• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hari, Tanggal : Senin 16 November 2020, : WIB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Hari, Tanggal : Senin 16 November 2020, : WIB"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RISALAH RAPAT KERJA

KOMISI VIII DPR RI DENGAN

MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI DAN MENTERI DALAM NEGERI RI

(BIDANG AGAMA, SOSIAL, PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK, DAN KEBENCANAAN)

Tahun Sidang : 2020/2021

Masa Persidangan : II

Jenis Rapat : Rapat Kerja

Hari, Tanggal : Senin 16 November 2020,

Pukul : 14.45 - 17.10 WIB

Sifat Rapat : Terbuka

Ketua Rapat : H. Yandri Susanto S. Pt. (F-PAN) Sekretaris Rapat : Sigit Bawono Prasetyo, S.Sos., M.Si.

(Kabag Sekretariat Komisi VIII DPR RI) Tempat : Ruang Rapat Komisi VIII Nusantara II.

Acara : Kebijakan Penguatan Kelembagaan dalam

Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana. Anggota yang Hadir : 47 dari 51 Anggota Komisi VIII DPR RI

PIMPINAN:

1. H. Yandri Susanto, S. Pt. (F-PAN)

2. H. M. Ihsan Yunus, BA., B. Comm., Me. Con. Std. (F-PDI Perjuangan)

3. Dr. H. Tb. Ace Hasan Syadzily, M.Si. (F-PG)

4. Laksdya. TNI (Purn) Moekhlas Sidik, MPA. (F-Partai Gerindra)

5. H. Marwan Dasopang (F-PKB) ANGGOTA:

FRAKSI PDI PERJUANGAN 6. I Komang Koheri, SE. 7. Diah Pitaloka, S. Sos. M.Si. 8. Selly Andriany Gantina, A. Md. 9. Umar Bashor

10. Ina Ammania

11. Mochamad Hasbi Asyidiki Jayabaya 12. I. G. N. Kesuma Kelakan, ST., M.Si. 13. H. Rachmat Hidayat, SH.

14. Matindas J. Rumambi, S.Sos. 15. Drs. Samsu Niang, M.Pd. 16. H. Arwan M. Aras T., S. Kom.

(2)

- 2 -

FRAKSI PARTAI GOLKAR 17. H. John Kenedy Azis, SH.

18. Hj. Endang Maria Astuti, S.Ag., SH., MH. 19. Mohammad Saleh, SE.

20. Hj. Itje Siti Dewi Kuraesin, S.Sos., MM. 21. Muhammad Fauzi, SE.

22. Dra. Hj. Idah Syahidaj Rusli Habibie, M.H. 23. Muhammad Ali Ridha

FRAKSI PARTAI GERINDRA 24. M. Husni, S.E., M.M.

25. Dr. h. Jefry Romdonny, S.E., S.Sos., M.Si., M.M. 26. Abdul Wachid

27. Drs. H. Zainul Arifin 28. H. Iwan Kurniawan, SH. 29. Drs. H. Saiful Rasyid, MM.

FRAKSI PARTAI NASIONAL DEMOKRAT 30. Hj. Lisda Hendrajoni, SE., MM. Tr. 31. Dra. Delmeria

32. Nurhadi, S.Pd.

33. Ach. Fadil Muzakki Syah, S. Pd. I. 34. H. Rudi Hartono Bangun, S.E., M.A.P. FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA 35. H. Maman Imanul Haq

36. Dra. Hj. Anisah Syakur, M.Ag. 37. H. An’im Falachuddin Mahrus FRAKSI PARTAI DEMOKRAT 38. Drs. H. Achmad, M.Si. 39. Harmusa Oktaviani, S.E. 40. Wastam, S.E., S.H. 41. H. Hasani Bin Zuber, S.IP. 42. Ir. Nanang Samodra, KA., M.Sc.

FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA 43. KH. Bukhori, LC., MA.

44. H. Iskan Qolba Lubis, MA. 45. Dr. H.M. Hidayat Nurwahid, M.A. 46. Hj. Nur Azizah Tamhid, BA., MA. 47. H. Nurhasan Zaidi, S. Sos. I

FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL 48. H. Mhd. Asli Chaidir, SH.

49. M. Ali Taher

FRAKSI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN 50. KH. Muslich Zainal Abidin

51. H. Iip Miftahul Choiry, S. Pd. I. Anggota yang Izin : 4 Anggota Komisi VIII DPR RI

Undangan : 1. Perwakilan Menteri Dalam Negeri.

2. Perwakilan Menteri Pendagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.

(3)

- 3 -

JALANNYA RAPAT :

KETUA RAPAT ( H. YANDRI SUSANTO, S.Pt. / F – PAN ): Bismillahirrahmannirrahim

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh Selamat siang

Salam sejahtera bagi kita semua.

Yang saya hormati Pimpinan dan seluruh Anggota Komisi VIII DPR RI baik yang hadir secara fisik maupun virtual.

Yang saya hormati Menteri Dalam Negeri yang diwakili oleh Direktorat Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan beserta jajarannya. Terima kasih Pak Dirjen.

Yang saya hormati Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi yang diwakili oleh Deputi Kelembagaan Deputi Sumber Daya Manusia dan Staff Ahli Bidang Politik dan Hukum beserta jajarannya.

Jadi hari ini banyak yang enggak datang ini?

Baik Bapak/Ibu, mengawali rapat pada hari ini marilah kita bersama-sama memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT Tuhan yang Maha Kuasa atas berkat rahmat dan hidayah-Nya kita bisa hadir dalam rangka menjalankan tugas konstitusional kita sebelum rapat kalau di Komisi II Pak Dirjen tidak didahului dengan do’a Pak ini saya tahu Menpan-RB, Mendagri ini di Komisi II semua saya 2 periode di sana. Masalahnya kalau di Komisi VIII kita sebelum memulai rangkaian semua agenda pada hari ini kita berdoa sesuai dengan agama dan kepercayaan kita masing-masing pada yang beragama islam mari kita ummul kitab Al-Fatihah.

Bapak/Ibu yang saya hormati.

Sesuai dengan acara rapat-rapat di DPR masa persidangan II tahun sidang 2020-2021 yang telah diputuskan dalam rapat konsultasi pengganti Rapat Badan Musyawarah DPR antara Pimpinan DPR dan Pimpinan Fraksi-fraksi pada tanggal 5 Oktober 2020 dan sesuai keputusan Rapat Internal Komisi VIII DPR RI tanggal 10 November Tahun 2020, maka pada hari ini Senin, 16 November 2020 Komisi VIII DPR RI menyelenggarakan Rapat Kerja dengan Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pelayanan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dengan agenda kebijakan penguatan kelembagaan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.

Hadirin yang berbahagia.

Menurut laporan dari Sekretariat Komisi alhamdulillah pada rapat kali ini telah hadir fisik sebanyak 12 Anggota tapi belum masuk semua ini, kemudian virtual 16. Jadi Bapak/Ibu dari Mendagri dan Menpan kebijakan di internal DPR memang dibatasi Bapak/Ibu untuk hadir secara fisik lebih banyak secara virtual dari 9 fraksi hal ini berarti bahwa rapat ini telah dihadiri lebih dari separuh jumlah anggota Komisi VIII DPR RI sesuai dengan Tata

(4)

- 4 -

Tertib DPR Pasal 251 Ayat I korum telah tercapai. Atas persetujuan Bapak/Ibu izinkan kami membuka Rapat Kerja ini dengan mengucapkan bismillahirrahmannirrahim dan saya nyatakan terbuka untuk umum.

(RAPAT DIBUKA DAN TERBUKA UNTUK UMUM)

Baik agenda kita pada Rapat Kerja hari ini adalah: 1. yang pertama pengantar dari Pimpinan Rapat;

2. yang kedua penjelasan dari Pak Mendagri yang di Wakili Pak Dirjen dan dari Menpan-RB yang di Wakili Bu Deputi;

3. kemudian nanti tentu akan ada respon tanya jawab masukan dari anggota baik dari yang fisik maupun yang virtual termasuk dari meja Pimpinan;

4. kesimpulan; 5. penutup.

Apakah agenda yang saya bacakan bisa kita setujui. (RAPAT: SETUJU)

Baik kita mohon maaf tadi terlambat rapat rapatnya kita mulai rapat jam 14.50 berakhir 16.00 ya? Kalau ada hal-hal yang perlu kita perpanjang perpanjang oke setuju sampai 16.00 kalau ada hal-hal yang perlu kita perpanjang perpanjang ya setuju sampai 16.00.

(RAPAT: SETUJU)

Baik, Pak Mendagri yang di wakili Pak Dirjen dan Menpan-RB yang di wakili Ibu Deputi hadirin yang berbahagia.

Para Anggota para Pimpinan.

Pada hari ini rapat diselenggarakan atas perintah Undang-undang Nomor 14 Tahun 2019. Kemudian mengacu pada ketentuan undang-undang tersebut di atas Rapat Kerja hari ini memiliki makna strategis karena membahas kebijakan penguatan kelembagaan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana sebagaimana kita ketahui bahwa negara kita bertanggung jawab melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan tujuan untuk memberikan perlindungan terhadap kehidupan dan penghidupan masyarakat termasuk perlindungan dan penanggulangan terhadap bencana dalam rangka mewujudkan kesejahteraan umum yang berlandaskan Pancasila sebagaimana di amalkan Undang-udang Dasar ’45 “melindungi segenap bangsa Indonesia” dan seterusnya.

Maka, dalam realitasnya kita ini hidup di daerah atau wilayah yang rawan bencana. Kalau kita dengar kemarin laporan dari Pak Doni Monardo hampir 2.500 kali terjadi bencana Pak ini belum berakhir tahunnya. Wilayah Negara Kesatuan RI memiliki kondisi geografis, geologis, dan hidrologis dan demografis yang memungkinkan terjadinya bencana baik yang disebabkan oleh faktor alam, faktor non alam, maupun faktor manusia yang menyebabkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda,

(5)

- 5 -

dan dampak psikologis yang dalam keadaan tertentu dapat menghambat pembangunan nasional.

