• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sejak pemerintahan Habibie hingga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Sejak pemerintahan Habibie hingga"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Topik: Kepemimpinan Nasional Pasca Pemilu2004

Kosifigiiras! Kepemimpinan Nasional

Perspektif Pluralisme Agama di Indonesia

Yusdani

The public election 2004 denotes the moment of history for developing future Indo

nesia. in this sense, the public election can be called as a chance to end the

national leadership crisis. The succession of national leadership and in order to Indonesian people choose national leader who including qualification and able to bring this nation toward change. For that reason, it is important to formuiate the critena of national leader. Because of Indonesia nation is pluralistic nation either in term of religion, culturalbackground or etc. Sothat, the nationalleader that Indone sian people need is inclucive, pluralist and dialogist leader.

Sejak pemerintahan Habibie hingga

pemerintahan Megawati-Hamzah Haz sekarang in! dianggap telah gagal mewujudkan cita-clta reformasl, yaitu memberantas korupsi, koiusi dan nepo-tlsme. Bahkan, penguasa sekarang ini, dinilai oleh sementara pihak justru tidak lebih balk jika dibanding dengan peme rintahan Orde Baru. Peniiaian seperti itu muncul karena melihat indikasi berbagai kebijakan pemerintah sekarang ini yang tidak mengakomodasi aspirasi rakyat. Atas dasar itu, ada .ndikasi kuat dari semua elemen

bangsa, terutama elit parpol untuk

mengadakan perubahan untuk meiakukan pergantian kepemimpinan nasional.

Untuk menyongsong perubahan dan pergantian kepemimpinan nasional di atas

dan agar rakyat dapat memilih pemimpin

yang memenuhi kuaiifikasi dan mampu membawa bangsa ini ke arah perubahan,

maka diperiukan forrnuiasi kriteria pemimpin bangsa. Dengan kriteria yang dimaksud diharapkan pemimpin bangsa yang terpilih

pasca pemilu 2004 akan dapat membawa

bangsa ini keluardari krisis multidimensi. Pemilu 2004 merupakan momen

historis penting bagi perjalanan bangsa In

donesia di masa depan. Pesta demokrasi tersebut dapat disebut sebagai peluang mengakhiri krisis kepemimpinan nasional yang parah, yang dengannya agenda-agenda besar reformasi diharapkan dapat terealisasikan dengan balk. Sudah tentu pascapemilu bangsa Indonesia bukan saja mengharapkan pergantian kepemimpinan nasional secara legal-konstituslonal, karena

pemimpin yang kini berkuasa tidak dapat

diharapkan memunculkan perubahan berarti bagi segenap elemen bangsa. Namun lebih dari itu, dalam Pemilu 2004 bangsa Indone-sia juga membutuhkan pergantian kepemimpinan nasional yang nantinya dapat rriewujudkan terciptanya kesejah-teraan dan keadilan bagi semua.^

^ Asmar Oemar Saleri, "Kriteria Presiden Masa Depan", dalam Republika Rabu, 15

(2)

Konfigurasi KepemimpinanNasional Perspektif Pluralisme..., Yusdani

Bangsa Indonesia memang telah mengalami pergantian kekuasaan beberapa kali, hamun para pemlmpin tersebutgagal mentransformaslkan segenap kapabiiltas mereka untuk kebaikan negerl tercinta inl. Para pemimpin pasca-Soeharto cenderung sibuk dengan kepentingan dan sembarl mengabaikan kepentingan khalayak hingga membuat rakyat kecewa berat. Ketidak-puasan publik terhadap para penyelenggara negara tersebutdiwujudkan dengan beragam cara: dari demonstrasi damai, munculnya gejala "emoh" (partai) polltik, meruyaknya kekerasan di banyak tempat, dan yang pal ing mencemaskan adalah lahlrnya wabah "SARS": Slndrom Aku Rindu Soeharto. Berbagai simptom tersebut membersitkan kesan kuat bahwa sebagian masyarakat sudah sampai pada satu titik yang mengkhawatirkan, yaitu putus asa.^

