Analisis Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan - 1
4.1 ANALISIS SOSIAL
Aspek sosial terkait dengan pengaruh pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya kepada masyarakat pada taraf perencanaan, pembangunan, maupun pasca pembangunan/pengelolaan. Pada taraf perencanaan, pembangunan infrastruktur permukiman seharusnya menyentuh aspek-aspek sosial yang terkait dan sesuai dengan isu-isu yang marak saat ini, seperti pengentasan kemiskinan serta pengarus utamaan gender. Sedangkan pada saat pembangunan kemungkinan masyarakat terkena dampak sehingga diperlukan proses konsultasi, pemindahan penduduk dan pemberian kompensasi, maupun permukiman kembali. Kemudian pada pasca pembangunan atau pengelolaan perlu diidentifikasi apakah keberadaan infrastruktur bidang Cipta Karya tersebut membawa manfaat atau peningkatan taraf hidup bagi kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitarnya.
Dasar peraturan perundang-undangan yang menyatakan perlunya memperhatikan aspek sosial adalah sebagai berikut:
1. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan JangkaPanjang Nasional:
Dalam rangka pembangunan berkeadilan, pembangunan sosial juga
dilakukan dengan memberi perhatian yang lebih besar pada kelompok masyarakat yang kurang beruntung, termasuk masyarakat miskin dan
Analisis Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan - 2
masyarakat yang tinggal di wilayah terpencil, tertinggal, dan wilayah bencana.
Penguatan kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender dan
anak di tingkat nasional dan daerah, termasuk ketersediaan data dan statistik gender.
2. UU No. 2/2012 tentang Pengadaan UU No. 2/2012 tentang Pengadaan Lahan bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum:
Pasal 3: Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum bertujuan
menyediakan tanah bagi pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa, negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan hukum Pihak yang Berhak.
3. Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014:
Perbaikan kesejahteraan rakyat dapat diwujudkan melalui sejumlah
program pembangunan untuk penanggulangan kemiskinan dan penciptaan kesempatan kerja, termasuk peningkatan program di bidang pendidikan, kesehatan, dan percepatan pembangunan infrastruktur dasar.
Untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender, peningkatan akses
dan partisipasi perempuan dalam pembangunan harus dilanjutkan
4. Peraturan Presiden No. 15/2010 tentang Percepatan penanggulangan Kemiskinan
Pasal 1: Program penanggulangan kemiskinan adalah kegiatan yang
dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dunia usaha, serta masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha
Analisis Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan - 3
ekonomi mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi.
5. Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional
Menginstruksikan kepada Menteri untuk melaksanakan pengarusutamaan
gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang berperspektif gender sesuai dengan bidang tugas dan fungsi, serta kewenangan masing-masing.
Tugas dan wewenang pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota terkait aspek sosial bidang Cipta Karya adalah:
1. Pemerintah Pusat:
a) Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum yang bersifat strategis nasional ataupun bersifat lintas provinsi.
b) Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum yangbersifat strategis nasional ataupun bersifat lintas provinsi.
c) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi di tingkat pusat.
d) Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya
perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional berperspektif gender, khususnya untuk bidang Cipta Karya.
Analisis Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan - 4
2. Pemerintah Provinsi:
a) Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum yang bersifat regional ataupun bersifat lintas kabupaten/kota.
b) Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum yang bersifat regional ataupun bersifat lintas kabupaten/kota.
c) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi di tingkat provinsi.
d) Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya
perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan di tingkat provinsi berperspektif gender, khususnya untuk bidang Cipta Karya.
3. Pemerintah Kabupaten/Kota:
a) Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum di kabupaten/kota. b) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial,
pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka peningkatan ekonomi di tingkat kabupaten/kota.
c) Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya
perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan di tingkat kabupaten/kota berperspektif gender, khususnya untuk bidang Cipta Karya.
