• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kenyamanan Termal pada Taman Air Berarsitektur Tradisional Bali (Studi Kasus: Tirta Gangga)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kenyamanan Termal pada Taman Air Berarsitektur Tradisional Bali (Studi Kasus: Tirta Gangga)"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

UNDAGI

:

Jurnal Ilmiah Arsitektur

Volume 6, Nomor 2, Desember 2018; pp. 51–59

https://ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/undagi/index

p-ISSN 2338-0454 (printed), e-ISSN 2581-2211 (online) Dipublikasi: 30 Desember 2018

Kenyamanan Termal pada Taman Air Berarsitektur Tradisional Bali

(Studi Kasus: Tirta Gangga)

I Wayan Wirya Sastrawan*, I Gede Surya Darmawandan Ni Wayan Meidayanti Mustika Program Studi Teknik Arsitektur, Universitas Warmadewa, Denpasar, Indonesia

*wayanwiryasastrawan@gmail

How to cite (in APA style):

Sastrawan, I, W, W., Darmawan, I, G, S., & Mustika, N, W, M. (2018). Kenyamanan Termal pada Taman Air Berarsitektur Tradisional Bali (Studi Kasus: Tirta Gangga). Undagi: Jurnal Ilmiah Arsitektur. 6(2), pp.51-59. http://dx.doi.org/10.22225/ undagi.6.2.1018.51-59

Abstract

Thermal comfort is an absolute for the human body, therefore human always attempting to customise the environment to achieve thermal convenience for the body. Water parks in this research are planned with the built environment applying the elements of the exterior space architecture supported the concept of traditional Balinese architecture. See the conditions, then there is an important opportunity and conducted research on the characteristics of the thermal comfort of the water garden. The focus of this research is the thermal comfort level and element of outdoor space in the garden Tirta Gangga, Karangasem. Taman Tirta Gangga was chosen as the locus of research because it has the characteristics of a typical application elements especially water parks that dominate and the application of the concept of traditional Balinese architecture. The purpose of this research was to identify the distribution of thermal conditions, knowing the level of influence of the outside space of the element against thermal conditions, and the extent of the impact of the pattern arrangement of water garden with traditional Balinese architecture concept against thermal comfort. So the results of this research can be used as a foundation for architects in developing and designing a water garden can function optimally. In this study using the method of comparison and simulation to see thermal comfort condition visualisation objects of research. From the results of the simulations can be used to identify the influence of the element of outdoor space and the concept of traditional Balinese architecture against the thermal comfort on the object of research.

Keywords: Thermal comfort; Water parks; Exterior space Abstrak

Kenyamanan termal menjadi hal yang mutlak bagi tubuh manusia, oleh karenanya manusia sesalu berusaha mengkondisikan lingkungan untuk mencapai kenyamana termal bagi tubuhnya. Salah satu tempat manusia beraktivitas adalah ruang luar. Taman air dalam penelitian ini merupakan lingkungan binaan terencana dengan mengaplikasikan elemen-elemen arsitetur ruang luar yang didukung konsep Arsitektur Tradisional Bali. Melihat kondisi tersebut, maka terdapat peluang dan penting dilakukan penelitian mengenai Karakteristik Kenyamanan Termal Taman Air. Fokus penelitian ini adalah tingkat kenyamanan termal dan elemen ruang luar di Taman Tirta Gangga, Karangasem. Taman Tirta Gangga dipilih sebagai lokus penelitian karena memiliki karakteristik yang khas terutama penerapan elemen taman air yang mendominasi serta penerapan konsep Arsitektur Tradisional Bali. Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi sebaran kondisi termal, mengetahui tingkat pengaruh elemen ruang luar terhadap kondisi termal, dan sejauh mana pengaruh pola penataan taman air dengan konsep Arsitektur Tradisional Bali terhadap kenyamanan termal. Sehingga hasil penelitian ini dapat dijadikan landasan bagi arsitek dalam mengembangkan dan merancang Taman Air yang dapat berfungsi secara optimal. Dalam penelitian ini menggunakan metode komparasi dan simulasi untuk melihat visualisasi kondisi kenyamanan termal dalam obyek penelitian. Dari hasil simulasi tersebut dapat digunakan mengidentifikasi pengaruh elemen ruang luar dan konsep Arsitektur Tradisional Bali terhadap kenyamanan termal pada obyek penelitian.