Rakyat yang menghajatkan masa lalu hadir kembali tentu saja tidak dapat dipersalahkan. Soalnya rakyat sudah terlalu berbaik hati kepada para pemimpin yang menindas rakyat. Kerinduan terhadap masa lalu yang secara simbolik direpresentaslkan dengan hadirnya Soeharto merupakan konsekuensi Idgis tidak berhasilnya pemimpin pasca-Soeharto memenuhi kebutuhan konkret rakyat. Menyalahkan rakyat hanya akan membuat bangsa Indo nesia jatuh pada logika blamming the vic tims, menyalahkan korban. Rakyat adalah korban dari absennya political will penyelenggara negara dalam mengentaskan bangsa dari krisis multidimensional. Anggaplah pemimpin pascaSoeharto -Habibie, Abdurrahman Wahid, dan Megawati - sebagai pemimpin masa lalu seperti Soeharto. Jika Soeharto menciptakan krisis multidimensional, para pemimpin pasca-Soeharto tersebut mengawetkan krisis tersebut dan tidak tergerak menge-nyahkannya secara tuntas. Pengalaman

berharga ini hendaknya tidak membuat bangsa Indonesia bernasib seperti keiedai: terperosok pada iubang yang sama. Masyarakat harus lebih cerdas, arif, dan rasional dalam memlilh preslden dalam pemilu nanti. Pasalnya nasib rakyat amat ditentukan oleh tepat tidaknya plllhan rakyat sendlri.®

Formulas! Kriteria Pernlmpin

Bangsa

Sebagai upaya untuk memberikan pendidikan politik kepada seluruh komponen bangsa, resep perbaikan kualitas berbangsa adalah perbaikan kualitas pemerintahannya. Mengingat persolan-persoalan yang dihadapi bangsa ini, sebagai sebuah bangsa yang berkembang, adalah persoalan yang selalu terkait dengan pemerintahan yang kurang popular dl mata rakyatnya, kurang berpihak pada rakyat, korup dan bahkan menganiaya rakyat. Perbaikan kualitas pemerintahan dapat ditempuh dengan cara menerapkan prinsip pemerintahan yang bersih melalui proses pemerintahan yang balk (goodgov ernance). Karena itu, persoalan pergantian kepemimpinan "nasional dan perumusan kriterianya merupakan prasyarat untuk terbentuknya suatu pemerintahan yang bersih melalui pemerintahan yang baikdan good governance dapat dijalankan dengan dasar transparency, responsibility, account ability participation, dan responsiveness.^ Sebagai gambaran awal, beberapa kriteria penting yang harus dimiliki oleh presiden Indonesia di masa depan

2 Ibid. = Ibid.

*Mardlasmo, "Sistem Pengukuran Kinerja

Sektor Publik: Telaah Kritis Terhadap Kebutuhan Pengukuran Kinerja Pemerintah

Daerah", dalam Jumal Hmu-llmu Sosial Unisia NO.46/XXV/III/2002. him. 311.

(3)

Topik: KepemimpinanNasional PascaPemilu 2004

(pascapemilu 2004), antara lain, memiliki

integritas dl atas rata-rata rakyat yang

dipimpinnya, kapasitas kecendekiawanan, memiliki kemampuan berkomunikasi secara

balk kepada pubiik yang dipimpinnya, visi

merupakan hal tak terelakkan yang hams dimiliki olehseorang pemimpin, berpaham

inklusif, memiliki kemampuan - managerial leadership bangsa, mempunyaivisi reformis,

memliki komitmen kerja keras daiam mengentaskan krisis multidimensi yang sedang melanda bangsa ini, memahami dan mampu menyelami aspirasi dan keinginan rakyat, dan dapat merangkui dan mengakomodasi sisi pluralitas (kemaje-mukan) karena kondisi bangsa Indonesia memang beragam.

Dari beberapa kriteria tersebut, nampaknya pemimpin yang memilikipaham Inklusif-piuralis perlu mendapat porsi perhatian yang besar. Hal ini dikarenakan bangsa Indonesia dipeijuangkan bukan saja oleh kalangan tertentu saja, melainkan oleh segenap anak bangsa. Bangsa Indonesia pun terdiri dari beraneka ragam suku,

agama, dan ras.® Karena itupemimpinyang

cocok memimpin negeri ini adalah orang yang memiliki komitmen dan penghormatan terhadap pluralitas, dan menyadari sepe-nuhnya bahwa bangsa ini tidak mungkin diatur dengan menganakemaskan atau menganaktirikan satu golongan tertentu saja.