Analisis Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan - 5
4.1.1 Aspek Sosial Pada Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya Pengarusutamaan Gender
Selain itu aspek yang perlu diperhatikan adalah responsivitas kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya terhadap gender. Saat ini telah kegiatan responsif gender bidang Cipta Karya meliputi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan,
Neighborhood Upgrading and Shelter
Sector Project
(NUSSP), Pengembangan Infrasruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW),Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasia Masyarakat (PAMSIMAS), Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan (PPIP),Rural Infrastructure
Support (RIS) to PNPM, Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS), Rencana Tata
Bangunan dan Lingkungan (RTBL), dan Studi Evaluasi Kinerja Program Pemberdayaan Masyarakat bidang Cipta Karya.4.1.2 Aspek Sosial Pada Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya Pelaksanaan pembangunan bidang Cipta Karya secara lokasi, besarankegiatan, dan durasi berdampak terhadap masyarakat. Untukmeminimalisir terjadinya konflik dengan masyarakat penerima dampakmaka perlu dilakukan beberapa langkah antisipasi, seperti konsultasi,pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah danbangunan, serta permukiman kembali.
1. Konsultasi masyarakatKonsultasi masyarakat diperlukan untuk memberikan informasikepada masyarakat, terutama kelompok masyarakat yang mungkinterkena dampak akibat pembangunan bidang Cipta Karya diwilayahnya. Hal ini sangat penting untuk menampung aspirasimereka berupa pendapat, usulan serta saran-saran untuk bahanpertimbangan dalam proses perencanaan.
Analisis Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan - 6
Konsultasi masyarakatperlu dilakukan pada saat persiapan program bidang Cipta Karya,persiapan AMDAL dan pembebasan lahan.
2. Pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan Kegiatan pengadaan tanah dan kewajiban pemberian kompensasi atas tanah dan bangunan terjadi jika kegiatan pembangunan bidang cipta karya berlokasi di atas tanah yang bukan milik pemerintah atau telah ditempati oleh swasta/masyarakat selama lebih dari satu tahun. Prinsip utama pengadaan tanah adalah bahwa semua langkah yang diambil harus dilakukan untuk meningkatkan, atau memperbaiki, pendapatan dan standar kehidupan warga yang terkena dampak akibat kegiatan pengadaan tanah ini.
3. Permukiman kembali penduduk (resettlement) Seluruh proyek yang memerlukan pengadaan lahan harus mempertimbangkan adanya kemungkinan pemukiman kembali penduduk sejak tahap awal proyek. Bilamana pemindahan penduduk tidak dapat dihindarkan, rencana pemukiman kembali harus dilaksanakan sedemikian rupa sehingga penduduk yang terpindahkan mendapat peluang ikut menikmati manfaat proyek. Hal ini termasuk mendapat kompensasi yang wajar atas kerugiannya, serta bantuan dalam pemindahan dan pembangunan kembali kehidupannya di lokasi yang baru. Penyediaan lahan, perumahan, prasarana dan kompensasi lain bagi penduduk yang dimukimkan jika diperlukan dan sesuai persyaratan.
4.1.3 Aspek Sosial Pada Pasca Pembangunan Bidang Cipta Karya
Output kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya seharusnyamemberi manfaat bagi masyarakat. Manfaat tersebut diharapkan minimal dapat terlihat secara kasat mata dan secara sederhana dapatterukur, seperti kemudahan mencapai lokasi pelayanan infrastruktur,waktu tempuh yang menjadi lebih singkat, hingga
Analisis Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan - 7
pengurangan biayayang harus dikeluarkan oleh penduduk untuk mendapatkan akses pelayanan tersebut.
A. Sektor Pengembangan Permukiman
Dalam membangun sistim permukiman, dampak-dampak lingkungan yang harus diperhatikan adalah dampak pada saat pra konstruksi, dampak pada masa konstruksi dan dampak pada saat pasca konstruksi.
