ribu lima ratus rupiah

6. Alasan-Alasan Pemohon Kasasi I/Jaksa/Penuntut Umum

a. Bahwa Pengadilan Tinggi Pekanbaru yang telah menjatuhkan putusan yang amarnya berbunyi seperti tersebut di atas, dalam memeriksa dan mengadili perkara tersebut telah melakukan kekeliruan dengan alasan bahwa Pengadilan Tinggi Pekanbaru telah menguatkan putusan Pengadilan Negeri Pasir Pangaraian No. 100/Pid.B/2010/PN.PsP. tanggal 09 Februari 2012

b. Bahwa dalam pertimbangan hukum putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pasir Pangaraian yang dikuatkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Pekanbaru yang memeriksa dan memutus perkara tersebut, berpendapat bahwaTerdakwa telah terbukti menurut hukum melakukan tindak pidana yang didakwakan dalam dakwaan Subsidair dari Jaksa/Penuntut Umum sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. ;31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

c. Bahwa menurut pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pasir Pangaraian yang dikuatkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Pekanbaru yang memeriksa dan memutuskan perkara tersebut, dalam putusannya menyatakan ;”....bahwa oleh karena unsur pokok Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tersebut berbeda, yaitu

(6)

“melawan hukum” dan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan” yang di dalam dakwan Penuntut Umum ini disusun secara subsidaritas, maka dakwaan tersebut akan dipandang sebagai dakwaan Alternatif, sehingga dalam hal ini Majelis Hakim bebas menentukan dakwaan mana yang paling cocok dengan kasus ini

d. Bahwa berdasarkan doktrin, apabila dakwaan disusun berbentuk subsidairitas mewajibkan dalam pernbuktiannya untuk membuktikan dakwaan Primair terlebih dahulu

e. Bahwa dalam pertimbangan putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pasir Pangaraian yang dikuatkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Pekanbaru tersebut ”sama sekali” tidak mempertimbangkan pembuktian dakwaan Primair melanggar Pasal 2 ;ayat ; (1) Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sedangkan bagian Inti delik (delictsbestanddelen) antara Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan Pasal 3 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak jauh berbeda f. Bahwa dalam pertimbangan putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri

Pasir Pangaraian yang dikuatkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Pekanbaru memandang bahwa dakwaan yang bersesuaian adalah dakwaan Kedua melanggar Pasal 3 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan

(7)

ditambah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, selanjutnya dalam uraian unsur ”MENYALAHGUNAKAN KEWENANGAN KESEMPATAN ATAU SARANA YANG ADA PADANYA KARENA JABATAN ATAU KEDUDUKAN” Majelis Hakim dalam pertimbangannya menyatakan bahwa Terdakwa selaku perseorangan berdasarkan identitas Terdakwa sesuai dengan surat dakwaan Penuntut Umum dan dipertanyakan pula oleh Ketua Majelis maka dapat diketahui bahwa pekerjaan Terdakwa adalah wiraswasta atau perseorangan swasta bukan Pegawai Negeri. Bahwa dalam bukunya R. WIYONO tersebut juga halaman 51 dapat ditegaskan :

1) Bahwa yang dapat melakukan tindak pidana korupsi dengan menyalahgunakan kewenangan kesempatan atau sarana yang ada karena jabatan atau kedudukan” adalah Pegawai Negeri

2) Bahwa sedang pelaku tindak pidana korupsi yang bukan Pegawai Negeri atau perseorangan swasta hanya dapat melakukan tindak pidana korupsi dengan cara menyalahgunakan kesempatan atau sarana yang ada karena kedudukan saja

g. Bahwa salah satu pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan tersebut adalah merupakan juga salah satu alasan bagi Penuntut Umum sebutkan perbuatan “melawan hukum” yang merupakan bagian inti delik (delictsbestanddelen) Pasal 2 ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menurut Penuntut Umum terbukti.

h. Bahwa setelah mencermati dan menelaah pertimbangan putusan Pengadilan Negeri Pasir Pangaraian No. 100/Pid.B/2012/PN.PsP. tanggal 09 Februari 2011 yang dikuatkan oleh Majelis Hakim Pengadilan

(8)

