• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Yuridis Kesalahan Materil Akta Notaris dan Akibat Hukumnya (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No.635 Pdt.G 2013 PN.Mdn)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Yuridis Kesalahan Materil Akta Notaris dan Akibat Hukumnya (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No.635 Pdt.G 2013 PN.Mdn)"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

AKTA NOTARIS SEBAGAI AKTA OTENTIK YANG MEMILIKI KESALAHAN MATERIL

A. Tinjauan Yuridis Tentang Akta dan Macam-Macam Akta

Akta menurut A.Pitlo merupakan surat yang ditandatangani, diperbuat

untuk dipakai sebagai bukti, dan untuk dipergunakan oleh orang, untuk

keperluan siapa surat itu dibuat.32 Menurut Sudikno Mertokusumo, akta

adalah surat yang diberi tanda tangan yang memuat peristiwa-peristiwa yang

menjadi dasar suatu hak atau perikatan, yang dibuat sejak semula dengan

sengaja untuk pembuktian.33

Menurut Subekti, akta berbeda dengan surat, selanjutnya dikatakan

bahwa “kata akta bukan berarti surat melainkan harus diartikan dengan

perbuatan hukum, berasal dari kata acte yang dalam bahasa Perancis berarti

perbuatan”.

Dengan demikian akta merupakan surat yang

ditandatangani, memuat peristiwa-peristiwa atau perbuatan hukum dan

digunakan sebagai pembuktian.

34

Berdasarkan pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa yang

dimaksud dengan akta, adalah:35

1. Perbuatan (handeling) atau perbuatan hukum (rechtscandeling)

32 A.Pitlo, Pembuktian dan Daluwarsa, Alih Bahasa M.Isa Arief, (Jakarta: Intermasa,

1986), hal.52

33 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata di Indonesia, (Yogyakarta: Liberty,

1998), hal.116

34 R. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, 1980), hal.29

35 Victor M. Situmorang dan Cormentyna Sitanggang, Gross Akta dalam Pembuktian dan

(2)

2. Suatu tulisan yang dibuat untuk dipakai atau untuk digunakan sebagai

bukti perbuatan hukum tersebut, yaitu berupa tulisan yang diajukan kepada

pembuktian sesuatu.

Fungsi akta salah satunya adalah sebagai alat bukti, dan selanjutnya

mengenai alat bukti ini di dalam hukum perdata diatur dalam ketentuan Pasal

1866 KUHPerdata, terdiri dari:

1. Alat bukti tulisan,

2. Pembuktian dengan saksi-saksi,

3. Persangkaan-persangkaan,

4. Pengakuan, dan

5. Sumpah.

Pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan-tulisan otentik

maupun dengan tulisan-tulisan di bawah tangan. Tulisan-tulisan otentik

berupa akta otentik, yang dibuat dalam bentuk yang sudah ditentukan oleh

undang-undang, dibuat di hadapan pejabat-pejabat (pegawai umum) yang

diberi wewenang dan di tempat dimana akta tersebut dibuat.

Akta termasuk sebagai salah satu bukti tertulis, yang dibedakan

menjadi dua bagian yaitu:

1. Surat yang berbentuk akta,

2. Surat-surat lain yang bukan berbentuk akta.

Apa yang dikemukakan oleh Subekti diatas dalam memberikan

pengertian akta lebih menonjolkan pada isi akta, yaitu berisikian perbuatan

(3)

dalam suatu tulisan-tulisan yang digunakan sebagai alat bukti telah terjadinya

suatu ikatan. Oleh karena berisikan suatu perbuatan hukum antara para pihak

dan digunakan sebagai bukti, maka surat meskipun dibuat dalam bentuk

tertulis, namun karena tidak berisikan adanya perbuatan hukum, maka tulisan

tersebut tidak dapat disebut sebagai akta, tetapi surat biasa.

Selanjutnya mengenai syarat-syarat yang harus dipenuhi supaya surat

dapat disebut dengan akta dan memiliki kekuatan pembuktian terhadap adanya

perbuatan hukum yang telah dilakukan oleh para pihak yang berkepentingan,

maka akta tersebut harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Surat itu harus ditandatangani,

2. Surat itu harus memuat peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar suatu hak

atau perikatan, dan

3. Surat itu diperuntukkan sebagai alat bukti.

Surat yang berupa akta itu harus ditandatangani, kewajiban

penandatanganan ini dimaksudkan untuk mengetahui pihak-pihak yang

melakukan perbuatan hukum yang tanda tangannya dibubuhkan dalam surat

atau akta tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah pihak yang

membubuhkan tanda tangan tersebut mempunyai kekuasaan untuk itu.

