• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kata kunci: Indeks Kualitas Tanah, Entisol, Penggunaan Lahan Keywords: Soil Quality Index, Entisol, Land Use

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kata kunci: Indeks Kualitas Tanah, Entisol, Penggunaan Lahan Keywords: Soil Quality Index, Entisol, Land Use"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS NILAI INDEKS KUALITAS TANAH ENTISOL PADA PENGGUNAAN LAHAN YANG BERBEDA

ANALYSIS OF SOIL QUALITY INDEX OF ENTISOL WITH DIFFERENT LAND USE Zaenal Arifin

Fakultas Pertanian Unram ABSTRAK

Perubahan penggunaan lahan menyebabkan penurunan tingkat kesuburan tanah atau semakin rendahnya nilai Indeks Kualitas Tanah (IKT). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kesuburan tanah Entisol dengan pendekatan nilai Indeks Kualitas Tanah yang di gunakan sebagai lahan hutan dan lahan pertanian di Kebun Pendidikan, Penelitian, Pengembangan Pertanian Universitas Gajah Mada (KP4 UGM) Yogyakarta. Pada lahan hutan di dominasi pohon Matoa (Pometia senencen) dan lahan pertanian di gunakan sebagai perkebunan Tebu (Saccharum officinarum). Perhitungan Indeks Kualitas Tanah menggunakan analisis Minimum Data Set (MDS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kesuburan Entisol pada lahan hutan lebih tinggi dari lahan pertanian dengan nilai indeks kualitas tanah lahan hutan adalah 0,38 dan lahan pertanian adalah 0,24.

ABSTRACT

Land use change may result in soil fertility degradation indicated by low soil quality index (SQI). The aim of this research was to know the degree of soil fertility based on soil quality index for two land uses in research site of Gajah Mada University in Yogyakarta, namely, Matoa (Pometia senencen) dominated forested and Saccharum officinarum planted agricultural land. Soil quality index was analyzed using Minimum Data Set (MDS). Results of this research showed that soil quality index for forest and agricultural land use were 0.38 and 0.24 respectively. Therefore, soil fertility of forested area was higher than that of agricultural land.

____________________________________________________ Kata kunci: Indeks Kualitas Tanah, Entisol, Penggunaan Lahan Keywords: Soil Quality Index, Entisol, Land Use

PENDAHULUAN

Tanah bersama air dan udara merupakan sumber daya alam utama yang sangat mempengaruhi kehidupan. Tanah mempunyai fungsi utama sebagai tempat tumbuh dan berproduksi tanaman. Kemampuan tanah sebagai media tumbuh akan dapat optimal jika di dukung oleh kondisi fisika, kimia dan biologi tanah yang baik yang biasanya menunjukkan tingkat kesuburan tanah.

Tingkat kesuburan tanah yang tinggi menunjukkan kualitas tanah yang tinggi pula. Kualitas tanah menunjukkan kemampuan tanah untuk menampilkan fungsi-fungsinya dalam penggunaan lahan atau ekosistem, untuk menopang produktivitas biologi, memper-tahankan kualitas lingkungan, dan meningkatkan kesehatan tanaman, binatang, dan manusia (Soil Science Society of America, 1994 dalam Winarso, 2005). Berdasarkan pengertian tersebut, sangat jelas kualitas tanah sangat erat hubungannya dengan lingkungan, yaitu tanah

tidak hanya dipandang sebagai produk transformasi mineral dan bahan organik dan sebagai media pertumbuhan tanaman tingkat tinggi, akan tetapi dipandang secara menyeluruh yaitu mencakup fungsi-fungsi lingkungan dan kesehatan.

Menurunnya kemampuan tanah dalam melaksanakan fungsi-fungsinya menunjukkan telah terganggunya kualitas tanah yang mengakibatkan bertambahnya lahan kritis, penurunan produktivitas tanah dan pencemaran lingkungan. Salah satu penyebab penurunan kualitas tanah adalah perubahan penggunaan lahan atau konversi lahan.

Jumlah penduduk yang semakin tinggi menyebabkan kebutuhan manusia akan pangan dari tahun ke tahun semakin meningkat. Selain dengan tehnik intensifikasi, usaha untuk meningkatkan produksi di lakukan dengan cara ektensifikasi atau perluasan areal tanam. Perluasan areal tanam mengharuskan membuka areal hutan atau padang rumput yang semula

(2)

merupakan daerah konservasi menjadi lahan pertanian baru. Konversi hutan menjadi lahan pertanian menyebabkan penurunan kualitas tanah. Hal ini disebabkan oleh: (1) Lahan menjadi semakin terbuka, sehingga erosi permukaan akan semakin tinggi, (2) Intensitas penanaman yang tinggi akan menguras banyak unsur hara dan bahan organik tanah, dan (3) Penggunaan pestisida dan bahan kimia lainnya akan mencemari lingkungan.