Tinggi Pekanbaru, kami Jaksa Penuntut Umum memandang bahwa sebagian besar uraian Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang terbukti sehingga kami tidak sependapat Majelis Hakim mempertimbangankan satu pasal saja i. Bahwa dengan demikian kami Penuntut umum berpendapat bahwa

Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pasir Pangaraian yang dikuatkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Pekanbaru yang memeriksa dan memutus perkara tersebut telah melakukan kekeliruan dalam melakukan pertimbangan hukumnya dan keliru menerapkan pasal yang dibuktikan dalam putusan tersebut

j. Berdasarkan uraian tersebut di atas, kami Jaksa/Penuntut Umum berkesimpulan bahwa Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pasir Pangaraian telah melakukan Tidak menerapkan atau menerapkan peraturan hukum tidak sebagaimana mestinya

7. Alasan-Alasan Pemohon Kasasi II/Terdakwa

a. Bahwa bermula dari pengajuan Proposal oleh Pemohon Kasasi, yang disetujui oleh Kepala Desa dan bantuan Kepala Desa Rambah Hilir tersebut bernama Muhammad Amin alias Amin bin Burhanuddin, meskipun semua nama-nama yang dibuat oleh Pemohon Kasasi adalah fiktif, namun disetujui oleh Kepal Desa Rambah Hilir, sebagaimana dakwaan Jaksa/Penuntut Umum, dan juga disetujui oleh Lurah Kota Lama, sehingga Pemohon Kasasi keberatan dan tidak dapat diterima bahwa apa yang dilakukan oleh Pemohon Kasasi adalah atas rekomendasi atau persetujuan Kepala Desa, yang secara hukum adalah berkaitan dengan perbuatan Pemohon Kasasi, karena Pemohon Kasasi berani berbuat dan melakukan perbuatannya atas kesempatan yang seolah-olah diberikan oleh Kepala Desa sebagaimana lazimnya setiap administrasi atau surat-surat yang dikeluarkan oleh Masyarakat di Desa

(9)

Rambah Hilir selalu diketahui dan tetap melalui Kepala Desa setempat, jadi Kepala Desa juga harus dinyatakan sebagai Terdakwa dalam perkara quo, sebagai orang yang turut serta melakukan atau turut melakukan, atau melakukan perbuatan itu

b. Bahwa setelah semua proses berjalan, Pemohon Kasasi telah membuka rekening pada Bank Riau, Cabang Utama Pekanbaru, yang proses pengurusannya tidak selayaknya prosedur pembukaan rekening dilakukan oleh pihak Bank, karena atas pergaulan dan pertemanan pihak Bank dibagian pembukaan rekening, telah membuka rekening yang didaftarkan oleh orang lain, sehingga pembukaan rekening tanpa sepengetahuan Pemohon Kasasi, sehingga dakwaan Jaksa/Penuntut Umum, tidak jelas dan terang, karena menurut keterangan saksi pihak Bank Riau Cabang Utama Pekanbaru, Pemohon Kasasi tidak pernah mengajukan pembukaan rekening secara langsung, tapi Jaksa/Penuntut Umum tidak memuat di dalam surat dakwaannya, dan tidak menguraikannya dalam surat dakwaannya proses pembuatan/ pembukaan rekening di Bank Riau Cabang Utama Pekanbaru maka dakwaan Jaksa/Penuntut Umum kabur dan tidak menguraikan ;proses pembukaan rekening secara rinci, sehingga terkesan Jaksa/Penuntut Umum melindungi saksi dan ingin menjerumuskan Pemohon Kasasi, untuk membuktikan dakwaan Jaksa/Penuntut Umum, dan Majelis Hakim Judex Factie/Pengadilan Tinggi Pekanbaru, juga tidak mempertimbangkannya, sehingga Pemohon Kasasi haruslah dibebaskan dari segala dakwaan, karena hukum tidak diterapkan secara baik dan benar

c. Bahwa Pemohon Kasasi bukan lari dari tuntutan hukum, dan mengelak dari hukuman yang dijatuhkan, namun oleh karena penerapan hukum yang diterapkan terhadap perkara Pemohon Kasasi tidak sesuai dengan aturan dan prosedur hukum yang berlaku, dan oleh karena itu Pemohon Kasasi harus dibebaskan dari segala dakwaan dan tuntutan hukum d. Bahwa di dalam dakwaan Jaksa/Penuntut Umum bahwa Terdakwalah

