• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Menyikat gigi merupakan suatu kontrol plak dan langkah awal untuk mencegah karies. Saat ini kontrol plak telah dilengkapi dengan penambahan bahan aktif yang mengandung bahan dasar alami maupun sintetik sebagai bahan antibakteri yang tersedia dalam bentuk sediaan obat kumur dan pasta gigi (Pratiwi, 2005).

2.1 Pasta Gigi

Pasta gigi didefinisikan sebagai bahan semi-aqueous yang digunakan bersama-sama sikat gigi untuk membersihkan deposit dan memoles seluruh permukaan gigi. Pasta gigi yang digunakan pada saat menyikat gigi berfungsi untuk mengurangi pembentukan plak, memperkuat gigi terhadap karies, membersihkan dan memoles permukaan gigi, menghilangkan atau mengurangi bau mulut, membersihkan rasa segar pada mulut, serta memelihara kesehatan gingiva (Storehagen, 2003).

2.1.1 Komposisi Pasta Gigi

Hampir semua pasta gigi mengandung lebih dari satu bahan aktif. Umumnya pasta gigi yang beredar di pasaran saat ini adalah kombinasi dari bahan abrasif, deterjen dan satu atau lebih bahan terapeutik. Di bawah ini adalah komposisi umum dan kandungan bahan aktif yang biasa diaplikasikan ke dalam pasta gigi (Siregar, 2010) :

(2)

1. Bahan abrasif (20-50%)

Bahan abrasif yang terdapat dalam pasta gigi umumnya berbentuk bubuk pembersih yang dapat memoles dan menghilangkan stain dan plak. Bentuk dan jumlah bahan abrasif dalam pasta gigi membantu untuk menambah kekentalan pasta gigi. Contoh bahan abrasif ini antara lain silica atau silica hydrate, sodium bikarbonat, aluminium oxide, dikalsium fosfat dan kalsium karbonat.

2. Humectant atau pelembab (20-35%)

Humectant adalah bahan penyerap air dari udara dan menjaga kelembaban.

Misalnya gliserin, alpha hydroxyl acids (AHA) dan asam laktat. Bahan ini digunakan untuk menjaga pasta gigi tetap lembab.

3. Bahan perekat

Bahan perekat ini dapat mengontrol kekentalan dan memberi bentuk krim dengan cara mencegah terjadinya pemisahan bahan solid dan liquid pada suatu pasta gigi. Contohnya glycerol, sorbitol, dan polyethyleneglycol dan cellulose gum.

4. Surfectan atau Deterjen (1-3%)

Bahan deterjen yang banyak terdapat dalam pasta gigi di pasaran adalah Sodium

Lauryl Sulfat (SLS) yang berfungsi menurunkan tegangan permukaan,

mengemulsi (melarutkan lemak) dan memberikan busa sehingga pembuangan plak, debris, material alba dan sisa makanan menjadi lebih mudah. SLS ini juga memiliki efek antibakteri.

(3)

5. Pelarut (20-40%)

Air dalam pasta gigi berfungsi sebagai pelarut. 6. Bahan penambah rasa (0-2%)

Pasta gigi menggunakan pemanis buatan untuk memberikan cita rasa yang beranekan ragam. Misalnya rasa mint, stroberi, kayu manis, bahkan permen karet untuk pasta gigi anak. Tambahan rasa pada pasta gigi akan membuat menyikat gigi menjadi menyenangkan. American Dental Association (ADA) tidak merekomendasikan pasta gigi yang mengandung gula tetapi pasta gigi yang mengandung pemanis buatan (misalnya saccharin). Bahan pelembab gliserin dan sorbitol juga memberikan rasa manis pada pasta gigi.

7. Bahan pemutih (0,05-0,5%)

Ada macam-macam bahan pemutih yang digunakan antara lain Sodium carbonate,

hydrogen peroxide, citroxane, dan sodium hexametaphosphate.

8. Bahan terapeutik (0-2%)

Bahan terapeutik yang terdapat dalam pasta gigi yaitu bahan antimikroba (Triklosan, Zinc citrate atau Zinc phosphate,ekstrak daun sirih, siwak), bahan anti tartar atau kalkulus (tetrasodium pyrophosphate), dan fluoride (stannous fluoride,

sodium fluoride, sodium monofluorofosfat).

9. Bahan desensitisasi

Bahan desensitisasi yang digunakan dalam pasta gigi adalah potassium nitrat (memblok transmisi nyeri di antara sel-sel syaraf) dan strontium chloride (memblok tubulus dentin).

(4)

10. Bahan pengawet (0,05-0,5%)

Bahan pengawet berfungsi untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme dalam pasta gigi. Umumnya bahan pengawet yang ditambahkan dalam pasta gigi adalah

sodium benzoate, methylparaben dan ethylparaben.

2.2 Lidah Buaya (Aloe Vera) 2.2.1 Klasifikasi Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Ordo : Asparagales Family : Asphodelaceae Genus : Aloe

Spesies : Aloe vera L. (Plantamore, 2002)

2.2.2 Morfologi

Aloe vera termasuk suku Liliaceae. Liliaceae diperkirakan meliputi 4000

jenis tumbuhan, terbagi dalam 240 marga, dan dikelompokan lagi menjadi lebih kurang 12 macam. Daerah distribusinya meliputi keseluruh dunia. Aloe vera mempunyai lebih dari 350 jenis tanaman. Tanaman Aloe vera termasuk tanaman yang bersifat tumbuh di tempat kering. Batang tanaman pendek, mempunyai daun yang bersap-sap melingkar. Panjang daun 40-90 cm, lebar 6-13 cm, dengan ketebalan lebih kurang 2,5 cm dipangkal daun, serta bunga berbentuk lonceng (Lee, 2004).

(5)

Gambar 2.1 Lidah Buaya (Aloe vera) (Kuswindari, 2011)

2.2.3 Kandungan

Tanaman Aloe vera daun dan akarnya mengandung saponin dan flavonoid, di samping itu daunnya mengandung tanin dan polifenol. Aloe vera mengandung zat gizi yang diperlukan tubuh, diantaranya yaitu vitamin A, B, B2, B3, B12, C, E, choline, inositol, dan asam folat. Selain vitamin, dalam Aloe vera juga terdapat mineral makro dan mikro yaitu kalsium(Ca), magnesium (Mg), potassium (K), sodium (Na), besi(Fe), zinc(Zn), dan kromium(Cr) (Lee, 2004).

2.2.4 Manfaat

Aloe vera berfungsi sebagai pembentuk antioksidan alami. Antioksidan

berguna untuk mencegah penuaan dini, serangan jantung, dan beberapa penyakit degeneratif. Aloe vera bersifat merangsang pertumbuhan sel baru pada kulit. Dalam lendir Aloe vera terkandung zat lignin yang mampu menembus dan meresap ke dalam kulit. Lendir ini akan menahan hilangnya cairan tubuh dari permukaan kulit. Hasilnya kulit tidak cepat kering dan terlihat awet muda (Taryono, 2008).

Kegunaan lain Aloe vera yaitu berkhasiat untuk mengatasi sulit buang air kecil, sulit buang air besar (sembelit), batuk, radang tenggorokan, hepatoprotektor

(6)

(pelindung hati), imunomodulator (pembangkit sistem kekebalan), diabetes melitus, penurun kolesterol dan penyakit jantung koroner (Taryono, 2008)

2.3 Daun Sirih (Piper betle) 2.3.1 Klasifikasi Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Piperales Genus : Piper

Spesies : Piper betle L. (Plantamore, 2002)

2.3.2 Morfologi

Sirih merupakan tanaman menjalar dan merambat pada batang pokok di sekelilingnya dengan daunnya yang memiliki bentuk pipih seperti gambar hati, tangkainya agak panjang, tepi daun rata, ujung daun meruncing, pangkal daun berlekuk, tulang daun menyirip, dan daging daun yang tipis. Permukaan daunnya berwarna hijau dan licin, sedangkan batang pohonnya berwarna hijau atau hijau agak kecoklatan dan permukaan kulitnya kasar serta berkerut-kerut. Sirih hidup subur dengan ditanam di atas tanah gembur yang tidak terlalu lembab dan memerlukan cuaca tropika dengan air yang mencukupi (Geo, 2004).

(7)

2.3.3 Kandungan

Daun sirih memiliki senyawa aktif yaitu minyak atsiri, flavonoid, polivenol, alkoloid, dan tanin. Minyak atsiri merupakan minyak yang mudah menguap dan mengandung aroma atau wangi yang khas. Minyak atsiri dari daun sirih mengandung 30% fenol dan beberapa derivatnya (Lee, 2004). Daya antibakteri dari daun sirih hijau bersifat bakterisid yaitu mampu membunuh bakteri. Hal ini disebabkan komponen utama minyak atsiri dari fenol dan keturunannya salah satunya kavikol yang dapat mendenaturasi protein sel bakteri (Hasim, 2002).

Gambar 2.2 Daun sirih (Piper betle) (Hita, 2011)

2.3.4 Manfaat

Manfaat daun sirih yaitu dapat digunakan untuk menghilangkan bau badan, menghentikan mimisan atau keluar darah dari hidung, menghilangkan gatal-gatal. Dapat juga digunakan sebagai pembersih mata yang gatal atau merah, obat sariawan, menghilangkan bau mulut, mengurangi jerawat, serta menguatkan gigi agar tidak mudah tanggal (Muhlisah, 1999).

(8)

2.4 Siwak (Salvadora persica) 2.4.1 Klasifikasi

Divisio : Embryophyta Sub Divisio : Spermatophyta Class : Dicotyledons Sub Class : Eudicotiledons Ordo : Brassicales Family : Salvadoraceae Genus : Salvadora

Spesies : Salvadora persica (Tjitrosoepomo, 1998)

2.4.2 Morfologi

Siwak atau Miswak merupakan bagian dari batang, akar atau ranting tumbuhan Salvadora persica yang kebanyakan tumbuh di daerah Timur Tengah, Asia dan Afrika. Siwak berbentuk batang yang diambil dari akar dan ranting tanaman arak (Salvadora persica) yang berdiameter mulai dari 0,1 cm sampai 5 cm. Jika kulitnya dikelupas berwarna agak keputihan dan memiliki banyak juntaian serat. Akarnya berwarna coklat dan bagian dalamnya berwarna putih. Aromanya seperti seledri dan rasanya agak pedas. Siwak juga aman dan sehat bagi perkembangan gusi (Pratama, 2005).

(9)

2.4.3 Kandungan

Kayu siwak (Salvadora persica) memiliki efek terapi terhadap gingiva dan juga memiliki efek mekanis. Siwak mengandung kurang lebih 19 zat yang dibutuhkan untuk meningkatkan kesehatan mulut. Beberapa kandungan yang terdapat dalam siwak, antara lain : polivenol, flavonoid, fluoride, saponin, dan minyak atsiri (Suprastiwi, 2007).

2.4.4 Manfaat

Hasil penelitian oleh Ababneh (1995) terhadap siwak menunjukkan bahwa siwak mengandung mineral-mineral alami yang dapat membunuh bakteri, menghilangkan plak, mencegah gigi berlubang serta memelihara gusi. Siwak memiliki kandungan kimiawi yang bermanfaat, seperti antibacterial acids

(astringents, abrasive dan detergents) yang berfungsi untuk membunuh bakteri,

mencegah infeksi dan menghentikan pendarahan pada gusi, kandungan kimia, seperti klorida, pottasium, sodium bicarbonate, fluoride, silika, sulfur, vitamin C, trimethyl amine, salvadorine, dan beberapa mineral lainnya yang berfungsi untuk membersihkan gigi, memutihkan dan menyehatkan gigi dan gusi. Bahan-bahan ini sering diekstrak sebagai bahan penyusun pasta gigi. Siwak juga berguna untuk menurunkan jumlah bakteri di mulut (Ababneh, 1995).

2.5 Teh Hijau (Camellia sinensis) 2.5.1 Klasifikasi

Kingdom : Plantae

(10)

Kelas : Magnoliopsida Ordo : Ericales Famili : Theaceae Genus : Camellia

Spesies : Camellia sinensis (Plantamore, 2002)

2.5.2 Morfologi

Camellia sinensis berasal dari daratan Asia Selatan dan Tenggara, namun

sekarang telah dibudidayakan di seluruh dunia, baik daerah tropis maupun subtropis. Tumbuhan ini merupakan perdu atau pohon kecil yang biasanya dipangkas bila dibudidayakan untuk dipanen daunnya dan memiliki akar tunggang yang kuat. Bunganya kuning-putih berdiameter 2,5–4 cm dengan 7 hingga 8 mahkota. Daunnya memiliki panjang 4–15 cm dan lebar 2–5 cm. Daun tua berwarna lebih gelap. Daun dengan umur yang berbeda menghasilkan kualitas teh yang berbeda-beda, karena komposisi kimianya yang berbeda (Wikipedia, 2008).

(11)

2.5.3 Kandungan

Bahan-bahan kimia dalam daun teh hijau dapat digolongkan menjadi empat kelompok besar, yaitu : (Cabrera et al, 2006)

1. Substansi Fenol

Katekin adalah senyawa larut dalam air, tidak berwarna, dan memberikan rasa pahit yang terdapat pada polifenol daun teh. Daun teh mengandung 30-40% polifenol yang sebagian besar dikenal sebagai katekin. Katekin teh bersifat antimikroba dan antivirus, antioksidan, antiradiasi, dapat memperkuat pembuluh darah, melancarkan sekresi air seni, dan menghambat pertumbuhan sel kanker. Katekin merupakan komponen utama dari substansi teh hijau dan paling berpengaruh terhadap seluruh komponen teh (rasa, aroma, warna). Katekin teh hijau tersusun sebagian besar atas senyawa-senyawa katekin (C), epikatekin (EC), galokatekin (GC), epigalokatekin (EGC), epikatekin galat (ECG), galokatekin galat (GCG), dan epigalokatekin galat (EGCG).

2. Flavonoid

Daun teh hijau mengandung flavonoid. Dalam 100 gram daun teh hijau terkandung 12.511 mg flavonoid.

3. Substansi bukan fenol

Terdiri dari karbohidrat (0,75%), substansi pektin (4,9-7,6%), alkaloid (3-4%), klorofil dan zat warna yang lain (0,019%), protein dan asam-asam amino (1,4-5%), asam organik, substansi resin (3%), vitamin (C, K, A, B1, B2), dan substansi mineral (magnesium, kalium, fluor, natrium, kalsium, seng, mangan, kuprum, selenium).

(12)

4. Enzim

Peran penting enzim adalah sebagai biokatalisator pada setiap reaksi kimia di dalam tanaman. Enzim yang dikandung dalam daun teh di antaranya intervase, amilase, oksimetilase, protease, peroksidase, β-glukosidase, dan polifenol oksidase.

2.5.4 Manfaat

Dari beberapa penelitian dijelaskan bahwa teh hijau berkhasiat dalam meningkatkan kesehatan. Adapun beberapa khasiat teh hijau yaitu sebagai antioksidan, antimutagenik dan antikarsinogenik, anti hipertensi dan penyakit kardiovaskuler, proteksi terhadap sinar ultraviolet, mengontrol berat tubuh, anti bakterial dan antivirus, meningkatkan kesehatan tulang, meningkatkan kesehatan mulut, anti peradangan, dan anti fibrotik pada kulit dan arteri (Cabrera et al, 2006).

2.6 Jeruk Nipis atau Lime (Citrus aurantifolia) 2.6.1 Klasifikasi

Jeruk nipis merupakan salah satu jenis citrus (jeruk) yang asal usulnya adalah dari India dan Asia Tenggara. Adapun sistematika jeruk nipis adalah sebagai berikut (Setiadi, 2004) :

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Sapindales Family : Rutaceae

(13)

Genus : Citrus

Spesies : Citrus aurantifolia

2.6.2 Morfologi

Tanaman jeruk nipis merupakan pohon yang berukuran kecil. Buahnya berbentuk agak bulat dengan ujungnya sedikit menguncup dan berdiameter 3-6 cm dengan kulit yang cukup tebal. Rasa buahnya asam segar. Bijinya berbentuk bulat telur, pipih, dan berwarna putih kehijauan. Akar tunggangnya berbentuk bulat dan berwarna putih kekuningan (Astarini, 2010).

Gambar 2.5 Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia) (Setiadi, 2004).

2.6.3 Kandungan

Buah jeruk nipis memiliki rasa pahit, asam, dan bersifat sedikit dingin. Beberapa bahan kimia yang terkandung dalam jeruk nipis di antaranya adalah asam sitrat sebanyak 7-7,6%, mineral, vitamin B1, citral limonene, phellandrene, geranil asetat, cadinene, linalin asetat. Buah jeruk nipis juga mengandung flavonoid sebesar 82%. Selain itu, jeruk nipis juga mengandung vitamin C sebanyak 27 mg/100 g jeruk, Ca sebanyak 40 mg/100 g jeruk, dan P sebanyak 22 mg (Hariana, 2006).

(14)

Selain itu, jeruk nipis juga mengandung senyawa saponin dan flavonoid yaitu hesperidin (hesperetin 7-rutinosida), tangeretin, naringin, eriocitrin, eritrocide. Hesperidin bermanfaat untuk antiinflamasi, antioksidan, dan menghambat sintesis prostaglandin (Hariana, 2006).

Tanaman genus Citrus merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri yang merupakan suatu substansi alami yang telah dikenal memiliki efek sebagai antibakteri. Minyak atsiri yang dihasilkan oleh tanaman yang berasal dari genus Citrus sebagian besar mengandung terpen, siskuiterpen alifatik, turunan hidrokarbon teroksigenasi, dan hidrokarbon aromatik (Astarini, 2010).

Komposisi senyawa minyak atsiri dalam jeruk nipis (Citrus aurantifolia) adalah limonen (33,33%), β-pinen (15,85%), sitral (10,54%), neral (7,94%), γ-terpinen (6,80%), α-farnesen (4,14%), α-bergamoten (3,38%), β-bisabolen (3,05%), α-terpineol (2,98%), linalol (2,45%), sabinen (1,81%), β-elemen (1,74%), nerol (1,52%), α-pinen (1,25%), geranil asetat (1,23%), 4-terpineol (1,17%), neril asetat (0,56%) dan trans-β-osimen (0,26%) (Astarini, 2010).

2.6.4 Manfaat

Jeruk nipis (Citrus aurantifolia) dapat dijadikan obat tradisional yang berkhasiat mengurangi demam, batuk, infeksi saluran kemih, ketombe, menambah stamina, mengurangi jerawat serta sebagai anti-inflamasi dan antimikroba. Rasa jeruk nipis yang masam bisa membantu membersihkan nikotin yang terdapat pada gigi dan mulut orang yang suka merokok. Di Indonesia jeruk nipis sering dimanfaatkan untuk mengatasi berbagai macam penyakit seperti disentri, sembelit, ambeien, haid tak teratur, difteri, kepala pusing atau vertigo, suara serak,

(15)

bau badan, menambah nafsu makan, mencegah rambut rontok, flu, terlalu gemuk, amandel, dan mimisan (Astarini, 2010).

2.7 Flavonoid

Flavonoid adalah salah satu jenis senyawa yang bersifat aleopati, merupakan persenyawaan glukosida yang terdiri dari gula yang terikat dengan flavon dan merupakan senyawa golongan fenol. Flavonoid banyak dijumpai pada tumbuhan hijau dan hampir terdapat di semua bagian tanaman yaitu daun, akar, kayu, kulit, tepungsari, bunga, buah dan biji (Martindale, 2005).

Flavonoid lebih dikenal sebagai anti oksidan karena dapat melindungi tubuh dari pengaruh radikal bebas dan polusi lingkungan. Selain itu, flavonoid juga mempunyai daya antibakteri dengan cara mendenaturasi protein pada membran sel bakteri, lalu terjadi koagulasi protein yang mengakibatkan hilangnya fungsi dari membran sel bakteri dan terjadi peningkatan tekanan osmotik di dalam sel, sehingga terjadi lisis bakteri (Sufrida, 2006).

Gambar 2.6 Struktur Kimia Flavonoid (Tripoli, 2007)

Flavonoid merupakan deretan senyawa C6-C3-C6, artinya kerangka karbonnya terdiri atas dua gugus C6 (cincin benzena) yang dihubungkan oleh

(16)

rantai alifatik tiga karbon. Kelas yang berlainan dalam golongan flavonoid dibedakan berdasarkan cincin heterosiklik-oksigen tambahan dan gugus hidroksil yang tersebar menurut pola yang berlainan. Berdasarkan penambahan rantai oksigen dan perbedaan distribusi dari gugus hidroksilnya flavonoid digolongkan menjadi enam jenis, yaitu flavon, isoflavon, flavonol, flavanon, kalkon, dan auron. Senyawa golongan flavonoid dari beberapa bahan alam dilaporkan memiliki aktivitas antibakteri (Akroum et al, 2009).

Pada perusakan membran sel, ion H+ dari senyawa fenol dan turunannya (flavonoid) akan menyerang gugus polar (gugus fosfat) sehingga molekul fosfolipid akan terurai menjadi gliserol, asam karboksilat dan asam fosfat. Hal ini mengakibatkan fosfolipid tidak mampu mempertahankan bentuk membran sel, akibatnya membran akan bocor dan bakteri akan mengalami hambatan pertumbuhan bahkan kematian (Gilman, 1991).

2.8 Streptococcus mutans

Streptococcus mutans adalah bakteri Gram positif, fakultatif anaerob yang

paling sering ditemukan pada rongga mulut dan berperan penting dalam proses terjadinya karies. Mikroba ini pertama kali ditemukan oleh J. Killian Clarke pada tahun 1942. Clarke memberikan nama Streptococcus yang paling banyak terdapat di karies gigi sebagai Streptococcus mutans disebabkan karena morfologinya yang sangat bervariasi. Nama mutans itu sendiri juga merupakan hasil dari transisi yang sering terjadi dari bentuk cocobacillary (Marsh and Martin, 2009).

(17)

2.8.1 Klasifikasi Kingdom : Eubacteria Filum : Firmicutes Klas : Coccus Ordo : Lactobacillus Famili : Streptococcaceae Genus : Streptococcus

Spesies : Streptococcus mutans

Nama binominal : Streptococcus mutans (Holt, 2001)

2.8.2 Karakteristik Streptococcus mutans

Karakteristik dari Streptococcus mutans adalah berbentuk bulat sampai lonjong dengan diameter 0,6-1,0 µm, non motil, fakultatif anaerob, Gram positif, katalase negatif, tidak berspora, dapat tumbuh minimum pada suhu 37o Cdengan pH antara 7,4-7,6. Morfologi koloni berwarna opak, berdiameter 0,5-1,0 mm, permukaan kasar dan hanya 7% yang licin dan bersifat mukoid. Streptococcus

mutans termasuk jenis bakteri golongan Streptococcus hemoliticus tipe alpha

secara normal dapat ditemukan dalam rongga mulut dan saluran napas bagian atas (Gronroos, 2000).

(18)

Gambar 2.7 Morfologi Streptococcus mutans Secara Makroskopis dan Mikroskopis (Forssten, 2010)

Streptococcus mutans bersifat asidogenik yaitu asam, mampu tinggal pada

lingkungan asam menghasilkan suatu polisakarida yang melekat disebut dextran. Oleh karena ini, Streptococcus mutans dapat melekat dan mendukung bakteri lain menuju ke enamel gigi, melekat mendukung bakteri-bakteri lain, pertumbuhan bakteri asidogenik yang lainya dan asam melarutkan enamel gigi (Gronroos, 2000).

2.8.3 Peran Streptococcus mutans Terhadap Pembentukan Karies

Streptococcus mutans merupakan agen penyebab utama karies pada manusia. Kemampuan bakteri ini melekat pada permukaan gigi merupakan hal terpenting bagi perkembangan karies. Sukrosa dari makanan, dapat digunakan

Streptococcus mutans untuk meningkatkan koloninya dalam rongga mulut. Streptococcus mutans mempunyai dua enzim pada dinding selnya yang dapat

membentuk dua macam polisakarida ekstraseluler dari sukrosa. Fruktosa (levan) dihidrolisis oleh enzim fructosyltransferase dan glukosa (dekstran) dihidrolisis oleh enzim glucosyltransferase (Marsh and Martin, 2009; Gronroos, 2000).

(19)

Patogenesis Streptococcus mutans terjadi melalui hidroksiapatit seperti mineral dari enamel oleh asam laktat yang merupakan hasil akhir metabolik dari pertumbuhan bakteri. Konsentrasi destruksi yang signifikan dari asam ini membutuhkan akumulasi yang banyak dari Streptococcus asidogenik dalam plak gigi. Proses akumulasi diawali oleh aktivitas extracellular glucosyltransferase (GTF) yang beberapa disekresikan oleh Streptococcus mutans. Dengan keberadaan sukrosa, GTF mensintesa beberapa bentuk glukan ekstraselular dengan berat molekular tinggi. Polimer glukosa ini akan membantu agregasi dari

Streptococcus lainya melalui interkasi protein ikatan glukan (glucan binding protein). Streptococcus mutans merupakan penghasil asam laktat yang paling

banyak dalam proses akumulasi ini meskipun pH yang rendah dari bakteri lainya juga memberikan kontribusi (Todar, 2008; Marsh and Martin, 2009; Gronroos, 2000).

Pembentukan dekstran sangat penting artinya dalam kaitanya dengan sifat kariogenik bakteri ini. Dekstran ini merupakan polimer yang terdiri dari ikatan glukosa α(13) dan α(16. Pembentukan α(13) ini sangat lengket dan seperti detergen sehingga tidak larut air. Kolonisasi Streptococcus mutans yang dilapisi dekstran dapat menurunkan sifat saliva sebagai pelindung dan antibakteri pada permukaan gigi. Secara fisik dektran dapat menghambat difusi asam ke dalam saliva, akibatnya terjadi lokalisasi produk asam dengan konstrentasi yang tinggi pada permukaan enamel. Asam ini akan menurunkan pH rongga mulut sehingga mampu menyebabkan demineralisasi enamel. Apabila terjadi terus menerus akan memicu terjadinya dekalsifikasi dentin dan mempercepat terjadinya karies gigi (Todar, 2008; Marsh and Martin, 2009)

(20)

2.9 Karies Gigi

Karies gigi merupakan penyakit jaringan keras gigi yang paling sering ditemui. Karies gigi merupakan suatu kerusakan enamel, dentin atau sementum gigi yang disebabkan oleh aktivitas bakteri. Karies dimulai dari demineralisasi langsung dari enamel gigi yang disebabkan oleh asam laktat dan asam organik lain yang berakumulasi dalam plak gigi. Proses karies terjadi apabila larutnya mineral gigi (demineralisasi) ketika pH plak berada di bawah nilai pH kritis yaitu 5,5 (Todar, 2008; Featherstone, 2006).

Enamel terdiri atas bahan anorganik 92%-95%, bahan organik 1% dan air 4%. Kandungan bahan anorganik pada enamel yang terbesar adalah kalsium (37%), yaitu dalam bentuk calcium phosphate berupa kristal hidroksiapatit. (Featherstone, 2006).

2.10 Uji Kepekaan Bakteri

Aktifitas antibakteri suatu bahan dapat diukur secara in vitro agar dapat

ditentukan potensi antibakteri dalam suatu larutan serta kepekaan bakteri terhadap konsentrasi bahan yang diberikan. Beberapa faktor yang mempengaruhi hasil uji, yaitu : pH lingkungan, komponen media, stabilitas obat, ukuran inokulum, waktu inkubasi, dan aktivitas metabolik mikroorganisme (Brooks et al, 2001).

Untuk menentukan aktivitas antibakteri secara in vitro dapat digunakan dua metode yaitu metode dilusi dan difusi (Newman and Carranza, 2002)

(21)

2.10.1 Metode Dilusi Tabung

Metode ini terdiri dari larutan antibiotik yang telah disiapkan dan menginokulasi organisme pada media dalam tabung. Media cair diinkubasi untuk menumbuhkan organisme sesuai waktu yang ditentukan, akhirnya penentuan sensitivitas dari obat tersebut dilihat dari larutan antibiotik yang memiliki daya hambat paling besar (Crowley, 2009).

2.10.2 Metode Difusi Agar

Metode ini dipakai untuk menguji beberapa bahan antimikroba atau obat antibiotik terhadap suatu bakteri. Metode ini lebih praktis karena sekaligus dapat menguji beberapa obat dalam suatu media padat. Kepekaan bakteri terhadap obat ditunjukkan dengan adanya zona hambat. Media padat diinokulasi dengan bakteri uji. Pada media tersebut dibuat sumuran dan bahan antibakteri yang akan diuji ditempatkan pada sumuran yang telah dibuat kemudian diinkubasi lalu dilakukan pengamatan, adanya daerah hambatan atau zona radikal di sekeliling tempat diletakkannya bahan antibakteri. Zona hambat dipengaruhi oleh media, umur, dan konsentrasi inokulum bakteri, metode inokulasi, waktu inkubasi, dan kondisi antibiotik, yaitu masa berlaku dan cara penyimpanannya (Rahardjo, 2008).

Gambar

Gambar 2.1 Lidah Buaya (Aloe vera) (Kuswindari, 2011)
Gambar 2.2 Daun sirih (Piper betle) (Hita, 2011)
Gambar 2.3 Siwak (Salvadora persica) (Hidayati, 2011)
Gambar 2.4 Teh Hijau (Camellia sinensis) (Wikipedia, 2008)
+3

Referensi

Dokumen terkait

Kehadiran Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik atau lebih dikenal dengan (SAK ETAP) diharapkan dapat memberikan kemudahan untuk UKM dalam menyajikan

Skripsi yang berjudul “Pengaruh Film Animasi Adit dan Sopo Jarwo Terhadap Perkembangan Moral Anak Usia Dini” bertujuan untuk mengetahui apakah film Adit dan Sopo

(i) Pengukuran tinggi pohon di Jalan Perintis Kecamatan Medan Timur (j) Pengambilan titik koordinat di Jalan Pinang Baris Kecamatan

Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa ligan asli memiliki interaksi ikatan yang lebih stabil dengan protein 3PGH dibandingkan beberapa ligan uji, dan senyawa marker lada

Advanced research showed that Pinostrobin temu kunci or fingerroot also has apoptotic induction activity against human breast cancer cells T-47D through p53 and bax pathway, as

Langkah-langkah kegiatan pembelajaran pada metode guided discovery memiliki keterkaitan dengan indikator pada keterampilan proses terintegrasi. Keterkaitan tersebut, yaitu a)

Hal tersebut dilakukan untuk memenuhi kebutuhan termal bangunan dan menjaga kesegaran ikan agar kualitas ikan tetap terjaga dengan baik, serta dapat menjadi pasar

31 Dari tiga ratus dua puluh pasal yang mengatur tentang hukum laut dalam UNCLOS, terdapat dua asal yang secara khusus membahas tentang kewajiban negara peserta untuk