commit to user
i
“ANALISIS PERBEDAAN KINERJA SAHAM JANGKA PENDEK DAN JANGKA PANJANG PADA PERUSAHAAN YANG MELAKUKAN
INITIAL PUBLIC OFFERING (IPO)”
(Studi pada Perusahaan Go public di BEI)
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
Disusun oleh:
JATI RISMAWATI
F1206098
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2010
commit to user
commit to user
commit to user
iv
HALAMAN MOTTO
¨ “Karena Sesungguhnya Sesudah Kesulitan Ada
Kemudahan, Sesungguhnya Sesudah Kesulitan Itu Ada Kemudahan”. (QS. Al Insyirah : 94: 6,7)
¨ “Semakin Malam Semakin Dekat Dengan Fajar,
Semakin Berat Persoalan Semakin Dekat Dengan Jalan Keluar”.
¨ “It’s true you don’t know what you’ve got until it’s
gone, but it’s also true You don’t know what you’ve been missing until it arrives!!! Jadi….Berhentilah Mengeluh, Hadapilah Manis Pahitnya Hidup Dengan Bersyukur Terhadap Semua Yang Telah TUHAN Berikan....
commit to user
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Teriring do’a dan syukur kepada Allah dan rasa terima kasih kepada Rosullnya, sebuah karya kecil ini kupersembahkan untuk:
v Orangtua tercinta. Bapak dan Ibu. v Kakakku. Mas Jati dan Mba Rusi. v Keluarga Besar Rono Atmojo
v Sahabat dan Teman-Teman Manajemen Non Reguler Angkatan ’06.
v Sahabat-sahabatku Penghuni Kost Bardoe. v Almameterku.
Sebagai penghargaan atas pengertian dan dukungannya selama penyusunan skripsi ini
commit to user
vi
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Alhamdulillahirobbil ’alamin, segala puji hanya bagi Allah SWT atas segala
limpahan rahmat dan kemudahan-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Perbedaan Kinerja Saham Jangka Pendek dan Jangka Panjang pada Perusahaan yang Melakukan Initial Public Offering (IPO)” (Studi pada Perusahaan Go Public di BEI). Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan, dorongan, petunjuk, bimbingan, dan saran dari berbagai pihak. Sehingga dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada:
1. Drs. Atmadji, M.M selaku pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam memberikan bimbingan, pengarahan dan motivasi kepada penulis.
2. Prof. Dr. Bambang Sutopo, M.Com, Ak selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Dra. Endang Suhari, M.Si selaku Ketua Jurusan Manajemen.
4. Drs. Wiyono, M.M selaku Sekretaris Jurusan Program Studi Non Reguler Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret.
commit to user
vii
5. Drs. Lilik Dwi Sunardianto, SU selaku pembimbing akademik yang telah memberikan dukungan selama masa studi di Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret.
6. Seluruh Dosen dan Staf Administrasi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
7. Semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan, untuk itu penulis mengaharapkan masukan dan kritikan yang membangun. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Surakarta, 16 September 2010
commit to user viii DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL …..………... HALAMAN PERSETUJUAN ... HALAMAN PENGESAHAN ... HALAMAN MOTTO………....………... HALAMAN PERSEMBAHAN…....………... KATA PENGANTAR………....………... DAFTAR ISI ……….………... DAFTAR GAMBAR ………... DAFTAR TABEL ...…………...……….…… DAFTAR LAMPIRAN ... ABSTRAK ………...…... BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah………... B. Rumusan Masalah...………...
C. Batasan Masalah... D. Tujuan Penelitian ... E. Manfaat Penelitian...
BAB II. LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka ... 1. Initial Public Offering... 2. Kinerja Saham………... 3. Pasar Modal………... 4. Wealth Relative Index………... 5. Underpricing……... 6. Manajemen Laba di Seputar IPO………... B. Penelitian Terdahulu ………... C. Kerangka Pemikiran ………... D. Perumusan Hipotesis………... i ii iii iv v vi viii x xi xii xiii 1 8 9 9 10 12 12 20 33 33 34 45 47 51 52
commit to user
ix BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian………...
1. Tujuan Studi……… 2. Lingkungan Penelitian………. 3. Unit Analisis……… 4. Horison Waktu……….
B. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ... 1. Populasi………... 2. Sampel ...…..………... 3. Teknik Sampling……… C. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel………... D. Sumber dan Jenis Data...………... E. Teknik Pengumpulan Data………... F. Metode Analisis Data ………...
1. Uji Normalitas Data………...
2. Uji Parsial (Uji t)……….
BAB IV. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. Statistik Deskriptif ... B. Analisis Data………... 1. Pengujian Normalitas Data ... 2. Hasil Pengujian Hipotesis ……… C. Pembahasan………... BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan………... B. Keterbatasan...………... C. Implikasi ... DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 54 54 55 55 55 56 56 56 57 58 61 62 63 63 63 68 73 73 74 77 82 83 83
commit to user
x
DAFTAR GAMBAR
Halaman
GAMBAR
commit to user
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
TABEL
1. 4.1. : Gambaran Umum Sampel Perusahaan yang IPO
Periode 2005-2007……….. 2. 4.2. : Daftar Perusahaan yang Memenuhi Syarat ………... 3. 4.3. : Statistik Deskriptif Perusahaan Abnormal Return ...……... 4. 4.4. : Hasil Uji Kolmogrov-Smirnov ... 5. 4.5. : Kinerja Saham Jangka Pendek dan Jangka Panjang
Setelah IPO... 6. 4.6. : Perbedaan Kinerja Saham Jangka Pendek dan Jangka Panjang…….
68 69 70 73 74 76
commit to user
xii
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN
1. Hasil Uji Normalitas 2. Hasil Statistik Deskriptif
3. Hasil Uji Beda One Sample T-Test Abnormal Return Jangka Pendek dan Jangka Panjang
4. Hasil Uji Beda T-Test Kinerja Saham Jangka Pendek dan Jangka Panjang 5. Rata-Rata Abnormal Return
6. Rata-Rata Return Saham, Return Pasar dan Wealth Relative 7. Rata-Rata Return Saham dan Return Pasar
commit to user
i ABSTRAK
“ANALISIS PERBEDAAN KINERJA SAHAM JANGKA PENDEK DAN JANGKA PANJANG PADA PERUSAHAAN YANG MELAKUKAN
INITIAL PUBLIC OFFERING (IPO)” (Studi pada Perusahaan Go public di BEI)
JATI RISMAWATI NIM :F1206098
Penelitian ini merupakan studi peristiwa atau event study. Dalam penelitian ini, untuk dapat mengetahui terjadinya reaksi pasar terhadap pengumuman IPO adalah dengan mencari ada tidaknya abnormal return yang diperoleh para investor jika membeli saham penawaran perdana. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh bukti empiris mengenai kinerja saham jangka panjang dan jangka pendek, serta untuk memperoleh bukti empiris adanya perbedaan kinerja saham jangka pendek dengan kinerja saham jangka panjang pada perusahaan go public di Indonesia.
Kinerja saham diukur dengan menggunakan abnormal return. Periode penelitian diambil pada tahun 2005 sampai dengan 2007. Dengan teknik
purposive sampling didapatkan 33 sampel perusahaan yang melakukan IPO pada
periode tersebut. Data yang digunakan adalah kombinasi data antara time series dan cross section. Alat analisis data yang digunakan meliputi pengujian normalitas, uji parsial (uji t) antara lain uji beda paired sample t-test dan uji beda
one sample t-test.
Dari hasil penelitian uji beda one sample t-test dapat diketahui bahwa kinerja saham dalam jangka panjang mengalami underperformance dan kinerja saham jangka pendek mengalami outperformance.
Sedangkan hasil penelitian uji beda paired sample t-test dapat diketahui bahwa tidak adanya perbedaan kinerja saham jangka pendek dengan kinerja saham jangka panjang pada perusahaan go public di Indonesia.
Kata kunci: initial public offerings (IPO), abnormal return, underperfomance,
outperformance, kinerja saham jangka panjang, kinerja saham
commit to user
ii ABSTRACT
“ANALISIS PERBEDAAN KINERJA SAHAM JANGKA PENDEK DAN JANGKA PANJANG PADA PERUSAHAAN YANG MELAKUKAN
INITIAL PUBLIC OFFERING (IPO)” (Studi pada Perusahaan Go public di BEI)
JATI RISMAWATI NIM :F1206098
This research represents event study or study event. The objective of this study is to find empirical evidence about performance share in the short run and in the long run period, and also to find empirical evidence about existence of difference of share performance in the short run with the long run share performances at company of go public in Indonesia.