(10)

yang membuka rekening, sementara saksi yang menerima pembukaan rekening yang diajukan sebagai saksi dalam perkara a quo telah menerangkan di bawah sumpah bahwa yang membuka rekening adalah salah satu Anggota Dewan yang biasa dikenal saksi, untuk membuka rekening dengan menyerahkan 3 (tiga) lembar foto ;copy KTP, yang diserahkan Anggota Dewan teman saksi bagian tempat membuka rekening dari pihak Bank Riau tersebut, dakwaan Jaksa/Penuntut Umum tidak sesuai dengan fakta di persidangan, sehingga kabur dan tidak jelas penerapan hukum yang tepat bagi Pemohon Kasasi adalah lepas dari segala dakwaan dan tuntutan Jaksa/Penuntut Umum tersebut

e. Bahwa apabila kesalahan Pemohon Kasasi dikaitkan dengan unsur pasal yang didakwakan serta uraian dakwaan Penuntut Umum yang tidak sesuai dengan fakta di persidangan, mengakibatkan hilang atau tidak dapat dituntut dengan penerapan hukum yang salah, sehingga Pemohon Kasasi haruslah dibebaskan dari segala tuntutan hukum

f. Bahwa selain itu di dalam pelaksanaan perbuatan Pemohon Kasasi, dengan dukungan Kepala Desa dan Lurah setempat, membuat semua orang atau siapa saja percaya, bahwa apa yang dilakukan oleh Pemohon Kasasi adalah benar dengan demikian, bukan Pemohon Kasasi saja yang harus dinyatakan bersalah akan tetapi perbuatan Pemohon Kasasi dilakukan secara bersama-sama, sehingga membuat orang jadi percaya, bahwa Kepala Desa turut melakukan, dan Lurah juga ikut ;melakukan, sedangkan Pemohon Kasasi melakukan, maka terjadilah perbuatan melawan hukum itu.

g. Bahwa walaupun perbuatan melawan hukum itu ada, perlu kita tinjau dulu, sebab akibatnya, bahwa oleh sebab Kepala Desa ikut mendukung karena bertanda tangan di proposal tersebut, bersama dengan Lurah setempat, akibatnya Pemohon Kasasi punya kesempatan untuk melakukan perbuatan melawan hukum sekalipun tanpa ada niat untuk melakukannya, sehingga bukan tidak mustahilKepala Desa dan Lurah telah ikut bersama-sama menikmati perbuatan itu, atau memberikan

(11)

kesempatan untuk melakukan perbuatan melawan hukum itu

h. Bahwa oleh karena itulah Pemohon Kasasi tidak bisa dipersalahkan secara individu, karena adanya sebab dan akibat tersebut di atas, maka Kepala Desa haruslah dijadikan Terdakwa II dan Lurah menjadi Terdakwa III, sebagaimana bunyi Pasal 55 KUHP. Pemohon Kasasi harus dibebaskan dari segala dakwaan dan tuntutan hukum

i. Bahwa pertimbangan-pertimbangan hukum tidak mengacu pada Pasal 55 KUHP tersebut ;karena ;tidak ;didakwakan ;oleh ;Jaksa/Penuntut Umum, seharusnya Majelis Hakim Judex Facti harus mempertimbangkan, bahwa apabila Kepala Desa tidak mendukung dan tidak menandatangani surat-surat atau proposal tersebut, Masyarakat atau instansi lain termasuk Bank Riau tidak akan mempercayainya, karena Kepala Desa adalah penguasa di daerah tingkat paling bawah, yang mengepalai sebuah desa, sehingga kepercayaan terhadap usulan dan nama fiktif yang dibuat oleh Pemohon Kasasi menjadi seolah-olah benar padahal tidak benar, maka wajar dan patut Kepala Desa dijadikan sebagai Terdakwa, bersama Lurahnya

j. Bahwa masyarakat atau instansi manapun, apabila ada sebuah surat, yang dibuat di desa, tidak akan diterima dan tidak akan dipercayai kebenarannya, misalnya saja jual beli tanah, harus diketahui oleh Kepala Desa setempat, begitu juga dengan peranan tanda tangan Kepala Desa terhadap proposal Pemohon Kasasi persetujuan atau diketahui oleh Kepala Desa lah Proposal tersebut dapat menjadi resmi kegunaannya, dan dapat dipercayai, maka Pasal 55 KUHP tepat dan patut didakwakan kepada Kepala Desa dan Lurah, oleh sebab itu wajar dan patut pula Pemohon Kasasi dibebaskan dari segala tuntutan hukum

k. Bahwa benar telah terjadi perbuatan melawan hukum, akan tetapi tidak dan kurang memenuhi unsur dari pasal yang didakwakan, serta kurang pihak menurut Pasal 55 KUHP. Membuat dakwaan menjadi kabur dan penerapan hukum menjadi salah, maka tuntutan hukuman yang diberikan kepada Pemohon Kasasi tidaklah tepat dan harus dibebaskan

(12)

l. Bahwa dari semua sudut pandang hukum yang ada, Pemohon Kasasi tidak sependapat dengan Majelis Hakim Tinggi maupun Pengadilan Negeri, karena tidak tepatnya penerapan hukum itu diterapkan kepada Pemohon Kasasi, dengan tidak memuat Pasal 55 KUHP dalam dakwaan Jaksa/Penuntut Umum, dan tidak menjadikan Kepala Desa dan Lurah menjadi Terdakwa, sehingga dapat menghapus atau menghilangkan perbuatan Pemohon Kasasi akibat tidak tepatnya menerapkan hukum terhadap Pemohon Kasasi

8. Pendapat Mahkamah Agung

Terhadap alasan-alasan kasasi dari Pemohon Kasasi II/Terdakwa :

Bahwa alasan-alasan kasasi dari Pemohon Kasasi II/Terdakwa tersebut tidak dapat dibenarkan, karena alasan-alasan kasasi Pemohon Kasasi II/Terdakwa adalah mengenai penilaian hasil pembuktian yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan, alasan semacam itu tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan pada tingkat kasasi, karena pemeriksaan dalam tingkat kasasi hanya berkenaan dengan tidak diterapkan suatu peraturan hukum atau peraturan hukum tidak diterapkan sebagaimana mestinya, atau cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang dan Pengadilan telah melampaui batas wewenangnya, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 253 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Undang-Undang No. 8 Tahun 1981)

Terhadap alasan-alasan kasasi dari Pemohon Kasasi I/Penuntut Umum Bahwa alasan-alasan kasasi dari Pemohon Kasasi I/Jaksa/Penuntut Umum tersebut dapat dibenarkan, karena Judex Facti telah salah dalam menerapkan peraturan hukum, dalam putusan perkara a quo salah dalam menerapkan hukum pembuktian dengan pertimbangan sebagai berikut : a. Bahwa putusan Pengadilan Negeri Pasir Pangaraian yang

mempertimbangkan bahwa oleh karena unsur pokok Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tersebut berbeda, yaitu ”melawan hukum” dan menyalahgunakan kewenangan, atau kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau

(13)

kedudukan yang dalam dakwaan Jaksa/Penuntut Umum disusun secara subsidairitas, maka dakwaan ;tersebut akan dipandang sebagai dakwaan Alternatif, sehingga dalam hal ini Majelis Hakim bebas menentukan dakwaan mana yang paling cocok menentukan dengan kasus ini, pertimbangan mana diambil alih oleh Pengadilan Tinggi dan dijadikan pertimbangan sendiri.

b. Bahwa pertimbangan tersebut tidak sesuai dengan tertib hukum acara pidana dan praktek peradilan yang berlaku seperti diatur dalam Buku II Cetakan ke Tahun 2004 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Pengadilan dimana ditegaskan bahwa setiap dakwaan harus diperiksa/dibuktikan satu persatu kecuali dakwaan Alternatif, bilamana dakwaan terdahulu telah terbukti dakwaan berikutnya tidak perlu diperiksa/dibuktikan dan sesuai dengan Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung RI Tahun 2012 huruf a butir 2, b, ;c dakwaan subsidairitas tidak dapat dibaca sebagai dakwaan Alternatif c. Bahwa sesuai Laporan Hasil Audit Investigasi BPKP Perwakilan

