Perbedaan Teknik Angkat – Angkut Berdasarkan Metode Pelatihan Pada Pekerja Bongkar Muat di PT. Asih Tunggal Tasikmalaya Tahun 2014.
Yoga Yudistia Assa Sri Maywati Andik Setiyono
Mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan Peminatan Kesehehatan Keselamatan Kerja (K3)
Universitas Siliwangi ([email protected])
Dosen Pembimbing Bagian Kesehatan Keselamatan Kerja (K3) Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Siliwangi
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Siliwangi
ABSTRAK
Angkat angkut adalah suatu kegiatan transportasi yang dilakukan oleh satu pekerja atau lebih dengan melakukan kegiatan pengangkatan, penurunan, mendorong, menarik, mengangkut, dan memindahkan barang. Pelatihan adalah suatu proses dimana orang-orang mencapai kemampuan tertentu untuk membantu mencapai tujuan organisasi. pelatihan atau training sebagai suatu kegiatan yang bermaksud untuk memperbaiki dan mengembangkan sikap, tingkah laku ketrampilan, dan pengetahuan dari karyawannya sesuai dengan keinginan perusahaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan teknik angkat – angkut berdasarkan metode pelatihan pada pekerja bongkar muat. Desain penelitian ini menggunakan metode survey dan menggunakan pendekatan quasi experiment dengan responden sebanyak 62 orang dengan menggunakan uji statistik Mann Whitney. Pengumpulan data dilakukan memakai observasi kepada responden untuk selanjutnya dianalisa dengan menggunakan SPSS versi 16.0. hasil uji statistik menunjukkan ada perbedaan teknik angkat – angkut berdasarkan metode pelatihan pada pekerja bongkar muat (p value 0,004). Disarankan perusahaan mengadakan pelatihan kepada pekerja untuk mengurangi resiko kecelakaan akibat kerja.
Kata kunci : Teknik Angkat - Angkut, Pelatihan Kepustakaaan : (1982 – 2013)
PENDAHULUAN
Keselamatan kerja merupakan unsur perlindungan terhadap tenaga kerja, pengusaha dan aset perusahaan. Pengendalian secara teknis dan teknologis terhadap potensi bahaya terjadinya kecelakaan kerja adalah hal yang utama dalam upaya pencegahan kecelakaan kerja dan peningkatan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja di perusahaan. Setiap kecelakaan adalah suatu kerugian dan kerusakan yang selalu mengancam jiwa manusia dan harta benda baik terhadap tenaga kerja, keluarganya maupun pengusaha. Upaya pencegahan kecelakaan merupakan suatu hal yang tidak bisa ditawar. Kesehatan kerja dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatan kualitas hidup tenaga kerja, sehingga tenaga kerja sebagai pelaku usaha dapat merasakan dan menikmati hasilnya. Upaya pelayanan kesehatan kerja dalam suatu bidang usaha memegang peranan penting, karena menyangkut sumber daya manusia, produktivitas dan kesejahteraan. Keberhasilan dalam merealisasikan usaha kesehatan kerja akan berdampak positif dalam meningkatkan produktivitas perusahaan dan pendapatan serta kesejahteraan tenaga kerja. Usaha ini hanya dapat berhasil jika semua pihak dapat ikut terlibat dengan kesadaran yang penuh tanggung jawab (Tarwaka, 2008).
Data Kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja di Indonesia menurut PT. Jamsostek (2011) berdasarkan kasus yang diberikan kompensasi tercatat 96.314 kasus Kecelakaan Kerja dan Penyakit Akibat Kerja dengan korban meninggal 2.144 orang dan mengalami cacat sebanyak 42 orang. Kasus Kecelakaan Kerja dan Penyakit Akibat Kerja tahun 2012 tersebut meningkat menjadi 103.000 kasus.
