1 1.1 Latar Belakang
Bahasa dalam pendidikan menjadi alat komunikasi secara lisan maupun
tulisan saat kegiatan belajar mengajar berlangsung, bahasa dalam pendidikan
berfungsi sebagai media pengubahan sikap dan tingkah laku dengan cara melakukan
pengajaran dan pelatihan. Bahasa sebagai alat komunikasi lisan dan tulisan di
implementasi dalam setiap proses, cara, dan kegiatan mendidik. Cara mendidik
dituangkan dalam pemikiran, yang disampaikan melalui bahasa. Tidak hanya sekadar
pemikiran, dan perasaan, keinginan juga dapat disampaikan melalui suatu bahasa,
baik itu secara langsung maupun tidak langsung. Peranan bahasa dalam dunia
pendidikan haruslah sejalan dengan cara penyampaian bahasa itu sendiri, bagaimana
cara penggunaan bahasa dalam proses belajar mengajar sehingga apa yang dipikirkan,
dirasakan dan diinginkan dapat tersampaikan dengan baik. Pada nantinya penutur dan
mitra tutur memiliki kerja sama yang baik dalam memberi dan menerima pesan.
Hubungan yang baik diartikan sebagai hubungan yang tidak terdapat kesalahpahaman
pada pemaknaan tuturan dalam proses belajar dan mengajar.
Penggunaan bahasa dalam pendidikan harus diperhatikan. Bahasa yang
merupakan kunci dari suksesnya pendidikan telah menjadi sorotan, apakah dalam
penggunaan bahasa sesuai atau tidak. Penggunaan bahasa yang tepat akan membuat
proses pendidikan menjadi lebih berkualitas. Penggunaan bahasa ini
diimplementasikan dalam kegiatan berbicara, menyimak, menulis, dan membaca.
diawasi. Penggunaan bahasa yang tidak tepat akan menyebabkan penerimaan
informasi yang tidak tepat pula pada siswa.
Pada dunia pendidikan, bahasa digunakan sebagai alat komunikasi. Sari (2013) “Dalam dunia pendidikan dan pengajaran bahasa, pragmatik dipakai sebagai
pendekatan komunikatif. Di dalam pengajaran dengan pendekatan komunikatif,
bahasa diajarkan seperti pada saat digunakan dalam komunikasi”, tujuan yang ingin
dicapai dalam pembelajaran bukanlah pencapaian penguasaan kosakata akan tetapi
kemampuan komunikasi dari siswa, baik itu komunikasi dengan guru, sesama teman,
atau masyarakat. Berdasarkan penelitian tindakan kelas susanti, menunjukan bahwa
kegiatan berdiskusi yang dilakukan siswa dapat meningkatkan kemampuan berbicara
siswa itu sendiri, Susanti (2012).
Kewajiban penggunaan bahasa dalam dunia pendidikan mengharuskan guru
dan siswa dapat berkomunikasi dengan baik. Tarigan (2009:6) “Kenyataan bahwa
manusia menggunakan bahasa sebagai sarana komunikasi vital dalam hidup ini”.
Peneliti mengamati penggunaan bahasa dalam pendidikan, berdasarkan hasil
pengamatan tersebut peneliti memandang bahwa bahasa yang digunakan dalam
berkomunikasi sangat diperlukan, kenyataan saat seseorang tidak berkomunikasi
dapat menimbulkan permasalahan, contohnya seperti salah paham.
Namun kenyataan di lapangan menunjukan bahwa kemampuan komunikasi
siswa dinyatakan lemah. Ulfiyani memaparkan beberapa kendala siswa saat praktik
berbicara, diantaranya siswa memiliki keterbatasan pengalaman bahkan pengalaman
disampaikan di hadapan teman-temannya, siswa belum mampu mengembangkan ide,
dan siswa memiliki kemampuan berbahasa yang rendah, Ulfiyani (2016).
Bahasa memiliki peran dalam kegiatan belajar mengajar, salah satunya saat
berdiskusi. Peran bahasa saat berdiskusi ialah sebagai alat komunikasi antar penutur
dan petutur. Namun pada kenyataannya, peran bahasa tidak terimplemetasikan
dengan baik oleh siswa. Hal ini dibuktikan dengan masalah-masalah yang ada dalam
kelas saat berdiskusi. Seperti siswa tidak memahami materi, bingung bagaimana cara
mengungkapkan bahasa, berbicara terlalu luas dan kurang percaya diri, dan merasa
tidak fokus dalam kegiatan belajar. Peneliti mengamati bahwa dalam berdiskusi siswa
yang aktif hanya ada beberapa saja, sehingga tujuan pembelajaran tidak terlaksana
dengan baik. Hambatan siswa saat berbicara ada dua yaitu hambatan internal, dan
hambatan eksternal. Pada hambatan internal menyatakan bahwa siswa belum paham
menempatkan nada, ritme, jeda, dan intonasi pada suatu kalimat, selanjutnya siswa
belum bisa memilih ungkapan yang baik, kongkret, dan bervariasi, selanjutnya siswa
merasa malu dan takut. Hambatan ekternal meliputi, siswa merasa terganggu dengan
suara aneh sehingga mengganggu konsentrasi, tidak ada media sehingga siswa kurang
termotivasi, Warlina, dkk (2014).