Dengan demikian eksklusivisme tidak boleh mendapat tempat dalam kepemim-pinan nasional. Bangsa initidak mengingin-kan bangsa ini diatur oleh pemimpin berwawasan piclk sempit yang hanya mementingkan satu unsur saja, baik berdasarkan agama. ras, suku, atau golongan tertentu. Sebagai satu bangsa, satu tubuh, maka kita menghendaki semua anak bangsa dapat hidup nyaman dalam rumah besar Indonesia. Beragam suku.

etnik, agama, dan golongan merupakan

sunnatuflah yang tidak boleh ditampik.

Karena itupemimpinyang baik adalah yang

dapat menyantuni pluralitas tersebut dan

tidak meminggirkannya. Sesungguhnya

menyantuni dan menghormati pluralitas merupakan wujud ketaatan terhadap ketetapan sunantullah tersebut.

Negara yang mengubah sistem politik darimenerimaplutalitas ke pendasaran pada

suatu agama, suku. budaya tertentu berarti mengubah pemahaman akan konsep bangsa. Bangsa merupakan bentuk politik dari modernitas. Modernitas mengandaikan adanya pengembangan tradisi-tradisi,

kebiasaan-kebiasaan dan hak istimewa

menjadi sesuatu yang mempunyai

kepentingan lingkup nasional.Pengembang-annya diarahkan pada hukum yang

menda-sarkan pada prinsip akal budi. Definisi bangsa demikian ini mengandaikan

®Sebagai pendukung perlunya pemimpin Indonesia yang pluralis karena secara empirik

dan sosioiogis Indonesia adalah salah satu

bangsa pluralis. Dengan 17.000 pulau yang ada di wilayahnya, baik yang besar-maupun kecil, baik yang dihuni maupun yang tidak, In donesia juga adalah negara kepuiauan, dan negara dengan latar belakang yang paling beraneka ragam. Dengan sekitar 400 kelompok etnis dan bahasa yang ada di bawah naungannya, Indonesia juga adalah sebuah negara dengan kebudayaan yang sangat beragam lihat Nurcholish Madjid,.1998.°

Mencari Akar-Akar Islam Bagi Pluralisme Mod

ern :PengaIaman Indonesia", dalam Mark R.Woodward (Ed.). Jalan Baru Islam

Memetakan Paradlgma Mutakhir Islam Indo

nesia terjemahan dari jududi asli Toward A New Paradigm : Recent Developments in In donesian Islamic Thoughto\eh Ihsan All - Fauzi.

Bandung: Mizan, him.91. Dilihat dari sisi

kepercayaan agama, Bangsa Indonesia

menganut agama yang beragam, yaitu Islam, Kristen Proetestan, Kristen Katholik, Hindu,

(4)

Konfigurasi Kepemimpinan Nasional Perspektif Pluralisme..., Yusdani

memudarnya bentuk-bentuk ikatan primor dial dan menekankan pada rasionalitas. Pemahaman bangsa seperti in! membuka setlap orang untuk ambil bagian di dalam pengembangan bangsa tersebut. Tidak ada kelompok yang dinafikan atau dimarji-nallsaslkan karenaalasan ideologi, agama, budaya, dan suku tertentu.®

Dalam masyarakatyang plural tuntutan teokrasi berlawanan dengan konsep bangsa. Konsep bangsa mengandaikan, pertama, adanya acuan ke budaya yang sama, dalam art] suatu sistem gagasan, tanda, dan cara bertindak dan berkomunikasi. Tuntutan ini tIdak mungkin dipenuhl kalau bahasa yang menjadi alat legitlmasi hanya dikuasai oleh kalangan elite terbatas dan budaya yang menjadi dasarkekuasaan merupakan milik kelompok tertentu saja. Dalam ha! ini, belum tentu orang-orang yang seagama akan setuju bahwa agamanya dijadlkan landasan sistem politik bagi semua. Kedua, bangsa merupakan bangunan keyakinan, loyalitas, dan solidaritas anggota-anggotanya. Bila legitimasi kekuasaan berdasar atas agama tentu sebagian masyarakat sudah dengan sendirinya dinafikan, perandaian solidaritas itu tidak ada maknanya. Ketiga, bangsa terbentuk bila anggota-anggota masyarakat saling mengakui hak-hak dan kewajiban-kewajiban masing-masing karena status mereka sama. Tuntutan ini tidak mungkin dipenuhl dalam negara teokrasi, karena pemeluk agama-agama lain praktis tidak mempunyai hakdan kewajiban yang sama alias menjadi warga negara kelas dua. Mungkin dilindungi, tetapi tidak mempunyai hak yang sama, apalagi akses ke kekua saan. Dengan demikian, bangsa menuntut bentuk organisasi soslal yang didasarkan pada budaya yang Inklusifserta menghargai status dan hak individu. Tekanan kebijakan pada citizenship daripada kelompok-kelompok kepentingan lebih menjamin