Komisi VIII DPR RI memberikan apresiasi atas telah disusunnya Renacana Induk Penanggulangan Bencana Tahun 2020-2024 yang kemudian disebut dengan RIPB Tahun 2020-2044 merupakan pedoman nasional untuk menyelenggarakan penanggulangan bencana yang diperkuat dengan Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2020.

Sebelum kita mendengarkan paparan dari Mendagri maupun Menpan-RB atau yang mewakili perlu kita melakukan refleksi secara mendalam dan komprehensif bahwa sejarah panjang perkembangan penanggulangan bencana di Indonesia memerlukan komitmen yang sungguh-sungguh segenap bangsa.

Pertama, pada periode tahun 2004 2009 DPR dan pemerintah serta berbagai komponen masyarakat membangun komitmen bangsa dalam penanggulangan bencana aspek legislasi yang ditandai dengan lahirnya Undnag-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana kemudian Peraturan Pemerintah Nomor 21 dan Perpres Nomor 8 2008 tentang Struktur Organisasi Kelembagaan BNPB. Sedangkan dari aspek kelembagaan BNPB ada BPBD dan termasuk dari pengurangan resiko bencana. Jadi dari 2007 ini Bapak Ibu dilandasi atau kira-kira asbabun nuzul karena tsunami di Aceh Pak maka lahirlah BNBP waktu itu disahkan melelui Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007.

Periode tahun 2009 tahun 2014 masa meletakan dasar sistem penanggulangan bencana dari aspek legislasi adanya deklarasi Yogyakarta perda terkait penanggulangan bencana, MOU dengan untuk penanggulangan bencana, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah, dokumen standar nasional Indonesia penanggulangan bencana. edangkan dari aspek kelembagaan lebih dari 87% terbentuk BPBD walaupun BPBD ini Bapak Ibu antara hidup dan mati Pak. Jadi apa istilahnya itu hidup segan mati tidak mau karena kebanyakan pegawai atau pucuk Pimpinannya dianggap sebagai jabatan pembuangan forum pengurangan resiko bencana daerah forum perguruan tinggi ikatan ahli bencana Indonesia.

Tahun 2015 2020 merupakan periode meningkatkan efektivitas penanggulangan bencana dengan melakukan review Undang-undang nomor 24 tahun 2007 dan regulasi lainnya harmonisasi, sinkronisasi penanggulangan permasalahan penanggulangan bencana dari akar permasalahan termasuk mempertimbangkan faktor perubahan iklim serta pandemi Covid-19. Jadi, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 itu Bapak Ibu belum secara terinci mengenai bencana non alam.

Selanjutnya dalam rangka mewujudkan penguatan kelembagaan penanggulangan bencana saat ini Komisi VIII DPR RI melakukan inisiatif rancangan Undang-undang tentang Penanggulangan Bencana yang merupakan perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Ada beberapa materi perubahan tentang Undang-Undang Penanggulangan Bencana secara substansi sebagai berikut.

(6)

- 6 -

Pertama, aspek kelembagaan. Ini penting kita mengundang Menpan-RB dan tentu kaitannya dengan Mendagri karena ini struktur pemerintahan sampai ke daerah. Pengaturan mengenai kelembagaan yang diatur dalam rancangan Undang-undang ini dilakukan perubahan khususnya yang terkait dengan fungsi lembaga penanggulangan bencana yang meliputi fungsi koordinasi, komando, dan pelaksana. Sedangkan perubahan pengaturan terkait dengan syarat dan tata cara pengangkatan kepala badan penjabaran fungsi koordinasi, komando, dan pelaksana serta tugas struktur organisasi dan tata kerja badan kegiatan badan di atur dengan Peraturan Presiden. Hal ini di maksud untuk memberikan fleksibilitas pengaturan yang memudahkan dalam melakukan perubahan yang memungkinkan, yang kemungkinan akan terjadi sesuai dengan kondisi dan perkembangan kebutuhan organisasi yang akan datang.

Adapun perubahan terkait kelembagaan antara lain jadi kalau hari ini tidak kelar kira-kira undang-undang ini tidak akan selesai masa persidangan ini Bapak Ibu.

a. Memberikan penguatan kepada BNPB, membentuk satuan kerja dalam rangka penyelenggaraan penanggulangan bencana di daerah sesuai dengan kebutuhan dan peraturan perundang-undangan.

Tujuan pembentukan satuan kerja BNPB di daerah untuk mempercepat penyelenggaraan penanggulangan bencana dan memperpendek birokrasi. Jadi kalau selama ini ada seperti saling tunggu menunggu atau saling menyalahkan tidak ada yang merasa bertanggung jawab sehingga penanganan kedaruratan atau recovery dari bencana itu banyak hal yang kita temukan di lapangan banyak kendala.

b. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya BNPB dan BPBD di beri kemudahan akses pada saat tanggap darurat dalam rangka mengatasi birokrasi. Karena selama ini misalkan Bapak Ibu untuk minta bantuan TNI/Polri susah Pak karena memang tidak ada perintah di Undang-Undang Nomor 23 2014 tadi. Nah ini mau kita perkuat karena ini kita bencana ribuan maka perlu peningkatan koordinasi atau memperpendek birokrasi.

c. BNPB dan BPBD dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana dapat mengerahkan dan melibatkan unsur TNI dan Polri. Jadi kami sebut langsung Pak supaya nanti ketika ada bencana TNI/Polri tidak bisa mengelak lagi kami belum ada perintah atasan atau apa ini adalah perintah undang-undang.

d. Mengatur secara eksplisit dan tegas BPBD dipimpin oleh seorang kepala badan bukan pelaksana harian. Kalau kami ke kabupaten kota sebutannya pelaksana harian terus Pak, kantornya di pojok-pojok di gang-gang sempit aparatnya nyaris tidak ada, plang namanya sudah buram. Maka ketika ada bencana untuk menolong diri saya sendiri belum tentu cukup Pak apalagi menolong orang lain maka kita penting untuk memperkuat BPBD

e. Kepala BNPB membuka kesempatan bagi Pegawai Negeri Sipil atau Prajurit Tentara Nasional Indonesia atau Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai Kepala Badan BPBD. Jadi ini bukan mau-maunya Bupati Walikota Pak nunjuk orang yang tidak mempunyai

(7)

- 7 -

jabatan ditaruh di BPBD. Jadi ada semacam koordinasi semacam BNPB untuk menaruh orang-orang yang profesional dan punya kecakapan.

Tadi yang pertama dari aspek kelembagaan yang kedua Bapak Ibu dari Undang-Undang ini aspek anggaran Pak. Harusnya Menteri Keuangannya diundang juga ini atau nanti. Banti tolong juga diundang Kementerian Keuangannya karena ini setiap pasal akan ada perintah anggaran. Aspek anggaran adanya perubahan pengaturan mengenai pengalokasian anggaran penanggulangan bencana yang diatur dalam perancangan undang-undang ini dengan merumuskan pengalokasiannya penanggulangan bencana dalam bentuk dana siap pakai dengan mencantumkan presentasi sebesar paling sedikit 2%. Walaupun pendapat pemerintah kemarin di awal belum setuju tapi kami berkepentingan bahwa karena bencana itu bukan kehendak kita dan tidak diduga kapan terjadi bencana maka perlu negara hadir dengan menempatkan anggaran sebesar 2% Bu. Jadi ketika ada tsunami gempa bumi gunung meletus longsor dan sebagainya itu tidak bisa lagi menunggu rapat DPR dan Pemerintah untuk menyelesaikan anggaran kita harus menyediakan dana siap pakai. Saya kira ini mohon sekretariat nanti diundang khusus Kementerian Keuangan.

Dari pendapatan anggaran belanja negara, dalam rancangan undang-undang ini juga mengatur tentang pentingnya dana abadi penanggulangan bencana. Hal ini di maksudkan untuk adanya mandatory spending dan untuk mendorong pemerintahan daerah tidak selalu bergantung kepada Pemerintahan pusat. Nah ini bagus sekali ini kalau ada perintah maka APBD juga harus menganggarkan penanggulangan bencana Pak atau pencegahan bencana. Selama ini mana Kemensos? Mana BNPB kami tidak bisa apa-apa ini, perahu karet saja tidak punya. Nah ini dengan mandatory seperti ini Bapak Ibu harapan kita lebih dari 500 kabupaten/kota itu harus menganggarkan. Nah berarti Menteri Dalam Negeri perlu Pak mengecek nanti apakah di APBD itu ada tidak anggaran untuk bencana Pak? Makanya kita penting hari ini mengundang Mendagri. Kalau tidak ada kembalikan dulu Pak jangan dulu disetujui. Karena hampir di seluruh Indonesia itu punya bencana karakteristiknya berbeda jenis bencana berbeda. Tapi ada bencana nah selama ini mereka tidak menganggarkan sama sekali.

Yang ketiga aspek penyelenggaraan penanggulangan bencana. Dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana terdiri dari pra bencana, tanggap darurat bencana, dan pasca bencana. Ini belum juga di atur secara tegas di Undang-Undang Nomor 23 pada kenyataannya dalam penanggulangan bencana tanggap darurat bencana merupakan bagian dari darurat bencana. Dimana dalam darurat bencana meliputi siaga darurat, tanggap darurat, dan transisi kepemulihan.

Oleh karena itu kami mengusulkan perubahan tahapan perubahan tahapan tahap daurat bencana menjadi tahap darurat bencana. Jadi tanggap darurat bencana menjadi darurat bencana Pak. Inii dari undang-undang yang kami usulkan di inisiatif DPR.

