• Tidak ada hasil yang ditemukan

OPTIMALISASI PENERAPAN KEBERANIAN MENGAMBIL RESIKO BERBICARA DALAM UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA BAHASA INGGRIS SISWA MADRASAH IBTIDIYAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "OPTIMALISASI PENERAPAN KEBERANIAN MENGAMBIL RESIKO BERBICARA DALAM UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA BAHASA INGGRIS SISWA MADRASAH IBTIDIYAH"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

16 Jurnal Ilmiah PGSD Vol.VI No.2 Oktober 2014 OPTIMALISASI PENERAPAN KEBERANIAN MENGAMBIL RESIKO BERBICARA DALAM UPAYA

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA BAHASA INGGRIS SISWA MADRASAH IBTIDIYAH

Ratna Sari Dewi

ABSTRAK; Kemampuan berbicara bahasa Inggris merupakan pengungkapan ide gagasan, perasaan ke dalam bahasa lisan. Untuk mampu berbicara tidaklah mudah karena kegiatan berbicara dilakukan dengan menginvestasikan waktu yang cukup panjang. Kemampuan berbicara bahasa Inggris perlu dipupuk sejak MI. Dengan memulainya sejak MI, diharapkan kemampuan berbicaranya dapat seperti penutur asli. Untuk dapat fasih berbicara bahasa Inggris tersebut, guru perlu membekali siswa dengan dorongan untuk tidak takut berbicara bahasa Inggris. Guru dapat memberikan pemahaman bahwa keberanian mengambil resiko dalam berbicara sangat penting supaya mereka dengan cepat mampu menguasai kosakata sehingga dapat berbicara lancar dalam bahasa Inggris. Oleh karena itu, perlu ada upaya yang dapat dilakukan oleh guru agar siswa berani dan percaya diri dalam berbicara diantaranya: (a) tanamkan rasa percaya diri, (b) pelajari ungkapan atau kalimat, (c) analisis apa yang didengar, dan (d) ikuti pola berbicara penutur asli.

Kata Kunci: Kemampuan berbicara, keberanian mengambil resiko dalam berbicara.

PENDAHULUAN

Pembelajaran bahasa Inggris dewasa ini saat diperlukan dalam rangka menghadapi persaingan global. Apalagi bangsa Indonesia tergabung dalam berbagai organisasi-organisasi di dunia yang menuntut semua sumber daya manusianya dapat berbahasa Inggris dengan baik dan lancar. Pembelajaran bahasa Inggris sudah dilaksanakan hampir disemua tingkatan mulai, pendidikan Taman Kanak-kanak (TK), sekolah dasar/madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), dan perguruan tinggi (PT).

Pada tingkat SD/MI pembelajaran bahasa Inggris di arahkan agar siswa terampil dalam berbahasa. Keterampilan berbahasa meliputi: keterampilan membaca, menulis, menyimak, dan berbicara. Keempat keterampilan ini dilaksanakan secara terintegrasi dalam mencapai ketuntasan berbahasa Inggris. Keterampilan berbahasa dapat berhasil diterapkan apabila guru mampu

mensinergikan antara tujuan pembelajaran, materi yang dipelajari, metode yang digunakan maupun evaluasi. Pensinergian hal di atas dimaksudkan agar guru mampu memilah dan menetapkan materi apa yang tepat untuk diterapkan serta pada tingkatan apa (TK,SD/MI, SMP, SMA).

Sehubungan dengan hal di atas, sebagai salah satu bagian dari keterampilan berbahasa, keterampilan berbicara merupakan pembelajaran yang cukup sulit untuk dikuasai oleh siswa. Kemampuan berbicara adalah

bagaimana seseorang mampu

mengungkapkan ide, gagasan, perasaan secara lisan. Keterampilan berbicara tidak dapat dikuasai dalam waktu yang singkat perlu waktu yang cukup panjang agar seseorang mampu berbicara dengan lancar. Oleh karena itulah, keterampilan berbicara bahasa Inggris sudah harus dimulai pada saat siswa memasuki jenjang pendidikan formal. SD merupakan jenjang pendidikan formal yang harus dilalui dahulu oleh siswa.

(2)

Namun apa yang dipikirkan tidak sesuai dengan yang ada di lapangan tidak semudah apa yang dibayangkan. Pada pembelajaran bahasa Inggris di MI banyak dijumpai siswa yang lebih memilih diam tanpa mengeluarkan suara ketika diberikan kesempatan untuk berbicara. Hanya sedikit siswa yang berani mengeluarkan suara untuk mengungkapkan pendapatnya atau menjawab pertanyaan yang disampaikan oleh gurunya. Padahal dikatakan oleh Richard dan Renandya (2002:204) penguasaan pengucapan bahasa asing yang baik untuk orang dewasa seperti layaknyapenutur asli sangatlah tidak mungkin, karena lewat dari usia 15 tahun untuk proses pengucapan sangat sulit kecuali pengetahuan gramatikal. Merujuk ke pendapat ini, dapat dikatakan bahwa untuk dapat menguasai bahasa Inggris dengan baik dan lancar seseorang perlu mempelajari bahasa Inggris tersebut sedini mungkin. Pembelajaran bahasa Inggris sedini mungkin dilaksanakan agar seseorang mau untuk mengambil resiko ketika berbicara bahasa Inggris. Seseorang yang belajar bahasa Inggris pada usia di bawah 15 tahun dia akan berani untuk mengucapkan kosakata tanpa rasa takut akan kesalahan dalam pengucapan. Berbeda dengan orang dewasa yang merasa takut untuk memproduksi kosakata karena pengaruh dari pengucapan.

Sehubungan dengan hal di atas, agar siswa terampil menggunakan bahasa Inggris sedini mungkin maka diperlukan adanya cara untuk mengatasi hal tersebut. Salah satu cara yang dapat diterapkan adalah optimalisasi penerapan keberanian mengambil resiko dalam berbicara. Keberanian mengambil resiko ini dimaksudkan ketika siswa belajar berbicara, dia tidak merasa takut untuk salah

dalam pengucapan. Selain itu, dengan adanya keberanian mengambil resiko, siswa dituntut untuk tidak memikirkan bagaimana tata bahasa (grammar) dan struktur tata bahasa digunakan yang dipikirkan oleh siswa justru bagaimana mengeluarkan kosakata sesuai dengan content apa yang dipelajari atau diucapkannya.

PEMBAHASAN

A. Keterampilan Berbicara

Berbicara merupakan kegiatan yang cukup penting bagi manusia. Dengan berbicara manusia dapat berinteraksi dengan lingkungan sehingga terjalinnya komunikasi yang efektif. Selain itu, dengan berbicara seseorang dapat menyampaikan maksud dan tujuan kepada lawan bicara. Penny Ur (1996:120) mengatakan bahwa apabila seseorang telah menguasai suatu bahasa, maka orang tersebut akan mampu berbicara dalam bahasa yang telah dikuasainya itu.Pendapat ini menginsyaratkan bahwa, seseorang yang telah terampil menggunakan bahasa yang dikuasainya dia akan mampu menyampaikan maksud dan tujuan serta ide dan perasaannya melalui kegiatan berbicara.

Untuk itu, Savignon (1983:21) menyarankan agar kemampuan komunikatif dalam pengajaran bahasa Inggris harus dikembangkan dengan cara memberikan banyak waktu untuk menyimak, memberi siswa sebanyak mungkin kesempatan untuk memberikan respon mereka; menganggap kesalahan gramatika yang dibuat mereka sebagai suatu yang wajar dalam proses belajar mengajar; dan melakukan aktivitas-aktivitas dalam konteks yang menyertakan perasaan dan keterlibatan mereka secara keseluruhan.

(3)

Sementara itu, Harris (1983:81) mendefinisikan berbicara sebagai sebuah proses yang kompleks yang melibatkan kemampuan yang dilakukan secara bersamaan. Selanjutnya ia mengatakan bahwa setidaknya terdapat empat hingga lima komponen yang terlibat dalam sebuah proses berbicara, yaitu; (1) pelafalan, (2) tata bahasa, (3) kosakata, (4) kefasihan/kelancaran berbicara, dan (5) pemahaman.

Sementara pada bagian lain, Brown dan Yule (1994:10) mengatakan bahasa fungsi utama dari bahasa lisan adalah untuk menjaga hubungan social. Orang-orang yang bertemu dalam situasi apapun atau dimanapun akan cenderung menyaluarkan suatu pembicaraan, di mana seseorang mengajukan sebuah topik pembicaraan agar dikomentari oleh orang lain, dan menanggapi orang lain jika topic pembicaraan yang lain.

Sejalan dengan pendapat di atas, Brown (2000:323) menekankan pentingnya akurasi (accuracy) dan kefasihan (fluency) dalam berbahasa. Akurasi terkait dengan bagaimana bahasa dapat digunakan secara baik dan benar dengan menggunakan pelafalan, bahasa, dan fonologi secara tepat. Kefasihan terkait dengan penggunaan bahasa secara lancer dan alamiah serta dapat terjalinnya komunikasi yang efektif dengan lawan bicara.

Selain pendapat Brown di atas, Gower (1995:99-100) mengatakan bahasa berbicara merupakan keterampilan bahasa yang produktif dan dalam kesempatan apapun, pembelajar diharapkan dapat menerapkan keterampilan tersebut. Aspek berbicara meliputi; (a) accuracy (ketepatan), (b) fluency (kelancaran). Accuracy terkait dengan ketepatan dalam menggunakan kosakata, tata

bahasa, dan ucapan sedangkan fluencyterkait dengan menanggapi pembicaraan secara langsung tanpa direka-reka terlebih dahulu dan pembicara serta lawan bierbicara dapat memahami pesan yang disampaikan dalam pembicaraan itu.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan keterampilan berbicara adalah kemampuan menggunaan bahasa secara lisan terkait dalam mengungkapkan gagasan, ide, pikiran, dan perasaan secara tepat dan fasih.

B. Keberanian Mengambil Resiko Berbicara Keberanian dalam mengambil resiko terkait dengan faktor kepribadian yang terdapat dalam diri seseorang. Orang yang berani mengambil resiko tentu sudah memperhitungkan kebaikan maupun keburukan hal yang terjadi melalui keputusan tersebut. Dalam bidang pendidikan, pengambilan resiko masuk ke dalam ranah psikologi pendidikan. Dalam ranah psikologi pendidikan faktor yang turut ada di dalamnya adalah faktor keberanian mengambil resiko untuk berbicara bahasa Inggris. Selama ini terjadi, kegagalan berbicara bahasa Inggris salah satu faktornya adalah ketidakberaniaan sseorang untuk melakukan kegiatan berbicara. Hal ini senada yang disampaikan oleh Brown (2008:142) mengatakan ada dua segi dari wilayah afektif dalam dalam pemerolehan bahasa asing, yakni afektifitas intrinsik: faktor kepribadian dalam diri seseorang yang dengan suatu cara menyumbang bagi kesuksesan pembelajaran bahasa, faktor lainnya adalah faktor ekstrinsik.

Keberanian untuk mengambil resiko dalam berbicara sangat bermanfaat untuk menunmbuhkan keberanian siswa agar tidak takut menggunakan bahasa target. Selanjutnya Brown (2008:174) menyarankan

(4)

agar siswa dibiasakan untuk berani mengambil resiko dalam menggunakan bahasanya dengan tidak takut berbuat salah. Para pembelajar harus mampu “berjudi” harus bersedia mengujicoba firasat tentang kemampuan berbahasa dan mengambil resiko yang salah.

Sehubungan dengan hal di atas, untuk mampu berbicara bahasa Inggris diperlukan juga kepercayaan diri untuk berbicara. Kepercayaan diri terkait dengan pembelajar yakin pada diri sendiri agar berhasil mengerjakan serangkaian tugas yang diberikan. Pembelajaran bahasa Inggris sebagai bahasa asing seringkali menjadi sesuatu yang melelahkan bagi siswa sehingga seringkali ditemukan keraguan-keraguan untuk berbicara bahasa Inggris

Oleh karena itu, keberanian mengambil resiko dan ditunjang oleh kepercayaan yang tinggi akan menjadikan siswa dapat berbicara bahasa Inggris. Berdasarkan tingkat kognitifnya, pada anak-anak tidak dapat mengajarkan tata bahasa disertai dengan istilah linguistiknya, karena anak-anak lebih mudah mempelajari bahasa yang konkret, yakni pelajaran bahasa menganut prinsip “di sini dan sekarang”, bukan materi yang bersifat metabahasa. Hal ini berbeda dengan kelompok dewasa yang lebih memusatkan perhatian pada aspek morfologi dan sintaksis, sehingga cenderung mengabaikan aspek fonologi. Hal inilah yang menyebabkan orang dewasa tidak seunggul anak-anak dalam hal pelafalan dan intonasi.

