• Tidak ada hasil yang ditemukan

Idawati; Sistem Kerjasama Pertanian Antara Pemilik Lahan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Idawati; Sistem Kerjasama Pertanian Antara Pemilik Lahan"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

Idawati; Sistem Kerjasama Pertanian Antara Pemilik Lahan

SISTEM KERJASAMA PERTANIAN ANTARA PEMILIK LAHAN DAN PETANI PADI PADA DESA SENDAUR DALAM PERSPEKTIF

EKONOMI ISLAM

IDAWATI

Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Nurul Hidayah Pasar Baru Selatpanjang Kab. Kepulauan Meranti-Riau

HP: 085278593123 e-mail: idhabugis@yahoo.co.id

ABSTRACT

This research is a field that uses a sample of 50 farmers. The data sources that the authors use is the primary data source and secondary data collection method using a questionnaire which contains questions that are related to the problem studied, observing that conduct direct observation of an event that happened on the field and doing interviews with village heads sendaur and landowners and tenant farmers to further strengthen this study. Once the data is collected, the authors analyzed the data by using inductive, deductive and analytical descriptive method.

Following this research, the authors can conclude that the implementation of the agricultural cooperation between landowners and rice farmers in the village Sendaur less in accordance with the provisions of Islamic economics. Ie there is vagueness in making the agreement, so it is often a misunderstanding between landowners and sharecroppers.

Keywords: Cooperation, Agriculture, Land owners, farmers.

ABSTRAK

Penelitian ini adalah penelitian lapangan yang menggunakan sample sebanyak 50 petani penggarap. Sumber data yang penulis pergunakan adalah sumber data primer dan skunder dengan metode pengumpulan data menggunakan angket yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang ada kaitannya dengan masalah yang diteliti, observasi yaitu melakukan pengamatan secara langsung terhadap suatu peristiwa yang terjadi di lapangan dan melakukan wawancara dengan kepala desa sendaur dan pemilik lahan serta petani penggarap untuk lebih menguatkan penelitian ini. Setelah data tersebut terkumpul, penulis melakukan analisis data dengan menggunakan metode induktif, deduktif dan metode deskriptif analitis.

Setelah penelitian ini dilakukan, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa pelaksanaan kerjasama pertanian antara pemilik lahan dan petani padi pada desa Sendaur kurang sesuai dengan ketentuan ekonomi Islam. Yakni adanya kesamaran dalam melakukan perjanjian, sehingga sering terjadi kesalahpahaman antara pemilik lahan dan petani penggarap.

(2)

A. PENDAHULUAN

Ilmu ekonomi merupakan bagian ilmu sosial yang berfungsi untuk meneliti, mempelajari dan menganalisa pelbagai kesulitan yang muncul disaat manusia berkeinginan memenuhi kebutuhan hidup dengan sumber-sumber ekonomi yang relatif terbatas. Dari pengertian tersebut dapat dipahami, bahwa relativitas kelangkaan dan keterbatasan sumberdaya merupakan sebab munculnya ilmu ekonomi, dengan kata lain kelangkaan tersebut merupakan langkah awal terciptanya kesulitan dalam ekonomi, maka timbulah suatu masalah yang harus dipecahkan bersama-sama, yaitu bagaimana setiap manusia memenuhi kebutuhan hidup mereka masing-masing, karena kebutuhan seseorang tidak mungkin dapat dipenuhi oleh dirinya sendiri. Makin luas pergaulan mereka, bertambah kuatlah ketergantungan antara satu sama lain

untuk memenuhi kebutuhan itu.1 Bekerja merupakan suatu kewajiban karena Allah Swt

memerintahkannya, sebagaimana firman-Nya dalam surat At- Taubah:105: Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, Maka Allah dan rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang Telah kamu kerjakan. (Qs. At-Taubah(9): 105).

Karena kerja membawa pada keampunan, sebagai mana sabda Rasulullah saw:

”Barang siapa diwaktu sorenya kelelahan karena kerja tangannya, maka di waktu sore itu ia mendapat ampunan. (HR.Thabrani dan Baihaqi).2

Dalam buku karangan Abdullah Abdul Husain at-Tariqi, Imam Nawawi berpendapat bahwa pekerjaan paling baik adalah pekerjaan yang dikerjakan dengan tangannya sendiri. Jika pekerjaan itu adalah pertanian , maka pertanian

1

Abdullah Zaky Al- Kaaf, Ekonomi dalam perspektif Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2002), hlm. 11.

(3)

Idawati; Sistem Kerjasama Pertanian Antara Pemilik Lahan

merupakan salah satu pekerjaan yang paling baik karena dihasilkan dari tangannya sendiri.3 Sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW:

”Usaha yang paling baik adalah usaha yang dengan hasil pekerjaan yang dikerjakan sendiri dan perdagangan yang bersih.( HR. Al-Hakim dari Sa’id bin Umar dari pamannya).”

Sedangkan menurut Imam Mawardi berpendapat bahwa asal segala pekerjaan adalah pertanian dan perdagangan. Dalam pertanian ada berbagai manfaat bagi manusia, hewan dan burung. Dari sinilah Islam menganjurkan pertanian dan Rasulullah menyukai pekerjaan itu. Sebagaimana Rasulullah bersabda:

“Tidaklah seorang muslim menanam satu jenis tanaman atau ingin menumbuhkan satu tumbuhan kemudian dimakan oleh manusia atau hewan kecuali baginya dihitung sebagai sadaqah. Dan sadaqah sah jika bersumber dari harta yang dimiliki oleh orang yang bersadaqah itu.” ( HR. Bukhari dari Anas bin Malik).

Imam Syaibani, Muhammad bin Hasan (131-189 H/748-804) dalam bukunya yang berjudul (al-Iktisab) mengemukakan bahwa pertanian adalah sektor pertama dan terpenting serta paling produktif dari segala usaha ekonomi manusia.

Hadist lain yang juga diriwayatkan oleh Anas menyebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda:

“Meskipun Kiamat sudah terjadi sedang tanganmu masih menggenggam bibit kurma, dan bagimu masih ada waktu untuk menenamnya, segeralah tanamkan bibit itu. Bagimu akan tetap mendapat pahala”. (HR. Bukhari dari Anas bin Malik).

Jadi hadits ini membuktikan bahwa Islam sangat menonjolkan sektor pertanian.4

Oleh karena itu tanah perkebunan merupakan kekayaan alam yang sangat diperhatikan Islam yang merupakan sumber pangan dan makanan bagi manusia.

Allah berfirman Q.S. Abbasa: 24-32:

3

Abdullah Abdul Husain at-Tariqi, Ekonomi Islam Prinsip, Dasar, dan Tujuan (Yoqyakarta: Magistra Insania Press, 2004), hlm.100.

(4)

“maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya, sesungguhnya kami benar-benar telah mencurahkan air (dari langit). Kemudian kami belah bumi dengan sebaik-baiknya. Lalu kami tumbuhkan biji-biji di bumi itu anggur dan sayur-sayuran, zaitun dan pohon kurma, kebun-kebun yang lebat. Dan buah-buahan serta rumput-rumputan untuk kesenangan dan untuk binatang-binatang ternakmu.

Di antara pekerjaan yang dianjurkan Islam dan menjanjikan pahala besar untuknya ialah menghidupkan tanah. Sebab, perluasan sector pertanian dan perkebunan ini menambah pendapatan perkapita bangsa dan Negara.5

Tanah merupakan lahan pertanian, apabila seorang muslim memiliki tanah pertanian, sebaiknya dia memanfaatkan tanah tersebut dengan hal-hal yang memberikan manfaat. Salah satunya misalnya dengan bercocok tanam. Islam tidak menyukai dikosongkannya tanah pertanian itu, sebab hal tersebut berarti menghilangkan nikmat dan membuang-buang harta, sedang Rasulullah SAW melarang keras disia-siakannya harta.6 Sesuai dengan sabda Rasulullah SAW:

“Sesungguhnya Rasulullah bukan mengharamkan bertani bagi hasil, tetapi beliau memerintahkan agar sesama manusia saling tolong menolong” dengan sabda beliau : “Siapa yang memiliki tanah, hendaknya ia menanaminya atau ia berikan (penggarapannya) kepada saudaranya. Jika ia enggan, maka ia sendiri harus menggarap tanahnya.(HR.. Bukhari dari Ibn Abbas).

