• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metode dakwah KH. Yahya Zainul Ma’arif

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Metode dakwah KH. Yahya Zainul Ma’arif"

Copied!
153
0
0

Teks penuh

(1)

i

SKRIPSI

Disusun untuk memenuhi Tugas dan Melengkapi sebagian syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata I Ilmu Sosial (S.Sos.)

Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) FITRI UMMU HABIBAH

101211057

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG 2017

(2)
(3)
(4)

iv

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri dan didalamnya tidak terdapat karya yang tidak pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disalah satu perguruan tinggi di lembaga pendidikan lainnya. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penerbitan maupun yang belum/tidak diterbitkan, sumbernya dijelaskan di dalam tulisan dan daftar pustaka.

Semarang, 30 Mei 2017

Fitri Ummu Habibah 101211057

(5)

v

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik, hidayah, dan inayah-Nya kepada peneliti sehingga karya ilmiah yang berjudul Metode Dakwah KH. Yahya Zainul Ma’arif dapat terselesaikan.

Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Nabi Muhammad SAW yang telah mengantar umatnya dari zaman kebodohan sampai pada zaman terangnya kebenaran dan ilmu pengetahuan. Teriring rasa terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah membantu peneliti selama proses penulisan skripsi ini. Pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada :

1. Prof. Dr. H. Muhibbin, M.A, selaku Rektor UIN Walisongo Semarang.

2. Dr. H. Awaludin Pimay, Lc., M.Ag., selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) UIN Walisongo Semarang. 3. H. Alfandi, M.Ag., selaku dosen wali sekaligus pembimbing

I, dan Nur Cahyo Hendro Wibowo, S.T, M.Kom., selaku pembimbing II, yang telah rela meluangkan waktu dan ilmunya untuk membimbing penulis.

(6)

vi

jajarannya.

5. Segenap dewan penguji komprehensif dan munaqosyah. 6. Pegawai di lingkungan FDK, pegawai di Perpustakaan FDK

dan Perpustakaan UIN, dan pegawai UIN Walisongo pada umumnya, atas layanannya.

7. Seluruh dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang selama ini telah membagi ilmu dan pengalamannya kepada penulis di bangku kuliah.

8. Bapak Tarso Susanto dan Ibu Maryam, orang tua terhebat yang selama ini senantiasa mencurahkan kasih sayang, mendoakan, mendukung dan meridhoi aktifitas serta cita-cita penulis.

9. Drs. H. Ainul Yaqin HAF, M.Pd. dan Dra. Hj. Alfiyah Mashum bapak ibu mertuaku terhebat yang senantiasa mendoakan kelancaran studi dan kehidupan penulis.

10. A. Nururochman Hidayatulloh, M.A. suami terbaik yang selalu memberi semangat dan motivasi kepada penulis.

11. K.H. Yahya Zainul Ma’arif beserta keluarga dan semua pengurus LPD Al-Bahjah yang telah menerima dan mengizinkan penulis melakukan penelitian, serta meluangkan waktunya untuk melayani berbagai pertanyaan.

(7)

vii

Baydhowi yang senantiasa melayani penulis untuk mendapatkan informasi tentang skripsi ini.

13. Teman-teman seperjuangan kelas KPI A dan KPI B 2010. 14. Sahabat-sahabatku yang memfasilitasi penulis baik di Cirebon

saat penelitian maupun di semarang, Farida Rahmawati, Nur Cahya Muslimah, Ninda, Dek.Aini, Fitri Fahrunisa, dan Mas.Didi.

15. Sahabat-sahabat terbaikku, Farida, Pipit, Cahya, Iqbal, Inu, Ofi, Mila,Vita Pink, Vita, Luklu, Sri Suryandari, Fitri, Firna, Ikhsan, Iih, Yayah, Yusi, Sadam, Fuad, Husna dan yang lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

16. Teman-teman kost BPI L6, Aini, dek. Aini, Nailur, Lina, Kiki, Umi, terima kasih untuk senyuman, semangat dan canda tawanya.

17. Teman-teman KKN posko 8 18. Teman-teman kost Farida, C2

19. Semua orang yang mengenal dan pernah berinterkasi dengan penulis, mengasihi penulis, serta membagi kebaikannya. Selain itu penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak karena hanya ucapan terimakasih dan lantunan doa yang dapat penulis berikan. Semoga ilmu yang Bapak/Ibu berikan menjadi

(8)

viii

dan menjadi kebaikan disisi Allah Swt. Amin.

Semarang, 30 Mei 2017

Fitri Ummu Habibah 101211057

(9)

ix

1. Teruntuk kedua Orang tua ku yang telah membesarkan dan mendidik penulis dengan penuh limpahan kasih sayang. 2. Teruntuk suami tercinta A. Nururrochman Hidayatulloh. 3. Teruntuk putri kecilku Ghania Anindita Fauziatullayali. 4. Teruntuk adik-adiku tersayang Eva dan Muhammad Arif

(10)

x

                         

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. Al Nahl ayat 125)

(11)

xi

Nama : Fitri Ummu Habibah NIM : 101211057

Judul : Metode Dakwah KH. Yahya Zainul Ma’arif.

Metode dakwah merupakan proses penyampaian atau cara-cara tertentu yang dilakukan seorang da’i kepada mad’u untuk mencapai suatu tujuan atas dasar hikmah dan kasih sayang. Pada saat ini banyak da’i yang muncul di tengah-tengah masyarakat, menyampaikan dakwahnya dengan metode-metode khusus sehingga menarik perhatian masyarakat. Dari sekian banyak da’i yang mampu membuat mad’u terkesima akan gaya bicaranya yang khas saat menyampaikan materi dakwahnya, adalah KH. Yahya Zainul Ma’arif (selanjutnya disebut Buya Yahya). Dia adalah seorang yang memiliki sifat ramah, hal itu dapat dilihat dari mimik wajahnya dalam setiap menyampaikan dakwahnya dan sikapnya yang tampak ketika berinteraksi secara langsung dengan para jamaah.

Penelitian ini merupakan penelitian subjek dan aktivitas dakwah. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui metode dakwah KH. Yahya Zainul Ma’arif. Jenis penelitian adalah kualitatif studi tokoh dengan spesifikasi analisis taksonomi. Desain analisis taksonomi yaitu dengan memaparkan domain subjek penelitian dan segala aspek yang membentuk perannya dalam bidang dakwah Islam.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode dakwah yang digunakan oleh KH. Yahya Zainul Ma’arif adalah metode tabligh. Tabligh tersebut dilakukan dengan cara membentuk majelis ceramah. Setelah tabligh dilakukan, Buya Yahya mengembangkan tabligh dengan melakukan pengkaderan. Pengkaderan tersebut dilakukan dengan cara tarbiyah dari tarbiyah inilah akan muncul ulama’ yang akan melanjutkan misi dakwah ke depannya. Oleh karena itu, Buya Yahya mendirikan Pondok Pesantren Lembaga Pengembangan Dakwah (LPD) al Bahjah. Sebenarnya dalam aktivitas tabligh, Buya Yahya sambil menggali potensi untuk mengajak bersama-sama melakukan

(12)

xii

sound sistem dan media-media lain, seperti radio, TV, live streaming, facebook, instagram, aplikasi android (buya Yahya di playstore) dan web agar tabligh tersebut sampai ke masyarakat luas. Metode tabligh tersebut mencakup empat hal, yaitu al hikmah, mauidzah al hasanah dan mujadalah dan tanya jawab.

(13)

xiii

COVER ...

i

NOTA PEMBIMBING ...

ii

PENGESAHAN ...

iii

PERNYATAAN ...

iv

KATA PENGANTAR ...

v

PERSEMBAHAN ...

ix

MOTTO ...

x

ABSTRAK ...

xi

DAFTAR ISI ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ...

1

A. Latar Belakang Masalah ...

1

B. Rumusan Masalah ...

6

C. Tujuan Penelitian ...

6

D. Manfaat Penelitian ...

6

E. Tinjauan Pustaka ...

6

F. Metode Penelitian ...

11

G. Sistematika Penulisan ...

20

BAB II STUDI TOKOH DAKWAH ...

22

A. STUDI TOKOH ...

22

(14)

xiv

3. Kriteria Tokoh yang Diteliti ...

29

4. Pendekatan Studi Tokoh ...

31

B. Dakwah ...

34

1. Pengertian Dakwah ...

34

2. Dasar Dakwah ...

37

3. Tujuan Dakwah ...

41

4. Bentuk-Bentuk Dakwah ...

44

5. Unsur-Unsur Dakwah ...

49

BAB III METODE DAKWAH KH. YAHYA ZAINUL

MA’ARIF ...