Dampak yang timbul pada masa pra konstruksi biasanya tidak terlalu besar, namun tetap harus diperhatikan, dampak tersebut biasanya timbul akibat adanya dampak sosial ekonomi yaitu adanya informasi akan dibangunnya sistim Permukiman yang berkembang dimasyarakat, sedangkan dampak pada masa konstruksi biasanya timbul dampak kebisingan dan pencemaran udara akibat adanya pekerjaan konstruksi dan dampak negative sosial ekonomi akibat perekrutan pekeja yang tidak melibatkan penduduk setempat dan pada pasca konstruksi dampak yang timbul adalah biasanya dampak positif, yaitu masyarakat didaerah tersebut dapat merasakan pelayanan Drainase.
Pada dasarnya semua dampak negative yang timbul, baik pada masa pra konstruksi, masa konstruksi maupun masa pasca konstruksi dapat diminimalsir yaitu dengan cara mengikuti dan melaksanakan petunjuk yang ada dalam dokumen UKL/UPL yang telah dibuat sebelum masa konstruksi.
B. Sektor Penataan Bangunan Lingkungan Permukiman (PBL)
Dalam membangun sistim Penataan Bangunan Lingkungan Permukiman (PBL), dampak-dampak lingkungan yang harus diperhatikan adalah dampak pada saat pra konstruksi, dampak pada masa konstruksi dan dampak pada saat pasca konstruksi.
Dampak yang timbul pada masa pra konstruksi biasanya tidak terlalu besar, namun tetap harus diperhatikan, dampak tersebut biasanya timbul akibat adanya dampak sosial ekonomi yaitu adanya informasi akan dibangunnya sistim Penataan Bangunan Lingkungan Permukiman (PBL) yang berkembang dimasyarakat,
Analisis Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan - 8
sedangkan dampak pada masa konstruksi biasanya timbul dampak kebisingan dan pencemaran udara akibat adanya pekerjaan konstruksi dan dampak negative sosial ekonomi akibat perekrutan pekeja yang tidak melibatkan penduduk setempat dan pada pasca konstruksi dampak yang timbul adalah biasanya dampak positif, yaitu masyarakat didaerah tersebut dapat merasakan pelayanan Drainase.
Pada dasarnya semua dampak negative yang timbul, baik pada masa pra konstruksi, masa konstruksi maupun masa pasca konstruksi dapat diminimalsir yaitu dengan cara mengikuti dan melaksanakan petunjuk yang ada dalam dokumen UKL/UPL yang telah dibuat sebelum masa konstruksi. Komponen yang terkena dampak, jenis dampak serta besaran dampaknya terhadap sektor PBL dan pemukiman.
4.2 ANALISIS EKONOMI Kemiskinan
Aspek sosial pada perencanaan pembangunan bidang Cipta Karya diharapkan mampu melengkapi kajian perencanaan teknis sektoral. Salah satu aspek yang perlu ditindak-lanjuti adalah isu kemiskinan sesuai dengan kebijakan internasional MDGs dan Agenda Pasca 2015, serta arahan kebijakan pro rakyat sesuai direktif presiden.
Menurut standar BPS terdapat 14 kriteria yang dipergunakan untuk menentukan keluarga/rumah tangga dikategorikan miskin, yaitu:
1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang. 2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan.
3. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester.
4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain.
Analisis Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan - 9
5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.
6. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan. 7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak
tanah.
8. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu. 9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.
10. Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari.
11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik.
12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 500 m2, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan dan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan dibawah Rp. 600.000,- per bulan. 13. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya
SD.
14. Tidak memiliki tabungan / barang yang mudah dijual dengan minimal Rp. 500.000,- seperti sepeda motor kredit / non kredit, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya.
Jika minimal 9 variabel terpenuhi maka suatu rumah tangga dikategorikan sebagai rumah tangga miskin.