(8)

- 8 -

Yang keempat aspek kebijakan beberapa perubahan yang terkait dengan kebijakan penyelelnggaraan penanggulangan bencana antara lain:

a. Penguatan pola koordinasi dalam penanggulangan bencana yang tadi sudah saya singgung selama ini sangat lemah sekali korban semakin bertambah karena tidak ada yang belum hadir tidak ada yang resposnnya cepat sehingga harusnya tidak banyak korban menjadi banyak korban maka koordinasinya perlu diperkuat.

b. Pengintegrasian penanggulangan bencana dengan pengelolaan lingkungan hidup dan tata ruang, maka nanti banyak melibatkan juga. Maka bencana itu dari sisi faktor manusia ya dari sisi tata ruang penggundulan hutan dan lain sebagainya. Itu factor manusia, banyak juga melakukan terjadinya bencana di daerah-daerah

c. Dalam rangka menghindari kerugian pemerintah dapat mengasuransikan aset pemerintah. Nah ini Pak jadi ini sekali lagi juga Menteri Keuangan ini, ya tolong nanti diundang Menteri Keuangan secara khusus karena ini menyangkut masalah anggaran negara. d. Penambahan pengaturan persyaratan bahwa setiap kegiatan

pembangunan yang mempunyai resiko tinggi yang menimbulkan bencana di lengkapi dengan analisa resiko bencana sebagai bagian dari dokumen analisis dampak lingkungan serta usaha penanggulangan bencana sesuai dengan kewenangannya.

e. Pada saat tanggap darurat bencana daerah, kepala daerah menjalankan fungsi sebagai komando didukung bidang atau satuan kerja. Kalau sekarangkan berubah-berubah Pak. Peraturan Presiden berubah-berubah kadang-kadang Peraturan Menteri juga berubah hari ini jadi kepala peannggulangan bencana besok bisa digeser sehingga kelihatannya tergantung kepentingan Pak. Nah kalau mandatory di undang-undang ini langsung kepala daerah maka dia tidak bisa mengelak lagi dan tidak ada celah untuk memainkan situasi bencana itu menjadi kepentingan individu di daerahnya masing-masing. Ini yang kami maksud supaya terukur dalam mengatasi kebencanaan.

Itu tadi beberapa aspek. Sehubungan dengan beberapa dasar pertimbangan tersebut di atas pada Rapat Kerja hari ini Komisi VIII DPR RI ingin mendapatkan penjelasan dari Mendagri maupun Menpan-RB yang pertama bagaimana pandangan dan kebijakan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi terkait dengan penataan kelembagaan karena kalau tidak ada surat dari Menpan tidak keluar ini barang tidak bisa. Termasuk lembaga negara yang menyelenggarakan penanggulangan bencana dalam hal ini BNPB.

Kedua bagaimana tindak lanjut kebijakan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi terkait penataan dan pemangkasan eselonisasi yaitu penghapusan Eselon III dan IV ini implikasinya dengan berbagai kebijakan, baik di pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Jadi Ibu Reni BPBD itukan Eselon III kalau dihapuskan bagaimana? Tapi mudah-mudahan tidak jadi dihapuskan.

Ketiga bagaimana kebijakan Menteri Dalam Negeri terkait pelaksanaan Undang-uu ndang nomor 23 tahun 2015 tentang Pemerintah Daerah juncto

(9)

- 9 -

Pasal 117 Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah Urusan Bencana menjadi urusan yang dikecualikan dari perangkat daerah dengan mengikuti ketentuan regulasi penanggulangan bencana. Dalam Pasal 117 disebutkan bahwa ketentuan mengenai perangkat daerah yang menyelenggarakan sub urusan bencana diatur sesuai peraturan [perundang-undangan mengenai penanggulangan bencana. Selanjutnya peraturan daerah mengenai pembentukan fungsi, tugas, struktur organisasi dan tata kerja perangkat daerah yang menyelenggarakan sub urusan bencana ditetapkan dengan pedoman pada Peraturan Menteri.

Ketiga bagaimana kebijakan Menteri Dalam Negeri terkait dengan pembinaan kelembagaan BPBD dan hal-hal apa saja yang telah di lakukan evaluasi baik tugas dan fungsi maupun struktur kelembagaan dan jabatan sehingga sistem penanggulangan bencana di daerah makin optimal dan berkelanjutan? Termasuk catatan kami tadi Pak secara tegas kalau Undang-undang ini di sahkan kalau memang mandatorinya ada APBD sebelum APBD di sahkan atau di, istilahnya apa kalau ke Mendagri itu Pak? Evaluasi APBD ya karena semua daerah kami tahu itu harus ada semacam persetujuan atau evaluasi dari Mendagri.

Saya kira itu Bapak, Ibu, Para Anggota, Para Pimpinan terutama undangan kami pada hari ini yang sangat penting kami dengarkan karena roh nafas undang-undang ini tergantung baik hatinya Mendagri dan baik hatinya Menpan-RB Bu. Kalau misalkan nanti tidak sesuai dengan apa yang kita sampaikan di draf Undang-undang melalui rapat paripurna tentu akan semacam deadlock pembahasan. Maka kalau deadlock semakin lama momentumnya pas pandemi ini ada hikmahnya di balik ini semua bahwa kita perlu melahirkan undang-undang yang paripurna. Paripurna itu dari koordinasi dari anggaran, kecekatan, dan semuanya perlu kita hadirkan dalam mandatori undang-undang.

Saya kira itu pengantar drai kami. Sekarang kita persilakan kepada Menteri Dalam Negeri kepada Pak Dirjen kami persilakan.

DIRJEN BINA ADMINISTRASI KEWILAYAHAN KEMENDAGRI (SAFRIZAL, Z.A., M.Si):

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh Alhamdulillah pada hari ini.

KETUA RAPAT:

Sebentar Pak Dirjen saya lupa ada pemain baru Pak di Komisi VIII saya kenalkan dulu Haji Rudihartono Bangun ini dari Sumut 3 ya sebelumnya di mana Pak Rudi tukar sama Pak Satori dari Nasdem ini Pak. Baru hari ini masuk, selamat bergabung Pak Rudi. Enggak, saya belum perkenalkan. Yang hadir disini Bapak Achmad, Pak John, siapa lagi yang lain?

(10)

- 10 -

Baik silakan Pak Dirjen

DIRJEN BINA ADMINISTRASI KEWILAYAHAN KEMENDAGRI (SAFRIZAL, Z.A., M.Si):

Terima kasih Pak Ketua

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Yang saya hormati Bapak Pimpinan lainnya, Wakil Ketua, Para Anggota Komisi VIII.

Ibu Deputi Kelembagaan Ibu Rini dan Deputi SDM, serta Bapak Ibu sekalian yang tidak kami sebut satu per satu tanpa mengurangi rasa hormat.

Pertama izin kami menyampaikan nanti kalau kepanjangan Pak Ketua potong saja Pak

KETUA RAPAT:

Tapi sebelum rapat ini berlanjut Pak Dirjen karena statusnya Raker apa ada surat khusus atau mandat langsung khusus dari Pak Menteri supaya nanti statusnya dalam kesimpulan ini Pak. Lalau hanya Dirjen tanpa mandat penuh dari menteri itu namanya RDP. Nah sehingga kami perlu konfirmasi dahulu Pak Dirjen.

DIRJEN BINA ADMINISTRASI KEWILAYAHAN KEMENDAGRI (SAFRIZAL, Z.A., M.Si):

Mandat penuh Pak, siap.

Izin Bapak nanti kalau terlalu nanti kami juga diingatkan karena saya dari Kasubdit, Kasubdit Bencana, Direkturnya Bencana sekarang Dirjen Adwil membawahi bencana. Jadi agak detail juga dan ikut membahas juga Undang-Undang 24 Tahun 2007 yang lalu Pak setelah kita pulang dari Aceh itu. Siap. Sekarang juga Wakasatgas Wakilnya Pak Dony Munardo jadi in line Pak. Bapak Pimpinan dan Anggota yang kami hormati.

Kami perlu mulai pembahasan mengenai bencana ini kami mulai dari urusannya dulu supaya urusannya jelas Pak. Supaya kita tahu membedakan antara undang yang sekarang akan kita susun dengan undang-undang yang sudah ada atau sudah pernah ada yaitu Undang-Undang 24 terjadi perbedaannya. Pada Undang-Undang 24 tahun 2007 pada waktu itu Undang Pemerintahan Daerah yang kita gunakan bukan Undang-Undang yang 23 tahun 2014 sekarang melainkan Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Jadi ada perbedaan tentang urusan pemerintahan.

(11)

- 11 -

Jikalau di Undang-undang 32 tahun 2004 urusan bencana itu tidak di tulis sebagai urusan wajib layanan dasar, di Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 urusan bencana ini menjadi salah satu urusan yang wajib. Kalau dulu belum di sebut sebagai salah satu jenis urusan oleh karenanya urusan ini merupakan urusan wajib yang tidak boleh tidak di selenggarakan. Namanya juga wajib Pak Ketua di kerjakan berpahala di tinggalkan berdosa.

Wajibnya urusan wajib sebenarnya ada 2 wajib layanan dasar dan wajib non layanan dasar. Urusan bencana ini adalah wajib layanan dasar. Standarnya kalau wajib layanan dasar berdasarkan standar layanan minimum atau disebut juga dengan SPM. Jadi standar yang SPM kita susun sudah ada karena berdasarkan undang-undang SPM itu disusun atau diatur oleh Menteri yang membidangi maka untuk urusan bencana kita sudah punya standar termasuk untuk urusan kebakaran.

Urusan wajib layanan dasar hanya ada 6 di dalam sistem Pemerintah Daerah kita pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum, tata ruang kemudian perumahan pemukiman, sosial, tramtibu, linmas. Tramtibum linmas ini mengandung 3 sub urusan ketentrraman dan ketertiban, urusan bencana dan urusan kebakaran. Nah ini jenis urusan. Jadi kalau Pak Ketua tadi mengatakan urusan bencana ini tidak direken. Nah ini saya jawab bahwa wajib layanan dasar. Kalau anggarannya tidak dianggarkan APBD-nya kami tolak karena harus dipenuhi sebelum urusan yang lain dianggarkan. Tinggal besaran daerah yang memiliki kapasitas fiskal yang kuat itu akan menganggarkan lebih daripada permintaan 2%. Ya daerah yang tidak terlalu kuat atau bahkan dengan kapasitas viskal yang rendah ada yang di bawah 1% sangat berbeda antara 1 daerah dengan daerah yang lain.

Karena urusan bencana yang merupakan wajib layanan dasar baru kita mulai tahun 2000 dengan Undang-Undang 23 Tahun 2014 dan pedomannya baru standar layanannya baru 2018 kita merencanakan tahun 2020 sebagai tahun pencapaian standar layanan di bidang bencana. Tapi apa mau disangka Covid-19 melanda kita jadi banyak sekali program penguatan yang tidak dapat kita jalankan Pak Ketua. Tapi berdasarkan jenis urusan ini adalah 6 urusan di Pemda yang seluruh Pemda menyelenggarakannya. Ini bisa kami yakinkan dan data-data juga nanti kelembagaannya juga bisa kami sajikan bahwa hampir seluruh pemda sudah memiliki struktur kelembagaan penyelenggara urusan penanggulangan bencana.