Menurut Nitisemito (1996:35), mendefinisikan pelatihan atau training sebagai suatu kegiatan yang bermaksud untuk memperbaiki dan mengembangkan sikap, tingkah laku ketrampilan, dan pengetahuan dari karyawannya sesuai dengan keinginan perusahaan. Pelatihan yang dimaksud adalah pelatihan dalam pengertian yang luas, tidak terbatas hanya untuk mengembangkan keterampilan semata- mata. Mangkuprawira (2003:135) berpendapat bahwa pelatihan bagi karyawan adalah sebuah proses mengajarkan pengetahuan dan keahlian tertentu serta sikap agar karyawan semakin trampil dan mampu dalam melaksanakan tanggung jawabnya dengan semakin baik sesuai dengan standar. Pelatihan lebih merujuk pada pengembangan keterampilan bekerja yang dapat digunakan dengan segera.
PT. Asih Tunggal adalah sebuah toko hasil bumi di Tasikmalaya yang dikelola oleh keluarga. Perusahaan ini didirikan sekitar tahun 1950-an, pada waktu itu bermunculan industri pengolahan tepung tapioka lain di sekitar Tasikmalaya. Pemilik toko juga ikut mendirikan pabrik penghalusan tepung tapioka dengan kapasitas produksi sesuai pemasaran lokal Kota Tasikmalaya.
Berdasarkan hasil survey awal pada 23 orang pekerja bongkar muat di gudang distribusi PT. Asih Tunggal Tasikmalaya ditemukan kecelakaan kerja yakni terpeleset pada saat kerja 34%, tertimpa karung 13,04%, perih mata pada saat dan sesudah bekerja 56,52%, batuk 69,56%, sesak nafas 65,21%, sakit atau pegal pada punggung 100% yang diakibatkan karena sikap yang salah dan berulang- ulang dalam bekerja, kurang penglihatan pada saat bekerja 43,47%, susah buang air kecil 8,69%, tangan tergiling mesin molen 4,34%, pekerja tidak memakai alat pelindung diri 100%, tidak sadar dengan bahaya lingkungan kerja 91,30%.
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen semu (quasi eksperiment). Metode eksperimen semu (quasi experimental) pada dasarnya sama dengan eksperimen murni, bedanya adalah dalam pengontrolan variabel. dengan pengontrolan variabel, pemberian perlakuan atau manipulasi kegiatan serta pengujian hasil. Tujuan dari penelitian eksperimental adalah untuk menyelidiki ada-tidaknya hubungan sebab akibat serta berapa besar hubungan sebab akibat tersebut dengan cara memberikan perlakuan-perlakuan tertentu pada beberapa kelompok eksperimental. Desain penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah posttest only control design. Dalam desain penelitian posttest only control design ini sampel dipilih secara randomisasi kemudian diberi pelakuan, dan diakhir akan dicari hasil sesudah diberi perlakuan (Sugiono, 2010).
Populasi dalam penelitian ini adalah semua pekerja kuli angkut di PT. Asih Tunggal Tasikmalaya yang berjumlah 63 orang. Setelah di lakukan total sampling didapat responden 62 orang.
HASIL PENELITIAN
Poin Pelatihan Observasi Demonstrasi
Tabel 1
Distribusi Poin Observasi Hasil Pelatihan Demonstrasi Pekerja Bongkar Muat PT. Asih Tunggal Kota Tasikmalaya 2014
Poin observasi Frekuensi Persentasi (%)
Total sesuai Tidak
sesuai 1. Pegangan terhadap
bahan yang diangkat harus tepat
31 0 100 31
2. Lengan harus berada sedekat mungkin dengan badan dan dalam posisi lurus
3. Posisi tulang belakang harus dalam keadaan lurus
21 10 67,74 31
4. Dagu segera ditarik setelah kepala bisa ditegakan
27 4 87,09 31
5. Posisi kaki renggang untuk membagi
momentum dalam posisi mengangkat
29 2 93,54 31
6. Berat badan dimanfaatkan untuk menarik dan
mendorong sedangkan gaya untuk gerakan dari perimbangan
31 0 100 31
7. Beban diusahakan sedekat mungkin terhadap garis vertical yang melalui pusat gravitasi tubuh ( center of gravity )
31 0 100 31
Berdasarkan tabel diatas diketahui poin tertinggi ada pada nomer 1, nomer 6, dan nomer 7 mencapai persentasi sebesar 100%. Dan poin terendah pada nomer 3 mencapai persentasi sebesar 67,74%.