Entisol merupakan jenis tanah yang baru saja mulai terbentuk dengan tingkat perkembangan profil tanah awal atau termasuk dalam jenis tanah muda. Ketersediaan unsur hara sangat di tentukan oleh jenis bahan induk, tetapi pada umumnya rendah karena sebagian unsur hara masih terikat dalam bentuk mineral. Penggunaan Entisol untuk lahan pertanian, seperti perkebunan tebu (Saccharum officinarum), akan semakin menguras ketersediaan unsur hara dan bahan organik tanah jika pengelolaan lahan tidak memperhatikan tehnik-tehnik konservasi. Hal ini menyebabkan penurunan kualitas tanah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kesuburan tanah Entisol dengan pendekatan nilai indeks kualitas tanah yang di gunakan sebagai areal hutan dan lahan pertanian di Kebun Pendidikan, Penelitian, Pengembangan Pertanian Universitas Gajah Mada (KP4 UGM) Yogyakarta.

METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Kebun Pendidikan, Penelitian, Pengembangan Pertanian Universitas Gajah Mada (KP4 UGM) yang terletak di Dusun Teguhan, Desa Kalitirto, Kecamatan Brebah, Kabupaten Sleman, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan ketinggian tempat berkisar antara 85 sampai 110 m dpl dan mempunyai luas 35 ha.

Berdasarkan laporan Tim Survey Pemetaan Tanah UGM (2008), bahwa tanah yang terbentuk di KP4 UGM terdiri atas Entisol dan Inceptisol. Entisol yang berkembang di KP4 UGM berasal dari bahan piroklastik (abu gunung merapi) berupa pasir sehingga Entisolnya di sebut Psamment. Iklim di lokasi ini bersifat udic (dengan bulan kering 1-3 bulan) sehingga great group tanahnya adalah Udipsamment. Udipsamment di bedakan atas pengaruh aktivitas pertanian, yaitu Typic Udipsamment yang belum terpengaruh lanjut oleh aktivitas pertanian dan tipe yang kedua di sebut Planggenthreptic Udipsamment karena telah banyak bertekstur halus dan kaya bahan organik.

Berdasarkan peta sebaran tanah KP4 UGM, titik pengamatan dan pengambilan contoh tanah dilakukan pada jenis tanah Planggenthreptic Udipsamment. Penetapan lokasi dianggap paling sesuai dengan tujuan penelitian karena sebagian masih merupakan hutan yang di dominasi pohon Matoa (Pometia senencen) dengan luas 0,75 Ha dan sebagian telah mengalami konversi sebagai lahan pertanian untuk tanaman Tebu (Saccharum officinarum) dengan luas 6 Ha.

Pengambilan Contoh Tanah dan Pelaksanaan Penelitian

Contoh tanah Entisol untuk keperluan analisis di ambil secara komposit pada kedalaman 0 – 25 cm dari areal hutan dan lahan pertanian. Contoh tanah dikering anginkan selama satu minggu kemudian ditumbuk dan diayak menggunakan ayakan dengan diameter lubang 2 mm untuk keperluan analisis tanah.

Analisis tanah dilakukan di laboratorium Ilmu Tanah Kuningan dan laboratorium Tanah Bulak Sumur UGM. Analisis tanah diperlukan untuk mengetahui sifat-sifat fisika dan kimia tanah, yang meliputi : Kadar lengas tanah dan Kadar lengas kapasitas lapangan dengan metode gravimetris, Berat Volume (BV) tanah dengan metode ketukan, Berat Jenis (BJ) tanah dengan picnometer, Tekstur tanah dengan metode pemipetan , Porositas tanah, di hitung dengan rumus ŋ = ( 1 – BV/BJ ) x 100 %, Pengukuran pH H2O dan pH KCl dengan pH meter, Fosfor tersedia tanah dengan metode Bray I, Kalium tersedia tanah dengan pengekstrak 0,1N NH4 OAc pada pH 7, Nitrogen total dengan metode Kjedhal (destruksi dan destilasi), C- organik tanah dengan ekstraksi K2Cr2O7, Penentuan C/N ratio menggunakan perbandingan C organik tanah dan N total dan Kedalaman akar dengan mengukur pada profil tanah,

