• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kontrak antara pemilik sumber daya ekonomis (principal) dan manajer

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kontrak antara pemilik sumber daya ekonomis (principal) dan manajer"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory)

Jensen dan Meckling menjelaskan “hubungan keagenan didalam teori agensi (agency theory) bahwa perusahaan merupakan kumpulan kontrak antara pemilik sumber daya ekonomis (principal) dan manajer (agent) yang mengurus penggunaan dan pengendalian sunber daya tersebut”. Menurut Meisser, et al., (2006) dalam Brolin (2014) hubungan keagenan ini mengakibatkan dua permasalahan, yaitu: (a) terjadinya informasi asimetris (information asymmetry), dimana manajemen secara umum memiliki informasi lebih banyak informasi mengenai posisi keuangan yang sebenarnya dan posisi operasi entitas dari pemilik; dan (b) terjadinya konflik kepentingan (conflict of interest) akibat ketidaksamaan tujuan, dimana manajemen tidak selalu bertindak sesuai dengan kepentingan pemilik.

Menurut Brigham dan Houston (2006), manajer diberi kekuasaan oleh pemilik perusahaan, yaitu pemegang saham untuk membuat keputusan, dimana hal ini menciptakan potensi konflik kepentingan yang dikenal sebagai teori keagenan (agency theory). Dalam hubungan keagenan manajer sebagai pihak yang memiliki akses langsung terhadap informasi perusahaan, memiliki asimetris informasi terhadap pihak eksternal perusahaan, seperti kreditur dan investor. Untuk meminimumkan

(2)

asimetris informasi, maka pengelolaan perusahaan harus diawasi dan dikendalikan untuk memastikan bahwa pengelolaan dilakukan dengan penuh tanggung jawab terhadap peraturan dan ketentuan yang berlaku. Upaya ini menimbulkan biaya agensi (agency cost), yang menurut teori ini harus dikeluarkan sehingga biaya untuk mengurangi kerugian yang timbul karena ketidakpatuhan setara dengan peningkatan biaya enforcement-nya.

Agenct cost ini mencakup biaya untuk pengawasan oleh pemegang saham, biaya yang dikeluarkan oleh manajemen untuk menghasilkan laporan yang transparan, termasuk biaya audit yang independen dan pengendalian internal, serta biaya yang ditimbulkan karena menurunnya nilai kepemilikan pemegang sahamyang diberikan kepada manajemen dalam bentuk opsi dan berbagai manfaat untuk tujuan menyelaraskan kepentingan manajemen dengan pemegang saham.

2.1.2 Corporate Governance

Menurut Nuryaman (2008) “Coorporate Governance merupakan salah satu elemen kunci untuk meningkatkan efisiensi ekonomis, yang meliputi serangkaian hubungan antara manajemen perusahaan, dewan komisaris, pemegang saham, dan stakeholders lainnya”.

Menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI, 2004) corporate governance merupakan “seperangkat peraturan yang menetapkan hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak dan

(3)

kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan”.

Corporate governance merupakan suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan yang di harapkan dapat memberikan dan meningkatkan nilai perusahaan kepada para pemegang saham. Dalam penelitian ini corporate governance dilihat dari, kepemilikan institusi, dewan komisaris, dan kualitas audit.

1. Kepemilikan Institusi

Kepemilikan institusi merupakan kondisi dimana institusi memiliki saham dalam suatu perusahaan. Institusi tersebut dapat berupa institusi pemerintah, institusi swasta, domestik maupun asing (Pujiati, 2015). Kepemilikan institusi merupakan kepemilikan saham oleh lembaga dari eksternal perusahaan. Investor institusional tidak jarang menjadi mayoritas dalam kepemilikan saham.

Kepemilikan institusi memiliki peranan yang sangat penting dalam meminimalisasi konflik keagenan yang terjadi antara manajer dan pemegang saham. Keberadaan investor institusional dianggap mampu menjadi mekanisme monitoring yang efektif dalam setiap keputusan yang diambil oleh manajer. Semakin besar kepemilikan institusi maka akan semakin besar kekuatan suara dan dorongan dari institusi tersebut untuk mengawasi manajemen. Kepemilikan institusi dapat mengurangi agency cost dengan cara mengaktifkan pengawasan melalui investor-investor instuitusional. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan dengan keterlibatan

(4)

kepemilikan institusi dalam kepemilikan saham, manajemen perusahaan akan diawasi oleh investor institusi sehingga kinerja manajemen meningkat.

2. Dewan Komisaris

Dewan Komisaris bertanggung jawab untuk penentuan kebijakan dan tujuan strategis perusahaan. Dalam pelaksanaannya mengawasi,dan memberikan nasihat kepada Direksi, dalamperencanaan, manajemen dan pelaksanaan bisnis perseroan. Sesuai dengan Anggaran Dasar Perusahaan,anggota Dewan Komisaris ditunjuk melalui RapatUmum Pemegang Saham (RUPS) Tahunan untukmasa jabatan 3 (tiga) tahun. Saat masa jabatannyaberakhir, anggota Dewan Komisaris dapat ditunjuk kembali untuk masa jabatan 3 (tiga) tahun kedepan.Pemegang saham memilki hak untuk memutuskankeanggotaan Dewan Komisaris melalui RUPS denganmengajukan alasan yang valid.

3. Kualitas Audit

Pengertian audit menurut mulyadi (2009) adalah :

“suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-penyataan tersebut dengan criteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan”.