82

A. Biografi KH. Yahya Zainul Ma’arif ...

82

1. Riwayat Pendidikan KH. Yahya Zainul Ma’arif

83

2. Guru-Guru KH. Yahya Zainul Ma’arif ...

85

3. Aktivitas Dakwah KH. Yahya Zainul Ma’arif ...

87

B. Metode Dakwah KH. Yahya Zainul Ma’arif ...

95

1. Konsep Dakwah ...

96

2. Prinsip Dakwah ...

98

3. Kewajiban dan Tujuan Dakwah ...

99

4. Metode Dakwah ... 101

BAB IV ANALISIS METODE DAKWAH KH. YAHYA

ZAINUL MA’ARIF ... 110

(15)

xv

A. Kesimpulan ... 126

B. Saran-Saran ... 128

C. Penutup ... 129

DAFTAR PUSTAKA

(16)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dakwah pada hakekatnya adalah segala aktifitas dan kegiatan yang mengajak orang untuk berubah dari situasi yang mengandung nilai kehidupan yang bukan Islami kepada nilai kehidupan yang Islami. Aktifitas dan kegiatan itu dilakukan denganmengajak, mendorong, menyeru, tanpa tekanan, paksaan dan provokasi. Dakwah merupakan ajakan yang tujuannya dapat tercapai hanya dengan persetujuan tanpa paksaan dari obyek dakwah (Suparta ed. 2003: 31-32).

Aktifitas dakwah dalam Islam merupakan proses penyampaian ajaran agama Islam terhadap umat manusia disetiap ruang dan waktu dengan berbagai metode dan media yang sesuai dengan situasi dan kondisi para penerima (mad’u) dakwah tersebut (Enjang & Aliyuddin, 2009: 145). Jika dianalisa keseluruhan terhadap sebuah proses dakwah, maka dapat dilihat bahwa pentingnya keselarasan antara metode dakwah dengan tujuan dakwah.

Pentingnya metode dakwah juga memperlihatkan bahwa tata cara dalam berdakwah lebih penting dari materi dakwah itu sendiri. Betapapun sempurnanya materi dakwah tetapi bila

(17)

disampaikan dengan cara yang kurang tepat dan tidak sistematis akan menimbulkan hasil yang tidak sesuai. Sebaliknya, jika materi dakwah sederhana, namun disampaikan dengan cara menarik dan dapat menyentuh hati pendengarnya, maka akan menimbulkan kesan yang mendalam bagi mad’u.

Dakwah haruslah dikemas dengan metode yang tepat dan sesuai dengan materi yang disampaikan. Dakwah harus disampaikan secara aktual, faktual, dan kontekstual. Aktual dalam arti konkrit memecahkan masalah yang sedang terjadi dan hangat ditengah masyarakat. Faktual dalam arti konkrit dan nyata. Kontekstual dalam arti relevan dan menyangkut problematika yang sedang dihadapi masyarakat (al Haddad, 2001: 55).

Ma’arif (1990: 2) menjelaskan beberapa faktor yang dapat menyebabkan berhasil atau tidak seorang da’i dalam mempengaruhi mad’u, yaitu: petama, pesan dakwah yang disampaikan oleh seorang da’i relevan dengan kebutuhan masyarakat. Kedua, penampilan seorang da’i memiliki daya tarik personal yang menyebabkan masyarakat mudah menerima pesan dakwahnya, walaupun kualitas dakwahnya sederhana. Ketiga, kondisi psikologi masyarakat yang membutuhkan siraman rohani serta persepsi yang positif kepada seorang da’i, sehingga pesan dakwah yang sebenarnya kurang jelas ditafsirkan sendiri oleh masyarakat dengan penafsiran yang jelas. Keempat, kemasan

(18)

yang menarik menjadikan masyarakat yang semula acuh tak acuh terhadap agama dan juga terhadap da’i setalah melihat kemasan lain misalnya: kesenian, stimulasi, ataupun program pengembangan masyarakat maka paket dakwah menjadi stimulasi yang baik untuk masyarakat dan akhirnya mereka merespon secara positif.

Oleh karena itu, untuk melakukan kegiatan dakwah, maka diperlukan metode-metode yang representatif dengan menggunakan bahasa yang lugas, menarik, bijaksana sehingga komunikasi menjadi menarik, sebagaimana Fiman Allah SWT dalam QS. al Nahl ayat 125:

                          Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan

hikmah[845] dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”. (Depag RI, 1993: 421)

Ayat ini menjelaskan bahwa setidaknya ada tiga metode dalam berdakwah, yakni metode hikmah, mau’idzah al hasanah,

(19)

dan mujadalah. Ketiga metode ini dapat dipergunakan sesuai dengan objek yang dihadapi da’i di tempat dia berdakwah (Hamka, 1990: 244).

Metode dakwah merupakan proses penyampaian atau cara-cara tertentu yang dilakukan seorang da’i kepada mad’u untuk mencapai suatu tujuan atas dasar hikmah dan kasih sayang. Metode juga merupakan cara dakwah seorang da’i kepada mad’unya dalam menyampaikan materi.

Pada saat ini para da’i yang muncul di tengah-tengah masyarakat, yang menyampaikan dakwahnya dengan metode-metode khusus sehingga menarik perhatian masyarakat. Seorang da’i dituntut untuk bisa merangkai kata-kata yang dapat dipahami oleh para mad’u, walaupun pada dasarnya sering kali para da’i menyampaikan ayat ataupun hadits yang sama namun disitulah kreativitas seorang da’i diuji agar dapat menyampaikan pesan-pesan dakwah dengan ciri khas mereka dan dapat dipahami oleh para mad’u.

Dari sekian banyak da’i yang mampu membuat mad’u terkesima akan gaya bicaranya yang khas saat menyampaikan materi dakwahnya, adalah KH. Yahya Zainul Ma’arif (selanjutnya disebut Buya Yahya). Dia adalah seorang yang memiliki sifat ramah, hal itu dapat dilihat dari mimik wajahnya dalam setiap menyampaikan dakwahnya dan sikapnya yang tampak ketika berinteraksi secara langsung dengan para jamaah.

(20)

Buya Yahya lahir di Blitar, yang sekarang bertempat tinggal di Kabupaten Cirebon, Kelurahan Sendang. Buya Yahya melanjutkan pendidikannya ke Univesitas al Ahgaff di Yaman, selama di Yaman Buya Yahya mengambil beberapa disiplin ilmu diantaranya Fiqih, Aqidah, Ulum al Qur’an dan Musthalah al Hadits. Buya Yahya sempat mengajar di Fakultas Tarbiyah dan Dirasah Islamiyah (khusus putri) Univesitas al Ahgaff Yaman selama empat tahun. Kedatangan Buya Yahya ke Cirebon pada akhir tahun 2005 dalam rangka menjalankan tugas dari gurunya untuk memimpin pesantren. Seiring perjalanan waktu Buya Yahya merasakan kenyamanan di Cirebon, kemudian Buya Yahya meminta izin kepada gurunya untuk mengajar dan mendirikan sebuah pesantren di Cirebon yaitu Lembaga Pengembangan Dakwah (LPD) al Bahjah. Kurang lebih tujuh tahun Buya Yahya berdakwah, ia telah bisa berdakwah dengan majelis taklim yang diasuhnya secara rutin di berbagai tempat, diantaranya; Cirebon, Indramayu, Tangerang, Tulungagung, Pekanbaru, Batam, Hongkong, Malaysia, dan sebagainya (Dokumentasi Profil K.H. Yahya Zainul Ma’arif di LPD Al-Bahjah Cirebon, diakses pada 10 Apil 2017). Kegiatan rutinan inilah yang tidak banyak ditekuni para da’i, sebab da’i seringkali mengutamakan undangan pengajian. Perjalanan dakwah yang dilakukan Buya Yahya tentunya tidak lepas dari metode dakwah yang digunakan Buya.

(21)

Hal tersebut membuat peneliti merasa tertarik untuk menjadikannya sebagai subjek dalam penelitian, maka peneliti memilih judul penelitian “METODE DAKWAH KH. YAHYA ZAINUL MA’ARIF”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam skripsi ini adalah bagaimana metode dakwah KH. Yahya Zainul Ma’arif?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui metode dakwah KH. Yahya Zainul Ma’arif.