perlindungan terhadap hak-hak asasi

warganegara.^

Islam dan Kepemimpinan Bangsa. Dalam konteks bangsa Indonesia yang plural seperti tersebut di atas, perlu dikembangkan gagasan - bahwa Islam sebagai faktor kompiementer kehidupan

sosial-budaya dan politik Indonesia.®

Dengan demikian, upaya untuk melakukan sintesa Islam dan negara di Indonesia, komunitas Islam untuk tidak memper-lakukan Islam sebagai sebuah ideologi aiternatlf. Bertitik-tolak dari pandangan ini, sebagai komponen utama dalam struktur sosial masyarakat Indonesia, Islam hendaknya tidak diletakkan secara berhadap-hadapan dengan komponen-komponen lain. Sebaliknya, Islam harus diposislkan sebagai faktor kompiementer dalam pembentukan struktur sosial, budaya dan politik Indonesia. Karena karakter komunitas sosial, budaya, dan politik nusantara yang heterogen, usaha untuk menempatkan Islam sebagai "pemberi warna tunggal" hanya akanmenghantarkan Islam sebagai faktor divisive.^

Pemiklran tersebut di atas tidak berarti menghalang-halangi Islam untuk memainkan peran dalam negara. Yang menjadi perhatian dalam kaitan ini adalah adanya peran yang sama bagi setiap kelompok agama di tengah kehidupan berbangsadan bemegara. Untuk itu, kendatipun kurang tepat

mengembang-® Haryatmoko, Etika Politik dan

Kekuasaan.{ Jakarta: Kompas,2003), him. 199-200.

^ Ibid, hlm.200-201.

®Abdurrahman Wahid, " Massa Islam dalam Kehidupan Bemegara dan Berbangsa", dalam Prisma, Edisi Extra,1984,'hlm.3-9.

(5)

Topik: Kepemimpinan Nasional Pasca Pemilu 2004 kan gagasan "Islam sebagai pemberi warna

tunggal," tetapi masyarakat Muslim

mempunyai hak yang same untuk mengisi kehldupan berbangsa dan bemegara dengan

niiai-nilaiajaran agamanyaJ°

Sejalan dengan pemlkiran di atas,

dengan segala keiemahan dan

kekurang-annya, muslim Indonesia sejak masa pergerakan nasional sudah memilih sistem

politik demokrasi sebagai wahana yang

terbaik untuk membumikan cita-clta

kemerdekaan. Piiihan in! dapat diniiai sebagai plllhan terbaik, tepat, dan benar. Oleh karena itu, organisasi-organlsasi sosio-keagamaan dan sosio-poiitik islam adalah sebagai peiopor utama bagi cita-cita

demokrasi. Almarhum" partai Masyumi

dikena! orang sebagai partai matt daiam keadaan syahid daiam membeia dan mempertahankan demokrasi. Syahid daiam

menghadapi sistem poiitik otoriter yang

dipaksakan meiaiui mekanisme Demokrasi Terpimpin Orde Lama dan Demokrasi Pancasila Orde Baru yang dipaksakan beberapa puluh tahun silam.

Akan tetapi suatu hal yang mempri-hatinkan bahwa daiam sejarah politik bangsa

Indonesia yang mayoritas muslim dan terkenal berbudaya santun itu dua kali peristiwa suksesi nasional-dari Orde Lama

ke Orde Baru dan dari Orde Baru ke

reformasi diwarnai pertumpahan darah,

bahkan sekarang inicenderung anarki dan disintegratif. Inilah salah satu akibat dan bahaya bangsa yang hidup daiam alam

politik demokrasi yang semu dan jauh dari niiai-nilai moraiitas dan etika poiitik kemanusiaan.