Pada siswa MI, mereka memiliki

affective filtersebagai bagian dari kemampuan

seorang anak dalam melakukan filtersisasi terhadap berbagai informasi yang diterimanya. Melalui affective filter ini siswa digiring untuk

mampu memilah dan menentukan bahasa kedua atau asing apakah yang dia peroleh setelah memperoleh bahasa pertama (ibunya). Melalui affective filter ini, siswa akan dapat menentukan apakah bahasa asing tersebut dapat dilanjutkan untuk dikuasai ataukah menolah bahasa tersebut sebagai sesuatu yang perlu dikuasainya. Oleh karena itu, affective filter ini mempunyai korelasi dengan

self confidence (tingkat kepercayaan diri), risk

taking (kemampuan mengambil resiko), dan

anxiety (kecemasan). Kepercayaan diri yang

tinggi yang miliki oleh siswa akan membawa dia untuk percaya diri untuk berbicara atau memproduksi kosakata bahasa asingnya. Begitu pula siswa yang memiliki keberanian mengambil resiko akan dapat berani berbicara tanpa adanya rasa takut terhadap berbagai kesalahan dalam berbicara bahasa asing. Terakhir, dengan tingkat adanya kepercayaan diri dan berani mengambil resiko untuk salah dalam berbicara bahasa asing akan membuat siswa tidak cemas atau malu-malu untuk berbicara.

Sehubungan dengan hal di atas, untuk memupuk keberanian siswa dalam berbicara bahasa Inggris maka diperlukan upaya untuk dapat meningkatkan keberanian tersebut. Upaya yang dapat dilakukan oleh guru adalah: (a) tanamkan rasa percaya diri, (b) pelajari ungkapan atau kalimat, (c) analisis apa yang didengar, dan (d) ikuti pola berbicara penutur asli.

a. tanamkan rasa percaya diri

Menurut Piaget siswa MI yang berusia 7 s.d. 11 tahun masih dalam tahap operasional kongkret. Artinya pada masa ini anak memandang suatu objek yang dipelajarinya merupakan sesuatu yang nyata. Tidak terkecuali juga dalam pembelajaran bahasa

(5)

Inggris, siswa hendaknya dihadapkan kepada kenyataan yang ada. Kenyataan tersebut misalnya guru memancing atau berusaha untuk mengajak siswa untuk berbicara tanpa ada rasa takut. Guru perlu memberikan dorongan dan pujian agar siswa berani memproduksi kosakata. Selain itu, guru diharapkan tidak mengoreksi kesalahan-kesalahan yang diucapkan oleh siswa karena akan mengganggu kepercayaan dirinya untuk terus berbicara.

b. Pelajari ungkapan atau kalimat

Kesalahan pembelajaran bahasa Inggris pada siswa MI umumnya terjadi adalah guru lebih terfokus kepada grammar (tata bahasa) sehingga pada saat pembelajaran berlangsung koreksi terhadap kesalahan grammar sangat mengganggu siswa dalam belajar bahasa Inggris. Sebaiknya guru dalam melaksanakan pembelajaran mengarahkan siswa untuk secara alamiah dalam memperoleh kosakata-kosakata baru dan dari kosakata tersebut dapat diproduksi oleh siswa dengan menggunakan kalimat-kalimat yang sesuai dengan kemampuan siswa. Pada saat ini perlu guru mengoreksi secara tidak langsung misalnya dengan membetulkan kalimat yang diucapkan oleh siswa tersebut. c. Analisis apa yang didengar

Bahasa Inggris berbeda dengan bahasa Indonesia, umumnya bahasa Inggris banyak menggunakan idiom-idiom. Oleh karena itu, guru dapat memberikan pertanyaan-pertanyaan yang mengandung idiom sebagai bekal dalam memahami kosakata atau kalimat yang mengandung idiom tersebut. Pada saat guru mengajukan pertanyaan buatlah siswa untuk menyimak serta menganalisis kata-kata/idiom-idiom jawaban mana yang sesuai dengan

pertanyaan guru. Agar siswa semakin memahami berbagai idiom guu juga dapat membekali siswa dengan kamus idiom.

d. Ikuti pola berbicara penutur asli

Kunci pembelajaran Bahasa Inggris salah satunya adalah terletak pada kemampuan dalam mengucapkan intonasi atau tekanan. Dengan penggunaan lafal yang tepat dan intonasi yang disesuaikan dengan nada kata atau kalimat akan sangat mempengaruhi arti kata apa yang diucapkan oleh siswa. Oleh karena itu, guru perlu melatih siswa untuk mendengarkan intonasi dari penutur asli. Guru dapat menggunakan media DVD atau sejenisnya untuk memutarkan film atau lagu yang yang dimainkan atau dinyanyikan oleh penutur asli. Dengan seringnya guru menggunakan media tersebut tidak hanya akan mempercepat kemampuan siswa dalam pengucapan kosakata bahasa Inggris, lebih dari itu akan membantu mempercepat kelancaran berbicara siswa.

PENUTUP

Kemampuan berbicara bahasa Inggris dewasa ini sangat diperlukan dalam menghadapi berbagai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Penguasaan bahasa Inggris sebaiknya sejak dini diajarkan termasuk pada anak MI. Pada masa MI siswa mempelajari bahasa kedua dan bahasa asing. Bahasa Inggris sebagai bahasa asing menduduki porsi yang sedikit dalam pembelajaran MI. Bahasa Inggris dalam kurikulum 2006 hanya diberikan porsi 2 jam pelajaran sedangkan dalam kurikulum 2013 bahasa Inggris masuk kepada mata pelajaran ekstra kurikuler. Karena minimnya jam pelajaran bahasa Inggris menyebabkan banyak siswa atau hamper keseluruhan siswa

(6)

yang belajar bahasa Inggris tidak mampu untuk berbicara. Ketidakmampuan di samping karena jam yang terbatas, factor lain yang mempengaruhi yaitu keberanian siswa untuk berbicara masih sangat rendah.

Keberanian mengambil resiko untuk tidak takut berbicara merupakan factor yang sangat penting dalam meningkatkan kemampuan berbicara bahasa Inggris. Pada usia anak-anak siswa sebaiknya diberikan pola

pembelajaran yang tidak terikat oleh tata bahasa (grammar) tetapi sebaiknya diberikan pembelajaran yang mengedepankan penguasaan kosakata secara langsung. Dengan diberikan kebebasan untuk memprodukdi kosakata yang telah diperoleh tanpa adanya rasa takut ini akan memberikan kepercayaan diri siswa untuk dapat berbicara secara lancer dalam bahasa Inggris.

DAFTAR PUSTAKA

Brown, Douglas H, Principles of Language Learning and Teaching, Boston: Pearson Education, 2000. Brown, Gillian & George Yule, Teaching The Spoken Language, Cambridge: University Press, 1994. Gower, Roger, Diane Phillips, and Steve Walters, Teaching Practice Handbook, Oxford: McMillan

Education, 1995.

Harris, David P., Testing English as a Second Language, New Delhi: Tata McGraw-Hill, 1983.

Jack C.Richard and Willy A. Renandya (ed.). Methodology in Language Teaching, Cambridge University Press : 2002.

Penny Ur, A Course in Language Teaching, Cambridge: Cambridge University Press., 1996.

Sandra J. Savignon, Communicative Competence: Theory of Classroom Practice, Californasi: Addison Wesley, 1983.

Daftar Riwayat Hidup Penulis :

Dr. Ratna Sari Dewi, M.Pd., adalah Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

(7)

Referensi

Dokumen terkait

Sehingga pemecahan masalah merupakan suatu proses kegiatan yang lebih mengutamakan prosedur-prosedur yang harus ditempuh dan langkah-langkah strategi yang harus ditempuh

Dari hasil yang diperoleh umumnya persawahan di daerah kampus 2 UIN SGD Bandung Ketinggian genangan air pada sawah berkisar < dari 2cm dari permukaan tanah hal

Gagal ginjal kronis (GGK) adalah suatu kondisi dimana ginjal tidak dapat mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit. Pengobatan GGK dapat dilakukan dengan

“Komunikasi adalah proses yang melibatkan seseorang untuk memakai tanda-tanda alamiah yang universal atau simbol-simbol dari hasil konvensi manusia; simbol-simbol itu

Sheldon  juga  menemukan  bahwa  32  buku  teks  dari  keseluruhan  36  buku  teks  (92%)  gagal  menginformasikan  kepada  pembaca  bahwa  perubahan  peluang 

Sebagai negara kepulauan yang terdiri dari 7.107 pulau, Filipina dikategorikan.. secara luas menjadi tiga divisi geografis utama: Luzon , Visayas , dan

Penelitian dipakai guna menilai efektivitas model pembelajaran Team Game Tournament (TGT) terhadap hasil belajar kognitif pelajar pada pelajaran Biologi materi sistem

Kamis, 17 Juli 2014 Charisma Marsela Data Statistik Perkebunan √ Datang Langsung Permintaan telah