Dari aspek perencanaan Pak Ketua dan Anggota kami selalu mengevaluasi, apakah dalam bencana RAPBD maupun rencana pembangunan jangka menengah daerah atau RPJMD untuk memastikan bahwa rencana induk yang disusun oleh Pemerintah masuk ke dalam RPJMD daerah ini kami pastikan ada. Sehingga in line antara penyelenggara atau perencanaan penanggulangan bencana yang di lakukan oleh Pemerintah

(12)

- 12 -

Pusat dan yang di lakukan oleh Pemerintah Daerah in line atau dapat di kerjakan bersama-sama.

Kemudian kami juga memonitor sejauh mana kemampuan Pemerintah daerah di dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana. Kapasitas ini yang berbeda-beda Pak Ketua walaupun namanya BPBD tetapi kalau kita sebut BPBD Badung, BPBD Bandung, dan BPBD Jayapura itu kapasitasnya berbeda-beda. Jadi kapasitas ini sangat di tentukan oleh bermacam-macam hal, salah satunya memang bentuk kelembagaan, kepegawaian atau perangkatnya kemampuan keuangannya, perencanaannya, maupun etos kerja di setiap lembaga Pemerintah Daerah.

Kami terus bekerja untuk mengontrol ya BPBD. Tadi Pak Ketua mengatakan ini sembarangan saja karena ini termasuk urusan yang full di desentralisasikan Pak Ketua. Jadi pengangkatan Pak Bupati yang mengangkat Pak Gubernur yang mengangkat tanpa perlu konsultasi dengan kita. Namun syarat-syarat administrasi syarat-syarat, kecakapannya melalui tes kemampuan itu dilakukan.

Tentu ada usul di dalam Undang-undang yang akan kita susun bahwa untuk pengangkatan kepala daerah penanggulangan bencana ini perlu konsultasi Mendagri dan BNPB kami setuju ya seperti Kepala Dinas Dukcapil itu bahkan meminta persetujuan Kementerian Dalam Negeri untuk pengangkatannya. Ini untuk menggaransi bahwa yang diangkat ini cukup memiliki kecakapan di dalam menyelenggarakan bencana. Ini sudah ada di dalam urusan dalam rancangan ini mudah-mudahan ini bisa disetujui.

Bapak Ibu sekalian yang kami muliakan Pak Ketua dan Anggota.

Kemudian dari Undang-Undang Nomor 23 Yahun 2014 ada sedikit perbedaan dengan perangkat lain dan perangkat bencana ini. Di dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 kepala perangkat lainnya selain bencana maka peraturannya menggunakan PP Nomor 8 tentang Kelembagaan Daerah. Kami dulu ingin mengatur juga pengaturan tentang BPBD ini di dalam PP nomor 18 tahun 2016. Namun pembahasan pada saat itu ingin mengecualikan. Oleh karenanya untuk mempercepat penyelesaian PP pada saat itu memang dikecualikan dimana kalau perangkat lain mengacu pada PP Nomor 18 sementara BPBD masih mengacu kepada Permendagri Nomor 46 Tahun 2008. Jadi setelah undang-undang ini di buat maka pengaturan tentang BPBD itu dengan Permendagri Nomor 2008. Sementara untuk PP dinas yang lain itu Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016. Sudah hampir 10 tahun Pak Ketua.

Karena pada waktu itu dengan semangat ingin mengecualikan, maka pengaturan yang diacu adalah peraturan Permendagri Nomor 46 tahun 2008 maka terjadi perbedaan. Kalau PP Nomor 18 Tahun 2016 maka perangkat daerah yang merupakan unsur perangkat daerah seluruhnya Eselon II tidak

(13)

- 13 -

ada yang Eselon III berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 dan PP Nomor 18 Eselon II kepala perangkat daerahnya bahwa Provinsinya II a kalau kabupaten/kotanya II b.

Jika menggunakan Permendagri pada waktu itu Nomor 46 Tahun 2008 maka berdasarkan tipologi. Kalau tipologinya II maka dia menjadi Eselon II. Kalau tipologinya B dia menjadi Eselon III dan ini ada sejumlah pemerintah daerah yang lembaga BPBD-nya masih Eselon III walaupun kami terus mendorong supaya menaikkan apa namanya level menjadi Eselon II, sebagaimana permintaan dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Masih ada sejumlah daerah di catatan kami masih ada 170 daerah yang masih Eselon III Pak Ketua. Jika nanti undang-undang ini selesai dan sinkron dengan Undang-Undang Nomor 23 maka tidak ada lagi kepala BPBD atau perangkat penanggulangan bencana yang Eselon III seluruhnya Eselon II berdasarkan level apakah provinsi maupun kabupaten/kota ini sudah kita masukan di dalam. Tinggal, apakah dia tipe A, B, C ini hanya menyangkut jumlah stuktural. Kalau tipe A nanti jumlah di bawah 5 kalau tipe B 4 kalau tipe C itu 2 atau 3 jadi tapi tetap Eselon II.

Bapak Ketua yang kami hormati dan kami muliakan.

Data hari ini menunjukkan sudah terbentuk BPBD di 533 daerah. Provinsinya ada 34 semua sudah terbentuk. Kabupaten 396, kemudian kota 83. Hanya ada 29 BPBD yang menggabungkan diri ini atas permintaan Kepala BNPB kami lagi kerjakan supaya dia jangan menggabungkan yang aneh-aneh. Ya ada yang gabung ke Kesbangpol ada yang gabung ke PU itu masih tipe model lama ini ada 29 jadi kurang dari.

KETUA RAPAT:

Itu bukan gabung Pak, Pak Dirjen itu bukan gabung itu menempel.

DIRJEN BINA ADMINISTRASI KEWILAYAHAN KEMENDAGRI (SAFRIZAL, Z.A., M.Si):

Termasuk ke pemadam kebakaran. Nah ini dia kami sedang mengupayakan. Jadi kalau 29 dibagi 542 daerah otonom itu kira-kira 5 atau 4% ini ya. Jadi tinggal sedikit lagi Pak Ketua dan ini dengan rencana dengan keluarnya Undang-undang ini maka nanti akan kita laksanakan. Juga karena BPBD ini adalah rumpun urusan Tramtibum Linmas namanya dimana 1 kluster dengan pemadan kebakaran ya, ada yang menggabung kepada Damkar. Jadi ada BPBD Damkar namanya ada yang namanya Damkar dan BPBD karena apa 1 rumpun tugasnya sangat mirip ya. Namun, Damkar memiliki skill yang lebih atau teknik penyelenggaraan yang lebih rapih.

(14)

- 14 -

Kebetulan damkar di bawah pembinaan kami dan ini beberapa daerah sudah menggabungkan dengan Damkar.

Karena jumlah perangkat daerah bagi daerah itu dibatasi tidak boleh suka-suka ada daerah yang rumpun yang satu jenis itu digabungkan dalam rangka mengefisiensi. Namun fungsinya tidak ada yang hilang semua fungsi terangkum di dalam struktur organisasi yang dibentuk berdasarkan rumpun yang sama ada beberapa yang tidak sama ini kami sedang kerjakan ya rumpunnya sesuai dengan rumpun yang di atur di dalam Undang-Undang Nomor 23. Oleh karenanya Bapak Ketua dan Anggota yang kami hormati kiranya tidak terlalu jauh nanti sinkronisasi antara Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dengan Undang-Undang Kebencanaan sudah kami cek.

Kemudian yang lain yang juga perlu kami laporkan di dalam kesempatan ini, memang ini soal nama. Soal nama ini ada konsekuensimnya. Di dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 itu dikenal 3 fungsi di dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Kesatu, fungsi pelaksana itu di kerjakan oleh dinas. Dinas namanya dinas provinsi atau dinas kabupaten kota. Kedua, fungsi pendukung. Fungsi pendukung itu sekretariat daerah dan sekretariat DPRD tidak menyelenggarakan urusan pemerintahan yang 32 jenis urusan pemerintahan. SSatu lagi adalah urusan penunjang. Dia tidak menyelenggarakan urusan pemerintahan tapi menunjang suksesnya urusan pemerintahan. Seperti atau kalau di daerah dikerjakan oleh badan, badan perencana, badan pengawas, badan keuangan, badan SDM itu adalah rumpun penunjang. Jadi bukan menyelenggarakan urusan pokok.

Nama sekarang untuk BPBD, Badan Penanggulangan Bencana. Jadi kalau menggunakan apa namanya prinsip di dalam Undang-Undang Nomor 23 sebenarnya tidak sesuai dengan prinsip. Tetapi ada keengganan sebagian untuk tetap mempertahankan BPBD, Badan Penanggulangan Bencana, karena sudah cukup populer. Namun dari segi prinsip dia tidak namanya badan tidak padahal kita sudah menempatkan penanggulangan bencana menjadi urusan kelas 1 di dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Oleh karenanya saya pernah menyampaikan jadi dinas saja supaya satu level dengan dinas yang lain. Singkatannya juga mirip kok kalau BPBD menjadi DPBD kalau dari jauh sama kok kedengarannya atau di tulis BPBD di baca DPBD.

Oleh karenanya kalau nanti berkenan di dalam rapat ini bahwa nama nomenklaturnya di serahkan kepada aturan di bawah undang-undang agar perubahannya dan penggabungannya dengan Damkar itu bisa kami atur secara seragam untuk seluruh Indonesia ya. Kemudian kalau menyelenggarakan urusan pokok yang kepala badan menjadi dinas ini menjadi gengsinya sama dengan Dinas PU, Dinas Perumahan, dinas kalau badan kadang-kadang ya. Apalagi badan boleh Eselon III tidak bisa mengkoordinasikan. Padahal fungsi salah satu bencana ini adalah menjadi

(15)

- 15 -

koordinator ya. Kemudian yang memimpin satuan komando jadi harus di bawah dan tentu saja memiliki skill yang cukup Pak Ketua.