Keharusan penandatanganan ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1869

KUHPerdata, yang menentukan bahwa: “suatu akta yang karena tidak

berkuasanya atau tidak cakapnya pegawai dimaksud atau karena cacat dalam

bentuknya tidak dapat diperlakukan sebagai akta otentik, namun demikian

(4)

ditandatangani oleh para pihak”. Jadi, apabila suatu surat tersebut adalah akta,

namun karena sesuatu hal, misalnya cacat bentuk atau sebab lain yang

berakibat cacatnya akta, meskipun akta tersebut otentik otomatis berubah

menjadi akta dibawah tangan bagi pihak-pihak yang menandatangani

akta-akta tersebut, sehingga derajat kekuatan pembuktiannya di bawah akta-akta otentik.

Mengenai unsur-unsur dan syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam

pembuatan akta otentik dapat dilihat di dalam ketentuan Pasal 1868

KUHPerdata yang dirumuskan sebagai berikut:

1. Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang.

Artinya jika bentuknya tidak ditentukan oleh Undang-Undang maka salah

satu unsur akta otentik itu tidak terpenuhi dan jika tidak dipenuhi unsur

dari padanya maka tidak akan pernah ada yang disebut dengan akta

otentik. Pasal 38 UUJN yang mengatur mengenai bentuk akta.

2. Akta itu harus dibuat oleh door atau dihadapan ten overstaan seorang

pejabat umum.

Pasal 1 angka 7 UUJN menentukan bahwa akta notaris adalah akta otentik

yang dibuat oleh atau di hadapan notaris menurut bentuk dan tata cara

yang ditetapkan dalam UUJN, dan secara tersirat dalam Pasal 58 ayat (2)

UUJN disebutkan bahwa notaris wajib membuat daftar akta dan mencatat

semua akta yang dibuat oleh atau di hadapan notaris.

3. Bahwa akta itu dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang

(5)

Wewenang notaris meliputi 4 (empat) hal, yaitu:36

a. Notaris harus berwenang sepanjang yang menyangkut akta yang harus

dibuat itu;

Wewenang notaris dalam pembuatan akta otentik sepanjang tidak

dikecualikan kepada pihak atau pejabat lain, atau notaris juga

berwenang membuatnya di samping dapat dibuat oleh pihak atau

pejabat lain, mengandung makna bahwa wewenang notaris dalam

membuat akta otentik mempunyai wewenang yang umum, sedangkan

pihak lainnya mempunyai wewenang terbatas. Pasal 15 UUJN telah

menentukan wewenang notaris.

b. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai orang-orang untuk

kepentingan siapa akta itu dibuat.

Meskipun notaris dapat membuat akta untuk setiap orang, tapi agar

menjaga netralitas notaris dalam pembuatan akta, ada batasan bahwa

menurut Pasal 52 UUJN notaris tidak diperkenankan untuk membuat

akta untuk diri sendiri, istri/suami atau orang lain yang mempunyai

hubungan kekeluargaan dengan notaris, baik karena perkawinan

maupun hubungan darah dalam garis keturunan lurus kebawah

dan/atau ke atas tanpa pembatasan derajat, serta dalam garis ke

samping sampai dengan derajat ketiga, serta menjadi pihak untuk diri

sendiri, maupun dalam suatu kedudukan ataupun dengan perantaraan

kuasa.

(6)

c. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai tempat, dimana akta itu

dibuat.

Pasal 18 ayat (1) UUJN menentukan bahwa notaris harus

berkedudukan di daerah kabupaten atau kota. Setiap notaris sesuai

dengan keinginannya mempunyai tempat kedudukan dan berkantor di

daerah kabupaten atau kota. Notaris mempunyai wilayah jabatan

meliputi seluruh wilayah propinsi dari tempat kedudukannya (Pasal 19

ayat (2) UUJN). Pengertian pasal-pasal tersebut bahwa notaris dalam

menjalankan tugas jabatannya tidak hanya harus berada di tempat

kedudukannya, karena notaris mempunyai wilayah jabatan seluruh

propinsi.

d. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai waktu pembuatan akta

itu.

Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya harus dalam keadaan

aktif, artinya tidak dalam keadaan cuti atau diberhentikan sementara

waktu. Notaris yang sedang cuti, sakit atau diberhentikan sementara

berhalangan untuk menjalankan tugas jabatannya. Agar tidak terjadi

kekosongan, maka notaris yang bersangkutan dapat menunjuk notaris

pengganti (Pasal 1 angka (3) UUJN).

Berdasarkan bentuknya akta terbagi menjadi atas akta otentik dan akta

dibawah tangan. Yang menjadi dasar hukumnya adalah Pasal 1867

KUHPerdata yaitu pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan

(7)

1. Akta Otentik

Akta otentik adalah akta yang dibuat oleh pejabat yang diberi

wewenang untuk itu oleh penguasa, menurut ketentuan-ketentuan yang telah

ditetapkan, baik dengan maupun tanpa bantuan dari yang berkepentingan,

yang mencatat apa yang dimintakan untuk dimuat di dalamnya oleh yang

berkepentingan. Akta otentik terutama memuat keterangan seorang pejabat,

yang menerangkan apa yang dilakukannya dan dilihat di hadapannya.37

Menurut C.A.Kraan, akta otentik mempunyai ciri-ciri sebagai

berikut:

Dalam Pasal 165 HIR dan 285 Rbg, akta otentik adalah suatu akta

yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang diberi wewenang untuk itu,

merupakan bukti yang lengkap antara para pihak dan para ahli warisnya dan

mereka yang mendapat hak daripadanya tentang yang tercantum di dalamnya

dan bahkan sebagai pemberitahuan belaka, akan tetapi yang terakhir ini hanya

diberitahukan itu berhubungan dengan perihal pada akta itu. Pejabat yang

dimaksudkan antara lain ialah notaris, panitera, jurusita, pegawai pencatat

sipil, hakim dan sebagainya.

38

a. Suatu tulisan dengan sengaja dibuat semata-mata untuk dijadikan bukti

atau suatu bukti dari keadaan sebagaimana disebutkan di dalam tulisan

dibuat dan dinyatakan oleh pejabat yang berwenang. Tulisan tersebut turut

ditandatangani oleh atau hanya ditandatangani oleh pejabat yang

bersangkutan saja.

37 Sjaifurrachman dan Habib Adjie, Op.Cit, hal. 99

38 Herlien Soerojo, Kepastian Hukum Hak Atas Tanah di Indonesia, (Surabaya: Arkola,

(8)

b. Suatu tulisan sampai ada bukti sebaliknya, dianggap berasal dari pejabat

yang berwenang.

c. Ketentuan peraturan perundang-undangan yang harus dipenuhi; ketentuan

tersebut mengatur tata cara pembuatannya (sekurang-kurangnya memuat

ketentuan-ketentuan mengenai tanggal, tempat dibuatnya akta suatu

tulisan, nama dan kedudukan atau jabatan pejabat yang membuatnya)

d. Seorang pejabat yang diangkat oleh negara dan mempunyai sifat dan

pekerjaan yang mandiri serta tidak memihak dalam menjalankan

jabatannya.

e. Pernyataan atau fakta dari tindakan yang disebut oleh pejabat adalah

hubungan hukum di dalam bidang hukum privat.

2. Akta di Bawah Tangan

Akta dibawah tangan adalah akta yang dibuat serta ditandatangani oleh

para pihak yang bersepakat dalam perikatan atau antara para pihak yang

berkepentingan saja.

Menurut Sudikno Mertokusumo, akta dibawah tangan adalah akta

yang sengaja dibuat untuk pembutkian oleh para pihak tanpa bantuan dari

seorang pejabat. Jadi semata-mata dibuat antara para pihak yang

berkepentingan.39

Dalam Pasal 101 ayat (b) Undang-Undang No. 9 Tahun 2004 tentang

Peradilan Tata Usaha Negara, menyatakan bahwa akta dibawah tangan adalah

surat yang dibuat dan ditandatangani oleh pihak-pihak yang bersangkutan

(9)

dengan maksud untuk dipergunakan sebagai alat bukti tentang peristiwa atau

peristiwa hukum yang tercantum di dalamnya.

Dalam Pasal 1874 KUHPerdata, menyatakan bahwa yang dianggap

sebagai tulisan dibawah tangan adalah akta yang ditandatangani di bawah

tangan, surat, daftar, surat urusan rumah tangga dan tulisan-tulisan yang lain

yang dibuat tanpa perantara seorang pejabat umum.