Sedangkan indeks kualitas tanah dihitung berdasarkan kriteria Mausbah and Seybold (1998), yang dapat disesuaikan dengan kondisi lapangan menggunakan analisis Minimum Data Set (MDS). Perubahan yang dilakukan pada beberapa hal, yaitu:

1. Indikator kemantapan agregat diganti dengan persentase debu + lempung. Persentase debu + lempung sangat menentukan kemantapan agregat yang dapat berperan pada fungsi pengaturan kelengasan, peyaring dan penyangga tanah. 2. Indikator C total dapat diganti dengan C

organik, dengan pertimbangan bahwa pengukuran C organik lebih mudah dilakukan.

(3)

3. Batas bawah dan batas atas beberapa indikator tanah diturunkan atau dinaikkan, disesuaikan dengan hasil pengkuran parameter di lapangan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisis sifat fisika tanah, kimia tanah dan kedalaman perakaran pada lahan pertanian dan hutan disajikan pada Tabel 1.

1. Sifat Fisika Tanah

Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa Entisol lahan pertanian dan hutan mempunyai kelas tekstur sama yaitu pasir geluhan, tetapi dari fraksi-fraksi penyusun tanah menunjukkan tingkat perkembangan tanah yang berbeda. Hal ini dapat dilihat dari fraksi penyusun tanah lahan pertanian mempunyai kandungan pasir 83,69 %, debu 13,12 %, dan lempung 3,20 %. Sedangkan Entisol hutan mempunyai kandungan pasir 78,47 %, debu 15,18 % dan lempung 6,35 %. Tekstur tanah hutan lebih berkembang dari lahan pertanian, yang salah satu penyebabnya adalah pengaruh bahan organik tanah. Pada proses dekomposisi bahan organik akan menghasilkan asam-asam organik yang merupakan pelarut efektif bagi batuan dan mineral-mineral primer (pasir dan debu) sehingga lebih mudah pecah menjadi ukuran yang lebih kecil seperti lempung. Selain itu, jumlah dan kerapatan akar lebih tinggi pada hutan akan mempercepat penghancuran secara fisika sehingga fraksi yang lebih halus akan cepat terbentuk.

Tekstur tanah sangat menentukan kecepatan infiltrasi dan kemampuan tanah menahan air. Tanah yang didominasi oleh fraksi pasir mempunyai infiltrasi yang tinggi tetapi kemampuan mengikat air yang rendah. Kandungan fraksi lempung yang sedikit, menyebabkan tanah mempunyai kemantapan agregat yang kurang baik sehingga sering kehilangan unsur hara lewat pelindihan dan erosi. Secara tidak langsung tekstur tanah juga menentukan struktur tanah yang penting bagi gerakan udara, air, dan zat-zat hara di dalam tanah, dan juga berpengaruh terhadap kegiatan makro dan mikroorganisme tanah.

Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa lahan pertanian mempunyai Berat Volume (BV) yaitu 1,60 g.cm-3 dan Berat Jenis (BJ) yaitu 2,75 g.cm-3, sedangkan pada hutan mempunyai Berat Volume (BV) yaitu 1,51 g.cm-3 dan Berat Jenis (BJ) yaitu 2,51 g.cm-3. Nilai BV dan BJ tanah hutan lebih kecil dari lahan pertanian. Nilai BJ dipengaruhi dengan macam bahan penyusun butiran tanah, jika bahan tanah dikuasai oleh

bahan organik maka nilai BJ tanah akan semakin kecil. Fraksi debu dan lempung yang lebih tinggi pada Entisol hutan menyebabkan nilai BV dan BJ tergolong rendah. Fraksi lempung mempunyai ukuran yang paling kecil di antara fraksi-fraksi tanah lainnya, sehingga akan tersusun lebih rapat dengan membentuk pori-pori mikro yang lebih banyak dari pori-pori-pori-pori makro. Adanya pori-pori mikro yang lebih dominan, maka tanah akan mempunyai BV yang rendah. Disamping itu, fraksi lempung mempunyai berat jenis yang lebih kecil dari fraksi tanah lainnya, sehingga tanah yang didominasi fraksi lempung akan mempunyai nilai BJ yang lebih kecil.