Oleh karenanya Pak Ketua yang kami hormati berdasarkan hal itu maka kami perlu menyampaikan perlu penguatan kelembagaan. Tadi adalah struktur dan ini. Personilnya juga terus terang saja beberapa daerah kemampuan menyediakan personil yang cukup ya ini menjadi masalah. Kebanyakan personil yang memiliki kapasitas yang cukup tinggi itu diletakan di dinas-dinas yang memiliki kerumitan pekerjaan yang cukup tinggi ya. Namun beberapa daerah yang sudah memahami ya ini pekerjaan PR sekarang justru mantan kepala PU itu dinas bencana atau badan bencana. Ya jadi kami sering bercanda dengan daerah ya biasanya setelah kepala PU berikutnya BPBD atau sekolah kepala dinas bencana berikutnya kepala PU jadi semangat untuk tetap bersedia untuk menjalankan tugas.

Kemudian juga perlu pengaturan yang cukup baik bagaimana perangkat daerah bencana ini untuk menjalankan fungsi koordinasi, komando, dan pelaksana. Dia juga pelaksana tapi dia juga memimpin proses komando. Kalau dia tidak memiliki kewibawaan yang cukup tidak memiliki skill yang cukup tentu ya tidak berani juga memimpin TNI/Polri di dalam penanggulangan bencana seperti itu ya.

Kemudian juga saat ini kami laporkan juga Pak Ketua yang kami hormati. Kami telah menyusun standar layanan minimal seperti layaknya urusan wajib layanan dasar lainnya. Ada 3 standar yang harus dicapai oleh urusan bencana ini untuk dipenuhi di dalam standar layanan minimal. Kalau di urusan kesehatan mereka memiliki 12 jenis layanan. Kalau di bencana baru kita batasi kepada 3. Tiga saja sudah babak belur Pak Ketua dan pelan-pelan kami tingkatkan seperti dulu urusan kesehatan di awal-awal hanya 6 naik 8, 9 sekarang menjadi 12 jenis layanan yang disediakan oleh.

Untuk bencana di tahap awal memang 3 nanti berikutnya kami akan kembangkan terus sehingga standar yang di hasilkan oleh perangkat daerah di bidang bencana ini bisa kuat sekali di dalam memberikan layanan terutama di daerah-daerah yang zona. Nah sekarang kalau ngomong zona sekarang Covid ini kan zona ini terutama daerah-daerah yang zonanya merah dan orange bencana bagi daerah-daerah yang seperti ini kami akan memberikan atensi khusus kalau diberi kewenangan untuk ikut menyetujuinya perangkat daerah ini tentu kami akan bisa endorse yang lulusan terbaik sehingga perlu diperkuat.

Kemudian juga yang membuat urusan bencana seperti kata sinyalmen Pak Ketua tadi anggaran ala kadarnya ini juga sedang dikerjakan. Tapi bagi beberapa daerah bahkan sekarang urusan bencana ini kadang-kadang dianggarkan di urutan nomor 3 cukup besar Pak Ketua. Di samping itu untuk urusan bencana juga di sediakan pos lainnya yang kita sebut dengan dana tak terduga atau biaya yang tak terduga atau yang disingkat dengan BTT. Ini

(16)

- 16 -

mirip dengan dana siap pakai yang ada di BNBP. Jadi yang di daerah lembaga daerah yang boleh menggunakan BTT ini adalah termasuk BPBD dan Pak Ketua kami laporkan ya walaupun nanti harus kita bahas dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian yang menyelenggarakan urusan lainnya termasuk perencanaan. Kami tidak memberikan batasan karena memang beberapa kementerian, daerah sudah di ... sudah diwajibkan dengan membebani itu terlalu banyak sehingga daerah sendiri protes ya. Namun kami memberi solusi dengan cara daerah boleh menganggarkan dana siap pakai yang tak terbatas tidak perlu direncanakan blok dapat digunakan dapat di tambah setiap saat kalau menganggarkan Rp10.000.000.000,- di pakai 1 minggu habis dalam 1 minggu itu bisa tambah terus. Boleh potong anggaran yang lain jadi dari dana itu yang kita cadangkan dalam rangka penyelenggaraan penanggulangan bencana.

Ada logistik lain yang kurang Pak Ketua dan ini memang harus kita support untuk BPBD. Untuk BPBD sendiri telah kami bangunkan kantor 260 kantor untuk BPBD. Mengapa belum semua? Anggaran Kemendagri sangat kecil Pak Ketua jadi kami harus sisihkan dan kami sudah mengusulkan DAK. Jadi seluruh anggaran penanggulangan bencana di support dengan mekanisme DAK. Karena kalau menggunakan mekanisme permintaan kepada pusat membuat daerah tidak mandiri sehingga kami hitung nanti berdasarkan indikator-indikator kerawanan, indikator kemampuan lalu dapat disupport jika Komisi VIII dapat membantu mensupport DAK kebencanaan maka sebagian kita urusan memperkuat ini akan bisa tercapai. Sudah pernah dianggarkan di tahun 2015, 2016, dan 2017. Namun kemudian di tahun 2018 2019 dihapus mungkin kemampuan keuangan negara yang terbatas.

Bapak Ketua yang kami hormati.

Untuk urusan yang tadi Pak Ketua tanyakan mengenai adanya ketentuan penganggaran wajib, kiranya kita nanti dibahas ulang di cari sesi sendiri supaya nanti jangan saya sampaikan ternyata yang lain belum setuju karena di dalam rancangan pemerintah ajukan sudah ada konsep yang tidak menyetujui adanya anggaran yang diwajibkan berdasarkan prosentase tertentu. Namun Kemendagri bisa mengontrol penganggaran bencana ini melalui evaluasi APBD yang setiap tahun kami lakukan.

Pak Ketua yang kami hormati.

Jangan karena waktunya sampai jam 4 jangan kami borong habis kami cukupkan dulu. Nanti kalau ada waktu tanya jawab kami sisakan untuk tanya jawab.

Wa billahi taufiq Wal hidayah.

Mohon maaf atas segala kekurangan

(17)

- 17 -

KETUA RAPAT:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh

Terima kasih Pak Dirjen Bina Administrasi Wilayah Pak Doktor Safrizal. Saya kira sudah banyak kemajuan tadi lebih progresif dari B menjadi D badan menjadi dinas. Kemudian masalah penganggaran juga luar biasa ada usul DAK kebencanaan. Sekali lagi Sekretariat tolong ditindakan nanti dengan Menteri Keuangan rapat lagi dengan Menteri Dalam Negeri nanti, berarti rapat gabuangan lagi.

Baik Bapak Ibu kita lanjutkan. Tiba saatnya kepada Menteri Menpan-RB yang diwakili oleh Ibu Deputi kelembagaan Ibu Rini Widiantini, dan juga hadir di sini Deputi SDM Aparatur Pak Teguh, dan staf ahli bidang hukum Pak Imanudin.

Silakan Ibu Rini untuk menyampaikan pendapat atau usulan saran undang-undang ini dari Menpan-RB silakan Bu.

KEMENPAN-RB (RINI WIDIYANTINI):

Terima kasih Pimpinan Pak Ketua Komisi VIII Pak Yandri Susanto, Pak Tubagus Ace Hasan.

Selamat siang dan Bapak Ibu sekalian Anggota Komisi VIII .

Izinkan izinkan saya dengan beberapa Eselon I karena kami memang langsung diperintahkan oleh Pak Menteri untuk bersama-sama berdialog dengan Komisi VIII.

Bapak Ibu saya ada beberapa paparan namun mudah-mudahan nanti bisa menjawab apakah nanti bisa di sampaikan oleh Pimpinan berkaitan dengan dua pertanyaan bagaimana yang berkaitan dengan penguatan kelembagaan untuk penyelenggaraan bencana. Pertama, ada 4 bahasan yang ingin kami sampaikan termasuk nanti terakhir saya akan menyampaikan progres mengenai penyederhanaan struktur organisasi atau penyederhanaan pada 2 layer sebagaimana arahan Bapak Presiden.

Ada 5 hal yang ingin kami sampaikan. Pertama adalah barangkali berkaitan dengan masalah tantangan penyelenggaraan penanggulangan bencana yang. Ledua mengenai peta penanggulangan bencana. Nomor 3 adalah penyelenggaraan penanggulangan bencana berdasarkan Undang-Undang 24 tahun 2007 dan kelembagaannya serta terakhir penguatannya.

Bapak, Ibu barangkali ini saya pada secara umum Pak Menpan-RB mendukung sepenuhnya teradap penyusunan kembali atau Revisi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2006 berkaitan dengan kebencanaan. Karena memang kita tahu dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana saat ini

(18)

- 18 -

risiko bencana menjadi semakin meningkat kemudian potensi kerawanan bencana yang beragam pada masing-masing daerah kemudian juga sangat rendahnya sadar bencana.

Nah izinkan kami menyampaikan beberapa peta berkaitan dengan peta kewenangan penanggulangan bencana. Jadi sesuai Undang-Undang Nomor 24 memang pada saat ini ada 3 fase yaitu pra bencana, darurat bencana dan paska bencana dan kami juga mendukung tadi di sampaikan oleh Pak Ketua bahwa nanti pada tahap darurat bencana itu akan dilakukan perbaikan dalam undang-undang ini.

Ini adalah peta yang memang apa namanya bagaimana manajemen ini disaster ini dilakukan berdasarkan masing-masing kewenangan. Nah kewenangan BNPB ini pada saat terjadinya bencana saat ini menjadi komando untuk BNPB dan memang sayangnya pada prakteknya sering sekali BNPB menjadi bukannya berubah-rubah terus yang jadi koordinator. Jadi sebetulnya berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 itu BNPB pada saat terjadi bencana semua instansi pemerintah khususnya tunduk kepada komando daripada BNPB. Itu dari apa namanya rule daripada Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2006.