Adapun yang termasuk akta dibawah tangan adalah:40

a. Legalisasi

Yaitu akta dibawah tangan yang belum ditandatangani, diberikan pada

notaris dan dihadapan notaris ditandatangani oleh para pihak yang

bersangkutan, setelah isi akta dijelaskan oleh notaris kepada mereka. Pada

legalisasi, tanda tangannya dihadapan yang melegalisasi.

b. Waarmerken

Yaitu akta dibawah tangan yang didaftarkan untuk memberikan tanggal

yang pasti. Akta yang sudah ditandatangani diberikan kepada notaris untuk

didaftarkan dan diberi tanggal yang pasti. Pada waarmerken tidak

menjelaskan mengenai siapa yang menandatangani dan apakah

penandatanganan memahami isi akta. Hanya mempunyai kepastian tanggal

saja dan tidak ada kepastian tanda tangan.

Perbedaan antara akta otentik dengan akta dibawah tangan antara

lain:41

(10)

a. Akta otentik mempunyai tanggal yang pasti, sedang mengenai tanggal dari

akta yang dibuat di bawah tangan tidak selalu demikian.

b. Grosse dari akta otentik dalam beberapa hal mempunyai kekuatan

eksekutorial seperti putusan hakim, sedang akta yang dibuat dibawah

tangan tidak pernah mempunyai kekuatan eksekutorial.

c. Kemungkinan akan hilangnya akta yang dibuat di bawah tangan lebih

besar dibandingkan dengan akta otentik.

B. Bentuk-Bentuk Akta Otentik

Dari pengertian-pengertian akta otentik diatas, maka bentuk akta

otentik ada dua, yaitu:42

1. Akta yang dibuat “oleh (door) notaris atau yang dinamakan “akta relaas”

atau “akta pejabat” (ambtelijke akten).

akta pejabat merupakan akta yang dibuat oleh pejabat yang diberi

wewenang untuk itu dengan mana pejabat menerangkan apa yang dilihat

serta apa yang dilakukannya, jadi inisiatif tidak berasal dari orang yang

namanya diterangkan didalam akta. Ciri khas yang nampak pada akta

pejabat, yaitu tidak adanya komparisi dan notaris bertanggung jawab

penuh atas pembuatan akta ini. Notaris juga dilarang melakukan suatu

justifikasi (penilaian) sepanjang pembuatan akta pejabat.

2. Akta yang dibuat “di hadapan” (ten overstaan) notaris atau yang

dinamakan “akta partij (partij-akten).

(11)

akta yang dibuat dihadapan pejabat yang diberi wewenang untuk itu dan

akta itu dibuat atas permintaan pihak-pihak yang berkepentingan. Ciri khas

akta ini adanya komparisi atas keterangan yang menyebutkan kewenangan

para pihak dalam melakukan perbuatan melawan hukum yang dimuat

dalam akta.

Perbedaan diantara kedua golongan akta itu dapat dilihat dari bentuk

akta-akta itu, antara lain:43

1. Keharusan adanya tanda tangan pada “akta partij”.

Undang-Undang mengharuskan bahwa akta-akta partij, dengan diancam

akan kehilangan otentisitasnya atau dikenakan denda, harus ditandatangani

oleh para pihak yang bersangkutan atau setidak-tidaknya di dalam akta itu

oleh pihak atau para pihak yang bersangkutan, misalnya para pihak atau

salah satu pihak buta huruf atau tangannya lumpuh dan lain sebagainya,

keterangan mana harus dicantumkan oleh notaris dalam akta itu dan

keterangan itu dalam hal ini berlaku sebagai ganti tanda tangan.

2. Tanda tangan tidak merupakan keharusan bagi otentisitas dari “akta

pejabat”.

Untuk akta relaas tidak menjadi soal, apakah orang-orang yang hadir itu

menolak untuk menandatangani akta itu. Apabila misalnya pada

pembuatan berita acara rapat para pemegang saham dalam perseroan

terbatas orang-orang yang hadir telah meninggalkan rapat sebelum akta itu

ditandatangani, maka cukup notaris menerangkan di dalam akta, bahwa

(12)

para yang hadir telah meninggalkan rapat sebelum menandatangani akta

itu dan dalam hal ini akta itu tetap merupakan akta otentik.

3. Pada “akta partij” dapat digugat isinya, tanpa menuduh akan

kepalsuannya, dengan jalan menyatakan bahwa keterangan dari para pihak

yang bersangkutan ada diuraikan menurut sesungguhnya dalam akta itu,

akan tetapi keterangan itu adalah tidak benar. Artinya terhadap keterangan

yang diberikan itu diperkenankan pembuktian sebaliknya (tegenbewijs).