Kerjasama antara pemilik lahan dan petani dinamakan dengan muzara’ah atau mukhabarah. Muzara’ah atau mukhabarah terdapat pembagian hasil, maka hal-hal lainnya yang bersifat teknis disesuaikan dengan syirkah, yaitu konsep bekerjasama dalam upaya menyatukan potensi yang ada pada masing-masing pihak dengan tujuan bisa saling menguntungkan.7

Petani mengutamakan kerjasama ini dari pada menyewa lahan, sebab dalam keadaan menyewa lahan, ia harus membayar sewanya sekalipun umpamanya lahan itu tidak menghasilkan apapun. Pemilik lahan juga menginginkan cara ini agar ia mendapatkan hasil yang lebih banyak di waktu

5Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam (Jakarta: Gema Insani, 1997), hlm.

122.

6Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah (Bandung : Alma”arif 1987), hlm. 148.

(5)

Idawati; Sistem Kerjasama Pertanian Antara Pemilik Lahan

harga dari hasil lahan meningkat tinggi, sebaliknya kalau ia menyewakan lahan, maka ia hanya mendapat sewa yang telah ditetapkan, sekalipun harga dari hasil lahan yang digarap memuncak lebih tinggi dari sewanya.

Dari pengamatan penulis terhadap kerjasama usaha pertanian padi di desa Sendaur kecamatan Rangsang Barat, ditemukan sebagian pemilik lahan memberikan lahannya atas dasar kepercayaan, tanpa pengawasan langsung. Bagi petani yang tidak memiliki sifat amanah, dengan tidak adanya pengawasan tersebut, dapat dimanfaatkan dalam pengambilan keuntungan sendiri. Dengan cara seperti ini, pemilik lahan merasa dirugikan dan jika mendapat keuntungan, maka keuntungannya tidak sesuai dengan apa yang semestinya dia dapatkan.

Fenomena lain adalah petani memberikan lahan yang digarapnya kepada pihak lain tanpa sepengetahuan pemilik lahan.

Dengan kasus seperti inilah penulis tertarik untuk melakukan penelitian ini dengan judul: Sistem Kerjasama Pertanian Antara Pemilik Lahan Dan Petani Padi Pada Desa Sendaur Dalam Perspektif Ekonomi Islam.

Bertitik tolak dari latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi permasalahan adalah: Bagaimana pelaksanaan akad kerjasama pertanian antara pemilik lahan dan petani padi pada desa Sendaur? dan Bagaimana pandangan ekonomi Islam terhadap pelaksanaan akad kerjasama pertanian antara pemilik lahan dan petani padi pada desa Sendaur?

B. KONSEP TEORITIS

1. Kerjasama Dalam Bidang Pertanian a. Pengertian Muzara’ah dan Mukhabarah

Secara etimologi, muzara’ah adalah menumbuhkan. Sedangkan Menurut terminology syara’, para ulama berbeda pendapat, antara lain sebagai berikut:

1) Syaikh Ibrahim al-Bajuri berpendapat bahwa:

Muzara’ah ialah Pekerja mengelola tanah dengan sebagian apa yang dihasilkan darinya dan modal dari pemilik tanah. Sedangkan

(6)

mukhabarah ialah Sesungguhnya pemilik hanya menyerahkan tanah kepada pekerja dan modal dari pengelola.8

2) Menurut Syafiiyah

Muzara’ah ialah Seorang pekerja menyewa tanah dengan apa yang dihasilkan dari tanah tersebut. Sedangkan Mukhabarah adalah menggarap tanah dengan apa yang dikeluarkan dari tanah tersebut.

Setelah diketahui defenisi-defenisi diatas, maka dapat dipahami bahwa muzara’ah adalah kerjasama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap, dimana pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada si penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu (persentase) dari hasil panen dimana biaya pengolahan dan benih berasal dari pemilik lahan.

Sedangkan mukhabarah adalah kerjasama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap, dimana pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada si penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu (persentase) dari hasil panen dimana biaya pengolahan dan benih berasal dari penggarap. 9

b. Dasar hukum Muzara’ah dan Mukhabarah

Adapun hukum Muzara’ah adalah dibolehkan, beralasan dengan hadits Rasulullah s.a.w yang diriwayatkan oleh Jama’ah dari Ibn Umar: Dari Ibn Umar, Sesungguhnya Nabi s.a.w telah memberikan kebun beliau kepada penduduk Khaibar agar dipelihara oleh mereka akan diberi sebagian dari penghasilan baik dari buah-buahan maupun dari hasil pertahunan”. (HR. Muslim).

Jadi dari hadits tersebut, bahwa Rasulullah pernah bermuamalah dengan ahli Khaibar dengan setengah dari sesuatu yang dihasilkan dari tanaman, baik buah-buahan maupun tumbuh-tumbuhan. Selain itu, muzara’ah dapat dikategorikan perkongsian antara harta dan pekerjaan, sehingga kebutuhan pemilik dan pekerja dapat terpenuhi. Tidak jarang

8

Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah (Jakarta : Rajawali Pres, 2010), hlm 155.

9Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik (Jakarta: Gema Insani,

(7)

Idawati; Sistem Kerjasama Pertanian Antara Pemilik Lahan

pemilik tidak dapat memelihara tanah, sedangkan pekerja mampu memeliharanya dengan baik, tetapi tidak memiliki tanah. Dengan demikian, dibolehkan sebagaimana dalam mudharabah. 10

c. Rukun dan Syarat Muzara’ah dan Mukhabarah

Menurut Hanafiyah, rukun muzara’ah ialah akad, yaitu ijab dan Kabul yang menunjukan keridha’an diantara keduanya, sedangkan menurut Abu Yusuf dan Muhammad (sahabat Abu Hanafiah) dalam buku Fiqih Muamalah karangan Rahcmat Syafei, berpendapat bahwa muzara’ah memiliki beberapa syarat yang berkaitan dengan Aqid (orang-orang yang melangsungkan akad), tanaman, tanah yang ditanami, sesuatu yang keluar dari tanah, tempat akad, alat uantuk bercocok tanam dan waktu untuk bercocok tanam.

Adapun syarat-syaratnya menurut Abu Yusuf dan Muhammad ialah: 1) Syarat Aqid (orang yang melangsungkan akad)

a) Mumayyiz, tetapi tidak disyaratkan baligh.

b) Imam Abu Hanifah mensyaratkan bukan orang murtad, tetapi ulama Hanafiyah tidak mensyaratkannya. 11

2) Syarat tanaman

Yaitu disyaratkan adanya penentuan macam apa saja yang akan ditanam.12 Diantara para ulama terjadi perbedaan pendapat, tetapi kebanyakan menganggap lebih baik jika diserahkan kepada pekerja. 3) Syarat dengan garapan

a) Memungkinkan untuk digarap, yakni apabila ditanami tanah tersebut akan menghasilkan.

b) Batas-batas tanah itu jelas c) Ada penyerahan tanah

4) Syarat-syarat tanaman yang dihasilkan

a) Pembagian hasil panen bagi masing-masing pihak harus jelas. b) Hasil itu benar-benar milik bersama orang yang berakad.

10

Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1994), hlm.290

11Rahmat Syafei, Fiqih Muamalah… hlm.207 12Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah… hlm. 158

(8)

c) Ditetapkan ukuran diantara keduanya, seperti sepertiga, setengah dan lain-lain sejak dari awal akad.

d) Hasil dari tanaman harus menyeluruh diantara dua orang yang akan melangsungkan akad.

5) Tujuan akad.

Akad pada muzara’ah harus didasarkan pada tujuan Syara’ yaitu untuk memanfaatkan pekerja atau memanfaatkan tanah.