Selanjutnya Bapak dan Ibu ini penanggulangan penyelenggaraan berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 ada 3 hal ada 4 hal yang menjadi penyelenggaraannya yang ini akan dilakukan transformasi melalui undang-undang baru, RUU yang baru yaitu yang pertama berkaitan dengan masalah tanggung jawab dan wewenang. Yang kedua tahapan penyelenggaraan tahapan bencana dan terakhir masalah pendanaan dan pengawasan. Ini sudah di atur lengkap dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 yang tentu saja saat ini masih perlu banyak dilakukan perubahan. Ini ada beberapa aspek yang mungkin barangkali saya skip saja karena ini karena ini sudah di lakukan perubahan. Tapi menurut saya ini menjadi salah satu yang sudah di masukan ke dalam RUU berkaitan dengan aspek-aspek yang belum menjadi perhatian di dalam undang-undang yaitu aspek kerawanan, pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, prakiraan peringatan, tanggap darurat, serta rehabiliatsi rekontruksi.

Nah selanjutnya mungkin Pak Pimpinan saya akan lebih fokus kepada bidang kelembagaan. Jadi memang saat ini ada BNPB yang merupakan lembaga pemerintah non departemen pertama dulu ya memang Undang-undang inikan munculnya sebelum Undang-Undang Kementerian Negara. Jadi BNPB masih disebutkan pemerintah non departemen sekarang sebetulnya masukan sebagai lembaga pemerintah non kementerian. BNPB tadi atas usul pengarah dan fungsi, koordinasi, komando dan prlaksana. Ini menjadi sangat-sangat penting dan saya melihat di RUU yang baru fungsi komando menjadi diperkuat. Karena memang pada saat terjadi bencana memang harus ada yang menjadi komando dan harus di berikan kepada

(19)

- 19 -

BNPB supaya instansi pemerintah itu bisa tunduk kepada komando BNPB pada saat terjadi bencana.

Selanjutnya untuk pemerintah daerah tadi Pak Dirjen sudah menyampaikan bahwa memang di dalam Undang-Undang 23 mengenai Urusan Penanggulangan Bencana ini merupakan urusan wajib memang sebetulnya menjadi dinas. Namun demikian waktu itu para pemerintah daerah meminta supaya tidak dilakukan perubahan karena BNPB merupakan lembaga yang sudah dikenal begitu sebagaimana yang disampaikan Pak Dirjen tadi. Sehingga di dalam PP Nomor18 itu di Pasal 17 dan PP Nomor 17 yang sudah diubah menjadi PP Nomor 72 tahun 2019. Nah maka khusus untuk BNPB namanya masih badan tetapi saya kira memang sebaiknya supaya terjadi sinkronisasi dengan urusan-urusan yang lain saya juga sependapat dengan yang disampaikan oleh Pak Dirjen memang sebaiknya menajdi dinas. Memang di ada pengecualikan di PP 18 nanti di PP Nomor 18 kita bisa rubah begitu.

Nah kemudian juga kelembagaan BNPB yang lama seperti ini termasuk di … birokrasi. Mah berikutnya yang karena di dalam BNPB ini ada unsur pengarahnya ada unsur pelaksana dan ini menjadi satu-satunya lembaga pemerintah non kementerian yang saat ini ada unsur pengarahnya begitu ya ini agak yang LPMK lain tidak ada unsur pengarahnya yang ini ada unsur pengarahnya. Fungsinya yang paling penting barangkali adalah fungsi koordinasi komando dan pelaksana. Yang utamanya adalah fungsi komando pada saat terjadi bencana yaitu pengarahan sumber daya manusia, logistik dan sebagainya ini berdasarkan undang-undang yang lama Bapak.

Nah lalu bagaimana stategi penguatannya ke depan? Nah strateginya barangkali pertama adalah yang paling penting adalah tadi di sampaikan perlu disusun rencana induk terkait penanggulangan bencana yang mencakup sinergitas antara KLD. Artinya bahwa tadi kita melihat ada peta kewenangan dan lembaga bagaimana melakukan rencana induk dan ini nampaknya sudah di lakukan oleh BNPB.

Kemudian yang kedua adalah proses bisnis. Penerapan proses bisnis antara BNPB dengan BPBD dan instansi pemerintah menjadi sangat-sangat penting. Semua yang bottleneck yang terjadi di dalam penyelenggaraan atau kebencanaan ini biasanya terjadi karena proses bisnis yang tidak jelas bagaimana hubungannya BNPB dengan BPBD ini sering sekali putus. Nah sebaiknya undang-undang ini sudah mengatur mengenai proses bisnis undang-undang itu supaya nanti tidak terjadi benturan-benturan lagi begitu. Jadi proses bisnis ini menjadi satu kekuatan di dalam bagaimana kita membangun managemen disaster yang ke depannya.

Kemudian yang kedua bagaimana koordinasi dan integrasi sinkronisasi yaitu karena pemetaannya tadi sedemikian banyak peta yang merasa

(20)

- 20 -

berkaitan dengan berkaitan dengan masalah penanggulangan bencana maka yang ketiga adalah bagaimana perlu ada strategi koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi antar kementerian lembaga dan daerah di bidang penanggulangan bencana. Peningkatan ini kapasitas kelembagaannya termasuk dari people dari prosesnya sampai kepada infrastruktur.

Nah oleh karena itu barangkali di dalam undang-undang tadi masalah kelembagaan perlu clear sebetulnya mana yang menjadi kewenangan pemerintah pusat mana yang menjadi kewenangan pemerintah daerah itu harus betul-betul clear supaya tidak terjadi dispute. Nah Pemerintah BNPB mungkin bisa menjadi tadi ada 3 hal koordinator sebagai pelaksana maupun sebagai komando itu nanti titik beratnya kepada 3 hal tersebut. Kalau daerah mungkin lebih fokus kepada fungsi pelaksanaanya.

Nah oleh karena itu tidak perlu lagi nanti di tur dalam undang-undang bagaimana pengaturan di daerah karena nanti akan tumpang tindih dengan BPBD tadi. Itu cukup diatur nanti karena diatur dalam peraturan Presiden karena turunannya dia harus membuat bisnis proses, dia harus melakukan hasil sinkronisasi maka desain kelembagaannya nanti ada beberapa unit-unit yang melakukan pelayanan secara regional kepada BPBD yang ada di daerah begitu. Nah nanti kita juga kita siapkan dan kami juga sudah banyak diskusi dengan BNPB.

Yang berikutnya adalah saya beberapa waktu yang lalu yang menjadi persoalan adalah berkaitan perlu atau tidaknya di sebutkan BNPB di dalam undang-undang. Ini menjadi salah satu persoalan yang di sampaikan oleh ke Pak Doni kepada Menpan beberapa waktu yang lalu. Sebenarnya apa yang kami sampaikan itu mencontoh di Undang-Undang Cipta Kerja ada beberapa nomenklatur yang nampaknya Presiden tidak berkenan dengan beberapa nomenklatur karena fungsinya selalu berubah. Sebetulnya yang diinginkan adalah hanya menyebutkan apa namanya bahwa memang ada badan tetapi masalah namanya diberikan kepada Presiden sebetulnya dulu seperti itu, supaya memudahkan nanti akan ada penambahan kewenangan baru dari Presiden tidak perlu lagi merubah undang-undang.

Namun demikian Pak Pimpinan Pak Menteri kemarin sudah berdialog juga dengan Pak Doni dan kami juga sudah bersurat kepada apa namanya Menteri Sosial sebagai lementerian yang mengkoordinasikannya bahwa Pak Menpan tidak keberatan untuk menyebutkannya nama BNPB. Namun demikian mungkin kami menyarankan dipenjelasannya misalkan disebutkan barangkali atau nama lainnya atau sebutan lainnya. Jadi Presiden masih bisa punya apa namanya kewenangan kalau tiba-tiba di tengah jalan untuk membuat perubahan. Jadi ini ditambahkan apa namanya penyebutan nama ini.

Kemudian selanjutnya Bapak Pimpinan tadi di tanyakan masalah penyederhanaan birokrasi. Jadi alhamdulillah BNPB sudah termasuk instansi

(21)

- 21 -

pemerintah yang telah melakukan penyederhanaan struktur organisasi dan ini sudah 53% sudah dialhikan sudah melakukan perampingan. Memang ada beberapa yang memang masih kita bermasalah nanti Pak Deputi bisa menambahkan karena memang kepada lembaga-lembaga yang memang diisi oleh TNI dan Polri. Karena sistem ASN dengan sistem SDM TNI dan Polri berbeda. Nah kalau pendekatan di dalam struktur organisasi kita punya beberapa persyaratan. Jadi tidak semua Eselon II dan IV itu bisa dihapuskan. Jadi memang layernya dua layer setiap instansi Pemerintah tapi kami punya persyaratan tidak semua jabatan itu bisa dialihkan kepada jabatan fungsional.

Nah selanjutnya mungkin mohon izin di-share ininya ini ada roadmaps-nya Pak Pimpinan. Jadi ada beberapa hal dalam penyederhanaan organisasi. Pertama adalah penyederhanaan struktur, penyederhanaan struktur yang kita akan lakukan sampai tahun 2021 karena Presiden sudah secara jelas menyampaikan akan organisasi pada dua level saja. Kemudian setelah itu kita lakukan transformasi jabatannya itu bagaimana jabatan-jabatan itu yang kita hilangkan karena kita tentu saja memperhatikan bagaimana nasib daripada PNS yang dialihkan jabatannya dengan tidak mengurangi apa namanya output atau outcome atau strategi yang sudah di bangun untuk setiap organisasi. Yang ketiga adalah perlu di lakukan perbaikan transformasi manajemen kerja. Dengan 2 layer tentu transformasi kinerjanya juga harus berubah dengan mengedepankan IT pola yang sedang kita kembangkan. Jadi kita masih dalam proses dan yang terjadi dengan adanya Covid memang blessing-nya kita percepatan di dalam apa namanya penggunaan IT di dalam tata kelola pemerintahan.

Selanjutnya syarat-syarat yang ini adalah model struktur organisasi berbasis fungsionalnya begini Pak. Jadi struktur organisasinya ada di JPT Madya di JPT Pratama di kementerian itu langsung di bawahnya JPT jabatan fungsional. Jadi menjadi squad team jadi bisa fleksibel, changeable, sama movable. Artinya setiap jabatan fungsional itu bisa bergerak seperti organisasi matriks ini yang sedang kita bangun. Tentu saja ini yang masih dibutuhkan beberapa perbaikan beberapa peraturan-peraturan pemerintah atau peraturan-peraturan SDM. Tapi secara umum ini adalah struktur yang sedang kita coba bangun.

Lanjut lagi ini apa namanya apa yang sudah kita lakukan Pak sampai hari ini sampai 11 November, 10 November sebanyak 36.000 sudah kita lakukan penyederhanan baru di K/L dan ini di pemerintahan daerah juga sedang kita lakukan. Nah ada beberapa persyaratan yang memang di lakukan misalnya cerita di pemerintah daerah itu tidak seluruhnya, sebentar itu kurang slidenya saya bacakan saja mohon izin. Sebentar Pak. Jadi ada beberapa persyaratan yang saya sampaikan tadi tidak seluruhnya jabatan itu bisa dialihkan atau diinikan kepada jabatan fungsional. Syaratnya adalah dia tidak melaksanakan fungsi atributif begitu Pak. Kemudian juga yang itu tidak bisa di alihkan atau dia membangun kewilayahan seperti itu.

(22)

- 22 -

Nah jadi misalnya camat atau lurah bukan termasuk di hilangkan ya memang tetap harus ada karena dia memimpin kewilayahan. Tetapi kalau misalnya jabatan-jabatan yang memang sebetulnya bisa ada jabatan fungsionalnya dan bisa di lihkan jabatan fungsional maka kita dorong jabatan fungsional tapi kepala-kepala kantor tidak kita hilangkan. Misalnya kepala BPBD ya karena dia itu ya karena dia itu misalnya di kabupaten/kota tetap ada karena dia kepala kantor. Jadi memang kita betul-betul melakukan apa namanya kriteria yang cukup ketat terhadap hal tersebut dan saat ini Kementerian Dalam Negeri juga sudah mendorong dilakukan penyederhanan birokrasi. Yang saya sampaikan tadi adalah penyederhanaan struktur yang masih ada di K/L Pak jadi belum sampai ke daerah.

Demikian Barangkali Pak Ketua Bapak Pimpinan yang saya hormati serta Para Anggota yang saya hormati. Saya kira itu yang bisa saya sampaikan dan kami siap untuk melakukan dialog dengan Bapak Ibu sekalian.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

KETUA RAPAT:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh

Terima kasih Ibu Rini Deputi kelembagaan dan saya memang waktu Pak Menpan-RB berkunjung ke BNPB juga kita dapat laporan bahwa tetap setuju BNPB karena yang kita khawatirkan di awal pendapat pemerintahan rapat gabungan empat menteri di situ sudah pendapat awal pemerintah mengatakan BNPB tidak perlu disebutkan dalam undang-undang. Itu langsung heboh jagat raya Pak bagaimana mungkin di tengah pandemi banyak bencana BNPB dibubarkan. Itu isunya sehingga dengan ini clear justru kita ingin memperkuat lembaga ini. Termasuk tadi badan menjadi dinas Ibu Rini pastilah mendapat mandat dari Pak Cahyo Pak Menteri, berubah menjadi dinas.

Tapi yang tadi belum di jawab itu satker itu Bu karena dari uraian beberapa kami raker dengan Pak Doni itu perlunya 7 satker kalau saya tidak salah dengan sentrum-sentrum bencana itu untuk mendekatkan koordinasi karena kalau semua dari BNPB tanpa koordinasi antar lintas daerah itu artinya perlu surat khusus dari Menteri Menpan-RB kalau disetujui atau tidak nanti. Walaupun itu Undang-undangnya kita sebutkan tapikan tentu tidak hanya dari Menpan-RB.

Baik Bapak Ibu kita kasih kesempatan kepada para Anggota yang pertama Pak John yang, kedua Pak Achmad, Pak Bukhori. Pak Rudi mau bertanya? Silakan Pak Achmad, setelah Pak Jhon, Pak Achmad, dan Pak Bukhori. Silakan Pak Jhon.

(23)

- 23 -

F – P GOLKAR ( H. JOHN KENEDY AZIS, S.H. ) : Terima kasih Pimpinan.

Bismillahirrahmannirrahim

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Pimpinan dan Anggota Komisi VIII yang saya hormati.

Ibu dan Bapak-bapak dari Menpan-RB dari Menteri Dalam Negeri dan seluruh jajaran yang saya hormati.

Secara pribadi saya mengapresiasi apa yang telah Bapak dan Ibu sampaikan terhadap tanggapannya dalam hal penguatan kelembagaan dalam penyelenggaraan bencana, dan saya berterima kasih Ibu saya tanggapi dulu dari Ibu. Ibu mendukung tentang revisi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Ada beberapa Kementerian lembaga di bawah Komisi VIII Bu sebagai mitra Komisi VIII salah satunya adalah BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana). Kami tahu betul bagaimana kelembagaan BNPB ini karena itu mitra kami begitukan ya prestasinya sangat luar biasa. Apalagi dikaitkan dengan sebagaimana yang di sampaikan oleh Pak Dirjen tadi bahwa negara Republik ini adalah termasuk negara penuh dengan bencana.

Oleh karena itu karena masih kurangnya keleluasaan dari BNPB ini mengelola bencana itu sendiri makanya kami berhasrat untuk menambah kewenangannya. Dalam arti quote and quote penguatan daripada kelembagaan penanggulangan bencana itu sendiri. Tapi kami justru sedih Bu Bapak, di dalam naskah RUU-nya BNPB-nya tidak ditemukan. Hilang, kata BNPB di naskah RUU-nya itu hilang. Sehingga bagi kami sendiri sehingga menjadi ini lho kok bukan di kuatkan malah justru di hilangkan ini interpretasi kami Komisi VIII. Sehingga dengan demikian kami merasa perlu untuk mengundang Ibu dan Bapak Dirjen di dalam rapat Komisi ini, inilah prioritas kami mengundang Ibu bagaimana sebenarnya dalam konteks itu. Sebab, tidak menuntut kemungkinan dalam hal penyusunan itu tidak melibatkan Menpan-RB dan Kementerian Dalam Negeri.

Kalau soal prestasi soal BNPB itu sendiri sebagaimana saya sampaikan dari awal apa yang saya tanggapi ini adalah sudah tidak usah di ragukan lagi. Apalagi pada saat wabah pandemi Covid-19 ini BNPB juga adalah sebagai garda terdepan di dalam hal penanggulangan wabah pandemi Covid-19. Saya membaca secara baik naskah yang telah diterima dan kami justru itu kami melakukan suatu apa namanya suatu konsolidasi bagaimana ini sebenarnya itu yang pertama.

Terus yang kedua adalah tujuan kami tadi sudah saya sampaikan bahwa kami tidak mau itu dihilangkan Ibu. BNPB itu tidak mau dihilangkan

(24)

- 24 -

atau digabungkan dengan kementerian/lembaga yang lain kami tidak mau. Justru itu kami merasa berdosa sendiri ini inisiatif kami kok justru ini berkurang. Jadi sungguh kami tidak mau kalau seumpamanya itu dilemahkan atau di gabungkan atau apapun namanya sehingga BNPB itu menjadi kecil. Justru ingin kami sekali lagi saya sampaikan justru itu kita ingin dikuatkan.

Nah kecurigaan saya terhadap apa namanya BNPB itu diinikan kepada kelembagaan yang lain dari apa yang disampaikan oleh Pak Dirjen. Pak Dirjen selalu hanya menyampaikan BPBD-BPBD dalam arti dimana BNPB-ny? Dari presentasi Pak Dirjen selalu mengatakan hanya BPBD-BPBD. Nah timbul pertanyaan saya sama Pak Dirjen dimana menginduknya BPBD itu? Apakah ke Kementerian Dalam Negeri? Apakah Kementerian Sosial ataukah ke BNPB yang selama ini ada?

Justru yang kami inginkan mengundang Kementerian Dalam Negeri selama inikan memang BPBD itu di bawah sebagaimana yang kita ketahui BPBD provinsi ada BPBD kabupaten/kota ya. Hormatnya dan takluknya ada di bawah gubernur dan bupati dan walikota. Inilah yang kami lihat koordiansi dari BNPB ke BPBD ini yang menjadi lambat. Karena menurut hemat saya ini ada 2 matahari di sini ini. Makanya kami mengundang dari Kementerian Dalam Negeri, sebaiknya bagaimana supaya maksud dan tujuan dari kebijakan dari kebijakan penguatan kelembagaan penyelenggaraan bencana ini sesuai dengan yang diharapkan oleh rakyat Indonesia, yang di harapkan oleh masyarakat Indonesia.

Kita sudah banyak mempunyai pengalaman terhadap bagaimana daerah-daerah tersebut dalam hal penanggulangan bencana. Karena dua matahari ini menurut hemat kami menjadi lamban. Dis isi lain ada suatu keengganan bagi BNPB dalam konteks memerintah BPBD. BPBD ada juga bahwa sayalah lapor dulu ke atasan saya dan lain sebagai macamnya. Inilah koordinasi yang seperti ini yang kami sangat-sangat perlukan dengan Kementerian Dalam Negeri.

Ibu-ibu Bapak-bapak yang saya hormati.

Saya pikir memang kita perlu menyamakan visi kita atau setidak-tidaknya memahami visi dan keinginan kami dari Komisi VIII ini supaya Ibu, Bapak bisa maklum. Kami sekali lagi saya ulangi dan saya garis bawahi, kami dari Fraksi Partai Golkar saya secara pribadi Fraksi Partai Golkar dengan seizin Pimpinan saya Bapak Ace kami tidak mau ini dilemahkan kami tidak mau ini digabungkan BNPB adalah BNPB dan berdiri sendiri dan mempunyai nomenklatur tersendiri.

Terima kasih mohon maaf. Wa billahi taufiw wal Hidayah.

(25)

- 25 -

WAKIL KETUA ( Dr. H. Tb. ACE HASAN SYADZILY M.Si. F – P GOLKAR) : Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh

Terima kasih Pak John. Selanjutnya Pak Achmad silakan Pak.

F – P DEMOKRAT ( Drs. H. ACHMAD, M.Si ) : Terima kasih, Pimpinan.

Bismillahirrahmannirrahim

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Pimpinan serta Anggota baik yang hadir di sini dan virtual yang saya hormati. Selanjutnya dari Dirjen Bina Administrasi Wilayah beserta staf.

Ibu Rini Deputi Kelembagaan; dan Pak Teguh dari Deputi SDM;

dari Hukum dari Menpan-RB yang kami hormati.

Inikan Pak Ketua inikan seram yang kita hadapi bencana alam ya? Jadi supaya suasana ini jangan stres kita saya beri sebuah pantun Pak. Izin Pak Pimpinan, boleh?

Bukan tomat sembarang tomat. Tomat di tanam di Ponpes Gontor. Bukan Achmad sembarang Achmad.

Achmad sekarang ini sudah menjadi doktor.

Tadi pak John serius stres kita ini perlu ini bukan promosi Pak hanya memberi tahu saja kita Pak ketua Pimpinan terima kasih.

Baik ya, Pak Dirjen Bu Deputi kami meninjau dari beberapa aspek pentingnya kelembagaan ini. Pertama, dari aspek filosofis dimana dalam Undang-Undang Dasar ‘45 Pembukaan dikatakan bahwa “suatu kewajiban bahwa negara pemerintah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia” Jadi melindungi ini termasuklah bencana alam. jadi secara filosofis itu Undang-Undang Dasar kita sudah amanatkan kepada penyelenggara negara ini bahwa suatu kewajiban melindungi. Jadi oleh sebab itu kami kira melindungi ini terhadap ancaman, kenyamanan, keamanan, keselamatan terhadap bencana ini itu secara filosofis.

Kemudian secara aspek sosiologis Indonesia merupakan salah satu negara yang berada di daerah rawan bencana faktor sosial menimbulkan banyak korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian ekonomi, dampak psikologis, dan segala macam tentu dapat menghambat pembangunan nasional. Ini juga salah stau faktor pentingnya kelembagaan ini dari aspek sosiologis.

(26)

- 26 -

Kemudian dari aspek yuridis, dari hukum. Memang sudah ada Undang-Undang 24 Tahun 2007 tapi undang-undang ini dengan perkembangan dengan percepatan bencana ini sekarang ini tidak sesuai lagi. Jadi dari aspek hukum pun dia mendapat dukungan untuk dirubah sebagai gambaran dari kita terakhir 2019 itu 3.818 bencana alam dalam satu tahun. Sedangkan hari hanya 365 hari. Artinya apa setiap hari terjadi 10 bencana alam di Indonesia ini rata-rata per hari. Ini juga menjadi landasan yang kuat secara fakta di lapangan.

Kemudian dari aspek program ya, Bappenas itu sudah memasukkan bencana alam ini aspek yang ke 7 dari skala prioritas secara nasional. Artinya apa dari Bappenas ini penting, kelembagaan ini penting. Dari sekian program Bappenas itu nomor 7 dia. Kementerian kita saja 34 kementerian sudah berapa tambah badan dan seterusnya dia posisi ke tujuh jadi kami kira Ketua sangat penting sekali bahwa kelembagaan itu.

Kemudian dari aspek substantif, aspek dia itu sendiri Indonesia ini menjadi salah satu dari 35 negara yang di nyatakan World Bank sebagai negara ancaman bencana tertinggi di dunia. Yang keduanya, letak geografis kita sebagaimana kita maklumi ya. Kita ada di lempeng Australia kemudian apa namanya mempunyai Gunung Merapi yang aktif. Jadi di ebut juga kita ring of fire. Ini juga menyebabkan lembaga ini dari sisi letak geografis itu ada di lempeng patahan itu. Kemudian dari itu 295 tanah lempeng yang setiap waktunya terjadi gempa kecuali Kalimantan. Ini mungkin salah satu pertimbangan Pak Jokowi maka Kalimantan sebagai Ibu kota negara terbebas dari bencana. Kemudian terletak di 3 pertemuan sub Indonesia, Australia, Indonesia Pasifik yang mengakibatkan gempa secara besar di ikuti oleh tsunami ini terjadi tahun 2004 yang lalu yang terakhir di Aceh.

Kemudian dari sisi musim ya. Setiap tahunnya kalau musim kemarau itu terjadi kebakaran hutan. Contohnya kami di Provinsi Riau yang terparah itu 2015 sampai 3 bulan itu. Jadi kita ini di hadapkan 2 musim kalau musim kemarau terjadi kebakaran hutan. Kalau di musim hujan itu mengancam banjir longsor. Nah ini 2 musim yang berlawanan sehingga ini juga memerlukan penanganan suatu lembaga.

Seterusnya dari apa namanya dari sisi substansi itu tadi memang berefek kepada anggaran ya. Nah ini mungkin perlu di undang-undang itu kalau di BNPB ini di jadikan undang-undang baik BNPB sendiri dengan PBN menyisihkan 2% dari total APBN. Kemudian dari kabupten/kota dan Provinsi 2% di anggaran ini, ini anggaran stand by sesuai apa yang disampaikan pak Dirjen Administrasi wilayah itu tadi ini dana siap pakai. Nah saya Pak, lebih kurang 2 periode Bupati itu dulu disebut dengan pos tak tersangk. Jadi pos tak tersangka itu 10% dari total APBD. Jadi kalau APBD-nya Rp3.000.000.000.000,- itu Rp300.000.000.000,- stand by uang. Jadi ini

(27)

- 27 -

minimal 2% di anggarkan dari sisi penganggaran akibat dari pentingnya kelembagaan ini.

Kemudian secara struktural nah ini yang menjadi persoalan iyakan walaupun kita tahu gubernur itu perpanjangan tangan pusat tapi dominan daerahnya lebih kuat kalau urusan daerah ini. Jadi kelembagaan selama ini BNPB tidak punya jalur komando kepada BPBD baik provinsi maupun di kabupaten/kota ini. Kendala ini Pak karena komandonya seperti yang Pak John tadi gubernur dengan gubernur bupati, walikota. Nah ini perlu didudukan nanti bagaimana jalur komando ini? Sehingga terjadi bencana tidak tunggu menunggu tidak tolak menolak ini hambatannya situ struktural koordinasinya. Nah ini menjadi kendala sehingga nanti kita harapkan di dalam undang-undang yang akan dibuat rancangannya ini seperti apa kewenangan dari BNPB pusat ini terhadap BPBD di daerah baik itu provinsi, kabupaten/ kota sehingga dia tidak memerlukan apa kewenangan atau perintah dari gubernur lagi BPBD ini. Nah itu persoalan juga sehingga menyebabkan nanti di dalam penyelenggaraan itu terjadi hambatan.

Kemudian juga di singgung ini kebetulan Pak Menteri Dalam Negeri ada Pak. Ini terus terang ya kepala daerah ini menganggap BPBD itu organisasi atau struktur yang sekian yang seperti tidak berguna Pak. Jadi ini mungkin dari undang-undang itu perlu dibuat turunan dari Permendagri. Jadi ini memang penting itu dan disarankan itu Eselon II Pak jangan Eselon III. Karena apa? Karena dia Eselon II itu akan mengkoordinasikan dengan Kapolres atau kabupaten/kota akan koordinasikan dengan Dandim dan Kejari dan seterusnya. Kalau di Eselon III bagaimana psikologis dia? Begitu pula di provinsi dia koordinasikan dengan Kapolda dengan Kejati dengan apa namanya Danrem. Ini perlu Eselon, Bu Rini kan masalah Eselon ini karena Eselon II itu selevel dia itu.

Kemudian mengenai badan sebetulnya Pak, sebetulnya sruktural badan ini lebih tinggi dari pada dinas. Kalau di daerah itu badan itu lebih terhormat karena badan itu akan menjadi asisten. Tapi kalau dinas operasional dia. Badan ini seperti Badan Perencanaan Pembangunan Daerah itu lebih tinggi dari pada dinas iyakan? Kemudian Badan Pendapatan Daerah sekarang ini. Jadi sebetulnya sekarang ini image-nya badan itu lebih bergengsi dari pada dinas. Jadi keliru Pak kalau Pak Dirjen mengatakan tadi supaya jadi dinas tidak kalau saya kalau pengalaman kami di daerah keliru itu. Badan itu lebih bergengsi Pak kalau ibaratnya Eselon II B itu Eselon II B plus, fakta empiriknya seperti itu. Jadi karena di pusat itu badan alangkah baiknya juga dia badan begitu. Jadi induk melahirkan anak sesuai begitu kira-kira begitu Pak Ketua ya? Ini anaknya beda, induknya lain begitu jadi masalah juga begitu lho. Jadi kami menyarankan itu lebih baik badan juga BPBD itu cuma Eselonnya dinaikkan. Dalam catatan kementerian ada 10 Pak Kabupaten kota sampai hari ini tidak membentuk kan? Mungkin dia

Referensi

Dokumen terkait

Sampah bahan berbahaya beracun (B3) rumah tangga dengan warna merah yang diberi lambang khusus atau semua ketentuan yang berlaku (Departemen Pekerjaan Umum, 2002).. Pola

Akan tetapi, ekspresi seni yang ada pada setiap etnis memiliki tingkat tumbuh dan perkembangan sendiri-sendiri (Wijayadi, dkk., 2000:vii). Penelitian ini menekankan

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan manfaat dan pengetahuan bagi para pembelajar bahasa Jerman mengenai ungkapan idiomatik dalam bahasa Jerman dan

A. Berdasarkan karakteristik demografis di atas karakteristik negara berkembang sesuai angka.... Jarak kedua kota tersebut adalah 50km. Jika antara kedua kota tersebut

Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Bapak Rusdianto R, Ir., M.Sc , Ph.D, selaku dosen pembimbing yang dengan sabar telah banyak memberikan

Penelitian ini senada dengan konsep dan penelitian sebelumnya yaitu, Pertumbuhan pribadi setiap individu adalah suatu pengalaman dalam diri untuk mengembangkan

1) Mengujikan soal pilihan ganda berdasarkan hasil uji coba yang telah diperbaiki kesalahan-kesalahan yang terdapat di dalamnya kepada siswa kelas VII C untuk

Metode analisis data yang digunakan adalah metode analisis data deskriptif kualitatif, yaitu suatu penelitian yang bertitik pada masalah yang ada sekarang,