D. Manfaat Penelitian

Secara teoretis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi di bidang dakwah Islamiyah, terutama yang berkaitan dengan kajian kmunikasi dan penyiaran Islam. Secara praktis, penelitian ini diharapkan memberikan masukan kepada para da’i ataupun masyarakat tentang metode dakwah. E. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka merupakan informasi rujukan yang penulis gunakan dalam penyusunan penelitian ini. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi kesamaan atau plagiatisasi dalam

(22)

penyusunan skripsi, maka penulis melakukan telaah pustaka dengan menyandingkan dan membandingkan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya, penelitian tersebut antara lain adalah sebagai berikut:

Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Risli dengan judul “Aktivitas Dakwah Drs. KH. Abdul Hamid Suyuti (Analisis Metode dan Materi Dakwah)”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan dakwah Drs. KH. Abdul Hamid Suyuti menggunakan metode ceramah, metode tanya jawab, metode keteladanan (bil hal). Semua itu dilakukan agar materi-materi dakwah dapat tersampaikan dengan baik dan diterima mad’u dengan mudah. Drs. KH. Abdul Hamid Suyuti dalam menyampaikan materi dakwah mampu memilah dan memilih materi yaitu akidah (tentang keimanan), syariah (aturan-aturan, hukum dalam agama Islam), akhlaq (akhlak kepada Allah dan sesama makhluk). Selain itu Drs. KH. Abdul Hamid Suyuti menggunakan media berupa media auditif, lembaga pendidikan, dan Peringatan Hari Besar Islam guna memperluas dakwahnya kepada mad’u. Pelaksanaan dan hasil yang dicapai dari dakwah Drs. KH. Abdul Hamid Suyuti berjalan sesuai yang diinginkan dan hasil dari perjuangan dakwahnya yaitu pengajian rutin di wilayah Kaligawe Semarang, dan terbentuknya masyarakat yang lebih Islami, karenanya setelah umat menerima dakwah tidak sedikit yang tadinya mereka jauh dari agama Islam menjadi

(23)

dekat, Adapun metodologi yang digunakan dalam pembahasan ini ialah menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan study tokoh.

Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Sopyan dengan judul “Metode Dakwah Habib Hasan bin Ja’far Assegaf pada Jama’ah Majlis Ta’lim Nurul Musthofa di Jakarta Selatan”. Metode dakwah yang digunakan Habib Hasan Bin Ja’far Assegaf pada jama’ah Majlis Ta’lim Nurul Musthafa yaitu dengan metode ceramah, metode bil hal dan metode bil qalam. Cara penyampaian metode ceramah dalam bentuk uraian dan penjelasan secara lisan oleh da’i sedangkan jama’ahnya duduk melihat, mendengarkan dan menyimak apa yang disampaikan. Sedangkan metode bil hal bagian yang terpenting dari metode ceramah dengan perbuatan-perbuatan yang baik. Metode bil qalam adalah penyampaian dakwah dengan tulisan-tulisan yang dibantu dengan media. Metode juga merupakan cara dakwah seorang da’i kepada mad’unya dalam menyampaikan materi atau pengajian di majlis ta’lim. Hal ini juga dilakukan oleh Al Habib Hasan bin Ja’far Assegaf dalam menyampaikan materi dakwah di Majlis Ta’lim Nurul Musthofa. Lalu bagaimana metode dakwah yang digunakan Al Habib Hasan bin Ja’far Assegaf dalam menyampaikan ajaran Islam melalui Majlis Ta’lim Nurul Musthofa? Adapun metodologi yang digunakan dalam pembahasan ini ialah menggunakan metode deskriptif analisis

(24)

yang bersifat kualitatif yaitu mengambarkan kenyataan sebagaimana adanya.

Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Eka Nur Aini Liya Rochmatiya dengan judul “Metode Dakwah Majlis Taklim Al Hidayah dalam Meningkatkan Religiusitas Masyarakat Desa Kalinanas Kecamatan Japah Kabupaten Blora”. Adapun hasil penelitian ini adalah Pertama,minimnya religiusitas masyarakat desa Kalinanas sebelum adanya majlis taklim al-Hidayah hal ini disebabkan karena tidak adanya lembaga pendidikan yang mengajarkan ilmu-ilmu terkait agama kepada masyarakat. Religiusitas masyarakat dapat dilihat melalui lima dimensi, yaitu: dimensi ideologi, dimensi pengetahuan, dmensi ritualistik, dimensi pengalaman dan dimensi penerapan. Dengan kacamata kelima dimensi tersebut kondisi religiusitas masyarakat dalam keadaan yang lemah. Kedua, Dalam berdakwah majlis taklim al-Hidayah menggunakan empat metode, yaitu: metode hikmah, metode mauidzah hasanah,metode mujadalah dan metode pendidikan. Keempat metode tersebut mampu meningkatkan religiusitas masyarakat desa Kalinanas dengan bukti bahwanyanya kelima dimensi dalam religiusitas pada masyarakat mengalami perubahan yang jauh lebih baik, Adapun metodologi yang digunakan dalam pembahasan ini ialah menggunakan metode deskriptif analisis yang bersifat kualitatif.

(25)

Keempat, penelitian yang dilakukan oleh Fitrotusholichah dengan judul “Dakwah KH. Subhan Makmun di Radio Gemilang 105,5 FM Brebes Bulan September Oktober 2014”. Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa dakwah bisa menggunakan berbagai macam media salah satunya media radio. Demikian pula, KH. Subhan Makmun dalam dakwahnya beliau memanfaatkan Radio Gemilang 105,5 FM Brebes sebagai sarana penyampaian atau menyiarkan dakwah yaitu dalam program acara Dialog Islam yang disiarkan setiap hari Senin pukul 20.00-22.00 dengan menggunakan format dialog interaktif, pendengar bisa bertanya langsung tentang tema yang disampaikan ataupun yang di luar tema dengan melalui telephon atau sms. Adapun faktor internal dan eksternal dalam kekuatan dakwah KH. Subhan Makmun adalah jelas dalam menyampaikan dakwahnya dan jawaban yang disampaikan lugas serta akurat. Sedangkan kelemahan dakwahnya adalah dalam menerangkan pembahasan satu tema terlalu luas, terkadang keluar dari tema pembahasan. Selain itu, faktor peluang dan ancamannya yaitu pendengar bisa bertanya tentang agama yang lebih mendalam kepada narasumber dan bisa datang langsung di studio Radio Gemilang 105,5 FM Brebes, ada beberapa radio lain yang mempunyai program menarik, oleh karena itu Radio Gemilang harus lebih kreatif lagi dalam membuat program, Adapun metodologi yang digunakan

(26)

dalam pembahasan ini ialah menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan study tokoh.

Penulis tidak memungkiri kesamaan dari beberapa karya ilmiah yang menjadi tinjauan pustaka. Posisi penelitian ini dengan tinjauan pustaka pertama dan keempat yaitu kesamaan penelitian studi tokoh dakwah. Khusus untuk rujukan ketiga dan kedua memiliki persamaan penelitian tentang metode dakwah. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya, yakni: sosok tokoh yang dijadikan obyek penelitian.

F. Metode Penelitian

Dalam penyusunan sekripsi ini penulis menggunakan berbagai macam metode untuk memperoleh data yang akurat. Adapun metode penelitian yang penulis gunakan adalah sebagai berikut:

1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Penulisan skripsi ini disusun berdasarkan jenis penelitian kualitatif yakni penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain (Moleong, 2009: 6). Apabila dilihat dari objeknya penelitian ini termasuk penelitian lapangan atau field research, yaitu kegiatan penelitian yang dilakukan di lingkungan masyarakat tertentu baik di lembaga-lembaga oranisasi

(27)

masyarakat (sosial) maupun lembaga pemerintahan (Suryabrata, 1998: 22).

Adapun spesifikasi penelitian ini menggunakan model biografi atau studi tokoh. Yaitu studi terhadap seseorang atau individu yang dituliskan, tentang kehidupan seseorang yang melukiskan momen penting yang terjadi. Penelitian model biografi ini subjek penelitiannya dapat berupa orang yang masih hidup atau pula orang yang sudah meninggal dunia. sepanjang peneliti dapat memperoleh data atau dokumen relevan (Herdiansyah, 2012: 64-65).

Jenis dan model penelitian ini yang akan penulis gunakan untuk meneliti bagaimana metode dakwah yang digunakan oleh KH. Yahya Zainal Ma’arif dengan pembatasan fokus kajian menganalisis metode dakwah. 2. Definisi Konseptual

Definisi konseptual adalah suatu definisi mengenai variabel yang dirumuskan dengan konsep yang jelas berdasarkan karakteristik-karakteristik variabel yang dapat diamati (Saifudin, 2001: 74). Supaya tidak terjadi kesalahpahaman dalam memahami judul skripsi ini, maka perlu adanya pembatasan istilah agar ruang lingkup permasalahan dalam penelitian ini lebih jelas.

(28)

Dakwah adalah mengubah atau mendorong umat manusia agar melaksanakan kebaikan dan mengikuti petunjuk serta memerintah berbuat ma’ruf dan mencegah dari perbuatan mungkar supaya mereka memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat (Sulton, 2003: 9).

b. Metode Dakwah

Secara istilah Suparta dan Harjani Hefni (2006: 6) dalam buku karangannya yang berjudul “Metode Dakwah” memberikan definisi mengenai metode sebagai cara yang telah diatur dan melalui proses pemikiran untuk mencapai suatu maksud tujuan tertentu. Definisi lainnya menurut Aziz (2004: 122) mendefinisikan metode dakwah adalah cara yang sistematis dan teratur untuk pelaksanaan suatu atau cara kerja.

Lebih lanjut Dzikron Abdullah (1989: 4) mendefinisikan metode dakwah adalah suatu jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan dakwah. Sedangkan dakwah adalah cara yang digunakan subyek dakwah untuk menyampaikan materi dakwah. Jadi, metode dakwah adalah cara-cara yang digunakan oleh seorang da’i untuk menyampaikan materi dakwah, yaitu al Islam atau serentetan kegiatan untuk mencapai tujuan tertentu.

(29)

Metode dakwah ada tiga, yaitu bi al hikmah, mauidzah al hasanah, dan mujadalah billati hiya ahsan. Secara garis besar ada tiga pokok metode (thariqah) dakwah yaitu:

a. Bi al Hikmah, yaitu berdakwah dengan situasi dan kondisi sasaran dakwah dengan menitik beratkan pada kemampuan mereka, sehingga di dalam menjalankan ajaran-ajaran Islam selanjutnya, mereka tidak lagi merasa terpaksa atau keberatan.

b. Mauidzah al hasanah, yaitu berdakwah dengan memberikan nasehat-nasehat atau menyampaikan ajaran-ajaran Islam dengan rasa kasih sayang, sehingga nasehat dan ajaran Islam yang disampaikan itu dapat menyentuh hati mereka.

c. Mujadalah Billati Hiya Ahsan, yaitu berdakwah dengan cara bertukar pikiran dan membantah dengan cara yang sebaik-baiknya dengan tidak memberikan tekanan-tekanan yang memberatkan pada komunitas yang menjadi sasaran dakwah (Munir, 2009: 34).

Merujuk beberapa pendapat tersebut metode dapat di maknai sebagai cara atau jalan untuk mencapai suatu tujuan dakwah, dalam hal ini dapat dijelaskan bawah metode dakwah adalah suatu proses penyebarluasan ajaran islam yang rahmatan lil’alamin, dengan amar ma’ruf nahi munkar, dan

(30)

untuk merubah kehidupan manusia atau masyarakat dari kehidupan yang tidak islami menjadi kehidupan ang islami dengan cara atau jalan tablig dilakukan dengan al hikmah, mauidzah hasanah dan apabila diperlukan dilanjutkan dengan mujadalah. Tablig tersebut dilakukan dengan membentuk majelis ceramah, dari tablig dapat dikembangkan dengan melakukan pengkaderan dengan mendirikan Lembaga Pengembangan Dakwah (LPD) al-Bahjah dan tabiyah untuk mencetak para da’i yang akan melanjutkan misi dakwah kedepannya, dengan mendiikan Pondok Pesanten Lembaga Pengembangan Dakwah (LPD) al-Bahjah, dengan membei pengajaan kepada para santri-santrinya.

3. Sumber dan Jenis Data

Sumber data yang digunakan oleh penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu data primer dan data sekunder.

a. Data Primer

Data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data atau informasi kepada peneliti, data primer ini berupa hasil wawancara dengan subjek penelitian. Data yang dapat direkam atau dicatat oleh peneliti (Iskandar, 2009: 117-118). Adapun sumber data primer dalam penelitian ini adalah wawancara dengan KH. Yahya Zainul Ma’arif serta asistennya (Kang Romli), dan dokumentasi dari LPD Al-Bahjah.

(31)

b. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari pihak lain, tidak langsung dari subjek penelitian (Iskandar, 2009: 118-119). Dalam penelitian ini, data sekunder diperoleh dari buku-buku maupun sumber literatur lainnya yang berkaitan dengan kajian penelitian, yaitu tentang metode dakwah KH. Yahya Zainul Ma’arif. 4. Teknik Pengumpulan Data

Setelah mentukan sumber data, langkah selanjutnya adalah pengumpulan data. Dalam mengumpulkan data peneliti menggunakan beberapa metode, yaitu:

a. Metode interview (wawancara)

Yaitu metode pengumpulan data dengan melakukan tanya jawab lisan secara langsung berhadapan muka dan dengan arah serta tujuan yang telah ditentukan (Moleong, 2010: 190). Wawancara dilakukan dengan KH. Yahya Zainul Ma’arif. Wawancara ini digunakan untuk memperoleh data tentang metode dakwah yang dipakai oleh KH. Yahya Zainul Ma’arif.

Peneliti melakukan wawancara mendalam dengan Buya Yahya, Peneliti melakukan wawancara kepada Buya Yahya dan santri pondok pesantren lembaga dakwah Al Bahjah, wawancara di lakukan di pondok pesantren Lembaga Pengembangan Dakwah (LPD) Al Bahjah

(32)

Cirebon Jawa Barat dan di kediaman Buya Yahya. Peneliti melakukan wawancara dengan Buya Yahya hanya dua kali saja dan selebihnya peneliti melakukan observasi dan wawancara kepada pihak lain, peneliti melakukan observasi dan menyaksikan beliau ceramah delapan kali dalam jangka waktu sebulan. ini bertujuan untuk melengkapi data, guna menjawab perumusan masalah yang peneliti ajukan

b. Metode dokumentasi

Yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku atau surat kabar, majalah, prasasti, dan sebagainya (Arikunto, 2002: 236). Dalam penelitian ini peneliti akan mengumpulkan beberapa foto, video ataupun rekaman ceramah KH. Yahya Zainul Ma’arif di masjid-masjid besar ataupun di Pondok Pesantren Al Bahjah. Selain itu juga dokumen tertulis lainnya seperti arsip-arsip atau data milik Lembaga Pengembangan Dakwah (LPD) al Bahjah.

c. Metode observasi

Yaitu sebuah cara menghimpun bahan-bahan keterangan (data), yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomene-fenomena yang sedang dijadikan sasaran pengamatan (Sugiyono, 2012: 64).

(33)

Metode ini dilakukan peneliti dengan cara mencatat, melihat atau mengamati secara langsung kondisi lapangan bagaimana pelaksanaan metode dakwah yang dilakukan oleh KH. Yahya Zainul Ma’arif.

5. Pengecekan Keabsahan Data

Pengecekan keabsahan data dalam penelitian studi tokoh, salah satu caranya ialah menggunakan teknik kredibilitas data. Kredibilitas data adalah upaya peneliti untuk menjamin kesahihan data dengan mengkonfirmasikan data yang diperoleh kepada subyek penelitian.

Tujuannya adalah untuk membuktikan bahwa apa yang dimaksud peneliti sesuai dengan apa yang sesungguhnya ada dan sesuai dengan apa yang dilakukan subyek penelitian.

Teknik pengecekan juga menggunakan triangulasi, yaitu mengecek keabsahan data dengan memanfaatkan sumber di luar data sebagai perbandingan. Kriteria kredibilitas digunakan untuk menjamin bahwa data yang dikumpulkan peneliti mengandung nilai kebenaran, baik bagi pembaca pada umumnya maupun bagi subyek penelitian (Furchan dan Maimun, 2005: 76-78).

(34)

6. Metode Analisis Data

Setelah data-data terkumpul melalui pengumpulan data, langkah selanjutnya adalah menganalisis. Analisis data merupakan proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya kedalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar. Analisis data sering disebut pengelolaan data, ada yang menyebut data preparation ada pula data analysis (Arikunto, 2002; 240).

Medote analisis data yang peneliti gunakan adalah analisis data kualitatif dengan studi tokoh salah satunya dilakukan dengan analisis taksonomi, yaitu analisis yang tidak hanya berupa penjelajahan umum melainkan analisis yang memusatkan perhatian pada domain tertentu yang sangat berguna untuk menggambarkan fenomena atau masalah yang menjadi sasaran study (Furchan, 2005: 66).

Teknik ini diawali memfokuskan perhatian domain-domain tertentu, kemudian membagi domain-domain tersebut menjadi sub-sub domain serta bagian-bagian yang lebih khusus dan rinci. Analisi ini akan menghasilkan hasil analisi yang terbatas pada satu domain tertentu dan hanya berlaku pada domain tersebut (Furchan, 2005: 65).

Gambaran aplikatif desain penelitian tersebut adalah menentukan domain penelitian yaitu metode dakwah KH. Yahya Zainul Ma’arif. Mengumpulkan data biografi, dari

(35)

riwayat pendidikan, pengalaman intelektual, dan metode dakwah KH. Yahya Zainul Ma’arif, melalui wawancara, dokumentasi, dan observasi partisipasi. Selain itu juga dikumpulkan data tentang penerapan metode dakwah KH. Yahya Zainul Ma’arif, melalui wawancara dan dokumentasi. Data-data tersebut dikumpulkan, dipilah sesuai dengan rumusan masalah, disajikan sesuai urutan pembahasan, dan ditarik kesimpulan.

G. Sistematika Penulisan

Dalam rangka menguraikan pembahasan masalah di atas, penulis menyusun kerangka pembahasan yang sistematis agar pembahasannya lebih terarah dan mudah dipahami serta yang lebih terpenting lagi adalah jawaban permasalahan agar tercapai apa yang menjadi tujuan penulis.

Untuk memberikan arah yang tepat dan tidak memperluas obyek penelitian maka perumusan sistematika pembahasan penulis akan menyusun dalam lima bab atau bagian utama. Adapun penjelasan sistematika penulisan skripsi secara lebih lanjut adalah sebagai berikut:

Bab I, bab ini merupakan bab pendahuluan dalam penulisan skripsi, yang meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan.

(36)

Bab II, berisi tentang studi tokoh dakwah. Pertama tentang studi tokoh, meliputi pengertian studi tokoh, tujuan penelitian studi tokoh, kriteria tokoh yang diteliti, pendekatan studi tokoh. Kedua tentang dakwah, meliputi pengertian, dasar, tujuan, bentuk-bentuk dan unsur-unsur dakwah.

Bab III berisi tentang metode dakwah KH. Yahya Zainul Ma’arif. Pada bab ini penulis akan menguraikan tentang biografi KH.Yahya Zainul Ma’arif yang meliputi riwayat hidup, riwayat pendidikan, guru-guru KH. Zainul Ma’arif serta aktivitas dakwahnya, selanjutnya penulis akan memaparkan metode dakwah KH. Yahya Zainul Ma’arif.

Bab IV, berisi analisis metode dakwah KH. Yahya Zainul Ma’arif. Pada bab ini akan membahas dan memfokuskan pada analisis metode yang digunakan oleh KH. Yahya Zainul Ma’arif.

Bab V adalah penutup yang memuat tentang kesimpulan, saran-saran dan kata penutup.

(37)

22

BAB II

STUDI TOKOH DAKWAH

A. STUDI TOKOH

1. Pengertian Studi Tokoh

Studi tokoh atau sering disebut juga dengan penelitian tokoh atau penelitian riwayat hidup individu (individual life history) merupakan salah satu jenis penelitian kualitatif yang sering digunakan untuk menyelesaikan salah satu tugas akhir studi dalam bentuk skripsi, tesis atau disertasi. Studi tokoh sudah cukup lama diperkenalkan oleh ilmuwan barat, namun demikian, model penelitian ini di Indonesia baru diperkenalkan pada tahun 90-an. Ini pun hanya populer untuk kalangan IAIN dan kurang populer di kalangan perguruan tinggi umum. Namun, dalam pelaksanaanya terdapat kendala metodologis, karena tidak ada suatu rujukan yang dapat dijadikan suatu pegangan dalam pelaksanaan studi di lapangan. Akibatnya, penelitian dilakukan apa adanya, tanpa merujuk pada buku-buku penelitian yang ada, tanpa mempertimbangkan karakteristik studi dan relevansinya, sehingga sering terjadi kerancuan dalam membangun kerangka metodologisnya (Furchan dan Maimun, 2005: 1).

(38)

Secara historis, studi model ini sudah lama digunakan orang. Pada zaman dahulu, metode ini pernah dipergunakan oleh sejarawan Yunani kuno, dan juga sejarawan Islam seperti Ibnu Khaldun. Pada mulanya karya-karya mengenai tokoh ini lebih banyak bersifat karya sastra dan lebih menekankan pada segi keindahan bahasa dalam penulisannya sehingga lebih enak dibaca dan lebik komunikatif. Namun, dalam perkembangannya, studi tokoh ini kemudian diadopsi oleh lembaga pendidikan tinggi dan diwujudkan dalam karya ilmiah untuk tugas akhir mahasiswa. Karena merupakan karya ilmiah, studi tokoh ini kemudian dibingkai dengan nilai-nilai ilmiah berupa kajian metodologis dan akademis yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Dilihat dari segi relevansinya dengan masyarakat, studi tokoh ini mempunyai pengaruh yang signifikan dalam aktivitas kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, studi tokoh ini kemudian dikembangkan secara lebih luas di perguruan tinggi (Furchan dan Maimun, 2005: 6).

Riset atau penelitian secara etimolologi, berasal dari bahasa Inggris, research, yaitu re yang berarti kembali atau berulang-ulang dan search berarti mencari, menjelajahi, menemukan makna (Danim, 2002: 25). Menurut Kerlinger dalam Hadi (1996) penelitian adalah proses penemuan yang mempunyai karakteristik sistematis, terkontrol, empiris, dan

(39)

mendasarkan pada teori dan hipotesis atau jawaban sementara. Sedangkan menurut Tuckman penelitian adalah suatu usaha yang sistematis untuk menemukan jawaban ilmiah terhadap suatu masalah, sistematis artinya mengikuti prosedur atau langkah-langkah tertentu. Selain itu penelitian didefinisikan sebagai: “Suatu usaha untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu pengetahuan, dan usaha-usaha itu dilakukan dengan metode ilmiah”.

Sedangkan pengertian tokoh adalah seseorang yang terkemuka atau kenamaan dibidangnya, atau seseorang yang memegang peranan penting dalam suatu bidang atau aspek kehidupan tertentu dalam masyarakat. Seseorang tersebut berasal, dibesarkan, dan hidup dalam lingkungan masyarakat tertentu (Syafa’at, 2009).

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian studi tokoh adalah usaha untuk menemukan, mengembangkan, mengumpulkan data-data dan informasi tentang seorang tokoh secara sistematik guna untuk meningkatkan atau menghasilkan informasi dan pengetahuan.

Studi tokoh yang ada selama ini dilakukan dalam dua bentuk. Pertama, sebagai bagian dari pendekatan sejarah (historical approach) yang bersangkutan. Kedua, studi ini sering kali dikelompokkan pada bidang yang dibicarakan oleh tokoh yang bersangkutan. Misalnya, jika seorang tokoh

(40)

membicarakan tasawuf, maka studi ini dimasukkan pada pendekatan tasawuf. Pengelompokan ini, ternyata mengalami kesulitan dalam penanganannya, sebab suatu studi tokoh memerlukan suatu analisis tersendiri yang tidak tercover dalam bidang ilmu yang digunakannya (Harahap, 2011: 4). 2. Tujuan Penelitian Studi Tokoh

Tujuan studi tokoh ini pada umumnya adalah untuk mencapai suatu pemahaman tentang ketokohan seorang individu dalam suatu komunitas tertentu, melalui pandangan-pandangannya yang mencerminkan pandangan warga dalam komunitas yang bersangkutan. Tujuan lain dari studi model ini adalah untuk memperdalam pengertian kita terhadap komunitas tertentu di mana tokoh-tokoh atau individu itu hidup. Yang lebih penting lagi, malalui pengakuan yang berupa riwayat hidup ini, seorang individu akan banyak motivasi, aspirasi, dan ambisinya tentang kehidupan dalam masyarakatnya.

Wawancara, dalam bentuk meminta seseorang untuk menceritakan riwayat hidupnya adalah metode yang paling mudah diperoleh. Hal ini karena orang pada umumnya senang sekali menceritakan kisah mengenai dirinya sendiri. Sudah barang tentu, ada juga individu yang menolak untuk mengungkapkan riwayat hidupnya. Biasanya ia mengalami hambatan psikologis untuk mengungkapkan kisah hidupnya.

(41)

Misalnya, karena masa lalunya dianggapnya kurang baik atau karena ia tidak melihat keluarbiasaan dalam jalan hidupnya. Namun biasanya, setelah melalui pendekatan-pendekatan sehingga timbul hubungan pribadi yang baik dan dekat Danandjaja (1988: 114).

Adanya gejala kejiwaan tersebut membuat tujuan studi tokoh bukan lagi terbatas pada pengertian terhadap masyarakat atau komunitas di mana informan atau tokoh itu hidup, melainkan sudah bertambah dengan masalah pengaruh lingkungan sosial-budaya dan agama terhadap seseorang.

Tema-tema yang menjadi pusat perhatian dari penelitian seperti ini menurut Danandjaja (1988: 115) berkisar pada hal-hal berikut:

a. Masalah individu yang berperilaku menyimpang dari perilaku yang dominan dalam masyarakatnya (the deviant individual),

b. Sebagai lanjutan dari itu, masalah pengaruh yang menyebabkan orang-orang menyimpang mencapai sukses untuk menjadi sumber gagasan-gagasan baru dalam masyarakatnya,

c. Juga erat bersangkutan dengan masalah tersebut, masalah para individu menyimpang yang terjepit dalam masyarakat dan masalah penyakit jiwa yang merupakan akibat dari

(42)

keadaan-keadaan seperti itu, dan akibatnya, suatu tema yang agak berbeda adalah

d. Masalah pngaruh kemiskinan terhadap kehidupan dalam masyarakat.

Secara spesifik, tujuan studi tokoh adalah untuk: (1) memperoleh gambaran tentang persepsi, motivasi, aspirasi, dan ambisi sang tokoh tentang bidang yang digelutinya, (2) memperoleh gambaran tentang teknik dan strategi yang digunakannya dalam melaksanakan bidang yang digelutinya, (3) memperoleh gambaran tentang bentuk-bentuk keberhasilan sang tokoh terkait dengan bidang yang digelutinya, dan (4) dapat mengambil hikmah dari keberhasilan sang tokoh.

Disamping itu, studi tokoh juga sangat berguna bagi penelitian sosial-keagamaan karena mempunyai beberapa fungsi, antara lain:

a. Data riwayat hidup seorang tokoh adalah penting untuk memperoleh pandangan orang dalam (insider’s view) mengenai gejala-gejala sosial keagamaan dalam suatu masyarakat melalui pandangan para warga sebagai partisipan dari masyarakat yang bersangkutan,

b. Data riwayat hidup seorang tokoh adalah penting untuk mencapai pemahaman tentang individu-individu warga

(43)

masyarakat yang berperilaku lain (menyimpang dari kebiasaan warga lainnya) sebagai pendorong munculnya gagasan baru dan perubahan dalam masyarakat dan kebudayaan,

c. Data riwayat hidup seorang tokoh adalah penting untuk memperoleh pengertian mendalam tentang masalah-masalah psikologis yang tidak mudah diamati dari luar, atau diperoleh dengan metode wawancara berdasarkan pertanyaan langsung. Hal ini biasanya sudah menyangkut pengaruh lingkungan kebudayaan terhadap jiwa sang tokoh dan data serupa itu, secara praktis, adalah penting dalam penelitian psikologis agama.

Data riwayat hidup seorang tokoh adalah penting untuk mendapatkan gambaran lebih mendalam tentang rincian hal-hal yang tidak mudah diceritakan orang melalui metode wawancara berdasarkan pertnyaan langsung. Hal ini biasanya dilakukan dalam penelitian tentang cara hidup orang oleh masyarakat dianggap berperilaku kurang baik seperti orang yang tidak peduli dengan ajaran agama, wanita tuna susila, penjahat, homo, lesbi dan sebagainya (Furchan dan Maimun, 2005: 10).

(44)

3. Kriteria Tokoh yang Diteliti

Studi tokoh memungkinkan peneliti memandang sang tokoh dalam konteks seluruh kehidupannya, mulai dari lahir sampa saat sekarang. Subyek studi dipandang sebagai orang yang mengalami keberhasilan dan kegagalan, dan yang memandang ke masa depan dengan harapan dan ketakutan. Dokumen semacan ini membantu peneliti mengembangkan pemahaman lebih lengkap tentang tahap-tahap dan masa-masa kritis dalam proses perkembangan diri sang tokoh.

Studi tokoh memungkinkan peneliti memandang seseorang (tokoh) dalam hubungannya dengan sejarah zamannya dan menyelidiki bagaimana arus sosial, budaya, keagamaan, politik, dan ekonomi mempengaruhi dirinya.

Ketokohan seseorang paling tidak dapat dilihat dari tiga indikator. Pertama, integritas tokoh tersebut. Hal ini dapat dilihat dari kedalaman ilmunya, kepemimpinannya, keberhasilan dalam bidang yang digeluti hingga mempunyai kekhasan atau kelebihan dibanding orang-orang segenerasinya, dan juga dapat dilihat dari integritas moralnya.Kedua, karya monumentalnya, baik karya tulis, karya nyata dalam bentuk fisik maupun nonfisik yang bermanfaat bagi masyarakat atau pemberdayaan manusia, baik sezaman maupun sesudahnya. Ketiga, kontribusinya

(45)

dalam masyarakat yang dapat dirasakan oleh masyarakat, baik dalam bentuk pemikiran maupun aksinya (Harahap, 2011: 7).

Tokoh adalah orang yang berhasil di bidangnya yang ditunjukkan dengan karya-karya monumental dan mempunyai pengaruh pada masyarakat sekitarnya serta ketokohannya diakui secara “mutawatir”. Dari batasan ini, seorang tokoh harus mencerminkan empat indikator, yaitu:

a. Berhasil di bidangnya.

Istilah berhasil menunjuk pada pencapaian tujuan-tujuan tertentu. Orang yang berhasil adalah orang yang mencapai tujuan-tujuan tertentu (baik tujuan jangka pendek maupun jangka panjang) berdasarkan potensi yang dimiliki dan aktivitas yang dilakukan sesuai dengan bidang yang digelutinya.

b. Mempunyai karya-karya monumental.

Sebagai seorang tokoh, ia harus mempunyai karya-karya yang dapat diwariskan kepada generasi berikutnya, baik berupa karya tulis maupun non-fisik yang dapat dilacak jejaknya. Artinya, karya itu masih dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah bahwa karya itu merupak karya sang tokoh.

c. Mempunyai pengaruh pada masyarakat.

Artinya, segala pikiran dan aktivitas sang tokoh betul-betul dapat dijadikan rujukan dan panutan oleh

(46)

masyarakat dalam melaksanakan aktivitas sesuai dengan bidangnya.

d. Ketokohannya diakui secara mutawatir.

Artinya, dengan segala kekurangan dan kelebihan sang tokoh, sebagian besar masyarakat warga masyarakat memberikan apresiasi positif dan mengidolakannya sebagai orang yang pantas menjadi tokoh atau ditokohkan untuk menyelaisakan berbagai persoalan sesuai dengan bidangnya (Furchan dan Maimun, 2005: 13).

4. Pendekatan Studi Tokoh

Dalam batas-batas tertentu, studi tokoh memiliki kesamaan dengan studi kasus. Bahkan, dalam anropologi, pendekatan studi kasus yang digunakan umumnya berupa studi tokoh, terutama apabila peneliti berhadapan dengan seorang informan yang kebetulan tidak punya karya yang berbentuk dokumen sehingga data yang diperoleh lebih banyak berasal dari hasil wawancara. Studi kasus yang dilakukan dengan cara wawancara dengan seseorang ini sebenarnay identik dengan studi tokoh. Bedanya adalah, dalam studi tokoh, penggalian informasi kepada seseorang bersifat lebih mendalam dan terfokus pada persoalan yang berkaitan dengan bidang keilmuan tertentu (Furchan dan Maimun, 2005: 34).

(47)

Sehubungan dengan kedekatan studi tokoh dengan studi kasus, dengan mengadopsi pemikiran Vredenbeegt yang dikutip oleh Bungin (2003: 115), terdapat 4 pendekatan studi tokoh, yaitu:

a. Pendekatan Tematis

Aktivitas seseorang dideskripsikan berdasarkan sejumlah tema (topik) yang menggunakan konsep-konsep yang biasanya dipakai untuk mempelajari suatu bidang keilmuan tertentu, misalnya studi tokoh mengenai pemikiran pendidikan Islam di Indonesia, studi tokoh mengenai pemikiran hukum Islam di Indonesia, dan sebagainya. Pendekatan ini bersifat analitis sehingga dapat membedakan antara pemikiran sang tokoh dari pemikiran tokoh lain dalam suatu bidang keilmuan tertentu.

b. Pendekatan Otobiografi

Pendekatan ini sangat luas dan intensif dari masing-masing tokoh. Teknik ini digunakan untuk memahami sang tokoh berdasarkan pendapat tokoh lain yang mempunyai disiplin keilmuan yang sama atau berbeda. Prinsipnya adalah, baik yang menilai maupun yang dinilai harus sama-sama tokoh. Pandangan bebas dari masing-masing tokoh terhadap sang tokoh yang menjadi fokus studi dapat membantu kesahihan dan keandalan data yang diperoleh dari teknik ini. Misalnya dalam pendidikan

(48)

Islam, studi tokoh terhadap Prof. Zakiyah Daradjat. Dalam studi tokoh ini diharapkan adanya penilaian dari tokoh pendidikan Islam lainnya, seperti Prof. Mastuhu, Prof. Azyumardi Azra, dan sebagainya mengenai pemikiran pendidikan Islam Prof. Zakiyah Daradjat.

c. Pendekatan Masalah Khusus

Pendekatan ini bertujuan untuk mempelajari secara intensif atau masalah khusus atau kejadian luar biasa atau kejadian gawat yang menyangkut sang tokoh. Bagaimana sang tokoh menghadapi persoalan baru yang sangat khusus dan bahkan luar biasa itu? Pengetahuan tentang hal ini akan mengungkapkan aspek-aspek yang laten dari psikodinamika kehidupan sang tokoh. Misalnya, studi tokoh terhadap Gus Dur dalam politik kenegaraan. Dari studi ini diharapkan akan dapat diungkap berbagai persoalan psikologis yang sangat rumit di saat pelengseran Gus Dur dari kursi kepresidenan, dan sebagainya.

d. Pendekatan construction of days

Pendekatan ini tidak terbatas pada cerita mengenai apa yang dialami sang tokoh pada hari kemarin tetapi dapat pula dipilih hari tertentu secara acak, misalnya hari-hari yang biasa saja tanpa kejadian luar biasa. Namun dapat juga dipilih suatu hari yang berbeda dari hari-hari biasa, seperti 100 hari pelantika sang tokoh dalam jabatan

(49)

tertentu, atau 100 hari pertama dari pengangkatan dia menduduki jabatan tertentu, atau hari-hari disaat mengalami masa sulit dalam perjalan hidupnya, atau hari-hari di saat masa keemasan dalam perjalanan hidupnya, dan seterusnya. Dengan kata lain, pendekatan ini lebih memfokuskan pada hari-hari tertentu yang mempunyai nilai historis bagi sang tokoh selama karirnya atau selama hidupnya.

B. Dakwah

1. Pengertian Dakwah

Dakwah merupakan aktifitas yang sangat penting dalam Islam, dengan dakwah, Islam dapat tersebar dan diterima oleh manusia. Sebaliknya, tanpa dakwah Islam akan semakin jauh dari masyarakat dan selanjutnya akan lenyap dari permukaan bumi dalam kehidupan masyarakat. Dakwah berfungsi menata kehidupan yang agamis menuju kehidupan masyarakat yang harmonis dan bahagia, ajaran Islam yang disiarkan melalui dakwah dapat menyelamatkan manusia dan masyarakat pada umumnya dari hal-hal yang dapat membawa pada kehancuran (Aziz, 2006: 37).

Secara etimologi kata dakwah berasal dari bahasa arab yaitu da’watan bentuk masdar dari kata da’a-yad’u yang berarti memangil, mengajak atau menyeru (Omar, 2004: 67).

(50)

Menurut Munawwir (1994: 439), menyebutkan bahwa dakwah artinya adalah memanggil, mengundang, mengajak, menyeru, mendorong dan memohon.

Dalam pengertian keagamaan, dakwah memasukkan aktifitas tabligh (penyiaran), tatbiq (penerapan/pengamalan) dan tandhim (pengelolaan) (Sulthon, 2003: 15).

Pemahaman terhadap pengertian dakwah bisa dikaji dari dua segi, pertama dari segi bahasa (etimologis) dan kedua menurut istilah (terminologis). Dari segi bahasa dakwah berasal dari bahasa Arab yang berarti seruan, ajakan, panggilan, undangan, pembelaan, permohonan (do’a) (Pimay, 2005: 13).

Sedangkan secara terminologi, banyak pendapat tentang definisi dakwah, antara lain Ya’qub (1973: 9), dakwah adalah mengajak umat manusia dengan hikmah kebijaksanaan untuk mengikuti petunjuk Allah dan Rasul Nya. Menurut Anshari (1993: 11), dakwah adalah semua aktifitas manusia muslim di dalam berusaha merubah situasi kepada situasi yang sesuai dengan ketentuan Allah SWT dengan disertai kesadaran dan tanggung jawab baik terhadap dirinya sendiri, orang lain, dan terhadap Allah SWT.

Dalam pengertian yang integralistik, dakwah merupakan suatu proses yang berkesinambungan yang ditangani oleh para pengemban dakwah untuk mengubah

(51)

sasaran dakwah agar bersedia masuk ke jalan Allah, dan secara bertahap menuju perikehidupan yang Islami (Hafidhuddin, 2000: 77). Dakwah adalah setiap usaha rekonstruksi masyarakat yang masih mengandung unsur-unsur jahili agar menjadi masyarakat yang Islami (Rais, 1999: 25).

Oleh karena itu Abu Zahrah menegaskan bahwa dakwah Islamiyah itu diawali dengan amar ma’ruf dan nahi munkar, maka tidak ada penafsiran logis lain lagi mengenai makna amar ma’ruf kecuali mengEsakan Allah SWT secara sempurna, yakni mengesahkan pada zat sifat-Nya (Zahrah, 1994: 32). Lebih jauh dari itu, pada hakikatnya dakwah Islam merupakan aktualisasi imani (teologis) yang dimanifestasikan dalam suatu sistem kegiatan manusia beriman dalam bidang kemasyarakatan yang dilaksanakan secara teratur untuk mempengaruhi cara merasa, berpikir, bersikap dan bertindak manusia pada dataran kenyataan individual dan sosio kultural dalam rangka mengusahakan terwujudnya ajaran Islam dalam semua segi kehidupan dengan menggunakan cara tertentu (Achmad, 1983: 2).

Walaupun beberapa definisi dakwah di atas berbeda-beda akan tetapi setiap definisi tersebut memiliki tiga unsur pokok, yaitu:

1. Dakwah adalah proses penyampaian Islam dari seseorang kepada orang lain.

(52)

2. Penyampaian ajaran Islam tersebut dapat berupa amar ma’ruf nahi munkar.

3. Usaha tersebut dapat dilakukan secara sadar dengan tujuan terbentuknyasuatu individu atau masyarakat yang taat dan mengamalkan sepenuhnya seluruh ajaran Islam (Azis, 2004: 3).

Keanekaragaman pendapat para ahli seperti tersebut di atas meskipun terdapat kesamaan ataupun perbedaan-perbedaan namun bila dikaji dan disimpulkan bahwa dakwah merupakan kegiatan yang dilakukan secara ikhlas untuk meluruskan umat manusia menuju pada jalan yang benar. Untuk dakwah diupayakan dapat berjalan sesuai dengan situasi dan kondisi mad’u.

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa dakwah berarti penyebarluasan rahmat Allah SWT. Sebagaimana banyak dijelaskan dalam Islam dengan istilah rahmatal lil ‘alamin, pembebasan, pembangunan dan penyebarluasan ajaran Islam, berarti dakwah merupakan proses untuk merubah kehidupan manusia atau masyarakat dari kehidupan yang tidak Islami menjadi kehidupan yang Islami.

2. Dasar Dakwah

Dakwah merupakan bagian integral dari ajaran Islam yang wajib dilaksanakan oleh setiap muslim. Kewajiban ini

(53)

tercermin dari konsep amar ma’ruf dan nahi munkar, yakni perintah untuk mengajak masyarakat melakukan perilaku positif-konstruktif sekaligus mengajak mereka untuk meninggalkan dan menjauhkan diri dari perilaku negatif-destruktif. Konsep ini mengandung dua implikasi makna sekaligus, yakni prinsip perjuangan menegakkan kebenaran dalam Islam serta upaya mengaktualisasikan kebenaran Islam tersebut dalam kehidupan sosial guna menyelamatkan mereka dan lingkungannya dari kerusakan (Pimay, 2006:13).

Al Qur’an sejak pertama kali diturunkan, sekarang dan dimasa yang akan datang, selalu menjadi sumber rujukan dan inspirasi dakwah. Dalam al Qur’an banyak sekali ayat-ayat yang membahas tentang dakwah. Dasar hukum pelaksanaan dakwah tersebut antara lain:

1.

Perintah dakwah yang ditujukan kepada para utusan Allah, tercantum pada QS. al Maidah ayat 67:

                            Artinya: “Hai Rasul, sampaikan apa yang diturunkan

kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah

(54)

memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir”. (Depag, 1993: 172)

2.

Perintah dakwah yang ditujukan kepada muslim yang sudah berupa panduan praktis tercantum dalam QS. al-Nahl ayat 125:                           Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan

hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah

yang lebih mengetahui orang-orang yang

mendapat petunjuk”. (QS. Al Nahl: 125) (Depag RI, 1993: 421).

3.

QS. Ali Imran:                

(55)

Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung”. (QS. Ali Imran: 104) (Depag RI, 1993: 93)

Rasulullah sendiri sebagai pembawa risalah dan hamba Allah yang ditunjuk sebagai utusan Allah telah bersabda kepada umatnya untuk berusaha dalam menegakkan dakwah. Sabda Rasululullah Saw:

نم :لوقي ملسو ويلع للها ىلص للها لوسر تعسم ،لاق ونع للها يضر يردلخا ديعس بيأ نع ىأر مكنم اركنم هيرغيلف هديب لم نإف عطتسي وناسلبف نإف عطتسي لم كلذو وبلقبف فعضأ هاور( .نايملإا )ملسم Dari Abi Sa’id al Khudri ra., dia mendengar Rasul Saw bersabda: “Barangsiapa di antara kamu melihat kemunkaran maka hendaklah ia merubah dengan tangannya, jika tidak kuasa maka dengan lisannya, jika tidak kuasa dengan lisannya maka dengan hatinya, yang demikian itu adalah selemah-lemahnya iman”. (HR. Muslim)

Hadits di atas menunjukkan perintah kepada umat Islam untuk mengadakan dakwah sesuai dengan kemampuan masingmasing. Apabila seorang muslim mempunyai kekuasaan tertentu maka dengan kekuasaannya itu ia diperintah untuk mengadakan dakwah. Jika ia hanya mampu dengan lisannya maka dengan lisan itu ia diperintahkan untuk

(56)

mengadakan seruan dakwah, bahkan sampai diperintahkan untuk berdakwah dengan hati, seandainya dengan lisan pun ternyata ia tidak mampu.

Keterangan yang dapat diambil dari pengertian ayat al Qur’an dan hadits Nabi di atas adalah bahwa kewajiban berdakwah itu merupakan tanggung jawab dan tugas setiap muslim di manapun dan kapanpun ia berada. Tugas dakwah ini wajib dilaksanakan bagi laki-laki dan wanita Islam yang baligh dan berakal. Kewajiban dakwah ini bukan hanya kewajiban para ulama, tetapi merupakan kewajiban setiap insan muslim dan muslimat tanpa kecuali. Hanya kemampuan dan bidangnya saja yang berbeda, sesuai dengan ukuran dan kemampuan masing-masing.

3. Tujuan Dakwah

Tujuan dakwah Islamiyah adalah menyeru manusia kepada jalan Allah, artinya membimbing manusia agar hidup dijalan Allah dengan nilai-nilai ajaran Islam yang dijadikan pedoman hidup (Thohari, Hanifullah Dan Masrum, 2001: 91). Sedangkan menurut pendapat Aziz (2004: 60-63), tujuan dakwah yaitu:

a. Untuk menegakkan ajaran Islam kepada setiap insan baik individu maupun masyarakat, sehingga manusia hidup dan berjalan sesuai dengan ajaran Islam.

(57)

b. Untuk mengajak seluruh manusia memeluk agama Islam, sehingga terbentuk manusia yang memiliki kualitas akidah, ibadah serta akhlak yang tinggi.

c. Untuk mengajak manusia kejalan yang lurus untuk menyembah Allah dan tidak menyekutukannya, agar manusia mendapat ampunan dan keselamatan dunia akhirat.

Secara umum tujuan dakwah di sini adalah mengajak umat manusia kepada jalan yang benar yang diridhai Allah SWT. agar dapat hidup bahagia dan sejahtera dunia maupun akhirat. Sedangkan tujuan khusus dakwah adalah mengajak umat manusia yang sudah memeluk agama Islam untuk selalu meningkatkan ketaqwaannya kepada Allah SWT, memberikan pengajaran tentang syari’at Islam, membina mental agama (Islam) bagi kaum yang masih mu’alaf, dan mendidik, mengajar anak serta menjaga manusia agar tidak menyimpang dari fitrahnya, sehingga terwujud masyarakat yang beragama sesuai dengan ajaran Islam yang benar.

Namun Ardani (2006: 10) menyatakan bahwa tujuan dakwah terdiri dari tujuan umum (mayor objektive) dan tujuan khusus (minor objektive).

(58)

Tujuan umum dakwah adalah mengajak umat manusia (meliputi orang mukmin, kafir atau musrik) kepada jalan yang benar yang diridhai Allah agar dapat hidup bahagia sejahtera di dunia dan akhirat.

b. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dakwah merupakan perumusan tujuan sebagai perincian dari tujuan umum dakwah. Tujuan ini di maksudkan agar dalam pelaksanaan seluruh aktivitas dakwah dapat di ketahui ke mana arahnya, ataupun jenis kegiatan apa yang hendak di kerjakan, kepada siapa berdakwah, dengan cara yang bagaimana dan sebagainnya secara terperinci.

Di bawah ini akan diuraikan tujuan khusus dakwah sebagai terjemahan dari tujuan umum dakwah:

a. Mengajak umat manusia yang sudah memeluk agama Islam untuk selalu meningkatkan taqwanya kepada Allah. b. Mengajak umat manusia yang belum beriman agar beriman

kepada Allah (memeluk agama Allah)

c. Mendidik dan mengajarkan anak agar tidak menyimpang dari fitrahnya.

Tujuan dakwah sangat menentukan dan berpengaruh terhadap penggunaan metode, media, serta sasaran dakwah. Ini disebabkan karena tujuan merupakan arah gerak yang hendak dicapai dalam seluruh aktivitas dakwah. Tujuan dapat

(59)

diklasifikasikan menjadi dua, yaitu tujuan umum dakwah (major obyektivite) dan tujuan khusus dakwah (minor obyectivite) (Syukir, 1983: 49-58).

Tujuan dakwah secara umum yaitu menyelamatkan umat manusia, mengajak pada kebaikan dan meninggalkan keburukan (amar ma’ruf nahi munkar), sedangkan tujuan dakwah khusus yaitu memberikan pengajaran tentang syari’at Islam, terlaksananya ajaran Islam yang benar berdasarkan keimanan, sehingga terwujud masyarakat yang beragama sesuai dengan ajaran Islam (Pimay, 2006: 8-9).

4. Bentuk-Bentuk Dakwah

Dakwah Islam itu dapat dikategorikan dalam tiga macam, yaitu sebagai berikut:

1. Dakwah bi al lisan

Allah berfirman dalam al Qur’an dengan tegas mengenai hal ini dengan menitik beratkan kepada ahsan qaulan (ucapan yang baik) dan uswatun hasanah (perbuatan baik).              

Artinya: “Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan

(60)

amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang yang menyerah diri?" (QS. Fusshilat 33)

Makna yang terkandung dari ayat di atas, yaitu Allah SWT memerintahkan kepada segenap orang beriman agar berkata dengan perkataan yang baik dan mengerjakan amal sholeh. Adapun yang dimaksud dengan dakwah bi al lisan adalah memanggil, menyeru ke jalan Tuhan untuk kebahagiaan hidup akhirat, tentunya dengan menggunakan bahasa sesuai dengan madu dalam berdakwah (Mansur, 2000: 42).

Sebuah ajakan dakwah dengan menggunakan lisan, antara lain: mengingat orang lain jika berbuat salah, baik dalam beribadah maupun perbuatan. Dengan berbicara dalam pergaulannya sehari-hari yang disertai dengan misi agama, yaitu agama Allah dan agama Islam. Menyajikan materi dakwah didepan umum. Isi dari materi dakwah tidak terlalu banyak, akan tetapi dapat menarik perhatian khalayak (Djaliel, 1997: 58).

Dakwah bi al lisan antara lain:

a. Qaulan Ma’ruf ialah dengan berbicara dalam pergaulan sehari-hari yang disertai dengan misi agama, yaitu islam.

Referensi

Dokumen terkait

Nama Parthenon itu sendiri berarti pemujaan Dewi Athena Parthenos yang berarti wanita yang bisa menikah tetapi tidak menikah, yang menurut cerita Dewi Athena lahir dari kepala

Setiap dokter dituntut bertindak secara profesional dan senantiasa mengembangkan ilmunya. Sehingga pekerjaan kedokteran tidak pernah lepas dari riset dan pengembangan

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah yang akan dibahas yaitu jumlah penduduk Kota Sorong sampai dengan tahun 2026, besar kebutuhan air

Dari hasil plotting prosentase kerusakan terhadap waktu menggambarkan bahwa pertumbuhan prosentase kerusakan setiap ruas jalan mendatang dapat dihitung sesuai dengan

Sehamsnya agar ti- dak teijadi penyalahgunaan dalam penerapan isi pasal, titik tekan da lam produk hukum perkawinan Indonesia mengacu pada fomena sosial bahwa perkawinan antar

Berdasarkan analisis puisi “Letupan Bambu, Tambur Upacara”, terdapat hal-hal yang dapat dire leksikan dari upacara tersebut, yakni selain upacara Balian merupakan warisan dari

Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa ada hubungan kegemukan dan merokok dengan kejadian hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Rawang Kota Sungai Penuh Tahun

Jika calon jamaah baru bisa mendapat seat haji pada usia 50 tahun dan harus menunggu sampai dengan dua puluh tahun, maka baru bisa berangkat pada usia 70 tahun.Bila masa tunggu