Distribusi frekuensi hasil observasi dari pelatihan demonstrasi dapat dilihat pada tabel 2 dibawah ini.
Tabel 2
Distribusi Frekuensi Hasil Pelatihan Demonstrasi Pekerja Bongkar Muat PT. Asih Tunggal Kota Tasikmalaya 2014
No Teknik angkat- angkut Frekuensi Persentasi (%) 1 Ergonomis 17 54,83 2 Tidak ergonomis 14 45,16
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa responden sebanyak 17 orang memenuhi 7 kategori poin ergonomis. Dan diketahui sebanyak 14 orang tidak memenuhi 7 kategori poin ergonomis.
1) Model pelatihan apprenticeship
Poin observasi pelatihan appreticeship Tabel 3
Distribusi Poin Observasi Hasil Pelatihan Appreticeship Pekerja Bongkar Muat PT. Asih Tunggal Kota Tasikmalaya 2014
Item observasi Frekuensi Persentasi (%)
Total Sesuai Tidak
sesuai 1. Pegangan terhadap
bahan yang diangkat harus tepat
31 0 100 31
2. Lengan harus berada sedekat mungkin dengan badan dan dalam posisi lurus
24 7 77,41 31
3. Posisi tulang belakang harus dalam keadaan lurus
21 10 67,74 31
4. Dagu segera ditarik setelah kepala bisa ditegakan
13 18 41,93 31
5. Posisi kaki renggang untuk membagi
momentum dalam posisi mengangkat
19 12 61,29 31
6. Berat badan dimanfaatkan untuk menarik dan
mendorong sedangkan gaya untuk gerakan dari perimbangan
29 2 93,54 31
7. Beban diusahakan sedekat mungkin terhadap garis vertical yang melalui pusat gravitasi tubuh ( center of gravity )
30 1 96,77 31
Berdasarkan tabel diatas diketahui poin tertinggi ada pada nomer 1 mencapai persentasi sebesar 100%. Dan poin terendah pada nomer 4 mencapai persentasi sebesar 41,93%.
Distribusi frekuensi hasil observasi dari pelatihan apprenticeship Tabel 4
Distribusi Frekuensi Hasil Pelatihan apprenticeship Pekerja Bongkar Muat PT. Asih Tunggal Kota Tasikmalaya 2014
No Teknik angkat – angkut Frekuensi Persentasi (%) 1 Ergonomis 10 32,25 2 Tidak ergonomis 21 67,74
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa responden sebanyak 10 orang memenuhi 7 kategori poin ergonomis. Dan diketahui sebanyak 21 orang tidak memenuhi 7 kategori poin ergonomis.
Hubungan model pelatihan dengan teknik angkat – angkut Tabel 5
Perbedaan Teknik Angkat – Angkut Berdasarkan Model Pelatihan Pada Pekerja Bongkar Muat PT. Asih Tunggal Kota Tasikmalaya Tahun 2014 Model pelatihan Teknik angkat angkut
Ergonomis Tidak ergonomis
Demonstrasi 17 54,83% 14 45,16% Apprenticeship 10 32,25% 21 67,74%
Tabel 5 menunjukkan pekerja yang mengikuti pelatihan demonstrasi sebanyak 17 orang atau 54,83% ergonomis dan sebanyak 14 orang atau 45,16% tidak ergonomis. Pada pelatihan apprenticeship menunjukkan bahwa pekerja yang ergonomis sebanyak 10 orang atau 32,25% dan sebanyak 21 orang atau 67,74% tidak ergonomis. Setelah melakukan uji normalitas data diperoleh nilai angka p value = 0,00 (kurang dari p value 0,05).