Share performance measured with abnormal return. There are 42 companies that issued IPO during 2005-2007. After choosing them with purposive sampling method, there are 33 companies to be analyzed in this study. Analyze of data method which is used consists of descriptive statistical analysis and statistical analysis of inferential for the examination of done hypothesis by using t test to two sample which is paired (paired sample t test) and one sample t test.
Result from one sample t-test show that in the short run, the performance is outperformed and in the long run, the performance is underperformed. Result from paired sample t-test show that there is no significant defference between short and long run stock performance in companies issued IPO.
Keyword: initial public offerings (IPO), abnormal return, performance underperformance, outperformance.
commit to user BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
IPO (initial public offering) atau penawaran saham perdana merupakan saat yang terpenting yang dilakukan suatu perusahaan privat untuk memperoleh dana tambahan yang digunakan untuk pembiayaan dan ekspansi perusahaan. Salah satu syarat yang ditetapkan oleh pengawas pasar modal untuk perusahaan yang akan melakukan penawaran saham perdana (initial
public offering) adalah menyediakan dokumen prospektus. Informasi yang
disajikan dalam prospektus adalah laporan keuangan perusahaan yang berisi informasi keuangan dan nonkeuangan yang secara teoritis informasi keuangan memang merupakan salah satu sumber utama dalam proses penentuan harga suatu IPO. Informasi keuangan dapat diperoleh melalui laporan keuangan yang terdiri atas neraca, laporan laba atau rugi, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan. Sebaliknya, informasi nonkeuangan berisi informasi tentang penjamin emisi, auditor independen, konsultan hukum, nilai penawaran saham, persentase saham yang ditawarkan, umur perusahaan, dan informasi lain yang mendukung (Kim et al., 1993)
Keputusan untuk going public atau tetap menjadi perusahaan privat merupakan keputusan yang harus dipikirkan masak-masak. Jika perusahaan memutuskan untuk going public dan melemparkan saham perdananya ke
commit to user
public (Initial Public Offerings), isu utama yang akan muncul adalah tipe
saham apa yang akan dilempar, berapa harga yang harus ditetapkan untuk selembar sahamnya dan kapan waktunya yang paling tepat (Jogiyanto, 2004).
Harga saham pada penawaran perdana ditentukan berdasarkan kesepakatan antara perusahaan emiten dengan underwriter (penjamin emisi efek). Sebagai pihak yang membutuhkan dana, emiten menginginkan harga perdana yang tinggi. Sebaliknya, underwriter sebagai penjamin emisi berusaha untuk meminimalkan risiko yang ditanggungnya. Dalam tipe penjaminan full
commitment, pihak underwriter akan membeli saham yang tidak terjual di
pasar perdana. Keadaan ini membuat underwriter tidak berkeinginan untuk membeli saham yang tidak laku dijual. Upaya yang dilakukan adalah dengan bernegosiasi dengan emiten agar saham-saham tersebut tidak terlalu tinggi harganya, bahkan cenderung underpriced.
Sebagai penjamin emisi, underwriter lebih sering berhubungan dengan pasar daripada emiten sehingga pihak underwriter dimungkinkan mempunyai informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan emiten. Emiten adalah pendatang baru yang belum mengetahui seperti apa keadaan pasar yang sebenarnya. Kondisi asimetri informasi inilah yang menyebabkan terjadinya
underpricing, di mana underwriter merupakan pihak yang memiliki kelebihan
informasi dan menggunakan ketidaktahuan emiten untuk memperkecil risiko (Husnan, 1991).
Laporan keuangan merupakan salah satu sumber informasi yang digunakan oleh investor potensial dan underwriter untuk menilai perusahaan
yang akan go public. Agar laporan keuangan dapat lebih dipercaya, maka laporan keuangan harus diaudit. Salah satu persyaratan dalam proses go public adalah laporan keuangannya telah diaudit oleh KAP (Keputusan Menteri Keuangan RI No 859/KMK.01/1987). Laporan keuangan yang telah diaudit akan memberikan tingkat kepercayaan yang lebih besar kepada pemakainya. Adanya laporan keuangan yang dapat dipercaya pemakai tersebut akan mengurangi terjadinya asimetri informasi (Rosyati dan Sabeni, 2002).
Underpricing adalah penentuan harga saham di pasar perdana lebih
rendah daripada harga di pasar sekunder untuk saham yang sama. Harga perdana yang underpriced akan memberikan initial return yang positip bagi investor segera saham tersebut mulai diperdagangkan di pasar bursa.
Underpricing merupakan fenomena yang menarik karena dialami oleh
sebagian besar pasar modal di dunia. Beberapa penelitian membuktikan fenomena ini, antara lain di New York Stock Exchange (Miller dan Keilley, 1987), di UK (Herbert, 1981), di Hongkong (Dawson, 1985), di Korea (Kim,
et al., 1993; Guness, 1988), di Kanada (Clarkson dan Simunic, 1992), di
Australia (Philip, et al., 1995) dalam Trisnawati (1999). Di Indonesia, fenomena serupa ditemukan oleh Husnan (1996), dalam penelitiannya yang menyimpulkan bahwa IPO pada perusahaan-perusahaan privat maupun perusahaan milik negara (BUMN) biasanya mengalami underpriced.
Pada saat IPO terdapat kecenderungan terjadinya underpricing (Hanafi, M. dan Suad Husnan,1991). Di beberapa negara berkembang di Amerika Latin gejala adanya underpricing dalam jangka pendek juga terjadi,
commit to user
tetapi dalam jangka panjang kondisi sebaliknya (overpricing) yang terjadi (Aggarwal et al., 1993). Para pemilik perusahaan menginginkan agar dapat meminimalisasi underpricing karena terjadinya underpricing akan menyebabkan transfer kemakmuran (wealth) dari pemilik kepada para investor (Beatty, 1989).
Apabila terjadi underpricing, dana yang diperoleh perusahaan dari go
public tidak maksimum. Sebaliknya, bila terjadi overpricing, maka investor
akan merugi karena mereka tidak menerima initial return. Initial return (IR) adalah keuntungan yang diperoleh pemegang saham saat IPO dengan menjualnya pada hari pertama. Underpricing disebabkan oleh adanya asimetri informasi (Beatty, 1989 dalam Daljono, 2000; Beatty dan Ritter, 1986). Studi yang memfokuskan asimetri informasi antara pemilik dengan investor dilakukan oleh Leland dan Pyle (1977). Di dalam menentukan harga, pihak penentu harga sangat memperhatikan informasi perusahaan. Apabila di antara mereka tidak memiliki informasi yang lengkap tentang perusahaan, maka akan terjadi perbedaan harga. Perbedaan harga di kedua pasar tersebut mestinya dapat dihindarkan apabila penentu harga di kedua pasar tersebut memiliki informasi yang sama terhadap perusahaan go public.
Hudiyanto (2002), meneliti mengenai besaran underpricing penawaran saham perdana: sebelum dan sesudah krisis moneter bulan Juli 1997. Penelitian mengambil sampel dari semua emiten-emiten yang melakukan IPO di Bursa Efek Jakarta dari tahun 1996 sampai dengan 2000. Dengan abnormal
sebagai variabel bebas. Hasil penelitian menunjukan bahwa selama periode tahun 1996 sampai dengan tahun 2000, saham perdana mengalami
underpricing sebesar 21,96% secara rata-rata dan siginifikan pada saat
pertama kali diperdagangkan. Perhitungan tersebut menggunakan metode
market adjusted abnormal return. Penelitian juga mendapatkan fakta bahwa
kondisi bursa yang terpengaruh oleh krisis moneter Juli 1997 mempengaruhi secara signifikan terhadap tingkat underpricing.