Kata Kunci : Kenyamanan Termal; Taman air; Ruang luar

PENDAHULUAN

Dalam kehidupan di muka bumi ini manusia

selalu hidup berdampingan dan memanfaatkan lingkungan disekitar demi kenyamanan yang ia inginkan. Hubungan antara manusia dengan lingkungan bersifat saling menyesuaikan dan

(2)

dengan kemampuan kognisi yang dipunyainya, manusia selalu berikthiar untuk memperoleh keselarasan dengan lingkungannya (Holahan, 1982). Sehingga dapat dikatakan manusia demi kenyamanan dan keselarasan dengan lingkungannya, akan menerapkan elemen-elemen alam dengan kreativitas yang dimilikinya untuk diwujudkan dalam berbagai bentuk berupa seni, budaya, arsitektur, ataupun filosofi yang melatar belakangi segala aktivitasnya.

Sudah sejak dulu karya arsitektur di banyak belahan dunia selalu memasukan elemen alam dalam desain bangunan ataupun desain lansekap. Tentunya desain lansekap merupakan karya arsitektur yang paling terlihat bagaimana perannya dalam menyelaraskan diri dengan alam lingkungan sekitar. Desain lansekap yang paling sering muncul adalah berupa taman. Taman sendiri diartikan sebagai areal yang berisikan komponen material keras dan lunak yang saling mendukung satu sama lainnya yang sengaja direncanakan dan dibuat oleh manusia dalam kegunaanya sebagai tempat penyegar dalam dan luar ruangan (Hakim, 2004).

Di daerah tertentu seperti daerah beriklim tropis kering, peran taman air tidak hanya sebagai komposisi yang menarik dari segi estetika tetapi juga memberikan kenyamanan termal dalam desain arsitektur. Penyejukan Evaporative merupakan penyejukan dengan memanfaatkan mekanisme pengurangan panas akibat penguapan air (Satwiko, 2009). Berdasarkan pemahaman tersebut dapat disimpulkan bahwa taman air selain menawarkan keindahan dari segi estetika, juga dapat memberikan atau mempengaruhi kenyamanan termal yang di butuhkan oleh manusia.

Berdasarkan gambaran taman air serta keberadaannya dalam mempengaruhi kenyamanan termal, maka hal tersubut menjadi obyek yang menarik untuk diteliti. Kemudian yang menjadi lebih menarik lagi jika dilihat bagaimana dengan kenyaman termal pada taman air tradisional, mengingat pemahaman manusia pada jamannya dapat dikatakan belum memahami hal tersebut. Melihat peluang tersebut, peneliti bermaksud mengidentifikasi kondisi termal dan sejauh mana peranan dari pola penataan taman air tradisional mempengaruhi kenyamanan termal pada ruang luar.

Obyek-obyek taman air Arsitektur Tradisional Bali cukup beragam dan banyak diaplikasikan diberbagai daerah di Bali dengan

beragam fungsi seperti pemandian, taman, pura, dan lainnya. Salah satu obyek Taman Air Tradisional Bali yang memiliki karakteristik khas serta memiliki kompleksitas fungsi yang beragam yaitu Taman Tirta Gangga. Taman Tirta Gangga dikatakan memiliki kompleksitas fungsi yang tinggi karena memiliki fungsi yang beragam seperti, sumber mata air irigasi, pemandian, taman, peristirahatan raja, dan persembahyangan. Sedangkan peranan elemen air dan pola penataannya dalam memberikan kenyamanan termal bagi pengunjung taman air Arsitektur Tradisional Bali tersebut belum pernah dijelaskan baik secara verbal dari masyarakat maupun secara ilmiah.

Berdasarkan hal tersebut diperlukan penelitian untuk mengidentifikasi Bagaimana kondisi kenyamanan termal pada Taman Tirta Gangga berdasarkan standar kenyamanan termal dan Sejauh mana pengaruh pola penataan konsep Arsitektur Tradisional Bali dan elemen ruang luar terhadap kenyamanan termal pada Taman Tirta Gangga

KAJIAN PUSTAKA

Tinjauan Taman Tradisional Bali

Konsep yang diterapkan pada Pertamanan Arsitektur Tradisional Bali yaitu (Raharja, 2010):

1. Konsep Pemutaran Mandara Giri, konsep ini merupakan bentuk perlindungan terhadap sumber mata air alam (kelebutan) sesuai yang tersirat dalam kisah pemutaran Mandhara Giri di Ksirarnawa.

