• Tidak ada hasil yang ditemukan

POTENSI TERNAK BABI DALAM MENYUMBANGKAN DAGING DI BALI*

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "POTENSI TERNAK BABI DALAM MENYUMBANGKAN DAGING DI BALI*"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

Disampaikan pada Seminar Nasional Ternak Babi di Fak. Peternakan Unud 5 Agustus 2014 Page 1 POTENSI TERNAK BABI DALAM MENYUMBANGKAN DAGING DI BALI*

Komang Budaarsa

Fakultas Peternakan Universitas Udayana HP.08123629838, e-mail: bdr.komang@yahoo.com

ABSTRAK

Penduduk pulau Bali mayoritas (83,46%) memeluk agama Hindu, hanya 13,37% yang beragama Islam, sisanya 3,17% beragama Kristen, Budha Konghucu dan aliran kepercayaan lain, oleh karena itu daging babi merupakan salah satu daging yang dikonsumsi cukup banyak oleh masyarakat. Selain itu ternak babi dipelihara tidak semata untuk dikonsumsi dagingnya, tetapi juga untuk keperluan upacara adat dan agama. Babi guling misalnya, digunakan sebagai sesaji pada berbagai upacara adat dan agama. Peternakan babi di Bali sampai saat ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam menunjang ekonomi masyarakat, khususnya di pedesaan. Sekitar 80% rumah tangga di pedesaan memelihara ternak babi yang jumlahnya antara 1 – 3 ekor. Ternak babi sebagai ternak penghasil daging mempunyai kelebihan dibandingkan ternak lain, antara lain karena karkasnya yang relatif tinggi mencapai 65%, bersifat prolifik (beranak banyak) bisa mencapai 12 ekor sekali beranak, dan mampu beranak dua kali dalam satu tahun. Kalau dilihat perkembangan ternak babi lima tahun terakhir (2009-2013) di Bali tampak terjadi penurunan populasi. Menurut Buku Cacah Jiwa Ternak Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali tahun 2013, populasi babi tahun 2009, 2010, 2011, 2012 dan 2013 berturut turut 925.290, 918.087, 922.739, 890.197, dan 852.319 ekor.Sementara kalau dilihat jumlah pemotongan babi tahun 2012 sebanyak 1.780.055 ekor, meningkat 10,67% dibandingkan tahun 2011. Kalau dari data tersebut dihitung bobot karkasnya diperoleh angka 115.703,575 ton, dengan asumsi bobot babi yang dipotong adalah 100 kg. Selanjutnya dengan perhitungan komposisi daging adalah 51% dari karkas, maka produksi daging tahun 2012 adalah 59.008,823 ton. Penurunan populasi berdampak pada penurunan produksi daging babi. Turunnya populasi ternak babi antara lain disebabkan oleh rendahnya harga babi di pasaran, dan tingginya harga pakan sehingga banyak peternak yang gulung tikar. Peran pemerintah dalam menstabilkan populasi dengan cara melarang masuknya babi dari luar sangat perlu, sehingga tercapai harga babi yang menguntungkan peternak, di sisi lain harga daging terjangkau oleh konsumen. Peran pemerintah tersebut di Bali sudah dituangkan dalam bentuk Peraturan Gubernur Bali Nomor 6 Tahun 2013, tentang Pelaksanaan Kemitraan dan Perlindungan Usaha Peternakan di Provinsi Bali. Perlu ketegasan pemerintah sesuai dengan peranan dan tanggungjawabnya yang telah tertuang dalam pergub tersebut. Peran pemerintah yang lain adalah dalam hal pemetaan wilayah (Zonasi) untuk usaha peternakan yang jelas dan pasti, sehingga peternak bisa beternak dengan nyaman, tidak dipermasalahkan oleh warga, mengingat modal yang ditanam untuk usaha peternakan babi tersebut cukup tinggi.

.

(2)

Disampaikan pada Seminar Nasional Ternak Babi di Fak. Peternakan Unud 5 Agustus 2014 Page 2 PENDAHULUAN

Kebutuhan daging nasional setiap tahunnya terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk. Menurut laporan Badan Pusat Statistik tahun 2013 penduduk Indonesia tahun 2010 sudah mencapai anggka 237.6 juta jiwa, dan saat ini jumlah penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 250 juta jiwa. Semetara konsumsi daging pertahun/kapita masyarakat Indonesia paling rendah dibandingkan dengan negara ASEAN lain. Menurut laporan FAO tahun 2010, konsumsi daging Indonesia hanya 11,14 kg/kapita/tahun, sementara Thailand 28,31 kg/kapita/tahun, Philipina 31,8 kg/kapita/tahun, Vietnam 40,65kg/kapita/tahun, Malaysia 48,99kg/kapita/tahun, Brunai 65,12 kg/kapita/ tahun dan Singapura 71,1 kg/kapita/tahun (Igbal, 2011).

Walaupun sumber protein hewani sangat beragam, namun daging masih dipandang sebagai alah satu sumber protein yang penting mengingat kandungan asam-asam amino esensialnya sangat lengkap. Disamping itu, daging mempunyai kecernaan yang cukup tinggi, dan citarasa yang enak, sehingga sangat disukai oleh konsumen. Secara nasional pemenuhan daging masih didominasi dari ternak sapi dan ayam, dari babi porsinya sangat sedikit. Data Apfindo (Asosiasi Produsen Daging dan Feedlot Indonesia) tahun 2007 menunjukan bahwa pangsa konsumsi daging nasional didominasi oleh daging ayam sebesar 56%, sapi 23%, babi 13%, kambing dan domba 5%, dan lainnya sekitar 3%.

Berbicara masalah potensi babi sebagai daging babi di Bali setidaknya ada tiga aspek yang patut diperhatikan. Pertama adalah aspek produksi, mengingat tradisi beternak babi di Bali seolah menjadi pekerjaan wajib masyarakat di pedesaan. Kedua dari aspek pemasaran daging babi di Bali sangat potensial dihubungkan dengan jumlah penduduk, sosiobudaya dan Bali sebagai daerah tujuan wisata internasional. Ketiga dari aspek peran pemerintah dalam membantu peternak babi melalui regulasi dan kewenangannya. Ketiga aspek tersebut secara bersama-sama akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan peternakan babi di Bali yang memiliki keunikan tersendiri, dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia.