4.3 ANALISIS LINGKUNGAN
RPIJM bidang Cipta Karya membutuhkan kajian pendukung dalam hallingkungan dan sosial untuk meminimalkan pengaruh negatifpembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya terhadap lingkunganpermukiman baik di perkotaan maupun di perdesaan. Kajian aspeklingkungan dan sosial meliputi acuan peraturan perundang-undangan,kondisi eksisting lingkungan dan sosial, analisis dengan
Analisis Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan - 10
instrumen,serta pemetaan antisipasi dan rekomendasi perlindungan lingkungandan sosial yang dibutuhkan.
1. UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup:
“Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri atas antara lain Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), dan Upaya Pengelolaan Lingkungan-Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL) dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPLH)”
2. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional:
“Dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan hidup yang baik perlu penerapan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan secara konsisten
di segala bidang”
3.
Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional Tahun 2010-2014:
“Dalam bidang lingkungan hidup, sasaran yang hendak dicapai adalah perbaikan
mutu lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam di perkotaan dan
pedesaan, penahanan laju kerusakan lingkungan dengan peningkatan daya dukung
dan daya tampung lingkungan; peningkatan kapasitas adaptasi dan mitigasi
perubahan iklim”
4.
Permen LH No. 9 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup
Strategis:
Dalam penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program, KLHS digunakan untuk
menyiapkan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program agar
dampak dan/atau risiko lingkungan yang tidak diharapkan dapat diminimalkan
Analisis Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan - 11
Sebagai persyaratan untuk mengajukan ijin lingkungan maka perlu disusun
dokumen Amdal, UKL dan UPL, atau Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan
Lingkungan Hidup atau disebut dengan dengan SPPL bagi kegiatan yang tidak
membutuhkan Amdal atau UKL dan UPL.
Tugas dan wewenang pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah
kabupaten/kota dalam aspek lingkungan terkait bidang Cipta Karya mengacu pada
UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yaitu:
1.
Pemerintah Pusat
a.
Menetapkan kebijakan nasional.
b.
Menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria.
c.
Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai KLHS.
d.
Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.
e.
Melaksanakan pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup.
f.
Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai pengendalian dampak
perubahan iklim dan perlindungan lapisan ozon.
g.
Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan
nasional, peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah.
h.
Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.
i.
Mengembangkan dan melaksanakan kebijakan pengaduan masyarakat.
j.
Menetapkan standar pelayanan minimal.
2.
Pemerintah Provinsi
a.
Menetapkan kebijakan tingkat provinsi.
b.
Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat provinsi.
c.
Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.
d.
Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan,
peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah kabupaten/kota.
e.
Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.
f.
Melakukan pembinaan, bantuan teknis, dan pengawasan kepada
kabupaten/kota di bidang program dan kegiatan.
g.
Melaksanakan standar pelayanan minimal.
3.
Pemerintah Kabupaten/Kota
Analisis Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan - 12
a.
Menetapkan kebijakan tingkat kabupaten/kota.
b.
Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat kabupaten/kota.
c.
Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.
d.
Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.
Analisis Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan - 13
4.3.1 Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
Menurut UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Kajian Lingkungan Hidup Strategis, yang selanjutnya disingkat KLHS, adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program. KLHS perlu diterapkan di dalam RPIJM antara lain karena:
1. RPIJM membutuhkan kajian aspek lingkungan dalam perencanaan
pembangunan infrastruktur.
2. KLHS dijadikan sebagai alat kajian lingkungan dalam RPIJM adalah karena RPIJM bidang Cipta Karya berada pada tataranKebijakan/Rencana/Program. Dalam hal ini, KLHS menerapkan prinsip-prinsip kehati-hatian, dimana kebijakan, rencana dan/atau program menjadi garda depan dalam menyaring kegiatan pembangunan yang berpotensi mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup
KLHS disusun oleh Tim Satgas RPIJM Kabupaten/Kota dengan dibantu oleh Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah sebagai instansi yang memiliki tugas dan fungsi terkait langsung dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di kota/kabupaten.