2. Konsep Tri Hitakarana, filsafah konsep ini mengajarkan agar umat manusia senantiasa menjaga keselarasan hubungan vertikal dengan Tuhan, hubungan horisontal dengan sesama dan alam lingkungan, serta makhluk -makhluk lain. Ini terwujud dengan "perlindungan" dan "penyelamatan" sumber mata air alam melalui pertamanan,

3. Konsep Tri Mandala, dalam pertamanan tradisional Bali terdapat tiga hirarki ruang ditata sesuai dengan tiga jenis aktivitas, yaitu ruang untuk aktivitas religi berada di bagian hulu (Utama Mandala), ruang untuk aktivitas manusia berada di bagian tengah (Madya Mandala) dan ruang yang bersifat pelayanan/servis berada di bagian hilir (Nista Mandala).

4. Konsep Kaja-Kangin (Gunung-Matahari Terbit), dalam keyakinan di Bali orientasi ruang ke arah gunung dan ke arah matahari

(3)

terbit memiliki nilai suci dan religious sesuai dengan konsep sanga mandala. 5. Konsep Bhuana Agung – Bhuana Alit,

konsep ini merupakan simbolik dua dunia, yakni "alam atas dan "alam bawah”. Teraplikasi pada adanya halaman luar taman simbolik dari alam bawah bernilai profane, sedangkan halaman dalam taman simbolik dari alam atas bernilai suci.

6. Konsep Tat Twam Asi (Ia adalah kamu), konsep ini menyiratkan adanya teritorial ruang pada taman tradisional Bali yang memunculkan makna "ruang dalam" dan "ruang luar" meski sebenarnya merupakan satu kesatuan.

Tinjauan Ruang Luar

Ruang luar merupakan lingkungan alam kita yang dapat dibedakan atas, batu, tumbuh-tumbuhan, binatang dan iklim, serta dipengaruhi hal lainnya yaitu suhu, kelembaban udara, cahaya dan bobot beserta perwujudan materi, yaitu padat, cair, dan gas (Frick, 1996). Ruang luar sering disamakan dengan ruang terbuka, pada dasarnya ruang terbuka merupakan suatu wadah yang dapat menampung kegiatan aktivitas tertentu dari warga lingkungan tersebut baik secara individu atau secara kelompok (Hakim, 1987). Bentuk ruang terbuka ini sangat tergantung pola dan susunan massa bangunan. Pengertian dan batasan pola ruang terbuka adalah bentuk dasar ruang terbuka di luar bangunan, yang dapat digunakan oleh publik (setiap orang), dan memberi kesempatan untuk melakukan bermacam-macam kegiatan.

Tinjauan Kenyamanan Termal

Penciptaan kenyamanan termal terdapat enam variable yang harus diperhatikan, yaitu (Fanger, 1970): (1) Temperatur udara, (2) Temperatur radian rata-rata, (3) Kecepatan udara relative, (4) Kelembaban udara relative, (5) Tingkat aktifitas, (6) Thermal resistance dari pakaian. Enam faktor tersebut dikelompokan menjadi dua. Pertama, faktor klimatis yang meliputi temperatur udara, temperatur radiasi, kecepatan udara dan kelembaban. Kedua, faktor personal yang meliputi tingkat metabolisme yang ditentukan oleh faktor aktivitas dan tingkat resistensi dari pakaian yang ditentukan oleh faktor pakaian (Sugini, 2007).

Untuk menyeragamkan persepsi tentang tingkat kenyaman termal yang dirasakan oleh seseorang, diperlukan suatu satuan pengukur.

(Fanger, 1982) menyatakan skala indeks ini merupakan standar perhitungan tingkat kenyamanan untuk daerah beriklim sedang. Skala indeks PMV adalah prediksi sensasi termal rata-rata, yang menghubungkan antara sensasi termal dengan kombinasi dua variable personal dan empat variable iklim (Sugini, 2007). Sensasi termal diskalakan dengan menggunakan tujuh titik skala psikofisis dari ASHRAE yaitu: -3, -2, -1, 0, 1, 2, 3 yang memiliki kondisi “dingin, sejuk, agak sejuk, netral atau nyaman, agak hangat, hangat, dan panas”.

METODE

Penelitian ini akan dilakukan dengan pendekatan kuantitatif dengan metode eksperimen menggunakan teknik simulasi. Metode penelitian eksperimen menggunakan metode simulasi sebagai teknik penelitian yang utama, selanjutnya hasil dari simulasi akan digunakan untuk mengidentifikasi pola sebaran kondisi termal yang dipengaruhi oleh elemn ruang luar dan pola penataan taman air dengan konsep Arsitektur Tradisional Bali.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Termal Taman Tirta Gangga

Analisis pada obyek penelitian ini dilakukan selama tiga hari, tiga titik, dan tiga waktu yang berbeda.

