• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Kebijakan Pengusulan Desa/Kelurahan Binaan Menjadi Desa/Kelurahan Sadar Hukum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Implementasi Kebijakan Pengusulan Desa/Kelurahan Binaan Menjadi Desa/Kelurahan Sadar Hukum"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGUSULAN DESA/KELURAHAN BINAAN

MENJADI DESA/KELURAHAN SADAR HUKUM

(Policy Implementation Proposing Construction Village to become Village Aware of Law)

Oksimana Darmawan; Okky Chahyo Nugroho

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM, Jakarta

oksimana7@gmail.com

Tulisan Diterima: 10-04-2020; Direvisi: 24-04-2020; Disetujui Diterbitkan: 29-04-2020 DOI: http://dx.doi.org/10.30641/dejure.2020.V20.245-258

ABSTRACT

Since the Circular Letter of the Head of BPHN No. PHN-5.HN.04.04 of 2017 concerning Amendment to the Assessment Criteria of the Village Aware of Law, construction village (CV) that are determined to be the legal aware village (LAV) must obtain values with high awareness. However, data on the number of crimes and crime rates in DKI Jakarta and West Java Provinces are very high. Evaluative research is needed to analyze this policy. The purpose of this study was to determine and analyze the proposed CV to become LAV. The research method is juridical-empirical with a legal theory perspective analysis. Data used are secondary (literature), and primary data (interviews). The results showed that proposing CV to become LAV still found an impression of formality, like just socializing how to fill out the village awareness index questionnaire, so that it affects the quality of the formation of LAV. It is suggested that BPHN should make operational guidelines, both in quality and quantity related to the guidance material for law-aware families and CV apparatus so that the process of establishing a law-aware village obtains responsible quality (not formality).

Keywords: Construction Village; Legal Aware Village

ABSTRAK

Sejak adanya kebijakan Surat Edaran Kepala BPHN No. PHN-5.HN.04.04 Tahun 2017 tentang Perubahan Kriteria Penilaian Desa/Kelurahan Sadar Hukum (DSH), desa/kelurahan binaan (DB) yang ditetapkan menjadi DSH harus memperoleh nilai dengan kesadaran tinggi, tetapi dari data awal ditemukan jumlah kejahatan dan tingkat kejahatan sangat tinggi, terutama di kedua lokasi penelitian, yaitu Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat. Oleh karena itu, diperlukan penelitian evaluatif untuk menganalisis kebijakan ini. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengusulan DB sampai menjadi DSH. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis-empiris yang dianalisa berdasarkan perspektif teori hukum. Data yang digunakan adalah data sekunder berupa literatur, dan data primer melalui wawancara dengan informan. Hasil penelitian menunjukkan pengusulan DB sampai menjadi DSH masih ditemukan adanya kesan formalitas, seperti pembinaan di DB hanya sebatas pada sosialisasi cara pengisian kuesioner indeks desa/kelurahan sadar hukum, sehingga berpengaruh kepada kualitas pembentukan DSH. Disarankan agar BPHN membuat juklak/junis, baik dalam kualitas dan kuantitas terkait dengan materi pembinaan untuk keluarga sadar hukum (kadarkum) dan aparatur desa/kelurahan binaan, agar proses penetapan desa sadar hukum memperoleh kualitas yang bertanggung jawab (bukan formalitas).

(2)

Latar Belakang Indonesia adalah

PR.08.10 Tahun 2007 .5

Namun, menurut hasil penelitian Balitbang Hukum dan HAM tahun 2016 yang juga telah disampaikan kepada Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) dinyatakan bahwa, ruang lingkup Perka BPHN 2008 sangat luas, maka penetapan kriteria untuk menilai DSH perlu memperhatikan unsur realitas, kemampuan, komplementer, praktis dan ekonomis, akurat, presisi, dan objektif.6 Selain itu, kajian yang dilakukan oleh peneliti Litbang Hukum dan HAM, bahwa penetapan desa/kelurahan sadar hukum hanya merupakan seremonial belaka.7

Menanggapi rekomendasi Litbang Hukum dan HAM, maka diterbitkan Surat Edaran Kepala BPHN No. PHN-05.HN.04.04 Tahun 2017 (SE

Ka.BPHN 2017) sebagai petunjuk pelaksanaan dalam rangka proses dan tata cara pembentukan dan pembinaan Desa/Kelurahan Sadar Hukum, dan juga merupakan revisi Perka BPHN 2008 tentang Pembentukan dan Pembinaan Keluarga Sadar Hukum dan Desa/Kelurahan Sadar Hukum.

Dalam SE Ka. BPHN 2017 ditetapkan indeks Desa/Kelurahan Sadar Hukum sebagai indikator penilaian untuk mendapat predikat sebagai sebuah Desa/Kelurahan Sadar Hukum yang meliputi empat dimensi, yaitu dimensi akses informasi hukum, implementasi hukum, akses keadilan, serta akses demokrasi dan regulasi. Keempat dimensi memuat 20 kriteria dan 41 indikator yang harus dipenuhi apabila satu desa/kelurahan akan menjadi desa/kelurahan sadar hukum (DSH).

Adapun prosedur Penetapan Pembentukan, Pembinaan Desa/Kelurahan Binaan (DB) Sampai Menjadi Desa/Kelurahan Sadar Hukum (DSH) melalui:

negara hukum yang mempunyai konsep Pancasila.1 Menurut Philipus M. Hadjon salah

hukum Indonesia adalah keserasian

satu elemen penting negara yang berdasarkan Pancasila hubungan antara pemerintah dan rakyat berdasarkan kerukunan.2

Untuk menjaga keserasian hubungan pemerintah dengan masyarakat berdasarkan kerukunan tersebut, maka salah satu program yang dilakukan pemerintah adalah program Kelurahan/ Desa Sadar Hukum (DSH) yang dimulai sejak tahun 1980-an, program ini dimaksudkan untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat kelurahan/ desa terhadap hukum formal maupun adat dan norma sosial, melalui penyuluhan hukum oleh Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kanwil Kemenkumham) kepada warga kelurahan/desa.3

Program DSH ini semakin mapan dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005-2025 dan Rencana Strategis Kementerian Hukum dan HAM, Kemenkumham berupaya untuk mewujudkan sistem hukum nasional yang mencakup pelibatan seluruh komponen masyarakat yang mempunyai kesadaran hukum tinggi untuk mendukung pembentukan sistem hukum nasional sebagaimana tertuang dalam RPJPN 2005-2025. Berdasarkan rujukan ini diterbitkan Perka. BPHN Nomor PHN. HN.03.05-73 Tahun 2008 (Perka BPHN 2008), sebagai tindak lanjut dari Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor M.01-PR.08.10 Tahun

4 Peraturan Menteri Hukum Dan HAM Nomor M.01-PR.08.10 Tahun 2006 Tentang Pola Penyuluhan Hukum (Republik Indonesia, 2006).

Peraturan Menteri Hukum Dan HAM Nomor M.01- PR.08.10 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Hukum Dan HAM RI Nomor M.01-PR.08.10 Tahun 2006 Tentang Pola Penyuluhan Hukum (Republik Indonesia, 2007).

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM, Penentuan Kriteria Desa/Kelurahan Sadar Hukum (Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM, 2016): 91-93.

Nevey Varida Ariani, “Relevansi Penentuan Kriteria Desa/Kelurahan Sadar Hukum Terhadap Kesadaran Hukum Masyarakat,” De Jure 17, no. 1 (2017): 45. 1 Aloysius R. Entah, “Indonesia : Negara Hukum

Yang Berdasarkan Pancasila,” in Seminar Nasional Hukum, vol. 2 (Semarang: Fakultas Hukum, Universitas Negeri Semarang, 2016): 536, https:// journal.unnes.ac.id/sju/index.php/snh/article/ download/21340/10079/.

Ibid., 537. Tri Novianti Wulandari,“KajianTerhadap Efektifitas Pembentukan Dan Pembinaan Kelurahan Sadar Hukum Dalam Upaya Meningkatkan Kepatuhan Hukum Masyarakat,” Jurnal Mahasiswa S2 Hukum Untan 1, no. 1 (2017): :3, https://media.neliti.com/ media/publications/209581-kajian-terhadap- efektifitas-pembentukan.pdf. 5 2 3 6 7

(3)

diawali dengan penetapan suatu Desa/ kelurahan yang telah mempunyai Kelompok Kadarkum menjadi Desa/Kelurahan Binaan (DB).