4. Terhadap kebenaran isi dari “akta pejabat” tidak dapat digugat, kecuali

dengan menuduh bahwa akta itu adalah palsu.

Akta notaris sebagai akta otentik mempunyai kekuatan nilai

pembuktian sebagai berikut:44

1. Kekuatan pembuktian lahiriah (uitwendige bewijskracht)

Kemampuan lahiriah akta notaris, merupakan kemampuan akta itu

sendiri untuk membuktikan keabsahannya sebagai akta otentik. Jika dilihat

dari luar (lahirnya) sebagai akta otentik serta sesuai dengan aturan hukum

yang sudah ditentukan mengenai syarat akta otentik, maka akta tersebut

berlaku sebagai akta otentik, sampai terbukti sebaliknya, artinya sampai ada

yang membuktikan bahwa akta tersebut bukan akta otentik secara lahiriah.

Dalam hal ini beban pembuktian ada pada pihak yang menyangkal

keotentikan akta notaris. Parameter untuk menentukan akta notaris sebagai

akta otentik, yaitu tanda tangan dari notaris yang bersangkutan, baik yang ada

(13)

pada minuta dan salinan dan adanya awal akta (mulai dari judul) sampai

dengan akhir akta.

Nilai pembuktian akta notaris dari aspek lahiriah, akta tersebut harus

dilihat apa adanya, bukan dilihat ada apa. Secara lahiriah tidak perlu

dipertentangkan dengan alat bukti yang lainnya. Jika ada yang menilai bahwa

suatu akta notaris tidak memenuhi syarat sebagai akta, maka yang

bersangkutan wajib membuktikan bahwa akta tersebut secara lahiriah bukan

akta otentik.

Penyangkalan atau pengingkaran bahwa secara lahiriah akta notaris

sebagai akta otentik menjadi bukan akta otentik, maka penilaian

pembuktiannya harus didasarkan kepada syarat-syarat akta notaris sebagai

akta otentik. Pembuktian semacam ini harus dilakukan melalui upaya gugatan

ke pengadilan. Penggugat harus dapat membuktikan bahwa secara lahiriah

akta yang menjadi objek gugatan bukan akta notaris.

2. Kekuatan pembuktian formil (formele bewijskracht)

Akta notaris harus memberikan kepastian bahwa sesuatu kejadian dan

fakta tersebut dalam akta betul-betul dilakukan oleh notaris atau diterangkan

oleh pihak-pihak yang menghadap pada saat yang tercantum dalam akta sesuai

dengan prosedur yang sudah ditentukan dalam pembuatan akta notaris.

Secara formal untuk membuktikan kebenaran dan kepastian tentang

hari, tanggal, bulan, tahun, pukul (waktu) menghadap, dan para pihak yang

(14)

(pada akta pejabat/berita acara), dan mencatatkan keterangan atau pernyataan

para pihak/penghadap (pada akta pihak).

Jika aspek formal dipermasalahkan oleh para pihak, maka harus

dibuktikan dari formalitas akta, yaitu harus dapat membuktikan

ketidakbenaran hari, tanggal, bulan, tahun, dan pukul menghadap,

membuktikan ketidakbenaran mereka yang menghadap, membuktikan

ketidakbenaran apa yang dilihat, disaksikan dan didengar oleh notaris, juga

harus dapat membuktikan ketidakbenaran pernyataan atau keterangan para

pihak yang diberikan/disampaikan di hadapan notaris, dan didengar oleh

notaris, juga harus dapat membuktikan ketidakbenaran apa yang dilihat,

disaksikan dan didengar oleh notaris, juga harus dapat membuktikan

ketidakbenaran pernyataan atau keterangan para pihak yang

diberikan/disampaikan di hadapan notaris, dan ketidakbenaran tandatangan

para pihak, saksi, dan notaris ataupun ada prosedur pembuatan akta yang tidak

dilakukan.

Pihak yang mempermasalahkan akta tersebut harus melakukan

pembuktian terbalik untuk menyangkal aspek formal dari akta notaris. Jika

tidak mampu membuktikan ketidakbenaran tersebut, maka akta tersebut harus

diterima oleh siapa pun.