Mahartha (2007), meneliti perilaku harga saham perusahaan keuangan pada penawaran IPO di Bursa Efek Jakarta tahun 1999-2002 dengan abnormal
return ukuran dari underpricing sebagai variabel terikat, Return on Equity
(ROE) dan Debt to Equity Ratio (DER) sebagai variabel bebas. Sampel yang diambil yaitu semua perusahaan keuangan yang melakukan IPO di Bursa Efek Jakarta periode 1999-2002. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat Debt
to Equity Ratio (DER) yg relative lebih besar dapat memberikan pengaruh
positif terhadap tingkat underpricing dan sebaliknya tingkat ROE yg relatif lebih besar dapat memberikan pengaruh negatif terhadap tingkat underpricing. Penelitian yang dilakukan oleh Aggarwal, et al. (1993) menyatakan bahwa kinerja IPO dalam jangka pendek menunjukkan terjadinya
underpricing, tetapi dalam jangka panjang terjadi return yang negatif. Prastiwi
dan Kusuma (2001) meneliti tentang kinerja surat berharga setelah IPO di Indonesia pada periode 1994-1997. Hasilnya menunjukkan bahwa kinerja IPO jangka pendek (tiga bulan) adalah positip (39,67%) dan kinerja jangka panjang
commit to user
(24 bulan) adalah negatip (-238,83%). Bukti ini menunjukkan bahwa dalam jangka panjang telah terjadi penurunan kinerja (underperformance).
Jain dan Kini (1994) menyatakan bahwa terdapat penurunan kinerja operasi perusahaan setelah IPO. Penurunan kinerja tersebut merupakan indikasi telah terjadinya menajemen laba menjelang IPO. Manajemen laba didefinisi sebagai suatu intervensi dengan maksud tertentu terhadap proses pelaporan keuangan eksternal dengan sengaja memperoleh beberapa keuntungan pribadi (Schipper, 1989).
Kesenjangan informasi antara perusahaan dengan calon investor pada saat IPO mempertinggi probabilitas bagi perusahaan untuk melakukan manajemen laba dan tidak terdeteksi oleh pasar. Penelitian (Richardson, 1998), dalam M.G Kentris (2004), membuktikan bahwa semakin tinggi informasi asimetri, maka semakin tinggi manajemen laba. Aharoney et al. (1993) membuktikan bahwa tingkat manajemen laba saat IPO pada perusahaan kecil relatif lebih tinggi daripada perusahaan besar. Hal ini disebabkan adanya keterbatasan informasi yang tersedia pada perusahaan kecil yang melakukan IPO daripada perusahaan besar karena perusahaan besar sebelum IPO pun telah dikenal oleh masyarakat luas.
Dalam penelitian ini ingin melakukan uji beda terhadap variabel kinerja jangka pendek dan kinerja jangka panjang dengan menggunakan
abnormal return sebagai alat ukur untuk periode jangka pendek (3 bulan)
Perusahaan publik yang diukur kinerjanya dalam penelitian ini adalah perusahaan go public di Bursa Efek Indonesia. Penelitian ini menggunakan perusahaan yang melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia periode Januari 2005 sampai dengan Desember 2007 sebagai populasi penelitian.
Penelitian terhadap kinerja saham baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang dalam kondisi perekonomian Indonesia yang masih belum stabil ini masih perlu dilakukan. Hal ini bertujuan untuk memberikan pegangan bagi investor dalam melakukan strategi perdagangan. Dengan melakukan analisis kinerja saham tersebut, diharapkan investor dapat mengurangi risiko seminimal mungkin dan dapat menghasilkan return yang menguntungkan. Dengan mengetahui kecenderungan kinerja saham pada saat penawaran perdana baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang, investor dapat menghindari kerugian akibat return yang negatif dari surat berharga tersebut.
Dengan demikian, tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh bukti empiris mengenai kinerja saham jangka panjang dan kinerja saham jangka pendek pada perusahaan go public di pasar modal Indonesia (BEI), serta untuk memperoleh bukti empiris adanya perbedaan kinerja saham jangka pendek dengan kinerja saham jangka panjang pada perusahaan go public di Indonesia.
Dalam penelitian ini berdasarkan pada fenomena yang terjadi dan beberapa penelitian yang sebelumnya. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada data penelitian yang sama-sama diambil di Bursa Efek Jakarta yang sekarang menjadi Bursa Efek Indonesia, dan ada
commit to user
variabel yang pernah diteliti kembali untuk membuktikan kebenaran teori tersebut apa masih layak atau tidak. Kemudian perbedaannya pada jumlah sampel dan perusahaan sampel serta periode pengamatan. Berdasarkan alasan di atas penulis mengadakan penelitian dengan judul : “ANALISIS PERBEDAAN KINERJA SAHAM JANGKA PENDEK DAN JANGKA PANJANG PADA PERUSAHAAN YANG MELAKUKAN INITIAL PUBLIC OFFERING (IPO) (Studi pada Perusahaan Go Public di BEI Tahun 2005 - 2007)”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah dalam jangka panjang kinerja saham di pasar modal Indonesia (BEI) mengalami underperformance?
2. Apakah dalam jangka pendek kinerja saham di pasar modal Indonesia (BEI) mengalami outperformance?
3. Apakah terdapat perbedaan signifikan antara kinerja saham jangka pendek dan kinerja saham jangka panjang pada perusahaan go public di Indonesia?
C. Batasan Masalah
Untuk menghindari agar pembahasan masalah dalam penulisan ini tidak terlalu meluas, maka penulis memberikan batasan-batasan, antara lain:
1. Kinerja saham yang diuji dalam penelitian ini adalah dua macam yaitu: untuk kinerja saham dalam jangka pendek diuji selama 3 bulan setelah IPO karena sesuai dengan penelitian terdahulu seperti yang dilakukan oleh Arum Prastiwi dan Indra Wijaya (2001), menemukan bahwa abnormal
return yang positif itu masih bisa dinikmati oleh investor sampai tiga
bulan setelah penawaran perdana, dan kinerja saham dalam jangka panjang diuji selama 24 bulan setelah IPO.
2. Penulisan ini dikhususkan pada perusahaan go public periode tahun 2005-2007 dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia sampai tahun 2005-2007.
D. Tujuan Penelitian
Dari perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Untuk memperoleh bukti empiris mengenai kinerja saham jangka panjang pada perusahaan go public di pasar modal Indonesia (BEI).
2. Untuk memperoleh bukti empiris mengenai kinerja saham jangka pendek pada perusahaan go public di pasar modal Indonesia (BEI).
commit to user
3. Untuk memperoleh bukti empiris adanya perbedaan kinerja saham jangka pendek dengan kinerja saham jangka panjang pada perusahaan go public di Indonesia.
E. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi dalam dunia pasar modal khususnya tentang perbedaan kinerja saham jangka panjang maupun kinerja saham jangka pendek pada saat melakukan IPO. Kegunaan lainnya untuk memperkuat hasil penelitian sebelumnya dan menjadi dasar dalam kajian berikutnya bagi para peneliti yang berminat dalam pasar modal.
2. Manfaat Praktis a. Bagi Investor
Untuk memberikan pegangan bagi investor dalam melakukan strategi perdagangan. Dengan melakukan analisis kinerja saham tersebut, diharapkan investor dapat mengurangi resiko seminimal mungkin dan dapat menghasilkan return yang menguntungkan. Dengan mengetahui kecenderungan kinerja saham pada saat penawaran perdana baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang, investor dapat menghindari kerugian akibat return yang negatif dari surat berharga tersebut.
b. Bagi Emiten
Untuk menilai sejauh mana perkembangan perusahaannya di bursa saham dan menilai kinerja manajemen.
commit to user BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
F. LANDASAN TEORI
1. Initial Public Offering (IPO)
a. Definisi Initial Public Offering (IPO)
Pengertian go public menurut Pangastuti dalam Mahfoesdz (1999) adalah:
“Upaya perolehan dana segar dari masyarakat dengan mengeluarkan saham baru atau mengeluarkan saham yang ada dalam portepel”. (Pangastuti dalam Mahfoesdz, 1999).
Saham dan portepel merupakan jumlah saham yang masih dapat dikeluarkan suatu perusahaan sehingga tidak mengubah modal dasar perusahaan. Go public merupakan salah satu alternatif pendanaan yang bisa ditempuh perusahaan jika dilihat dari struktur permodalan.
Definisi lain tentang go public juga dikemukakan oleh Sunariyah sesuai dengan UU Republik Indonesia No.8 Tahun 1995 tentang pasar modal, menyebutkan bahwa
“Penawaran umum atau go public adalah kegiatan penawaran saham atau efek lainnya yang dilakukan oleh emiten (perusahaan go
public) untuk menjual saham atau efek kepada masyarakat berdasarkan
tata cara yang diatur oleh UU dan peraturan pelaksanaanya”. (Sunariyah, 2006:32).