Pematuhan prinsip kerja sama dalam berdiskusi menjadi cara untuk membuat
penutur dan mitra tutur memiliki kerja sama yang baik dalam berdiskusi. Prinsip
kerja sama dalam berdiskusi berbentuk kuantitas tuturan, kualitas tuturan, relevansi
atau hubungan tuturan, dan cara atau tuturan yang tidak berbelit. Prinsip kerja sama
merupakan bagian dari pragmatik pendidikan, salah satunya dalam kegiatan
percaya, jika pragmatik ada baiknya dimasukan dalam pedagogig kelas, Taguchi
(2015). Pedagogik kelas merupakan kemampuan guru untuk mengajarkan prinsip
kerja sama kepada siswa, dalam hal ini diimplementasikan dalam kegiatan berdiskusi.
Sehingga kerja sama antara penutur dan mitra tutur berjalan dengan lancar, dan
seluruh informasi dapat tersampaikan. Proses komunikasi dapat terganggu dengan
adanya kesalahan, sehingga kesalahan itu nantinya akan disalahartikan, ketika
permasalan ini terdeteksi, hal ini dapat menciptakan situasi berbahasa asing, terutama
dalam kemampuan siswa dalam bentuk pragmatik, Saefudin (2013).
Berdasarkan wawancara peneliti dengan salah satu guru di SMPN 22 Kota
Jambi, bapak Liston Tobing, S. Pd., beliau mengatakan bahwa siswa kesulitan dalam
mengkomunikasikan bahasa yang telah ada dalam pemikirannya dengan faktor
penyebab kesulitan mengkomunikasikan bahasa di dalam kelas. Sejalan dengan hasil
observasi peneliti, saat kegiatan belajar mengajar berlangsung siswa merasa tidak
fokus dengan kegiatan belajar mengajar disebabkan oleh teman kelas yang ribut,
selanjutnya peneliti melihat bahwa siswa malu untuk mengungkapkan gagasan karena
merasa takut ditertawakan.
Kegiatan membuat teks eksposisi memiliki kesulitan tersendiri dalam
pengaplikasianya, berdasarkan wawancara dengan guru pamong, bapak Liston
Tobing, S. Pd, menyatakan bahwa siswa merasa kesulitan dalam mengkomunikasikan
ide atau gagasan menjadi suatu argumen, padahal tesis dalam teks eksposisi sudah
diberikan oleh guru pamong, agar siswa lebih mudah dalam membuat argumentasi
untuk melengkapi teks eksposisi. Solusi yang diberikan ialah pembelajaran teks
mengkomunikasikan ide gagasan yang ada dalam pemikirannya dalam kegiatan
berdiskusi.
Oleh karena itu, maka peneliti akan melakukan penelitian guna melihat
prinsip kerja sama dalam berdiskusi menggunakan analisis pragmatik. Analisis
pragmatik dapat mengatasi kelemahan analisis sintatik dan semantik. Pemanfaatan
konteks dalam analisis pragmatik mampu menjelaskan aspek nonsintatik dan
nonsemantik sehingga pemahaman penutur terhadap suatu tuturan semakin
mendalam, Wiryotinoyo (2006). Penelitian ini dilakukan guna mendeskripsikan
pematuhan prinsip kerja sama berikut pelanggarannya, mengetahui faktor penyebab
pelanggaran dalam berdiskusi, dan mengetahui dampak pelanggaran yang akan
terjadi dalam pembelajaran bahasa Indonesia materi teks eksposisi. Data didapatkan
menggunakan metode penelitian kualitatif, penggunaan metode kualitatif bertujuan
untuk mendeskripsikan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti secara alamiah
atau apa adanya. Selanjutnya dalam pengumpulan data, peneliti menggunakan teknik
sadap, untuk merekam seluruh tuturan serta mencatat situasi yang terjadi saat tuturan
berlangsung.
1.2 Batasan Masalah
Mengingat kegiatan berdiskusi bisa pada seluruh mata pelajaran, peneliti
membatasi penelitian ini hanya pada prinsip kerja sama saat berdiskusi pada materi
teks eksposisi kelas VIII E. Batasan selanjutnya, peneliti hanya fokus pada
pematuhan dan pelanggaran prinsip kerja sama dalam berdiskusi, faktor penyebab
bahasa Indonesia, materi teks eksposisi. Tuturan bahasa yang digunakan ialah bahasa
lisan.
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka didapatkan rumusan
masalah penelitian:
1) Bagaimana prinsip kerja sama (pematuhan dan pelanggaran) dalam berdiskusi
materi teks eksposisi?
2) Apa faktor penyebab pelanggaran prinsip kerja sama saat berdiskusi?
3) Apakah dampak pelanggaran prinsip kerja sama dalam berdiskusi
pembelajaran bahasa Indonesia materi teks eksposisi?
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini ialah:
1) Mendeskripsikan prinsip kerja sama (pematuhan dan pelanggaran) saat
berdiskusi, materi teks eksposisi.
2) Melihat faktor penyebab pelanggaran prinsip kerja sama saat berdiskusi,
materi teks eksposisi.
3) Mengetahui dampak pelanggaran dalam berdiskusi pembelajaran bahasa
1.5 Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini akan memperkaya khasanah ilmu pengetahuan pragmatik,
mengenai prinsip kerja sama saat berdiskusi.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi guru, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi solusi bagi guru,
dalam meningkatan kualitas berdiskusi dalam pembelajaran bahasa
Indonesia, dengan cara pematuhan prinsip kerja sama.
b. Bagi siswa, penelitian ini bermanfaat untuk menjadikan prinsip kerja sama
menjadi strategi agar dalam kegiatan belajar, siswa dapat lebih mudah
memahami materi yang diajarkan oleh guru.
c. Bagi sekolah, hasil penelitian ini menjadi salah satu srategi bagi guru dalam