Audit merupakan suatu proses untuk mengurangi ketidakselarasan informasi yang terdapat antara manajer dan para pemegang saham dengan mengunakan pihak luar untuk memberikan pengesahan terhadap laporan keuangan. Para pengguna laporan keuangan terutama para pemegang

(5)

saham akan mengambil keputusan berdasarkan pada laporan yang dibuat oleh auditor mengenai pengesahan laporan keuangan suatu perusahaan. Hal ini berarti auditor mempunyai peran penting dalam pengesahan laporan keuangan suatu perusahaan. Oleh karena itu, kualitas audit merupakan hal penting dalam suatu perusahaan.

Goldman dan Barlev (1974) dalam Meutia (2004) menyatakan bahwa: “laporan auditor mengandung kepentingan tiga kelompok, yaitu (1) manajer perusahaan yang diaudit, (2) pemegang saham perusahaan, (3) pihak ketiga atau pihak luar seperti calon investor, kreditur, dan supplier. Masing-masing kepentingan ini merupakan sumber gangguan yang akan memberikan tekanan kepada auditor untuk menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas”.

AAA Financial Accounting Standard Committee (2002) dalam christiawan (2002) menyatakan bahwa :

“Kualitas audit ditentukan oleh 2 hal, yaitu kompetensi (keahlian) dan independensi, kedua hal tersebut berpengaruh langsung terhadap kualitas dan secara potensial saling mempengaruhi. Lebih lanjut, persepsi pengguna laporan keuangan atas kualitas audit merupakan fungsi dari persepsi mereka atas independensi dan keahlian auditor”.

Dari pengertian tentang kualitas audit di atas bahwa auditor dituntut oleh pihak yang berkepentingan dengan perusahaan untuk memberikan pendapat tentang kewajaran pelaporan keuangan yang disajikan oleh manajemen perusahaan untuk dapat menjalankan kewajibannya. Ada tiga komponen yang harus dimiliki auditor yaitu kompetensi (keahlian), independensi, dan due professional care. Tetapi dalam menjalankan fungsinya auditor sering mengalami konflik kepentingan dengan

(6)

manajemen perusahaan. Untuk dapat memenuhi kualitas audit yang baik maka seorang auditor dalam menjalankan profesinya sebagai pemeriksa harus berpedoman pada kode etik akuntan, standar profesi dan standar akuntansi keuangan yang berlaku di Indonesia.

2.1.3 Rasio Tobin’s Q

Tobin’s Q atau biasa juga disebut Q ratio atau Q teori diperkenalkan pertama kali oleh James Tobin pada tahun 1969. James Tobin adalah ekonom Amerika yang berhasil meraih nobel di bidang ekonomi dengan mengajukan hipotesis bahwa nilai pasar suatu perusahaan seharusnya sama dengan biaya pengganstian aktiva perusahaan tersebut sehingga menciptakan keadaan ekuilibirium.

Pengertian Tobin’s Q ini menurut James Tobin sebagaimana yang dikutip oleh Carton dan Perluff dalam Haosana (2012) adalah :

“Tobin’s Q is the rasio of the market value of a firm assets (as measured by the market value of the market value of its out standing stock and debt) to the replacement cost of the firm’s assets”.

Tobin’s Q menawarkan penjelasan nilai dari suatu perusahaan. Tobin’s Q model mendefinisikan nilai perusahaan sebagai nilai kombinasi antara aktiva berwujud dan aktiva tidak berwujud. Nilai Tobin’s Q perusahaan yang rendah (antara 0 dan 1) mengindikasikan bahwa biaya ganti aktiva perusahaan lebih besar dari pada nilai pasar perusahaan tersebut. Ini berarti, pasar menilai kurang perusahaan tersebut. Sedangkan jika nilai Tobin’s Q suatu perusahaan tinggi (lebih dari 1), maka nilai perusahaan lebih besar daripada nilai aktiva perusahaan yang tercatat. Ini

(7)

berarti, terdapat beberapa aktiva perusahaan yang tidak tercatat atau tidak terukur.

Tobin’s Q merupakan suatu model yang berguna dalam pembuatan keputusan investasi oleh calon investor. Menurut Ricardo dalam Haosana (2012) Tobin’s Q meringkas informasi yang akan datang yang relevan dengan keputisan investasi perusahaan. Tobin’s Q memasukkan semua unsur utang dan modal saham perusahaan, tidak hanya saham biasa saja dan tidak hanya ekuitas perusahaan yang dimasukkan namun seluruh asset perusahaan. Dengan memasukkan seluruh asset perusahaan berarti perusahaan tidak hanya terfokus pada satu tipe investor saja yaitu investor dalam bentuk saham namun juga untuk kreditur karena sumber pembiayaan operasional perusahaan bukan hanya dari ekuitasnya saja tetapi juga dari pinjaman yang diberikan oleh kreditur.

Jadi semakin besar nilai Tobin’s Q menunjukkan bahwa perusahaan memiliki prospek pertumbuhan yang baik. Hal ini dapat terjadi karena semakin besar nilai pasar asset perusahaan dibandingkan dengan nilai buku asset perusahaan maka semakin besar kerelaan investor untuk mengeluarkan pengorbanan yang lebih untuk memiliki perusahaan tersebut.

2.1.4 Tarif efektif pajak (Effective Tax Rate)

Menurut Aunalal (2011) dalam Hanum (2013) :

“Effective tax rate (ETR) atau tarif efektif pajak pada dasarnya adalah sebuah persentase besaran tarif pajak yang ditanggung oleh perusahaan. Effective tax rate (ETR) dihitung atau dinilai

(8)

berdasarkan pada informasi keuangan yang dihasilkan oleh perusahaan sehingga tarif efektif pajak merupakan bentuk perhitungan tarif pajak pada perusahaan”.