Data berupa skor teknik angkat – angkut dianalisis menggunakan uji Mannwhitney didapatkan sebesar p value 0,004 (p value kurang dari 0,05) yang berarti ada perbedaan teknik angkat- angkut berdasar model pelatihan pada pekerja bongkar muat.
PEMBAHASAN
Perbedaan Teknik Angkat – Angkut Berdasarkan Model Pelatihan
Hasil penelitian menunjukan menunjukkan bahwa pekerja yang mengikuti pelatihan demonstrasi sebanyak 17 orang atau 54,83% ergonomis dan sebanyak 14 orang atau 45,16% tidak ergonomis dengan poin tertinggi ada pada nomer 1, nomer 6, dan nomer 7 mencapai persentasi sebesar 100%. Dan poin terendah pada nomer 3 mencapai persentasi sebesar 67,74%. Pada pelatihan apprenticeship menunjukkan bahwa pekerja yang ergonomis sebanyak 10 orang atau 32,25% dan sebanyak 21 orang atau 67,74% tidak ergonomis dengan poin tertinggi ada pada nomer 1 mencapai persentasi sebesar 100%. Dan poin terendah pada nomer 4 mencapai persentasi sebesar 41,93%.
Berdasarkan uji statistik independent diperoleh nilai p=0,02 (p value kurang dari 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan teknik angkat angkut berdasarkan metode pelatihan.
Perbedaan yang terjadi dilihat pada saat memberikan pelatihan, mereka yang diberi pelatihan demonstrasi cenderung lebih aktif dalam menanggapi materi - materi yang diberikan. Sedangkan pada pelatihan appreticeship, mereka cenderung lebih kurang menanggapi karena keterbatasan mereka dalam pengetahuannya dan kondisi lingkungan yang ada.
Maka dapat disimpulkan pelatihan demonstrasi lebih efektif dalam pemberian materi ke pada pekerja.
KESIMPULAN
1. Umur pekerja paling muda adalah 20 tahun. Umur pekerja yang paling tua adalah 60 tahun.
2. Masa kerja yang paling lama adalah 30 tahun. Rata- rata masa semua masa kerja para pekerja adalah 13 tahun.
3. Tingkat pendidikan pekerja sebanyak 56 orang lulus Sekolah Dasar (SD), dan 6 orang lulus Sekolah Menengah Pertama (SMP).
4. Frekuensi poin observasi demonstrasi ada pada nomer 1 yaitu pegangan terhadap bahan yang diangkat harus tepat, nomer 6 yaitu berat badan dimanfaatkan untuk menarik dan mendorong sedangkan gaya untuk gerakan dari perimbangan, dan nomer 7 yaitu Beban
diusahakan sedekat mungkin terhadap garis vertical yang melalui pusat gravitasi tubuh ( center of gravity ) mencapai persentasi sebesar 100%. Sedangkan pada nomer 3 yaitu posisi tulang belakang harus dalam keadaan lurus mencapai persentasi sebesar 67,74%.
5. Frekuensi hasil pelatihan demonstrasi bahwa responden sebanyak 17 orang atau sekitar 54,83% memenuhi 7 kategori poin ergonomis. Dan diketahui sebanyak 14 orang atau sekitar 45,16% tidak memenuhi 7 kategori poin ergonomis.
6. Frekuensi poin observasi appreticeship ada pada nomer 1 yaitu pegangan terhadap bahan yang diangkat harus tepat mencapai poin
tertinggi sebesar 100%.
7. Frekuensi hasil pelatihan appreticeship bahwa responden sebanyak 10 orang atau 32,25% memenuhi 7 kategori poin ergonomis. Dan diketahui sebanyak 21 orang atau 67,74% tidak memenuhi 7 kategori poin ergonomis.
Ada perbedaan teknik angkat – angkut berdasarkan model pelatihan pada pekerja bongkar muat, dengan model pelatihan demonstrasi yang ergonomis sebanyak 17 orang atau sekirar 54,83% dan tidak ergonomis sebanyak 14 orang atau sekitar 45,16% sedangkan dengan model pelatihan appreticeship yang ergonomis sebanyak 10 orang atau sekitar 32,25% dan tidak ergonomis sebanyak 21 orang atau sekitar 67,74%.