Pengingkaran atau penyangkalan tersebut harus dilakukan dengan

suatu gugatan ke pengadilan umum, dan penggugat harus dapat membuktikan

bahwa pada aspek formal yang dilanggar atau tidak sesuai dalam akta yang

(15)

menghadap notaris pada hari, tanggal, bulan, tahun, dan pukul yang tersebut

dalam awal akta, atau merasa tanda tangan yang tersebut dalam akta bukan

tanda tangan dirinya. Jika hal ini terjadi, yang bersangkutan atau penghadap

tersebut menggugat notaris dan harus dapat membuktikan ketidakbenaran

aspek formal tersebut.

3. Kekuatan pembuktian material (materiele bewijskracht)

Merupakan kepastian tentang materi suatu akta, bahwa apa yang

tersebut dalam akta merupakan pembuktian yang sah terhadap pihak-pihak

yang membuat akta atau mereka yang mendapat hak dan berlaku untuk umum,

kecuali ada pembuktian sebaliknya. Keterangan atau pernyataan yang

dituangkan/dimuat dalam akta pejabat (atau berita acara), atau keterangan atau

para pihak yang diberikan/disampaikan di hadapan notaris (akta pihak) dan

para pihak harus dinilai benar berkata yang kemudian dituangkan/dimuat

dalam akta berlaku sebagai yang benar atau setiap orang yang datang

menghadap notaris yang kemudian keterangannya dituangkan/dimuat dalam

akta harus dinilai telah benar berkata.45

Jika ternyata pernyataan/keterangan para penghadap tersebut menjadi

tidak benar berkata, maka hal tersebut menjadi tanggung jawab para pihak

sendiri. Notaris terlepas dari hal semacam itu. Dengan demikian isi akta

notaris mempunyai kepastian sebagai yang sebenarnya, menjadi bukti yang

sah untuk diantara para pihak dan para ahli waris serta para penerima hak

mereka.

(16)

Jika akan membuktikan aspek materil dari akta, maka yang

bersangkutan harus dapat membuktikan bahwa notaris tidak menerangkan atau

menyatakan yang sebenarnya dalam akta (akta pejabat), atau para pihak yang

telah benar berkata (di hadapan notaris) menjadi tidak benar berkata, dan

harus dilakukan pembuktian terbalik untuk menyangkal aspek materil dari

akta notaris.

Ketiga aspek tersebut di atas merupakan kesempurnaan akta Notaris

sebagai akta otentik. Jika dapat dibuktikan dalam suatu persidangan di

pengadilan, bahwa ada salah satu aspek tersebut tidak benar, seperti

terrdapatnya kesalahan materil dalam akta notaris, maka akta yang

bersangkutan dapat menjadi batal demi hukum atau akta tersebut

didegradasikan kekuatan pembuktiannya sebagai akta yang mempunyai

kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan.

C. Kriteria Akta Notaris Dan Akibat Hukum Akta Otentik Yang Memiliki Kesalahan Materil

Kesalahan materil adalah kesalahan dari materi/isi akta yang awalnya

pembuatan akta tersebut telah sesuai dengan undang-undang dan isi akta

tersebut telah disepakati oleh para pihak namun adanya wanprestasi atau

perbuatan melawan hukum dari salah satu pihak yang mengakibatkan akta

tersebut tidak mempunyai kekuatan pembuktian akta otentik dan dalam hal ini

notaris tidak dapat disalahkan dikarenakan notaris telah membuat akta sesuai

dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.46

46 Hasil wawancara dengan Bapak Notaris Suprayitno, SH, MKn, Majelis Pengawas

(17)

Kesalahan materil adalah kesalahan dari isi akta dikarenakan adanya

pihak yang menyelundupkan perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan

akta tersebut tidak mempunyai kekuatan pembuktian secara materil walaupun

secara lahiriah dan formalnya sudah sesuai dengan ketentuan yang sudah

ditentukan oleh undang-undang maka akta yang mempunyai salah satu unsur

kesalahan tersebut langsung dapat batal secara hukum.47

1. Adanya Kesalahan Atas Isi Akta Notaris

Dari penjelasan mengenai kesalahan materil diatas dapat disimpulkan

kriteria akta notaris sebagai akta otentik yang memiliki kesalahan materil

adalah

kesalahan yang terjadi pada isi akta bisa terjadi apabila para pihak

memberikan keterangan yang pada saat pembuatan akta dianggap benar,

tetapi setelah itu kemudian ternyata tidak benar.

Misalnya:

a. Yang bersangkutan mengaku bahwa perempuan yang dibawanya

adalah istrinya, kemudian ternyata bukan istrinya.

b. Yang bersangkutan mengaku telah dewasa ternyata kemudian belum

dewasa.

c. Yang bersangkutan mengaku sebagai Warga Negara Indonesia

kemudian ternyata Warga Negara Asing.

d. Yang bersangkutan memberikan bukti-bukti pemilikan atas objek

perjanjian yang dikemudian hari ternyata bukti tersebut palsu.