Sedangkan menurut Richardson dan Lanis (2007) dalam Hanum (2013) “tarif pajak efektif adalah perbandingan antara pajak riil yang kita bayar dengan laba komersial sebelum pajak. Tarif pajak efektif digunakan untuk mengukur dampak perubahan kebijakan perpajakan atas beban pajak perusahaan”. Xing dan Shunjun (2007) dalam Hanum (2013), mendefinisikan effective tax rate (ETR) adalah rasio (dalam presentase) dari pajak yang dibayarkan perusahaan berdasarkan total pendapatan sebelum pajak penghasilan akuntansi sehingga dapat mengetahui seberapa besar persentase perubahan membayar pajak sebenarnya terhadap laba komersial yang diperoleh perusahaan.

Fulleron (1984) dalam Hanum (2013) mengklasifikasikan effective tax rate (ETR) dalam empat jenis, yaitu :

a. Average Affective Corporate Tax Rate : Biaya pajak tahun berjalan dibagi dengan penghasilan perusahaan yang sebenarnya ( laba sebelum Pajak).

b. Average Effective Total Tax Rate : Besaran biaya pajak perusahaan ditambah pajak property ditambah bunga atas pajak pribadi dan deviden, dibagi dengan pendapatan total modal.

c. Marginal Effective Corporate Tax Wadge : Besaran tarif penghasilan riil sebelum pajak yang diharapkan atas penghasilan dari investasi marginal, dikurangi penghasilan riil perusahaan sebelum pajak.

(9)

Marginal Effective Corporate Tax Rate : pajak marginal efektif perusahaan dibagi penghasilan sebelum pajak (tax inclusive rate) atau dengan penghasilan setelah pajak (tax exclusive rate).

d. Marginal Effective Total Tax Wedge : Penghasilan sebelum pajak yang diharapkan dalam marginal investasi dikurang penghasilan setelah pajak sebagai penghematan atas penghasilan.

Marginal Effective Total Tax Rate : total pajak marginal efektif dibagi penghasilan sebelum pajak (tax inclusive rate) atau dengan penghematan pajak penghasilan (tax exclusive rate) yang dilakukan perusahaan.

Pada dasarnya marginal effective rate lebih spesifik digunakan untuk menyelidiki dampak yang terjadi atas kegiatan investasi yang dilakukan perusahaan, sedangkan average effective rate menunjukkan beban pajak secara keseluruhan pada perusahaan. Keberadaan effective tax rate menurut KJern dan Morris (1992) dan Gupta dan Newberry (1997) dalam Hanum (2013) menjelaskan bahwa effective tax rate (ETR) sering digunakan untuk pengambilan keputusan dan digunakan oleh pihak berkepentingan dalam mengkaji sistem perpajakan perusahaan dikarenakan adanya pengaruh kumulatif dari berbagai macam keberadaan insentif pajak dan perubahan tarif pajak perusahaan.

(10)

2.1.5 Tinjauan Umum Tentang Pajak 1. Pengertian Pajak

Definisi pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH dalam Mardiasmo (2011:1) “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.

Menurut Undang-undang No. 36 Tahun 2008 “Pajak adalah Kontribusi wajib pajak kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Bedasarkan pengertian pajak diatas dapat disimpulkan bahwa ada lima unsur yang melekat dalam pengertian pajak, antara lain:

1. Pembayaran pajak harus berdasarkan undang-undang, 2. Sifatnya dapat dipaksakan,

3. Tidak ada kontra-prestasi (imbalan) langsung yang dapat dirasakan oleh wajib pajak,

4. Pemungutan pajak dilakukan oleh Negara baik oleh pemerintah pusat maupun daerah (tidak boleh dipungut oleh swasta), dan

5. Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Baik pengeluaran secara rutin maupun pengeluaran

(11)

untuk pembangunan Negara yang diperuntukkan bagi kepentigan masyarakat umum.

Berdasarkan definisi diatas, pengertian pajak adalah iuran wajib yang dapat dipaksakan, dimana pemerintah dapat memaksa wajib pajak untuk memenuhi kewajibannya berdasarkan undang-undang. Setiap wajib pajak yang membayar pajak kepada Negara tidak akan mendapat balas jasa yang langsung dapat ditunjukkan. Tetapi imbalan yang diperoleh oleh wajib pajak adalah berupa pembangunan Negara, seperti pembangunan jalan, sekolah, fasilitas kesehatan dan lain sebainnya, yang dapat digunakan untuk kemakmuran rakyat.

2. Fungsi Pajak

Menurut Mardiasmo (2011) fungsi pajak dalam masyarakat suatu Negara terbagi menjadi 2 (dua) fungsi yaitu :

1. Fungsi Penerimaan (Budgeteir)

Fungsi ini bertujuan untuk memasukkan penerimaan uang kas Negara sebanyak-banyaknya antara lain mengisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sesuai dengan target penerimaan pajak yang telah ditetapkan, sehingga posisi anggaran pendapatan dan pengeluaran yang berimbang tercapai.

2. Fungsi Mengatur (Regulerend)

Fungsi pajak yag secara tidak langsung dapat mengatur dan menggerakkan perkembangan sarana perekonomian nasional yang produktif . adanya pertumbuhan perekonomian yang demikian maka

(12)

akan dapat menumbuhkan objek pajak dan subjek pajak yang baru yang lebih banyak lagi, sehingga penerimaan pajak lebih meningkat lagi.

3. Jenis Pajak

Menurut Mardiasmo (2011) terdapat berbagai jenis pajak yang dapat digolongkan menurut :

1. Menurut Golongan.

a. Pajak langsung adalah pajak yang dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh: pajak penghasilan (PPh).

b. Pajak tidak langsung adalah pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh: pajak pertambahan nilai (PPN).

2. Menurut Sifat

a. Pajak subyektif, yaitu pajak yang berdasarkan subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh: pajak penghasilan (PPh).

b. Pajak obyektif, yaitu pajak yang berdasarkan objeknya, tanpa memperhatikan wajib pajaknya. Contoh: pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah (PPN & PPnBM).

3. Menurut pemungut dan pengelolaannya

a. Pajak pusat, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara. Contoh:

(13)

pajak penghasilan (PPh), pajak penjualan atas barang mewah pajak (PPnBM), pajak pertambahan nilai (PPN) dan bea materai. b. Pajak daerah, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah

baik provinsi maupun kota dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Contoh: pajak bumi dan bangunan (PBB), pajak kendaraan bermotor (PKB), pajak hotel, pajak restoran, dll.

4. Sistem Pemungutan Pajak

Menurut Mardiasmo (2011) sistem pemungutan pajak dibagi menjadi tiga, yaitu :

a. Official Assessment System

Suatu sistem pemungutan yang memberikan wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. wewenang untuk menentukan besarnta pajak terutang ada pada fiskus, wajib pajak bersifat pasif. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus. Contoh: pembayaran pajak bumi dan bangunan (PBB).

b. Self Assessment System

Suatu sistem pemungutan pajak yang member wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Wajib pajak menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi. Contoh: pembayaran pajak penghasilan baik orang pribadi maupun

(14)

badan (PPH OP & Badan), pembayaran pajak pertambahan nilai (PPN).

c. With Holding System

Suatu sistem pemungutan pajak yang member wewenang kepada pihak ketiga (pemberi kerja) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan wajib pajak. dan biasanya pihak pemotong akan memberikan bukti berupa bukti potong atau bukti pungut. Contoh: Bendaharawan memotong dan memungut PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 26, PPh Final Pasal 4 Ayat (2).

5. Tarif Pajak

Menurut Mardiasmo (2011) pajak dipungut berdasarkan tarif. Ada 4 macam tarif pajak, yaitu :

a. Tarif Proposional

Tarif berupa persentase yang tetap terhadap berapapun jumlah yang dikenakan pajak, sehingga besarnya pajak yang terutang proposional terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak. Contoh: pembayaran pajak pertambahan nilai sebesar 10 % dan tarif pajak penghasilan badan sebesar 25 %.

b. Tarif Tetap

Tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak, sehingga besarnya pajak yang terutang tetap. Contoh: tarif bea materai.

(15)

c. Tarif Progresif

Persentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar. Contoh: pembayaran pajak penghasilan wajib pajak orang pribadi (PPh WPOP).

d. Tarif Degresif

Persentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah dikenai pajak semakin besar.

6. Perencanaan Pajak (Tax Planning)

Pada umumnya, perencanaan pajak (tax planning) merujuk pada proses rekayasa usaha dan transaksi wajib pajak agarhutang pajak berada dalam jumlah yang minimal, tetapi masih dalam bingkai peraturan perpajakan. Namun demikian, perencanaan pajak juga dapat diartikan sebagai perencanaan pemenuhan kewajiban perpajakan secara lengkap, benar, dan tepat waktu sehingga dapat secara optimal menghindari pemborosan sumber daya. Perencanaan pajak harus memenuhi syarat antara lain, tidak melanggar ketentuan perpajakan, secara bisnis dapat diterima, dan bukti-bukti pendukung memadai.

Perencanaan pajak terbagi menjadi dua yaitu penghindaran pajak (tax avoidance) dan penggelapan pajak (tax evasion). Penghindaran pajak (tax avoidance) merupakan upaya efisiensi beban pajak dengan menghindari penggenaan pajak melalui transaksi yang bukan merupakan objek pajak. Sedangkan penggelapan pajak (tax evasion) merupakan

(16)

tindakan merekayasa pajak dengan meminimalkan beban pajak terutang yang harus dibayar dengan melanggar undang-undang perpajakan.

2.16 Penghindaran Pajak

Penghindaran pajak merupakan pemotongan atau pengurangan kewajiban pajak perusahaan (Dyreng, et al., 2008). Dalam definisi luas, penghindaran pajak merupakan rangkaian strategi perencanaan pajak (tax planning), karena secara ekonomis berusaha untuk memaksimalkan penghasilan setelah pajak (after tax return) (Prasiwi, 2015). Pajak merupakan unsur pengurang laba yang tersedia, baik untuk dibagikan kepada pemegang saham maupun untuk diinvestasikan kembali.

Meminimalisasi beban pajak dapat dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari yang masih berada dalam bingkai peraturan perpajakan sampai dengan yang melanggar peraturan perpajakan. “Upaya meminimalkan pajak secara eufimisme sering disebut dengan perencanaan pajak (tax planning). Umumnya perencanaan pajak merujuk pada proses merekayasa usaha dan transaksi wajib pajak (WP) supaya utang pajak berada dalam jumlah minimal tetapi masih dalam bingkai peraturan perpajakan” (Suandy, 2008). Dalam bukunya perencanaan pajak (2008) Suandy memaparkan beberapa faktor yang memotivasi wajib pajak untuk melakukan penghematan pajak illegal, antara lain :

a. Jumlah pajak yang harus dibayar. Besarnya jumlah pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak, semakin besar pajak yang harus dibayar,

(17)

semakin besar pula kecenderungan wajib pajak untuk melakukan pelanggaran.

b. Biaya untuk menyuap fiskus. Semakin kecil biaya untuk menyuap fiskus, semakin besar kecenderungan wajib pajak untuk melakukan pelanggaran.

c. Kemungkinan untuk terdeteksi. Semakin kecil kemungkinan suatu pelanggaran terdeteksi maka semakin besar kecenderungan wajib pajak untuk melakukan pelanggaran; dan

d. Besar sanksi, semakin ringan sanksi yang dikenakan terhadap pelanggaran, maka semakin besar kecenderungan wajib pajak untuk melakukan pelanggaran.

Penghindaran pajak atau perlawanan terhadap pajak adalah hambatan-hambatan yang terjadi dalam pemungutan pajak sehingga mengakibatkan berkurangnya penerimaan kas Negara. Tax avoidance selalu diartikan sebagai kegiatan yang legal. Namun penghindaran pajak ini tidak selalu legal karena pada dasarnya penghindaran pajak ini dibedakan menjadi dua, yaitu (1) penghindaran pajak yang diperbolehkan (acceptable tax avoidance) dan (2) penghindaran pajak yang tidak diperbolehkan (unacceptable tax avoidande).

Jika tujuan dari tax planning ini adalah untuk merekayasa beban pajak agar serendah mungkin dengan memanfaatkan peraturan yang ada tetapi berbeda dengan tujuan dan persepsi pembuat undang-undang pajak tersebut, maka perencanaan pajak disini sama dengan penghindaran pajak

(18)

yang tidak diperbolehkan (unacceptable tax avoidance), karena secara hakikat ekonomi keduanya berusaha untuk memaksimalkan penghasilan setelah pajak, karena pajak merupakan unsur pengurang laba. Umumnya perencanaan pajak merujuk pada proses merekayasa usaha dan transaksi wajib pajak supaya utang pajak berada dalam jumlah yang minimal.

Biasanya perusahaan melakukan strategi-strategi atau cara-cara yang legal sesuai dengan aturan undang-undang yang berlaku, namun dilakukan dengan memanfaatkan hal-hal yang sifatnya ambigu dalam undang-undang sehingga dalam hal ini wajib pajak memanfaatkan celah-celah yang ditimbulkan oleh adanya ambiguitas dalam undang-undang perpajakan (Suandy,2008).

Komite urusan fiskal dari Organization for Economic Coorporation and Development (OECD), menyebutkan tiga karakter penghindaran pajak, yaitu :

1. Adanya unsur artificial dimana berbagai pengaturan seolah-olah terdapat di dalamnya padahal tidak, dan ini dilakukan karena ketiadaan faktor pajak,

2. Skema semacam ini sering memanfaatkan loopholes dari undang-undang atau menerapkan ketentuan-ketentuan legal untuk berbagai tujuan, padahal bukan itu yang sebetulnya dimaksudkan oleh pembuat undang-undang,

3. Kerahasian juga sebagai bentuk dari skema ini dimana umumnya para konsultan menunjukkan alat atau cara untuk melakukan penghindaran

(19)

pajak dengan syarat wajib pajak menjaga serahasia mungkin (Council of Executive Secretaries of Tax Organization, 1991 dalam Annisa, 2012).

Sebuah pendekatan teoritis menekankan interaksi dari aktivitas tax avoidance dan problem ageensi yang merekat pada perusahaan go public (Sartori, 2010). Oleh karena itu aktivitas tax avoidance dapat menciptakan suatu alternatif pilihan dalam perencanaan pajak yang bisa menghemat besarnya pajak yang dibayarkan oleh perusahaan.

2.2 Penelitian Terdahulu

Hotman T. Pohan (2008) menganalisis pengaruh kepemilikan institusi, rasio tobin’s q, akrual pilihan, tarif efektif pajak, dan biaya pajak ditunda terhadap penghindaran pajak. Hasil uji hipotesis untuk pengaruh secara parsial masing-masing variabel yaitu kepemilikan institusi dan biaya pajak yang ditunda tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penghindaran pajak. namun, hasil uji hipotesis secara parsial untuk variabel rasio tobin’s q, perata laba, akrual pilihan, dan tarif efektif pajak berpengaruh secara nyata terhadap penghindaran pajak. Hasil uji secara simultan terhadap faktor-faktor menghasilkan model, dimana berpengaruh secara signifikan.

Annisa dan Kurniasih (2012) menguji pengaruh antara corporate governance terhadap tax avoidance. Dalam penelitian ini menggunakan proksi sebagai alat ukur variabel corporate governance, proksi tersebut adalah kepemilikan institusional, struktur dewan komisaris, komite audit dan kualitas audit. Berdasarkan hasil analisis dan pengujian dalam penelitian ini, temuan

(20)

dalam penelitian ini adalah hasil uji analisis regresi menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara kepemilikan institusional, komposisi dewan komisaris dan dewan komisaris terhadap tax avoidance. Sedangkan kualitas audit dan komite audit menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap tax avoidance.

Gusti maya sari (2014) menguji pengaruh corporate governance, ukuran perusahaan, kompensasi rugi fiskal dan struktur kepemilikan terhadap tax avoidance. Berdadasrkan hasil penelitian, untuk masing-masing variabel komite audit, kompensasi rugi fiskal, dan struktur kepemilikan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tax avoidance. Sedangkan untuk variabel komisaris independen dan ukuran perusahaan berpengaruh signifikan positif terhadap tax avoidance.

Maharani dan Suardana (2014) menguji pengaruh corporate governance, profitabilitas dan karakter eksekutif terhadap tax avoidance pada perusahaan manufaktur. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa proporsi dewan komisaris, kualitas audit, komite audit yang merupakan proksi dari corporate governance dan ROA yang merupakan proksi dari profitabilitas berpengaruh negatif, risiko perusahaan yang merupakan proksi dari karakteristik eksekutif berpengaruh positif, sedangkan sisanya yaitu kepemilikan insitusional yang merupakan proksi dari corporate governance tidak berpengaruh terhadap tindakan tax avoidance yang dilakukan oleh perusahaan manufaktur.

Rusydi dan Dwi (2014) dalam SNA 17 menguji pengaruh struktur kepemilikan terhadap aggressive tax avoidance. Struktur kepemilikan disini

(21)

dibagi menjadi tiga yaitu, kepemilikan keluarga, kepemilikan asing dan kepemilikan pemerintah. Dalam penelitian ini juga menggunakan variabel control yaitu, ukuran perusahaan (SIZE), profitabilitas (ROA), dan tingkat hutang perusahaan (LEV). Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa struktur kepemilikan keluarga berpengaruh positif terhadap aggressive tax avoidance. Dan untuk kepemilikan asing dan pemerintah tidak dapat membuktikan pengaruh terhadap aggressive tax avoidance. Dan untuk hasil variabel kontrol menunjukkan hasil yang positif dan signifikan.

Table 2.1

Ringkasan Penelitian Terdahulu Nama

Peneliti

Judul Penelitian

Variabel

Penelitian Hasil Penelitian Nuralifmida Ayu Annisa dan Lulus Kurniasih (2012) Pengaruh Corporate Governance terhadap Tax Avoidance Independen: - Kepemilikan Institusional - Dewan Komisaris • Prosentase Dewan Komisaris Independen • Jumlah Dewan Komisaris - Kualitas Audit - Komite Audit Dependen: - Tax Avoidance (Book Tax Gap)

 Kualitas Audit dan

Komite Audit berpengaruh signifikan terhadap Tax Avoidance.  Kepemilikan Institusional dan Dewan Komisaris tidak berpengaruh signifikan terhadap Tax Avoidance. Hotman T. Pohan ( 2008) Analis Pengaruh kepemilikan Institusi, Rasio Tobin Q, Akrual Independen: - Kepemilikan Institusi - Rasio Tobin Q - Perata Laba - Akrual Pilihan

 Hasil uji hipotesis untuk pengaruh secara parsial masing-masing variabel independen

yaitu yaitu Kepemilikan Institusi

(22)

Pilihan, Tarif Efektif Pajak dan Biaya pajak ditunda terhadap Penghindaran Pajak. - Tarif Efektif Pajak - Biaya Pajak Ditunda Dependen: - Penghindaran Pajak. tidak berpengaruh secara signifikan. Biaya Pajak yang ditunda juga tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penghindaran pajak.  Rasio Tobin Q, Perata

Laba, Akrual Pilihan, Tarif Efektif Pajak, berpengaruh secara nyata terhadap penghindaran pajak.

 Hasil uji secara simultan terhadap faktor-faktor menghasilkan model, dimana seluruh variabel berpengaruh secara signifikan. Gusti Maya Sari (2014) Pengaruh Corporate Governance, Ukuran Perusahaan, Kompensasi Rugi Fiskal dan Struktur Kepemilikan terhadap Tax Avoidance Independen: - Komisaris Independen - Komite Audit - Ukuran Perusahaan - Kompensasi Rugi Fiskal - Struktur Kepemilikan Dependen: Tax Avoidance  Komite Audit, Kompensasi Rugi Fiskal dan struktur Kepemilikan tidak berpengaruh signifikan terhadap Tax Avoidance.  Komisaris independen dan Ukuran Perusahaan berpengaruh signifikan positif terhadap Tax Avoidance. I Gusti Ayu Maharani dan Ketut Alit Suardana (2014) Pengaruh Corporate Governance, Profitabilitas dan Karakteristik Eksekutif terhadap Tax Avoidance pada Perusahaan Manufaktur Independen - Kepemilika n Institusional - Proporsi Dewan Komisaris - Kualitas Audit - Komite Audit - ROA - Risiko  Proporsi dewan komisaris, kualitas audit, komite audit yang merupakan proksi dari corporate governance dan ROA yang merupakan proksi dari profitabilitas

berpengaruh negative terhadap tindakan tax avoidance.

(23)

Perusahaan Dependen Tax Avoidance yang merupakan proksi dari karakteristik eksekutif berpengaruh positif terhadap tindakan tax avoidance.

 Kepemilikan institusional yang merupakan proksi dari corporate governance tidak berpengaruh terhadap tindakan tax avoidance. M. Khoiru Rusydi dan Dwi Martani ( SNA 17 Mataram, Lombok, 2014) Pengaruh Struktur Kepemilikan Terhadap Aggressive Tax Avoidance Independen : - Struktur Kepemilikan • Kepemilkan Keluarga • Kepemilika n Asing • Kepemilika n Pemerintah Dependen : Aggressive Tax Avoidance Control : - Ukuran Perusahaan (SIZE). - Profitabilitas (ROA). - Tingkat Hutang Perusahaan (LEV).  Struktur kepemilikan, khususnya kepemilikan keluarga berpengaruh positif terhadap aggressive tax avoidance.

 Kepemilikan asing dan pemerintah tidak dapat mempengaruhi

tindakan aggressive tax avoidance.  Variabel SIZE

menunjukkan hasil positif dan signifikan mempengaruhi aggressive tax avoidance.  Variabel ROA

menunjukkan hasil positif dan signifikan mempengaruhi aggressive tax avoidance.  Variabel LEV

menunjukkan hasil positif dan signifikan mempengaruhi aggressive tax avoidance.

(24)

2.3 Kerangka Konseptual

Berdasarkan tinjauan pustaka dan penelitian terdahulu, yang menguji variabel-variabel yang dapat mempengaruhi adanya praktik penghindaran pajak dalam perusahaan baik secara parsial maupun secara simultan. Dalam penelitian ini akan diteliti beberapa veriabel yang dapat mempengaruhi praktik penghindaran pajak tersebut, baik yang berpengaruh secara langsung maupun tidak.

Maka kerangka konseptual dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut : H1 H2 H3 H4 H5 H6 Gambar 2.1

Pengaruh Kepemilikan Institusi, Dewan Komisaris Independen, Kualitas Audit, Rasio Tobin’s Q dan Tarif efektif Pajak Terhadap Penghindaran

Pajak Kepemilikan Institusi (X1) Dewan Komisaris (X2) Penghindaran Pajak (Y) Kualitas Audit (X3) Rasio Tobin Q (X4)

(25)

2.4 Hipotesis Penelitian

2.4.1 Pengaruh Kepemilikan Institusi Terhadap Penghindaran Pajak

Besar kecilnya konsentrasi kepemilikan institusi maka akan mempengaruhi kebijakan pajak agresif oleh perusahaan, dan semakin kecil kepemilikan institusi akan meningkatkan kebijakan pajak agresif, tetapi semakin besar kepemilikan institusi maka akan semakin mengurangi tindakan kebijakan pajak secara agresif. Pemilik institusi memainkan peran penting dalam memantau, mendisiplinkan dan mempengaruhi manajer, mereka berpendapat bahwa seharusnya pemilik institusi berdasarkan besar dan hak suara yang dimiliki, dapat memaksa manajer untuk berfokus pada kinerja ekonomi dan menghindari peluang untuk perilaku mementingkan diri sendiri. Hasil penelitian Annisa dan kurniasih (2012) adalah besar kecilnya konsentrasi kepemilikan maka akan berpengaruh secara negatif terhadap kebijakan pajak secara agresif oleh perusahaan, dan semakin besarnya konsentrasi short-term shareholder institusi akan meningkatkan kebijakan pajak agresif, tetapi semakin besar konsentrasi kepemilikan long-term shareholder maka akan semakin mengurangi tindakan kebijakan pajak yang agresif.

H1 : Kepemilikan Institusi berpengaruh terhadap penghindaran pajak.

(26)

2.4.2 Pengaruh Dewan Komisaris Terhadap Penghindaran Pajak Komisaris merupakan pihak yang tidak terafiliasi dengan pemegang saham pengendali, anggota direksi dan dewan komisaris lain. Dan perusahaan itu sendiri baik dalam bentuk hubungan bisnis maupun kekeluargaan. Dalam hal ini dewan komisaris tidak boleh melibatkan diri dalam tugas-tugas manajemen dan tidak boleh mewakili perusahaan dalam transaksi-transaksi dengan pihak ketiga. Aggota dewan komisaris harus bertindak berdasarkan informasi yang jelas, dengan itikad yang baik, berdasarkan kehati-hatian, serta demi kepentingan perusahaan dan pemegang saham. Subprinsip ini menyatakan dua elemen penting dari tanggung jawab pengelolaan dewan, yaitu kewajiban kehati-hatian dan kewajiban kesetiaan. Kemudian kehadiran komisaris independen dalam dewan komisaris mampu meningkatkan pengawasan kinerja direksi. Dimana dengan semakin banyak komisaris independen maka pengawasan manajemen akan semakin ketat. Meskipun demikian hasil penelitian Pohan (2008) membuktikan bahwa komisaris independen mempunyai pengaruh positif terhadap tax avoidance dan tax evasion manajemen kerap kali bersifat oportunistik dimana mereka memiliki motif untuk memaksimalkan laba bersih agar meningkatkan bonus.

(27)

2.4.3 Pengaruh Kualitas Audit Terhadap Penghindaran Pajak

Salah satu elemen penting dalam corporate governance adalah transparansi. Transparansi terhadap pemegang saham dapat dicapai dengan melaporkan hal-hal terkait kegiatan perpajakan yang dilakukan oleh perusahaan. Peningkatan transparansi dalam hal pajak sangat dituntut oleh otoritas publik. Alasannya adalah adanya asumsi bahwa implikasi dari perilaku pajak yang agresif, pemegang saham tidak ingin perusahaan mereka mengambil posisi yang agresif dalam hal pajak dan akan mencegah tindakan tersebut jika mereka tahu sebelumnya. Laporan keuangan yang diaudit oleh auditor KAP The Big Four menurut beberapa referensi dipercaya lebih berkualitas sehingga lebih menampilkan nilai perusahaan yang sebenarnya, oleh karena itu diduga perusahaan yang diaudit oleh KAP The Big Four ( Price Waterhouse Cooper – PWC, Deloitte Touche Tohmatsu, KPMG, Ernst & Young - E&Y ) memiliki tingkat kecurangan yang lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan yang diaudit oleh KAP non The Big Four. Penelitian Annisa dan Kurniasih (2012) menyimpulkan bahwa kualitas audit berpengaruh negatif terhadap tax avoidance.

(28)

2.4.4 Pengaruh Rasio Tobin’s Q Terhadap Penghindaran Pajak Tobin’s Q merupakan suatu model yang berguna dalam pembuatan keputusan investasi. Tobin’s Q menawarkan penjelasan nilai dari suatu perusahaan. Tobin’s Q model mendefinisikan nilai perusahaan sebagai nilai kombinasi antara aktiva berwujud dan aktiva tidak berwujud. Pengukuran kinerja perusahaan dengan menggunakan Tobin’s Q tidak hanya memberikan gambaran pada aspek fundamental saja, tetapi juga sejauh mana pasar menilai perusahaan dari berbagai aspek yang dilihat oleh pihak luar termasuk investor. Secara khusus, Tobin’s Q sering digunakan sebagai alat ukur pengukur nilai intangible asset atau modal intelektual suatu perusahaan seperti kekuatan monopoli, sistem manajerial dan peluang pertumbuhan. Dalam penelitian Pohan (2008) menyimpulkan bahwa Rasio Tobin’s Q berpengaruh negatif terhadap penghindaran pajak.

H4 : Rasio Tobin’s Q berpengaruh terhadap penghindaran pajak.

2.4.5 Pengaruh Tarif Efektif Pajak Terhadap Penghindaran Pajak Tarif efektif pajak pada dasarnya adalah sebuah persentasi besaran tarif pajak yang ditanggung oleh perusahaan. Terdapat beberapa jenis tarif untuk menghitung pajak, yaitu tarif yang ditentukan oleh undang-undang, tarif rata-rata, tarif marginal, dan tarif efektif yang dibagi lagi menjadi tarif efektif rata-rata dan tarif efektif marginal.

(29)

Dalam penelitian bidang perpajakan untuk mengukur suatu perencanaan pajak bukanlah hal yang mudah, karena data-data mengenai pajak perusahaan adalah suatu hal yang rahasia. Tidak transparansinya proses penetapan tarif pajak yang dilakukan pemerintah menyebabkan adanya kemungkinan intervensi yang dilakukan oleh pihak-pihak yang mempunyai kepentingan. Dalam penelitian pohan (2008) menyimpulkan bahwa tarif efektif pajak memiliki pengaruh yang negatif terhadap penghindaran pajak. H5 : Tarif efektif pajak berpengaruh terhadap penghindaran pajak.

2.4.6 Pengaruh Kepemilikan Institusi, Dewan Komisaris, Kualitas Audit, Rasio Tobin’s Q, dan Tarif Efektif Pajak Terhadap Penghindaran Pajak.

Hasil penelitian Annisa dan kurniasih (2012) adalah besar kecilnya konsentrasi kepemilikan maka akan berpengaruh secara negatif terhadap kebijakan pajak secara agresif oleh perusahaan, dan semakin besarnya konsentrasi short-term shareholder institusi akan meningkatkan kebijakan pajak agresif, tetapi semakin besar konsentrasi kepemilikan long-term shareholder maka akan semakin mengurangi tindakan kebijakanpajak yang agresif. Hasil penelitian Pohan (2008) membuktikan bahwa komisaris independen mempunyai pengaruh positif terhadap tax avoidance Laporan keuangan yang diaudit oleh auditor KAP The Big

(30)

Fourmenurut beberapa referensi dipercaya lebih berkualitas sehingga lebih menampilkan nilai perusahaan yang sebenarnya, oleh karena itu perusahaan yang diaudit oleh KAP The Big Four memiliki tingkat kecurangan yang lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan yang diaudit oleh KAP non The Big Four. Penelitian Annisa dan Kurniasih (2012) menyimpulkan bahwa kualitas audit berpengaruh negatif terhadap tax avoidance. Tobin’s Q sering digunakan sebagai alat ukur pengukur nilai intangible asset atau modal intelektual suatu perusahaan seperti kekuatan monopoli, sistem manajerial dan peluang pertumbuhan. Dalam penelitian Pohan (2008) menyimpulkan bahwa Rasio Tobin’s Q berpengaruh negatif terhadap penghindaran pajak. Dalam penelitian bidang perpajakan untuk mengukur suatu perencanaan pajak bukanlah hal yang mudah, karena data-data mengenai pajak perusahaan adalah suatu hal yang rahasia. Dalam penelitian pohan (2008) menyimpulkan bahwa tarif efektif pajak memiliki pengaruh yang negatif terhadap penghindaran pajak.

H6 : Kepemilikan institusi, dewan komisaris, kualitas audit, rasio Tobin’s Q, tarif efektif pajak berpengaruh terhadap penghindaran pajak.

Referensi

Dokumen terkait

SYARIAH DI FASE QUARTERLIFE CRISIS PADA ALUMNI IAIN PALANGKA RAYA PERIODE 2010 – 2015.. NAMA :

Kondisi geografis daerah Ujung Kerang, Kampung Nelayan Seberang yang merupakan pesisir sehingga dalam penemuhan kebutuhan air terkendala dengan kuantitas dan kualitas

Adapun yang menyebabkan timbulnya penyimpangan tersebut, karena adanya konsep yang salah tentang ziarah kubur, berziarah kekuburan wali atau orang saleh bukan untuk

Dari uji lanjut duncan didapatkan bahwa perbandingan ekstrak laktosa pada konsentrasi senyawa flavonoid 1:2 mempunyai kandungan senyawa flavonoid berbeda tidak nyata

Bengkulu (Diperbantukan paada Satker Pengembangan Kawasan Permukiman Prov.. Musi Rawass (Diperbantukan di Satker Pelaksanaan Jalan

bar 4 Penjel r 5 Informasi ar 6 Pertanya Pertam da gambar otot berisi te tem yang da berupa des bantu ini, b ni tidak diran peran d Model ini h mbantu p ra mandiri de asan

Kesimpulan ada hubungan status gizi bawah normal dengan perkembangan motorik kasar pada balita usia 6-60 bulan, sesuai hasil penelitian disarankan sebagai masukan

Kepuasan responden di Instalasi Rawat Inap RSUD Tugurejo Semarang kategori tinggi adalah 38 responden ( 38 % ) dan kategori sedang 62 responden ( 62 % ), dengan