6) Syarat alat bercocok tanam

Dibolehkan menggunakan alat tradisional atau modern dengan maksud sebagai konsekuensi atas akad. Jika hanya bermaksud menggunakan alat, dan tidak dikaitkan dengan akad, muzara’ah dipandang rusak. 13

7) Yang berkaitan dengan waktu a) Waktunya telah ditentukan.

b) Waktu itu memungkinkan untuk menanam tanaman dimaksud, seperti menanam padi waktunya kurang lebih 6 bulan (tergantung teknologi yang dipakainya, termasuk kebiasaan setempat).

Dilihat dari sah atau tidaknya akad al-muzara’ah, maka ada empat bentuk muzara’ah, yaitu:

a) Apabila tanah dan bibit dari pemilik tanah, kerja dan alat dari petani, sehingga yang menjadi objek al-muzara’ah adalah petani, maka hukumnya sah.

b) Apabila pemilik tanah hanya menyediakan tanah, sedangkan petani menyediakan bibit, alat dan kerja, sehingga yang menjadi objek al-muzara’ah adalah manfaat tanah, maka akad al-al-muzara’ah juga sah. c) Apabila tanah, alat dan bibit dari pemilik tanah dan kerja dari petani,

sehingga yang menjadi objek al-muzara’ah adalah jasa petani, maka akad al-muzara’ah juga sah.

d) Apabila tanah pertanian dan alat disediakan pemilik tanah dan bibit serta kerja dari petani, maka akad ini tidak sah.

(9)

Idawati; Sistem Kerjasama Pertanian Antara Pemilik Lahan

d. Akibat muzara’ah

Menurut jumhur ulama yang membolehkan akad muzara’ah, apabila akad ini telah memenuhi rukun dan syaratnya, maka akibat hukumnya adalah sebagai berikut:

1) Petani bertanggung jawab mengeluarkan biaya benih dan biaya pemeliharaan pertanian itu.

2) Biaya pertanian seperti pupuk, biaya penuaian, serta biaya pembersihan tanaman, ditanggung oleh petani dan pemilik tanah sesuai dengan persentase bagian masing-masing.

3) Hasil panen dibagi sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak.

4) Pengairan dilaksanakan sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak. Apabila tidak ada kesepakatan, berlaku kebiasaan di tempat masing-masing.

5) Apabila salah seorang meninggal dunia sebelum panen, akad tetap berlaku sampai panen, dan yang meninggal diwakili oleh ahli warisnya.

e. Berakhirnya Muzara’ah

Beberapa hal yang menyebabkan muzara’ah berakhir: a. Habis masa muzara’ah

b. Salah seorang yang akad meninggal dunia c. Adanya uzur

Menurut ulama Hanafiyah, diantara uzur yang menyebabkan batalnya muzara’ah, antara lain :

a. Tanah garapan terpaksa dijual, misalnya untuk membayar utang.

b. Penggarap tidak dapat mengolah tanah, seperti sakit, jihad di jalan Allah dan lain-lain.14

Demikianlah kerjasama yang diajarkan dalam Islam, yaitu tidak menyalahi hukum syariah, sama-sama ridha, sehingga tidak ada penghianatan bagi kedua belah pihak, dan tidak menimbulkan kerugian bahkan permusuhan.

(10)

f. Bentuk Muzara’ah dan Mukhabarah yang Terlarang

Muzara’ah dibenarkan apabila disepakati pembagian hasil antara pemilik lahan dengan tenaga petani. Misalnya petani mendapat 60 % dari nilai total hasil panen, sedangkan pemilik lahan mendapat 40 % sisanya. Bentuk seperti ini dihalalkan dan telah dicontohkan oleh nabi Muhammad SAW dan para sahabat hingga generasi berikutnya.

Adapun bentuk muzaraah yang diharamkan adalah bila bentuk kesepakatannya tidak adil. Misalnya, dari luas 1000 m persegi yang disepakati, pemilik lahan menetapkan bahwa dia berhak atas tanaman yang tumbuh di area 400 m tertentu. Sedangkan tenaga buruh tani berhak atas hasil yang akan didapat pada 600 m tertentu.

Perbedaannya dengan bentuk muzaraa’ah yang halal diatas adalah pada cara pembagian hasil. Bentuk yang boleh adalah semua hasil panen dikumpulkan terlebih dahulu, baru dibagi hasil sesuai persentase. Sedangkan bentuk yang kedua dan terlarang itu, sejak awal lahan sudah dibagi dua bagian menjadi 400 m dan yang 600 m. buruh tani berkewajiban untuk menanam kedua lahan, tetapi haknya terbatas pada hasil di 600 m itu saja. Sedangkan apapun yang dihasilkan di lahan satunya lagi yang 400 m, menjadi hak pemilik lahan. Cara seperti ini adalah cara muzara’ah yang diharamkan. Inti larangannya ada pada masalah gharar. Sebab boleh jadi salah satu pihak akan dirugikan. Misalnya, bila panen dari lahan yang 400 m itu gagal, maka pemilik lahan akan dirugikan. Sebaliknya, bila panen di lahan yang 600 m itu gagal, maka buruh tani akan dirugikan. Maka Nabi s.a.w berpendapat bahwa yang adil ialah mereka berdua patut berkongsi hasilnya dengan masing-masing mengambil sekedarnya, biarpun sedikit ataupun banyak. Tidak sah kalau ditetapkan terlebih dahulu, bahwa salah seorang dari keduanya akan mengambil nasibnya dengan sekian-sekian yang sudah ditetapkan banyaknya, karena kemungkinan sekali tanah itu tidak menghasilkan kecuali apa yang sudah ditetapkan itu saja. Maka kelak

(11)

Idawati; Sistem Kerjasama Pertanian Antara Pemilik Lahan

seorang daripadanya akan membolot kesemuanya, manakala yang lain akan dirugikan semua.15

C. METODE

Penelitan ini adalah penelitian lapangan yang berlokasi di desa Sendaur Kecamatan Rangsang Barat Kabupaten Kepulauan Meranti propinsi Riau. Penelitian ini akan dilakukan selama empat bulan terhitung dari bulan Januari sampai dengan April 2011.

Subjek dalam penelitian ini adalah pemilik lahan dan petani padi desa Sendaur dan objek penelitiannya adalah pelaksanaan perjanjian kerjasama pada petani padi Desa Sendaur.

Populasi dalam penelitian ini adalah pemilik lahan yang berjumlah 10 orang dan petani penggarap yang berjumlah 200 orang. Berhubung jumlah populasi pemilik lahan berjumlah 10 orang maka seluruh populasi dijadikan sample.

Menurut Suharsimi Arikunto, Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti.16 Mengingat populasi dari petani penggarap jumlahnya besar, maka dalam penelitian ini penulis menetapkan sampel sebanyak 50 orang.

Untuk mendapatkan kualitas data yang valid, maka metode pengumpulan data yang penulis gunakan adalah sebagai berikut:

1. Angket yaitu dengan menyebarkan daftar pertanyaan sekitar penelitian ini kemudian disebarkan untuk diisi oleh para responden untuk memperkuat hasil penelitian.

2. Wawancara yaitu penulis melakukan wawancara langsung dengan pemilik lahan dan petani di desa Sendaur Kecamatan Rangsang Barat.

3. Observasi yaitu penulis melakukan pengamatan secara langsung gejala-gejala yang ada dilapangan.

15

Yusuf al-Qardhawi, Halal dan Haram dalam Islam,( Jakarta: Robbani press, 2005), hlm. 456.

(12)

4. Studi dokumentasi yaitu dengan melihat dan menganalisa dari buku-buku dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan penelitian ini.

Teknik analisis data yang digunakan adalah metode penelitian yang bersifat deskriptif kualitatif

D. PEMBAHASAN

1. Tanggapan Responden terhadap Pelaksanaan Akad kerjasama pertanian antara pemilik lahan dan petani padi pada desa Sendaur

Desa sendaur adalah desa yang berada di kecamatan Rangsang Barat kabupaten kepulauan meranti propinsi Riau. Desa ini dihuni oleh masyarakat yang bersuku banjar, jawa dan bugis. Mayoritas masyarakat bermata pencarian sebagai petani. Untuk mendapatkan penghidupan yang lebih layak, masyarakat daerah ini tidak hanya membuka usaha di bidang pertanian, tetapi juga di bidang perkebunan dan kerajinan.