Islam dan Cita-Cita Bangsa Indo

nesia

Cita-cita bangsa indonesia adaiah membangun masyarakat indonesia yang

adil dan makmur. Adil daiam kemakmuran

dan makmur daiam keadilan. Akan tetapi

cita-cita untuk menciptakan tatasosial yang

anggun dan hidup di bumi indonesia yang adil tersebut perlu dicantolkan pada dasar etika transendental. Tanpa asas moral transendental yang kukuh ini jangan diharapkan bahwa keadiian menjadicita-cita tersebut akan membumi.

Dari doktrin-doktrin di atas diharapkan

akan mengalir prinsip-prinsip tentang

keadilan, persamaan, persaudaraan, dan toleransi. Akan tetapi, doktrin yang tahan

bantingan itu telah terkubur daiam abu sejarah selama berabad-abad daiam masyarakat dan peradaban umat Islam.

Penjelasan tentang cita-cita

kema-syarakatan daiam perspektif di atas,

menunjukkan bahwa ide yang begitusentral

tersebut telah memberikan ontologi bag!

bangunan sebuah masyarakat dan peradaban yang hendak dibangun. Diatas landasan ontoiogi yang kuat, masyarakat

yang hendak dibangun ituharuslah: terbuka,

demokratik, toleran, dan damai. Empatciri utama ini haruslah dijadikan acuan bagi

semua gerakan pembaharuan moral dan masyarakat muslim di indonesia ini. Umat

Islam daiam konteks kepemimpinan

nasional Indonesia amat mendambakan

terwujudnyasebuah bangunan masyarakat yang berwajah ramah dan anggun. Daiam

masyarakat dimaksud perbedaan agama,

ideologi, dan niiai-nilai budaya, tidak boleh dijadikan penghambat untuk tercapainya cita-cita di atas.

Ciri keterbukaantersebut berangkat dari

argumen-argumen yang kuat, yaitu

meneri-Abdurrahman Wahid," "Merumuskan

Hubungan Ideologi Nasional dan Ajaran Agama", Aula Mei 1985.hlm.31.

(6)

Konfigurasi Kepemimpinan Nasional Perspektif Pluralisme..., Yusdani

ma hakikat pluralisme agama dan budaya. Sikap yang harus dikembangkan bukan sikap "monopoli" kebenaran, tetapi sikap saling menghargai dan menghormati. Keterbukaan adalah watak darl sebuah perbedaan yang percaya diri. Sikap terbuka inilah pada masa lampau yang mendorong umat Islam berkenalan secara bebas dengan warisan ruhani hellenisme, Persia dan In dia. Adapun pada saat umat Islam telah kehllangan rasa percaya dirl, sikap keter bukaan inl menjadi semakin redup. Kemudian paham persamaan dan menghargai pluralitas pasti punya dampak terhadap polltik.

Masyarakat Islam harusiah mendukung berdirinya sebuah masyarakat yang demokratik. SIstem-sistem politik yang otoriter apa lagi yang totaliter harus dinyatakan sebagai sistem yang haram dalam perspektif tersebut, apapun alasannya. Hanya dalam sistem politik demokrasilah anggota masyarakat dapat mengembangkan potensi dirinya secara kreatif dan bebas sampai batas-batas yang jauh untuk menjadi manusia penuh.

: Dalam konteks dukungan terhadap sistem politik yang demokratis di atas, politik demokratis memerlukan toleransi. Tanpa toleransi sosial, manusia tidak mung-kin dapat hidup aman dan damai. Dalam masalah toleransi inl, Islam boleh berbangga diri, khususnya terhadap kelompok

non-muslim. Dalam kasus inl, Islam normatif dan

Islam sejarah seakan-akan telah menyatu. Hanyalah pada peristiwa-peristiwa sejarah yang tidak punya dampak besar sajalah umat Islam boleh jadi kurang menghlraukan budaya toleransi inl. Buku-buku sejarah banyak melukiskan ketinggian budi umat Islam dalam masalah tenggang rasa ini.