SARAN
1. Bagi perusahaan
a. Perusahaan mengadakan pelatihan kepada pekerja untuk mengurangi resiko kecelakaan akibat kerja.
b. Perusahaan memiliki tenaga ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) agar bisa mengontrol para pekerja di lapangan.
c. Perusahaan memberikan jaminan kecelakaan kerja bagi para pekerja. 2. Bagi pekerja
a. Pekerja menerapkan teknik mengangkat dan mengangkut beban secara ergonomis untuk mengurangi kecelakaan kerja.
b. Pekerja harus menjaga kesehatan fisik agar senantiasa dalam kondisi segar bugar dalam bekerja dengan berolahraga
c. Pekerja harus menjaga kebersihan agar risiko dari lingkungan kerja yang penuh dengan debu tepung tidak memperburuk kondisi kesehatan para pekerja.
DAFTAR PUSTAKA
A.M Sugeng Budiono dkk., 2003, Bunga Rampai Hiperkes dan KK, Semarang: UNDIP.
Ansyari, Muhammad. 2007. Pengaruh Penerapan Ergonomi pada Fasilitas Kerja Terhadap Produktivitas Pekerja Pembungkus Dodol Di Desa Paya Perupuk Kecamatan Tanjung Pura. USU : Medan.
http://www.repository.usu.ac.id/.../2/Reference.pdf. diakses tanggal 1 Januari 2015 Bridger, R.S. 1995. Introduction to Ergonomics. Singapore : McGraww Hill, Inc
Departemen Kesehatan R.I, 2003, Modul Pelatihan Bagi Fasilitator Kesehatan Kerja, Jakarta: DepKes R.I.
Fahmi Bahrul Ulum, 2011, Hubungan Karakteristik Individu dan Frekuensi angkut dengan Keluhan Nyeri Pinggang ( low back pain ) pada Pekerja Pengangkut beras di Gudang Bulog Subdivisi Regional Ciamis / Tasikmalaya, Skripsi : FIKUNSIL
Ginting Pasti Ay, 2013, Perubahan Budaya Safety di Industri, Jakarta : Ribu Pass Persada
Grandjean, E. 1993. Fitting the Task to the Man, 4th ed, Taylor & Francis Inc,London.
Kroemer Karl, et al. 2001. Ergonomics: How to Design for Ease and Efficience. 2nd ed. Prentice Hall of International Series : New Jersey.
Nurmianto, Eko. 2004. Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Edisi ke 2. Guna Widya : Surabaya.
http:www.bahrainmedical.com?mei2005/association.pdf, diakses 20 Februari 2015. http://www.bbpp-lembang.info/index.php/en/arsip/artikel/artikel-manajemen/605-menerapkan-metode-demonstrasi , diakses 20 Februari 2015
https://pvrpl3.wordpress.com/2010/10/06/magang-internship-atau-apprenticeship/, diakses 20 Februari 2015
http://reviseptiana.blogspot.com/2010/03/metode-pelatihan.html, diakses 20 Februari 2015
http://syehaceh.wordpress.com/2013/09/12/analisa-data-penelitian/, diakses 20 Februari 2015
Rika Supartini, 2013, Beberapa Faktor Pada Kegiatan Pengangkutan Terhadap Keluhan Sakit Otot Pinggang Pada Karyawan Bagian Gudang PT. Sumber Makmur Tasikmalaya, skripsi : FKMUNSIL.
Soekidjo Notoatmodjo, 2005, Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta.
Somad Ismet, 2013, Teknik Efektif Dalam Membudayakan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja, Jakarta : Dian Rakyat
Suma’mur P.K., 1996, Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja, Jakarta: Gunung Agung.
Wigjosoebroto, Sritomo, Ergonomi Studi Gerak dan Waktu Teknik Analisis Untuk Peningkatan Produktifitas Kerja, Guna Widya, Surabaya, 2008.