Khusus dalam usaha pertanian padi, umumnya masyarakat ada yang hanya berstatus sebagai pemilik lahan dan petani penggarap. Pemilik lahan adalah mereka yang memiliki lahan, tetapi tidak memiliki kemampuan atau kesempatan dalam mengelola lahan. Sedangkan petani adalah mereka yang memiliki kemampuan atau kesempatan, tetapi tidak memiliki lahan. Untuk itulah, mereka melakukan suatu akad atau perjanjian kerjasama, dimana pemilik lahan menyerahkan lahannya kepada petani untuk digarap, dan mereka mendapatkan bagian dari hasil lahan dengan kesepakatan pada waktu akad. Hasil panen diserahkan setelah dikurangi dari biaya-biaya yang berhubungan dengan penggarapan. Petani penggarap tidak semestinya menyerahkan hasil lahan sesuai dengan yang didapatkan. Hal ini disebabkan dua hal sebagai berikut:

a. Jika keuntungan dari hasil lahan tidak mencapai standar yang telah ditetapkan, maka petani menyerahkan hasil lahan berdasarkan inisiatif sendiri tanpa ada kesepakatan kembali antara kedua belah pihak. Dalam hal ini pemilik lahan merasa tidak puas terhadap tindakan yang dilakukan oleh petani penggarap. Akhirnya pemilik lahan merasa dikecewakan.

(13)

Idawati; Sistem Kerjasama Pertanian Antara Pemilik Lahan

Lalu lahan diambil kembali oleh pemilik lahan dan diserahkan kepada petani lainnya.

b. Keuntungan dari hasil lahan yang diserahkan oleh petani penggarap kepada pemilik lahan kurang bersih, sehingga bagian yang didapat oleh pemilik lahan kurang dari semestinya. 17

Dalam kerjasama antara pemilik lahan dan petani padi, perjanjian yang mereka buat adalah perjanjian tidak tertulis. Artinya, lahan diserahkan atas kepercayaan kepada petani padi. Lahan disediakan pemilik tanah, dan tenaga dan biaya dari petani padi. Batas waktu dalam proses penggarapan tidak ditentukan, tetapi pemilik lahan menyerahkan sepenuhnya kepada petani padi sesuai dengan kemampuannya, maksudnya kerjasama yang dibuat tidak mempunyai batas waktu tertentu. Apabila petani padi tidak mampu lagi menggarap, maka lahan tersebut biasanya diserahkan kembali kepada pemilik lahan.18

Untuk mengetahui tentang penentuan batas waktu dalam kerjasama antara pemilik lahan dan petani padi, dapat dilihat pada table berikut ini: Tabel 4. Tanggapan Responden tentang, apakah ditentukan Batas

Waktu Kerjasama

No Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase

1 Ya 11 22 %

2 Tidak 37 74 %

3 Kadang-kadang 2 4%

Jumlah 50 100 %

Sumber data: olahan angket penelitian 2011

Dari table diatas dapat diketahui bahwa 11 atau (22 %) responden yang mengatakan dalam perjanjian tersebut ditentukan batas waktunya. Hal ini disebabkan pemilik lahan sewaktu-waktu ingin menggunakan lahannya sendiri atau lahan tersebut diserahkan kepada orang lain. Umumnya 37 atau (74 %) responden yang mengatakan dalam perjanjian kerjasama tersebut tidak ditentukan batas waktunya. Hal ini disebabkan pemilik lahan menyerahkan lahannya kepada petani padi sesuai kesanggupannya, apabila

17Rudiono,(pemilik lahan), wawancara, Desa Sendaur, 17 September 2011 18Khaidir (kepala Desa), Wawancara, Desa Sendaur, 20 Maret 2011

(14)

petani tidak mampu lagi menggarap, maka petani dapat menyerahkan kembali lahan tersebut kepada pemiliknya. Bagi pemilik lahan dapat mengambil lahannya kapan dia memerlukannya. Sedangkan 2 atau (4%) responden yang mengatakan dalam perjanjian kerjasama antara pemilik lahan dan petani padi tersebut, kadang-kadang ditentukan batas waktunya, misalnya pada waktu petani menyewa lahan untuk usaha lain seperti kebun cabe.

Jadi pada umumnya pelaksanaan perjanjian kerjasama pada desa Sendaur tidak ditentukan batas waktunya.

Dengan adanya perjanjian ini menjadi jaminan terpenuhinya kebutuhan petani, karena dalam perjanjian kerjasama ini, ditentukan hak-hak dan kewajiban kedua belah pihak-hak.

Dalam perjanjian kerjasama ini kewajiban kedua belah pihak adalah: a. Kewajiban bagi pemilik lahan adalah hanya menyediakan lahan dengan

mendapat imbalan sesuai kesepakatan. b. Kewajiban bagi petani adalah:

1) Menanggung modal atau seluruh biaya-biaya yang berhubungan dengan proses penggarapan seperti pupuk dan benih.

2) segala oprasional yang lazim dilakukan terhadap tanaman, baik ia mengerjakan sendiri maupun dengan mengambil tenaga orang lain atau dengan menggunakan mesin yang diperlukan dalam mengolah tanah, tanaman dan perairan.

3) Memberi pupuk

4) Memerangi penyakit tanaman yang biasanya dilakukan dengan tangan.

5) membersihkan saluran dan jalanan air kecil

Di dalam pembagian laba mereka memakai system bagi hasil. Pemilik lahan hanya menyediakan lahan, sedangkan petani menanggung

(15)

Idawati; Sistem Kerjasama Pertanian Antara Pemilik Lahan

modal, tenaga dan seluruh biaya-biaya yang berhubungan dengan proses penggarapan. 19

Hal ini bisa dilihat dari tanggapan responden tentang asal modal dalam kerjasama antara pemilik lahan dan petani padi pada table berikut ini:

Tabel 5. Jawaban responden tentang asal modal dalam kerjasama antara pemilik lahan dan petani padi

No Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase

1 Pemilik lahan -

2 Petani 50 100 %

3 Kedua-duanya -

Jumlah 50 100 %

Sumber data: olahan angket penelitian 2011

Dari table di atas, dapat dilihat bahwa 50 atau 100% responden yang mengatakan bahwa modal kerjasama berasal dari Petani. dalam kerjasama tersebut tidak ada modal yang berasal dari pemilik lahan.

Jadi, Dalam kerjasama tersebut pemilik lahan hanya menyerahkan lahan kepada petani penggarap. Sedangkan modal dan seluruh biaya-biaya yang berhubungan dengan penggarapan ditanggung petani penggarap. Dalam hal ini bahwa bentuk kerjasama antara pemilik lahan dan petani padi desa Sendaur adalah bentuk kerjasama mukhabarah.

Dari kesepakatan antara pemilik lahan dan petani padi, apabila lahan seluas 1 jalur (2857 m) mendapat hasil lahan sebanyak 50 Kaleng maka 40 kaleng milik petani padi sedangkan 10 kaleng diserahkan kepada pemilik lahan, karena pemilik lahan tidak menaggung modal dan biaya-biaya yang berhubungan dengan penggarapan atau 80 % milik petani penggarap dan 20 % milik pemilik lahan. 20

Untuk lebih jelasnya dapat dirincikan sebagai berikut: 1. 1 Kaleng Gabah/Padi = 7 kg Beras,

2. Jadi, 50 Kaleng Gabah/beras = 350 kg Beras 3. Harga beras Di pasar = Rp. 7000/kg beras

19Mustafa(Pemilik Lahan), Wawancara, Desa Sendaur, 10 Maret 2011. 20Rudiono(petani padi),Wawancara, Desa Sendaur, 10 Maret 2011.