Koordinasi penyusunan KLHS antar instansi diharapkan dapat mendorong terjadinya transfer pemahaman mengenai pentingnya penerapan prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup untuk mendorong terjadinya pembangunan berkelanjutan.
Analisis Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan - 14 Tahapan Pelaksanaan KLHS
Tahapan pelaksanaan KLHS diawali dengan penapisan usulan rencana/program dalam RPIJM per sektor dengan mempertimbangkan isu-isu pokok seperti (1) perubahan iklim, (2) kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati, (3) peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor, kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan, (4) penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam, (5) peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan, (6) peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan penghidupan sekelompok masyarakat; dan/atau (7) peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia. Isu-isu tersebut menjadi kriteria apakah rencana/program yang disusun teridentifikasi menimbulkan resiko atau dampak terhadap isu-isu tersebut.
Tabel 4.1
Kriteria Penapisan Usulan Program /Kegiatan Bidang Cipta Karya
No Kriteria
Penilaian
Uraian Pertimbangan Kesimpulan
(Signifikan/Tidak Signifikan)
1. Perubahan Iklim
-
Tidak terdapat jenis kegiatan yang dapat mempengaruhi
perubahan iklim secara
signifikan 2. Kerusakan, kemerosotan, dan/kepunahan keanekaragaman hayati Penataan Sempadan
Sungai, Penataan Kawasan SITU, Rehabilitasi dan Pembangunan RUSUNAWA
akan menyebabkan
terjadinya penebangan
pohon penghijauan di
beberapa bagian.
Pengaruh yang ditimbulkan Tidak signifikan.
Analisis Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan - 15
No Kriteria
Penilaian
Uraian Pertimbangan Kesimpulan
(Signifikan/Tidak Signifikan) 3. Peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor, kekeringan, dan/atau kebakaran
hutan dan lahan
-
Tidak terdapat kegiatan yang
dapat mempengaruhi
Peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor, kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan.
4. Penurunan mutu dan
kelimpahan sumber
daya alam -
Tidak terdapat jenis kegiatan yang dapat menyebabkan
Penurunan mutu dan
kelimpahan sumber daya alam.
5. Peningkatan alih
fungsi kawasan hutan dan/atau lahan.
Pembangunan dan
Peningkatan Tempat
Pemrosesan Akhir Sampah (TPA) serta infrastruktur
pendukungnya dan
Pengadaan tanah septic Tank Komunal dan IPLT Jalupang akan merubah beberapa bagian kawasan alami yang dimanfaatkan sabuk hijau.
Pengaruh yang ditimbulkan bersifat sementara dan Tidak signifikan.
6. Peningkatan jumlah
penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan penghidupan sekelompok masyarakat -
Tidak terdapat jenis kegiatan yang dapat menyebabkan Peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya
keberlanjutan penghidupan
sekelompok masyarakat.
7. Peningkatan resiko
terhadap kesehatan
dan keselamatan -
Tidak terdapat jenis kegiatan yang dapat menyebabkan Peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan
Analisis Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan - 16
No Kriteria
Penilaian
Uraian Pertimbangan Kesimpulan
(Signifikan/Tidak Signifikan)
manusia manusia.
Tahap ke-2 setelah penapisan terdapat dua kegiatan. Jika melalui proses penapisan di atas tidak teridentifikasi bahwa rencana/program dalam RPIJM tidak berpengaruh terhadap kriteria penapisan di atas maka berdasarkan Permen Lingkungan Hidup No. 9/2011 tentang Pedoman Umum KLHS, Tim Satgas RPIJM Kabupaten/Kota dapat menyertakan Surat Pernyataan bahwa KLHS tidak perlu dilaksanakan, dengan ditandatangani oleh Ketua Satgas RPIJM dengan persetujuan BPLHD, dan dijadikan lampiran dalam dokumen RPIJM.