(3)

Disampaikan pada Seminar Nasional Ternak Babi di Fak. Peternakan Unud 5 Agustus 2014 Page 3 ASPEK PRODUKSI

Kependudukan

Peternakan babi di Bali sampai saat ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam menunjang ekonomi masyarakat, khususnya di pedesaan. Sekitar 80% rumah tangga di pedesaan memelihara ternak babi yang jumlahnya antara 1-3 ekor. Walaupun bersifat sambilan, namun babi terbukti menjadi salah satu sumber pendapatan yang sangat diandalkan bagi keluarga. Pemeliharaan ternak babi sangat membantu menstabilkan ekonomi masyarakat, terutama saat-saat keperluan dana mendadak dalam jumlah yang cukup banyak. Ternak babi menjadi cadangan dana pengaman dalam sistem keuangan keluarga. Itulah sebabnya di Bali memelihara babi identik dengan membuat celengan atau menabung.

Dari aspek kependudukan di Bali sebenarnya sangat mendukung untuk usaha peternakan babi. Penduduk pulau Bali tahun 2012 tercatat 3.686.665 jiwa dan yang termasuk dalam usia kerja sebanyak 3.008.973 orang (81,67%) dengan komposisi non muslim dan muslim adalah 86,63% dan 13,37%, karena itu merupakan potensi yang sangat besar untuk menggerakkan sektor peternakan babi. Dikaitkan dengan jumlah rumah tangga usaha pertanian berdasarkan sensus pertanian tahun 2013 tercatat 408.233 rumah tangga, terdiri atas jasa pertanian 5.257 rumah tangga, kehutanan 141.012 rumah tangga, perikanan 14.869 rumah tangga, perkebunan, 220.893 rumah tangga, pangan 218.591 rumah tangga, hotikultura 238.834 rumah tangga dan sub sektor peternakan 315.747 rumah tangga. Berdasarkan data tersebut jelas terlihat bahwa usaha rumah tangga di bidang subsektor peternakan jumlahnya paling banyak yakni 77,34%. Hal ini merupakan potensi yang luar biasa dalam pengembangan usaha peternakan di Bali, termasuk peternakan babi di dalamnya.

Data pada bulan Agustus 2013 menunjukkan penduduk Bali yang bekerja di sektor pertanian masih menempati urutan teratas, yaitu 545, 83 ribu orang atau 24% dari total penduduk yang bekerja. Urutan yang kedua adalah mereka yang bekerja di sektor jasa sebanyak 16,86%. Demikian juga kalau dikaitkan dengan penggangguran, pada bulan Februari 2013 tercatat tenaga penggangguran di Bali sebanyak 45.38 ribu orang. Dari jumlah tersebut sangat mungkin ada yang bersedia bekerja di sektor peternakan, khususnya peternakan babi. Mereka bisa menjadi peternak mandiri, bermitra dengan pengusaha, atau paling tidak menjadi tenaga kerja di sektor peternakan.

(4)

Disampaikan pada Seminar Nasional Ternak Babi di Fak. Peternakan Unud 5 Agustus 2014 Page 4 Produksi Ternak Babi di Bali

Peternak babi di Bali saat ini dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu peternak mandiri dan peternak dengan pola kemitraan. Sistem pemeliharaan ternak babi di Bali khususnya peternak mandiri sebagian besar masih tradisonal, bahkan ada yang masih sangat sederhana, dengan cara mengikat dengan tali, kemudian diikatkan pada patok. Sama sekali tidak ada tempat khusus untuk berbaring, tanpa atap penaung panas dan hujan. Jika musim hujan, maka babi berendam dalam lumpur, mirip kerbau. Babi diberi makan seadanya (Gambar 1). Namun saat ini sudah banyak juga yang memelihara dengan sistem semi intensif bahkan modern. Sedangkan peternak dengan pola kemitraan umumnya sistem pemeliharaannya sudah intensif.

Gambar 1. Sistem pemeliharaan babi secara tradisional dan intensif.

Peternak di Bali lebih banyak memilih babi ras jenis peranakan landrace untuk diternakan dibandingkan babi bali atau jenis babi lainnya. Alasannya, babi peranakan landrace pertumbuhannya lebih cepat dibandingkan babi jenis lain. Selain itu, babi landrace kandungan lemaknya lebih sedikit dibandingkan dengan babi bali. Kalau dilihat data lima tahun terakhir (2009- 2013) populasi babi di Bali terus mengalami penurunan (Tabel 1). Hal ini akibat jatuhnya harga babi dan naiknya harga pakan secara terus menerus. Terutama pada sekitar tahun 2012 - 2013 ketika harga babi mencapai Rp 13,000/kg. Saat itu banyak peternak yang merugi dan akhirnya gulung tikar. Padahal tahun-tahun sebelumnya produksi meningkat. Namun demikian sebenarnya populasi babi tersebut sudah melibihi dari sasaran yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Tahun 2010, 2011, 2012, dan tahun 2013 sasaran populasi adalah 860.321, 848.586, 833.533 dan 812.092 ekor, sedangkan populasi yang ada adalah 918.087, 922.739, 890.197 dan 852.319. Kalau dihubungkan dengan harga babi hidup di pasaran saat ini yakni Rp 27.000/kg dan populasi yang ada, bisa jadi itulah populasi yang ideal untuk Bali, namun ini perlu dikaji lebih lanjut.

(5)

Disampaikan pada Seminar Nasional Ternak Babi di Fak. Peternakan Unud 5 Agustus 2014 Page 5 Salah satu faktor yang ikut memacu laju produktivitas peternakan babi di Bali adalah sudah memasyarakatnya kawin suntik atau inseminasi buatan (IB). Peternak babi sekarang jarang yang mau memelihara kaung (pejantan), karena dianggap tidak efisien. Selain itu, bagi peternak di perkotaan transportasi untuk membawa pejantan sangat susah. Mereka lebih praktis menggunakan IB, karena inseminator sudah cukup banyak. Jika mempunyai

bangkung (induk babi) yang buang (birahi), tinggal memanggil melalui HP, maka petugas

inseminator akan datang. Biayanya juga cukup murah, hanya Rp. 70.000 sekali IB.