(16)

4. Maka, 350 kg x Rp 7000 = Rp. 2.450.000 5. Total Penghasilan Bruto Petani = Rp. 2.450.00

Adapun Biaya Oprasional yang dibutuhkan untuk pengelolaan lahan seluas 1 Jalur (2857 m) adalah sebagai berikut:

Tabel 6. Biaya Oprasional Pengelolaan Lahan No Nama Barang Jumlah barang

(Satuan)

Harga

Satuan Jumlah 1 Benih 2 kaleng padi Rp. 30.000 Rp. 60.000

2 Pupuk 40 kg Subsidi Pemerintah Subsidi Pemerintah 3 Pestisida -dharmabas -kelerat 800 ml 3 kg Subsidi Pemerintah Subsidi pemerintah -gromoxone -ken-up -amine 2 ltr 2 ltr 0,5 ltr Rp. 55.000 Rp. 55.000 Rp. 75.000 Rp. 110.000 Rp. 110.000 Rp. 75.000 4 Peralatan -cangkul -parang -sabit rumput -sabit padi -karung 1 buah 1 buah 1 buah 2 buah 10 buah Rp. 150.000 Rp. 100.000 Rp. 25.000 Rp. 25.000 Rp. 2.500 Rp. 150.000 Rp. 100.000 Rp. 25.000 Rp. 50.000 Rp. 25.000

Total jumlah biaya oprasional Rp. 705.000 Sumber data: olahan wawancara petani padi 2011

Dari perincian Total biaya oprasional yang dibutuhkan seluas lahan 1 jalur (285 m) adalah sebesar Rp. 705.000.

Selanjutnya untuk mengetahui, total pendapatan bersih (Neto) petani adalah sebagai berikut:

- Penghasilan Bruto Petani = Rp. 2.450.000 - Total biaya Oprasional = Rp. 705.000 – Total Penghasilan Bersih petani = Rp. 1.745.000

Kemudian , untuk menentukan penghasilan berdasarkan bagi hasil antara pemilik lahan dan petani padi (mukhabarah) adalah sebagai berikut:

(17)

Idawati; Sistem Kerjasama Pertanian Antara Pemilik Lahan

No Penghasilan

Berdasarkan Basil Persentase Jumlah

1 Petani (penggarap) 40 Kaleng padi 40:50 = 80% 1.745.000 x 80% = 1.396.000 2 Pemilik Lahan 10 Kaleng padi 10:50 = 20% 1.745.000x 20 % = 349.000

Sumber data: wawancara dari petani padi desa Sendaur 2011

Dari table diatas, dapat dilihat bahwa penghasilan bersih petani penggarap adalah sebesar Rp. 1.396.000-, dalam satu kali panen dengan luas lahan 1 jalur (2857 m). Sedangkan penghasilan dari pemilik lahan adalah sebesar Rp. 349.000.

Meskipun penghasilan petani penggarap sangat minim tetapi petani merasa puas dengan apa yang dihasilkannya, walaupun kebutuhan akan beras tersebut tidak mencukupi kebutuhannya sampai tiba kembali masa panen berikutnya. 21

Dalam hal ini pemerintah harus lebih memperhatikan kesejahtraan masyarakat desa Sendaur, dengan cara memberikan bantuan agar hasil panen pada masyarakat desa Sendaur bisa lebih meningkat untuk tahun berikutnya

Selanjutnya, untuk mengetahui tentang sistem apa yang dipakai dalam pembagian laba pada kerjasama pemilik lahan dan petani padi desa Sendaur, dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Table 8. Jawaban responden tentang sistem yang dipakai dalam pembagian laba pada kerjasama antara pemilik lahan dan petani padi Desa Sendaur

No Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase

1 Sewa - -

2 Bagi hasil 48 96%

3 Upah kerja 2 4%

Jumlah 50 100 %

Sumber data: olahan angket penelitian 2011

Dari table di atas, dapat dilihat bahwa tidak ada responden yang mengatakan pembagian laba memakai sistem sewa. Sedangkan 48 (96%) responden yang mengatakan pembagian laba memakai sistem bagi hasil. Sistem ini lebih adil, karena kedua belah pihak sama-sama menikmati laba

(18)

dan rugi, sistem ini sudah berlaku sejak lama dalam kerjasama antara pemilik lahan dan petani padi desa Sendaur Rangsang Barat. Kemudian, 2 atau 4% responden yang mengatakan bahwa pembagian laba dalam perjanjian kerjasama antara pemilik lahan dan petani padi memakai sistem upah kerja. Hal ini disebabkan karena ada pemilik lahan yang menyerahkan lahannya hanya pada waktu tertentu saja pada waktu menanam atau panen.22

Untuk meneliti lebih lanjut tentang pelaksanaan perjanjian kerjasama antara pemilik lahan dan petani padi desa Sendaur, terlebih dahulu penulis akan menjelaskan sebelum lahan berada di pihak petani, apakah pemilik lahan dan petani padi membuat suatu kesepakatan, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table berikut ini:

Tabel 9. Tanggapan responden tentang pembuatan kesepakatan sebelum lahan berada dipihak petani

No Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase

1 Ya 50 100%

2 Tidak - -

3 Kadang-kadang - -

Jumlah 50 100%

Sumber Data: olahan angket penelitian 2011

Dari table diatas, dapat dilihat bahwa 50 (100%) responden yang membuat suatu perjanjian sebelum lahan tersebut diserahkan kepada petani. Hal ini dikarenakan dalam melakukan perikatan apapun, pasti ada suatu perjanjian, termasuk dalam kerjasama antara pemilik lahan dan petani padi.23

Selanjutnya untuk mengetahui bagaimana bentuk perjanjian antara pemilik lahan dan petani padi desa sendaur , untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table berikut ini:

Tabel 10. Tanggapan responden tentang bentuk perjanjian kerjasama antara pemilik lahan dan petani padi

No Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase

1 Lisan 50 100%

2 Tulisan - -

3 Perbuatan

22Winarto(Petani penggarap), Wawancara, Desa Sendaur, 18 Maret 2011 23Daeng Patauk(petani padi), wawancara, Desa Sendaur, 10 Maret 2011

(19)

Idawati; Sistem Kerjasama Pertanian Antara Pemilik Lahan

Jumlah 50 100%

Sumber data: olahan angket penelitian 2011

Dari table diatas, bahwa 50 (100%) responden yang menyebutkan perjanjian kerjasama dilakukan secara lisan. Hal ini disebabkan karena mereka sudah saling kenal mengenal dan saling percaya.

Selanjutnya untuk mengetahui luas lahan yang digarap oleh petani dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 11. Tanggapan Responden tentang Luas Lahan yang digarap oleh petani padi

No Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase

1 1-4 ha 45 90%

2 4-8 ha 5 10%

3 Lebih dari 8 ha 20%

Jumlah 10 100%

Sumber: Olahan angket penelitian 2011

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa 45 (50%) responden mengatakan 1-4 ha lahan yang digarap, dan 5 (10%) responden yang mengatakan 4-8 ha lahan yang digarap.

Selanjutnya untuk mengetahui dari sekian banyak lahan yang digarap oleh petani padi , apakah dikerjakan sendiri, dapat dilihat pada table berikut ini:

Tabel 12. Tanggapan petani tentang lahan yang digarap, apakah dikerjakan sendiri

No Alternatif Jawaban Frekuensi Persentas e

1 Iya, dikerjakan sendiri 40 80%

2 Dikerjakan bersama-sama dengan petani lain

10 20%

3 Diserahkan kepada petani lainya -

Jumlah 50 100%

Sumber data: olahan angket penelitian 2011

Dari table diatas, dapat dilihat bahwa 40 (80%) petani padi yang mengatakan lahan yang digarapnya dikerjakan sendiri. Hal ini disebabkan jumlah lahan yang digarap tidak begitu banyak, jika memakai petani lain

(20)

tentu untungnya jadi berkurang. Kemudian 10 (20%) petani padi yang menggarap lahan dikerjakan bersama-sama petani lain. Hal ini disebabkan karena lahan yang digarap sangat banyak , jika dikerjakan sendiri tentu membutuhkan waktu dan tenaga yang banyak.

Selanjutnya untuk mengetahui prosedur kerjasama dalam perjanjian tersebut, dapat dilihat pada table berikut ini:

Tabel 13. Jawaban Responden Tentang Prosedur Kerjasama Antara Pemilik Lahan dan Petani Padi Desa Sendaur

No Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase 1 Pemilik lahan menyerahkan lahannya

kepada petani untuk digarap dan imbalan diambil dari hasil lahan.