Gambar 1.

Posisi alat ukur dan titik pengukuran di Taman Tirta Gangga

Obyek Taman Tirta Gangga memiliki lokasi yang dikelilingi persawahan hijau dan membentang luas di sisi selatan sedengakan disisi utara berbatasan langsung dengan bukit dengan vegetasi yang cukup rimbun. Tentunya kondisi tersebut akan berpengaruh besar terhadap kondisi iklim mikro dilokasi.

(4)

temperatur awal pengukuran 25,80C dan terus

mengalami peningkatan hingga mencapai temperatur tertinggi 28,60C pada pukul 08.30,

kemudian pengukuran terakhir menunjukan 26,40C. Dalam grafik diatas juga menunjukan

hubungan kelembaban udara dan temperatur, seperti terjadi pada pukul 07.35 ketika kelembaban udara mencapai puncak tertinggi 84,5% mengakibatkan temperatur menurun dan mencapai temperatur terendah yaitu 24,30C.

Sebaliknya ketika terjadi temperatur tertinggi 28,60C pada pukul 08.30, kelembaban menurun

ke titik terendah menjadi 67,3%.

Gambar 2.

Grafik temperatur dan kelembaban udara Taman Tirta Gangga pada pagi hari (Hari I, Titik 1)

Grafik diatas (gambar 2.) menunjukan pada awal pengukuran pukul 07.00 temperatur menunjukan 25,90C dan terus meningkat secara

simultan hingga akhir pengukuran pukul 09.00 menunjukan 29,10C. Sedangkan kelembaban

udara pada awal pengukuran menunjukan 81,3% dan yang terjadi hingga akhir pengukuran adalah penurunan kelembaban udara menjadi 72,6%. Grafik diatas juga menunjukan temperatur tertinggi yaitu 29,50C

terjadi pada pukul 08.25 dan 08.50, sedangkan terendah yaitu 25,90C terjadi pada awal

pengukuran dan pukul 07.25. Kemudian kelembaban udara tertinggi 81,3% terjadi pada pukul 07.00, sedangkan terendah 69,7% terjadi pada pukul 08.40. Hubungan antara temperatur dan kelembaban udara pada grafik menunjukan ketika terjadi kelembaban udara tertinggi maka berdampak penurunan temperatur, seperti kondisi pada awal pengukuran.

Gambar 3.

Grafik temperatur dan kelembaban udara Taman Tirta Gangga pada pagi hari (Hari II, Titik 2)

Tampak dalam grafik diatas (gambar 3.) terjadi kelembaban udara yang cukup stabil pada awal pengukuran pukul 07.00 hinggi pukul 08.10, kemudian setelahnya mengalami penurunan. Lebih rinci pada awal pengukuran kelembaban udara tercatat 78,9, kemudian mencapai puncak pada pukul 07.35 yaitu 84,5%, dan pengukuran terakhir mengalami penurunan yang menunjukan 75%. Terlihat

Gambar 4.

Grafik temperatur dan kelembaban udara Taman Tirta Gangga pada pagi hari (Hari III, Titik 3) Grafik diatas (gambar 4) menunjukan pada awal pengukuran pukul 07.00 temperatur udara 25,20C sedangkan kelembaban udara

menunjukan 78,2%, kemudian pada akhir pengukuran pukul 09.00 terjadi kenaikan temperatur menjadi 270C serta penurunan kelembaban udara menjadi 76,1%. Sedangkan temperatur tertinggi yaitu 29,10C terjadi pada

pukul 08.40 dan terendah yaitu 24,30C terjadi

pukul 07.15 dan 07.35. bersamaan dengan temperatur terendah pukul 07.35 terjadi kelembaban udara tertinggi mencapai 86%, sedangkan kelembaban terendah 68,3% terjadi pada pukul 08.40.

Kondisi yang jauh berbeda pada pengukuran pagi hari, dimana pada pengukuran siang hari terjadi kenaikan suhu yang cukup tinggi dari pengukuran terakhir pada pagi hari. Kondisi temperatur yang tinggi sepanjang pengukuran siang hari relatif stabil sejak awal pengukuran hingga akhir pengukuran. Seperti diperlihatkan pada grafik di bawah (gambar 5) yaitu pengukuran pada hari I dan di titik 1, dimana temperatur pada awal pengukuran pukul 11.00 mencapai 28,50C dan kelembaban udara sebesar

72%. Sedangkan pengukuran terakhir pukul 13.00 temperatur udara tercatat 29,80C dan kelembaban udara sebesar 70,5%. Kemudian dalam diagram juga memperlihatkan puncak tertinggi temperatur 32,60C pada pukul 11.50,

(5)

sedangkan temperatur terendah 28,50C terjadi

pada awal pengukuran. Kelembaban udara tertinggi terjadi pada pukul 12.30 sebesar 73,5%, sedangkan terendah 54,5% terjadi pada pukul 11.30.

temperatur udara 26,90C dan kelembaban udara 78,9%. Sedangkan pengukuran terakhir pukul 13.00 menunjukan temperatur 28,20C dan kelembaban udara sebesar 79,6%. Diagram diatas juga menunjukan temperatur tertinggi terjadi pada pukul 11.40 mencapai 31,70C dan pada waktu yang sama juga terjadi kelembaban udara terendah 65,7%. Sedangkan sebaliknya terjadi pada awal pengukuran terjadi temperatur terendah dan pada waktu yang sama pula terjadi kelembaban udara tertinggi.

Gambar 5.

Grafik temperatur dan kelembaban udara Taman Tirta Gangga pada siang hari (Hari I, Titik 1)

Grafik bawah (gamabar 6) merupakan hasil pengukuran pada hari II dan di titik 2 nampak kelembaban udara selama pengukuran cukup stabil, hanya ketika mendekati akhir pengukuran kelembaban meningkat drastis. Sedangkan temperatur sendiri pada awal pengukuran mengalami peningkatan kemudian penurunan kembali setelah separuh waktu pengukuran, namun mendekati akhir pengukuran mengalami peningkatan kembali. Lebih rinci pada awal pengukuran pukul 11.00 temperatur mencapai 27,30C dan kelembaban udara sebesar 74,4%. Hingga pengukuran terakhir pukul 13.00 menunjukan kenaikan temperatur menjadi 28,80C dan kelembaban udara sebesar 82,6%. Dalam diagram juga menunjukan temperatur tertinggi terjadi pada pukul 11.45 mencapai 32,20C, sedangkan temperatur terendah terjadi pada awal pengukuran. Kelembaban udara tertinggi terjadi pada pukul 12.55 sebesar 86%, sedangkan yang terendah 51,8% terjadi pada pukul 11.20.

Gambar 6.

Grafik temperatur dan kelembaban udara Taman Tirta Gangga pada siang hari (Hari II, Titik 2)

Grafik di bawah (gambar 7) merupakan hasil pengukuran pada hari III dan di titik 3, menunjukan pada awal pengukuran pukul 11.00

Gambar 7.

Grafik temperatur dan kelembaban udara Taman Tirta Gangga pada siang hari (Hari III, Titik 3) Grafik di bawah (gambar 8) menunjukan hasil pengukuran pada sore hari, hari I dan di titik 1. Terlihat terjadi penurunan temperatur yang cukup besar dari pengukuran terakhir pada siang hari, dimana pengukuran pada pukul 15.00 temperatur menunjukan 26,30C. Hingga akhir pengukuran temperatur nampak stabil dan terakhir tercatat 270C. Temperatur tertinggi terjadi pada pukul 15.10 yaitu 28,10C, sedangkan temperatur terendah 25,40C terjadi pada pukul 15.05 dan pada waktu itu pula terjadi kelembaban tertinggi 87,3%. Kemudian kelembaban terendah 65,6% terjadi pada pukul 15.50, dan hingga akhir pengukuran tercatat kelembaban udara 72,2%. Kelembaban sendiri pada pengukuran sore hari nampak tidak stabil.

Gambar 8.

Grafik temperatur dan kelembaban udara Taman Tirta Gangga pada sore hari (Hari I, Titik 1)

Hasil pengukuran pada hari II dan di titik 2 menunjukan kelembaban udara yang tidak stabil, sebaliknya temperatur udara tidak terjadi perbedaan yang mencolok pada setiap

(6)

pengukuran. Seperti terlihat dalam grafik di bawah (gambar 9) pada awal pengukuran kelembaban udara menunjukan 82,6% dan terakhir menunjukan 85,2%, namun ditengah pengukuran kelembaban mencapai titik terendah 53,5% dan tertinggi 87,3%. Kemudia temperatur pada awal penukuran tercatat 26,30C dan pada akhir pengukuran menunjukan temperatur 25,30C. Ketika temperatur tertinggi 27,80C pada pukul 15.45 kelembaban udara mencapai titik terendahnya, sedangkan temperatur terendah terjadi pada pukul 16.50 yaitu 25,20C.

siang hari pada waktu tertentu mencapai puncak temperatur tertinggi. Sedangkan Namun jika dilihat hasil pengukuran dilokasi pada pagi hari masih dapat diterima dalam batas kenyamanan yang dirasakan manusia antar pukul 07.00 – 08.30. Kemudian secara keseluruhan pada sore hari seperti ditegaskan sebelumnya diatas, bahwa selama tiga hari pengukuran selalu muncul mendung meski tidak sampai turun hujan. Hal tersebut jelas tampak pada hasil pengukuran suhu menurun drastis dengan kelembaban cukup tinggi. Dengan kondisi tersebut, maka keadaan termal keseluruhan pada sore hari masih dalam ambang batas kenyamanan.

Untuk melihat gambaran kedua variabel tersebut di atas secara menyeluruh dalam obyek Taman Tirta Gangga, maka dilakukakan simulasi dengan menggunakan ENVI-met 3.1 seperti yang nampak pada gambar 11 di bawah ini. Gambar 11 menunjukan bahwa areal permukaan kolam/air yang tersebar di areal taman ini memiliki temperatur yang lebih rendah dari areal lainnya. Hal tersebut didukung pula dengan kelembaban udara yang tinggi seperti tampak pada hasil simulasi di permukaan air tersebut, tentu dapat menekan temperatur udara. Pada pagi hari menjelang siang hasil simulasi pada pukul 13.00 kondisi temperatur udara hampir sama merata keseluruhan bagian site. Areal site yang didominasi oleh air berdampak pada pemerataan temperatur di sekitar areal kolam. Permukaan site yang tertutup hadr material seperti jalan setapa memiliki temperatur lebih tinggi dibandingkan dengan permukaan yang tertutupi rumput. Namun pada areal jalan setapak yang dekat dengan kolam, temperaturnya lebih rendah dibandingkan dengan jalan setapak yang agak jauh dari kolam. Ini menunjukan peran komponen air atau keberadaan kolam serta material rumput sebagai penutup site berperan pada penurunan temperatur udara.

Gambar 9.

Grafik temperatur dan kelembaban udara Taman Tirta Gangga pada sore hari (Hari II, Titik 2)

Diagram di bawah (gambar 10) menunjukan hasil pengukuran hari III dan di titik 3 pada sore hari. Terlihat pada awal pengukuran temperatur menunjukan 24,20C dan kelembaban menunjukan 86,6%. Hingga akhir pengukuran temperatur menjadi 25,20C dan kelembaban udara 80,3%. Temperatur tertinggi 27,40C dan kelembaban terendah terjadi pada pukul 16.35, sedangkan temperatur terendah dan kelembaban tertinggi terjadi pada awal pengukuran.

Gambar 10.

Grafik temperatur dan kelembaban udara Taman Tirta Gangga pada sore hari (Hari III, Titik 3)

Melihat keseluruhan grafik diatas dapat dikatakan kondisi termal di Taman Tirta Gangga bila dirata-ratakan 27,70C, dapat dikatakan masih dalam batas kenyamanan yang dapat dirasakan manusia (berdasarkan SNI T 03 -6572-2001). Walaupun bila dilihat kondisi

(7)

Gambar 11.

Simulasi temperatur Taman Tirta Gangga pada pukul 13.00

Persepsi Kenyamanan Taman Tirta Gangga Untuk mebandingkan kenyamanan termal dari hasil pengukuran lapangan dengan hasil pilihan dari persepsi pengunjung, maka nilai Clo dari model pakaian dominan yang diamati yaitu M10 (0,51) dan nilai Met juga dari aktivitas terbanyak yang ditemukan yaitu ibadah (1,2). Hasil comfort calculator menunjukan nilai PMV yaitu +0,3 seperti pada gambar 12 di bawah.

Gambar 12.

Hasil Simulasi Comfort Calculator pada Obyek Taman Tirta Gangga

Nilai PMV tersebut menunjukan kenyamanan termal di lokasi berdasarkan hasil rata-rata pengukuran di lapangan adalah kondisi “netral” (0). Berbeda dengan hasil kuesioner yang dibagikan kepada informan, seperti ditunjukan pada pembahasan sebelumnya dimana sebagian besar informan menyatakan kondisi “agak sejuk” yaitu 19 orang atau 53% dari seluruh informan. Sedangkan informan yang memilih kondisi “netral” hanya 3 orang atau 8%.

Faktor Pengaruh Kenyamanan Termal

Untuk melihat hasil simulasi dipilih waktu simulasi yang menghasilkan kondisi paling ekstrim (paling tidak nyaman) bagi pengunjung yaitu pukul 12.00. Waktu ini dipilih karena matahari diperkirakan berada diposisi tegak lurus dengan obyek dan diperkirakan juga temperatur mencapi puncak pada simulasi envi-met. Sehingga hasil simulasi dapat dianalisis komponen apa saja yang dapat mempengaruhi kenyamanan pada obyek, serta mengetahui kelemahan dan keunggulan dari obyek. Untuk melihat kondisi simulasi setiap obyek dapat dilihat pada gambar 13 di bawah.

Gambar 13.

Simulasi temperatur Taman Tirta Gangga pada pukul 12.00

Adapun hasil yang ditunjukan dari simulasi envimet di obyek tersebut, maka hal yang mempengaruhi diantaranya:

1. Kondisi temperatur terendah yang hampir merata diareal obyek penelitian. Ini disebabkan karena hampir sebagian besar areal site ditutupi oleh air.

2. Simulasi menunjukan peran keberadaan kolam air dapat menurunkan temperatur, akibat dari penguapan air yang berdampak bertambahnya kelembaban udara dan dihembuskan oleh angin kesekitar areal kolam.

3. Keberadaan kolam air di tengah site obyek penelitian tidak memberikan dampak banyak terhadap penuruanan temperatur udara terutama disisi kolam yang berlawanan dengan arah datangnya angin, dan juga yang berada disisi tegak lurus dengan arah datangnya angin.

4. Temperatur udara lebih rendah di areal permukaan site yang ditutupi rumput dibandingkan dengan matererial perkerasan seperti beton, paving, batu alam, dan pasangan batu sikat.

5. Jenis vegetasi yang memiliki tajuk yang rindang (mangga, beringin, bambu) dan dengan jarak yang rapat dapat menghalangi dan merubah alur angin.

6. Vegetasi dengan tajuk yang rindang juga dapat menambah kelembaban udara namun tidak berdampak pada penurunan temperatur karena kurang mendapat hembusan angin. 7. Vegetasi dengan tajuk yang rindang mampu

menaungi permukaan site yang tertutup material perkerasan dari terpaan sinar matahari yang dapat meningkatakan temperatur.

Berdasarkan penjelasan komponen berpengaruh pada hasil simulasi envimet

(8)

tersebut maka diketahui konsep-konsep arsitektur tradisional bali yang mempengaruhi kondisi kenyamanan termal diterapkan di kelima obyek penelitian diantaranya yaitu: 1. Konsep Pemutaran Mandara Giri, terkait

dengan keberadaan elemen air yang signifikan pada obyek penelitian.

2. Konsep Tat Twam Asi, terkait dengan pola penataan air yang mengelilingi bangunan atau areal obyek penelitian.

3. Konsep Tri Hita Karana, terkait dengan penerapan elemen alam terutama vegetasi. Sedangkan dua konsep lainnya dapat dikatakan tidak berpengaruh secara langsung terhadap kondisi kenyamanan termal. Seperti Konsep Kaja Kangin dan Konsep Bhuana Agung-Bhuana Alit yang lebih menekankan pada pola penataan nilai ruang pada site, walau pun pada aplikasinya juga mempengaruhi letak dari elemen air namun tidak berpengaruh signifikan terhadap kenyamanan termal.

SIMPULAN

Berdasarkan pembahasan serta analisis yang dipaparkan pada bab sebelumnya kemudian diperoleh temuan-temuan, maka dapat disimpulkan beberapa konsep yang berperan terhadap kenyamanan termal pada obyek penelitian, dan faktor yang mempengaruhi kenyamana termal di lokasi. Lebih rinci dapat dipaparkan sebagai berikut:

1. Konsep Taman Air Arsitektur Tradisional Bali yang berpengaruh secara langsung terhadap Tingkat Kenyamanan Termal, yaitu:

 Konsep Pemutaran Mandara Giri, konsep ini menekankan pada konsistensi keberadaan elemen air yang berperan pada penurunan temperatur melalui hembusan uap air.

 Konsep Tri Hita Karana, salah satu prinsip dalam konsep ini yaitu menjaga hubungan baik dengan lingkungan teraplikasi pada obyek penelitian dengan keberadaan elemen -elemen alam seperti vegetasi, baik yang sengaja ditanam maupun yang alami sehingga memberi kesan menyatu dengan alam. Ini berperan dengan keberadaan vegetasi mampu menaungi permukaan site yang berdampak pada penurunan temperatur udara.

2. Faktor yang mepengaruhi penurunan tingkat kenyamanan termal pada obyek penelitian, yaitu:

 Penggunaan hard material mendominasi sebagai penutup permukaan site, yang berperan meningkatkan temperatur udara.

 Kurangnya naungan yang menutupi permukaan site yang tertutupi hard material dari paparan sinar matahari.

3. Faktor yang mempengaruhi peningkatan kenyamanan termal pada obyek pernelitian, yaitu:

 Penggunaan elemen air yang mendominasi permukaan site dan mengelilingi areal site, berperan membantu penurunan temperatur dengan hembusan uap air/ meingkatkan kelembaban udara.

 Penggunaan material penutup site yang didominasi oleh soft material terutama rumput, sangat baik dalam penurunan temperatur.

 Penggunaan vegetasi pada beberapa titik di dalam site dan menaungi jalan setap dengan hard material, berperan mengurangi paparan sinar matahari langsung pada permukaan jalan setapak.

 Kondisi kenyamanan termal pada obyek penelitian berdasarkan persepsi pengunjung yaitu “netral”.

 Kondisi kenyamanan termal pada obyek penelitian berdasarkan pengukuran lapangan dengan simulasi comfort calculator yaitu “agak hangat”.

 Perbedaan tingkat kenyamanan termal berdasarkan hasil pengukuran lapangan (comfort calculator) dan persepsi pengunjung masih dalam rentan nyaman. Berdasarkan penelitian Karyono (2001), maka hasil simulasi comfort calkulator menunjukan “agak hangat” dan hasil persepsi pengunjung menunjukan “netral” masih dalam range yang nyaman bagi manusia.

Referensi

Fanger, P. (1970). Thermal Comfort: Analysis and Applications in Environmental Engineering. New York: Danish Technical Press.

Frick, H. (1996). Arsitektur dan Lingkungan. Yogyakarta: Kanisius.

Hakim, R. (1987). Unsur Perancangan Dalam Arsitektur Lansekap. Jakarta: Bina Angkasa.

Hakim, R. (2004). Komponen Perancangan Arsitektur Lansekap Prinsip – Unsur dan Aplikasi Desain. Jakarta: Bumi Aksara.

(9)

Holahan, C. J. (1982). Environmental psychology. New York: Random House.

Raharja, I. G. M. (2010). Konsep Ruang yang Mendasari Desain Interior Rumah Tinggal Tradisional Bali Madya/Bali Arya II.

Satwiko, P. (2009). Fisika Bangunan. Yogyakarta: Andi.

Sugini. (2007). Model Kenyamanan Termal Termo Adaptif Psikologis Pada Ruang Dalam Bangunan Di Yogyakarta. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Gambar

Grafik temperatur dan kelembaban udara Taman Tirta  Gangga pada sore hari (Hari II, Titik 2)

Referensi

Dokumen terkait

Non- repairable system atau expendable adalah suatu komponen jika mengalami kerusakan maka harus diganti dengan komponen yang baru yang artinya komponen tersebut tidak

Peningkatan konsentrasi gelatin menurunkan pH marshmallow karena gelatin yang digunakan memiliki pH antara 4,0 hingga 6,0 sedangkan pH ekstrak bit merah sebesar 6,3

Ini bukanlah misteri besar... turutilah , jaga dan lindungilah firman-Ku. Dan kita tidak melindungi firman dan perkataan-Nya... DARI orang lain. Kita melindungi firman-Nya

Hlm 9 Kemudian Allah berkata, "Hendaklah di dalam air berkeriapan banyak macam makhluk hidup, dan di udara beterbangan banyak burung - burung." Maka Allah

Pada tahun 2009 ini Kebun Raya “Eka Karya” Bali menggandeng kembali Universitas Udayana, beserta Penggalang Taksonomi Tumbuhan Indonesia dan Badan Lingkungan Hidup Provinsi Bali

Berdasarkan penelitian ini, penambahan ekstrak dari berbagai merek teh hijau kedalam jelly berpengaruh nyata terhadap kadar air, pH, aktivitas antioksidan, warna, dan kesukaan

Permohonan tersebut diajukan ke Pengadilan Agama setelah kehendak untuk melangsungkan pernikahan ditolak oleh Pegawai Pencatat Nikah (PPN) ditempat perkawinan yang

Minyak bekas juga mempunyai mempunyai kandungan trigliserida yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan asam lemak dan gliserol melalui reaksi