Namun, jika teridentifikasi bahwa rencana/program dalam RPIJM berpengaruh terhadap kriteria penapisan di atas maka Satgas RPIJM didukung dinas lingkungan hidup (BPLHD) dapat menyusun KLHS dengan tahapan sebagai berikut:
1. Pengkajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Wilayah Perencanaan, dilaksanakan melalui 4 (empat) tahapan sebagai berikut:
a. Identifikasi Masyarakat dan Pemangku Kepentingan Lainnya Tujuan identifikasi masyarakat dan pemangku kepentingan adalah:
1. Menentukan secara tepat pihak-pihak yang akan dilibatkan dalam pelaksanaan KLHS;
2. Menjamin diterapkannya azas partisipasi yang diamanatkan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
Analisis Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan - 17
3. Menjamin bahwa hasil perencanaan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program memperoleh legitimasi atau penerimaan oleh publik;
4.
Agar masyarakat dan pemangku kepentingan mendapatkan akses untuk menyampaikan informasi, saran, pendapat, dan pertimbangan tentang pembangunan berkelanjutan melalui proses penyelenggaraan KLHS.
Tabel 4.2
Proses Identifikasi Pemangku Kepentingan dan Masyarakat dalam
Penyusunan KLHS Bidang Cipta Karya
Masyarakat dan PemangkuKepentingan
Lembaga Pembuat Keputusan a. Bupati/Walikota
b. DPRD Penyusun kebijakan, rencana dan/atau
program Dinas PU-Cipta Karya/BPLHD
Instansi
a. Dinas PU-Cipta Karya b. BPLHD
c. Bappeda
Masyarakat yang memiliki informasi
dan/atau keahlian
(perorangan/tokoh/kelompok)
a. Perguruan tinggi atau lembaga penelitian lainnya
b. Asosiasi profesi c. Perorangan/tokoh
d. LSM/Pemerhati Lingkungan hidup e. Forum-forum pembangunan berkelanjutan dan lingkungan hidup
Masyarakat terkena Dampak
a. Lembaga Adat b. Asosiasi Pengusaha c. Tokoh masyarakat d. Organisasi masyarakat
e. Kelompok masyarakat tertentu (nelayan dan petani)
Analisis Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan - 18
b. Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan Tujuan identifikasi isu pembangunan berkelanjutan:
1. Penetapan isu-isu pembangunan berkelanjutan yang meliputi aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup atau keterkaitan antar ketiga aspek tersebut;
2. Pembahasan fokus terhadap isu signifikan; dan
3.
Membantu penentuancapaian tujuan pembangunan berkelanjutan.
Perumusan Alternatif Penyempurnaan KRP
Tujuan perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana, dan/atau
program untuk mengembangkan berbagai alternatif perbaikan muatan
kebijakan, rencana, dan/atau program dan menjamin pembangunan
berkelanjutan. Setelah dilakukan kajian, dan disepakati bahwa kebijakan,
rencana dan/atau program yang dikaji potensial memberikan dampak
negatif pada pembangunan berkelanjutan, maka dilakukan pengembangan
beberapa alternatif untuk menyempurnakan rancangan atau merubah
kebijakan, rencana dan/atau program yang ada.
Beberapa alternatif untuk menyempurnakan dan atau mengubah rancangan
kebijakan, rencana dan/atau program ini dengan mempertimbangkan antara
lain:
a.
Memberikan arahan atau rambu-rambu mitigasi terkait dengan
kebijakan, rencana, dan/atau program yang diperkirakan akan
menimbulkan dampak lingkungan atau bertentangan dengan kaidah
pembangunan berkelanjutan.
Analisis Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan - 19
b.
Menyesuaikan ukuran, skala, dan lokasi usulan kebijakan, rencana,
dan/atau program.
c.