Usul penetapan Desa/Kelurahan Binaan dilakukan oleh Camat kepada Bupati/ Walikota.

Bupati/Walikota menetapkan dengan Surat Keputusan suatu Desa/Kelurahan menjadi Desa/Kelurahan Binaan (DB).

Desa/Kelurahan Binaan dibina terus untuk menjadi Desa/Kelurahan Sadar Hukum (DSH).

Sadar Hukum

2.

3.

4.

5. BPHN dengan dibantu oleh Kanwil Sumber: Lampiran II Surat Edaran Kepala BPHN No. PHN-5.

HN.04.04 Tahun 2017 tentang Perubahan Kriteria Penilaian Desa Sadar Hukum

Kementerian Hukum dan HAM melakukan penilaian terhadap DB untuk menentukan desa/kelurahan yang sudah memenuhi

dilakukan Keempat dimensi dari tabel tesebut, kriteria DSH. Penilaian

berdasarkan Indeks DSH. Gubernur menetapkan DB setelah mempertimbangkan

ini

dilengkapi oleh desa yang sudah ditetapkan menjadi desa binaan, pengisian atau kelengkapan pertanyaan indikator dari kriteria dalam keempat dimensi harus telah tersedia data dukung (sumber data). Indeks nilai tertinggi DSH sebesar 685 adalah jumlah nilai masing-masing dimensi berdasarkan nilai skor tertinggi yang terdapat dalam kuesioner Indeks DSH. Syarat desa/kelurahan sadar hukum sebesar 202 adalah jumlah nilai yang diperoleh secara menyeluruh dari keempat dimensi yang ada sesuai prosentasi yang telah ditentukan. Nilai ini didasarkan pada persentase indeks nilai tertinggi DSH pada masing-masing dimensi, yaitu 20% Dimensi Akses Informasi Hukum, 40% Dimensi Implementasi Hukum, 20% Dimensi Akses Keadilan, dan 20% Dimensi Akses Demografi dan Regulasi.8

Desa/Kelurahan Sadar Hukum (DSH) yang dapat diberikan anugerah Anubhawa Sasana Desa/ Kelurahan adalah DSH dengan tingkat kesadaran hukum tinggi yang harus memperoleh nilai dengan prosentase minimal antara 70% sampai dengan 100% dari batasan nilai tertinggi (141-202).9

Menurut data secara nasional, desa/kelurahan sadar hukum di 33 provinsi dari tahun 1993 sampai 2018 berjumlah 5.425 DSH. Provinsi yang paling banyak mendapatkan desa sadar hukum adalah

6. menjadi DSH

usul Bupati/ Walikota dan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM.

Kriteria penilaian Desa/Kelurahan Hukum atau Desa/Kelurahan Binaan

Sadar (DB) ditetapkan menjadi DSH berpedoman pada Indeks Desa/Kelurahan Sadar Hukum dan berdasarkan data hasil kuesioner yang diisi oleh aparat Desa/Kelurahan atau Pejabat yang berwenang. Penetapan DSH diberikan sesuai dengan tingkat kesadaran hukum yang didasarkan pada jumlah/ nilai skor yang diperoleh dalam

Untuk lebih jelasnya disajikan Rumusan Penilaian DSH.

Indeks dalam

DSH. Tabel

8 Surat Surat Edaran Kepala BPHN No. PHN-5. HN.04.04 Tahun 2017 Tentang Perubahan Kriteria Penilaian Desa/Kelurahan Sadar Hukum, 2017, Lampiran II Keterangan.

Ibid. 9

Dimensi

Penilaian Desa/Kelurahan Sadar Hukum (DSH) Nilai Tertinggi DSH Sesuai Indeks Syarat Tertinggi Lolos sebagai DSH Sesuai Prosentase DSH dengan Tingkat Kesadaran Tinggi DSH dengan Tingkat Kesadaran Cukup DSH dengan Tingkat Kesadaran Rendah Akses Informasi Hukum 180 36 Nilai Total Semua Dimensi: 141 s/d 202 Nilai Total Semua Dimensi: 101 s/d 140 Nilai Total Semua Dimensi: 0 s/d 100 Implementasi Hukum 325 130 Akses Keadilan 90 18 Akses Demografi dan Regulasi 90 18 Total 685 202

(4)

sedangkan Provinsi DKI Jakarta hanya berjumlah 168 DSH.10 Jika dibandingkan jumlah desa/ kelurahan di DKI Jakarta dengan Provinsi Jawa Barat, maka persentase DSH yang tertinggi adalah Provinsi DKI sebesar 62.92% dengan jumlah 267 kelurahan11, karena Provinsi Jawa Barat berjumlah 5962 kelurahan/desa12 dengan persentase sebesar 47.29%.

Hal ini menarik untuk dilakukan kajian, karena jumlah desa/kelurahan sadar hukum (DSH) yang didapat oleh Jawa Barat mencapai ribuan yakni sebesar 2.820 DSH, sedangkan persentase DSH yang diperoleh DKI Jakarta tergolong cukup tinggi sebesar 62.92%. Penilaian kriteria baru ini sudah dilakukan di kedua provinsi pada tahun 2017 dan 2018, hasil penilaian menunjukkan jumlah DSH tahun 2017 di DKI Jakarta sebanyak 17 kelurahan13 dan tahun 2018 sebanyak 31 kelurahan14, sedangkan jumlah DSH di Jawa Barat Tahun 2017 sebanyak 235 DSH15 dan 2018 berjumlah 147 DSH.16 Secara kualitas pengukuhan desa/kelurahan sebagai DSH adalah

tentang Perubahan Kriteria DSH, mengingat adanya perbaikan, dengan penambahan kriteria dan penetapan skor bahwa DSH harus mempunyai tingkat kesadaran hukum yang tinggi dengan batasan nilai sebesar 141-202 (antara 70%-80%), permasalahannya adalah bagaimana proses desa/kelurahan sampai mendapatkan DSH untuk menjamin kualitas bahwa DSH yang telah ditetapkan memang layak diberikan penghargaan Anubhawa Sasana Desa/Kelurahan.

Penelitian ini perlu dilakukan pada proses atau tahapan-tahapan desa/kelurahan sampai ditetapkan menjadi DSH, karena tahapan/proses pembentukan dan penilaian tersebut sebagai jaminan bahwa desa/kelurahan layak ditetapkan sebagai DSH. Hal ini diartikan apabila desa/ kelurahan terjadi pengurangan/reduce materi atau substansi dalam pembentukannya sebagai DSH di beberapa atau salah satu tahapan, maka akan mengurangi kualitas DSH, bahkan DSH yang telah ditetapkan hanya sebagai formalitas untuk menunjukkan salah satu indikator keberhasilan kepemimpinan kepala daerah, baik gubernur, bupati/walikota sampai kepala desa/lurah yang bersangkutan. Sebagai bahan referensi terkait kajian yang dilakukan di Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat, maka perlu disajikan data dukung secara umum, yakni data perkelahian massal, jumlah kejahatan, dan tingkat kejahatan.

Secara umum data statistik potensi desa (Podes) terkait perkelahian massal pada seluruh desa/kelurahan di wilayah Indonesia mengalami peningkatan, tahun 2011 sebesar 3,26 persen meningkat pada tahun 2014 menjadi 3,38 persen, kemudian pada 2018 meningkat kembali menjadi 3,75 persen.17 Sebagian besar (lebih dari 90 persen) dari insiden perkelahian massal yang sering terjadi sudah dapat diselesaikan. Namun, masih terdapat kejadian dimana diperlukan partisipasi dan kesadaran masyarakat untuk segera menuntaskan konflik massal yang terjadi di wilayah desa/ kelurahan tempat tinggalnya, sehingga sekitar 5,91 persen konflik yang belum dapat diselesaikan segera menemukan solusinya.18 Di tingkat provinsi pada tahun 2018, Provinisi DKI Jakarta menduduki peringkat tertinggi sebagai desa/kelurahan yang pernah mengalami perkelahian massal sebesar

10 Badan Pembinaan Hukum Nasional, Inventarisasi Desa/Kelurahan Sadar Hukum Tahun 1993-2018, 2018.

“Jumlah Kecamatan, Kelurarahan, RT, RW, Dan KK 2017 Provinsi DKI Jakarta,” Dinas Komunikasi, Informatika, Dan Statistik Provinsi DKI Jakarta, last modified 2017, http://data.jakarta.go.id/dataset/ jumlahkecamatankelurahanrtrwdankkdkijakarta/ resource/177e6fb7-0dff-471e-9904-a4a99239f9d0. “Jumlah Kecamatan Dan Desa/Kelurahan Per Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Barat 2013-2014,” Badan Pusat Statitstik Jawa Barat, lastmodified 2018, https://jabar.bps.go.id/statictable/2015/04/02/44/ jumlah-kecamatan-dan-desa-kelurahan-per- kabupaten-kota-di-provinsi-jawa-barat-2013-2014. html.

Keputusan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta No. 154 Tahun 2018 Tentang Kelurahan Sadar Hukum Tahun 2017, 2017.

Keputusan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta No. 1774 Tahun 2018 Tentang Kelurahan Sadar Hukum Tahun 2018, 2018.

“Jawa Barat Menjadi Provinsi Dengan Desa Sadar Hukum Terbanyak Secara Nasional,” Kanwil Kementerian Hukum Dan HAM Jawa Barat, last modified 2017, https://jabar.kemenkumham.go.id/ berita-kanwil/berita-utama/jawa-barat-menjadi- provinsi-dengan-desa-sadar-hukum-terbanyak- secara-nasional.

Keputusan Menteri Hukum Dan HAM No. M.HH- 25.KP.08.05 Tahun 2018 Tentang Pemberian Penghargaan Anubhawa Sasana Desa/Kelurahan Provinsi Jawa Barat Tahun 2018, 2018.

11 12 13 14 15 16

17 Badan Pusat Statitistik, Statistik Kriminal 2018 (Jakarta: Badan Pusat Statistik, 2018): 39,

Ibid., 42. 18

(5)

peringkat kedua (peringkat pertama adalah Papua) sebagai desa/kelurahan terbanyak yang pernah mengalami perkelahian massal sebesar 291 kasus perkelahian massal.19

Dari sisi jumlah kejahatan (crime total) selama tahun 2017 di 33 provinsi, Polda Metro Jaya (DKI Jakarta) berada pada urutan kedua sebesar 34.767 kasus, dan Polda Jawa Barat berada pada urutan keempat sebesar 25.183 kasus, tetapi dari sisi tingkat kejahatan (crime rate) Polda Jawa Barat menduduki peringkat ketiga terendah sebesar 65 orang (setiap 100.000 penduduk sebanyak 65 orang yang terkena tindak kejahatan) dan Polda Metro Jaya peringkat 14 terendah sebesar 138 orang, hal ini karena pengaruh jumlah penduduk. Angka jumlah kejahatan dan tingkat kejahatan adalah menggambarkan peristiwa kejahatan secara umum dan lebih bermanfaat khususnya dalam menggambarkan kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas) dan tingkat kerawanan suatu wilayah apabila dilihat secara lebih detail.20

Data di atas adalah sebagai gambaran kriminalitas secara umum, adanya desa/kelurahan sadar hukum (DSH) adalah untuk mencegah atau meminimalkan terjadinya kriminalitas, karena dalam Lampiran I SE Ka.BPHN tercantum Kuesioner Indeks DSH yang memuat kriteria penilaian sebagai sarana pencegahan kejahatan, antara lain, yaitu adanya keluarga sadar hukum (Kadarkum), program peningkatan kesadaran hukum masyarakat desa/kelurahan, mewujudkan

Bagaimana implementasi kebijakan Surat Edaran Nomor PHN-05.HN.04.04 Tahun 2017 (SE Ka.BPHN) terkait pengusulan desa/kelurahan binaan sampai (DB) menjadi desa/kelurahan sadar hukum (DSH)?

Tujuan

Untuk mengetahui dan menganalisis kebijakan SE Ka.BPHN 2017 terkait pengusulan DB sampai menjadi DSH.

METODE PENELITIAN

1. Pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, pendekatan kualitatif digunakan untuk menganalisis semua informasi termasuk hasil wawancara yang terkait dengan pokok permasalahan.

2. Sifat

Penelitian ini bersifat deskriptif analisis secara yuridis-empiris yang dianalisa berdasarkan perspektif teori hukum dengan tujuan memberikan saran dan pendapat untuk perbaikan dalam tataran implementasi kebijakan SE Ka.BPHN 2017.

3. Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian/kajian ini adalah data

kegiatan sekunder (library research) keamanan dan ketertiban masyarakat

melalui penelusuran literatur (Kamtibmas), dan ketersediaan lembaga

penyelesaian sengketa di luar proses hukum di desa/kelurahan. Maka kebijakan pembentukan desa/kelurahan sadar hukum (DSH) perlu untuk dievaluasi, karena walaupun data perkelahian massal, jumlah kejahatan (crime total), dan tingkat kejahatan (crime rate) tidak berkaitan langsung dengan DSH, tetapi tujuan DSH adalah untuk mewujudkan masyarakat sadar hukum yang mana diawali dengan proses desa/kelurahan menjadi DSH, sehingga hal ini perlu dilakukan penelitian untuk perbaikan implementasi kebijakan ini ke depan.

research) dan data primer (field

yang dikumpulkan secara terbatas melalui wawancara dengan

DKI Jakarta dan Informan di Prov.

informan di Provinsi Jawa Barat (Jabar). DKI Jakarta adalah Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kanwil Kemenkumham DKI Jakarta, Biro Hukum Prov. DKI Jakarta, Kelurahan Menteng Atas Kota Jakarta Selatan. Perihal informan di Prov. Jabar adalah Kanwil Kemenkumham Jabar, Biro Hukum Prov. Jabar, Bagian Hukum Kabupaten Bandung Barat, Kantor Desa di Kab. Bandung Barat (Kantor Desa Bojonghaleuang, Cipangeran, dan Saguling), dan Kelurahan Binong Jati Kota Bandung. Alasan

Jakarta

pemilihan lokasi di Provinisi DKI dan Jawa Barat sebagaimana

19 20

Ibid., 43–44. Ibid., 10–13.

(6)

acara sosialisasi di Kantor Pemkab. Bandung Barat mengenai sosialisasi mekanisme/syarat menjadi DSH.24

Namun terkait undangan sosialisasi di wilayah Kab. Bandung Barat, ditemukan masih ada desa yang belum mendapatkan sosialisasi SE Ka.BPHN 2017. Hal ini diketahui karena kepala desa beserta aparaturnya tidak mengetahui istilah kadarkum, bahkan menanyakan ke peneliti mengenai syarat menjadi desa sadar hukum.25

Di Provinsi DKI Jakarta terdapat keterangan berbeda dari informan, keterangan pertama (informan pertama),26 yaitu pihak kelurahan yang sudah memenuhi persyaratan sesuai dengan SE Ka.BPHN 2017 mengusulkan melalui walikota

cq. bagian hukum kota, lalu pihak bagian hukum kota mengajukan ke biro hukum provinsi untuk yaitu Prov. DKI Jakarta menduduki

peringkat tertinggi sebagai desa/kelurahan yang pernah mengalami perkelahian massal sebesar 20,60 persen, sedangkan Jawa Barat menduduki peringkat kedua sebagai desa/ kelurahan terbanyak yang pernah mengalami perkelahian massal sebesar 291 perkelahian massal.21

kasus

PEMBAHASAN DAN ANALISIS

A. Pengusulan Desa/Kelurahan Binaan

sampai menjadi Desa/Kelurahan Sadar Hukum

Di Provinsi Jawa Barat, proses pengusulan desa/kelurahan binaan diawali oleh kelurahan mengisi formulir atau mengirimkan data-data melalui aplikasi kadarkum. Dalam pengisian formulir atau data di aplikasi kadarkum disesuaikan dengan Surat Edaran Ka.BPHN. Data yang sudah terkirim dilakukan pengecekan penetapan kadarkum oleh bupati/walikota cq. bagian hukum kota. Kelurahan yang sudah ada kadarkum diusulkan oleh Camat kepada bupati/walikota. Bupati/walikota melalui bagian hukum kota memberikan penilaian untuk ditetapkan sebagai desa/kelurahan binaan termasuk pembinaan kadarkum. Setelah itu, Tim Desa/Kelurahann Sadar Hukum yang terdiri dari Biro Pemerintahan dan Kerjasama, Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Jawa Barat, Dinas Pemberdayaan dan Masyarakat Desa, dan Bagian Hukum Kota mengadakan rapat persiapan untuk melakukan pembinaan ke kabupaten/kota yang terdapat desa/ kelurahan binaan.22

dilakukan penilaian; sedangkan keterangan kedua (informan kedua), yaitu kelurahan tidak mengusulkan sendiri, tetapi kelurahan ditunjuk (penunjukan) oleh bagian hukum kota atas dasar penilaian intern terhadap kelurahan yang belum mendapatkan kelurahan sadar hukum untuk diusulkan kepada biro hukum provinsi untuk dilakukan penilaian.

Menanggapi dua perbedaan keterangan informan, informan dari keterangan pertama,

27

menyatakan, bahwa saat ini informan tidak bertugas pada proses penetapan kelurahan sadar hukum, sehingga kemungkinan informasi yang diberikan menggunakan mekanisme pengusulan lama; sedangkan saat dilakukan penelitian ini,

24 Wawancara Dengan Rida Dari Milyawati (Pelaksana Sub Bantuan Hukum Pemkab. Bandung Barat) Tanggal 13 Februari (Kabupaten Bandung Barat, 2019).

Wawancara Dengan Kepala Desa Saguling; Dedi Suhendar (Sekdes. Saguling); Maman (Kasi Pemerintahan Desa Saguling); Ketua Ponpes Al-Furqon Dan Tokoh Masyarakat Kampung Cibanteng Desa Saguling; Mail Hermawan (Anggota Masyarakat) Tanggal 13 Februari (Kabupaten Bandung Barat, 2019).

Wawancara Dengan Momon Mulyana (Kepala Sub Bagian Pengundangan Dan Dokumentasi Hukum, Biro Hukum Pemprov. DKI Jakarta) Tanggal 19 Februari (Jakarta, 2019).

Wawancara Dengan Retnowati (Kepala Bagian Dokumentasi Dan Publikasi Hukum Pemprov. DKI Jakarta), Radiah (Kasubbag. Publikasi Hukum), Dan Yulia Paramita (Analis Pengundangan Dan Dokumentasi Hukum) Tanggal 21 Februari (Jakarta, 2019).

Rapat persiapan ini difungsikan sebagai sarana sosialisasi kepada desa/kelurahan yang

ingin mengajukan desa/kelurahan sadar hukum 25

(DSH) harus terlebih dahulu membentuk kadarkum.23 Menurut informan lainnya, bagian hukum kab/kota sifatnya hanya memfasilitasi kepada Biro Pemerintahan dan Kerjasama, dalam hal koordinasi undangan kepada seluruh kel/desa

26 21

22

Badan Pusat Statitistik, Statistik Kriminal 2018. Wawancara Dengan Denny Wahjudin (Kabag. Dokumentasi Hukum, Pembinaan Dan Pengawasan Produk Hukum Pemprov. Jawa Barat), Dan Beny Ruhiman (Pelaksana Subbagian Dokumentasi Dan Penyuluhan Hukum Pemprov. Jawa Barat) Tanggal 14 Februari (Bandung, 2019).

Ibid.

27

(7)

kelurahan sadar hukum adalah pada informan dari keterangan kedua (informan kedua).

Kedua perbedaan mekanisme pengusulan desa/kelurahan sadar hukum telah diatur dalam Surat Edaran Kepala BPHN No. PHN-05. HN.04.04 Tahun 2017 tentang Perubahan Kriteria

Desa/Kelurahan binaan menjadi Desa/Kel sadar hukum disajikan dalam Tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2: Prosedur Penetapan Pembentukan, Pembinaan Desa/Kelurahan Binaan sampai

menjadi Desa/Kelurahan Sadar Hukum

Penilaian Desa/Kelurahan Sadar Hukum (SE Ka.BPHN 2017). Keterangan informan pertama

diatur dalam Isi Surat Edaran Ka.BPHN, yaitu Proses dan Tata Cara Pembentukan dan Pembinaan Desa/Kelurahan Sadar Hukum, meliputi Prosedur Penetapan Pembentukan, Pembinaan Desa/Kelurahan Binaan sampai menjadi Desa/ Kelurahan Sadar Hukum, sebagai berikut:

1. Pembentukan Desa/Kelurahan Sadar Hukum diawali dengan penetapan suatu Desa/ Kelurahan yang telah mempunyai Kelompok Kadarkum menjadi Desa/Kelurahan Binaan. Usul penetapan Desa/Kelurahan Binaan dilakukan oleh Camat kepada Bupati/ Walikota.

Bupati/Walikota menetapkan dengan Surat Keputusan suatu Desa/Kelurahan menjadi Desa/Kelurahan Binaan

Desa/Kelurahan Binaan dibina terus untuk menjadi Desa/Kelurahan Sadar Hukum BPHN dengan dibantu oleh Kementerian Hukum dan HAM melakukan penilaian terhadap Desa Binaan untuk menentukan Desa/Kelurahan yang sudah memenuhi Kriteria Desa/Kelurahan Sadar Hukum. Penilaian ini dilakukan berdasarkan Indeks Desa/Kelurahan Sadar Hukum.

2.

3.

4.

Pada poin kedua di atas, sesuai dengan

keterangan informan pertama (Momon Mulyana), yaitu proses pengusulan desa/kelurahan dilakukan oleh Lurah melalui Camat kepada Bupati/ Walikota. Hal ini mekanisme pengusulan desa/ kelurahan untuk bisa menjadi desa/kelurahan sadar hukum dimulai dari bawah ke atas (sistem

bottom-up).

Keterangan informan kedua (Retnowati, dkk.) diatur dalam Keterangan Lampiran II Surat Edaran Ka.BPHN terkait Rumusan Penilaian Desa/Kelurahan Sadar Hukum. Dalam Keterangan Lampiran II Surat Edaran Ka.BPHN point ketiga menyatakan, bahwa “Sebuah Desa/Kelurahan Binaan, dapat diusulkan oleh Bupati/Walikota kepada Gubernur untuk ditetapkan sebagai Desa/ Kelurahan Sadar Hukum didasarkan penilaian 5.

6. Gubernur menetapkan Desa/Kelurahan Binaan menjadi Desa/Kelurahan Sadar Hukum setelah mempertimbangkan usul Bupati/Walikota dan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM.

sesuai Kuesioner Indeks Desa/Kelurahan Sadar Hukum”. Point ketiga ini sesuai dengan

keterangan informan kedua, yaitu Walikota cq.

Bagian Hukum Kota yang memilih/menunjuk kelurahan untuk diusulkan kepada Gubernur cq. Biro Hukum Provinsi agar menjadi kelurahan

Desa/Kelurahan ke Desa/kel. Binaan

Adanya Kadarkum berjumlah 25 orang dari unsur masyarakat dan aparatur desa Legalisasi Camat dan Bupati Desa/Kelurahan Binaan Dilakukan pembinaan disesuaikan materi keempaat dimensi Adanya SK Tim pembinaan termasuk kerjasama dengan instansi terkait keempat dimensi Penilaian Desa Binaan menjadi Desa/Kel. Sadar Hukum Desa Binaan melengkapi/mengisi kuesioner harus disertai dengan data dukung (sumber data) instansi terkait

SK Tim penilaian

(8)

sedangkan di Desa Cipangeran Kabupaten Bandung Barat anggota Kadarkum berjumlah lima orang dan semuanya dari jajaran aparatur Kantor Desa Cipangeran.33

Terkait pembinaan kadarkum, di Jawa Barat dibuat legalisasi melalui surat keputusan (SK) tim berupa struktur organisasi pembinaan kadarkum, yaitu pembina kadarkum provinsi dilakukan oleh gubernur sebagai penasehat, Ka. Kanwil Kemenkumham Jabar sebagai ketua, Kadiv. Pelayanan Hukum dan HAM sebagai sekretaris, dan sebagai anggotanya adalah kepala biro provinsi, kepolisian, kejaksaan, tokoh ormas, serta tokoh masyarakat.34 Sedangkan di DKI Jakarta belum ada legalisasi atau SK Tim pembinaan, adapun tim pembinaan terdiri dari Kanwil Kemenkumham DKI Jakarta, Biro Hukum Pemprov. DKI Jakarta, Biro Tata Pemerintahan Pemprov. DKI Jakarta, Bagian Hukum Wilayah Kota Administrasi bersangkutan, tetapi selama ini belum ada SK tim dan pembinaan sifatnya hanya memberikan sosialisasi tentang cara pengisian kuesioner dan kelengkapan data dukung.35

Tim pembinaan kadarkum ini dilanjutkan oleh tim penilaian. Di Provinsi Jabar, tim penilaian juga ada legalisasi berupa SK tim yang diterbitkan oleh gubernur, dalam melakukan penilaian ada pembagian tugas di keempat dimensi dalam SE Kepala BPHN, yaitu (1) dimensi akses informasi hukum sebagai penilai adalah Biro Pemerintahan dan Kerjasama; (2) dimensi implementasi hukum sebagai penilai adalah Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Jawa Barat; (3) dimensi akses demokrasi dan regulasi sebagai penilai adalah Dinas Pemberdayaan dan Masyarakat Desa; dan (4) dimensi akses keadilan sebagai penilai adalah didasarkan atas penunjukkan dimulai dari atas ke

bawah (sistem top-down).

Dalam proses penetapan desa/kelurahan binaan harus diawali adanya kelompok kadarkum di setiap desa/kelurahan yang harus dilegalisasi. Hal ini sesuai dalam Point 1 dan 2 Keterangan Lampiran II Surat Edaran KaBPHN, Point 1 menyatakan, bahwa “Penetapan sebuah desa/ kelurahan sebagai desa/kelurahan harus memiliki kelompok keluarga sadar hukum (Kadarkum) yang telah disahkan oleh Bupati/Walikota”, sedangkan Point 2 berbunyi, bahwa “Pembentukan sebuah desa/kelurahan sadar hukum, harus diawali dengan dibentuknya Desa/Kelurahan binaan yang telah memiliki Kelompok Keluarga Sadar Hukum (Kelompok Kadarkum) berdasarkan Surat Keputusan Walikota”.

Namun, ditemukan di Kelurahan Menteng Atas, bahwa Kadarkum yang dibentuk tidak mempunyai legalisasi yang disahkan oleh walikota, bahkan tidak mempunyai SK dari pihak kelurahan.28 Padahal menurut informan, Biro Hukum Pemrov. DKI Jakarta meminta agar kelurahan membuat legalisasi (surat keputusan/ SK) Kadarkum.29

Mengenai jumlah kadarkum sebanyak 25 orang, dan juga dapat memiliki lebih dari satu kadarkum yang masing-masing beranggotakan 25 orang,30 diperkuat dengan pernyataan informan di Biro Hukum Prov. Jawa Barat, bahwa setiap kadarkum yang dibentuk harus berjumlah 25 orang, jika kurang dari itu maka desa/kelurahan tersebut, tidak bisa menjadi desa/kelurahan sadar hukum.31 Namun, di Kelurahan Menteng Atas anggota Kadarkum di Tahun 2017 berjumlah 22 orang dan tahun 2019 memiliki dua Kadarkum

28 Wawancara Dengan Lurah Menteng Atas, Kecamatan Setiabudi, Tanggal 20 Februari (Jakarta Selatan, 2019).

Wawancara Dengan Retnowati (Kepala Bagian Dokumentasi Dan Publikasi Hukum Pemprov. DKI Jakarta), Radiah (Kasubbag. Publikasi Hukum), Dan Yulia Paramita (Analis Pengundangan Dan Dokumentasi Hukum) Tanggal 21 Februari.

Ibid.

Wawancara Dengan Denny Wahjudin (Kabag. Dokumentasi Hukum, Pembinaan Dan Pengawasan Produk Hukum Pemprov. Jawa Barat), Dan Beny Ruhiman (Pelaksana Subbagian Dokumentasi Dan Penyuluhan Hukum Pemprov. Jawa Barat) Tanggal 14 Februari.

32 Wawancara Dengan Lurah Menteng Atas, Kecamatan Setiabudi, Tanggal 20 Februari. Wawancara Dengan Cucu Gunawan (Sekretaris Desa Cipangeran Kec. Saguling) Tanggal 13 Februari (Kabupaten Bandung Barat, 2019).

Wawancara Dengan Heriyanto (Kadiv. Yankum Dan HAM, Kanwil Kementerian Hukum Dan HAM Jawa Barat) Dan Budiman (Penyuluh Hukum Ahli Madya Kanwil Kemenkumham Jabar) Tanggal 14 Februari (Bandung, 2019).

Wawancara Dengan Retnowati (Kepala Bagian Dokumentasi Dan Publikasi Hukum Pemprov. DKI Jakarta), Radiah (Kasubbag. Publikasi Hukum), Dan Yulia Paramita (Analis Pengundangan Dan Dokumentasi Hukum) Tanggal 21 Februari. 33 29 34 30 31 35

(9)

DKI Jakarta tidak ada SK Tim penilai,37 dominasi penilaian oleh Pemda Provinsi DKI Jakarta, terlihat sewaktu wawancara di kelurahan mengenai peran Kanwil Kemenkumham tidak disebutkan dalam tim penilai kelurahan sadar hukum yang mana penilaian sadar hukum dilakukan oleh Bagian Hukum Jaksel dan Biro Hukum DKI.38

indikator desa/kel sadar hukum oleh kepala desa. Secara garis besar penemuan dari hasil wawancara pada sejumlah desa/kelurahan sadar hukum, ditemukan belum adanya Standar Operasional Prosedur (SOP) terkait materi pembinaan kadarkum dan panduan mengenai struktur organisasi kadarkum; adanya masyarakat di sekitar kantor desa/kelurahan belum mengetahui adanya program penyuluhan hukum yang mana kelurahannya sudah ditetapkan sebagai kelurahan sadar hukum, tidak mengetahui istilah kadarkum, belum pernah disosialisasikan atau mengikuti terkait penyuluhan hukum dari keempat dimensi sebagaimana kriteria penetapan desa sadar hukum; bahkan adanya aparatur desa yang tidak mengetahui tentang program kadarkum dan desanya telah ditetapkan menjadi desa sadar hukum; komposisi kadarkum hanya dari aparatur desa/kelurahan, dan kalaupun unsur dari masyarakat berasal dari golongan pejabat pemerintahan, sehingga kegiatan kadarkum tidak maksimal.

Mekanisme penilain di DKI Jakarta, setelah kuesioner tersebut diisi dan disampaikan oleh kelurahan kepada biro hukum provinsi, selanjutnya Biro Hukum Provinsi DKI Jakarta mendatangi kelurahan ke dalam dua tahap, tahap pertama melakukan konfirmasi terkait kebenaran pengisian kuesioner dengan data dukung, tahap kedua melakukan penilaian di kelurahan dengan pemaparan yang dilakukan oleh lurah dan mendatangkan pihak terkait sesuai data dalam isi kuesioner.39 Begitupun mekanisme penilaian di Provinsi Jawa Barat hampir sama dengan DKI Jakarta, perbedaannya adalah di Jawa Barat tim yang melakukan penilaian ada pembagian tugas seperti yang dijelaskan di atas. Namun ditemukan di DKI Jakarta, adanya walikota yang tidak mengetahui adanya kelurahan yang sudah ditetapkan sebagai kelurahan sadar hukum, padahal kelurahan yang dinilai berada di wilayah kota yang bersangkutan, bahkan keberatan dan menanyakan mengenai kriteria KSH tersebut;40 sedangkan di Jawa Barat, ditemukan di desa Cipangeran, tim penilai tidak meminta data dukung dari instansi terkait,41 sehingga penilaian

B. Pengusulan Desa/Kelurahan Binaan sampai menjadi Desa/Kelurahan Sadar Hukum dalam Perspektif Teori Hukum Walaupun dasar hukum kebijakan desa/ keluraan sadar hukum (DSH) adalah peraturan setingkat eselon I pada kementerian (Perka BPHN No. PHN.HN. 03.05-73 Tahun 2008 yang dirubah dengan Surat Edaran Kepala BPHN No. PHN-05. HN.04.04 Tahun 2017), tetapi hakekatnya adalah kebijakan ini merupakan kebijakan nasional, karena bersinergi atau berkerjasama dengan pemerintahan daerah sampai pada level desa/ kelurahan untuk membentuk kesadaran hukum masyarakat. Kesadaran hukum di masyarakat tidak akan terwujud tanpa dimulai dengan aparatur pemerintahan sebagai pihak yang pertama kali sadar hukum dan memfasilitasi upaya penyadaran hukum di masyarakat.

Aparatur pemerintahan dalam memfasilitasi ini tidak terlepas dari unsur/struktur pemerintahan terkait kebijakan DSH yang mana dalam tataran teknis terdiri dari penetapan desa/kelurahan binaan yang harus ada kadarkum, pembinaan kadarkum dan desa/kelurahan binaan, dan penilaian desa/kelurahan binaan menjadi desa/

36 Wawancara Dengan Denny Wahjudin (Kabag. Dokumentasi Hukum, Pembinaan Dan Pengawasan Produk Hukum Pemprov. Jawa Barat), Dan Beny Ruhiman (Pelaksana Subbagian Dokumentasi Dan Penyuluhan Hukum Pemprov. Jawa Barat) Tanggal 14 Februari.

Wawancara Dengan Retnowati (Kepala Bagian Dokumentasi Dan Publikasi Hukum Pemprov. DKI Jakarta), Radiah (Kasubbag. Publikasi Hukum), Dan Yulia Paramita (Analis Pengundangan Dan Dokumentasi Hukum) Tanggal 21 Februari. 37

38 Wawancara Dengan Lurah Menteng Kecamatan Setiabudi, Tanggal 20 Februari.

Ibid

Wawancara Dengan Nurhendro (Kabid Atas, 39

40 HAM,

Divisi Pelayanan Hukum Dan HAM, Kanwil Kemenkumham DKI Jakarta), Rohadi Supriyanto (Penyuluh

(Penyuluh (Penyuluh

Hukum Madya), Chabib Susanto Hukum Madya), Dan Elli Sabarijani Hukum Muda) Tanggal 13 Februari (Jakarta, 2019).

Wawancara Dengan Cucu Gunawan (Sekretaris Desa Cipangeran Kec. Saguling) Tanggal 13

41

(10)

karena bertindak secara aktif dalam kebijakan DSH, baik penyampaian materi substansi hukum, perangkat yang akan dibentuk, maupun komitmen dan berkelanjutan dalam upaya penyadaran hukum di masyarakat, hingga terbentuk budaya hukum. Dalam hal ini struktur ini juga bersinggungan dengan substansi/materi pembinaan serta pola dan usaha penyadaran hukum masyarakat untuk membentuk budaya hukum, sebagaimana yang dikemukakan oleh Lawrence M. Friedman yang membagi sistem hukum menjadi 3 (tiga) elemen, yaitu:42

Kedua, temuan kadarkum yang dibentuk tanpa legalisasi walikota menunjukkan, bahwa kapan kepastian waktu dimulai pembinaan di kelurahan binaan, mengingat pembinaan kelurahan harus diawali dengan terbentuknya kadarkum berdasarkan surat keputusan walikota.

Ketiga, belum ada kejelasan berapa lama rentang waktu dilakukan pembinaan dan materi apa saja yang disampaikan pada pembinaan kadarkum, mengingat tidak adanya standar operasional prosedur (SOP) atau juklak/juknis dan materi pembinaan kelurahan.45

1. Elemen Substansi Hukum, berupa memuat

Apabila dihubungkan dengan Teori peraturan perundang-undangan yang

ketentuan mengenai hak asasi manusia.

Friedman, aspek legalitas akan mempengaruhi proses pembentukan pembinaan desa/kelurahan binaan sampai pada tahap penilaian dan penetapan menjadi desa/kelurahan sadar hukum yang akan berdampak pada keluaran (output), dan hasil (outcome), sebagai berikut:

2. Elemen Struktur Hukum, berupa sumber lembaga-lembaga atau instansi berikut

daya manusianya yang berfungsi melakukan penegakan hak asasi manusia itu baik dalam hal terjadi pelanggaran hak asasi manusia maupun di luar terjadinya pelanggaran hukum.

3. Elemen Budaya Hukum, berupa nilai- nilai sosial budaya yang berlaku di masyarakat dan membentuk pola pikir serta mempengaruhi perilaku baik warga masyarakat maupun aparatur hukum.

Temuan kadarkum yang tidak ada pengesahan dari walikota, bahkan tidak ada legalisasi surat keputusan dari kelurahan;43 juga tidak adanya legalisasi berupa surat keputusan (SK) tim, baik SK Tim Pembinaan maupun Penilaian; tidak ada panduan mengenai struktur organisasi, pembinaan sifatnya sosialisasi sebatas pengisian kuesioner indeks DSH;44 hal ini mengidentifikasikan pola pembinaan kelurahan binaan menjadi kelurahan sadar hukum, yaitu pertama, pembinaan dalam perspektif (mindset/pola-pikir) Tim Penilai adalah pembinaan hanya sebatas pelaksanaan sosialisasi Surat Edaran Ka.BPHN untuk mengisi kuesioner indeks kriteria desa/kelurahan sadar hukum dan

1. Tidak adanya aspek legalitas pada substansi hukum, yaitu substansi rapat tim yang dilakukan tidak menghasilkan output juklak/ juknis, bahkan tidak ada notulensi, sehingga

outcome terkait materi pembinaann yang disampaikan bersifat spontanitas.

Tidak adanya aspek legalitas pada struktur hukum, yaitu tidak ada legalitas struktur tim desa/kelurahan sadar hukum (penetapan pembentukan, pembinaan desa/kelurahan binaan sampai menjadi desa/kelurahan sadar hukum), berpengaruh kepada output

2.

pendelegasian kewenangan di tingkat

grasroot berupa SK Kadarkum, dengan

outcome berupa kesadaran akan tugas dan fungsi, baik tim desa/kelurahan sadar hukum maupun kadarkum dan aparatur kelurahan. 3. Tidak adanya aspek legalitas kurang

berdampak pada internalisasi/penanaman budaya hukum terkait perubahan pola- pikir dan perilaku baik pada aparatur kelurahan maupun kadarkum (masyarakat), dikarenakan hal ini terkesan hanya sebatas formalitas atau bersifat seremonial saja. Menilai asek legalitas saja tidak cukup pada usaha-usaha peningkatan kualitas desa/kelurahan binaan menjadi desa/kelurahan sadar hukum dalam rangka untuk mewujudkan kesadaran

42 Natangsa Surbakti, Filsafat Hukum: Perkembangan Pemikiran Dan Relevansinya Dengan Reformasi Hukum Indonesia (Surakarta:

2012),: 152.

Wawancara Dengan Lurah

BP-FKIP UMS,

43 Menteng Atas,

Kecamatan Setiabudi, Tanggal 20 Februari.

Wawancara Dengan Retnowati (Kepala Bagian Dokumentasi Dan Publikasi Hukum Pemprov. DKI Jakarta), Radiah (Kasubbag. Publikasi Hukum), Dan Yulia Paramita (Analis Pengundangan Dan Dokumentasi Hukum) Tanggal 21 Februari. 44

(11)

Jawa Barat, bahwa (1) legalisasi sudah dilakukan pada kadarkum, tim pembinaan, dan tim penilaian,

dapat diterima sebagian besar warga

serta bagaimana reaksi masyarakat yang didasarkan pada sistem norma atau nilai yang berlaku. Masyarakat mungkin mematuhi atau menentang hukum dikarenakan kepentingan tetapi ada desa/kelurahan yang belum

dilakukan pembinaan atau penyuluhan terkait substansi yang berhubungan kuesioner indeks desa/kelurahan sadar

pernah hukum dengan

hukum; mereka terjamin pemenuhannya. Hal ini (2) masyarakat di sekitar kantor desa/kelurahan

belum mengetahui adanya program penyuluhan hukum yang mana kelurahannya sudah ditetapkan sebagai kelurahan sadar hukum, tidak mengetahui istilah kadarkum, belum pernah mengikuti terkait penyuluhan hukum dari keempat dimensi;46 (3) bahkan adanya aparatur desa yang juga tidak mengetahui bahwa kantor desa tempat bertugas

bisa dicontohkan, antara lain, seperti dalam

dimensi implementasi hukum (kriteria

pembayaran PBB, mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat), dimensi akses keadilan (kriteria peran masyarakat dalam memanfatkan tokoh/mekanisme ketersediaan penyelesaian lembaga/ di luar

proses hukum desa/kelurahan), sehingga

menjadi desa sadar hukum aktivitas kadarkum.47

dan tidak adanya kepentingan bersama bisa terjamin dengan PBB, dan keamanan

serta kesejahteraan adanya pembayaran dan ketertiban bisa Apabila temuan di Jawa Barat ini

terjaga dengan adanya pencegahan konflik dan penyelesaian konflik.

kepatuhan masyarakat terhadap ketentuan hukum, yaitu salah satu tugas hukum yang terpenting adalah mengatur kepentingan seluruh warga masyarakat. Kepentingan seluruh warga masyarakat tersebut lazimnya bersumber dari norma atau nilai yang berlaku, yaitu anggapan mengenai apa yang baik yang harus dilakukan dan apa yang buruk yang harus dihindari. Hal ini bisa dicontohkan, seperti dalam dimensi implementasi hukum kriteria kasus narkoba terkait dampak bahaya narkoba.

dihubungkan dengan Soerjono Soekanto, ada beberapa faktor yang mempengaruhi kesadaran hukum48, maka upaya perbaikan yang dilakukan

adalah, memastikan kadarkum dan desa binaan

telah dibina yang berisi materi pemberdayaan masyarakat yang sifatnya menyangkut pola-pola penyadaran masyarakat dalam temu kadarkum, simulasi, dan lomba kadarkum, hal ini terkait:

(c)

(a) pengakuan terhadap ketentuan hukum, yaitu

penjelasan isi dan kegunaan dari norma hukum tertentu, dalam artian ada suatu derajat pemahaman terhadap ketentuan- ketentuan hukum yang berlaku. Namun hal ini belum merupakan jaminan bahwa warga masyarakat yang mengakui ketentuan- ketentuan hukum tertentu tersebut akan dengan sendirinya mematuhinya, tetapi perlu diakui juga bahwa orang-orang yang memahami suatu ketentuan hukum tertentu adakalanya cenderung untuk mematuhinya; penghargaan terhadap ketentuan hukum, yaitu sampai sejauh mana suatu tindakan

(d) ketaatan masyarakat terhadap hukum,

sedikit banyaknya bergantung pada apakah

kepentingan warga masyarakat dalam

bidang-bidang tertentu dapat ditampung oleh ketentuan hukum atau tidak. Ada pula suatu anggapan bahwa kepatuhan hukum disebabkan karena adanya rasa takut pada sanksi, karena ingin memelihara hubungan baik, karena kepentingannya terlindungi, dan karena cocok dengan nilai yang dianutnya. Hal ini bisa dicontohkan terkait sanksi hukum kasus narkoba ada sanksi pidana, pencegahan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah untuk menjaga hubungan baik antara suami, isteri, dan anak untuk

membentuk tujuan perkawinan “sakinah,

mawadah, dan warromah”.

(b)

46 Wawancara Dengan Rengga Octavianika (Anggota Karang Taruna/Aktivis HMI), Mardiana (Linmas Kelurahan/Warga), Udan Sutisna (Linmas Kelurahan), Endang S. (Linmas Kelurahan), Dan Jeje S. (Limas Kelurahan) Di Kelurahan Binong Jati, Tanggal 12 Februari (Bandung, 2019

Wawancara Dengan Kasi Pemerintahan Desa Bojonghaleuang Kec. Saguling, Tanggal 13 Februari (Kabupaten Bandung Barat, 2019).

Soerjono Soekanto, Kesadaran Hukum Dan Kepatuhan Hukum, Jurnal Hukum & Pembangunan, vol. 7 (Rajawali Pers, 1977): 123-124.

47

(12)

Soerjono Soekanto adalah sebagai berikut:49 melainkan aparatur kelurahan sebagai sisi yang lain diposisikan dalam iklim berorganisasi secara feedback dalam kesadaran hukum, baik masyarakat maupun aparatur kelurahan keduanya ditempatkan dalam porsi yang seimbang sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing, yaitu aparatur kelurahan sebagai birokrasi yang melayani dan masyarakat sebagai pemegang kewajiban sebagai warga negara yang baik.

1. Pengetahuan hukum, yaitu seseorang yang mengetahui bahwa perilaku-perilaku tertentu tersebut telah diatur oleh hukum. Peraturan hukum yang dimaksud di sini adalah hukum tertulis maupun tidak tertulis. Perilaku tersebut menyangkut perilaku yang dilarang oleh hukum maupun perilaku yang diperbolehkan oleh hukum.

Pemahaman hukum, yaitu seseorang yang mempunyai pengetahuan dan pemahaman mengenai aturan-aturan tertentu, misalnya adanya pengetahuan dan pemahaman yang benar dari seorang pelajar tentang hakikat dan arti pentingnya peraturan sekolah. Sikap hukum, yaitu seseorang mempunyai kecenderungan untuk mengadakan penilaian tertentu tehadap hukum.

Perilaku hukum, yaitu seseorang atau pelajar mematuhi peraturan yang berlaku.

Keempat indikator kesadaran hukum di dalam perwujudannya dapat menunjukkan 2.

KESIMPULAN

Secara implementasi kebijakan Surat Edaran Nomor PHN-05.HN.04.04 Tahun 2017 terkait pengusulan desa/kelurahan binaan sampai menjadi desa/kelurahan sadar hukum masih ditemukan adanya kesan formalitas, hal ini bisa dilihat, antara lain, jumlah anggota kadarkum yang kurang dari 25 orang, tidak ada aspek legalitas kadarkum dan tim desa/kelurahan sadar hukum, pembinaan di desa/ kelurahan binaan hanya sebatas pada sosialisasi cara pengisian kuesioner indeks desa/kelurahan sadar hukum, dan aparatur desa/kelurahan yang tidak mengetahui adanya program kadarkum. 3.

4.

atas

tingkatan-tingkatan kesadaran hukum tertentu. Apabila seseorang hanya mengetahui hukum maka dapat dikatakan bahwa ia memiliki tingkat kesaadaran hukum yang masih rendah, tetapi jika seseorang telah berperilaku sesuai dengan hukum dalam suatu masyarakat maka dapat dikatakan bahwa ia memiliki tingkat kesadaran hukum yang tinggi.

Untuk mewujudkan indikator kesadaran hukum sebagaimana yang dikemukakan Soekanto, dalam rangka untuk peningkatan kualitas desa/ kelurahan binaan menjadi desa/kelurahan sadar hukum yang lebih baik, maka upaya perbaikannya, yaitu pertama, struktur kadarkum yang hanya terdiri dari unsur aparatur kelurahan, menghambat proses internalisasi proses penyuluhan hukum dan memperlebar paradigma penyadaran masyarakat pada level grasroot. Kedua, pembinaan yang dilakukan harus dilakukan pada keempat dimensi pada usaha-usaha membuka pola-pikir kesadaran

SARAN

BPHN sebagai instansi yang menerbitkan kebijakan Surat Edaran Nomor PHN-05.HN.04.04 Tahun 2017, perlu menerbitkan juklak atau juknis desa/kelurahan sadar hukum yang berisi, yaitu pertama, standar operasional prosedur baik secara kualitas/substansi maupun kuantitas terkait materi pembinaan yang akan disampaikan kepada kadarkum dan aparatur desa/kelurahan binaan; kedua, unsur kadarkum terdiri dari aparatur desa/kelurahan dan masyarakat; ketiga,

kerjasama dengan instansi/lembaga, seperti BNN Kota/Kabupaten terkait kriteria kasus narkoba, pengadilan negeri terkait perkawinan di bawah umur termasuk penyuluh dari kanwil sebagai narasumber.

Selain itu, BPHN perlu memperbaiki Surat Edaran Nomor PHN-05.HN.04.04 Tahun 2017 terkait harus adanya legalisasi tim pembinaan dan pembagian tugas pembinaan desa/kelurahan binaan pada keempat dimensi; legalisasi tim penilaian dan pembagian tugas penilaian; dan keharusan kelengkapan data dukung oleh instansi terkait.

hukum terkait pengakuan, penghargaan, kepatuhan, dan ketaatan baik secara individu maupun kepentingan bersama (bermasyarakat) atas keberlakuan norma dan ketentuan hukum.

Ketiga, pembinaan kadarkum yang dilakukan

(13)

UCAPAN TERIMA KASIH

Diucapkan terima kasih kepada Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM, Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan HAM RI, Kanwil Kementerian Hukum dan HAM DKI Jakarta dan Jawa Barat, Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat yang telah membantu dan turut memperkaya data serta rekan-rekan peneliti yang telah membantu untuk berdiskusi dalam analisis penelitian ini.

terhadap-efektifitas-pembentukan.pdf.

“Jawa Barat Menjadi Provinsi Dengan Desa Sadar Hukum Terbanyak Secara Nasional.” Kanwil Kementerian Hukum Dan HAM Jawa Barat. Last modified 2017. https://jabar.kemenkumham. go.id/berita-kanwil/berita-utama/jawa-barat- menjadi-provinsi-dengan-desa-sadar-hukum- terbanyak-secara-nasional.