Provinsi Riau jumlah kerugian keuangan Negara sebesar Rp 700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah) maka sesuai Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung RI seperti disebutkan di atas, bilamana kerugian keuangan Negara jumlahnya lebih Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) wajib diterapkan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001

d. Bahwa Judex Facti telah salah menerapkan hukum karena tidak mempertimbangkan dengan benar hal-hal yang relevan secara yuridis, yaitu perbuatan Terdakwa membuat proposal dengan mencantumkan nama-nama fiktif untuk mendapatkan bantuan atas pembangunan Madrasah Ibtidaiyah dan rencana pembangunan Madrasah yang tidak pernah dirapatkan di rapat desa, merupakan perbuatan melawan hukum e. Bahwa perbuatan melawan hukum Terdakwa juga dilakukan dalam

(14)

permohonan bantuan atas pembangunan TPA Nurul Iman, proposal permohonan bantuan atas pembangunan Masjid Baiturrahman dan telah memperkaya diri sendiri atau orang lain serta telah mengakibatkan kerugian Negara sebesar Rp 700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah), sehingga perbuatan Terdakwa merupakan tindak pidana korupsi melanggar Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001

f. Bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, Pemohon Kasasi II/Terdakwa terbukti melakukan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 yang didakwakan dalam dakwaan Primair, oleh karena itu Terdakwa patut dijatuhi pidana yang setimpal dengan perbuatannya 9. Pertimbangan Mahkamah Agung

Hal-hal yang memberatkan

Perbuatan Terdakwa bertentangan dengan program pemerintah dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi

Hal-hal yang meringankan

a. Terdakwa belum pernah dihukum

b. Terdakwa mempunyai tanggungan keluarga c. Terdakwa bersikap sopan di persidangan 10. Putusan Mahkamah Agung

Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi II/Terdakwa : SUHARTONO alias OTO bin RIFA’I MUSA tersebut dan mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi I : JAKSA/-PENUNTUT UMUM PADA KEJAKSAAN NEGERI PASIR PANGARAIAN tersebut. Membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Pekanbaru No. 50/PID.SUS/-2012/PTR. tanggal 25 Juni 2012 yang menguatkan putusan Pengadilan Pasir Pangaraian No. 100/Pid.B/2011/PN.PSP. tanggal 09 Februari 2012,

(15)

sehingga Mahkamah Agung mengadili sendiri dengan putusan sebagai berikut :

a. Menyatakan Terdakwa SUHARTONO alias OTO bin RIFA’I MUSA telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ”KORUPSI”

b. Menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada Terdakwa tersebut dengan pidana penjara selama 4 (empat) tahun 6 (enam) bulan dan pidana denda sebesar Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah), dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak dibayar, maka kepada Terdakwa dikenakan pidana pengganti berupa pidana kurungan selama 8 (delapan) bulan

c. Menjatuhkan pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp 220.000.000,00 (dua ratus dua puluh juta rupiah) dan apabila Terdakwa tidak membayar uang pengganti tersebut paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan ini mempunyai kekuatan hukum yang tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut, dan apabila harta benda Terdakwa tidak mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut, maka dipidana dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun

d. Menetapkan lamanya Terdakwa berada dalam tahanan sebelum putusan ini mempunyai kekuatan hukum tetap, dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan

e. Memerintahkan Terdakwa ditahan

f. Menetapkan keseluruhan barang bukti dikembalikan kepada yang berhak melalui pengurusnya.

Pembahasan

Kasus perkara Nomor No. 100/Pid.B/2011/PN.PSP yang dilakukan terdakwa Suhartono Alias Oto bin Rifa’i diketahui bahwa tindak pidana yang dilakukan kali pertama belum dijatuhi pidana terhadap tindak pidana yang kedua. Atau tindak pidana yang awal dengan tindak pidana berikutnya belum

(16)

dibatasi oleh suatu putusan hakim. Bentuk dakwaan yang diajukan penuntut umum adalah terkait dengan Pasal 65 KUHP yang mengatur bahwa tindak pidana yang dilakukan berhubungan dengan perbarengan perbuatan (concursus realis).

Jaksa Penuntut Umum secara tegas telah menunjuk Terdakwa melakukan tindak pidana korupsi, sehingga menimbulkan makna bahwasanya Jaksa Penuntut Umum mempunyai kepastian tentang siapa pelaku yang sebenarnya, hal ini berarti bahwa Jaksa Langsung membuat secara jelas posisi terdakwa sebagai pelaku tindak pidana dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum. Selain tentang posisi terdakwa, uraian secara cermat tentang duduk perkara tindak pidana tersebut terdapat unsur-unsur baik itu dilihat dari segi alat-alat bukti surat yang diajukan Jaksa Penuntut Umum ke muka persidangan maupun dari alat-alat bukti lain yang mengarah kepada tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Terdakwa.