Hasil perhitungan persentase pori tanah menunjukkan bahwa porositas total tanah lahan pertanian lebih tinggi dari hutan. Semakin besar nilai porositas total tanah menunjukkan pula daya simpan air secara maksimum oleh tanah tersebut semakin besar pula. Kemampuan tanah dalam melewatkan air dan udara tidak selalu berkorelasi erat dengan nilai pori total (n)-nya, tetapi lebih dipengaruhi oleh persentase sebaran ukuran pori. Jika sebaran ukuran pori suatu tanah didominasi oleh pori berukuran besar (pori makro) maka pada umumnya tanah tersebut mempunyai kemampuan menyimpan lengas yang rendah, tetapi tanah ini memiliki kemampuan melewatkan air dan udara yang besar ( Tim Pemetaan Tanah UGM, 2008) . 2. Sifat Kimia Tanah

Pada Tabel 1 dapat diketahui bahwa nilai pH-H2O pada lahan pertanian adalah sebesar 6,54, sedangkan nilai pH-H2O pada tanah hutan adalah 6,90. Entisol lahan pertanian mempunyai nilai pH-H2O lebih rendah dibandingkan Entisol hutan yang disebabkan oleh tingkat pelindihan yang lebih tinggi. Fraksi pasir yang lebih tinggi pada lahan pertanian menyebabkan kemampuan tanah memegang unsur hara dan kation-kation basa lebih kecil sehingga mudah hilang terbawa air perkolasi dan menyebabkan penurunan nilai pH.

Nilai pH-KCl pada lahan pertanian adalah 5,19 dan nilai lebih rendah dari nilai pH-KCl pada hutan yaitu 5,78. Hal ini menunjukkan bahwa lahan pertanian mempunyai total ion H+ lebih tinggi. KCl lebih rendah dari nilai pH-H2O pada kedua jenis penggunaan lahan, sehingga Δ pH antara pH-KCl dan pH-H2O bernilai negatif. Nilai Δ pH negatif, menunjukkan tanah didominasi muatan negatif. Reaksi tanah (pH tanah) tidak hanya menunjukkan sifat kemasaman atau kebasaan suatu tanah, melainkan juga berkaitan dengan sifat kimia tanah lainnya, misalnya ketersediaan

(4)

unsur hara fosfat, tahana kation-kation basa dan lain-lain (Hanudin, 2000).

Kandungan bahan organik tanah dan C organik tanah pada lahan pertanian lebih rendah dari lahan hutan. Hal ini disebabkan oleh pada ekosistem hutan sebagian besar biomasa tanaman akan kembali ke tanah dan mengalami dekomposisi sehingga meningkatkan bahan organik tanah. Daun, ranting, dahan atau batang yang telah mati merupakan sumber bahan organik tanah. Sedangkan pada lahan pertanian, biomasa tanaman akan terangkut keluar bersamaan dengan produksi. Sistem pengolahan tanah yang dilakukan pada lahan pertanian juga mempercepat pengurasan bahan organik. Pengolahan tanah yang intensif akan menyebabkan kandungan bahan organik semakin rendah dengan meningkatnya oksidasi bahan organik oleh mikroorganisme tanah. Pengolahan tanah yang terus menerus akan mempercepat dekomposisi seresah dan oksidasi bahan organik, sehingga mengurangi kandungan bahan organik dan kestabilan agregat tanah (Rovira and Greacen, 1957 cit. Nurmi, 2005).

Untuk N total pada lahan pertanian lebih tinggi dari kandungan N total pada lahan hutan. Hal ini disebabkan oleh praktik budidaya pertanian yang selama ini diterapkan pada lahan pertanian. Pemberian blotong yaitu sisa-sisa pengolahan dari pabrik gula yang dicampur abu dengan dosis 1.100 kg/ha dan pupuk ZA dengan dosis 1.100 kg/ha memberikan pengaruh terhadap kandungan N total tanah pada lahan pertanian tebu. Demikian juga dengan fosfor tersedia tanah pada Entisol hutan adalah 13,52 ppm, sedangkan pada lahan pertanian adalah 9,73 ppm. Kandungan fosfor tersedia lebih tinggi pada hutan dibandingkan dengan lahan pertanian disebabkan karena kandungan bahan organik yang lebih tinggi pada tanah ini. Hanudin (2000) mengatakan bahwa bahan organik tanah mampu menyediakan unsur hara makro seperti N, P, S, dan unsur hara mikro bagi tanaman. Disamping itu, kondisi pH tanah lahan pertanian yang agak masam menyebabkan jumlah P tersedia tanah lebih sedikit. Faktor yang mempengaruhi ketersediaan P untuk tanaman yang terpenting adalah pH tanah (Hardjowigeno, 2003), sehingga pH tanah netral pada lahan hutan menyebabkan P tersedia tanah tinggi.

Sedangkan Kalium (K) tersedia tanah pada lahan pertanian lebih rendah dari lahan hutan. Ketersediaan kalium sangat dipengaruhi oleh bahan induk dan tingkat perkembangan tanah. K terdapat dalam mineral-mineral primer tanah seperti mineral feldspar, mika dan lain-lain, sehingga ditemukan banyak dalam tanah tetapi

hanya sebagian kecil yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman yaitu K yang larut dalam air (Hardjowigeno, 2003).

Sifat fisika dan kimia tanah Entisol pada kedua jenis penggunaan lahan, digunakan sebagai indikator menetapkan fungsi-fungsi tanah dalam menentukan Indeks Kualitas Tanah. Tanah dapat berfungsi dengan baik dalam menopang kehidupan organisme yang hidup di dalam dan di atasnya, menunjukkan kualitas tanah yang baik.

3. Indeks Kualitas Tanah

Perhitungan nilai Indeks Kualitas Tanah (IKT) mengacu pada perhitungan IKT dengan metode Minimum Data Sets menurut Mausbah and Seybold (1998) dalam Partoyo (2005), yaitu dengan menetapkan fungsi tanah dengan memilih indikator tanah yang sesuai dengan tingkat lapangan. Tanah mempunyai kualitas yang baik jika dapat mendukung kelangsungan hidup organisme di dalam dan di atasnya. Hal ini tidak terlepas dari fungsi tanah sebagai tempat aktivitas biologi, mengatur dan membagi air serta berfungsi sebagai penyangga (buffer capacity). Fungsi-fungsi tanah dibagi dalam beberapa parameter yang meliputi sifat fisika, kimia dan biologi tanah yang sangat mendukung fungsi tanah tersebut.

Tanah sebagai tempat aktivitas biologi terdapat beberapa fungsi indikator yang mendukung aktivitas biologi yaitu media perakaran, kelengasan dan nutrisi atau keharaan. Penentukan fungsi indikator tanah dengan menggunakan beberapa parameter tanah. Untuk fungsi indikator media perakaran ditentukan dengan parameter kedalaman perakaran dan berat volume (BV). Fungsi indikator kelengasan ditentukan dengan parameter porositas, jumlah karbon tanah dan persentase debu dan lempung. Sedangkan untuk fungsi nutrisi ditentukan dengan parameter pH tanah, P tersedia, K tersedia, C organik dan N total.

Tanah berfungsi sebagai tempat pengaturan dan penyaluran air menggunakan parameter persentase debu dan lempung, porositas dan berat volume tanah. Sedangkan tanah dapat berfungsi sebagai tempat penyangga yang baik harus didukung oleh parameter persentase debu dan lempung, porositas, C organik dan bahan organik tanah.

Data hasil perhitungan indeks kualitas tanah didapatkan dengan mengalikan nilai indeks dengan nilai indikator tanah yang didapatkan dari perhitungan koefisien regresi. Hasil perhitungan indeks kualitas tanah untuk lahan pertanian yaitu 0,24 dan hutan yaitu 0,38 yang disajikan pada Tabel 2. Nilai indeks kualitas

(5)

tanah berkisar antara 0 – 1, dan semakin nilai indeks mendekati 1 menunjukkan kualitas tanah semakin baik.

Berdasarkan kriteria kualitas tanah pada Tabel 3 bahwa Entisol pada kedua jenis penggunaan lahan menunjukkan kualitas tanah rendah. Hal ini disebabkan Entisol merupakan tanah belum berkembang dan banyak dijumpai pada tanah dengan bahan induk beragam (Munir, 1996). Pada tanah yang belum berkembang atau baru mulai berkembang, unsur hara masih terikat bahan induk dan belum tersedia bagi tanaman. Dari nilai IKT menunjukkan bahwa kualitas tanah Entisol pada hutan lebih tinggi dari lahan pertanian. Semakin tinggi kualitas tanah menunjukkan tingkat kesuburan tanah semakin baik.

Jenis tanah pada lahan pertanian dan hutan adalah sama, tetapi karena adanya pengaruh faktor-faktor pembentuk tanah menyebabkan tingkat kesuburan tanah berbeda. Menurut Hardjowigeno (2003) bahwa faktor pembentuk tanah merupakan faktor yang menentukan dalam pembentukan jenis-jenis tanah.

Faktor pembentuk tanah terdiri dari bahan induk dan faktor lingkungan yang mempengaruhi perubahan bahan induk menjadi tanah. Faktor-faktor pembentuk adalah : iklim, organisme, relief atau satuan tofografi, bahan induk dan waktu (Jenny, 1941). Tanah dan sifat tanah yang terbentuk merupakan hasil interaksi antara faktor-faktor pembentuk tanah tersebut.

Lokasi lahan pertanian dan hutan berdampingan dalam satu blok, maka faktor-faktor pembentuk tanah seperti iklim, tofografi, bahan induk dan waktu adalah relatif sama. Faktor yang paling berpengaruh pada lokasi penelitian terhadap sifat-sifat tanah yang terbentuk adalah faktor organisme yang meliputi aktivitas manusia, tumbuhan dan mikro-organisme yang sangat dipengaruhi oleh jenis penggunaan lahan.

Penggunaan dan sistem pengelolaan lahan akan berdampak terhadap tingkat kesuburan dengan mempengaruhi kandungan bahan organik tanah. Sistem pertanian telah menyebabkan penurunan kandungan bahan organik tanah sampai 50% selama 50 sampai 100 tahun (

Tabel 1. Hasil analisis sifat fisika tanah, kimia tanah dan kedalaman perakaran padaEntisol lahan pertanian dan hutan

Penggunaan lahan Sifat Fisika dan Kimia

Pertanian / Harkat* Hutan / Harkat* Lengas kapasitas lapangan (%) 29,50 30,20

Berat volume (g.cm-3) 1,60 1,51 Berat jenis (g.cm-3) 2,75 2,51 Tekstur tanah - Pasir (%) - Debu (%) - Lempung (%) Pasir Geluhan 83,69 13,12 3,20 Pasir Geluhan 78,47 15,18 6,35 Porositas (%) 41,80 39,80 Kedalaman akar (cm) 80 110 pH H2O 6,54 AM 6,90 N pH KCl 5,19 5,78 N Total (%) 0,07 R 0,05 R P Tersedia ( ppm) 9,73 S 13,52 T K Tersedia (cmol(+)/kg) 0,25 S 0,91 T Bahan organik (%) 1,99 R 2,36 R C organik (%) 1,16 R 1,37 R C: N ratio 16,57 27,40

Sumber: Balai Penelitian Tanah (2005)

Keterangan*: AM = Agak Masam, N = Netral, R= Rendah, S= Sedang, T= Tinggi

(6)

Tabel 2. Perhitungan Indeks Kualitas Tanah Pada Entisol Lahan Pertanian dan Lahan Hutan ( Mausbah and Seybold, 1998)

Nilai Indikator Tanah Indeks Kualitas Tanah

Lahan Hutan Pertanian Lahan Fungsi

Tanah Bobot I Indikator Tanah

Bobot II Bobot III Indeks Bobot

Nilai skor nilai skor

Lahan

Hutan Pertanian Lahan

Rata-rata Medium Perakaran 0,30 Jeluk perakaran cm 0,6 0,07 110 0,78 80 0,54 0,056 0,039 0,048 Berat volume g/cm 0,4 0,048 1,51 0,95 1,6 0,50 0,046 0,024 0,035 Kelengasan 0,30 Porositas % 0,2 0,024 39,8 0,13 41,8 0,60 0,003 0,014 0,009 C-organik % 0,4 0,048 1,37 0,46 1,16 0,20 0,022 0,010 0,016 Debu+Lempung % 0,4 0,048 21,53 0,25 16,32 0,07 0,012 0,003 0,008 Keharaan 0,30 pH 0,1 0,012 6,9 0,40 6,54 0,16 0,005 0,002 0,003 P tsd ppm 0,2 0,024 13,52 0,73 9,73 0,20 0,017 0,005 0,011 K tsd me/100 g 0,2 0,024 0,905 0,64 0,25 0,05 0,015 0,001 0,008 C-organik % 0,3 0,036 1,37 0,46 1,16 0,20 0,017 0,007 0,012 Melestarikan aktivitas biologi 0,4 N-tot % 0,2 0,024 0,05 0,07 0,07 0,22 0,002 0,005 0,003 Debu+Lempung % 0,60 0,180 21,53 0,25 16,32 0,07 0,045 0,013 0,029 Porositas % 0,20 0,060 39,8 0,13 41,8 0,60 0,008 0,036 0,022 Pengaturan dan penyaluran air 0,3 Berat volume g/cm 0,20 0,060 1,51 0,95 1,6 0,50 0,057 0,030 0,044 Debu+Lempung % 0,60 0,180 21,53 0,25 16,32 0,07 0,045 0,013 0,029 Porositas % 0,10 0,030 39,8 0,13 41,8 0,60 0,004 0,018 0,011 Proses mikrobiologis 0,30 C-organik % 0,5 0,045 1,37 0,46 1,16 0,20 0,021 0,009 0,015 Filter dan buffering 0,3 Bahan Organik % 0,5 0,045 2,36 0,21 1,99 0,18 0,009 0,008 0,009 Total 1,0 0,38 0,24 0,31

(7)

Tabel 3. Kriteria kualitas tanah berdasarkan nilai Indeks Kualitas Tanah (IKT)

No Kelas Nilai IKT Kriteria Kualitas Tanah

1. 0,80 – 1,00 Sangat baik 2. 0,60 – 0,79 Baik 3. 0,40 – 0,59 Sedang 4. 0,20 – 0,39 Rendah 5. 0,00 – 0,19 Sangat Rendah Sumber : Partoyo (2005)

Rice, 2002 cit. Nurmi, 2005). Hal ini disebabkan jumlah masukan bahan organik lebih kecil dari jumlah yang keluar lewat produksi dan biomasa tanaman sehingga kandungan bahan organik terus mengalami penurunan setiap tahun. Pada lahan pertanian yang dikelola baik dengan pemberian pupuk organik, akan mampu meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan unsur hara tersedia bagi tanaman. Hasil penelitian Partoyo (2005) bahwa penambahan tanah lempung dan pupuk kandang pada lahan pertanian di pasir pantai Bulak Tegalrejo, Samas, Bantul dapat memperbaiki kualitas tanah yang ditunjukkan dengan peningkatan C organik tanah, N total, N tersedia dan K tertukar dibandingkan dengan lahan aslinya.

Salah satu faktor yang sangat menentukan kualitas tanah adalah kandungan bahan organik tanah. Kandungan bahan organik hutan lebih tinggi dari lahan pertanian. Hal ini dapat dijelaskan bahwa pada hutan yang di dominasi pohon matoa pada puncak musim kemarau (bulan September dan Oktober) sebagian besar daunnya akan gugur dan merupakan sumber bahan organik tanah. Pada ekosistem hutan sebagian besar biomasa tanaman akan kembali ke tanah dan mengalami dekomposisi sehingga meningkatkan bahan organik tanah. Sedangkan pada lahan pertanian, biomasa tanaman akan terangkut keluar bersamaan dengan produksi, sehingga kandungan bahan organik tanah cenderung semakin menurun.

Tanah dengan kandungan dan kualitas bahan organik tinggi akan memberikan kondisi tumbuh dan berkembang yang baik bagi tanaman. Hal ini disebabkan oleh peranan bahan organik dalam memperbaiki sifat-sifat fisika, kimia dan biologi tanah. Peranannya terhadap sifat fisika menyangkut pemeliharaan struktur tanah dengan stabilitas agregat yang tinggi, memperbaiki distribusi ukuran pori dan kapasitas tanah menyimpan air (water holding capacity), serta meningkatkan daya retensi air.

Pengaruh bahan organik terhadap sifat kimia tanah adalah dapat meningkatkan kapasitas pertukaran kation atau Cation Exchange Capacity (CEC) dan dalam proses dekomposisi dan mineralisasi bahan organik yang dilakukan mikroorganisme tanah akan melepaskan unsur-unsur nitrogen, fosfor, belerang dan beberapa unsur mikro yang sangat diperlukan tanaman dan organisme lainnya (Hanudin, 2000). Bahan organik dapat mengimmobilisasi bahan-bahan kimia buatan yang memberikan dampak merugikan terhadap pertumbuhan tanaman, mengkomplek logam-logam berat, serta meningkatkan kapasitas sangga (buffer capacity) tanah (Radjagukguk, 1988 ; Nurmi, 2003). Terhadap sifat biologi tanah, bahan organik akan meningkatkan aktivitas dan jumlah mikroorganisme tanah sehingga respirasi tanah akan meningkat. Respirasi tanah yang tinggi menunjukkan tingkat dekomposisi dan oksidasi bahan organik yang baik.

KESIMPULAN

Dari hasil analisis tanah menunjukkan bahwa Entisol hutan mempunyai tingkat kesuburan tanah lebih tinggi dibandingkan lahan pertanian. Hal ini di dukung dengan hasil perhitungan nilai indeks kualitas tanah (IKT) pada lahan hutan yang lebih tinggi dari lahan pertanian, yaitu dengan nilai IKT pada lahan hutan 0,38 dan lahan pertanian 0,24.

DAFTAR PUSTAKA

Hanudin, E., 2000. Pedoman Analisis Kimia Tanah (Dilengkapi dengan Teori, Prosedur dan Keterangan). Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian UGM. Yogyakarta.

Hardjowigeno, S., 2003. Klasifikasi Tanah Dan Pedogenesis. Edisi Revisi. Akademika Pressindo. Jakarta. 354 hal.

(8)

Jenny, H., 1941. Factors Of Soil Formation. A System of Quantitative Pedology. McGRAW-HILL BOOK COMPANY, Inc. New York and London.

Mausbach, M. J and C. A. Seybold, 1998. Assessment Of Soil Quality. In Soil Quality and Agricultural Sustainability. Ann Arbor Press. Chelsea. Michigan. pp 33-34.

Nurmi, 2005. Pengikatan (Sequestrasi) Karbon Melalui Pengolahan Konservasi Dan Pengelolaan Residu Tanaman. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Partoyo, 2005. Analisis Indeks Kualitas Tanah

Pertanian Di Lahan Pasir Pantai Samas Yogyakarta. Ilmu Pertanian Vol. 12 No. 2, 140 -151. Jurusan Ilmu Tanah UPN “Veteran” Yogyakarta.

Radjagukguk, B., 1988. Kimia Tanah. Program Studi Ilmu Tanah. Jurusan Ilmu-Ilmu

Tanah. Fakultas Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada. Yokyakarta.

Rovira, A. D. and E. L. Greacen, 1957. The Effect of Agregate Disruption on theActivity of Microorganism in the Soil. Aust J. Agr. Res. 8: 6-59

Tim Pemetaan Tanah UGM, 2008. Pemetaan dan Kesesuaian Lahan, Ameliorasi Lahan dan Pemetaan Topografi Kebun Pendidikan, Penelitian dan Pengembangan Pertanian Universitas Gadjah Mada (KP4 UGM). Kerja sama Kebun Pendidikan, Penelitian dan Pengembangan Pertanian Universitas Gadjah Mada dengan jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Winarso, S., 2005. Kesuburan Tanah. Dasar-Dasar Kesehatan Dan Kualitas Tanah. Gava Media. Yogyakarta. 269 hal.

Gambar

Tabel 1. Hasil analisis sifat fisika tanah, kimia tanah dan kedalaman perakaran padaEntisol lahan  pertanian dan hutan
Tabel 2.  Perhitungan Indeks Kualitas Tanah Pada Entisol Lahan Pertanian dan Lahan Hutan ( Mausbah and Seybold, 1998)
Tabel 3. Kriteria kualitas tanah berdasarkan nilai Indeks Kualitas Tanah (IKT)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pemikiran tersebut maka dilakukanlah penelitian ini dengan tujuan untuk mengetahui hubungan antara indeks kualitas tanah berdasarkan sifat kimia tanah dengan

Selanjutnya, untuk kandungan bahan organik tanah baik pada lokasi 1, lokasi 2, maupun lokasi 3 masih tergolong rendah sehingga perlu dilakukan upaya konservasi lahan.. Kata

Meskipun kualitas tanah pada SPL 14 atau agroforestri tipe silvopastoral lebih tinggi dibanding dengan hutan pinus, namun masih perlu ditingkatkan dengan cara melakukan

Tingkat produktivitas pertanian lahan kering di Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun berada pada kualitas sangat baik, sedang, miskin dan sangat miskin. Konservasi Tanah

Alih fungsi lahan gambut dari hutan rawa gambut primer (HP) menjadi lahan olahan seperti tipe lahan SB, KS dan KJ menyebabkan peningkatan suhu tanah gambut dan jeluk muka air

Faktor Pembatas Kerusakan Fisik Tanah pada Penggunaan Lahan Hutan, Kebun, dan Tegalan Kecamatan Selo 77 Tabel 4.16. Korelasi Faktor Fisik Tanah dalam Indeks Kerusakan

Sejumlah hasil penelitian telah mengungkapkan berbagai dampak alih guna lahan hutan menjadi lahan pertanian terhadap kualitas tanah (Juo et al., 1995). Erosi

Kesuburan tanah, jenis, dan jumlah pupuk yang diberikan merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan tingkat produksi dan kualitas jeruk keprok. Banyak jenis pupuk