Selain itu, adanya pola peternakan kemitraan ikut memacu populasi ternak babi. Pola yang diterapkan sistem kemitraan ini, peternak plasma cukup meyediakan kandang, kemudian perusahaan inti sebagai mitra memberikan bibit beserta makanan yang diperlukan selama pemeliharaan. Setelah waktunya panen, diambil oleh pengusaha mitra. Jadi peternak tidak pusing-pusing memasarkan babinya saat harus dijual. Mereka tinggal membagi keuntungan sesuai dengan perjanjian yang disepakati sebelumnya. Sistem kemitraan ini telah terbukti mendongkrak populasi ternak babi di Bali, sehingga tidak ada alasan lagi memasukkan babi dari luar, yang sering kali menjatuhkan harga babi di Bali.

Tabel 1. Populasi ternak babi di Bali lima tahun terakhir (tahun 2009 – 2013).

Tahun

Babi Bali, Babi Saddle Back Peranakan dan Babi Landrace Persilangan

Pejantan Jantan

Muda Kebiri Induk

Betina Muda Kucit Jumlah* Jnt/Kbr Betina 2013 7.486 29.297 227.155 86.296 143.215 189.889 178.325 852.319 2012 9.375 31.631 233.043 94.479 147.646 187.712 186.311 890.197 2011 11.081 31.740 244.856 95.624 149.849 197.411 192.178 922.739 2010 6.655 26.115 252.362 98.158 147.873 195.788 191.136 918.087 2009 5.854 30.119 250.604 99.832 148.949 197.022 192.910 925.290 Sumber: Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali Tahun 2013.

Produksi Daging Babi

Menurut laporan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik Provinsi Bali 2013, pemotongan ternak babi di Bali dari tahun ketahun meningkat. Jumlah ternak babi yang dipotong pada tempat pemotongan dan perhitungan produksi daging selama lima tahun (2008-2012) disajikan pada Tabel 2. Pemotongan babi paling banyak tahun 2008 yaitu 1.802,451 ekor. Jumlah pemotongan babi di rumah potong hewan di Bali paling besar berada di Kota Depasar. Data yang

(6)

Disampaikan pada Seminar Nasional Ternak Babi di Fak. Peternakan Unud 5 Agustus 2014 Page 6 dihimpun dari Dinas Peternakan Perikanan d Kelautan Kota Denpasar tahun 2014 jumlah pemotongan babi di RPH Sanggaran dari bulan Januari – Mei 2014 berturut-turut 3.060, 3.060, 3.287, 2.727 dan 3.135 ekor. Terjadi lonjakan pada bulan Mei, karena pada bulan tersebut ada hari raya Galungan.

Tabel 2. Pemotongan ternak babi dan perkiraan produksi daging di Bali (Tahun 2008-2012)

Tahun Jumlah babi yg dipotong (ekor)

Perkiraan karkas

(ton) Daging (ton)

2012 1.780.055 115.703,575 59.008,823* 99.683,10** 2011 1.608.362 104.543,53 53.317,200 90.068,28 2010 1.589.882 103.342,33 52.704,590 89.033,37 2009 1.538.082 99.975,33 50.987,418 86.132,58 2008 1.802.451 117.159,315 59.751,251 85.872.23 Sumber : BPS Provinsi Bali 2013 (diolah)

Keterangan: * Daging tanpa lemak

** Kemungkinan dengan lemak (BPS Provinsi Bali, 2013)

Babi memiliki persentase karkas yang lebih tinggi dibandingkan ternak potong lainnya. Persentase karkas babi berkisar 65-70%, sisanya merupakan hasil sampingan dari penyembelihan (kepela, jeroan, darah, kaki dan bulu). Berbeda dengan ternak sapi, kerbau, kambing, kulit pada babi termasuk bagian dari karkas. Karkas babi mengandung daging antara 43-51%, sisanya berupa lemak, kulit dan tulang. Komponen karkas babi (daging, lemak, kulit dan tulang) sangat terkait dengan umur. Makin bertambah umur babi, maka porsi daging menurun, sebaliknya porsi lemak meningkat (Tabel 3). Oleh karena itu jika ingin mendapatkan porsi daging yang lebih banyak, maka sebaiknya babi dipotong pada umur yang tepat yaitu maksimum umur 6 bulan. Kalau lebih, porsi lemaknya yang akan lebih banyak. Untuk babi guling yang baik umur di bawah 4 bulan, karena dagingnya banyak, lemaknya sedikit, dan kulitnya banyak.

Tabel 3 . Pengaruh umur dan komposisi karkas babi

Umur (bulan) Daging (%) Lemak (%) Kulit (%) Tulang (%)

5 50,00 31,00 8,50 10,50

6

48,00 35,00 7,50 9,50

51,00 28,98 9,10 9,92*

7,5 43,00 41,00 7,50 8,50

Sumber: Laboratorium Teknologi Pengolahan Produk Peternakan, Fakultas Peternakan UNPAD (2009), sudah diolah,

(7)

Disampaikan pada Seminar Nasional Ternak Babi di Fak. Peternakan Unud 5 Agustus 2014 Page 7 Mengacu pada populasi babi di Bali lima tahun terakhir (Tabel 1) maka potensi penghasil daging babi adalah babi yang jantan muda, kebiri, betina muda. Namun yang paling potensi dipotong adalah babi yang dikebiri, karena babi jantan ada kemungkinan dijadikan pejantan, sedangkan babi betina muda dijadikan induk.

Tebel 4. Komposisi populasi babi yang potensial penghasil daging di Bali lima tahun Terakhir (2009 – 2013) Status babi Tahun (ekor) 2009 2010 2011 2012 2013 Jantan muda 30.119 26.115 31.740 31.631 28.971 Kebiri 250.604 252.362 244.856 233.043 235.701 Betina muda 148.949 147.873 149.849 147.646 146.186 Jumlah 429.672 426.350 426.445 412.320 410.858 Prediksi Karkas (ton) 27.929 27.713 27.719 26.807 26.706 Prediksi daging (ton) 14.243,79 14.133,63 14.136,69 13.671,57 13.620,06

Sumber: Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali 2014 (diolah).

Prediksi daging dihitung 51% dari bobot karkas babi umur 5 bulan (Tabel 3 )

Kalau dari jumlah di atas kita asumsikan dipotong pada berat 100 kg dengan persentase karkas 65%, maka jumlah karkas yang dihasilkan sejak tahun 2009-2013 berturut: 27.929, 27.713, 27.719, 26.807 dan 26.706 ton. Menurut Budaarsa (1997) komposisi karkas babi landrace terdiri atas daging 51%, lemak 28,98% kulit 9,10% dan tulang 9,92%. Berdasarkan komposisi tersebut maka total daging yang dihasilkan adalah tahun 2009 sebanyak 14.243,79 ton, tahun 2010 sebanyak 14.133,63, tahun 2011 sebanyak 14.136,69 ton, tahun 2012 sebanyak 13.671,57 ton dan tahun 2013 sebanyak 13.620,06 ton. Namun jika jumlah daging yang diproduksi lebih tinggi sangat mungkin babi betina maupun pejantan yang afkir ikut dipotong. Begitulah gambaran potensi produksi daging di Bali dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2013 berdasarkan populasi babi jantan muda, babi kebiri, dan betina muda yang memang berpotensi dipotong.

Babi Bali Satu Potensi

Babi bali merupakan plasma nutfah yang patut diselamatkan, kalau tidak bisa punah. Babi bali sebenarnya ada dua jenis, yaitu yang terdapat di Bali bagian timur, yang diduga nenek moyangnya berasal dari China (Sus vitatus). Ciri-cirinya: warna bulunya hitam agak kasar, punggungnya melengkung tetapi perutnya tidak sampai menyentuh tanah

(8)

Disampaikan pada Seminar Nasional Ternak Babi di Fak. Peternakan Unud 5 Agustus 2014 Page 8 dan cungurnya agak panjang. Jenis yang hidup di Bali bagian utara, barat, tengah dan selatan mempunyai ciri-ciri: punggungnya melengkung ke bawah (lordosis), perutnya besar, ada belang putih di bagian perut dan keempat kakinya, moncongnya pendek, telinga tegak, tinggi badan babi dewasa sekitar 54 cm, panjang badan sekitar 90 cm dan panjang ekor antara 20-25 cm (Gambar 2). Babi induk (bangkung) perutnya sangat turun ke bawah, bahkan bisa menyentuh tanah bila berdiri. Puting susunya antara 12-14, bisa melahirkan mencapai 12 ekor sekali beranak. Babi inilah yang lebih dikenal sebagai babi bali (Sihombing, 2006). Tahun 2013 babi bali hanya tinggal 253.959 ekor, gambaan populasi selengkapnya disajikan pada Tabel 5.

Babi bali secara genetik pertumbuhannya lebih lambat dibandingkan dengan babi ras impor. Diperlukan waktu 10-12 bulan untuk mencapai berat badan 90-100 kg, sedangkan babi ras impor hanya 5-6 bulan. Tetapi kelebihannya, babi bali adalah babi yang tahan menderita, lebih hemat terhadap air, masih mampu bertahan hidup walau diberi makan seadanya. Sehingga sangat cocok dipelihara di daerah yang kering. Di Kecamatan Kubu, Karangasem, khususnya di Desa Tianyar Barat, dan beberapa desa di Kecamatan Gerokgak, Buleleng, masih banyak orang memelihara babi bali. Para peternak di sana memberi istilah babi bali itu dadi ajak lacur (bisa diajak hidup melarat). Maksudnya, tidak perlu harus diberikan konsentrat, sebagaimana babi landrace dan babi ras lainnya, masih dapat bertahan hidup. Hal ini bisa dipahami, karena secara ekonomi sebagian besar mereka kurang mampu. Tiga kabupaten yang memiliki populasi babi bali terbanyak adalah Karangasem, Buleleng dan Klungkung masing-masing: 73.677, 34.794 dan 18.613 ekor.

Tabel 5. Populasi babi bali di provinsi Bali tahun 2009-2013

Tahun

B a b i b a l i Pejantan Jantan

Muda Kebiri Induk

Betina Muda Kucit Jumlah Jnt/Kbr Betina 2013 3.886 14.307 56.559 30.760 42.447 52.421 53.579 253.959 2012 5.631 14.924 62.220 37.073 46.839 59.465 58.379 284.531 2011 6.586 17.983 59.806 34.730 44.710 54.093 54.620 272.528 2010 3.241 14.055 65.756 37.546 47.198 57.126 53.847 278.769 2009 2.980 15.075 66.789 36.535 44.804 62.718 58.769 287.670 Sumber: Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Propinsi Bali 2013.

(9)

Disampaikan pada Seminar Nasional Ternak Babi di Fak. Peternakan Unud 5 Agustus 2014 Page 9 Dari penelitian pendahuluan diperoleh data bahwa babi bali mempunyai persentase karkas 56,25%, lebih rendah dibandingkan babi Landrace yaitu 67,47%, (Budaarsa, 1997). Kalau karkas tersebut diurai menjadi komponen karkas, maka proporsinya adalah sebagai berikut: daging 48,50%, lemak 13,46%, tulang 16,24% dan kulit 21,80%. Persentase daging tidak jauh berbeda dengan babi Landrace yaitu 49%. Hal yang menarik pada babi bali, komposisi kakasnya mempunyai persentase kulit lebih tinggi dari lemaknya. Itulah sebabnya babi bali lebih disukai untuk babi guling karena kulitnya yang lebih tebal, umumnya konsumen lebih suka dengan kulit babi guling. Disamping itu bagi masyarakat pedesaan untuk upacara dan saat hari raya Galungan dan Kuningan masih banyak yang memotong babi bali. Artinya, babi bali tetap merupakan potensi yang patut diperhitungkan dalam pemenuhan daging di Bali.

Gambar 3. Babi bali, ada yang hitam dan ada yang belang putih

POTENSI PASAR Konsumen

Penduduk pulau Bali mayoritas beragama Hindu, oleh karena itu daging babi merupakan salah satu daging yang sangat diminati oleh masyarakat. Berdasarkan hasil regestrasi penduduk tahun 2012 tercatat penduduk di Bali sebanyak 3.686.665 jiwa, terjadi kenaikan 3,19% dari tahun sebelumnya 3.572.831 jiwa. Kalau dilihat komposisi agama yang dipeluk, berdasarkan sensus penduduk tahun 2010, sebanyak 3.247.283 jiwa (83,46%) memeluk agama Hindu, 529.244 jiwa (13,37%) agama Islam, 64.454 jiwa (1,66%) Kristen Protestan, 31.397 jiwa (0,81%) Kristen Katholok, 21.156 jiwa (0,54%) agama Budha, 427 jiwa (0,01%) agama Konghucu dan sisanya 282 jiwa (0,01%) menganut

(10)

Disampaikan pada Seminar Nasional Ternak Babi di Fak. Peternakan Unud 5 Agustus 2014 Page 10 aliran kepercayaan lainnya. Kalau dilihat komposisi penduduk di atas, mayoritas (86, 63%) merupakan konsumen daging babi potensial, karena berdasarkan kayakinan mereka diperbolehkan mengkonsumsi daging babi. Hanya 13,37% yang mengharamkan daging babi. Tentu ini menjadi pangsa pasar daging babi yang cukup besar.

Kalau diasumsikan bahwa penduduk yang mengkonsumsi daging babi adalah mereka yang berusia antara 10-64 tahun ternyata jumlahnya sekitar 75% dari jumlah penduduk. Pada tahun 2012 misalnya konsumen potensial tersebut sekitar 2.395.319 orang, meningkat 3,19% dari tahun 2011 (Tabel 6). Jumlah tersebut merupakan konsumen yang sangat potensial untuk mengkonsumsi daging babi.

Tabel.6. Konsumen potensial daging babi di Bali

Tahun Jumlah Penduduk (or) Non Muslim (or)* Konsumen Potensial (or)** Produksi daging babi (ton) Konsumsi (kg/kapita/th) 2012 3.686.665 3.193.758 2.395.319 59.008,823 24,64 2011 3.572.831 3.095.149 2.321.362 53.317,200 22,97 2010 3.522.375 3.051.433 2.288.575 52.704,590 23.03 2009 3.471.952 3.007.752 2.255.814 50.987,418 22.68 2008 3.409.845 2.953.948 2.215.462 59.751,251 26.98

Keterangan: * 86,63% dari jumlah penduduk

** usia 10-64 tahun, 75% dari jumlah penduduk

Dihubungkan dengan target konsumsi daging masyarakat Bali yang dicanangkan oleh Pemerintah Provinsi Bali kalau hanya dari daging babi saja memang belum cukup. Kekurangan tersebut akan tertutupi dari daging ayam, sapi, kambing, dan aneka ternak. Tetapi jika diacu produksi daging babi versi BPS Provinsi Bali 2013 (Tabel 2), justru melebihi target tersebut. Kenyataannya realisasi konsumsi daging masyarakat Bali sudah memenuhi target yang ditetapkan, bahkan tahun 2011 sudah melebihi dari target yang ditetapkan (Tabel 7). Menurt laporan FAO 2010 konsumsi daging masyarakat Indonesia hanya 11,14 kg/kapita/tahun,

(11)

Disampaikan pada Seminar Nasional Ternak Babi di Fak. Peternakan Unud 5 Agustus 2014 Page 11 Tabel 7. Konsumsi daging, telur dan susu per kapita/tahun di provinsi bali tahun 2007- 2011 Komoditi 2008 2009 2010 2011 Target Reali sasi Target Reali sasi Target Reali sasi Target Reali sasi Daging kg/Kap/Th 29,21 30,56 29.98 31,92 30.50 30.49 31,04 32,57 Telur kg/Kap/Th 8,74 9,99 9.98 10,06 10.09 8.45 10,10 11,40 Susu kg/Kap/Th 0,17 1,01 1.23 1,87 1.23 1.69 1.23 1.69

Sumber: Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali 2013

Faktor Harga

Mulai awal tahun 2014 sampai bulan Juni 2014 harga babi hidup cukup baik yakni bergerak dari Rp 25.000- 28.000/kg. Pada hari raya Galungan dan Kuningan, bulan Mei 2014 harganya sempat naik mencapai Rp30.000/kg. Kalau dibandingkan dengan harga babi pada hari raya Galungan bulan Oktober 2013 harga tahun 2014 jauh lebih baik. Tahun 2013 harga babi menjelang Galungan Rp 22.000 – Rp 23.000/kg, namun pada hari-hari biasa sebelumnya harga babi sangat rendah yakni Rp 15.000 – Rp 17.000/kg, bahkan pernah mencapai Rp 13.000/kg. Tingginya harga babi sesaat menjelang hari raya Galunga dan Kuningan merupakan fenomena yang biasa dan terjadi secara terus menerus, karena menjelang hari raya tersebut permintaan daging babi bagi umat Hindu pasti meningkat. Masyarakat umumnya memotong babi pada hari penampahan (sehari) menjelang Galungan dan Kuningan. Momen itulah yang digunakan oleh peternak, khususnya peternak mandiri tradisional untuk menjual babinya. Hanya dengan menjual babi dua ekor, yang dipelihara antara 5-6 bulan sudah mempunyai uang Rp 5 juta lebih.

Meningkatnya harga babi potong berdampak juga terhadap harga bibit. Kalau pertengahan tahun 2013 harga bibit (kucit) sempat mencapai Rp 200.000/ekor, tahun 2014 sudah membaik. Pada awal tahun 2014, bulan Februari sampai Maret harga bibit di tingkat peternak sekitar Rp 400.000 – 450.000/ekor. Namun bergerak naik sejalan dengan naiknya harga babi potong. Pada bulan Juni harga bibit berkisar antara Rp 600.000 – Rp 650.000/ekor. Kenaikan ini memicu sulitnya mendapatkan bibit bagi peternak, karena penghasil bibit lebih memilih memelihara sendiri bibitnya, digemukan sendiri dengan harapan mendapat keuntungan yang lebih banyak.

(12)

Disampaikan pada Seminar Nasional Ternak Babi di Fak. Peternakan Unud 5 Agustus 2014 Page 12 Harga daging babi juga merangkak naik mengikuti harga babi hidup. Pada bulan Januari 2014 harga daging babi Rp 57.000/kg, naik menjadi Rp.58.000 pada bulan Pebruari dan melonjak Rp 60.000/kg pada saat menjelang hari Raya Galungan dan Kuningan pada bulan Mei 2014. Harga daging babi di seputar Denpasar sampai bulan Juni 2014 disajikan pada Tabel 8.

Tebel 8. Harga daging babi di Denpasar dari bulan Januari – Juni 2014

No Bulan Harga Rp/kg Keterangan 1. Januari 57.000* 2. Pebruari 55.000 3. Maret 58.000 4. April 58.000

5. Mei 60.000 Hari raya Galungan

dan Kuningan

6. Juni 58.000

*Rata-rata dari 4 pasar (Pasar Badung, Kreneng, Suung dan Sidakarya)

Kebutuhan Babi untuk Guling

Konsumsi daging babi di Bali tidak semata dalam bentuk daging yang merupakan bagian dari karkas, tetapi juga dalam bentuk daging utuh yaitu babi guling. Babi guling yang sebelumnya hanya sebatas sebagai sesaji atau bahan persembahan pada upacara keagamaan tertentu, sekarang sudah menjadi salah satu kuliner yang sangat digemari oleh masyarakat. Konsumennya tidak terbatas hanya pada masyarakat Bali, tetapi sudah meluas pada wisatawan, baik domestik maupun dari mancanegara. Maka rumah makan babi guling bermunculan dimana-mana. Berdasarkan hasil survei Budaarsa (2012) di Bali terdapat 207 warung babi guling yang tersebar di delapan kabupaten dan satu kota. Jumlah babi yang dibutuhkan untuk babi guling pada warung makan di masing-masing kabupaten disajikan pada Tabel 9.

Berdasarkan data tersebut setiap hari rata-rata diperlukan 207 ekor babi muda untuk babi guling yang dijual oleh rumah makan. Berarti dalam satu bulan diperlukan 6.210 ekor babi muda atau 74.520 ekor dalam satu tahun. Data di atas hanya keperluan babi di warung makan, belum termasuk babi yang di guling oleh masyarakat untuk sesaji dalam upacara tertentu di berbagai pelosok desa di Bali. Kalau diasumsikan babi yang diguling untuk sesaji 20% saja dari keperluan untuk warung babi guling, berarti dibutuhkan tambahan

(13)

Disampaikan pada Seminar Nasional Ternak Babi di Fak. Peternakan Unud 5 Agustus 2014 Page 13 sekitar 41 ekor babi muda setiap hari. Maka sedikitnya dibutuhkan 248 ekor babi muda setiap hari atau 7.440 ekor setiap bulan, atau 89.280 ekor setiap tahun. Di tambah dengan jumlah babi guling sebagai sesaji pada upacara Ngusaba Dalem di Desa Timbrah Karangasem sekitar 1.600 ekor setiap tahun dan ngusaba di Pura Bukit Gumang, Desa Bugbug, Karangasem ada sekitar 1.000 ekor babi guling sebagai sesaji, maka diperlukan sekitar 91.880 ekor babi muda untuk babi guling di Bali setiap tahun. Satu angka yang cukup banyak, dan seharusnya dipenuhi dari peternak lokal (Bali), tidak usah mendatangkan dari luar Bali. Ini potensi pasar yang luar biasa.

Tabel. 9. Kebutuhan babi untuk babi guling pada warung makan di masing-masing kabupaten/kota se-Bali.

N0 Kabupaten/Kota Jumlah warung makan Kebutuhan babi /ekor/hari

1. Jembrana 8 8,00 2. Tabanan 17 20, 00 3. Badung 56 53,00 4. Gianyar 26 34,00 5. Klungkung 6 5,00 6. Bangli 9 7,00 7. Karangasem 22 15,00 8. Buleleng 16 17,00 9. Denpasar 47 48,00 Total 207 207

Sumber: Hasil survei grup riset Kajian Nutrisi Ternak Nonruminansia Unud (2011-2012).

Aktifitas Budaya dan Pariwisata

Beternak babi di Bali tidak bisa dipisahkan dengan budaya. Bahkan beternak babi sendiri sudah merupakan budaya orang Bali, khususnya yang beragama Hindu. Di Bali kegiatan adat, budaya dan agama tidak bisa dipisahkan. Bahkan untuk Bali nyaris susah dibedakan antara kegiatan adat dan kegiatan agama, walau sesungguhnya ke duanya berbeda. Dari sekian banyak kegiatan adat dan upacara agama di Bali hampir selalu menggunakan ternak babi. Masyarakat Bali yang memiliki beragam tradisi atau adat di masing-masing desa adat sangat mungkin setiap hari ada saja yang membuat babi guling,

(14)

Disampaikan pada Seminar Nasional Ternak Babi di Fak. Peternakan Unud 5 Agustus 2014 Page 14 misalnya untuk peringatan hari lahir anak (otonan) atau untuk naur sesangi. Babi guling digunakan sebagai salah satu sarana persembahan sekaligus perlambang kemakmuran yang telah diwarisi secara turun temurun oleh masyarakat Hindu di Bali. Jadi untuk memenuhi kebutuhan aktivitas budaya, Bali membutuhkan babi yang cukup banyak setiap tahun, suatu potensi pasar yang belum banyak terungkap.

Gambar 3. Babi guling yang dipersembahkan saat upacara usaba di Desa Timbrah Karangasem (Foto: Martawan)

Jumlah kunjungan wisatawan dari negara-negara yang potensial mengkonsumsi daging babi, termasuk babi guling jumlahnya juga cukup banyak (Tabel10). Australia sebagai pemasok wisatawan yang paling besar ke Bali mengalami peningkatan yang cukup signifikan pada tiga tahun terakhir. Australia adalah negara yang masyarakatnya sebagian besar tidak mengharamkan daging babi. China walaupun tahun 2010 kelihatan turun dibandingkan tahun 2009, namun di tahun 2010 naik menjadi 236.867 orang, dan tahun 2012 sebanyak 317.165 orang.

China adalah salah satu sumber wisatawan yang akan menjadi konsumen daging babi dan babi guling. Apalagi China dengan Indonesia, khususnya Bali mempunyai hubungan sejarah yang sangat panjang. Hubungan tersebut terjalin baik sejak abad XII dan sisa hubungan baik itu ditandai dengan adanya kesenian, tempat suci dan arsitektur bercirikan khas China. Hubungan yang secara emosional sebenarnya masih terjalin baik sampai sekarang. Salah satu bukti, uang kepeng China (pis bolong) sampai saat ini masih digunakan dalam upacara adat maupun keagamaan di Bali. Cerita Sampek Ing Tai sempat menjadi judul drama gong yang sangat populer di Bali. Sangat mungkin kalau wisatawan asal China yang berkunjung ke Bali akan menyempatkan diri mencicipi babi guling.

(15)

Disampaikan pada Seminar Nasional Ternak Babi di Fak. Peternakan Unud 5 Agustus 2014 Page 15 Tabel 10. Wisatawan mancanegara yang datang langsung ke Bali per bulan tahun 2008- 2012.

No Negara Tahun

2008 (or) 2009 (or) 2010 (or) 2011 (or) 2012 (or) 1 Australia 313.111 446.570 641.679 788.664 799.897 2 China 131.318 206.151 196.925 236.867 317.165 3 Jepang 399.824 333.905 241.212 182.385 188.711 4 Korea Selatan 134.909 124.889 124.752 126.702 123.157 5 Taiwan 130.449 120.445 122.271 129.226 100.447 6 Inggris 82.856 93.688 96.536 102.989 116.462 7 Perancis 77.379 113.453 104.142 111.491 112.447 8 Jerman 82.355 74.849 84.455 84.041 89.924 9 Amerika Serikat 68.934 73.653 68.977 89.573 94.893 Dikutip dari BPS Provinsi Bali (2013).

Gambar 4. Wisatawan dari mancanegara menikmati babi guling di Ubud Gianyar

Beberapa Kendala

Kendala utama yang dirasakan oleh para peternak babi adalah harga pakan yang terus bergerak naik. Harga pakan jadi untuk penggemukan tahun 2013 sekitar Rp 300.000/sak (50 kg) atau Rp 6.000/kg tahun 2014 sudah naik menjadi Rp 350.000 atau Rp 7.000/kg. Bahkan pakan komplit butiran untuk anak babi sapihan harganya mencapai Rp 403.000/sak (50 kg). Bahan pakan yang lain antara lain dedak, polar yang penggunaannya cukup banyak juga ikut bergerak naik. Dedak padi yang sebelumnya Rp. 2.500, sekarang harganya Rp 3.500/kg. Polar pada akhir tahun 2013 sampai awal tahun 2014 Rp 180.000/sak atau Rp 3.600/kg, sekarang sudah mencapai Rp 185.000 atau Rp 3.700/kg. Kenaikan harga pakan dari waktu kewaktu sangat memukul peternak babi, karena 70% biaya operasional tersedot untuk pembelian pakan. Alasan pihak pabrik menaikan harga

(16)

Disampaikan pada Seminar Nasional Ternak Babi di Fak. Peternakan Unud 5 Agustus 2014 Page 16 pakan karena bahan baku diantaranya: jagung, kedelai, dan tepung ikan harga di pasaran juga terus mengalami kenaikan. Ironisnya bahan pakan tersebut sebagian besar masih diimpor. Selain itu semakin menyusutnya lahan pertanian di Bali akan menjadi kendala tersendiri bagi peternak untuk mengembangkan usahanya. Sangat sulit bagi peternakan babi berskala besar mencari lahan. Harga tanah juga di Bali naik dengan sangat cepat. Alih fungsi lahan pertanian di Bali diperkirakan mencapai 750 hektar setiap tahunnya. Hal ini kalau tidak dikendalikan akan mengancam sektor pertanian, termasuk peternakan.

PERAN PEMERINTAH

Seperti halnya dalam sektor-sektor pembangunan lainnya, kehadiran pemerintah sebagai pihak regulator selalu diharapkan oleh peternakan babi di Bali. Ketika jumlah populasi babi di Bali sudah mencukupi kebutuhan pasar, pemerintah dengan kewenangannya semestinya dengan tegas melarang masuknya babi dari luar Bali. Hal ini pernah terjadi ketika babi dari Jawa membanjiri Bali sehingga harga babi menjadi sangat murah yaitu sekitar Rp 12.000 – 16.000/kg hidup. Dalam kondisi demikian peternak babi sangat terpukul, tidak sedikit yang bangkrut.

Peran pemerintah lainnya dalam hal mengawasi pemasaran babi dari peternakan pola kemitraan yang dituding oleh peternak mandiri mengganggu pasaran babi di Bali. Peternakan mandiri menuntut agar peternak kemitraan tidak menjual babi di pasar lokal, tetapi harus ke luar Bali supaya harga babi tidak anjlok. Hal ini harus dimediasi oleh pemerintah, kalau tidak, bisa menimbulkan keresahan di kalangan peternak. Peran pemerintah tersebut di Bali sudah dituangkan dalam bentuk Peraturan Gubernur Bali Nomor 6 Tahun 2013, tentang Pelaksanaan Kemitraan dan Perlindungan Usaha Peternakan di Provinsi Bali yang ditetapkan pada tanggal 4 Maret 2013. Perlu ketegasan pemerintah sesuai dengan peranan dan tanggungjawabnya yang telah tertuang dalam pergub tersebut.

Selain itu, peternak babi, khususnya yang skala besar sering dihadapkan pada kendala sosial di lapangan dalam bentuk protes warga di sekitar kandang. Padahal ketika kandang babi didirikan oleh pengusaha di lingkungan sekitar, sama sekali belum ada perumahan. Menyikapi kondisi tersebut, semestinya pemerintah mempunyai rencana tata ruang yang jelas. Harus ada pemetaan mengenai zonasi wilayah untuk usaha peternakan yang jelas dan pasti. Kalau di suatu daerah sudah ditetapkan menjadi kawasan peternakan, seyogyanya tidak ada ijin untuk membangun perumahan. Dengan demikian pihak

(17)

Disampaikan pada Seminar Nasional Ternak Babi di Fak. Peternakan Unud 5 Agustus 2014 Page 17 perusahaan peternakan ada jaminan untuk mengembangkan usahanya, sehingga bisa beternak dengan nyaman. Kalau tidak, mereka akan selalu dihantui dengan perasaan was-was, adanya demo atau protes dari warga. Harus disadari bahwa modal yang mereka tanamkan cukup besar. Sudah cukup banyak kasus yang demikian terjadi, khususnya untuk peternakan babi dan ayam di Bali.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Ternak babi mempunyai potensi dan posisi yang strategis dalam menyediakan kebutuhan daging untuk mayoritas masyarakat Bali dan wisatawan manca negara, untuk itu usaha peningkatan kuantitas dan kualitas peternakan babi, termasuk babi bali harus terus di diorong. Peran pemerintah dalam menata pelaksanaan usaha peternakan babi di Bali perlu ditingkatkan, serta perlu menetapkan kawasan peternakan dalam bentuk perda sehingga ada jaminan bagi pengusaha untuk memelihara ternak babi.

Saran

Pengembangan usaha ternak babi di Bali perlu diarahkan menjadi usaha ternak yang lebih efisien berbasis pada peternakan rakyat dengan memanfaatkan limbah pertanian lokal secara optimal. Babi bali sebagai plasma nutfah perlu dilindungi dan dikembankan jangan sampai punah sebab mempunyai potensi yang cukup tinggi sebagai penghasil daging babi. Perlu adanya ketegasan dari pemerintah dalam memberikan sanksi jika ada pihak yang melanggar isi dari Peraturan Gubernur Nomor 6 tahun 2013, serta perlu adanya pemetaan wilayah yang jelas untuk usaha ternak babi sehingga terhindar dari protes masyarakat sekitar.

DAFTAR PUSTAKA

Bali dalam Angka. 2013. Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. Penerbit BPS Provinsi Bali.

Budaarsa, K. 1997. Kajian Penggunaan Rumput Laut dan Sekam Padi Sebagai Sumber Serat Dalam Ransum Untuk Menurunkan Kadar Lemak Karkas dan Kolesterol Daging Babi. Disertasi. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Budaarsa, K. 2006. Survei Kebutuhan Babi Guling di Kabupaten Badung. Laporan Penelitian. DIK. Universitas Udayana.

(18)

Disampaikan pada Seminar Nasional Ternak Babi di Fak. Peternakan Unud 5 Agustus 2014 Page 18 Budaarsa, K. 2012. Babi Guling Bali, dari Beternak, Kuliner Hingga Sesaji. Penerbit Buku

Arti, Denpasar.

Budaarsa. K, N. Tirta. A, K. Mangku Budiasa dan P.A. Astawa. 2013. Eksplorasi hijuan Pakan Babi dan Cara Penggunaannya pada Peternakan Babi Tradisonal Di Provinsi Bali. Makalah Seminar Nasional II Himpunan Ilmuwan Tumbuhan Pakan Indonesia (HIPT), di Denpasar 28-29 Juni 2013.

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2011. Rencana Strategis Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 2010-2014.

Gubernur Bali. 2013. Peraturan Guberur Bali Nomor 6 Tahun 2013 Tentang Pelaksanaan Kemitraan dan Perlindungan Usaha Peternakan di Provinsi Bali.

Igbal, M. 2011. Antara Kecerdasan, Kemakmuran dan Prioritas Pembangunan Peternakan. http://www.geraidinasingapura.com/. [Diunduh 14 Juni 2014].

Sihombing, D.T.H. 2006. Ilmu Ternak Babi. Yoyakarta, Gajahmada Univesity Press.

Tirta A. I.N. 2012. Pemberian Larutan Gula-Garam sebagai Upaya Mengurangi Dampak Negatif Penundaan Waktu Pemotongan terhadap Karakteristik dan Kualitas Karkas Babi Landrace Persilangan. (Disertasi) Program Pascasarjana Universitas Udayana, Denpasar.

Gambar

Gambar 1.   Sistem pemeliharaan babi secara tradisional dan intensif.
Tabel  2. Pemotongan  ternak babi dan perkiraan produksi daging di Bali                  (Tahun  2008-2012)
Tabel 5.  Populasi babi bali di provinsi Bali tahun 2009-2013
Tabel 7. Konsumsi daging, telur dan susu per kapita/tahun di provinsi bali tahun 2007-                 2011  Komoditi  2008  2009  2010  2011  Target  Reali  sasi  Target  Reali sasi  Target  Reali sasi  Target  Reali sasi  Daging  kg/Kap/Th  29,21  30,56
+2

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pokok pemikiran diatas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yaitu bagaimana sistem pertanggungjawaban terhadap korporasi yang melakukan tindak pidana dan

N-Methyl perfluoroctan sulfonamid ethanol / N-Methyl perfluorooctane sulfonamide ethanol 24448-09-7 N-Me-FOSE. N-Ethyl perfluoroctan sulfonamid ethanol / N-Ethyl perfluorooctane

(2) Tingkat kepuasan penghuni terhadap desain bangunan berdasarkan lama tinggal di perumahan yaitu, penghuni yang sudah tinggal selama 2 – 3 tahun merasa puas, berbeda

menghasilkan suatu produk berupa bahan ajar IPA yang dapat meningkatkan literasi sains peserta didik sehingga dilakukan penelitian dengan judul pengembangan bahan ajar

KESIMPULAN Berdasarkan uraian yang telah peneliti paparkan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan dari penerapan Project Based Learning pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam

Dalam kaitan dengan upaya yang sedang dilakukan, para informan mengungkapkan bahwa hal yang paling penting adalah memahami komunikasi interpersonal, menempatkan baik orang tua

§ Laporan hasil pendederan ikan disusun sesuai dengan kaidah penulisan laporan § Mengetahui parameter seluruh komponen pendederan ikan § Mengetahui tingkat keberhasilan pendederan

Berdasarkan beberapa pengertian Diabetes Melitus diatas maka penulis menyimpulkan penyakit Diabetes Melitus adalah penyakit degeneratif dan merupakan suatu penyakit