48 96%

2 Pemilik lahan menyerahkan lahannya kepada petani dan mendapatkan upah kerja

2 4%

3 Pemilik lahan menyewakan lahan kepada petani dan mendapatkan uang sewa.

- -

Jumlah 50 100%

Sumber data: olahan angket penelitian 2011

Dari table di atas dapat dilihat bahwa 48 (96%) responden mengatakan bahwa prosedur kerjasama antara pemilik lahan dan petani padi adalah pemilik lahan menyerahkan lahannya kepada petani untuk digarap dan imbalan diambil dari hasil lahan. Hal ini disebabkan mereka telah sepakat menerapkan cara kerjasama seperti itu. Kemudian ada 2 (4%) responden mengatakan bahwa pemilik lahan menyerahkan lahannya kepada petani dan mendapatkan upah kerja, misalnya pada waktu penanaman dan pada waktu panen.

Selain itu, untuk mengetahui pendapat responden tentang perlukah mereka, kalau perjanjian kerjasama dibuat secara tertulis, dapat dilihat pada table berikut:

(21)

Idawati; Sistem Kerjasama Pertanian Antara Pemilik Lahan

Tabel 14. Pendapat Responden Tentang Perlunya, Jika Perjanjian Kerjasama antara Pemilik Lahan dan Petani Padi dibuat Secara Tertulis

No Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase

1 Perlu 32 64%

2 Kurang perlu 12 24%

3 Tidak perlu 6 12%

Jumlah 50 100%

Sumber data: olahan angket penelitian 2011

Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa ada 32 (64%) responden yang mengatakan perlu, perjanjian dibuat secara tertulis. Hal ini disebabkan kalau perjanjian dibuat secara tertulis akan mempunyai kekuatan hukum. Kemudian 12 (24%) responden yang mengatakan bahwa mereka kurang perlu, kalau perjanjian dalam kerjasama dibuat secara tertulis, karena mereka menginginkan cara yang mudah dan cepat. Selanjutnya ada 6 (12%) responden yang mengatakan tidak perlu, perjanjian dibuat secara tertulis. Hal ini disebabkan, karena kedua belah pihak saling kenal dan saling percaya.

Selanjutnya, untuk mengetahui apakah kerjasama antara pemilik lahan dan petani padi sesuai dengan kesepakatan, maka dapat dilihat pada table berikut ini:

Tabel 15. Tanggapan Responden Tentang Kerjasama di lapangan sudah Sesuai dengan Kesepakatan

No Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase

1 Sesuai 26 52%

2 Kurang sesuai 16 32%

3 Tidak sesuai 8 16%

Jumlah 50 100%

Sumber data: olahan angket penelitian 2011

Dari table di atas, dapat dilihat bahwa 26 (52%) responden yang mengatakan bahwa kerjasama antara pemilik lahan dan petani padi sudah sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat. Hal ini disebabkan tidak ada selisih paham antara pemilik lahan dan petani padi dalam kerjasama

(22)

tersebut, karena adanya keterbukaan dari kedua belah pihak selama kerjasama tersebut berlangsung.24

Kemudian 16 (32%) responden yang mengatakan bahwa kerjasama antara pemilik lahan dan petani padi kurang sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat. Hal ini disebabkan dengan tidak adanya batas waktu , petani padi merasa dirugikan karena pemilik lahan bisa mengambil lahanya kapan pun dia mau.

Selanjutnya ada 8 (16%) responden yang mengatakan bahwa kerjasama antara pemilik lahan dan petani padi tidak sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat. Hal ini disebabkan karena ada petani padi menyimpang dari perjanjian, seperti pemilik lahan menyerahkan lahan kepada petani untuk diolah berdasarkan kesanggupan petani namun pemilik lahan mengambil lahannya kembali dengan alasan lahan tersebut mau diserahkan kepada petani lain.

Selain itu untuk mengetahui tanggapan responden tentang petani penggarap menyerahkan lahan kepada petani lain, maka dapat kita lihat pada table berikut ini:

Tabel 16. Tanggapan responden tentang apakah petani meyerahkan lahan kepada petani lain tanpa sepengetahuan pemilik lahan No Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase

1 Ya 20 40%

2 Tidak 22 44%

3 Kadang-kadang 8 16%

Jumlah 50 100%

Sumber data: Olahan angket penelitian 2011

Dari table diatas dapat dilihat bahwa 20 responden yang mengatakan lahan diserahkan kepada petani lain. Hal ini disebabkan bahwa petani penggarap tidak mempunyai waktu dan tenaga untuk mengelola lahan tersebut. Kemudian 22 responden yang mengatakan tidak menyerahkan lahan kepada petani lain. Sedangkan 8 responden yang mengatakan kadang-kadang petani menyerahkan lahan tersebut kepada petani lain. Jadi pada

(23)

Idawati; Sistem Kerjasama Pertanian Antara Pemilik Lahan

umumnya petani menyerahkan lahan tersebut kepada petani lain tanpa sepengetahuan pemilik lahan.

Selain itu, untuk mengetahui pernahkah terjadi penyimpangan dalam kerjasama, dapat dilihat pada table berikut ini:

Tabel 17. Tanggapan Petani Padi Tentang terjadi Penyimpangan selama Kerjasama

No Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase

1 Pernah 10 20%

2 Tidak pernah 34 68%

3 Kadang-kadang 6 12%

Jumlah 50 100%

Sumber data: olahan angket penelitian 2011

Dari table di atas dapat dilihat 10 (20%) responden yang mengatakan pernah terjadi penyimpangan selama kerjasama. Hal ini disebabkan karena pemilik lahan mengambil lahan secara tiba-tiba tampa kesepakatan terlebih dahulu. kemudian 34 (68%) responden yang mengatakan tidak pernah terjadi penyimpangan selama lahan tersebut berada di pihak petani. hal ini disebabkan karena kerjasama antara pemilik lahan dan petani padi saling percaya dan tolong menolong. Sedangkan ada 6 (12%) responden yang mengatakan kadang-kadang pernah terjadi penyimpangan.25

Untuk mengetahui pernahkah petani padi melakukan penyimpangan, untuk mengetahui jawabannya maka penulis melakukan wawancara kepada pemilik lahan. Dari hasil wawancara dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 18. Tanggapan pemilik lahan Tentang terjadi Penyimpangan selama Kerjasama

No Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase

1 Pernah 3 30%

2 Tidak pernah 6 60%

3 Kadang-kadang 1 10%

(24)

Jumlah 10 100% Sumber data: Olahan angket penelitian 2011

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa hanya 3 pemilik lahan yang mengatakan pernah terjadi penyimpangan selama kerjasama. Hal ini disebabkan karena tidak adanya kejujuran dari pihak petani padi, sehingga mempengaruhi pembagian hasil karena pemilik lahan mendapat bagian kurang dari semestinya yang ia dapatkan dan petani padi menyerahkan lahan kepada petani lain tanpa sepengetahuan pemilik lahan. Kemudian ada 6 responden yang mengatakan bahwa kerjasama antara pemilik lahan dan petani padi tidak pernah terjadi penyimpangan selama kerjasama. Hal ini disebabkan petani dan pemilik lahan sudah saling percaya dan saling tolong menolong. Kemudian ada 1 pemilik lahan yang mengatakan kadang-kadang terjadi penyimpangan dalam kerjasama.

Untuk mengetahui bagaimana penyelesaian yang dilakukan oleh pemilik lahan jika terjadi penyimpangan terhadap perjanjian kerjasama antara pemilik lahan dan petani padi, dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 19. Tanggapan Pemilik Lahan Tentang penyelesaian terhadap

penyimpangan yang terjadi selama Kerjasama

No Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase 1 Pemilik lahan memberikan peringatan

kepada petani padi/penggarap.