Akan tetapi yang ironis justru terletak pada kenyataan betapa terkadang sukamya

dikembangkan sifat toleransi internal di kalangan umat Islam sendiri, khususnya dalam polltik. Di kawasan ini ikiim psikologi umat memang sering rawan. Alangkah idealnya bila dalam masalah politik Ini dibudayakan prinsip: "Berbeda dalam persaudaraan dan bersaudara dalam perbedaan"."

Cirl penting terakhir dari sebuah masyarakat plural lalah adanya jaminan damai dan terwujudnya kesejahteraan. Wajah-wajah yang mengerikan yang berlindung di balik label Islam adalah suatu pengkhianatan dan pencerobohan terhadap maksud Islam itu sendiri. Memperbaiki citra diri ini peilulah dijadikan program utama oleh seluruh gerakan Islam. Hanya sewaktu manghadapi musuh yang garang saja Is lam perlu bersifattegas dan pasti.^^

Islam dan Konfigurasi

Kepemimpinan Nasional

Perkembangan, prospek dan masa

depan kepemimpinan Indonesia dalam era

refprmasi dan pasca pemllu 2004 akan

membawa kepada berbagai Implikasi. Khusus bagi perkembangan diskursus pemikiran dan praktek Islam itu sendiri. Untuk itu para pemikir, pemimpin dan aktivis politik islam perlu (1) mereformulasikan dasar-dasar keagamaan/teoiogis ke dalam bidang politik secara cerdas; (2) mendefinisi ulang cita-cita politik; dan (3)merumuskan kembali strategi perjuangan polltik Islam.

Faktor utama yang menyebabkan kemandekan politik di Indonesia selama Orde Lama dan awal Orde Baru adalah keinginah para pemimpin politik Islam untuk

" Ahmad Syafi'i Ma'arif. Membumikan Is lam. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 1995).

Hlm.70-71.

(7)

Topik: Kepemimpinan Nasional Pasca Pemilu 2004 membangun hubungan Islam dan negara

secara legal-formalistlk. Oleh karena Itu,

dalam konteks Indonesia sekarang perlu

dikembangkan pemikiran bahwa Islam lebih mementingkan terbentuknya sebuah

tatanan masyarakat yang balk, yaltu masyarakat yang merefleksikan prinslp keadilan, egalitarianisme, partislpasi,

musyawarah dan sebagainya. Sejauh mekanisme tatanan kemasyarakatan dan negara diatur dengan prinsip-prinsip dasar seperti itu, dapat dikatakan sebagai meka nisme dan sistem yang islamij^

Dengan demiklan dasar-dasar baru politik yang dikembangkan lebih berorientasi pada terbentuknya sebuah sistem sosial dan politikyang merefleksikan nilai-nilai Is lam. Karena prinsip-prinsip etis politik Islam

berbicara tentang keadilan (adl), musya warah (syura), persamaan {musawa),

bentuk sistem kenegaraan yang secara

substantif mencerminkan nilai-nilai Islam

adalah demokrasi.

Untuk itu, perumusan cita-cita politik

dan kepemimpinan Islam masa depan di Indonesia berujung pada (1) terbentuknya

mekanfsme politik yang sifatnya egaliterdan

demokratis; dan (2) berlakunya proses ekonomi yang lebih kurang equitable. Daiam kenyataan jalan untuk menuju Indo nesia yang demokratis dan egaliter masih panjang, hal itu harus dilihat sebagai

sesuatu yang memprihatinkan seluruh bangsa Indonesia. Karena watak cita-cita

politik Islam yang universal itu, pendekat-annya pun harus bersifat integratif, dengan

mellbatkan seluruh kekuatan bangsa. Dengan demiklan, cita-cita untuk menegakkan nilai-nilai demokrasi hendak-nya dilakukan dl dalam kerangka sistem politik yang ada.^® Berpangkal tolak dari

definisi dan cita-cita politik dan kepemim pinan Islam, strategi perjuangan politik Is

lam yang dikembangkan lebih bersifat inklusif, integratif, dan diversiflkatif yang dirumuskan dalam kerangka cita-cita

masyarakat Indonesia secara keseluruhan.