47 Hasil wawancara dengan Bapak Notaris Yusrizal, SH, MKn, Ketua Pengurus Daerah

(18)

2. Sebab Cacat Kehendak

Perjanjian yang lahir dari kesepakatan dari bertemunya penawaran dan

penerimaan, pada kondisi normal adalah bersesuaian antara kehendak dan

pernyataan. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan bahwa

kesepakatan dibentuk oleh adanya unsur cacat kehendak wilsgebreke.48

a. Kekhilafan atau kesesatan (dwaling)

Perjanjian yang proses pembentukannya dipengaruhi adanya unsur cacat

kehendak tersebut mempunyai akibat hukum dapat dibatalkan

vernietigbaar. Dalam KUHPerdata terdapat 3 hal yang dapat dijadikan

alasan pembatalan perjanjian berdasarkan cacat kehendak, yaitu:

Terdapat kekhilafan atau kesesatan, hal ini terkait dengan hakekat

benda atau orang dan pihak lawan harus mengetahui atau

setidak-tidaknya mengetahui bahwa sifat atau keadaan yang menimbulkan

kesesatan bagi pihak lain sangat menentukan, terkait syarat dapat

dikenali atau diketahui.49

b. Paksaan (dwang)

Paksaan timbul apabila seseorang tergerak untuk menutup perjanjian

atau memberikan kesepakatan dibawah ancaman yang bersifat

melanggar hukum.50

c. Penipuan (bedrog)

Penipuan merupakan bentuk kesesatan yang dikualifisir. Maksud

dikualifisir artinya memang terdapat kesesatan salah satu pihak, namun

48 Sjaifurrachman dan Habib Adjie, Op.Cit, hal. 165 49 Pasal 1322 KUHPerdata

(19)

kesesatan ini disengaja oleh pihak lain. Jadi persamaan antara

kesesatan dan penipuan adalah adanya pihak yang sesat sedangkan

perbedaannya terletak pada unsur kesengajaan untuk menyesatkan

pada penipuan.51

3. Perbuatan Melanggar Hukum (Onrechtmatige Daad)

Perbuatan melanggar hukum merupakan perbuatan yang menimbulkan

kerugian, dan secara normatif perbuatan tersebut tunduk pada ketentuan

Pasal 1365 KUHPerdata.

Terdapat beberapa kriteria perbuatan melanggar hukum, antara lain:52

a. Melanggar Hak Subjektif Orang Lain

Suatu perbuatan atau tidak berbuat merupakan perbuatan melanggat

hukum apabila terjadi pelanggaran terhadap hak subjektif seseorang.

Yang dimaksud dengan hak subjektif adalah suatu kewenangan khusus

seseorang yang diakui oleh hukum, kewenangan itu diberikan

kepadanya untuk mempertahankan kepentingannya.

Hak-hak yang diakui sebagai hak subjektif, menurut yurisprudensi

antara lain:53

1) Hak-hak kebendaan serta hak-hak absolut lainnya (eigendom,

erfpacht, hak oktrooi dan lain-lain).

2) Hak-hak pribadi (hak atas integritas pribadi dan integritas

badaniah, kehormatan serta nama baik dan sebagainya).

3) Hak-hak khusus, seperti hak penghunian yang dimiliki seseorang

penyewa.

b. Bertentangan Dengan Asas Kepatutan, Ketelitian Dan Sikap Hati-Hati.

51

Pasal 1328 KUHPerdata

52Sjaifurrachman dan Habib Adjie, Op.Cit, hal.179

53 Setiawan, Aneka Masalah Hukum dan Hukum Acara Perdata, (Bandung: Alumni,

(20)

Kepatutan, ketelitian dan sikap hati-hati mewajibkan setiap orang

dalam memenuhi kepentingannya memperhatikan kepentingan orang

lain. Pemenuhan kepentingan seseorang haruslah dilaksanakan

sedemikian rupa, sehingga tidak berbahaya bagi kepentingan warga

masyarakat yang lain.

Dalam melaksanakan kepentingan tersebut seseorang haruslah

memperhatikan norma-norma kepatutan, ketelitian serta sikap

hati-hati, sehingga tindakannya tidak boleh membahayakan atau merugikan

orang lain. Dalam hal ia bertindak tanpa memperhatikan norma-norma

tersebut dan tindakannya itu menimbulkan kerugian bagi orang lain,

maka dapat dikatakan bahwa orang itu melakukan perbuatan

melanggar hukum.

Cacatnya akta notaris yang memiliki kesalahan materil dapat berakibat

hukum menimbulkan kebatalan bagi suatu akta notaris. Ditinjau dari sanksi

atau akibat hukum dari kebatalan dapat dibedakan menjadi:54

1. Batal demi hukum van rechtswege nietig

2. Dapat dibatalkan vernietigbaar

3. Non existent

Akibat hukum dari suatu akta yang memiliki kesalahan materilpada

prinsipnya dapat menjadi batal demi hukum, dapat dibatalkan atau non

existent, yaitu ketiganya mengakibatkan perbuatan hukum tersebut menjadi

54 Herlien Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata Di Bidang Kenotariatan,

(21)

tidak berlaku atau perbuatan hukum tersebut tidak mempunyai akibat hukum.

Titik perbedaannya pada waktu berlakunya kebatalan tersebut yaitu:55

1. Batal demi hukum, akibatnya perbuatan hukum yang dilakukan tidak

mempunyai akibat hukum sejak terjadinya perbuatan hukum tersebut

atau berdaya surut (ex tunc), dalam praktek batal demi hukum

didasarkan pada putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan

hukum tetap.

2. Dapat dibatalkan, akibatnya perbuatan hukum yang dilakukan tidak

mempunyai akibat hukum sejak terjadinya pembatalan dan dimana

pembatalan atau pengesahan perbuatan hukum tersebut tergantung

pada pihak tertentu yang menyebabkan perbuatan hukum tersebut

dapat dibatalkan. Akta yang sanksinya dapat dibatalkan, tetap berlaku

dan mengikat selama belum ada putusan pengadilan yang telah

mempunyai kekuatan hukum tetap yang membatalkan akta tersebut.

3. Non existent, akibatnya perbuatan hukum yang dilakukan tidak ada

atau non existent yang disebabkan tidak dipenuhinya essensialia dari

suatu perjanjian atau tidak memenuhi salah satu unsur, atau semua

unsur dalam suatu perbuatan hukum tertentu. Sanksi non existent

secara dogmatis tidak diperlukan putusan pengadilan namun dalam

praktek tetap diperlukan putusan pengadilan yang mempunyai

kekuatan hukum tetap dan implikasinya sama dengan batal demi

hukum.

(22)

Batal demi hukum tidak mensyaratkan inisiatif para pihak, karena

perjanjian oleh hukum dianggap tidak pernah ada. Elly Erawati dan Herlien

Budiono berpendapat bahwa batal demi hukum merupakan frasa di bidang

hukum yang bermakna sesuatu menjadi tidak berlaku atau tidak sah karena

berdasarkan hukum atau peraturan perundang-undangan). Batal demi hukum

menunjukkan bahwa tidak berlaku atau tidak sahnya sesuatu tersebut terjadi

seketika, spontan, otomatis dengan sendirinya, sepanjang persyaratan atau

keadaan yang membuat batal demi hukum itu terpenuhi.56

56Elly Erawati dan Herlien Budiono, Penjelasan Hukum Tentang Kebatalan Perjanjian,

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini adalah bertujuan untuk menge- tahui beberapa hal, yaitu: untuk mengetahui per- usahaan keluarga lebih banyak menggunakan au- ditor spesialis industri dibandingkan

atau tingkat berpikir kritis siswa dalam pemecahan masalah matematika.. pada materi

(Penelitian Tindakan Kelas terhadap Siswa Kelas VIII dalam mata pelajaran PKn diSMP Negeri 5

Namun dari beberapa pemilihan kata dan penyusunan kalimat ini, peneliti melihat bahwa perempuan masih menjadi sosok yang sering diposisikan sekaligus sebagai objek,

melalui penerapan metode pengeringan menggunakan bambu, mengembangkan diversifikasi produk olahan serta memanfaatkan limbah rumput laut sebagai pupuk organik cair

Perancangan konsep beverages vending machine ini dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu pembuatan desain morfologi, deskripsi konsep, kriteria pembobotan, kriteria

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Apakah kualitas pelayanan yang terdiri dari bukti fisik,

Selain melaksanakan tugas diatas camat mndptkn pelimpahan sbgn kewenangan BUP/WALKOT utk melaksanakan sbgn urusan pemerintahan yg mnjd kewenangan daerah