Jogiyanto (2000) mendefinisikan Initial Public Offering (IPO) sebagai penawaran saham perusahaan untuk pertama kalinya.
b. Tujuan Initial Public Offering
Perusahaan yang belum menjadi perusahaan publik dapat meningkatkan kebutuhan dana dengan menempuh beberapa alternative (Jogiyanto, 2000). Pertama, menjual langsung kepada pemegang saham yang sudah ada sebelumnya. Kedua, menjual kepada karyawan lewat
Employee Stock Ownership Plan (ESOP). Ketiga, menambah saham lewat
dividen yang tidak dibagi (dividend reinvestment plan). Keempat, menjual langsung kepada pembeli tunggal (misalnya investor institusional) secara privat. Kelima, menjual kepada publik lewat pasar saham.
Tujuan penawaran umum perdana (Initial Public Offering) adalah bagian dari prospektus emiten yang berisi pernyataan tentang alasan-alasan atau tujuan go public suatu perusahaan.
Pagano et al (1998) menyatakan alasan perusahaan untuk melakukan go public yaitu:
1) Mengatasi kendala pinjaman
Manfaat yang paling utama adalah memperoleh akses sumber pembiayaan alternatif selain pinjaman dari bank. Kesempatan bagi
public market untuk mendanai akan bertujuan khusus bagi perusahaan
dengan investasi sekarang dan masa mendatang yang besar, dengan tingkat leverage dan pertumbuhan yang tinggi. Faktor- faktor inilah
commit to user
yang berhubungan positif dengan keinginan untuk melakukan penawaran perdana.
2) Mempunyai bargaining yang lebih besar dengan bank.
Dengan memperoleh akses ke bursa efek dan menebarkan informasi kepada investor, sebuah perusahaan akan melakukan kompetisi diluar terhadap peminjamnya dan menjamin biaya kredit yang lebih rendah serta supply pembiayaan dari luar yang besar.
3) Diversifikasi likuiditas dan portofolio
Keputusan untuk go public mempengaruhi tingkat likuiditas saham perusahaan, dimana tingkat likuiditas merupakan fungsi dari perdagangan sehingga likuiditas saham akan meningkat seiring dengan tersebarnya kepemilikan saham yang semula hanya dipegang oleh beberapa pemegang saham awal.
4) Monitoring
Pasar modal juga dapat memberikan penilaian terhadap kebijakan yang diambil oleh manajemen. Para pemegang saham dapat menggunakan informasi yang tersedia untuk menilai apakah kebijakan manajemen telah dilakukan secara wajar, sehingga nantinya berpengaruh terhadap harga saham.
5) Pengakuan Investor
Pencatatan saham di bursa yang cukup terkenal dan besar, seolah-olah menjadi pengakuan bagi investor bahwa perusahaan
tersebut memang cukup layak. Hal ini menumbuhkan kesadaran bagi investor dan mereka tertarik untuk memilikinya.
6) Perubahan Kontrol
Keputusan untuk go public yang dilakukan oleh pemilik adalah untuk memaksimalkan nilai perusahaan. Selain itu, pemilik juga menjadikan penawaran perdana sebagai langkah untuk mengubah struktur kepemilikan serta memaksimalkan hasil penjualan sahamnya.
Alasan sebuah perusahaan go public adalah sebagai berikut:
1) Kebutuhan akan dana untuk melunasi hutang, baik hutang jangka panjang maupun jangka pendek sehingga mengurangi beban bunga. 2) Meningkatkan modal kerja.
3) Membiayai perluasan perusahaan. 4) Memperluas jaringan perusahaan. 5) Meningkatkan teknologi.
6) Membayar sarana penunjang (pabrik, perawatan, kantor dan lain-lain). Kim et al., (1993) mengemukakan ada dua alasan mengapa perusahaan go public, yaitu karena pemilik lama ingin mendiversifikasikan portofolio mereka dan karena perusahaan tidak memiliki alternatif sumber dana lain untuk membiayai proyek investasinya.
Apa pun motivasi go public, perusahaan menginginkan dana yang terkumpul dari IPO bisa maksimum. Agar perusahaan dapat segera mendapatkan dana dari pelemparan sahamnya ke publik, perusahaan
commit to user
menyerahkan masalah yang berkaitan dengan IPO ke underwriter. Dengan adanya underwriter, perusahaan akan segera mendapatkan dana sebesar harga IPO. Harga saham saat IPO merupakan kesepakatan antara
underwriter dan perusahaan emiten.
c. Tahapan-tahapan Go Public
Menurut Mohamad Samsul tahapan go public dapat dikelompokkan menjadi lima, yaitu:
1) Rencana Go Public
Rencana go public membutuhkan waktu yang cukup berkaitan dengan kondisi internal perusahaan seperti:
a) Rapat gabungan pemegang saham, dewan direksi, dan dewan komisaris.
b) Kesiapan mental personel. c) Perbaikan organisasi. d) Perbaikan sistem informasi. e) Perbaikan aspek hukum. f) Perbaikan struktur permodalan. g) Persiapan dokumen.
2) Persiapan Go Public
a) Penunjukkan lembaga penunjang dan lembaga profesi.
b) Uji tuntas (due diligence) dengan penjamin pelaksana emisi/profesi.
d) Public Expose dan Road show. 3) Pelaksanaan Go Public.
Kegiatan pelaksanaan go public meliputi: a) Penyerahan dokumen ke Bapepam. b) Tanggapan dari Bapepam.
c) Perbaikan dokumen pernyataan pendaftaran. d) Mini Expose di Bapepam.
e) Penentuan harga perdana.
f) Sindikasi dan perjanjian penjaminan emisi. 4) Penawaran umum
Kegiatan penawaran umum meliputi: a) Distribusi prospektus.
Prospektus adalah setiap informasi tertulis yang berkaitan dengan penawaran umum dan bertujuan agar pihak lain membeli saham yang ditawarkan.
b) Penyusunan prospektus ringkas untuk diiklankan. c) Periode penawaran (offering period)
d) Periode penjatahan (allotment period) e) Periode pengembalian dana (refund period) f) Periode penyerahan saham (delivery period) g) Periode pencatatan di bursa efek (listing date) 5) Kewajiban dan konsekuensi emiten setelah Go Public
commit to user
Sesuai dengan ketentuan SK Menteri Keuangan No. 1199/KMK.013/1991, yang dapat melakukan penawaran umum adalah emiten yang telah menyampaikan pernyataan pendaftaran kepada BAPEPAM untuk menjual atau menawarkan efek kepada masyarakat dan pernyataan pendaftaraan tersebut telah efektif (Sunariyah, 2006:33).
Menurut Sunariyah, sesuai dengan keputusan Menteri Keuangan No. 1548/KMK.013/1990, perusahaan publik harus memenuhi beberapa kewajiban sebagai berikut:
1) Keharusan untuk keterbukaan (full disclosure)
2) Keharusan untuk mengikuti peraturan-peraturan pasar modal mengenai kewajiban pelaporan.
3) Gaya manajemen yang berubah dari informal ke formal. 4) Kewajiban membayar dividen.
5) Senantiasa berusaha untuk meningkatkan tingkat pertumbuhan perusahaan.
d. Keuntungan dan Kerugian Go Public
Perusahaan yang belum go public, awalnya saham-saham perusahaan tersebut dimiliki oleh manajer-manajernya, sebagian lagi oleh pegawai-pegawai kunci dan hanya sejumlah kecil yang dimiliki investor. Sebagaimana biasanya, jika perusahaan berkembang, kebutuhan modal tambahan sangat dirasakan. Pada saat tersebut, perusahaan harus menentukan untuk menambah modal dengan cara hutang atau menambah jumlah dari pemilikan dengan menerbitkan saham baru. Dalam
commit to user
pengambilan keputusan menjadi perusahaan publik atau tetap menjadi perusahaan privat perlu dipertimbangkan trade-off antara beberapa faktor keuntungan maupun kerugiannya.
Jogiyanto (2000) menyebutkan beberapa keuntungan menjadi perusahaan publik yaitu:
1) Kemudahan dalam meningkatkan modal di masa yang akan datang. 2) Meningkatkan likuiditas bagi pemegang saham.
3) Nilai pasar perusahaan diketahui.
Terdapat beberapa kerugian yang timbul disamping keuntungan yang mungkin diperoleh yaitu:
1) Biaya laporan yang meningkat karena perusahaan memiliki kewajiban untuk menyerahkan laporan kuartalan dan tahunan kepada regulator (misalnya di Indonesia adalah BAPEPAM).
2) Dampak negatif pengungkapan. 3) Ketakutan untuk diambil alih.
Sedangkan Manfaat go public menurut Darmadji dan Fakhrudin (2001:43) adalah sebagai berikut:
1) Dapat memperoleh dana yang relatif besar dan diterima sekaligus. 2) Biaya go public lebih murah.
3) Proses relatif mudah.
commit to user
6) Perusahaan dituntut lebih terbuka, sehingga hal ini dapat memacu perusahaan untuk meningkatkan profesionalisme.
7) Memberi kesempatan kepada masyarakat untuk turut serta memiliki saham perusahaan sehingga dapat mengurangi kesenjangan sosial. 8) Emiten akan lebih dikenal masyarakat.
9) Memberi kesempatan bagi koperasi dan karyawan perusahaan untuk membeli saham.
2. Kinerja Saham
a. Pengertian Saham
Saham merupakan surat berharga yang bersifat kepemilikan, artinya pemilik saham merupakan pemilik perusahaan. Saham juga merupakan suatu bentuk modal penyertaan atau bukti posisi kepemilikan dalam suatu entitas. Saham yang dapat menjadi alat investasi adalah yang dikenal sebagai emisi yang diperdagangkan secara umum yaitu saham yang tersedia bagi masyarakat umum dan dibeli serta dijual di pasar terbuka.
Menurut (Pandji Anaroga 2001:54) saham merupakan tanda penyertaan modal pada suatu perseroan terbatas.
Definisi lain tentang saham juga dikemukakan oleh Fabozzi yang menyebutkan bahwa saham menunjukkan suatu kepemilikan atas bunga perusahaan. (Fabozzi, 1999 : 29). Jadi saham adalah tanda penyertaan modal atau tanda bukti pengambilan bagian dalam suatu perseroan terbatas.
b. Manfaat dari Kepemilikan Saham
Manfaat dari kepemilikan saham yaitu (Anaroga dan pakarti 2001: 59): 1) Dividen, bagian dari keuntungan yang dibagikan kepada pemilik
saham.
2) Capital gain, adalah keuntungan yang diperoleh dari selisih harga jual dengan harga belinya.
3) Manfaat non-financial yaitu timbulnya kebanggaan dan kekuasaan memperoleh hak suara dalam menetukan jalannya perusahaan.
c. Jenis-jenis Saham
1) Berdasarkan Hak Kepemilikan (Jogiyanto 2003: 67) saham dibagi menjadi:
a) Saham biasa
Saham biasa adalah saham yang tidak memperoleh hak istimewa. Pemegang saham biasa mempunyai hak untuk memperoleh hak untuk memperoleh dividen sepanjang perseroan memperoleh keuntungan. Pemilik saham mempunyai hak suara pada RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham). Sesuai dengan jumlah saham yang dimilikinya (one share one vote). Pada likuidasi persero, pemilik saham memiliki hak memperoleh sebagian dari kekayan setelah semua dilikuidasi.
b) Saham preferen
Saham preferen merupakan saham yang diberikan atas hak untuk mendapatkan deviden dan atau bagian kekayaan pada saat
commit to user
perusahaan dilikuidasi dan atau bagian kekayaan pada saat perusahaan dilikuidasi lebih dulu daripada saham biasa, di samping itu mempunyai preferensi untuk mengajukan usul pencalonan direksi/komisaris.
2) Berdasarkan Fungsinya
Menurut Anaroga (2001 : 100) nilai suatu saham dibagi atas tiga jenis yaitu :
a) Par Value (nilai nominal)
yaitu nilai yang tercantum pada saham untuk tujuan akuntansi. Jumlah saham yang dikeluarkan perusahaan dikalikan dengan nilai nominalnya dalam pencatatan akuntansi nilai nominal dicatat sebagai modal perusahaan di dalam neraca.
b) Base Price (Harga dasar)
Merupakan harga yang terjadi pada saat penawaran perdana. Harga perdana digunakan dalam perhitungan indeks harga saham.
c) Market price (harga pasar)
Merupakan harga suatu saham pada pasar yang sedang berlangsung atau jika pasar sudah ditutup (closing price). Harga pasar ini menyatakan naik turunnya suatu saham dan setiap hari diumumkan di surat kabar atau media lainnya. Untuk menghitung nilai pasar yaitu harga pasar dikalikan dengan total saham yang beredar (kapitalisasi pasar).
commit to user d. Harga Saham
Harga saham yang dijual di pasar perdana ditentukan berdasarkan kesepakatan antara perusahaan emiten dan penjamin emisi (underwriter), sedangkan harga di pasar sekunder ditentukan oleh mekanisme pasar (permintaan dan penawaran). Apabila penentuan harga saham saat IPO secara signifikan lebih rendah dibandingkan dengan harga yang terjadi di pasar sekunder di hari pertama, maka terjadi underpricing. Sebaliknya apabila penentuan harga saham saat IPO secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan harga yang terjadi di pasar sekunder di hari pertama, maka terjadi overpricing. Underpricing dan overpricing merupakan dua hal atau perilaku saham yang selalu terjadi pada penawaran perdana. Namun sejalan dari penelitian terdahulu dan banyak dari literatur yang menyatakan bahwa rata-rata harga saham pada saat masuk pasar sekunder dihari pertama selalu cenderung terjadi underpricing.
Menurut (Sawidji Widoatmojo 1996:46) harga saham dibedakan menjadi 3 :
1) Harga nominal
Harga yang tercantum dalam sertifikat saham yang ditetapkan oleh emiten untuk menilai setiap lembar saham yang dikeluarkan.
2) Harga Perdana
commit to user 3) Harga Pasar
Harga pasar adalah harga jual dari investor yang satu dengan investor yang lain. Harga ini terjadi setelah saham tersebut tercatat di bursa. Transaksi disini tidak lagi melibatkan emiten dan penjamin emisi. Harga inilah yang disebut sebagai harga di pasar sekunder, karena pada transaksi di pasar sekunder, kecil sekali terjadi negosiasi antara harga investor dengan perusahaan penerbit. Harga yang setiap hari diumumkan di surat kabar atau media lain adalah harga pasar.
Harga saham di bursa ditentukan oleh kekuatan pasar, yang artinya harga saham terbentuk karena adanya permintaan dan penawaran. Menurut Sitompul, (1996: 175), hal-hal yang dapat mempengaruhi harga saham adalah:
1) Isu-isu dan peristiwa politik yang terjadi di negara yang bersangkutan karena secara otomatis investor akan menjual sahamnya guna mengantisipasi terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.
2) Rencana emisi efek oleh suatu perusahaan besar yang dapat mengakibatkan merosotnya harga saham-saham lainnya yang ada di bursa efek.
3) Kebijakan dividen perusahaan, kebijakan ini memberikan isyarat mengenai kondisi dan prospek perusahaan terutama mengenai kemampuan untuk menghasilkan laba.
commit to user
4) Cash flow perusahaan, aliran kas perusahaan penerbit saham yang lebih lancar dan likuid lebih disukai oleh investor karena hal ini menyangkut likuiditas perusahaan.
5) Tingkat laba yang dihasilkan perusahaan, tingkat laba yang dicapai perusahaan menjadi salah satu pertimbangan investor yang akan melakukan investasinya di pasar modal.
Dalam membuat keputusan investasi saham, investor membutuhkan data historis mengenai pergerakan saham yang beredar dibursa. Bentuk informasi yang dapat menggambarkan pergerakan harga saham adalah indeks harga saham. Jenis-jenis indeks harga saham adalah:
1) Indeks Harga Saham Individual
Indeks harga saham individual menggambarkan suatu rangkaian informasi historis mengenai pergerakan harga masing-masing saham, sampai pada tanggal tertentu.
2) Indeks Harga Saham Gabungan
Indeks harga saham gabungan terdiri dari: a) seluruh saham, b) kelompok saham (indeks LQ 45 yang terdiri dari 45 saham dengan likuiditas tinggi dan indeks Jakarta Islamic Index yang terdiri dari 30 saham yang dipilih dari saham-saham yang sesuai dengan syariah Islam), c) jenis usaha.
commit to user e. Deskripsi Kinerja Saham
Definisi Kinerja (performance) di dalam kamus akuntansi didefinisikan sebagai ukuran hasil yang sesungguhnya dari aktivitas sejumlah orang atau suatu badan usaha selama beberapa periode (Syahrul dan Afni, 2000).
Kinerja dalam kamus manajemen didefinisikan sebagai hasil nyata yang dicapai, kadang digunakan untuk menunjukkan dicapainya hasil yang positif atau juga bisa diartikan sebagai perusahaan secara keseluruhan dalam menggunakan sumber daya (man, method, machine, material) dalam perusahaan.
Pengertian kinerja juga dikemukakan oleh Munawir sebagai berikut:
”Kinerja adalah pengukuran prestasi yang dapat dicapai oleh perusahaan yang mencerminkan kondisi kesehatan dari suatu perusahaan pada kurun waktu tertentu. Pengukuran prestasi perusahaan didasarkan atas laba yang dihasilkan dibandingkan dengan investasi yang ditanam perusahaan”. (Munawir, 2000).
Kinerja saham perusahaan berkaitan dengan perolehan harga dan nilai saham di pasar modal yang dipengaruhi oleh kinerja operasi dan kinerja keuangan. Kinerja saham yang positif dapat menarik minat investor dalam menanamkan modalnya ke perusahaan, selain itu kinerja perusahaan yang baik akan menguntungkan perusahaan dengan membangun kesan positif ke pasar dalam pengadaan penjualan saham tambahan.
Hal tersebut diatas didukung oleh penelitian A. Muslimin (1995) yang menyebutkan bahwa kurs saham suatu perusahaan tergantung dari faktor fundamental yang dapat diketahui dari laporan keuangan perusahaan yaitu laba bersih perusahaan, deviden setiap saham dan laba per saham. Faktor-faktor tersebut mempunyai hubungan yang positif terhadap fluktuasi kurs saham. Bila kinerja perusahaan baik maka umumnya kurs sahamnya meningkat pula. Selain itu pengumuman yang berhubungan dengan laba dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi harga dari saham (Hartono, 2003:373).
Kinerja perusahaan publik atau perusahaan yang listed di bursa bagi pemegang saham dapat diartikan dengan prospek perusahaan yang sahamnya dibeli.
Penilaian atas kinerja suatu perusahaan merupakan faktor terpenting dalam rangka untuk mengetahui sehat tidaknya kondisi suatu perusahaan. Penilaian atau pengukuran kinerja adalah penentuan secara periodik tampilan perusahaan yang berupa kegiatan operasional, struktur organisasi dan karyawan berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya (Mulyadi, 1997:419). Pada dasarnya penilaian kinerja suatu perusahaan dapat dilakukan dengan beberapa cara baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Dari laporan keuangan akan dapat diperoleh informasi tentang kondisi dan prestasi perusahaan di masa lalu, sedangkan untuk masa depan laporan keuangan ini dapat dijadikan pedoman dan dasar pijakan dalam rangka menetapkan rencana kebijakan
commit to user
perusahaan di masa depan. Informasi yang didasarkan pada analisis keuangan mencakup penilaian, keadaan, keuangan perusahaan baik yang telah lampau, saat sekarang dan ekspektasi masa depan (Husnan, 1994).
Penilaian kinerja perusahaan merupakan upaya untuk mengetahui prestasi yang ingin dicapai oleh perusahaan sebagai suatu unit usaha yang umumnya banyak dilakukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan terhadap eksistensi perusahaan. Sedangkan pada perusahaan yang go
public, penilaian kinerja sebenarnya merupakan upaya untuk mengetahui
apakah go public akan menimbulkan pengaruh positif terhadap kinerja perusahaan sebagai satu unit usaha.
Menurut Fabozzy (2003:25), yang dimaksud dengan kinerja saham adalah:
1) Return saham adalah tingkat keuntungan yang diperoleh dalam beberapa periode tertentu, umumnya satu tahun, melalui investasi yang dilakukan oleh investor.
2) Risk (risiko) saham, pada umumnya diukur sebagai perbedaan pengembalian dari waktu ke waktu, yaitu berapa besar selisih pengembalian terhadap rata-rata pengembalian.
1) Return Saham
Dalam melakukan investasi, investor menghendaki tingkat keuntungan (return) tertentu yang diharapkan untuk masa-masa yang akan datang. Dengan kata lain, return merupakan hasil yang dinikmati oleh para pemodal (investor) atas suatu investasi yang dilakukannya. (Prasetio
dan Astuti, 2003). Return adalah pengembalian yang diperoleh dalam berinvestasi selama periode tertentu.
2) Risiko Saham
Expected return dan risiko merupakan dua hal yang tidak dapat
dipisahkan dalam mempertimbangkan suatu investasi. Expected
return dan risiko mempunyai hubungan yang positif, semakin besar
risiko yang ditanggung, maka akan semakin besar pula expected
return yang ingin diupayakan sebagai kompensasi risiko. Definisi
risiko menurut Vaughan (1997:8) adalah “risk is condition in which
there is possibility of an adverse deviation from a desired outcome that is expected or hope for”. Sedangkan menurut Jones (2002)
mendefinisikan “risk is the uncertainty that expected outcomes will not
be fulfilled”. Jadi pengertian resiko secara umum adalah sebagai
probabilitas atau kemungkinan atas terjadinya perbedaan antara tingkat pengembalian aktual dari suatu investasi dengan tingkat pengembalian yang diharapkan.
Menurut Jones (2002:127) risiko dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
a) Risiko sistematis (systematic risk), yakni risiko yang berpengaruh terhadap semua investasi dan tidak dapat dikurangi atau dihilangkan dengan jalan melakukan diversifikasi. Risiko ini timbul akibat pengaruh keadaan perekonomian, politik dan sosial budaya, dimana mempunyai pengaruh secara keseluruhan.
commit to user
Termasuk dalam risiko ini adalah risiko pasar, risiko tingkat bunga, risiko daya beli. Risiko ini juga disebut indivertible risk.
b) Risiko tidak sistematis (unsystematic risk), yakni risiko yang melekat pada investasi tertentu karena kondisi yang unik dari perusahaan. Risiko ini dapat dikurangi dengan mengadakan diversifikasi. Termasuk dalam risiko ini adalah risiko keuangan dan risiko bisnis. Risiko ini juga disebut diversifiable risk.
f. Kinerja Saham Jangka Pendek setelah IPO
Banyak peneliti menunjukkan bahwa umumnya penawaran perdana saham adalah underpricing. Para peneliti menunjukkan mean
initial return adalah 4,3547% (Widjaja, 1999), 12,4891% (Rizka, 1995),
dan 39,07% (Prastiwi dan Kusuma, 2001). Return saham akan tetap positif dalam jangka pendek dan akan negatif dalam jangka panjang.
Dawson (1987) dalam Prastiwi dan Kusuma (2001) meneliti kinerja IPO untuk tiga Negara yaitu Hongkong, Malaysia, dan Singapura untuk periode 1978 sampai dengan 1983. sampel yang digunakan untuk Hongkong dan Malaysia sebanyak 21 perusahaan sedangkan Singapura 39 perusahaan. Hasil yang ditemukan di Hongkong dan di Singapura konsisten dengan pola di Negara lain, tetapi di Malaysia menunjukkan kinerja jangka panjang yang masih positip. Kinerja jangka pendek untuk Hongkong, Singapura, dan Malaysia adalah 13,80% , 39,40%, dan 166,67% , sedangkan kinerja setahun kemudian adalah – 9,3%, -2,7% dan 18,2%.
Levis dalam Prastiwi dan Kusuma (2001) meneliti IPO di Inggris dengan mengunakan sampel sebanyak 632 perusahaan pada periode 1980 sampai dengan 1988. Hasilnya menunjukkan bahwa kinerja IPO jangka pendek adalah 14,08% sedangkan kinerja tiga tahun kemudian adalah – 31%.
Aggarwal et al (1993) meneliti kinerja IPO untuk 3 negara yaitu Brasilia, Chili dan Meksiko. Sampel yang digunakan di Brasilia sebanyak 62 perusahaan, di Chili 19 perusahaan dan di Meksiko 44 perusahaan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan kinerja IPO jangka pendek untuk Brasilia 9,4%, Chili 4,4%, dan Meksiko 4%, sedangkan kinerja setahun kemudian adalah –47%, -23,7%, dan –19,6%.
Suatu penjelasan mengenai fenomena underpricing adalah adanya hipotesis asimetri informasi (Senbert dan Guiness, 1992) dalam Rosyati dan Sabeni (2002). Informasi asimetri terjadi antara perusahaan emiten dengan underwriter (model Baron) atau antara informed investor dan
uninformed investor (model Rock). Pada model Baron (1982), penjamin
emisi dianggap memiliki informasi yang lebih tinggi mengenai permintaan saham perusahaan emiten daripada perusahaan emiten meskipun perusahaan emiten mungkin melakukan manajemen laba sebelum IPO untuk meningkatkan harga sahamnya (Friedlan, 1994). Penjamin emisi akan memanfaatkan informasi yang dimiliki untuk memperoleh kesepakatan optimal dengan emiten untuk menjual saham yang
commit to user
underpriced brtujuan untuk memperkecil risiko kemungkinan saham tidak
laku dijual serta keharusan membeli saham yang tidak terjual itu (full
commitment).
g. Kinerja Saham Jangka Panjang setelah IPO
Penelitian mengenai kinerja IPO menunjukkan bahwa pada jangka panjang terjadi return yang negatif (Aggarwal, et al., 1993). Lebih lanjut beberapa peneliti (Allen dan Faulhaber, 1989; Grinblatt dan Hwang, 1989; Welsch, 1989) dalam Rosyati dan Sabeni (2002) menunjukkan bahwa perusahaan menggunakan underpricing sebagai suatu mekanisme untuk menandai kualitas perusahaan.
Menurut Ritter (1991), faktor yang bisa menjelaskan terjadinya
underperformance adalah kesalahan dalam pengukuran risiko, bad luck
dan terlalu optimisnya investor terhadap prospek perusahaan. Friedlan (1994) membuktikan bahwa ada kecenderungan perusahaan emiten melakukan manipulasi dengan meningkatkan laba (earning management) sebelum melakukan IPO. Apabila perusahaan melakukan manajemen laba akan berdampak pada kinerja jangka panjangnya yang diukur dengan besarnya return yang diterima investor. Aggarwal et al (1993) meneliti kinerja IPO di negara-negara Amerika Latin (Brasil, Chilil, Meksiko) untuk periode 1980 sampai 1990. Hasil yang ditemukan di tiga negara ini konsisten dengan pola yang ditemukan di negara lain, termasuk Indonesia (Prastiwi dan Kusuma, 2001) yaitu kinerja jangka pendek positif namun kinerja jangka panjang menurun setelah itu.
commit to user 3. Pasar Modal
Menurut undang-undang no.8 tahun 1995 tentang pasar modal, dinyatakan bahwa pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkan, dan lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.
Jenis pasar di pasar modal ada dua macam, yaitu pasar perdana (primary market) dan pasar sekunder (secondary market).
a. Pasar Perdana
Pasar dimana untuk pertama kalinya efek ditawarkan kepada investor melalui agen penjual. Harga saham pada pasar perdana ini harga saham tetap, pembelian saham tidak dikenakan komisi, pemesanan dilakukan melalui agen penjual, jangka waktu terbatas dan hanya untuk saham. b. Pasar sekunder
Pasar untuk memperjual-belikan efek yang telah diterbitkan di pasar perdana. Di pasar sekunder ini harga saham berfluktuasi sesuai kekuatan pasar, pembelian maupun penjualan dikenakan komisi, pemesanan dilakukan melalui anggota bursa dan jangka waktu tidak terbatas.
4. Wealth Relative Index
Wealth Relative Index adalah indeks yang digunakan untuk melihat
kinerja saham suatu perusahaan dalam jangka panjang dibandingkan dengan kinerja saham dari pasar.
commit to user a. Outperformance
Jika kinerja suatu saham lebih besar (dilihat dari total return selama periode tertentu) dibandingkan dengan total return pasar maka mengalami
outperformance.
b. Underperfomance
Jika total return suatu saham selama periode tertentu lebih kecil bila dibandingkan dengan total return pasar maka mengalami
underperformance.
5. Underpricing
a. Pengertian Underpricing
Underpricing adalah suatu keadaan, dimana harga saham pada saat
penawaran perdana lebih rendah dibandingkan dengan ketika diperdagangkan di pasar sekunder.
Studi tentang IPO secara internasional menyatakan bahwa 9 dari 10 penelitian menyimpulkan telah terjadi underpricing (Aggarwal et al., 1993). Ibbotson (1975) mengemukakan bahwa dari penelitian tentang IPO di Amerika Serikat, terdapat rata-rata underpricing 1% dari bulan kedua sampai dengan keempat. Beberapa studi di beberapa negara mengenai kinerja IPO dalam jangka pendek menunjukkan terjadi underpricing, tetapi dalam jangka panjang terjadi return yang negatif (Aggarwal et. al., 1993). Penyebab terjadinya underpricing dicoba dijelaskan oleh beberapa peneliti, tetapi penelitian empiris membuktikan penyebabnya berbeda-beda.
Beberapa model asimetri informasi (asymmetric of information) telah diajukan untuk menerangkan fenomena underpricing. Dalam model Baron, investment banker merupakan pihak yang mempunyai informasi yang lebih baik (better informed) daripada pihak emiten yang meminta untuk menerbitkan sahamnya (Baron, 1982). Dalam model Rock, diasumsikan bahwa investor dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu yang memperoleh informasi dan yang tidak memperoleh informasi (Rock, 1986; Beatty dan Ritter, 1986). Pada setiap model tersebut bank
investment atau investor yang tidak memiliki informasi akan berhadapan
dengan ketidakpastian berkaitan dengan nilai perusahaan yang melakukan IPO. Ketepatan distribusi ketidakpastian nilai perusahaan telah digambarkan sebagai ex ante uncertainty (Beatty dan Ritter, 1986). Kedua model tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara ex ante
uncertainty dengan underpricing saat IPO. Beatty (1989) mengungkapkan
bahwa kualitas auditor merupakan salah satu pengurang terhadap ketidakpastian.
Titman dan Trueman (1986) menyajikan signalling model yang menyatakan bahwa auditor yang memiliki kualitas menghasilkan informasi yang berguna bagi investor di dalam menaksir nilai perusahaan yang melakukan IPO. Hal ini sesuai dengan signalling theory yang dikemukakan Leland dan Pyle (1977) yang menunjukkan bahwa laporan keuangan yang audited dan persentase kepemilikan saham akan mengurangi tingkat ketidakpastian. Menon dan Williams (1991)
commit to user
mengemukakan bahwa kualitas auditor berpengaruh terhadap kredibilitas laporan keuangan ketika perusahaan go public. Oleh karena itu,
underwriter yang memiliki reputasi tinggi menginginkan emiten yang
dijaminnya untuk memakai auditor yang mempunyai reputasi tinggi pula (Menon dan Williams, 1991; Balver et. al., 1988). Bukti keinginan untuk memakai auditor yang berkualitas oleh perusahaan yang melakukan IPO juga dikemukakan oleh Firth dan Liau-Tan (1998).
Penelitian yang dilakukan oleh Beatty (1989) menunjukkan bahwa auditor yang memiliki reputasi tinggi berhubungan negatif dengan initial
return. Beatty (1989) juga mengemukakan faktor lain yang juga
mempunyai hubungan negatif dengan initial return adalah reputasi
underwriter, persentase saham yang ditawarkan, umur perusahaan, jenis
kontrak underwriter, dan indikator perusahaan minyak dan gas. Bukti empiris lain mengenai hubungan negatif antara reputasi underwriter dengan initial return dikemukakan oleh Balvers et. al. (1988), Carter dan Manaster (1990). Trisnawati (1999) melakukan penelitian di Bursa Efek Jakarta dengan mengambil data tahun 1994 sampai dengan tahun 1995. Dari penelitiannya ia tidak berhasil mendukung hipotesisnya tentang hubungan auditor yang berkualitas dengan initial return. Akan tetapi, ia berhasil mendukung hipotesisnya tentang hubungan umur perusahaan dengan initial return.
Sebaliknya, Fatchan (1999) dengan menggunakan data tahun 1994 sampai dengan tahun 1997 mengungkapkan ada hubungan positif antara
commit to user
leverage dan ukuran perusahaan dengan initial return. Daljono (2000)
mencoba mengembangkan penelitian Trisnawati dengan memperluas periode penelitian menjadi tahun 1990—1997 dan menambah variabel rasio solvabilitas. Hasilnya menunjukkan bahwa hanya variabel reputasi
underwriter dan financial leverage yang memiliki hubungan secara
statistis positif dan signifikan dengan initial return.
Nasirwan (2000) menguji lebih lanjut hubungan faktor-faktor
signaling tidak hanya terhadap initial return, tetapi juga terhadap return 15
hari dan return selama setahun setelah IPO. Variabel yang ditambah adalah deviasi standar return 15 hari sebagai ukuran ketidakpastian. Hasilnya menunjukkan bahwa variabel reputasi underwriter dan deviasi standar return berhubungan secara statistis signifikan dan positif terhadap
return awal dan return 15 hari sesudah IPO. Sebaliknya, persentase
penawaran saham dan nilai penawaran saham berhubungan secara statistis signifikan dan negatif dengan return hari sesudah IPO.
b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Underpricing
1) Reputasi Underwriter
Underwriter adalah perusahaan yang membuat kontrak dengan
emiten untuk melakukan penawaran umum bagi kepentingan emiten, dengan atau tanpa kewajiban untuk membeli sisa efek yang terjual. Peran dari underwriter adalah dalam mengurangi ketidakpastian. Dalam
commit to user
dihadapi, maka emiten akan meminta underwriter untuk menjamin penjualan saham tersebut.
Adanya fungsi penjaminan saham tersebut berarti underwriter mempunyai peranan kunci bagi kesuksesan emisi surat berharga suatu perusahaan. Ditinjau dari tanggung jawab underwriter sebagai penjamin emisi, terdapat empat tipe penjaminan, yaitu :
a) Full Commitment
Underwriter sebagai penjamin dengan tipe full commitment ini
memberikan jaminan kepada emiten, bahwa penjamin emisi akan membeli surat berharga yang ditawarkan dan kemudian menjualnya kembali kepada masyarakat dengan harga yang lebih tinggi daripada harga yang dibayarkan kepada emiten dengan risiko jika sebagian atau seluruh efek tersebut tidak laku terjual maka seluruhnya menjadi beban penjamin emisi.
b) Best Effort
Underwriter sebagai penjamin dengan tipe best effort ini menempatkan
para penjamin emisi hanya berperan sebagai agen dari emiten saja, yaitu dengan menjualkan emisi surat berharga sebaik – baiknya. Penjamin emisi tipe ini hanya akan membayar sebesar harga efek yang laku terjual.
c) Standby Commitment
Underwriter sebagai penjamin emisi dengan tipe standby commitment ini
bertanggungjawab untuk menawarkan dan menjual suatu emisi surat berharga dan menyanggupi untuk membeli sisa efek yang tidak laku terjual dengan tingkat harga tertentu sesuai dengan syarat yang dijanjikan.
d) All or None Commitment
Underwriter sebagai penjamin emisi dengan tipe all or none commitment
ini, sebelum menjual efek, sudah memiliki dan membeli efek tersebut sehingga mereka dapat menjual dengan harga tertentu. Pada umumnya
underwriter mempunyai tiga fungsi (Jogiyanto, 2000) yaitu:
1) Sebagai pemberi saran kepada perusahaan yang akan melakukan go
public (advisory function).
2) Sebagai penjamin penjualan saham perdana dan bersedia membeli sisa sekuritas yang tidak terjual (underwriting function).
3) Sebagai pemasar saham kepada investor (marketing function). Namun dalam prakteknya tidak semua underwriter bersedia memberikan jaminan full commitment (menjamin semua saham akan terjual), tetapi biasanya hanya berani memberikan jaminan best effort (berusaha sebaik mungkin) untuk menjual saham yang diterbitkan oleh perusahaan. Dengan adanya reputasi underwriter akan mampu menaikan harga saham dan akan meningkatkan kepercayaan
commit to user
masyarakat sekaligus kualitas perusahaan yang IPO. Reputasi
underwriter akan dapat menyakinkan emiten bahwa saham yang
ditawarkan akan laku terjual, karena underwriter akan mengalami kerugian bila saham yang ditawarkan tidak laku dijual. Reputasi
underwriter berpengaruh signifikan terhadap tinggi rendahnya tingkat underpriced, karena pihak underwriter sangat berperan dalam
penentuan harga saham dipasar perdana dan underwriter yang lebih tahu keadaan pasar. Semakin tinggi reputasi underwriter maka tingkat
underpricing akan semakin rendah.
2) Reputasi Auditor
Menurut pasal 64 UU No. 8 tahun 1995, auditor berfungsi untuk memberikan pendapat atas kewajiban laporan keuangan emiten atau calon emiten dan bertanggungjawab atas kewajiban keuangan yang disusun berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum serta peraturan BAPEPAM.
Persyaratan yang diharuskan oleh BEJ untuk dipenuhi oleh perusahaan yang akan melakukan proses go public adalah laporan keuangan perusahaan calon emiten harus wajar tanpa syarat. Oleh karena itu auditor sebagai pemeriksa laporan keuangan mempunyai peran yang sangat besar bagi perusahaan calon emiten untuk menentukan bisa atau tidaknya listing di pasar modal. Dengan menyewa auditor yang memiliki reputasi tinggi, maka akan memberikan harga penawaran yang paling
tinggi. Bila harga penawaran tinggi maka tingkat underpricing emiten akan semakin rendah.
3) Ukuran Perusahaan
Perusahaan yang berskala besar umumnya lebih dikenal masyarakat luas apabila dibandingkan dengan perusahaan yang ukurannya kecil. Skala atau ukuran perusahaan ini berpengaruh terhadap tingkat
underpriced. Pada umumnya skala atau ukuran perusahaan menjadi faktor
dalam memutuskan untuk membeli saham di bursa efek. Hasil penelitian Kim, Krinsky, Lee, (1993) menunjukan adanya hubungan yang negatif antara ukuran perusahaan dengan tingkat underpriced. Sehingga semakin besar ukuran perusahaan, maka tingkat underpriced-nya akan semakin rendah.
4) Pertumbuhan Laba
Pertumbuhan laba merupakan proksi yang digunakan untuk mengukur tingkat pertumbuhan perusahaan antara dua periode. Semakin baik tingkat pertumbuhan perusahaan, semakin baik posisi perusahaan tersebut mempertahankan posisi ekonominya, baik dalam industri maupun dalam kegiatan ekonomi secara keseluruhan. Dalam penelitian ini diduga pertumbuhan laba berpengaruh terhadap terjadinya underpricing, karena dalam keputusan investasinya diduga investor akan mempertimbangkan pertumbuhan laba untuk melihat apakah perusahaan bisa mempertahankan
commit to user
bahkan meningkatkan pertumbuhan labanya dimasa mendatang. Sehingga semakin tinggi tingkat pertumbuhan laba maka semakin rendah tingkat
Underpricing-nya.
5) Komposisi Dewan Komisaris
Dewan komisaris merupakan salah satu inti dari mekanisme pengendalian internal. Tugas utama dewan komisaris adalah melakukan pengawasan terhadap dewan direksi dan manjemen atas pengelolaan sumber daya perusahaan agar dapat berjalan secara efisien dan efektif dalam rangka mencapai tujuan organisasi, selain itu juga menyeleksi, mengganti dewan direksi, serta mengawasi jalannya pergantian direksi.
Perusahaan harus memiliki dewan komisaris yang kredibel serta memiliki independensi. Kredibilitas dapat dibentuk dengan melakukan penataan terhadap dewan komisaris. Terdapat faktor-faktor yang harus dicermati, yaitu:
a) Menentukan jumlah komisaris yang efektif, jumlah komisaris tidak boleh terlalu sedikit karena akan mengganggu kinerja dewan direksi itu sendiri tetapi juga tidak boleh terlalu banyak karena akan berdampak pada efisiensi.
b) Faktor pendidikan, dimana tugas-tugas pokok dewan komisaris adalah berkaitan erat dengan hal-hal yang bersifat strategik. Oleh karena itu, dukungan dari latar belakang pendidikan yang memadai akan sangat