Dalam kasus korupsi ini Jaksa/Penuntut Umum memberikan dakwaan primair dan dakwaan subsidair, dimana dakwaan primair adalah Pasal 2 ayat (1) UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi

Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (1) “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima

(17)

puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).”

Menurut penulis sekilas memang tidak ada yang perlu dipermasalahkan dari kedua pasal di atas. Namun, ketika Penuntut Umum (PU) mendudukkan kedua pasal ini dalam dakwaan subsidiaritas dan selalu digunakan oleh Penuntut Umum dalam mendakwa pelaku tindak pidana korupsi, masalah tersebut baru dirasakan. Dengan ancaman pidana (minimum khusus) yang jauh lebih berat jika dibandingkan dengan Pasal 3, menjadi logis dan rasional ketika Penuntut Umum mendudukkan Pasal 2 ayat (1) sebagai dakwaan primair dan lebih memilih menempatkan Pasal 3 sebagai dakwaaan subsidair. Pemilihan dakwaan subsidiaritas tersebut menempatkan Majelis Hakim dalam posisi yang berbeda-beda ketika menghadapi kasus dengan dakwaan demikian, khususnya ketika mempertimbangkan dakwaan yang terbukti dalam suatu perkara.

Secara singkat dapat diuraikan bahwa sebagian majelis hakim berpandangan bahwa Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 merupakan dua ketentuan dengan norma yang sebangun dimana Pasal 3 merupakan lex specialis dari Pasal 2 ayat (1). Hal ini didasarkan pada kualitas yang lebih khusus dalam Pasal 3, yaitu unsur “jabatan atau kedudukan” yang terdapat dalam unsur “menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, sarana dan prasarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan”, meskipun kedua pasal tersebut dimulai dengan unsur “setiap orang”. Berdasarkan alasan tersebut, majelis hakim berpandangan bahwa untuk menentukan dakwaan yang seharusnya terbukti, perlu dilihat terlebih dahulu apakah perbuatan yang dilakukan (para) terdakwa dilakukan dalam kaitannya dengan jabatan atau kedudukannya sebagai pegawai negeri/penyelenggara negara atau tidak. Jika demikian adanya, maka dakwaan yang perlu dipertimbangkan adalah dakwaan subsidair (Pasal 3). Sebaliknya, jika tidak ada kaitannya dengan jabatan atau kedudukan sebagai pegawai negeri/penyelenggara negara, maka dakwaan yang perlu dipertimbangkan adalah dakwaan primair.

Pandangan di atas berbeda dengan pandangan lain yang melihat pembuktian dakwaan yang demikian bertentangan dengan hukum acara pidana

(18)

mengingat secara implisit, Majelis Hakim telah memperlakukan dakwaan subsidiaritas yang disusun Penuntut Umum sebagai dakwaan alternatif. Seharusnya majelis hakim tetap mempertimbangkan dakwaan primair terlebih dahulu dan ketika dakwaan primair tidak terbukti, selanjutnya majelis hakim bisa mempertimbangkan dakwaan subsidair, sehingga pada dasarnya menurut penulis hakim tidak diperkenankan menggunakan sistem alternatif dalam pembuktian dakwaan berbentuk subsidaritas dalam pemeriksaan perkara korupsi dana bantuan sosial di Pengadilan Negeri Pasir Pangaraian. Apalagi bahwa posisi pekerjaan Terdakwa adalah wiraswasta bukan merupakan Pegawai Negeri Sipil sehingga unsur “orang yang memiliki wewenang, sarana, atau kesempatan yang timbul dari jabatan atau kedudukan yang dimilikinya” tidak sesuai dengan putusan yang dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri pasir Pangaraian.