Dapatdikatakan bahwaagenda ini meliputi

soal-soal demokratisasi, toleransi politik dan

agama, egalitarianisme sosial-ekonomi dan partislpasi politik. Hal ini semua

menun-jukkan adanya sebuah transformasi yang

cukupberarti dalam pemikiran dan praktek

politik Islam. Semua itu, balk pada tatanan

teologis, cita-cita politik, dan strategi

pende-katannya, ditujukan untuk menghadirkan sebuah sintesa yang memungkinkanantara

Islam dan politik. Dalam konteks yang lebih

empirik, intelektualismedan aktlvisme politik

dikembangkan untuk mehghadirkan sebuah Islam politik yang lebih inklusif dan integratif dalam hubungannya dengan konstruk negara Indonesia yang ada.

Penutup

Wacana untuk menjaiin kerjasama politik atau koalisi antarkekuatan politik sah-sah saja dilakukan oleh partal politik. Apalagi melihat arah dan kecenderungan dukungan massa dalam pemilu 2004 yang

menyebar, kerjasama politik atau .koalisi

merupakan keniscayaan.Akan tetapi,yang lebih penting adalah melihat seberapa besar motivasi itu terbangun, apakah hanya semata-mata karena alasan dan pertlmbangan politik praktis saja atau

" Robert N.. Bellah, . Beyond Belief: Es

says on Religion in a Post-Traditionalist Wortd.

(Berkeley dan Los Angeles: University of Cali fornia Press. 1991), him. 151.

" Bosco Carvalo dan Dasrizal. (Ed.). Aspirasi Umat Islam Indonesia. (Jakarta :

Leppenas, 1983).

Munawir Sjadzali. Islam dan Tata

Negara Ajaran, Sejarah dan Pemikiran.

(8)

Konfigurasi Kepemimpinan Nasional Perspektif Pluralisme..., Yusdani

kekuasaan atau memang sudah dibangun

dengan mempertimbangkan alasan-alasan

yang rasional kalkulatif dan ideaiitas.

Indonesia ini sesungguhnya akan mudah dikelola secara bersama-sama sesual dengan kompetensinya masing-maslng. Artlnya, di tengah membuncahnya

perbedaan di antara kita, jangan pernah

melupakan kerjasama dan bersama-sama

antarsemua komponen di dalam

masya-rakat. Jika ini dapat berlangsung dengan balk, tidak berleblhan bahwa krisis ini akan

lebih mudah kita atasi/®

Untuk mewujudkan cita-citakepemim pinan politik muslim di Indonesia pasca

pemllu 2004 membutuhkan pendekatan

substantif yang bersifat integratif dan diversifikatif dengan mellbatkan seluruh kekuatan bangsa. Di samping itu, untuk mencapai cita-cita tersebut, strategi perjuangan yang dikembangkan hendaklah

lebih bersifat inklusif, integratif dan

diversifikatif yang diformulasikan dalam kerangka cita-cita masyarakat Indonesia secara keseluruhan.

Untuk mendukung ke arah terwujudnya • cita-cita seluruh bangsa Indonesia, kriteria

pemimpin bangsa yang dibutuhkan adalah pemimpin yang mempunyai sikap inklusif pluralis dan dialogis. Namun demikian, sampai saat ini, Indonesia belum lag! mempunyai pemimpin berjiwa seperti itu. Yang ada sekarang ini adalah kebanyakan para pemimpin yang oportunistik dan menggunakan segala cara untuk meraih

kekuasaan dan kedudukan yang terhormat

bag!diri dan kelompoknya sendiri. Harapan semua pihak tentunya tidak lain agar pemilu 2004 dapat menghasilkan para pemimpin bangsa yang berjiwa dan bersikap Inklusif pluralis dan dialogis serta mampu membawa bangsa ini keluar dari krisis multidimen

sional. #

Daftar Pustaka

Bellah, Robert N., 1991. Beyond Belief: Essays on Religion in a Post-Tradi tionalist World. Berkeley dan Los Angeles: University of California

Press.

Carvalo, Bosco dan Dasrizal. (Ed.),1983.

Aspirasi Umat Islam Indonesia.

Jakarta: Leppenas.

Effendy, Bahtiar, 1995. "Islam dan Negara

Transformasi Pemikiran dan Praktek

Politik Islam di Indonesia." Dalam

Prisms 5 Mel 1995. Jakarta; LP3ES.

Effendy, Bahtiar. 1998. Islam dan Negara :

Transformasi Pemikiran dan Praktik.

Politik Islam di indonesia. Jakarta : Paramadina dan Ibnu Sina

Haryatmoko,2003.,Ef/7fa Politik dan

Kekuasaan. Jakarta: Kompas.

Ma'arif, Ahmad Syafi'i, 1995. Membumikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Madjid,. Nurcholish, 1998." Mencari

Akar-Akar Islam Bagi Pluralisms Modern

:Pengalaman Indonesia", dalam Mark

R.Woodward (Ed.). Jalan Baru Islam Memetakan Paradigma Mutakhir Is lam Indonesia terjemahan darijududl asll Toward A New Paradigm : Re cent Developments in Indonesian is lamic Thought o\eh Ihsan All - Fauzi. Bandung: Mizan

Madjid. Nurcholish, 2003. Islam Agama Kemanusiaan Membangun Tradisi

H. Pontjo Sutowo," Pemilu 2004 dan Problem Kepemimpinan Bangsa", dalam Republika, Jumat, 2 April 2004 Opini, hlm.4.

(9)

Topik: Kepemimpinan Nasional Pasca Pemilu 2004 dan Visi Baru Islam Indonesia.

Jakarta: Paramadina.

Mardiasmo, "Sistem Pengukuran Kinerja Sektor Publik: Telaah Kritis Terhadap Kebutuhan Pengukuran Kinerja

Pemerintah Daerah", dalam Jumal llmu-llmu Sosial Unlsia No.46/XXV/ 111/2002, Yogyakarta: Unisia.

Saleh. Asmar Oemar.2003. "Kriteria Presiden Masa Depan", Rabu, 15 Oktober2003, JakartaiRepublika. Sjadzali, Munawir, 1990. Islam dan Tata

Negara Ajaran, Sejarah dan Pemikiran. Jakarta: Ul-Press. Sutowo, H. Pontjo,2004. "Pemilu 2004 dan

Problem Kepemimpinan

Bangsa",Oplni,Jumat, 2. 2004.Jakarta:Republika.

April

Syamsuddin, M. D\n,200^. Islam dan Politik Era Orde Baru. Pengantar Bahtlar Effendy. Jakarta :Logos.

Thaba, AbdulAzis, 1996. Islam dan Negara Dalam Politik Orde Baru. Jakarta : Gemalnsani Press.

Wahid, Abdurrahman,1984." Massa Islam dalam Kehiodupan Bernegara dan Berbangsa", dalam Prisma, Edisi Extra, 1984, Jakarta:LP3ES. Wahid, Abdurrahman, 1985. "Merumuskan

Hubungan Ideoiogi Nasional dan Ajaran Agama", Aula Mei 1985.

Referensi

Dokumen terkait

Setelah melakukan pemeriksaan serta perbaikan pada dudukan katup atau seat valve dengan katupnya, maka untuk itu agar sudut pada katup dengan dudukan katup sesuai dan

Perbaikan Lapangan Olahraga Basket Taman Pelepah Indah disamping Kantor RW 018 Kelurahan Kelapa Gading

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN LINGKUP PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI BARAT.. Baru Terima On Progress

Faktor keluarga (orangtua) merupakan faktor yang berasal dari luar siswa yang berpengaruh terhadap belajar siswa. Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari

unsur psikologi yang paling dominan dalam novel Kiai Ibrahim dan Kerukunan Umat Beragama karya Iwan Mucipto adalah unsur ego yang mencapai 51,22% pada tokoh Iwan

Seperti yang telah dijelaskan dalam sub-bab Kumo no Ito Dalam Lirik Lagu Karya Mika Nakashima, secara keseluruhan bait ini menyatakan agar manusia hidup dengan

Berdasarkan analisis jaringan perdagangan ikan kerapu dapat dipetakan bahwa keuntungan terbesar dinikmati oleh eksportir, kemudian oleh pedagang besar (ponggawa darat)

Data ini menunjukan bahwa penggunaan peta konsep melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD mampu meningkatkan hasil belajar mata pelajaran kimia peserta