• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan lisan maupun tidak langsung (Purwanto, 2008). Sedangkan. yang mempunyai arti antara sesama manusia.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan lisan maupun tidak langsung (Purwanto, 2008). Sedangkan. yang mempunyai arti antara sesama manusia."

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Kompetensi Komunikasi

Kompetensi komunikasi adalah tingkat keterampilan penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahu dan mengubah sikap, pendapat atau perilaku secara keseluruhan baik secara langsung dengan lisan maupun tidak langsung (Purwanto, 2008). Sedangkan menurut Suprapto (2011) “komunikasi merupakan suatu proses interaksi yang mempunyai arti antara sesama manusia”.

Menurut Devito (2011) “kompetensi komunikasi mengacu pada kemampuan seseorang untuk berkomunikasi secara efektif”. Kemampuan ini mencakup hal-hal seperti pengetahuan tentang peran lingkungan (konteks) dalam mempengaruhi kandungan (content) dan bentuk pesan komunikasi. Misalnya, pengetahuan bahwa suatu topik mungkin layak dikomunikasikan kepada pendengar tertentu di lingkungan tertentu tetapi mungkin tidak layak bagi pendengar dan lingkungan yang lain.

Menurut Devito (2011) dimensi-dimensi dari kompetensi komunikasi adalah antara lain sebagai berikut :

a. Motivasi komunikasi.

sering kali terkait dengan kesediaan seseorang untuk mendekati atau menghindari interaksi dengan yang lain. Kebanyakan penelitian motivasi komunikasi masuk dalam kerangka karakteristik, kejengahan seperti rasa takut komunikasi atau rasa

(2)

malu Skala motivasi dirancang untuk mengukur kesediaan seseorang untuk memperluas empati, mengatur interaksi, dan menyesuaikan komunikasi di dalam organisasi.

b. Pengetahuan komunikasi.

Untuk membuat rencana tindakan, sering kali disebut sebagai skenario komunikasi. Pengetahuan ini diraih melalui pendidikan, pengalaman, dan dengan pengamatan

c. Ketrampilan komunikasi.

Mencakup kinerja aktual dari perilaku. Hal ini sering kali merupakan bagian yang sulit bagi komunikator – mengubah motivasi dan rencana menjadi tindakan. Individu sering kali termotivasi untuk berkomunikasi dan memiliki pengetahuan, namun kurang ketrampilan dalam pengkomunikasiannya secara aktual. Banyak ukuran ketrampilan mencakup variabel-variabel terkait seperti orientasi lain, kejengahan sosial, keekspresifan, manajemen interaksi. Pendekatan pendekatan ketrampilan lain fokus pada kemampuan psikomotor – kemampuan seseorang untuk berbicara, mendengar, melihat dan mengungkapkan pesan secara non-verbal dalam situasi tertentu. Ketrampilan yang dibutuhkan oleh organisasi termasuk pembinaan hubungan, menyimak dan mengikuti instruksi, memberikan umpan balik, bertukar informasi, mencari umpan balik, dan penyelesaian masalah.

(3)

komunikasi adalah kemampuan, keterampilan serta pengetahuan seseorang dalam berkomunikasi dan berinteraksi antar sesama manusia.

2. Kecerdasan emosional (EQ)

Pada buku Daniel Goleman yang berjudul Emotional Intelligence. Goleman (2009) menjelaskan bahwa “kecerdasan emosional atau Emotional Intelligence merujuk kepada kemampuan mengenai perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain”. Sedangkan menurut Agustian (2009) “kecerdasan emosional diartikan sebagai kemampuan yang menunjukkan bagaimana seseorang secara efektif mampu berhadapan dengan emosi baik dari dalam dirinya maupun dari orang lain”.

Menurut Agustian (2009) “kecerdasan emosional (emotional intelligence) adalah kemampuan seseorang untuk mendeteksi serta mengelola petunjuk-petunjuk dan informasi emosional. Orang-orang yang mengenal emosi-emosi mereka sendiri dan mampu dengan baik membaca emosi orang lain dapat menjadi lebih efektif dalam pekerjaan mereka”.

Menurut Agustian (2009) Kecerdasan emosional terdiri dari 5 dimensi diantaranya adalah :

a. Kesadaran diri, kemampuan untuk menyadari apa yang dirasakan b. Pengelolan diri, kemampuan untuk mengelola emosi dan rangsangan

sendiri.

c. Motivasi diri, kemampuan untuk bertahan dalam menghadapi kemunduran dan kegagalan.

(4)

d. Empati, kemampuan untuk merasakan bagaimana perasaan orang lain. e. Keterampilan sosial, kemampuan untuk menangani emosi orang lain.” Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional adalah kumpulan keterampilan, kemampuan yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berhasil dalam menghadapi tuntutan dan tekanan lingkungan serta menggunakannya secara efektif sebagai motivasi diri dan mengendalikan diri untuk mencapai tujuan yang produktif.

3. Kecerdasan Spiritual (SQ)

“Kecerdasan spiritual merupakan landasan yang diperlukan untuk memfungsikan kecerdasan emosional dan kecerdasan intelektual secara efektif, sehingga kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan tertinggi” (Agustian (2009). Tingkat spiritual yang tinggi dan berkembang baik mampu memaknai penderitaan hidup dengan memberi makna positif pada setiap peristiwa, masalah, bahkan penderitaan yang dialaminya. Dengan memberi makna yang positif itu, ia mampu membangkitakan jiwanya dan melakukan perbuatan dan tindakan yang positif (Notoprasetyo, 2012).

Menurut Zohar dan Marshall (2007) menjelaskan kecerdasan spiritual sebagai kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai yaitu kecerdasan untuk menempatkan prilaku hidup kita dalam makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seorang akan lebih bermakna dibandingkan yang lain. Sedangkan menurut Agustian (2009) mendefinisikan kecerdasan spiritual adalah kemampuan memberi makna

(5)

ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan melalui langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah, menuju manusia yang seutuhnya dan memiliki pola pemikiran integralistik serta berprinsip hanya karena Allah.

Zohar dan Marsyal (2007) memberikan delapan dimensi untuk menguji sejauh mana kualitas kecerdasan spiritual seseorang. Barometer kepribadian yang dipakai meliputi:

a. Kapasitas diri untuk bersikap fleksibel, seperti aktif dan adaptif secara spontan.

b. Memiliki tingkat kesadaran (self-awareness) yang tinggi. c. Kemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaan

(suffering)

d. Kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai-nilai. e. Keengganan untuk menyebabkan kerugian yang tidak perlu

(unnecessary harm).

f. Memiliki cara pandang yang holistik, dengan melihat

kecenderungan untuk melihat keterkaitan di antara segala sesuatu yang berbeda.

g. Memiliki kecenderungan nyata untuk bertanya: ”Mengapa” (”why”) atau ”Bagaimana jika” (”what if?”) dan cenderung untuk mencari jawaban-jawaban yang fundamental (prinsip dan

mendasar).

h. Menjadi apa yang disebut oleh para psikolog sebagai

”field-independent” (”bidang mandiri”), yaitu memiliki kemudahan untuk bekerja melawan konvensi.

Kecerdasan spiritual dapat juga menjadikan orang lebih cerdas secara spiritual dalam beragama, artinya seseorang yang memiliki kecerdasan tinggi mungkin menjalankan agamanya tidak secara picik,

(6)

ekslusif, fanatik atau prasangka. Kecerdasan spiritual juga memungkinkan orang untuk menyatukan hal-hal yang bersifat intrapersonal dan interpersonal, serta menjembatani kesenjangan antara diri sendiri dan orang lain. Seorang yang memiliki kecerdasan spiritual tinggi cenderung menjadi seorang pemimpin yang penuh pengabdian, bertanggungjawab untuk membawakan visi dan nilai yang lebih tinggi kepada orang lain, dan bisa memberi inspirasi kepada orang lain.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk memberi makna yang lebih bernilai, luas dan kaya terhadap perilaku atau jalan kehidupan seseorang.

4. Budaya Organisasi

Budaya organisasi sebagai unit sosial yang didirikan oleh manusia dalam jangka waktu yang relatif lama untuk mencapai tujuan dengan membentuk jiwa yang kuat agardapat menghadapi tugas-tugas yang diberikan dalam perusahaan.Selain itu budaya organisasi dapat mengajarkan tentang arti kebersamaan dalam mencapai tujuan dan tidak bersifat individualisme. Menurut Schein (2009), “budaya organisasi adalah pola asumsi bersama yang dipelajari oleh suatu kelompok dalam memecahkan masalah melalui adaptasi eksternal dan integrasi internal, yang telah bekerja cukup baik untuk dipertimbangkan kebenarannya, oleh karena itu, untuk diajarkan kepada anggota baru sebagai cara yang benar untuk melihat, berpikir, dan merasakan kaitannya dengan masalah-masalah

(7)

yang ada”. Sedangkan Sutrisno (2010), mendefinisikan budaya organisasi sebagai perangkat sistem nilai- nilai (values), keyakinan- keyakinan (beliefs), asumsi-asumsi (assumptions), atau norma- norma yang telah lama berlaku, disepakati dan diikuti oleh para anggota suatu organisasi sebagai pedoman perilaku dan pemecahan masalah- masalah organisasinya. Menurut Robbins (2011) menegaskan “Budaya organisasi adalah sistem makna bersama yang diselenggarakan oleh anggota yang membedakan satu organisasi dengan organisasi lain.

Menurut Robbins (2011), untuk menilai kualitas budaya suatu organisasi dapat dilihat dari sepuluh faktor utama, yaitu sebagai berikut:

a. Inisiatif individu, yaitu tingkat tanggung jawab, kebebasan dan independensi yang dipunyai individu.

b. Toleransi terhadap tindakan beresiko, yaitu sejauh mana para pegawai dianjurkan untuk bertindak agresif, inovatif dan berani mengambil resiko

c. Arah, yaitu sejauh mana organisasi tersebut menciptakan dengan jelas sasaran dan harapan mengenai organisasi

d. Integrasi, yaitu tingkat sejauh mana unit-unit dalam organisasi didorong untuk bekerja dengan cara yang terkoordinasi.

e. Dukungan manajemen, yaitu tingkat sejauh mana para manajer memberi komunikasi yang jelas, bantuan serta dukungan terhadap bawahan mereka.

f. Kontrol, yaitu jumlah peraturan dan pengawasan langsung yang digunakan untuk mengawasi dan mengendalikan perilaku pegawai. g. Indentitas, yaitu tingkat sejauh mana para anggota teridentifikasi

dirinya secara keseluruhan dengan organisasinya daripada dengan kelompok kerja tertentu atau dengan bidang keahlian professional.

(8)

h. Sistem imbalan, yaitu tingkat sejauh mana alokasi imbalan (kenaikan gaji, promosi) didasarkan atas criteria prestasi pegawai sebagai kebalikan dari senioritas, pilih kasih, dan sebagainya.

i. Toleransi terhadap konflik, yaitu tingkat sejauh mana para pegawai diberikan kebebasan untuk mengemukakan masalah yang ada dan memberikan kritik secara terbuka.

j. Pola-pola komunikasi, yaitu tingkat sejauh mana komunikasi organisasi dibatasi oleh hierarki kewenangan yang formal.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi merupakan pola keyakinan dan nilai-nilai organisasi yang diyakini dan dijiwai oleh seluruh anggotanya dalam melakukan pekerjaan sebagai cara yang tepat untuk memahami, memikirkan, dan merasakan terhadap masalah-masalah.

5. Kinerja Karyawan

Pada umumnya sebagian besar perusahaan percaya bahwa untuk mencapai sebuah keberhasilan harus mengupayakan kinerja individu semaksimal mungkin. Kinerja karyawan yang optimal mampu membangun keberhasilan bagi perusahaan. Menurut Mangkunegara (2010) menyatakan bahwa “kinerja karyawan (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”. Oleh karena itu, disimpulkan bahwa kinerja karyawan adalah prestasi kerja atau hasil kerja (output) dengan kualitas yang dicapai SDM persatuan periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Sedangkan Rivai

(9)

(2009) mengatakan bahwa “kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan”.

Menurut Gomes (2010) ada kriteria 5 kriteria untuk menentukan kinerja seseorang yaitu : 1) pengembangan diri, 2) kerja tim, 3) komunikasi, 4) jumlah produk yang dihasilkan, dan 5) keputusan yang diambil. selanjutnya menurut Mangkunegara (2008) istilah kinerja berasal dari kata Job performance atau performance yang berarti prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang. Biasanya orang yang kinerjanya tinggi disebut orang yang produktif dan sebaliknya orang yang tingkat kinerjanya tidak mencapai standart dikatakan sebagai orang yang tidak produktif atau berperforma rendah.

Menurut Mangkunegara (2010), faktor-faktor kinerja terdiri faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang dihubungkan dengan sifat-sifat seseorang. Misalnya, kinerja seorang baik disebabkan karena mempunyai kemampuan tinggi dan seseorang itu tipe pekerja keras, sedangkan seseorang mempunyai kinerja jelek disebabkan orang tersebut mempunyai kemampuan rendah dan orang tersebut tidak memiliki upaya-upaya untuk memperbaiki kemampuannya.

Berdasarkan uraian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa kinerja karyawan merupakan suatu bentuk kesuksesan seseorang untuk mencapai peran atau terget tertentu yang berasal dari perbuatannya sendiri.

(10)

B. Hasil Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang pernah dilakukan mengenai pengaruh kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual terhadap kinerja sumber daya manusia, yang menjadi rujukan peneliti ini, selengkapnya dapat dijelaskan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu

No Penelitian dan

Tahun Penelitian Judul Hasil Penelitian

1 Yussi Rapareni (2013)

Analisis Pengaruh

Kompetensi Komunikasi, Kecerdasan emosional, dan Budaya Organisasi

Terhadap Kinerja Karyawan Radio Republik Indonesia Palembang

Hasil penelitian menunjukan bahwa variabel Kompetensi komunikasi, Kecerdasan emosional dan budaya organisasi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan dengan nilai determinasi (R2) Sebesar 72,7%

2 Suardi Yakub (2015)

Pengaruh Kompetensi komunikasi dan Kecerdasan emosional Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT.

Perkebunan Nusantara I (Persero) Aceh

Hasil penelitian menunjukan bahwa variabel kompetensi komunikasi dan Kecerdasan emosional mempunyai pengaruh yang signifikan secara parsial terhadap kinerja karyawan dengan nilai determinasi (R2) Sebesar 60,4% 3 Rio Marpaung & Citra Rumondang (2013) Pengaruh Kecerdasan Intelektual, Kecerdasan emosional dan Kecerdasan Spiritual terhadap Kinerja Karyawan PT. Angkasa Pura II cabang ssk ii Pekanbaru

Hasil penelitian menunjukan bahwa variabel Kecerdasan Intelektual, Kecerdasan emosional dan Kecerdasan Spiritual mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan dengan nilai determinasi (R2)

(11)

Sebesar 61,9% 4. Yossy Kanta

Marga (2016)

Pengaruh Pelatihan, Kecerdasan emosional, dan Budaya Organisasi terhadap Kinerja karyawan pada PT. pelayaran

tempuran emas Surabaya

Hasil penelitian menunjukan bahwa variabel Pelatihan, Kecerdasan emosional, dan Budaya Organisasi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan dengan nilai determinasi (R2) Sebesar 63,2% 5 Paisal (2010) pengaruh kecerdasan

emosional dan kecerdasan spiritual terhadap kinerja karyawan pada LBPP-LIA Palembang

Hasil penelitian menunjukan bahwa variabel Kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan dengan nilai determinasi (R2) Sebesar 90,3%

C. Kerangka Pemikiran

Kinerja sumber daya manusia dewasa ini dituntut untuk terus ditingkatkan di dunia usaha. Hal ini dikarenakan adanya persaingan usaha yang sangat ketat, tuntutan pemenuhan kepuasan konsumen, dan adanya tuntutan target yang harus tercapai. Untuk meningkatkan kinerja SDM, maka salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah meningkatkan kemampuan atau keahlian para karyawan itu sendiri.

Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan Rapareni (2013) menemukan bahwa kompetensi komunikasi, kecerdasan emosional dan budaya organisasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan dengan hasil uji determinasi (R2) 72,7%. Hal ini menunjukkan

(12)

bahwa tingkat kompetensi komunikasi, kecerdasan emosional dan budaya organisasi yang terbilang baik yang mana pada akhirnya akan meningkatkan kinerja karyawan. Sedangkan pada penelitian Paisal (2010) menyimpulkan bahwa kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan dengan hasil uji determinasi (R2) 90,3%. Hal ini menunjukan variabel kecerdasan spiritual secara parsial berpengaruh signifikan dan positif terhadap kinerja karyawan. Menurut Devito (2011) kompetensi komunikasi mempunyai pengaruh terhadap kinerja karyawan karena melalui ketrampilan yang dibutuhkan oleh organisasi seperti pembinaan hubungan, menyimak dan mengikuti instruksi, memberikan umpan balik, bertukar informasi, mencari umpan balik, dan penyelesaian masalah merupakan upaya dalam mengembangkan dan meningkatkan kinerja karyawan. Sedangkan menurut Agustian (2009) antara kecerdasan emosional dan kecerdasan

spiritual sangat di butuhkan dalam upaya peningkatan kinerja karyawan

karena dengan meningkatkan EQ dan SQ dapat meningkatkan kualitas hidup karyawan, menjadikan pribadi yang menarik, menyenangkan, penuh percaya diri serta dapat memotivasi diri sendiri. Selanjutnya menurut Robbins (2011) dengan adanya budaya organisasi yang baik dan berkualitas akan menciptakan perbedaan antara organisasi satu dengan organisasi lainnya, membangun rasa identitas bagi anggota organisasi, mempermudah tumbuhnya komitmen dan meningkatkan kemantapan system social, sebagai perekat social, menuju integrasi organisasi dan

(13)

peningkatan kinerja karyawan.

Berikut ini akan menjelaskan hubungan antara variabel independent (X) terhadap variabel dependent (Y) sebagai berikut :

1. Hubungan antara kompetensi komunikasi (X1) dengan kinerja karyawan (Y). Menurut Devito (2011) Komunikasi merupakan bagian yang penting dalam kehidupan kerja, sebab komunikasi yang tidak baik mempunyai dampak yang luas terhadap kehidupan organisasi, misalnya konflik antar karyawan, dan sebaliknya komunikasi yang baik dapat meningkatkan saling pengertian, kerjasama dan juga kepuasan kerja. Mengingat yang bekerjasama dalam suatu organisasi dalam rangka mencapai tujuan merupakan sekelompok sumber daya manusia dengan berbagai karakter, maka komunikasi yang terbuka harus dikembangkan dengan baik. Karyawan yang mempunyai kompetensi komunikasi yang baik akan mampu memperoleh dan mengembangkan tugas yang diembannya, sehingga tingkat kinerja karyawan menjadi semakin baik.

Hal ini sejalan dengan penelitian Yakub (2015) yang menunjukan bahwa kompetensi komunikasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan.

2. Hubungan antara kecerdasan emosional (X2) dengan kinerja karyawan (Y). Menurut Agustian (2009) Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja di antaranya adalah kemampuan (ability) dan motivasi. Namun kemampuan dan motivasi tersebut akan lebih baik apabila dikelola

(14)

dengan kecerdasan emosional sehingga kemampuan dan motivasi tersebut menjadi lebih terarah dan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan perusahaan. Kecerdasan emosional dituntut digunakan dalam situasi-situasi tugas yang membutuhkan tingkat pengetahuan dan keterampilan yang biasanya didasarkan pada pengalaman. Dengan pengelolaan kecerdasan emosional secara lebih baik, akan dapat meminimalisasi hambatan yang akan dihadapi oleh karyawan dalam menyelesaikan pekerjaannya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional sangat berperan penting dalam mengelola tugas-tugas dengan baik sehingga dapat mencapai kinerja yang diharapkan oleh perusahaan. Hal ini sejalan dengan penelitian Marpaung (2013); Yakub (2015); Kanta (2016) yang menunjukan bahwa kecerdasan emosional berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan.

3. Hubungan antara kecerdasan spiritual (X3) dengan kinerja karyawan (Y). Menurut Zohar dan Marshall (2007), penerapan lingkungan kerja yang spiritual meningkatkan produktivitas dan menurunkan turn over. Kecerdasan spiritualnya tinggi dan didukung lingkungan kerja yang juga spiritual, secara positif menjadi lebih kreatif, memiliki kepuasan kerja yang tinggi, mampu bekerja dengan baik secara tim, dan memiliki komitmen yang tinggi terhadap organisasi serta dapat meningkatkan kinerja seorang karyawan. Hal ini sejalan dengan

(15)

penelitian Marpaung (2013) yang menunjukan bahwa kecerdasan spiritual berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. 4. Hubungan antara budaya organisasi (X4) dengan kinerja karyawan

(Y). Menurut Robbins (2011) Budaya organisasi yang diterapkan pada suatu perusahaan dapat membentuk dan mengendalikan perilaku organisasi dan anggota organisasi. Orang-orang yang terlibat dalam organisasi merupakan sumber utama budaya organisasi, karena seseorang hanya akan bergabung pada organisasi yang dirasakan sesuai, demikian sebaliknya organisasi hanya akan sesuai dengan dan menerima orang-orang yang sesuai dengan nilai-nilai di dalam organisasi. Budaya organisasi dibentuk oleh semua orang yang terlibat dengan organisasi (pemilik, pimpinan, dan karyawan) yang mengacu pada etika organisasi, peraturan kerja, dan tipe struktur organisasi. Dengan adanya kesamaan langkah dan visi di dalam melakukan tugas dan tanggung jawab yang diwujudkan dalam pelaksanaan budaya organisasi, maka masing¬-masing individu dapat meningkatkan fungsinya dan mengembangkan hubungan antar individu atau bagian karena individu atau bagian yang lain saling melengkapi dalam kegiatan usaha perusahaan. Dengan demikian kinerja karyawan akan dapat ditingkatkan. Hal ini sejalan dengan penelitian Kanta (2016) yang menunjukan bahwa budaya organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan.

(16)

kompetensi komunikasi, kecerdasan emosional dan budaya organisasi terhadap kinerja. Maka peneliti merujuk pada penelitian Rapareni (2013) dengan menambahkan satu variabel yaitu kecerdasan spiritual dengan kerangka pemikiran sebagai berikut :

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

Keterangan garis:

= Hubungan secara parsial

(17)

D. Hipotesis

Berdasarkan tujuan penelitian yang ingin dicapai dan didasari oleh landasan teori yang telah diuraikan, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:

H1 : Kompetensi komunikasi, kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual dan budaya orgnisasi berpengaruh signifikan secara simultan terhadap kinerja karyawan Depo Pelita Banjarnegara

H2 : Kompetensi komunikasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan Depo Pelita Banjarnegara

H3 : Kecerdasan emosional berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan Depo Pelita Banjarnegara

H4 : Kecerdasan spiritual berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan Depo Pelita Banjarnegara

H5 : Budaya orgnisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan Depo Pelita Banjarnegara

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran  Keterangan garis:

Referensi

Dokumen terkait

Gejala klinis yang paling sering muncul pada pasien SDH kronik dengan kista arakhnoid adalah sakit kepala yang disertai dengan muntah, sedangkan gangguan berjalan dan

Dengan ini menyatakan bahwa kami adalah penulis/inventor dari karya tulis ilmiah yang berjudul “...”, yang kami ajukan untuk dapat mengikuti lomba “5 th NCC

Ada enam contoh sikap yang yang mencerminkan sikap saling menghargai dalam menghargai perbedaan antara dirinya dan orang lain ditemukan dalam novel Surga yang Tak Dirindukan

Secara umum pemanasan ataupun pendinginan udara di permukaan bersesuaian dengan proses konvektif yang menghasilkan awan badai (Cb) dan selanjutnya dapat

Pendidikan merupakan salah satu faktor utama yang turut ambil bagian dalam pembangunan bangsa sehingga, setiap lapisan masyarakat berhak menerima pendidikan yang

Berdasarkan hasil observasi didapatkan 25 dari 30 hand hygiene perawat dilakukan tidak tepat sesuai dengan five moment, 6 langkah dan waktu hand hygiene, walaupun di RS

Pembelajaran matematika di sekolah bertujuan agar peserta didik memahami konsep matematika, menggunakan penalaran, memecahkan masalah, mengkomunikasikan gagasan, serta

3.11.4. Siswa mengaitkan simpangan, kecepatan, percepatan getaran harmonik dalam kehidupan sehari-hari.. Siswa memecahkan masalah yang terkait dengan simpangan, kecepatan, dan