Di sisi lain, Mahkamah Agung memiliki pertimbangan tersendiri dalam menerapkan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU PTPK pada kasus korupsi. Berdasarkan hasil rapat pleno Kamar Pidana pada tanggal 8-10 Maret 2012, ada 3 (tiga) hal yang berkaitan dengan problem di atas, di antaranya:

a. Pasal 2 dan Pasal 3 diperuntukkan untuk setiap orang, baik swasta maupun pegawai negeri. Jadi, baik Pasal 2 maupun Pasal 3, berlaku bagi pegawai negeri maupun bukan pegawai negeri;

b. Apabila unsur “memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi” dalam Pasal 2 tidak terbukti, maka dikenakan Pasal 3 dengan ambang batas minimal Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).[20] Apabila Penuntut

Umum hanya mendakwa dengan Pasal 3, Hakim mengadili dengan Pasal 3, namun pidana penjara dan dendanya dapat ditinggikan; dan

c. Apabila Penuntut Umum menyusun surat dakwaan dengan bentuk subsidiaritas yakni Pasal 2 ayat (1) sebagai dakwaan primair dan Pasal 3 sebagai dakwaan subsidair, Hakim tidak dapat membaca dakwaan tersebut sebagai dakwaan alternatif. Dakwaan subsidiaritas harus dibuktikan terlebih dahulu.

(19)

Berdasarkan hal tersebut maka menurut penulis bahwa putusan sendiri yang diambil oleh Mahkamah Agung dalam menjatuhkan putusan pidana terhadap Terdakwa Suhartono alias Oto bin Rifa’i telah tepat, karena telah mempertimbangkan Pasal 2 ayat (1) sebagai dakwaan primair.

B. Implikasi Pembuktian Dakwaan Berbentuk Subsidaritas Dengan Sistem Alternatif Terhadap Putusan Hakim Dalam Perkara Korupsi Bantuan Sosial di Pengadilan Negeri Pasir Pangaraian

Pada prakteknya, menyusun surat dakwaan bukan merupakan suatu hal yang mudah terutama dalam hal menguraikan tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa. Hal tersebut dikarenakan tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa pada umumnya tidak hanya melanggar satu pasal saja, namun bisa saja melanggar beberapa pasal, atau ada keraguan dari Penuntut Umum untuk menentukan tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa misalnya karena unsur-unsur tindak pidana didalamnya saling mengecualikan. Salah satu tindak pidana yang memiliki tingkat kesulitan yang tinggi dalam hal menguraikan secara jelas dan cermat tindak pidana yang didakwakan dalam surat dakwaan adalah tindak pidana korupsi.

Hal tersebut dikarenakan unsur-unsur yang terdapat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh terdakwa tindak pidana korupsi masih kabur sifatnya terhadap unsur-unsur yang harus dipenuhi untuk menjadikan perbuatan terdakwa masuk dalam ruang lingkup tindak pidana korupsi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selain itu, tindak pidana korupsi merupakan tindak pidana yang termasuk dalam kejahatan luar biasa karena dampak yang ditimbulkan yaitu kerugian keuangan atau perekonomian negara, sehingga penuntutan harus dilakukan sebaik mungkin supaya terdakwa tidak lepas atau bebas dari segala tuntutan. Untuk mengatasi hal tersebut, maka penuntut umum dalam melakukan penuntutan berorientasi pada bentuk-bentuk surat dakwaan, dan dalam kasus ini dakwaan penuntut umum adalah dakwaan subisaritas.

(20)

Bentuk-bentuk surat dakwaan yang digunakan oleh Penuntut Umum berpengaruh terhadap proses pemeriksaan perkara korupsi di sidang pengadilan terhadap terdakwa yang bersangkutan. Misalnya dalam melaksanakan pemeriksaan dakwaan alternatif, maka baik pembuktiannya oleh Penuntut Umum, maupun penilaiannya oleh hakim dilaksanakan langsung terhadap lapisaan dakwaan yang dipandang terbukti berdasarkan fakta-fakta persidangan.

Hal tersebut tentu saja berbeda dengan pemeriksaan surat dakwaan yang berbentuk subsidaritas dimana pemeriksaan dan penilaian dilakukan secara berurut mulai dari yang teratas (lapisan yang ancaman pidananya terberat), sampai kepada lapisan yang dipandang terbukti. Hal ini sejalan dengan fungsi surat dakwaan bagi hakim judex factie sebagai dasar pemeriksaan, membatasi ruang lingkup pemeriksaan, dasar pertimbangan dan dasar pengambilan putusan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Penadilan Negeri Pasir Pangarian menjatuhkan putusan kepada Terdakwa SUHARTONO alias OTO bin RIFA’I MUSA ;terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan ”TINDAK PIDANA KORUPSI” dengan menjatuhkan pidana kepada Terdakwa dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan pidana denda sebesar Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan apabila pidana denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan pengganti pidana denda selama 2 (dua) bulan dan menghukum pula Terdakwa untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 220.000.000,00 (dua ratus dua puluh juta rupiah) dan jika Terdakwa tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti, dalam hal Terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka dipidana dengan pidana penjara selama 3 (tiga) bulan.

Meskipun terdakwa telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi akan tetapi dalam kenyataannya Hakim hanya menjatuhkan vonis pidana penjara

(21)

penjara selama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan, sedangkan Penuntut Umum menuntut pidana penjara 5 tahun 6 bulan. Dari hasil tersebut menurut Penulis putusan dari Pengadilan Negeri Pasir Pangaraian kurang tepat karena tindak pidana korupsi yang dilakukan telah memenuhi unsur-unsur karena terdapatnya alat-alat bukti. Penuntut umum menuntut terdakwa dengan tuntutan yang sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, akan tetapi hakim berpandangan bahwa Terdakwa merupakan tulang punggung keluarga yang harus memenuhi kebutuhan istri dan anaknya serta terdakwa bersikap sopan di dalam persidangan dan menyesal atas perbuatannya dan dari hasil banding yang dilakukan oleh Penuntut Umum maka Mahkamah Agung akhirnya merevisi putusan tersebut dan mengabulkan permohonan Penuntut Umum dengan mengadili sendiri kasus korupsi pada terdakwa Suhartono alias Oto bin Rifa’i dengan putusan 4 tahun 6 bulan.

Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat diambil kesimpulan bahwa implikasi pembuktian dakwaan berbentuk subsidaritas bagi penjatuhan vonis pada tindak pidana kasus korupsi yang dilakukan oleh Suhartono alias Oto bin Rifa’i tidak menunjukkan pengaruh signifikan, hal demikian dikarenakan Putusan Hakim Pengadilan Negeri Pasir Pangaraian sementara tuntutan oleh Penuntut Umum 1 tahun 6 bulan sehingga tidak sesuai dengan ancaman hukuman tindak pidana korupsi yaitu pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun. Hakim tidak memberikan hukuman maksimal dengan pertimbangan bahwa barang yang dicuri hanya berupa terdakwa merupakan tulang punggung keluarga, serta terdakwa bersikap sopan di dalam persidangan dan belum pernah dihukum Vonis ringan oleh Hakim Pengadilan Negeri tersebut menurut penulis kurang tepat dan terlalu ringan karena tidak mencerminkan semangat pemberantasan korupsi, walaupun akhirnya dikoreksi oleh Mahkamah Agung menjadi 4 tahun 6 bulan.

Referensi

Dokumen terkait

underachiever yaitu: 1 Mengenali siswa yang mengalami kesulitan belajar: mencari data-data siswa dari absensi, prestasi belajar, catatan dari wali kelas, 2 Memahami sifat dan

1) Penambahan luas kawasan hutan kesambi di KPH Probolinggo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Kawasan hutan kesambi di daerah KPH Probolinggo terdiri dari tegakan

Surat Ketetapan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan yang selanjutnya disingkat SKTBL adalah ketetapan rencana penataan bangunan dan lingkungan dalam suatu lahan

Parameter yang diukur dalam penelitian ini adalah keragaan hibrida hasil persilangan intraspesifik 4 populasi ikan nila ( Red NIFI, NIRWANA, Merah lido, dan BEST,) secara

dito at 100% naming alam na lahat ng nagaaral dito ay gumagamit ng social networking sites.. Ang taong 2011-2012 ay ginamit naming dahil ito ang kasalukuyang

Bila distribusi frekuensi angket perilaku kepatuhan berdasarkan rumah sakit tempat pasien dirawat (tabel 4.12) dibandingkan dengan distribusi frekuensi angket state

Simpulan dari penelitian pengembangan ini yakni: (1) Tahap-tahap dalam pengembangan media pembelajaran berbasis e-learning menggunakan program Moodle pada tema Hujan

KETIGA : Penyusunan jenis dan standar pelayanan melibatkan partisipasi penuh dari seluruh unsur aparatur yang ada pada Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan