• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Ekspresi Imunohistokimia Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) dan Tumor-infiltrating lymphocytes (TILs) dengan Tipe Histopatologi dan Stadium Klinis Karsinoma Nasofaring

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Ekspresi Imunohistokimia Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) dan Tumor-infiltrating lymphocytes (TILs) dengan Tipe Histopatologi dan Stadium Klinis Karsinoma Nasofaring"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Histologi 2.1.1. Anatomi

Secara fungsional dan struktural faring terbagi atas tiga bagian, yaitu nasofaring, orofaring dan hipofaring. Nasofaring adalah bagian dari faring yang terletak di atas langit-langit lunak, dan memiliki dinding anterior, posterior dan lateral. Dinding anterior dilubangi oleh nares posterior (koana). Dinding posterior berupa lengkungan yang meliputi atap nasofaring, begitu juga bagian posterior dasar tengkorak. Dinding posterior meluas ke inferior dan pada tingkat proyeksi horisontal dari langit-langit lunak, berlanjut ke inferior sebagai dinding posterior orofaring. Dinding anterior dan posterior dihubungkan oleh dinding lateral ke tuba eustachius.1,13,14

(2)

Gambar 2.1. Anatomi nasofaring (dikutip dari Chan JKC,Bray F, McCarron. Pathology and Genetic Head and Neck Tumours)

2.1.2. Histologi

Pada orang dewasa¸ mukosa nasofaring mempunyai luas permukaan kira-kira 50 cm2. Sebagian besar dilapisi oleh epitel skuamosa berlapis, dan sekitar 40% dilapisi oleh epitel kolumnar tipe respiratorius. Epitel skuamosa terutama melapisi dinding anterior dan posterior bagian bawah, juga pada setengah bagian dari dinding lateral. Epitel kolumnar bersilia tipe respiratorius sebagian besar melapisi daerah nares posterior (koana) dan atap dinding posterior. Batas antara epitel skuamosa dan repiratorius mungkin tegas, atau mungkin terdapat zona epitel transisional atau intermediet, berupa sel-sel basaloid dengan sitoplasma minimal dan biasanya berbentuk kuboid atau bulat.1,13,14

(3)

Beberapa kelenjar seromusinus dapat dijumpai, tetapi tidak sebanyak yang terdapat di mukosa hidung.1,13,14

Gambar 2.2. Histologi nasofaring. Epitel pelapis nasofaring terdiri dari epitel transisional dengan stroma yang kaya jaringan limfoid (dikutip dari Mills SE. Histology for Pathologist)

2.2. Epidemiologi

Karsinoma nasofaring dapat dijumpai pada semua umur, namun sangat jarang terdapat penderita dengan usia di bawah 20 tahun. Prevalensinya antara usia 40-50 tahun. Perbandingan antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan adalah 2 berbanding 1. Di Amerika Serikat dilaporkan insidensi tumor ini kurang dari 1 dalam 100.000 populasi (NationalCancerInstitute, 2009).1,15,16

(4)

pada tahun 1980 adalah 4,7 per 100.000 populasi atau 7.000-8.000 kasus per tahun (Departemen Kesehatan Republik Indonesia). Di RSUP Haji Adam Malik Medan pada tahun 2002-2007 ditemukan 684 penderita karsinoma nasofaring.16

2.3. Etiologi

Etiologi karsinoma nasofaring belum diketahui secara pasti. Beberapa faktor risiko yang sering diidentifikasi sebagai penyebab karsinoma nasofaring antara lain adalah infeksi virus Epstein-Barr, faktor genetik, faktor lingkungan dan gaya hidup.1,4,5,17,18

Epstein, Barr dan Achong (tahun 1964) pertama kali melaporkan virus ini. Tidak hanya karsinoma nasofaring, beberapa penyakit telah dilaporkan berkaitan dengan infeksi virus Epstein Barr, diantaranya mononukleosis infeksiosa dan limfoma-Burkitt.1,4,5,17,18

Virus Epstein Barr tergolong virus DNA dari kelompok herpes. Terdapat reaksi antigen antibodi akibat infestasi virus ini. Dilaporkan adanya peningkatan antibodi

IgA terhadap viral capsid antigen (VCA) dan early antigen complex (EA) dan dijumpainya genom virus pada sel tumor. Karsinoma nasofaring diakibatkan oleh proliferasi klonal dari sel tunggal yang pada awalnya terinfeksi virus Epstein Barr. Protein viral laten (latent membrane protein 1 and 2) menyebabkan proliferasi dan pertumbuhan yang invasif pada karsinoma nasofaring.1,4,17,18

(5)

peranan penting pada patogenesis karsinoma nasofaring. Munir (2008) menemukan bahwa alel gen tertinggi pada penderita karsinoma nasofaring suku Batak adalah gen

HLA-DRB1*12 dan HLA-DQB*0301, sedangkan alel yang menyebabkan kerentanan timbulnya karsinoma nasofaring pada suku Batak adalah alel gen HLA-DRB1*08.19

Kebiasaan mengkonsumsi ikan asin dengan kandungan nitrosamin yang tinggi, paparan dengan karsinogenik, seperti benzopyrene, gas kimia, asap industri, asap obat nyamuk dan asap rokok, merupakan hal-hal yang diduga berperan penting dalam terjadinya karsinoma nasofaring. Beberapa penelitian epidemiologik mendukung hipotesa yang menyatakan bahwa seringnya mengkonsumsi ikan asin sebelum usia 10 tahun berkaitan erat dengan peningkatan risiko terjadinya karsinoma nasofaring.1,16,19

2.4. Diagnosis

Diagnosis karsinoma nasofaring ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik, radiologi, serologi dan pemeriksaan patologi.

2.4.1. Gejala

Pada karsinoma nasofaring, formula Digby menjelaskan bahwa setiap gejala mempunyai nilai diagnostik, dan berdasarkan jumlah nilai dapat ditentukan suatu karsinoma nasofaring.20

(6)

Gejala Nilai

Bila jumlah nilai mencapai 50, diagnosis klinis karsinoma nasofaring dapat dipertangungjawabkan. Sekalipun secara klinis jelas menunjukkan suatu karsinoma nasofaring, namun biopsi tumor primer mutlak dilakukan, selain untuk konfirmasi diagnosis histopatologi, juga menentukan subtipe histopatologi yang erat kaitannya dengan pengobatan dan prognosis.20

2.4.2. Pemeriksaan Fisik

(7)

Pembengkakan pada kelenjar getah bening terutama daerah mastoid, atau dalam muskulus sternokleidomastoideus, serta di bagian belakang angulus mandibula, maka sebaiknya dipertimbangkan adanya metastasis dari karsinoma nasofaring.16

2.4.3. Radiologi

Pemeriksaan radiologi sebagai pemeriksaan penunjang dapat dipergunakan untuk mengkonfirmasi adanya tumor pada nasofaring dan menentukan lokasi tumor, serta dalam membimbing tindakan biopsi untuk menghasilkan sediaan yang adekuat bagi pemeriksaan lebih lanjut. Pemeriksaan radiologi juga dapat memperlihatkan penyebaran tumor ke jaringan sekitarnya.16,18

CT-scan nasofaring dapat dilakukan untuk memperlihatkan adanya tumor pada

fossa Rosenmuller di stadium awal. Pada CT-scan, fossa Rosenmuler akan terlihat sebagai penebalan otot levator veli palatini dan obliterasi atau penumpulan sudut resesus setempat sehingga terlihat gambaran yang asimetris dalam rongga nasofaring.16,18

CT-scan berperan dalam membantu diagnosis karsinoma nasofaring, terutama dalam menentukan suatu proses dini di nasofaring, menentukan penyebaran tumor ke jaringan sekitar, menentukan stadium tumor, membantu tindakan radioterapi dan menilai hasil pengobatan dan menentukan kekambuhan dini.16,18

(8)

sensitif untuk menilai metastasis ke daerah retrofaring, kelenjar getah bening leher yang profunda dan ke sumsum tulang Ultrasonografi hepar dapat dilakukan apabila dicurigai telah terjadi metastasis ke hati.16,18

Gambar 2.3. A,B. Karsinoma nasofaring dengan infiltrasi lokal dilihat dengan MRI (dikutip dari Chan JKC,Bray F, McCarron. Pathology and Genetic Head and Neck Tumours)

2.4.4. Pemeriksaan Serologi

Infeksi Epstein-Barr virus (EBV) sebagai salah satu faktor penyebab berkembangnya karsinoma nasofaring menjadi dasar pemeriksaan ini. Titer antibodi terhadap EBV seperti IgA (Antibodi terhadap VCA-viral capsid antigen, maupun EA-early antigen) sebagai pemeriksaan serologi yang paling sering dipergunakan dengan hasil bervariasi sekitar 69-93%, meningkat sampai 8-10 kali lebih tinggi pada penderita karsinoma nasofaring dibandingkan penderita tumor lain maupun pada orang sehat. Pemeriksaan juga dapat dilakukan untuk follow-up pasca terapi untuk mendeteksi kemungkinan residif atau relaps. Hasil pemeriksaan serologi positif untuk

(9)

(DP), ribonucleotide reductase (RR), DNAase, dan Z transactivator protein (Zta) juga dapat memberikan diagnosis bila digunakan secara kombinasi.1

2.4.5. Pemeriksaan Patologi

2.4.5.1.Biopsi Aspirasi Jarum Halus pada Kelenjar Getah Bening Servikalis Sebagian besar karsinoma nasofaring ditemukan dengan pembesaran KGB di leher. Untuk membuktikan metastasis karsinoma nasofaring dilakukan biopsi aspirasi. Metastasis karsinoma ke KGB leher bukan hanya berasal dari nasofaring tetapi juga dari beberapa jaringan lain di sekitar kepala dan leher, bahkan dengan gambaran yang hampir sama, oleh karena itu perlu dibuktikan bahwa pembesaran KGB leher benar-benar merupakan metastasis karsinoma nasofaring. Biopsi jaringan mutlak dilakukan untuk konfirmasi diagnosis dalam menentukan tipe histopatologi.16,21

2.4.5.2. Biopsi Jaringan

Diagnosis pasti tumor nasofaring ditegakkan berdasarkan pemeriksaan histopatologi, yang dapat diperoleh dari sediaan biopsi jaringan. Biopsi dapat dilakukan dengan bantuan endoskopi. Penderita dalam posisi duduk atau setengah duduk, selanjutnya diberi anestesi lokal kemudian endoskop dimasukkan kedalam kavum nasi pada sisi yang berlawanan dengan sisi tumor. Setelah tumor terlihat, dimasukkan cunam biopsi melalui sisi lain dari kavum nasi. Dengan tuntunan endoskopi, dapat diambil jaringan biopsi yang adekuat dari tumor.17,18

(10)

terlalu sensitif, terdapat trismus, atau pada anak-anak, maka biopsi dilakukan dengan anestesi umum.17,18

2.5. Gambaran Klinis

Gejala yang sering ditemukan pada karsinoma nasofaring antara lain: (1) Gejala telinga: yaitu gejala yang timbul akibat penyumbatan tuba Eustachius oleh massa tumor antara lain tinnitus, rasa tidak nyaman di telinga, rasa tersumbat, berkurangnya pendengaran dan otitis media;(2) Gejala hidung: yang biasanya muncul adalah epistaksis ringan dan obstruksi hidung. Perdarahan hidung dapat terjadi berulang-ulang, sedikit-sedikit dan bercampur dengan ingus. Gejala obtruksi hidung biasanya menetap dan bertambah berat akibat massa tumor yang menutupi koana; dan (3) Pembesaran kelenjar getah bening leher yang merupakan gejala lanjut karsinoma nasofaring, merupakan keluhan yang paling sering menyebabkan penderita datang berobat. Hal ini diakibatkan oleh penyebaran karsinoma nasofaring secara limfogen.16,18

(11)

2.6. Klasifikasi Histopatologi

Klasifikasi histopatologi karsinoma nasofaring menurut WHO (2005) yaitu: (1) Keratinizing squamous cell carcinoma (ICD-O 8071/3); (2) Nonkeratinizing carcinoma (ICD-O 8072/3) yang mencakup differentiated dan undifferentiated subtype; (3) Basaloid squamous cell carcinoma (ICD-O 8083/3). 1

2.7. Pemeriksaan Patologi

2.7.1. Keratinizing Squamous Cell Carcinoma

Keratinizing squamous cell carcinoma (KSCC) adalah suatu karsinoma invasif dengan keratinisasi, dengan bentuk tumor yang irreguler. Pada pemeriksaan histopatologi menunjukkan stroma desmoplastik yang banyak diinfiltrasi oleh sel-sel limfosit, sel plasma, netrofil dan eosinofil. Sel-sel tumor dapat berbentuk poligonal atau stratified dengan batas antar sel yang jelas, inti sel hiperkromatik dengan sitoplasma yang banyak, serta dijumpai keratin pearl. 1,4,17,18,22,23

(12)

KSCC memiliki kecenderungan untuk berkembang secara lokal serta lebih sedikit adanya kemungkinan metastasis pada kelenjar getah bening. Tumor ini memiliki respon yang rendah terhadap radiasi dan prognosisnya buruk. Tipe ini tidak berhubungan dengan infeksi virus Epstein-Barr.1,4,22,23,24

2.7.2. Nonkeratinizing Carcinoma

Secara histopatologi Nonkeratinizing carcinoma terdiri dari lembaran padat, berbentuk pulau-pulau yang tidak teratur, lembaran yang diskohesif dan trabekula bercampur dengan limfosit dan sel plasma yang bervariasi jumlahnya.1

2.7.2.1. Differentiated subtype

(13)

Gambar 2.5. Non keratinizing carcinoma, differentiated subtype. A. Terdapat lapisan-lapisan tumor yang dipisahkan oleh limfosit dan sel-sel plasma. B. Pulau-pulau tumor dalam stroma yang kaya limfosit. C. Pola pertumbuhan trabekular (dikutip dari Chan JKC,Bray F, McCarron. Pathology and Genetic Head and Neck Tumours)

2.7.2.2. Undifferentiated subtype

Pada pemeriksaan histopatologi dapat dijumpai sel-sel tumor yang besar tersusun sinsitial dengan batas antar sel tidak jelas, inti vesikuler, bulat atau oval disertai dengan nukleoli yang besar di tengah. Sel-sel sering terlihat padat dan terkadang overlapping, kromatin inti lebih padat, sitoplasma sedikit dan eosinofilik.1,4,14,22,23

(14)

Pada undifferentiated subtype, terdapat dua bentuk pola pertumbuhan, yaitu tipe Regauds dan Schmincke. Tipe Regauds terdiri dari kumpulan sel-sel epitel dengan batas jelas yang dikelilingi oleh jaringan ikat fibrous dan sel-sel limfoid. Sedangkan tipe Schmincke berupa sel-sel epitelial neoplastik yang tumbuh difus dan bercampur dengan sel-sel radang.4

Gambar 2.7. Undifferentiated carcinoma. A. Tipe Regauds, terdiri dari sel-sel yang membentuk sarang-sarang padat. B. Tipe Schminke, terdiri sel-sel yang tumbuh membentuk gambaran syncytial

yang difus (dikutip dari Rosai J. Rosai and Ackerman’s Surgical Pathology)

2.7.3. Basaloid Squamous Cell Carcinoma

Tumor ini jarang dijumpai dan memiliki dua komponen yaitu sel-sel basaloid dan sel-sel skuamosa. Sel-sel basaloid berukuran kecil dengan inti hiperkromatin dan tidak dijumpai anak inti dan sitoplasma sedikit. Tumbuh dalam pola solid dengan konfigurasi lobular dan pada beberapa kasus dijumpai adanya peripheral palisading. Komponen sel-sel skuamosa dapat insitu atau invasif. Batas antara komponen basaloid dan skuamosa jelas.1,4,22,23

(15)

Gambar 2.8. Basaloid squamous cell carcinoma. Sel-sel basaloid menunjukkan pola pertumbuhan

festooning, sel-sel basaloid berselang-seling dengan diferensiasi skuamosa (dikutip dari Chan

JKC,Bray F, McCarron. Pathology and Genetic Head and Neck Tumours)

2.8. Pewarnaan Imunohistokimia

KSCC menunjukkan imunoreaktivitas terhadap pan-cytokeratin, high molecular-weight cytokeratin, dan secara fokal terhadap epithelial membrane antigen. KSCC yang diinduksi radiasi diketahui tidak berhubungan dengan virus

Epstein-Barr, namun secara denovo juga masih belum jelas hubungannya dengan virus Epstein-Barr. Beberapa literatur menyatakan bahwa virus Epstein-Barr hampir selalu positif pada daerah endemik, juga sering positif pada daerah dengan insidensi intermediet, sedangkan pada daerah dengan insidensi yang rendah hanya positif pada sebagian penderita. Pada in situ hybridization, gambaran inti dari EBER biasanya terlihat pada sel-sel dengan diferensiasi yang sedikit (sel-sel basal yang mengelilingi pulau-pulau tumor), tetapi tidak terlihat pada sel-sel dengan diferensiasi skuamosa yang jelas. Peranan human papillomavirus pada tipe ini masih belum jelas diketahui.1,4,22,23,24,26,27

(16)

secara uniformis, berbeda dengan undifferentiated carcinoma dari tempat lain, misalnya paru-paru atau tiroid, yang terwarnai secara fokal. Sel-sel tumor juga terwarnai positif kuat dengan high molecular weight cytokeratins (seperti cytokeratin 5/6, 34ßE12) dan sering terwarnai lemah dan kadang patchy dengan low molecular weight. Imunoreaktivitas terhadap epithelial membrane antigen biasanya memberi reaksi secara fokal saja. Pada kebanyakan kasus, pewarnaan dengan p63

menunjukkan reaksi positif kuat pada inti sel tumor. Dengan S100 protein akan memberi hasil positif pada sel-sel dendritik dengan jumlah yang bervariasi.

1,4,22,23,24,26,27

Pewarnaan imunohistokimia dengan VEGF menunjukkan bahwa over ekspresi VEGF berhubungan dengan progresivitas tumor dan prognosis buruk pada berbagai macam tumor, termasuk karsinoma nasofaring. Ekspresi VEGF

dibandingkan antara sampel jaringan yang diambil dari nasofaring normal, tumor jinak nasofaring, dan karsinoma nasofaring, dengan nilai ekspresi VEGF sebesar 10%, 40% dan 80%. Ekspresi VEGF meningkat pada karsinoma nasofaring stadium lanjut dengan perbandingan statistik yang signifikan.3

2.9. Klasifikasi TNM dan Stadium Klinis

Klasifikasi TNM dan penentuan stadium klinis karsinoma nasofaring menurut

(17)

Tabel 2.2. Klasifikasi TNM dari karsinoma nasofaring(dikutip dari Chan JKC,Bray F, McCarron. Pathology and Genetic Head and Neck Tumours)

Tumor primer (T) TX

T2b : Tumor dengan perluasan ke parafaring

Tumor menginvasi ke struktur tulang dan/atau sinus

paranasal

Tumor meluas ke intrakranial dan atau mengenai

nervus cranialis, fossa infratemporal, hipofaring,

orbita, atau masticator space

Terdapat pembesaran kelenjar getah bening > 6 cm

(18)

Berdasarkan klasifikasi TNM tersebut di atas, stadium klinis karsinoma nasofaring dapat ditentukan:1

Stadium 0 Tis N0 M0

Stadium I T1 N0 M0

Stadium IIA T2a N0 M0

Stadium IIB T1 N1 M0

T2a N1 M0

T2b N0, N1 M0

Stadium III T1 N2 M0

T2a, T2b N2 M0

T3 N0, N1, N2 M0

Stadium IVA T4 N0, N1, N2 M0

Stadium IVB Tiap T N3 M0

Stadium IV C Tiap T Tiap N Tiap M

2.11. Penatalaksanaan

Terapi utama bagi karsinoma nasofaring adalah radioterapi. Pengobatan tambahan berupa diseksi leher, faktor transfer, pemberian interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin dan anti virus. Seluruh pengobatan tambahan ini masih dalam penelitian, sedangkan kemoterapi masih pilihan utama sebagai ajuvan.25,28

(19)

Pada pasien yang dilakukan terapi radiasi harus diberikan perawatan yang bersifat paliatif. Pada pasien dengan tumor yang residif umumnya timbul metastasis pada tulang, paru, hati atau otak.1,25,28

2.11. Prognosis

Angka ketahanan hidup penderita karsinoma nasofaring dipengaruhi oleh faktor usia (dimana pada usia muda umumnya prognosis lebih baik), stadium klinis, dan lokasi metastasis regional (metastasis regional ipsilateral memiliki prognosis lebih baik dibandingkan metastasis kontralateral dan metastasis yang terbatas pada leher atas prognosisnya lebih baik dibandingkan metastasis pada leher bawah). Prognosis lebih buruk pada KSCC dibandingkan dengan tipe tumor lainnya.1,4,22

Pada Nonkeratining carcinoma, prognosisnya buruk jika dijumpai anaplasia dan atau plemorfisme, proliferasi sel yang tinggi (dihitung dengan mitosis atau dengan proliferasi yang dihubungkan dengan marker imunohistokimia), sedikitnya jumlah sel radang limfosit, tingginya densitas dari S-100 protein yang positif untuk sel-sel dendritik, dijumpai banyak pembuluh darah kecil serta adanya ekspresi c-erb B-2.1,4,22

2.12. Angiogenesis dan Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF)

(20)

diaktivasi oleh sel-sel kanker. Saat pertumbuhan tumor, TGF-β didukung oleh

Interleukin-8 (IL-8) dan basic Fibroblast Growth Factor (bFGF) membentuk molekul pro-angiogenik yang merupakan awal dari terjadinya angiogenesis. Angiogenesis ini juga sangat dipengaruhi oleh Vascular Endothelial Growth Factor

(VEGF) guna proliferasi sel endotel, motilitas dan permeabilitas vaskular.3,29,30 Angiogenesis berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan tumor dengan mensekresi faktor pertumbuhan. Di antara faktor pertumbuhan ini, VEGF dianggap sebagai faktor stimulasi pertumbuhan utama dalam angiogenesis yang berkaitan dengan tumor.9,29

VEGF manusia terletak pada kromosom 6p21.3 dan berperan penting dalam tahap awal pertumbuhan tumor dan neo-vaskularisasi. VEGF adalah mitogen yang sangat spesifik untuk sel-sel endotel vaskular. Lima isoform VEGF dihasilkan sebagai akibat dari alternative splicing gen VEGF tunggal. Isoform ini berbeda dalam massa molekul dan sifat biologis seperti kemampuan mereka untuk berikatan dengan

cell-surface heparin-sulfate proteoglycans. Ekspresi VEGF pada sel-sel tumor distimulasi oleh hipoksia, dengan mengaktifkan onkogen dan inaktivasi gen supresor tumor (p53) dan oleh berbagai sitokin. Sitokin adalah suatu molekul protein yang dikeluarkan oleh sel ketika diaktifkan oleh antigen. VEGF menginduksi proliferasi sel endotel, menaikkan migrasi sel, dan menghambat apoptosis. In vivo VEGF

(21)

abnormal. Akibatnya, penghambatan sinyal VEGF menghambat perkembangan berbagai tumor. Berbagai bentuk VEGF berikatan dengan dua reseptor tirosin kinase, yaitu VEGFR-1 (flt-1) dan VEGFR-2 (KDR /-Flk 1), yang terkespresi dalam sel endotel. Selain itu sel endotel juga mengekspresikan neuropilin-1 dan neuropilin-2 coreceptors, yang berikatan secara selektif dengan asam amino 165 VEGF

(VEGF165).9,31,32

Overekspresi VEGF telah dihubungkan dengan progresivitas tumor dan prognosis buruk pada berbagai macam tumor, termasuk karsinoma kolorektal, karsinoma lambung, karsinoma pankreas, kanker payudara, kanker paru dan melanoma, acute myeloid leukemia, karsinoma hepar dan karsinoma ovarium. Percobaan in vitro dan in vivo telah menunjukkan bahwa peningkatan ekspresi VEGF

berhubungan dengan pertumbuhan tumor dan metastasis, sedangkan penghambatan ekspresi VEGF menyebabkan penekanan pertumbuhan tumor dan tumor yang diinduksi angiogenesis.3,9

Beberapa penelitian pada berbagai jenis kanker telah mengkonfirmasi bahwa overekspresi VEGF sangat berhubungan dengan metastasis, angka kekambuhan dan ketahanan hidup, termasuk pada karsinoma nasofaring.3,10

2.13. Tumor-infiltrating lymphocytes (TILs)

(22)

penelitian menyebutkan bahwa TILs dapat menjadi salah satu biomarker potensial untuk prognosis suatu keganasan. Namun, hal ini masih dalam perdebatan.10,11 Awal tahun 1922, McCarfy et al. menjelaskan konsep TILs, dan menganggap bahwa infiltrasi limfosit ke jaringan tumor sebagai aktivitas antitumor dari sistem imun.12 Korelasi antara TILs dan keadaan klinis telah diteliti pada banyak keganasan, seperti karsinoma paru-paru, karsinoma kolorektal, karsinoma payudara, melanoma, karsinoma ovarium, karsinoma pankreas dan sebagainya.33

Tumor-infiltrating lymphocytes (TILs) sering ditemukan pada tumor, menunjukkan bahwa tumor memicu respon imun pada host. Hal ini disebut imunogenisitas tumor yang dimediasi oleh antigen tumor. Antigen inilah yang membedakan tumor dari sel normal, sehingga memberikan stimulus imunologi.34

Konsep imunoediting menggambarkan bagaimana sistem kekebalan tubuh dan sel tumor berinteraksi selama perkembangan kanker. Ini terdiri dari tiga tahap yang berbeda, disebut 'the three E’s', yaitu elimination, equilibrium dan escape.

Elimination memerlukan pemusnahan lengkap sel tumor oleh limfosit T. Dalam

equilibrium, muncul populasi sel tumor yang immune-resistant. Secara serentak, ada tekanan imunologi yang tak henti-hentinya pada sel tumor yang non-resistant. Fase ini dapat bertahan selama bertahun-tahun. Akhirnya, selama tahap escape, tumor telah mengembangkan strategi untuk menghindari deteksi imun atau kerusakan. Hal ini mungkin mengakibatkan hilangnya antigen tumor, sekresi penghambatan

(23)

Untuk tujuan diagnostik dengan pewarnaan Hematoxilin-Eosin (HE), penelitian yang terbaru menyatakan bahwa stromal TILs merupakan parameter yang superior dan lebih reproducible.Sedangkan intratumoral TILs lebih heterogenous dan sulit untuk diobservasi pada pewarnaan HE tanpa menggunakan pewarnaan imunohistokimia atau immunofluorescense.12

2.14. Kerangka Teori

Karsinoma nasofaring

- Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF)

- Tumor-infiltrating lymphocytes (TILs)

Tipe histopatologi

Stadium klinis

Gambar

Gambar 2.1. Anatomi nasofaring (dikutip dari Chan JKC,Bray F, McCarron. Pathology and Genetic Head and Neck Tumours)
Gambar 2.2. Histologi nasofaring. Epitel pelapis nasofaring terdiri dari epitel transisional dengan stroma yang kaya jaringan limfoid (dikutip dari Mills SE
Gambar 2.3.  A,B. Karsinoma nasofaring dengan infiltrasi lokal dilihat dengan Chan JKC,Bray F, McCarron
Gambar 2.4. ireguler dengan stroma desmoplastik (dikutip dari Chan JKC,Bray F, McCarron
+5

Referensi

Dokumen terkait

Pemeriksaan aktivitas antioksidan dilakukan terhadap fraksi n-heksan, diklorometan, dan metanol, yang masing-masing ditimbang 1 mg, kemudian dilarutkan dalam 1

8 Pengasahan batu akik harus memakai APD dalam bekerja 9 Meskipun bekerja singkat anda tetap memakai APD 10 Pemakaian APD sangat bermanfaat dalam proses. pengasahan batu akik

Untuk mempercepat pembungaan tanaman anggrek Dendrobium 'Sarifah Fatimah' dengan kualitas dan kuantitas bunga yang cukup baik dapat diberikan paklobutrazol dengan

______ murid dapat mencapai objektif yang ditetapkan dan ______ murid yang tidak mencapai objektif akan diberi bimbingan khas dalam sesi akan datang.

Pengembangan Sistem Informasi Karya Ilmiah Mahasiswa Berbasis Web di Perpustakaan Universitas Pendidikan Ganesha, Jurnal Sains dan Teknologi Vol.. Perancangan dan

Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan karakteristik ibu yang memiliki anak stunting di wilayah kerja Puskesmas Wonosari I yaitu rata-rata umur ibu yaitu 31 tahun,

Apa yang ditunjukkan pada desain anoda dengan rongga anoda lurus (Gambar 3a dan Gambar 3b) menunjukkan bahwa anoda dengan ruang ionisasi yang lebih besar ternyata menghasilkan

Peneliti lainnya telah menggunakan teknik pengecatan kromosom untuk mempelajari kerusakan kromosom translokasi pada sel darah limfosit perifer dari 6 astronot yang telah terbang