“Jumlah Kecamatan, Kelurarahan, RT, RW, Dan KK 2017 Provinsi DKI Jakarta.” Dinas

DAFTAR PUSTAKA

Ariani, Nevey Varida. “Relevansi Penentuan Kriteria Desa/Kelurahan Sadar Hukum Terhadap Kesadaran Hukum Masyarakat.” De Jure 17, no. 1 (2017): 29–47.

Badan Pembinaan Hukum Nasional. Inventarisasi Desa/Kelurahan Sadar Hukum Tahun 1993- 2018, 2018.

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM. Penentuan Kriteria Desa/Kelurahan Sadar Hukum. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM, 2016. Badan Pusat Statitistik. Statistik Kriminal 2018.

Jakarta: Badan Pusat Statistik, 2018.

Komunikasi, Informatika, Dan Last Statistik modified Provinsi 2017. DKI Jakarta. http://data.jakarta.go.id/dataset/ jumlahkecamatankelurahanrtrwdankkdkijakarta/ r e s o u r c e / 1 7 7 e 6 f b 7 - 0 d f f - 4 7 1 e - 9 9 0 4 - a4a99239f9d0.

“Jumlah Kecamatan Dan Desa/Kelurahan Per Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Barat 2013- 2014.” Badan Pusat Statitstik Jawa Barat. Last modified 2018. https://jabar.bps.go.id/ statictable/2015/04/02/44/jumlah-kecamatan- dan-desa-kelurahan-per-kabupaten-kota-di- provinsi-jawa-barat-2013-2014.html.

Keputusan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta No. 154 Tahun 2018 Tentang Kelurahan Sadar Hukum Tahun 2017, 2017. Keputusan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibu

Kota Jakarta No. 1774 Tahun 2018 Tentang Kelurahan Sadar Hukum Tahun 2018, 2018. Keputusan Menteri Hukum Dan HAM No. M.HH-

25.KP.08.05 Tahun 2018 Tentang Pemberian Penghargaan Anubhawa Sasana Desa/Kelurahan Provinsi Jawa Barat Tahun 2018, 2018.

Peraturan Menteri Hukum Dan HAM Nomor M.01- PR.08.10 Tahun 2006 Tentang Pola Penyuluhan Hukum. Republik Indonesia, 2006.

Peraturan Menteri Hukum Dan HAM Nomor M.01- PR.08.10 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Hukum Dan HAM RI Nomor M.01-PR.08.10 Tahun 2006 Tentang Pola Penyuluhan Hukum. Republik Indonesia, 2007. Surat Surat Edaran Kepala BPHN No. PHN-5.

HN.04.04 Tahun 2017 Tentang Perubahan Kriteria Penilaian Desa/Kelurahan Sadar Hukum, 2017.

Entah, Aloysius R. “Indonesia : Negara Hukum Yang Berdasarkan Pancasila.” In Seminar Nasional Hukum, 2:534–542. Semarang: Fakultas Hukum, Universitas Negeri Semarang, 2016. https://journal. unnes.ac.id/sju/index.php/snh/article/ download/21340/10079/.

Natangsa Surbakti. Filsafat Hukum: Perkembangan Pemikiran Dan Relevansinya Dengan Reformasi Hukum Indonesia. Surakarta: BP- FKIP UMS, 2012.

Soekanto, Soerjono. Kesadaran Hukum Dan Kepatuhan Hukum. Jurnal Hukum & Pembangunan. Vol. 7. Rajawali Pers, 1977. Wulandari, Tri Novianti. “Kajian Terhadap

Efektifitas Pembentukan Dan Pembinaan Kelurahan Sadar Hukum Dalam Upaya Meningkatkan Kepatuhan Hukum Masyarakat.” Jurnal Mahasiswa S2 Hukum Untan 1, no. 1 (2017): 1–18. https://media.

(14)

Desa Cipangeran Kec. Saguling) Tanggal 13 Februari. Kabupaten Bandung Barat, 2019. Wawancara Dengan Denny Wahjudin (Kabag.

Dokumentasi Hukum, Pembinaan Dan Pengawasan Produk Hukum Pemprov. Jawa Barat), Dan Beny Ruhiman (Pelaksana Subbagian Dokumentasi Dan Penyuluhan Hukum Pemprov. Jawa Barat) Tanggal 14 Februari. Bandung, 2019.

Wawancara Dengan Heriyanto (Kadiv. Yankum Dan HAM, Kanwil Kementerian Hukum Dan HAM Jawa Barat) Dan Budiman (Penyuluh Hukum Ahli Madya Kanwil Kemenkumham Jabar) Tanggal 14 Februari. Bandung, 2019. Wawancara Dengan Kasi Pemerintahan Desa

Bojonghaleuang Kec. Saguling, Tanggal 13 Februari. Kabupaten Bandung Barat, 2019. Wawancara Dengan Kepala Desa Saguling; Dedi

Suhendar (Sekdes. Saguling); Maman (Kasi Pemerintahan Desa Saguling); Ketua Ponpes Al-Furqon Dan Tokoh Masyarakat Kampung Cibanteng Desa Saguling; Mail Hermawan (Anggota Masyarakat) Tanggal 13 Februari. Kabupaten Bandung Barat, 2019.

Wawancara Dengan Lurah Menteng Atas, Kecamatan Setiabudi, Tanggal 20 Februari. Jakarta Selatan, 2019.

Wawancara Dengan Momon Mulyana (Kepala Sub Bagian Pengundangan Dan Dokumentasi Hukum, Biro Hukum Pemprov. DKI Jakarta) Tanggal 19 Februari. Jakarta, 2019.

Wawancara Dengan Nurhendro (Kabid HAM, Divisi Pelayanan Hukum Dan HAM, Kanwil

Dokumentasi Dan Publikasi Hukum Pemprov. DKI Jakarta), Radiah (Kasubbag. Publikasi Hukum), Dan Yulia Paramita (Analis Pengundangan Dan Dokumentasi Hukum) Tanggal 21 Februari. Jakarta, 2019. Wawancara Dengan Rida Dari Milyawati

(Pelaksana Sub Bantuan Hukum Pemkab. Bandung Barat) Tanggal 13

Kabupaten Bandung Barat, 2019.

Februari.

Kemenkumham DKI Jakarta), Rohadi Supriyanto (Penyuluh Hukum Madya), Chabib Susanto (Penyuluh Hukum Madya), Dan Elli Sabarijani (Penyuluh Hukum Muda) Tanggal 13 Februari. Jakarta, 2019.

Wawancara Dengan Rengga Octavianika (Anggota Karang

(Linmas (Linmas

Taruna/Aktivis HMI), Mardiana Kelurahan/Warga), Udan Sutisna Kelurahan), Endang S. (Linmas Kelurahan), Dan Jeje S. (Limas Kelurahan) Di Kelurahan Binong Jati, Tanggal 12 Februari. Bandung, 2019.

Gambar

Tabel 2: Prosedur Penetapan Pembentukan,  Pembinaan Desa/Kelurahan Binaan sampai

Referensi

Dokumen terkait

Misal, apabila di departemen A seluruh karyawan mempunyai jam kerja yang sama dan jam kerja itu Normal maka pilih departemen A lalu tekan tombol “Centang” kanan atas

Dengan demikian pendidikan karakter ialah mengukir dan mempatrikan nilai-nilai ke dalam diri peserta didik melalui pendidikan, endapan pengalaman, pembiasaan, aturan, reka-

Permusan tujuan pembelajaran yang dilakukan oleh guru mata pelajaran sejarah SMA Negeri 1 Sanggar misalnya pada kelas X semester g anjil dengan materi pokok “ Indonesia

x Hasil respon mahasiswa terhadap penerapan modul pembelajaran Portable Digi-print Analyzer dan Portable Diagnostic Scope pada mata kuliah Praktik Motor Bensin pada

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terjadi perubahan pada keterampilan motorik anak, sehingga pada penelitian ini terdapat pengaruh yang signifikan

Edema paru adalah akumulasi cairan ekstravaskular yang patologis pada jaringan parenkim paru tiba-tiba akibat peningkatan tekanan intravascular. Edema paru terjadi

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2013-2018 ditetapkan dengan maksud untuk memberikan arah dan pedoman bagi seluruh pemangku

Inflasi terjadi terutama disebabkan karena adanya kenaikan harga, dimana kenaikan IHK (inflasi) terjadi pada kelompok bahan makanan sebesar 0,99 persen,