2 33%

2 Pemilik lahan mengembil kembali lahannya dan menyerahkan kepada petani lain yang amanah

4 67%

Jumlah 6 100%

Sumber data: olahan angket penelitian 2011

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa ada 2 (33%) responden yang mengatakan pemilik lahan memberikan peringatan kepada petani padi/penggarap, agar petani penggarap tidak mengulangi lagi perbuatan yang telah dilakukan. Kemudian 4 (67%) responden yang mengatakan pemilik lahan akan mengambil lahannya dan menyerahkan kepada petani lain, apabila terjadi penyimpangan yang dilakukan petani dalam kerjasama tersebut.

(25)

Idawati; Sistem Kerjasama Pertanian Antara Pemilik Lahan

Selanjutnya untuk mengatahui tanggapan responden tentang perjanjian yang dibuat secara tertulis. Untuk mengetahui jawabanya maka penulis menyebarkan angket terbuka kepada petani padi.

Pada umumnya petani menginginkan perjanjian kerjasama antara pemilik lahan dan petani padi dibuat secara tertulis. Hal ini disebabkan bahwa apabila perjanjian dilakukan secara tertulis maka akan lebih mudah dalam menyelesaikan masalah jika terjadi penyimpangan. Kedua belah pihak akan merasa terikat dalam suatu perjanjian yang tertulis sehingga tidak ada pihak yang bisa melanggar perjanjian yang telah disepakati sebelumnya.

Dilihat dari pemilik lahan yang telah menyerahkan lahannya kepada petani penggarap sesuai dengan kemampuannya, tetapi dalam halnya petani penggarap menyerahkan lahan tersebut kepada petani lain tanpa sepengetahuan pemilik lahan. Jadi, apabila pemilik lahan tidak setuju dengan perebuatan petani penggarap tadi maka pemilik lahan akan merasa kecewa karena petani penggarap telah melakukan pelanggaran tanpa sepengetahuan pemilik lahan.

2. Analisis terhadap pelaksanaan akad kerjasama pertanian antara pemilik lahan dan petani padi pada desa sendaur dalam persepektif ekonomi islam

Ditinjau dari hasil data di lapangan sebagaimana yang telah dikemukakan dalam pembahasan bab sebelumnya, dan dalam bab ini diperoleh/ditemukan hal-hal yang menyangkut dengan pelaksanaan perjanjian kerjasama lahan pertanian desa Sendaur.

Dari pembahasan terdahulu dan dalam pembahasan di lapangan melalui tabel, dapat diketahui bahwa pada umumnya pemilik lahan tidak menentukan batas waktu kerjasama. Tetapi ada juga sebagian yang mengatakan kerjasama tersebut ditentukan batas waktunya, artinya sebagian petani sudah mengerti bahwa perjanjian yang dilakukan harus jelas. Hal ini untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

(26)

Sistem kerjasama pemilik lahan dan petani padi desa Sendaur merupakan kerjasama Mukhabarah yang mana dalam kerjasama ini seluruh biaya-biaya yang berhubungan dengan penggarapan ditanggung seluruhnya oleh petani penggarap, sedangkan pemilik lahan hanya menyerahkan lahan.

Dilihat dari pembagian laba, kerjasama ini menggunakan sistem bagi hasil, yaitu 80 % untuk petani penggarap dan 20 % untuk pemilik lahan dengan ketentuan luas lahan 1 jalur (2857 m) yang telah disepakati kedua belah pihak sebelum kerjasama berlangsung. Berdasarkan kesepakatan bahwa apabila hasil lahan dari luas lahan 1 jalur menghasilkan sebanyak 50 kaleng maka petani penggarap mendapatkan bagian 10 kaleng sedangkan petani penggarap mendapatkan 40 kaleng. Jika hasil lahan lebih dari standar yang telah disepakati, misalnya hasil lahan seluas 1 jalur menghasilkan 60 kaleng maka petani penggarap tetap menghitung / menyerahkan sebanyak 10 kaleng kepada pemilik lahan, karena hal itu sudah merupakan kesepakatan kedua belah pihak. Sebaliknya apabila hasil panen tidak mencapai standar maka petani penggarap menyerahkan hasil lahan kepada pemilik lahan sesuai kemampuannya dan harus diketahui terlebih dahulu oleh pemilik lahan.

Adapun kesepakatan yang dibuat hanya secara lisan dalam artian perjanjian tersebut dibuat tidak tertulis. Jadi, perjanjian tersebut tidak ada bukti yang kuat, hal ini sangat berisiko bagi keduanya. Dari pengakuan kedua belah pihak bahwa pemilik lahan dan penggarap sudah saling kenal diantara keduanya. Namun dari data yang penulis peroleh bahwa sebagian besar responden menginginkan kerjasama tersebut perlu dibuat secara tertulis, hal ini disebabkan apabila perjanjian dibuat secara tertulis akan mempunyai kekuatan hukum.

Pada umumnya Perjanjian kerjasama antara pemilik lahan dan petani padi desa Sendaur belum sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat, yaitu masih ada yang melanggar kesepakatan tersebut, tentunya apabila kerjasama tidak berjalan sesuai dengan kesepakatan maka kerjasama yang dilakukan akan menimbulkan perselisihan/penyimpangan antara kedua belah pihak.

(27)

Idawati; Sistem Kerjasama Pertanian Antara Pemilik Lahan

Seperti halnya Petani penggarap menyerahkan lahan kepada petani lain tanpa sepengetahuan pemilik lahan. Hal ini disebabkan petani penggarap tidak mempunyai waktu dan tenaga untuk mengelola lahan . tetapi dalam kesepakatan sebelumnya, seharusnya petani penggarap memberitahu kepada pemilik lahan sebelum lahan diserahkan kepada petani lain agar pemindahan lahan tersebut jelas dan tidak akan beresiko pada masa yang akan datang. Hal ini untuk menghindari terjadinya selisih paham antara kedua belah pihak yang melaksanakan kerjasama.

3. Pandangan Ekonomi Islam terhadap pelaksanaan akad kerjasama pertanian antara pemilik lahan dan petani padi pada Desa Sendaur

Perjanjian merupakan bagian dari muamalah, dimana hukum Islam tidak mengatur secara rinci setiap masalah yang ada, karena kita ketahui bidang muamalah semakin lama semakin berkembang, maka dari itu Islam hanya memberi landasan pokok-pokok. Sedangkan penjabarannya diserahkan kepada manusia itu sendiri, dengan catatan bahwa apa yang dilakukan oleh manusia itu tidak melanggar dari prinsip syari’ah dan ketentuan hukum Islam yang ada di Indonesia.

Syariat Islam memberikan kebebasan dan kemudahan dalam bermuamalah terutama dalam akad kerjasama. Bebas disini ialah dalam arti tidak bertentangan dengan ketentuan yang ditetapkan secara mapan yang telah diberikan suatu patokan-patokan hukum dan tidak saling merugikan di salah satu pihak maupun diantara pihak lain.

Secara umum yang menjadi syarat sahnya suatu akad adalah: a. Tidak menyalahi hukum syariah

b. Harus sama ridha dan ada pilihan

Perjanjian yang dibuat oleh masing-masing pihak harus didasari oleh keridhaan dari masing-masing pihak. Apabila masing-masing pihak sepakat dan sama-sama ridha, maka isi perjanjian dapat dibenarkan dengan kata lain harus berdasarkan keinginan dan kemauan dari masing-masing pihak yang melakukan perjanjian. Didalam suatu perjanjian para

(28)

pihak berhak untuk memilih untuk melakukan perjanjian atau menolak isi dari perjanjian tersebut, sebab didalam suatu perjanjian tidak ada unsur paksaan, maka perjanjian tersebut tidak dapat dibenarkan dan tidak ada kekuatan hukum dalam perjanjian ini.

c. Harus jelas

Didalam Islam, apabila seseorang melaksanakan suatu perjanjian dengan pihak lain, maka isi perjanjian tersebut haruslah jelas dan terang, tidak mengandung unsur kesamaran (penipuan) yang tersembunyi di balik perjanjian. Apabila terdapat kesamaran di dalam perjanjian maka akan menimbulkan hal-hal yang merugikan salah satu pihak yang dapat menimbulkan permusuhan dikemudian hari, akibat dari perjanjian yang dilaksanakan secara tidak jelas. 26

Gambaran dari perjanjian kerjasama antara pemilik lahan dan petani padi desa Sendaur menunjukkan adanya unsur kesamaran, dikarenakan tidak mencermati apa yang telah ditentukan oleh syari’ah Islam.

Bentuk kesamaran yang dilakukan antara pemilik lahan dan petani padi, yakni:

1) Perjanjian kerjasama dibuat tidak tertulis, akibatnya terjadi penyimpangan. seperti, masih ada petani padi yang tidak amanah dalam pembagian hasil dan petani padi menyerahkan lahanya kepetani lain tanpa sepengetahuan pemilik lahan.

2) Tidak ada batas waktu dalam pelaksanaan kerjasama, akibat pemilik lahan dapat mengambil lahannya kapan pun dia suka.

Islam memandang sangat penting menjaga hubungan muamalah karena dengan muamalah yang benar akan menciptakan hubungan keharmonisan antara sesama muslim, di dalam Islam pada dasarnya segala sesuatu itu dibolehkan.

ليل لدي يتح ةحابلاا ءاشيلا يف لصلا زميرحتلا يلع

(29)

Idawati; Sistem Kerjasama Pertanian Antara Pemilik Lahan

“Asal sesuatu itu adalah mubah(boleh) sehingga terdapat bukti yang mengharamkan”. 27.

Allah menganjurkan kepada hambanya untuk saling tolong-menolong bukan saling mengambil kesempatan dalam kesempitan atau penderitaan orang lain. Sebagaimana tercantum dalam surat al Maidah ayat 2 yaitu:                    

”...dan tolong-menolonglah kamu dalam kebajikan dan takwa dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksanya”. (Qs. Al-Maidah (5):2)

Kemudian dengan memperhatikan tentang sistem kerjasama antara pemilik lahan dan petani padi yaitu dilakukan secara tidak tertulis atau lisan. Sedangkan di dalam al-Qur’an Allah SWT memerintahkan kepada orang-orang yang beriman apabila melaksanakan mua’malah hendaknya ditulis.

sebagaimana firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 282 yang berbunyi:

          

“Hai orang-orang yang beriman apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai dalam waktu yang ditentukan, maka hendaklah kamu menulisnya....”.(Qs.Al-Baqarah (2): 282)28

Berdasarkan ayat di atas, Allah SWT memerintahkan kepada orang-orang yang beriman agar melaksanakan ketantuan-ketantuan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT, apabila setiap kali mengadakan perjanjian yang tidak secara tunai supaya melangkapi dengan alat bukti dasar untuk menyelesaikan persengketaan yang kemungkinan terjadi dikemudian hari.

Dalam Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 76 yang berbunyi:

27

Muklis Usman, Kaedah Ushuliyah dan Fiqiyah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999, h. 119

(30)

”(Bukan demikian), sebenarnya siapa yang menepati janji (yang dibuat) nya dan takwa, maka sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang

bertakwa”.(QS.Ali Imran(3):76)

Di dalam ayat di atas, Allah SWT memerintahkan hamba-hambanya yang selalu menempati janji. Menurut hemat penulis menepati janji-janji yang telah mereka sepakati bersama adalah merupakan perbuatan yang sangat mulia dan terhormat dalam kehidupan bergaul dalam masyarakat, menempati janji pada umumnya dijadikan ukuran bagi kejujuran dan ketulusan hati. Sebaliknya mengingkari janji dipandang suatu kesalahan besar dan dapat merendahkan derajat seseorang dalam pandangan umum. Sehingga hilang kepercayaan orang kepadanya dan dia dimasukkan kedalam golongan orang-orang yang tidak dipercaya.

E. KESIMPULAN

Berdasarkan data yang telah diuraikan pada bab terdahulu, dari hasil penelitian, observasi dan wawancara yang telah dilaksanakan dengan permasalahan yang terdapat dalam pembahasan tentang bagaimana pelaksanaan perjanjian kerjasama antara pemilik lahan dan petani padi pada desa sendaur, penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Perjanjian kerjasama antara pemilik lahan dan petani padi pada desa Sendaur Rangsang Barat menimbulkan kesamaran.

2. Adapun Bentuk kesamaran yang dilakukan antara pemilik lahan dan petani padi desa sendaur adalah:

a. Perjanjian kerjasama dibuat secara tidak tertulis.

b. Sedangkan di dalam al-Qur’an Allah SWT memerintahkan kepada orang-orang yang beriman apabila melaksanakan mua’malah hendaknya ditulis, sebagaimana firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 282.

3. Tidak ada batas waktu dalam pelaksanaan kerjasama, akibat pemilik lahan dapat mengambil lahannya kapan pun dia mau, Sedangkan petani padi dengan cara terpaksa menyerahkan lahan tersebut.

(31)

Idawati; Sistem Kerjasama Pertanian Antara Pemilik Lahan

F. DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Abdul Husain at-Tariqi, Ekonomi Islam Prinsip, Dasar, dan Tujuan, Yoqyakarta: Magistra Insania Press, 2004.

Al- Kaaf , Abdullah Zaky, Ekonomi dalam perspektif Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2002.

Antonio,Muhammad Syafi’I, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Jakarta : Gema Insani, 2001.

Ascarya, Akad & produk bank syariah, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007.

Ash Shiddieqy , Muhammad Hasbi, Pengantar Fiqh Mu’amalah, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1997.

Hussein Bahreisy, Himpunan Hadits Pilihan Hadits Shahih Bukhari.

Marthon, Said Sa’ad, Ekonomi Islam di Tengah Krisis Ekonomi Global Jakarta: Zikrul Hakim, 2004, cet ke-1.

Ma’shum, Pegangan Hidup Mukmin, Jakarta: CV.Bintang Pelajar : 1989. Nasrun Haroen, Fiqih Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama,2000.

Rasjid, Sulaiman, Fiqih Islam, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1994.

Sabiq, Sayyid, Fiqih Sunnah, Bandung: Alma’arif,1987.

Suhendi, Hendi, Fiqih Muamalah, Jakarta: Rajawali Pres, 2010.

Syafei,Rachmat, Fiqih Muamalah, Bandung: Pustaka Setia, 2001.

Qardhawi, Yusuf, Halal dan Haram dalam Islam, Jakarta: Robbani press, 2003.

Gambar

Tabel 4.  Tanggapan  Responden  tentang,  apakah  ditentukan  Batas  Waktu Kerjasama
Tabel 5.  Jawaban  responden  tentang  asal  modal  dalam  kerjasama antara pemilik lahan dan petani padi
Tabel 6. Biaya Oprasional Pengelolaan Lahan  No  Nama Barang  Jumlah barang
Table 8.  Jawaban  responden  tentang  sistem  yang  dipakai  dalam  pembagian  laba  pada kerjasama  antara  pemilik  lahan    dan  petani padi Desa Sendaur
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam pembahasan ini akan dilakukan pembagian cluster daerah pendistribusian BBM berdasarkan lokasi dan permintaan BBM pada depot tujuan, juga mencari rute terpendek

• Proposal disusun sesuai panduan, namun ada beberapa hal yang perlu dilengkapi: Rencana Target Capaian artikel ilmiah dimuat di Jurnal Internasional Terindeks

Terbatasnya lingkup penelitian membuat hasil penelitian tidak dapat digeneralisasikan, Penelitian ini menggunakan kuesioner dalam mengumpulkan data, metode

Segala puji bagi Allah SWT yang telah yang telah melimpahkan berkah serta rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Status

Bagi Guru Sebagai masukan para guru, untuk lebih meningkatkan kedisiplinan siswa dalam lingkungan madrasah demi lancarnya pembelajaran, dan memberikan dorongan baik secara langsung

Penyusunan LKIP Kecamatan Cinambo Kota Bandung Tahun 2014 yang dimaksudkan sebagai perwujudan akuntabilitas penyelenggaraan kegiatan yang dicerminkan dari pencapaian

Hubungan antara persepsi bawahan terhadap komunikasi yang dilakukan oleh atasan dengan motivasi kerja karyawan (aspek Expactation).. Teknik analisis data yang digunakan