Menunda, memperbaiki urutan, atau mengubah prioritas pelaksanaan
kebijakan, rencana, dan/atau program.
d.
Mengubah kebijakan, rencana, dan/atau program.
Tabel 4.3
Perumusan Alternatif Penyempurnaan KRP
No Komponen Kebijakan, Rencana/Program Alternatif Penyempurnaan KRP
1. Pengembangan Permukiman
1. Infrastruktur Kawasan Permukiman
Kumuh
2. Infrastruktur Permukiman Rsh Yang
Meningkat Kualitasnya
3. Infrastruktur Kawasan Permukiman
Perdesaan Potensial Yang Meningkat Kualitasnya
2. Penataan Bangunan dan Lingkungan
1. Draft NSPK Daerah Bidang Penataan
Bangunan dan Lingkungan
2. Sarana dan Prasarana Penataan Ruang
Terbuka Hijau
3. Pengembangan Air Minum
1. Optimalisasi IKK
2. SPAM di Desa Rawan
Air/Pesisir/Terpencil
3. SPAM Kawasan Khusus
4. Pengembangan PLP
1. Laporan Fasilitas Penguatan Kapasitas
Pemerintah Daerah Dalam Bidang
Pengembangan
2. Infrastruktur Air Limbah Dengan Sistem
Setempat Dan Sistem Komunal
3. Infrastruktur Stasiun Antara Dan Tempat
Pemprosesan Akhir Sampah
Analisis Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan - 20
Rekomendasi Perbaikan KRP dan Pengintegrasian Hasil KLHS
Tabel 4.4
Rekomendasi Perbaikan KRP dan Pengintegrasian Hasil KLHS
No
Komponen Kebijakan,
Rencana/Program
Rekomendasi Perbaikan KRP
dan Pengintegrasian Hasil
KLHS
1. Pengembangan
Permukiman
2. Penataan Bangunan dan
Lingkungan
3. Pengembangan Air Minum
4. Pengembangan PLP
Untuk Kabupaten/Kota yang telah menyusun dan memiliki dokumen KLHS
RTRW Kabupaten/Kota, maka hasil olahan di dalam KLHS tersebut dapat
dijadikan bahan masukan bagi kajian perlindungan lingkungan dalam
RPI2-JM. KLHS merupakan instrumen lingkungan yang diterapkan pada tataran
rencana-program. Sedangkan pada tataran kegiatan atau keproyekan,
instrumen yang lebih tepat diterapkan adalah Amdal, UKL-UPL. Dan
SPPLH.
4.3.2
AMDAL, UKL-UPL DAN SPPLH
Pengelompokan atau kategorisasi proyek mengikuti ketentuan yang telah
ditetapkan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 tahun 2012
tentang jenis rencana usaha dan/atau kegiatan Wajib AMDAL dan
Analisis Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan - 21
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 10 Tahun 2008 Tentang
Penetapan Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Bidang Pekerjaan
Umum yang Wajib Dilengkapi dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan
Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup, yaitu:
1.
Proyek wajib AMDAL
2.
Proyek tidak wajib AMDAL tapi wajib UKL-UPL
3.
Proyek tidak wajib UKL-UPL tapi SPPLH
Analisis Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan - 22
Analisis Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan - 23
Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya dan batasan kapasitasnya yang wajib
dilengkapi dokumen AMDAL adalah sebagai berikut:
Analisis Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan - 24
Tabel 4.6
Penapisan Rencana Kegiatan Wajib AMDAL
Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya yang kapasitasnya masih di bawah batas menjadikannya tidak wajib dilengkapi dokumen AMDAL tetapi wajib dilengkapi
Analisis Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan - 25
dengan dokumen UKL-UPL. Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya yang kapasitasnya masih di bawah atas wajib dilengkapi dokumen UKL-UPL menjadikannya tidak wajib dilengkapi dokumen UKL-UPL tetapi wajib dilengkapi dengan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPLH).