Bab ll Pengelolaan Kasus
A. Konsep Dasar Pengasuhan Keperawatan dengan Masalah Kebutuhan Dasar Mobilisasi dan Perawatan Diri
Kebutuhan aktivitas (mobilisasi) adalah kemampuan seseorang untuk berjalan
bangkit berdiri dan kembali ke tempat tidur, kursi, kloset duduk, dan sebagainya
disamping kemampuan menggerakkan ekstremitas atas. Kebutuhan ini diatur oleh
beberapa organ tubuh diantaranya tulang, otot, tendon, ligament, system saraf dan
sendi. Mobilisasi merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas,
mudah dan teratur yang bertujuan agar dapat memenuhi kebutuhan aktivitas dalam
mempertahankan ataupun meningkatkan tingkat kesehatan. Imobiltas atau imobilisasi
merupakan keadaan di mana seseorang tidak dapat bergerak secara bebas karena
kondisi yang mengganggu pergerakan aktivitas. Perawatan diri atau kebersihan diri
(personal hygiene) merupakan perawatan diri sendiri yang dilakukan untuk mempertahankan kesehatan baik secara fisik maupun psikologis. Pemenuhan perawatan
diri dipengaruhi berbagai faktor, diantaranya: budaya, nilai sosial pada individu atau
keluarga, pengetahuan terhadap perawatan diri, serta persepsi terhadap perawan diri
(A. Aziz, 2006).
1. Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan
untuk mengumpulakan informasi atau data tentang klien, agar dapat mengidentifikasi,
mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien, baik fisik,
mental, sosial dan lingkungan. Pengkajian yang sistematis dalam dalam keperawatan
dibagi dalam empat tahap kegiatan, yang meliputi: pengumpulan data, analisa data,
sistematika data dan penentuan masalah. Ada pula yang menambahkannya dengan
kegiatan dokumentasi data, meskipun setiap langkah dari proses dalam keperawatan
harus selalu didokumentasikan juga (D. Deden, 2012).
Tujuan Pengkajian
1. Untuk memperoleh informasi tentang keadaan kesehatan klien,
2. Untuk menentukan masalah keperawatan dan kesehatan klien,
4. Untuk membuat keputusan yang tepat dalam menentukan langkah-langkah
berikutnya.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pengkajian
1. Data yang dikumpulkan harus menyeluruh meliputi aspek bio-psiko-sosial dan
spiritual,
2. Menggunakan berbagai sumber yang ada relevansinya dengan masalah klien dan
menggunakan cara-cara pengumpulan data yang sesuai dengan kebutuhan klien,
3. Dilakukan secara sistematis dan terus-menerus,
4. Dicatat dalam catatan keperawatan secara sistematis secara terus-menerus.
Pengkajian keperawatan tentang mobilisasi
Pengkajian pada kebutuhan mobilisasi meliputi riwayat sekarang, penyakit
terdahulu, kemampuan fungsi motorik, kemampuan mobilitas, kemampuan rentang
gerak, perubahan intoleransi aktivitas, kekuatan otot, gangguan koordinasi dan
perubahan psikologi. Pengkajian pada pemenuhan kebutuhan mobilitas adalah sebagai
berikut:
a. Riwayat penyakit sekarang
Riwayat pasien saat ini meliputi alsan yang menyebabkan terjadi
keluhan/gangguan dalam mobilisasi, sperti adanya nyeri, kelelahan, tingkat
mobilisasi, daerah yang terganggu dan lama terjadinya gangguan.
b. Riwayat pengkajian penyakit terdahulu
Pengkajian riwayat penyakit yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan
mobilitas, misalnya adanya riwayat penyakit neurologis (peningkatan tekanan
intracranial, trauma kepala, kecelakaan cerebrovaskuler dan lain-lain)
c. Pengkajian terhadap kemampuan mobilitas
Pengkajian kemampuan mobilitas dilakukan dengan tujuan untuk menilai
Tabel 2.1 Tingkat Kemampuan Mobilisasi
Tingkat 4 Ketergantungan, tidak berpartisipasi dalam aktivitas
Tingkat 3 Membutuhkan bantuan orang lain dan peralatan atau alat bantu
Tingkat 2 Memerlukan bantuan orang lain untuk pertolongan, pengawasan, atau pengajaran
Tingkat 1 Memerlukan penggunaan peralatan atau alat bantu
Tingkat 0 Mandiri penuh
(Sumber: Wilkinson. J. M. 2015)
d. Kemampuan Rentang Gerak, (Range of Motion-ROM) dilakukan pada daerah
seperti bahu, siku, lengan, panggul, dan kaki.
Tabel 2.2 Kemampuan Rentang Gerak
Gerak Sendi
Derajat Rentang Normal Bahu Adduksi: gerakan lengan kelateral dari
posisi samping keatas kepala, telapak tangan 180
menghadap ke posisi yang paling jauh.
Siku Fleksi: angkat lengan bawah kearah depan
150 dan kearah atas menuju bahu.
Pergelangan tangan Fleksi: tekuk jari-jari
80-90 tangan kearah bagian dalam lengan bawah.
Ekstensi: luruskan pergelangan tangan dariposisi fleksi. 80-90
Hiperektensi: tekuk jari-jari tangan kearah 70-90
belakang sejauh mungkin.
Abduksi: tekuk pergelangan tangan kesisi
ibu jari ketika telapak tangan menghadap ke atas 0-20
Tangan dan Jari
Fleksi: buat kepalan tangan
Ekstensi: luruskan tangan 90
Hiperektensi: tekuk jari-jari tangan
30 kebelakang sejauh mungkin.
Abduksi: kembangkan jari tangan
20 Adduksi: rapatkan jari-jari tangan
20
e. Kekuatan Otot dan Gangguan Kordinasi, dalam mengkaji kekuatan otot dapat
dilakukan secara bilateral atau tidak. Derajat kekuatan otot dapat dibuat dalam
enam derajat (0-5) .
Tabel 2.3 Derajat Kekuatan Otot
Derajat 5 Kekuatan normal dimana seluruh gerakan dilakukan otot
dengan tahanan maksimal dari proses yang dilakukan
berulang-ulang tanpa menimbulkan kelelahan.
Derajat 4 Dapat melakukan range of motion (ROM) secara penuh dan dapat melawan tahanan organ.
Derajat 3 Dapat melakukan range of motion (ROM) secara penuh
dengan melawan gaya berat (gravitasi), tetap tidak dapat
melawan tahanan.
Derajat 2 Dengan bantuan atau menyangga sendi dapat melakukan
range of motion (ROM) secara penuh.
Derajat 1 Kontraksi otot minimal terasa/teraba pada otot
bersangkutan tanpa menimbulkan gerakan.
Derajat 0 Tidak ada kontraksi otot sama sekali.
(Sumber: (A. Aziz, 2006)
Pengkajian keperawatan tentang perawatan diri
Pengkajian keperawatan pada perawatan diri dilakukan dengan pemeriksaan
fisik kulit: Dengan menggunakan keterampilan inspeksi dan palpasi, perawat
melakukan pengkajian pada seluruh permukaan kulit pasien. Mencari perubahan pada
seluruh integument dalam tambahan pada perubahan sirkulasi, menentukan kebutuhan
klien untuk hygiene yang terus menerus, dan mencatat perubahan integument sebagai
respons terapi keperawatan dan media. Perawat menentukan kondisi kulit dengan
mengobservasi warna, tekstur, turgor, temperatur, dan dehidrasi kulit. Termasuk harus
mengkaji masalah kulit yang dipengaruhi cara-cara hygiene. Mencatat adanya
perubahan-perubahan pada kulit seperti: kulit kering akibat kebanyakan mandi,
penggunaan sabun yang berlebihan, penggunaan sabun yang kasar/keras, alkalin, dan
Perawat harus mengenal karakteristik kuliut normal agar dapat menemukan
kelainan yang terjadi pada pasien, yaitu:
a. Kulit halus dan kering,
b. Kulit utuh dan tidak memiliki abrasi,
c. Kulit terasa hangat jika dipalpasi,
d. Perubahan yang terlokalisasi dalam tekstur dapat dipalpasi pada permukaan kulit,
dan kulit lembut dan fleksibel,
e. Ada turgor yang baik (elastis dan tetap), dengan kulit yang secara umum halus,
f. Warna kulit beragam dari bagian tubuh satu ke bagian tubuh lainnya pada diri
seseorang, dengan rentang dari coklat tua ke merah muda-terang.
2. Analisa Data
Data dasar yang komprehensif adalah kumpulan data yang berisikan status
kesehatan klien, kemampuan klien untuk mengelola kesehatan dan keperawatan
terhadap diri sendiri dan hasil konsultasi medis atau profesi kesehatan lainnya.Data
fokus keperawatan adalah data tentang perubahan-perubahan atau respon klien terhadap
kesehatan dan masalahnya serta hal-hal yang mencakup tindakan pelaksanaannya
terhadap klien.Pengumpulan data adalah pengumpulan informasi tentang pasien yang
dilakukan secara sistematis untuk menentukan masalah kesehatan pada pasien.Dari
informasi yang terkumpul, didapatkan data dasar tentang masalah-masalah yang
dialami pasien.Data dasar tersebut digunakan untuk menentukan diagnosis
keperawatan, merencanakan asuhan keperawatan, serta tindakan keperawatan untuk
mengatasi masalah-masalah pasien (Potter and Perry 2005).
2.1.1 Tujuan Pengumpulan Data:
1. Memperoleh informasi tentang keadaan kesehatan pasien,
2. Untuk menentukan masalah kperawatan dan kesahatan pada pasien,
Untuk membuat keputusan yang tepat dalam menemukan langkah-langkah berikut ini:
1. Data Subjektif
Deskripsi verbal klien mengenai masalah kesehatannya. Pendapat lain data
subjektif adalah data yang didapatkan dari klien sebagai suatu suatu pendapat terhadap
situasi dan kejadian. Informasi tersebut tidak dapat ditentukan oleh perawat secara
indenpenden tetapi melalui interaksi dan komunikasi.Data subjektif diperoleh dari
riwayat keperawatan termasuk persepsi klien, perasaan dan ide tentang status
kesehatannya misalnya rasa nyeri, lemah, frustasi, pusing, mual, ketakutan, kecemasan,
ketidaktahuan dan sebagainya. Sumber data lain dapat diperoleh dari keluarga,
konsultan dan tenagan kesehatan lainnya dan dapat juga didasarkan pada pendapat klien
(D. Deden, 2012).
2. Data objektif
Data yang diperoleh langsung menggunakan panca indra (lihat, dengar, cium,
raba) selama proses pemeriksaan fisik. Misalnya: tekanan darah, frekuensi nadi,
pernapasan, berat badan, tinggi badan, edema, tingkat kesadaran (Nursalam, 2001).Data
memiliki tiga karakteristik data sebgai berikut:
a. Lengkap
Data lengkap guna membantu mengatasi masalah klien yang adekuat.Misalnya
klien tidak bisa tidur pada malam hari. Perawat harus mengkaji lebih dalam mengenai
masalah klien tersebut dengan cara menanyakan langsung kepada klien mengapa tidak
bisa tidur di malam hari? apakah klien merasakan nyeri atau gelisah? dan bagaimana
respon klien mengapa tidak bisa tidur di malam hari.
b. Nyata dan akurat
Perawat harus berpikir secara nyata dan akurat demi membuktikan kebenaran
atau tidaknya tentang apa yang di dengar, dilihat, diamati, dan diukur melalui
pemeriksaan ulang, apakah terdapat data yang validasi.Apabila perawat merasa kurang
jelas dengan hasil data yang didapat, perawat harus berkonsultasi kepada perawat yang
lebih mengerti.Bila perawat menemukan data yang tidak actual maka deperlukan
c. Relevan
Pencatatan data yang komprehensif biasanya menyebabkan banyak data yang
harus dikumpulkan. Kondisi seperti ini dapat diatasi dengan cara membuat data
komprehensif namun singkat dan jelas. Dengan mencatat data relevan sesuai dengan
masalah pasien merupakan data fokus terhadap masalah pasien susuai dengan situasi
khusus (Nursalam, 2001). Berikut beberapa sumber data yang terdiri dari:
a. Sumber data primer
Sumber data primer didapat langsung dari pasien dengan cara perawat
menggali informasi yang sebenarnya mengenai masalah kesehatan pasien.
b. Sumber data sekunder
Informasi dapat diperoleh melalui orang terdekat pasien, misalnya orangtua,
teman, suami, istri dan anak pasien.Bila pasien mengalami gangguan kesadaran,
keterbatasan dalam berkomunikasi.
c. Sumber data lainnya
Riwayat penyakit pasien: malalui pemeriksaan fisik dan catatan
perkembangan yang diperoleh dari terapis. Informasi yang diperoleh adalah hal-hal
yang difokuskan pada identifikasi patologis dan untuk menetukan rencana tindakan
keperawatan.
d. Konsultasi
Terapis memerlukan konsultasi dengan anggota tim kesehatan spesialis,
khusunya dalam menentukan diagnosa medis atau tindakan dalam merencanakan
dan melakukan tindakan medis.
e. Hasil pemeriksan diagnosis
Perawat dapat menggunakan hasil pemeriksaan laboratorium dan tes
diagnostic sebagai data objektif yang dapat disesuiakan dengan masalah kesehatan
pasien.Hasil pemeriksaan diagnostikadapat membantu mengevaluasi keberhasilan
f. Perawat lain
Jika pasien merukapan rujukan dari pelayanan kesehatan lainnya, maka
perawat harus meminta informasi kepada perawat yang telah merawat pasien
sebelumnya.
g. Kepustakaan
Data dasar pasien yang komprehensif, perawat dapat membaca literature
yang berhubungan dengan masalah pasien.
Metode pengumpulan data
Agar data dapat terkumpul dengan baik dan terarah, sebaiknya dilakukan penggolongan
atau klasifikasi data berdsarkan identitas klien, keluhuan utama, riwayat kesehatan,
keadaan fisik, psikologis, sosial, spiritual, intelegnsi, hail pemeriksaan dan keadaan
khusus lainnya. Cara yang baisa digunakan untuk pengumpulan data tentang klien
antara lain: komunikasi, pengamatan, pemeriksaan fidik, dan studi dokumentasi
(D. Deden, 2012).
3. Rumusan Masalah
Diagnosa keperawatan pada hambatan mobilisasi fisik dan defisit perawatan diri
harus aktual dan potensial bedasarkan pengumpulan data yang selama pengkajian
dimana perawat menyusun strategi keperawatan untuk mengurangi atau mencegah
bahaya berhubungan dengan kesejajaran tubuh buruk atau hambatan mobilisasi fisik
perawatan diri.
Diagnosa yang mungkin muncul pada hambatan mobilisasi fisik:
1. Intoleransi aktifitas yang berhubungan dengan kesajaran tubuh yang buruk dan
penurunan mobilisasi,
2. Risiko cedera yang berhubungan dengan ketidaktepatan mekanika tubuh,
ketidaktepatan posisi dan ketidaktepatan pemindahan yang buruk,
3. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan statis sekresi paru
dan ketidaktepatan posisi tubuh,
4. Ketidefektifan pola nafas yang berhubungan dengan penurunan pengembangan
5. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan pola nafas tidk simetris,
pengembangan paru dan penumpukan sekrresi paru,
6. Gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan keterbatasan mobilisasi,
tekanan permukaan kulit dan gaya gesek,
7. Gangguan eliminasi urine yang berhubungan dengan keterbatasan mobilisasi
dengan resiko infeksi dan retensi urine,
8. Inkontinensial total yang berhubungan dengan perubahan pola eliminasi dan
keterbatasan mobilisasi,
9. Risiko infeksi yang berhubungan dengan kerusakan integritas kulit dan statisnya
urine,
10. Gangguan pola tidur yang berhubungan dengan keterbatasan mobilisasi dan
ketidak nyamanan,
11. Risiko kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan pengurangan tingkat
aktifitas dan isolasi sosial,
12. Ketidakefektifan koping individu yang berhubungan dengan pengurangan tingkat
aktifitas dan isolasi sosial.
Diagosa yang mungkin muncul pada defisit perawatan diri (Depkes 2000) yaitu:
a. Penurunan kemampuan berhubungan dengan kelemahan otot,
b. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan fungsi motorik atau fungsi
kognitif,
c. Isolasi sosial berhubungan dengan kurangnya dukungan keluarga.
Tujuan diagnosa keperawatan
1. Masalah diamana adanya respon klien terhadap status kesehatan atau penyakit,
2. Factor yang menunjang atau menyebakan suatu masalah,
3. Kemampuan klien untuk mencegah atau menyelesaikan masalah,
4. Mengkomunikasikan maslah klien pada tim kesehatan,
5. Mendemonstrasikan tanggung jawab dalam indentifikasi masalah klien,
Komponen diagnosa keperawatan
Menurut NANDA: diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis tentang
respon individu, keluarga dan masyarakat tentang maslah kesehatan atau proses
kehidupan yang aktual maupun potensial. Diagnosa keperawatan harus didukung oleh
data dimana data diartikan sebagai “Devenisi karakteristi”. Devenisi karakteristi
tersebut dinamakan “tanda dan gejala”. Tanda adalah sesuatu yang dapat diobservasi
dan gejala adalah sesuatu yang dirasakan oleh klien. Diagnosa keperawatan ditetapkan
berdasarkan analisa dan interpretasi data yang diperoleh dari pengkajian perawatan
klien. Diagnosis keperawatan memberikan gambaran tentang masalah atau status
kesehatan klien yang nyata yang kemungkinan akan terjadi, dimana pemecahannya
dapat dilakukan dalam batas wewenang perawat (D. Deden, 2012).
Format rumusan penulisan diagnosa keperawatan
1) Problem (P/masalah)
Merupakan gambaran keadaan klien dimana tindakan keperawatan dapat
diberikan. Masalah adalah kesenjangan atau penyimpangan dari kedaan normal
yang seharusnya tidak terjadi. Tujuan: menjelaskan status kesehatan klien atau
masalah kesehatan klien secara jelas dan sesingkat mungkin.
2) Etiologi (E/penyebab)
Etiologi/faktor penyebab adalah faktor klinik dan personal yang dapat
merubah status kesehatan atau memengaruhi perkembangan masalah. Biasa
disebut related to dari pernyataan diagnosa keperawatan. Keadaan ini menunjukkan penyebab keadaan atau masalah kesehatan yang memberikan arah
terhadap terapi keperawatan. Penyebabnya meliputi: perilaku, lingkungan,
interaksi antara perilaku dan lingkungan.
3) Symptom (Tanda dan Gejala)
Merupakan data subjektif dan objektif yang ditemukan sebagai komponen
4. Perencanaan
Perencanaan mencakup pengembangan strategi desain untuk mencegah,
mengurangi atau mengoreksi masalah yang diidentifikasi pada diagnosa keperawatan.
Tahap ini dimulai setelah menentukan diagnosa keperawatan dan menyimpulkan
rencana dokumentasi. Perawat melakukan proses pemecahan masalah untuk
memprioritaskan masalah klien dan mendapatkan intervensi keperawatan dan
pengaturan permasalahan tiap-tiap klien dan pelaksanaan keperawatan utnuk mengobati
keadaan klien (Nursalam, 2001). Rencana asuhan keperawatan didasari oleh satu atau
lebih tujuan, yaitu sebagai berikut:
1. Meningkatkan kekuatan otot, ketahanan otot, dan fleksibilitas sendi,
2. Mempertahankan kesejajaran tubuh yang tepat,
3. Mengurangi cedera pada system kulit dan muskuluskeletal dan ketidaktepatan
mekanika,
4. Menunjukkan tingkat mobiliasi yang titandai dengan ketergantungan fisik individu
dalam merawat diri, memerlukan bantuan orang lain, memerlukan peralatan alat
bantu dan tidak dapat melakukan atau berppartisipasi dalam keperawatan,
5. Mencapai Range Of Motion (ROM) penuh atau maksimal,
6. Meningkatkan toleransi aktivitas,
7. Mencapai kemandirian dalam aktivitas perawatan diri personal hygiene (mandi,
berhias, makan, minum, BAB, BAK).
5. Kebutuhan Mobilitas dan Imobilitas
Mobilisasi merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas,
mudah dan teratur yang bertujuan agar dapat memenuhi kebutuhan aktivitas dalam
mempertahankan ataupun meningkatkan tingkat kesehatan (R. Sujono, 2015). Adapun
jenis-jenis mobilisasi adalah sebagai berikut:
1. Mobilitas penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh
dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi social dan menjalankan peran
sehari-hari. Untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh seseorang dalam melakukan
2. Mobilitas sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan
batasan jelas dan tidak mampu bergerak secara bebas karena dipengaruhi oleh
gangguan saraf motorik dan sensorik pada area tubuhnya. Kondisi tersebut dapat
dijumpai pada seseorang yang mengalami cedera atau patah tulang dengan
pemasangan traksi. Pada pasien dengan paraplegi dapat mengalami mobilitas
sebagian pada ekstremitas bawahnya karena kehilangan kontrol motorik danj
sensorik (R. Sujono, 2015). Mobilitas sebagian ini dibagi dua jenis, yaitu:
a. Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk bergerak
dengan batasan yang bersifat sementara. Hal ini dapat disebabkan oleh trauma
revelsibel pada system muskulusskeletar, contohnya adalah adanya dislokasi
sendi dan tulang.
b. Mobilitas sebagian permanen, merupakan kemampuan individu untuk bergerak
dengan batasan yang sifatnya menentap. Hal tersebut disebabkan oleh rusaknya
system saraf yang reversible, contohnya terjadinya hemiplegia karena stroke.
Paraplegi karena cedera tulang belakang, poliomyelitis karena terganggunya
system saraf motorik dan sensorik (R. Sujono, 2015).
5.1Faktor yang Mempengaruhi Mobilisasi
Mobilitas seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya:
1. Gaya Hidup. Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi kemampuan mobilitas
seseorang karena gaya hidup berdampak pada perilaku atau kebiasaan sehari-hari,
2. Proses Penyakit atau cedera. Proses penyakit dapat mempengaruhi kemampuan
mobilitas karena dapat mempengaruhi fungsi sistem tubuh. Sebagai contoh, orang
yang menderita fraktur femur akan mengalami keterbatasan pergerakan dalam
ekstremitas bagian bawah,
3. Kebudayaan. Kemampuan melakukan mobilitas dapat juga dipengaruhi
kebudayaan. Contoh, orang yang memiliki budaya sering berjalan jauh, memiliki
kemampuan mobilitas yang kuat sebaliknya ada orang yang mengalami gangguan
mobilitas karena adat dan budaya tertentu dilarang untuk beraktivitas,
4. Tingkat Energi. Energi adalah sumber untuk melakukan mobilitas. Agar seseorang
dapat melakukan mobilitas yang baik dibutuhkan energi yang cukup,
5. Usia dan Status Perkembangan. Terdapat perbedaan kemampuan mobilitas pada
tingkat usia yang berbeda.hal ini dikarenakan kemampuan atau kematangan fungsi
5.2 Imobilitas
5.2.1 Pengertian Imobilitas
Keadaan dimana individu tidak dapat bergerak dengan bebas karena kondisi
yang mengganggu pergerakan (aktivitas). Misalnya trauma tulang belakang, cedera
otak berat disertai fraktur pada ekstremitas dan sebagainya. Imobilisasi merupakan
pembatasan gerak atau keterbatasan fisik dari anggota badan dan tubuh itu sendiri
dalam berputar, duduk dan berjalan, hal ini salah satunya disebabkan oleh berada pada
posisi tetap dengan gravitasi berkurang seperti saat duduk atau berbaring
(A. Aziz, 2006).
5.2.2 Jenis Imobilitas
Ada beberapa jenis imobilitas yaitu sebagai berikut:
1. Imobilitas Fisik, merupakan pembatasan pergerakan secara fisik dengan tujuan
mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan, contohnya pada pasien
hemiplegi, dan fraktur,
2. Imobilitas Intelektual, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami
keterbatasan daya pikir, seperti pada pasien yang mengalami kerusakan otak akibat
suatu penyakit,
3. Imobilitas Emosional, merupakan keadaan ketika seseorang mengalamim
pembatasan secara emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam
menyesuaikan diri,sebagai contoh keadaan stres berat dapat disebabkan karena
adanya bedah amputasi ketika seseorang mengalami kehilangan bagian anggota
tubuh atau kehilangan sesuatu yang dicintai,
4. Imobilitas Sosial, keadaan individu yang mengalami hambatan dalam berinteraksi
sosial karena keadaan penyakitnya sehingga mempengaruhi perannya dalam
kehidupan sosial (A. Aziz, 2006).
5.2.3 Perubahan Sistem Tubuh Akibat Imobilitas
Dampak dari imobilisasi dalam tubuh dapat mempengaruhi sistim tubuh, seperti
perubahan pada metabolisme tubuh, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, gangguan
dalam kebutuhan nutrisi, gangguan fungsi gastrointestinal, perubahan sistim
pernapasan, perubahan kardiovaskuler, perubahan sistem muskuloskeletal, perubahan
1. Perubahan Metabolisme
Perubahan Metabolisme imobilitas dapat mengakibatkan proses anabolisme
menurun dan katabolisme meningkat.keadaan ini dapat beresiko meningkatkan
gangguan metabolisme. Beberapa dampak perubahan metabolisme diantaranya
adalah penurunan kecepatan metabolisme dalam tubuh (BMR), kekurangan energi
untuk perbaikan sel, dan juga mempengaruhi gangguan oksigenasi sel. Perubahan
metabolisme imobilitas dapat mengakibatkan proses anabolisme menurun dan
katabolisme meningkat.
2. Ketidakseimbangan Cairan Elektrolit
Terjadinya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sebagai dampak dari
imobilisasi adalah menurunya persediaan protein men dan konsentrasi prosein
serum yang berkurang, juga berkurangnya perpindahan cairan dari intravaskuler ke
interstisial menyebabkan udema, sehingga terjadi ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit. Imobilitas juga dapat mengakibatkan demineralisasi tulang akibat
menurunnya aktifitas otot, sedangkan meningkatnya demineralisasi tulang dapat
mengakibatkan reabsorbsi kalium.
3. Gangguan Perubahan Zat Gizi
Terjadinya gangguan zat gizi disebabkan menurunya pemasukan protein
dan kaloridapat mengakibatkan pengubahan zat-zat makanan pada tingkat sel
menurun, dimana sel tidak lagi menerima glukosa, asam amino, lemak, dan
oksigen dalam jumlah yang cukup untuk melaksanakan aktivitas metabolisme.
4. Gangguan Fungsi Gatrointestinal
Imobilitas dapat menurunkan hasil makanan yang dicerna,sehingga
penurunan jumlah masukan cukup dapat menyebabkan keluhan seperti perut
kembung, mual, dan nyeri lambung yang dapat menyebabkan gangguan eliminasi.
5. Perubahan Sistem Pernapasan
Imobilitas dapat menyebabkan terjadinya perubahan sistem pernapasan.
Akibat imobilitas, kadar hemoglobin menurun, sehingga menyebabkan aliran
6. Perubahan Kardiovaskuler
Perubahan kardiovaskuler akibat imobilitas adalah hipotensi ortostatik,
kemampuan syaraf otonom yang menurun. Pada posisi tetap dan lama reflek
neovaskuler akan menurun menyebabkan vasokonstriksi, kemudian darah
terkumpul pada vena bagian bawah sehingga darah ke sistem sirkulasi pusat
terhambat, sehingga jantung akan meningkatkan kerjanya. Terjadinya thrombus
juga disebabkan oleh meningkatnya vena statis yang merupakan hasil penurunan
konstraksi muscular sehingga meningkatkan arus balik vena.
7. Perubahan sistem Muskuloskeletal
a. Gangguan muskuler
Menurunya massa otot sebagai dampak imobilisasi dapat menurunkan
kekuatan otot secara langsung. Menurutnya kapasitas otot ditandai dengan
menurunnya stabilitas. Kondisi berkurangnya masa otot dapat menyebabkan atrovi
pada otot.
b. Gangguan skeletal
Adanya imobilitas juga dapat menyebabkan gangguang skeletal, misalnya
akan mudah terjadinya kontraktur sendi dan osteoporosis. Terjadinya kontraktur
dapat menyebabkan sendi dalam kedudukan yang tidak berfungsi. Osteoporosis
terjadi karena reaksoksi tulang semakin besar, sehingga yang menyebaknan jumlah
kalsium kedalam darah menurun dan jumlah kalsium yang dikeluarkan melalui
urine semakin besar (A. Aziz, 2006).
6. Pengertian Perawatan Diri
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi
kebutuhan guna mempertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai
dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika
tidak dapat melakukan perawatan diri (A. Aziz, 2006).Defisit perawatan diri adalah
gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri (mandi, berhias,
makan, minum, toileting) Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara
kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis, kurang
perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan perawatan
6.1 Jenis-jenis Perawatan Diri
1. Kurang perawatan diri: mandi/kebersihan
Kurang perawatan diri (mandi) adalah ganggaun kemampuan untuk melakukan
aktifitas mandi/kebersihan diri
2. Kurang perawatan diri: menggunakan pakaian/berhias
Kurang perawatan diri (berpakaian) adalah gangguan kemampuan memakai
pakaian dan aktifitas berdandan sendiri.
3. Kurang perawatan diri: makan
Kurang perawatan diri (makan) adalah gangguan kemampuan untuk menunjukkan
aktifitas makan.
4. Kurang perawatn diri: toileting
Kurang perawatn diri (toileting) adalah ganggaun kemampuan untuk melakukan
atau menyelesaikan aktifitas toileting sendiri (Nurjannah, 2007).
6.2 Etiologi Perawatan Diri
Menurut Potter and Perri (2006) Penyebab kurang perawatan diri adalah sebagai
berikut:
1. Kelemahan fisik
2. Penurunan kesadaran
Menurut Depkes (2000), penyebab kurang perawatan diri adalah:
1. Faktor predisposisi
a. Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan
inisiatif terganggu.
b. Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan
diri.
c. Kemampuan realistis turun
Klien dengan gangguan mobilisasi akan menyebabkan ketidakpedulian dirinya
d. Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya
situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.
2. Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presipitasi defisit perawatan diri adalah penurunan
motivasi, kerusakan kognisi atau persepsi, cemas, dan kelemahan yang dialami individu
sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan parawatan diri.
Menurut Depkes (2000), Faktor-faktor yang mempengaruhi personal hygiene adalah:
a. Body image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebrsihan diri, misalnya
dangan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan
dirinya.
b. Praktik sosisal
Pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri maka kemungkinan akan
terjadi perubahan pada personal hygiene
c. Status sosial ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi,
shampoo, alat mandi yang semua memelukan uang untuk menyediakannya
d. Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahua yang baik dapat
meningkatkan kesehatan.
e. Budaya
Di sebgaian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan dengan
alasan sakit akan bertambah parah
f. Kebiasaan seseorang
Kebiasaan orang berbeda-beda dalam memilih produk untuk perawatan diri.
g. Kondisi fisik atau psikis
Pola keadaan tertentu/sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu
Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene:
1. Dampak fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya
kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang sering terjadi ialah
ganggaun integritas kulit, gangguan membrane mukosa mulut, infeksi pada mata
dan telinga dan gangguan fisik pada kuku.
2. Dampak Psikososial
Malasah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah kebutuhan rasa
nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri
dan gangguan interaksi sosial.
6.3 Tanda dan GejalaDefisit Perawatan Diri
Adapun tanda dan gejala defisit perawatan diri adalah sebagai berikut:
a. Mandi/hygiene
Klien mengalami ketidakmampuan dalam membersihkan badan,
memperoleh atau mendapatkan sumber air, mengatur suhu atau aliran air mandi,
mendapatkan perlengkapan mandi, mengeringkan tubuh, serta masuk dan keluar
kamar mandi.
b. Berpakaian/berhias
Klien mempunyai kelemahan dalam meletakkan atau mengambil potongan
pakaian, menanggalkan pakaian, serta memperoleh atau menukar pakaian. Klien
juga memiliki ketidakmampuan untuk mengenakan pakaian dalam, memilih
pakaian, menggunakan alat tambahan, menggunakan kancing tarik, melepaskan
pakaian, menggunakan kaos kaki, mempertahankan penampilan pada tingkat yang
memuaskan, mengambil pakaian dan mengenakan sepatu.
c. Makan
Klien mempunyai ketidakmampuan dalam menelan makanan,
mempersiapkan makanan, menangani perkakas, mengunyah makanan,
menggunakan alat tambahan, mendapatkan makanan, membuka container,
memanipulasi makanan dalam mulut, mengambil makanan dari wadah lalu
memasukkannya ke mulut, melengkapi makan, mencerna makanan menurut cara
yang diterima masyarakat, mengambil cangkir atau gelas, serta mencerna cukup
d. Buang Air Besar/Buang Air Kecil (toileting)
Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam mendapatkan
jamban atau kamar kecil, duduk atau bangkit dari jamban, memanipulasi pakaian
B. ASUHAN KEPERAWATAN KASUS 1. Pengkajian
PROGRAM DIII KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN USU
FORMAT PENGKAJIAN PASIEN
I. BIODATA IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. M
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 74 tahun
Status perkawinan : Duda
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Siti Rejo III
Golongan darah : AB
Tanggal pengkajian : 18 Mei 2016
Diagnosa medis : Stroke Iskemik
II. KELUHAN UTAMA
Saat di kaji klien mengatakan anggota gerak sebelah badan tidak bisa
digerakkan (hemiparese sinistra), kekuatan otot klien 0.Klien mengatakan tidak bisa berjalan dan tidak bisa melakukan aktivitas bila tidak dibantu.
III. RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG
A. Provokative/palliative
1. Apa penyebabnya
Klien memiliki riwayat penyakit hipertensi yang diturunkan oleh ayah
klien, sejak umur 40 tahun klien sudah mengalami gejala hipertensi, namun
klien tidak memperhatikan pola hidup sehat seperti berolahraga, istirahat yang
Klien juga memiliki kebiasaan mengonsumsi makanan dengan kandungan
garam dan makanan yang mengandung lemak tinggi, dan klien tidak suka
mengonsumsi buah dan sayuran.
2. Hal-hal yang memperbaiki keadaan
Bila hipertensi klien abnormal klien biasanya mengonsumsi obat dan
istirahat yang cukup.Ketika klien mengalami stroke pada tahun 2007 silam klien
dirawat di Rumah Sakit selama 1 bulan.Namun klien merasakan tidak ada
perubahan pada keadaan klien selama klien dirawat dan klien memutuskan
untuk pulang dan dirawat di rumah.
B. Quantity/quality
1. Bagaimana dirasakan
Klien merasakan anggota gerak sebelah kiri tidak bisa digerakkan
Bagaimana dilihat
Kelemahan ektremitas atas dan bawah sebelah kiri, kekuatan otot klien 0, dalam
melakukan aktivitas personal hygiene (mandi, BAB, BAK) dibantu oleh
keluarga, klien tidak mampu berjalan dan bila dibantu klien hanya menyeret
kaki.
C. Region
1. Dimana lokasinya
Anggota gerak sebelah kiri yang dimulai dari lengan sampai ke jari-jari kaki.
2. Apakah menyebar
Tidak menyebar.
D. Severity
Klien sudah tidak bisa lagi menggerakkan ekstremitas atas dan bawah sebelah
IV. RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU A. Penyakit yang pernah dialami
Klien mengatakan sudah mengalami stroke sejak 10 tahun yang lalu
B. Pengobatan/tindakan yang dilakukan
Klien mengatakan berobat ke klinik dan berobat ke rumah sakit.
C. Pernah dirawat/dioperasi
Klien mengatakan pernah dirawat dirumah sakit Mitra Medika 10 tahun yang
lalu.
D. Lama dirawat
Klien mengatakan dirawat lebih kurang satu bulan ketika di rumah sakit Mitra
Medika dan sekarang klien tidak berobat kerumah sakit lagi.
E. Alergi
Klien mengatakan tidak memilki riwayat alergi
F. Imunisasi
Klien mengatakan tidak pernah mendapatkan imunisasi.
V. Riwayat kesehatan keluarga A.Orangtua
Klien mengatakan ayah klien menderita stroke
B. Saudara kandung
Klien mengatakan keluarga kandung memiliki riwayat hipertensi
C. Penyakit turunan yang ada
Pada garis keturunan, keluarga klien memiliki penyakit turunan yaitu hipertensi
yang diturunkan oleh ayah klien.
D. Anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa
Tidak ada keluarga yang memilki riwayat atau mengalami gangguan jiwa.
E. Anggota keluarga yang meninggal
Anggota keluarga yang meninggal yaitu istri klien, meninggal karena sakit lever
23 tahun silam.
VI. Riwayat keadaan psikososial
A. Persepsi pasien tentang penyakitnya
Klien berpersepsi bahwa penyakit yang dideritanya sekarang berupa teguran
dari Yang Maha Kuasa, agar tetap selalu ingat pada_Nya dan mensyukuri
B. Konsep diri
a. Gambaran diri: klien menerima seluruh bagian tubuhnya, tanpa merasa ada yang
kurang.
b. Ideal diri: idealnya klien ingin sembuh, agar bisa melaksanakan semua
aktivitasrutinnya.
c. Harga diri: klien cukup dihargai di lingkungan sekitar dan dalam pengambilan
keputusan dalam lingkungan keluarga.
d. Peran: klien berperan sebagai orangtua yang memilki 10 anak, dan sebagai
kakek bagi cucunya.
e. Identitas: klien sebagai seorang duda yang ditinggal mati oleh istrinya.
C. Keadaan emosi
Keadaan emosi klien labil, klien tidak mau patuh bila anak klien memberi nasehat.
D. Hubungan sosial
a. Orang yang paling berarti: cucu adalah orang yang berarti bagi klien,
b. Hubungan dengan keluarga: hubungan klien dengan keluarga baik, terlihat ketika
klien ingin melakukan aktivitas, anggota keluarga secara bergantian membantu
klien,
c. Hubungan dengan orang lain: hubungan klien dengan orang lain baik, tampak
masyarakat sekitar sering datang menjenguk dan memberikan makanan kepada
klien,
d. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain: klien tidak memiliki hambatan
dalam berhubungan dengan orang lain, hanya saja saat ini klien sakit dan klien
membatasi aktivitas.
E. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan: klien meyakini Allah SWT sebagai Tuhan yang berkuasa atas
segalanya dan hanya kepada-Nya tempat memohon, dan sholat lima waktu
merupakan kewajiban yang harus dikerjakan dalam agamanya.
b. Kegiatan ibadah: sebelum sakit klien sholat lima waktu, dan melakukan ibadah
sunnah lainnya, saat ini klien juga masih melakukan sholat lima waktu sambil tidur
VII. PEMERIKSAAN FISIK A. Keadaan umum
Aktivitas sehari-hari klien dibantu oleh keluarga personal hygiene (mandi, BAB,
BAK). Kekuatan otot klien 0, klien hanya mampu berbaring dan duduk tanpa di
B. Tanda-tanda vital
Suhu tubuh : 36,2O
Tekanan darah : 190/100 mmHg. C.
Nadi : 81 x/menit.
Pernafasan : 21 x/menit.
C. Pemeriksaan Head to toe Kepala dan rambut
a. Bentuk: bulat.
b. Ubun-ubun: normal, fontanel berada di tengah, tidak terdapat lesi. c. Kulit kepala: bersih.
Rambut
a. Penyebaran dan keadaan rambut: penyebaran tidak merata, halus, dengan rambut
keriting.
b. Bau: normal bau rambut.
Wajah
a. Warna kulit: sawo matang.
b. Struktur wajah: simetris.
Mata
a. Kelengkapan dan kesimetrisan: normal, simetris antara dextra dan sinistra, strabismus (-).
b. Palpebra: normal, dapat menutup dan membuka mata, tidak ada kemerahan.
c. Konjungtiva dan sklera: konjungtiva tidak anemis, sklera putih tidak ikterik, tidak
ada kemerahan.
d. Pupil: Isokor (sama kanan kiri), posisi di tengah.
Hidung
a. Tulang hidung dan posisi septum nasi: normal, berada di tengah
b. Lubang hidung: normal, simetris antara dextra dan sinistra,tidak ada terpasang selang NGT, tidak ada terpasang nasal kanul O
c. Cuping hidung: tidak ada pernapasan cuping hidung.
Telinga
a. Bentuk telinga: simetris antara dextra dan sinistra.
b. Ukuran telinga: normal.
c. Lubang telinga: normal, bersih, tidak ada otitis media.
d. Ketajaman pendengaran: normal tidak ada lateralisasi telinga kanan dan kiri.
Mulut dan faring
a. Keadaan bibir: kering, tidak ada labioskizis.
b. Keadaan gusi dan gigi: kurang bersih, tampak flak banyak menempel pada gigi.
c. Keadaan lidah: lembab.
d. Orofaring: normal, tampak klien tidak mengalami gangguan dalam proses
menelan.
Leher
a. Posisi trakea: berada di tengah.
b. Tiroid: tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
c. Suara: jelas
d. Kelenjar limfa: tidak ada pembengkakan pada kelenjar limfa.
e. Vena jugularis: tidak ada pembengkakan vena jugularis
f. Denyut dan nadi karotis: Teraba kuat.
Pemeriksaan integumen
a. Kebersihan: kulit bersih.
b. Kehangatan: akral hangat
c. Warna: sawo matang.
d. Turgor: kembali < 3 detik.
e. Kelembaban: kulit teraba lengket
f. Kelainan kulit: tidak ada kelainan pada kulit.
Pemeriksaan payudara dan ketiak
Payudara simetris antara dextra sinistra, tidak dijumpai massa, tidak ada trauma, dan tidak ada pembengkakan pada aksila.
Pemeriksaan torak/dada
a. Inspeksi torak: normal, tidak terdapat lesi dan massa.
b. Pernafasan: pola nafas reguler 21x/menit.
Pemeriksaan paru
a. Palpasi getaran suara: Simetris antara dextra dan sinistra ketika klien bernafas.
Pemeriksaan jantung
a. Inspeksi: Keduabelah dada simetris antara dextra dan sinistra, tidak ada lesi atau massa.
b. Palpasi: pulsasi atau denyutan lebih terasa pada daerah dada jantung sebelah kiri
dibandingkan dengan denyutan pada daerah dada jantung sebelah kanan.
c. Auskultasi: suara jantung normal.
Pemeriksaan abdomen
a. Inspeksi: normal, tidak ada massa, bentuk abdomen datar.
b. Auskultasi: peristaltik 6x/menit.
c. Palpasi: Tidak ada nyeri tekan, tidak dijumpai massa, tanda acites (-).
d. Perkusi: Timpani.
Pemeriksaan musculoskeletal/ekstremitas
a. Kesimetrisan : simetris antara dextra sinistra.
b. Kekuatan otot : dextra 5 dan sinistra 1. c. Edema : tidak ada edema.
Pemeriksaan neurologi
a. Nervus olfactorius: hidung bersih, klien mampu membedakan bau kopi dan bau pisang
b. Nervus optikus: mampu membaca dalam jarak 30 cm.
c. Nervus okulamotorik, Troclehar, danAbducen: bola mata dapat melihat kearah vertikal, horizontal, dan rotatoar, pupil isokor,pupil mengecil ketika diberi
rangsangan cahaya.
d. Nervus trigeminus: otot masetter dan temporalis sebagai otot mengunyah normal. e. Nervus facialis: klien dapat menggelembungkan pipi, mengerutkan dahi,
tersenyum, dan tertawa.
f. Nervus cholearis: klien dapat mendengarkan bunyi arloji.
g. Nervus glosofaringeus: uvula berada di tengah, tidak ada tanda meradang. h. Nervus vagus: klien mampu menelan.
i. Nervus Accecoris: klien mampu mengangkat bahu sebelah kanan, kiri tidak, klien
mampu menoleh ke kiri dan ke kanan, klien mampu mendekatkan telinga kanan
ke bahu kanan, klien tidak mampu mendekatkan telinga kiri ke bahu kiri.
Fungsi motorik: klien dapat mengangkat tangan kanan, dan tidak bisa mengangkat
tangan kiri, klien dapat mengangkat kaki kanan dan tidak bisa
mengangkat kaki kiri dan klien bisa duduk
Fungsi sensorik: klien mampu membedakan benda yang tumpul dan tajam, dapat
merasakan rabaan benda yang bertekstur halus dan kasar, dapat
membedakan panas dan dingin.
Reflek: reflek patelar kaki kanan dan kaki kiri (+)
X. POLA KEBIASAAN SEHARI-HARI I. Pola makan dan minum
a. Frekuensi makan/hari: 3 kali.
b. Nafsu/selera makan: selera makan klien baik.
c. Nyeri ulu hati: tidak ada.
d. Alergi: tidak ada riwayat alergi.
e. Mual dan muntah: tidak ada mual dan muntah.
f. Waktu pemberian makan: pagi pukul 07, siang pukul 12.30, dan sore pukul 20.00
wib.
g. Jumlah dan jenis makan: jenis makanan yang diberikan yaitu nasi dengan lauk
yang berbeda setiap harinya.
h. Waktu pemberian cairan/minum: cairan yang dikonsumsi klien yaitu satu liter
per 24 jam (termasuk kuah sayuran, susu).
i. Masalah makan dan minum: tidak ada masalah.
II. Perawatan diri/personal hygiene
a. Kebersihan tubuh: klien mandi satu atau dua kali sehari
b. Kebersihan gigi dan mulut: kurang bersih terdapat flak gigi dan karies.
c. Kebersihan kuku kaki dan tangan: bersih.
III. Pola kegiatan/aktivitas
Uraian aktivitas pasien untuk mandi, makan, eliminasi, ganti pakaian, dilakukan secara mandiri, sebahagian, atau total.
Aktivitas klien dibantu oleh keluarga, seperti mengganti, personal hygine, mandi,
Uraian aktivitas ibadah pasien selama dirawat/sakit
Selama sakit klien tetap melakukan ibadah semampu klien
IV.Pola eliminasi Buang Air Besar (BAB)
a. Pola BAB: klien melakukan BAB satu atau dua hari sekali
b. Karakter feses: saat normal feses berbentuk, dan berwarna kuning.
c. Riwayat perdarahan: tidak ada riwayat perdarahan.
d. BAB terakhir : 1 hari yang lalu.
e. Diare: tidak ada.
f. Penggunaan laksatif: klien mengatakan tidak pernah menggunakan laksatif
Buang Air Kecil (BAK)
a. Pola BAK: 3 kali sehari
b. Karakter urin: jernih dan terkadang kuning
c. Kesulitan BAK: tidak ada kesulitan dalam BAK.
d. Riwayat penyakit ginjal/kandung kemih: tidak ada riwayat penyakit ginjal.
e. Penggunaan diuretik: tidak ada penggunaan diuretik.
ANALISA DATA
Data Subjektif: Klien
mengatakan tidak bisa
menggerakkan ekstremitas atas
dan bawah sebelah kiri
Data Objektif:
a. Kelemahan otot
ekstremitas
b. paralisis
c. Kekuatan otot
ekstremitas 0
d. Gerakan melambat
e. Keterbatasan
Data Subjektif: Klien
mengatakan tidak bisa
melakukan perawatan diri
mandi dan perawatan diri
setelah eliminsi
Data Objektif:
1. Penurunan kekuatan
dan ketahanan
2. Ketidakmampuan
Stroke
Gangguan
muskuluskeletal
Hilangnya fungsi dari
bagian yang lumpuh
Keterbatasan pergerakan
Keterbatasan/gangguan
mobilisasi
Ketidakmampuan
melakukan perawatan diri
Hambatan Mobilitas
Fisik
Defisit Perawatan
membersihkan anggota
tubuh dan
ketidakmampuan
membersihkan diri
setelah eliminasi
3. Rumusan Masalah
a. Hambatan Mobilitas Fisik
b. Defisit Perawatan Diri
4. Diagnosa Keperawatan
a. Hambatan mobilitas fisik b/d kelemahan otot pada ekstremitas atas dan
bawah sebelah kiri d/d kekuatan otot 0
b. Defisit perawatan diri b/d penurunan kekuatan dan ketahanan otot d/d kulit
PERENCANAAN KEPERAWATAN DAN RASIONAL
Hari/
Tanggal
No
Dx Perencanaan Keperawatan
Selasa, 24
Mei 2016
1 Tujuan:
Menunjukkan tingkat mobilitas, ditandai dengan indiator (0-4)
ketergantungan, membutuhkan bantuan orang lain dan alat.
Penampilan yang seimbang
Penampilan posisi tubuh
Pergerakan sendi dan otot
Melakukan perpindahan/ambulasi (Berjalan)
Kriteria hasil:
1. Klien mampu melakukan latihan rentang gerak pada
sendi/ektremitas yang terganggu
2. Klien mampu untuk berjalan tanpa alat bantu
3. Klien mampu melakukan aktifitas secara mandiri
Rencana tindakan Rasional
Dx 1 1. Kaji tingkat mobilisasi pasien
dengan tingkatan 0-4 secara
berkala
2. Kaji kekuatan
otot/kemampuan fungsional
mobilitas dengan sendi
menggunakan skala kekuatan
otot 0-5 secara teratur
3. Ajarkan dan dukung pasien
dalam latihan ROM aktif/pasif
untuk mempertahankan atau
meningkatkan kekuatan dan
ketahanan otot
4. Berikan penguatan positif
selama aktifitas
1. Menunjukkan perubahan
tingkat mobilitas pasien
setiap hari
2. Menentukan perubahan
tingkatan kekuatan otot
klien setiap hari
3. ROM aktif/pasif untuk
mempertahankan atau
meningkatkan kekuatan
dan ketahanan otot
4. Untuk
mempertahankan/mening
katkan mobilisasi sendi
Hari/
Tanggal
No
Dx Perencanaan Keperawatan
Selasa, 24
Mei 2016
2 Tujuan:
Dalam dua kali 24 jam pasien mampu memenuhi kebutuhan
hygiene mandi, makan, berpakaian dan toileting.
Kriteria hasil:
a. Mampu melakukan pearwatan diri mandi
b. Mampu berpakaian
c. Mampu untuk menyiapkan makanan
d. Mampu membersihkan diri setelah toileting
Rencana tindakan Rasional
Dx 2 1. Kaji kemampuan klien
dalam perawatan diri secara
mandiri dengan cara
melatihnya
2. Kaji kebutuhan klien untuk
kebersihan pribadi mandi
dan toileting
3. Pantau adanya perubahan
kemampuan fungsi
4. Dukung kemandirian dalam
melakukan mandi, hygiene
mulut dan toileting, dan
bantu jika diperlukan
dengan cara melatihnya
5. Berikan pendidikan
kesehatant entang
kebersihan diri pada pasien
1. Data dasar dalam Intervensi
2. Untuk mempersiapkan alat
bantu
3. Meningkatkan pengetahuan
pasien
4. Memandirikan pasien
5. Menambah pengetahuan
PELAKSANAAN KEPERAWATAN
Hari/
Tanggal No Dx Implementasi Keperawatan Evaluasi
Rabu, 25
Mei
2016
Dx 1 1. Mengkaji tingkat
mobilisasi pasien dengan
tingkatan (0-4) secara
berkala
2. Mengkaji kekuatan otot
atau kemampuan
fungsional mobilitas
sendi dengan
menggunakan (skala
kekuatan otot 0-5)
secara teratur
3. Memonitor tanda-tanda
vital
4. Mendukung latihan
ROM aktif pada tangan
dan kaki kiri pasien
5. Menginstruksikan pasien
pada aktifitas sesuai
kemampuannya
S: Pasien mengatakan sulit
untuk menggerakkan tangan
dan kaki kirinya
O:
1. Mobilisasi tingkat 2
2. Kekuatan otot 0
A: Masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
Mendorong pasien untuk
melatih pasien untuk
melakukan ROM pasif
Dx 2 1. Monitor kemampuan klien
dalam perawatan diri secara
mandiri
2. Memantau kebutuhan pasien
untuk kebersihan pribadi,
mandi dan toileting
3. Mendorong pasien untuk
melakukan aktivitas normal
sehari-hari dengan tingkat
kemampuan
4. Mendorong kemandirian
pasien, namun intervensi
ketika pasien mampu
melakukan
5. Mengajarkan keluarga untuk
mendorong kemandirian
pasien, namun campur
tangan ketika pasien tidak
mampu melakukannya
6. Memberikan pendidikan
kesehatan tentang
pentingnya kebersihan diri
pada pasien
S: pasien mengatakan tidak
bisa membersihkan tubuh
dan melakukan aktivitas
toileting
O:
1. Pasien tidak bisa
perawatan diri mandi
2. Pasien mampu
berpakaian sendiri
3. Pasien mampu
makan sendiri
4. Pasien tidak bisa
membersihkan diri
setelah eliminasi
A: masalah belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan
monitor kemampuan klien
dalam perawatan diri secara
Hari/
Tanggal No Dx Implementasi Keperawatan Evaluasi
Kamis,
26 Mei
2016
Dx 1 1. Mengkaji tingkat
mobilisasi pasien dengan
tingkatan (0-4) secara
berkala
2. Mengkaji kekuatan otot
atau kemampuan
fungsional mobilitas
sendi dengan
menggunakan (skala
kekuatan otot 0-5)
secara teratur
3. Memonitor tanda-tanda
vital
4. Mendukung latihan
ROM aktif pada tangan
dan kaki kiri pasien
5. Menginstruksikan pasien
pada aktifitas sesuai
kemampuannya
S: pasien mengatakan masih
belum bisa meggerakkan
ekstremitas
O:
1. Mobilisasi pasien
tingkat 2
4. Pasien tidak mampu
melakukan ROM
aktif
A: Masalah belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan
menginstruksikan pasien
untuk melakukan ROM aktif
dan melatih pasien
Dx 2 1. Monitor kemampuan klien
dalam perawatan diri
secara mandiri
2. Memantau kebutuhan
pasien untuk kebersihan
pribadi, mandi dan
toileting
3. Mendorong kemandirian
pasien, namun intervensi
ketika pasien mampu
melakukan
4. Mengajarkan keluarga
untuk mendorong
kemandirian pasien, namun
campur tangan ketika pasien
tidak mampu melakukannya
5. Memberikan pendidikan
kesehatan tentang
pentingnya kebersihan diri
pada pasien
S: pasien mengatakan
mampu mandi sendiri tetapi
tidak bisa melakukan
perawatan diri toileting
O:
1. Pasien mampu mandi
sendiri namun tidak
bisa membersihkan
tubuh seluruhnya
2. Pasien tidak mampu
membersihkan diri
setelah eliminasi
3. Pasien mampu
berpakaian sendiri
4. Pasien mampu
makan sendiri
5. Pasien paham
pentingnya
kebersihan diri
A: masalah belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan
Menganjurkan keluarga
untuk melakukan aktivitas
normal sehari-hari dengan
Hari/
Tanggal No Dx Implementasi Keperawatan Evaluasi
Jumat, 27
Mei 2016
Dx 1 1. Mengkaji tingkat
mobilisasi pasien dengan
tingkatan (0-4) secara
berkala
2. Mengkaji kekuatan otot
atau kemampuan
fungsional mobilitas sendi
dengan menggunakan
(skala kekuatan otot 0-5)
secara teratur
3. Monitor tanda-tanda vital
4. Mendukung latihan ROM
aktif pada tangan dan kaki
kiri pasien
5. Menginstruksikan pasien
pada aktivitas sesuai
dengan kemampuannya
S: Pasien mengatakan
sulit untuk
menggerakkan tangan
dan kaki kiri sepenuhnya
O:
1. Mobilisasi tingkat
3 (aktivitas
4. Pasien tidak
mampu
melakukan
latihan ROM aktif
pada ekstremitas
bawah
sepenuhnya
5. pasien hanya
mampu duduk
dan tidak mampu
berdiri
A: Masalah belum
P:Intervensi dilanjutkan
mendorong pasien untuk
melakukan ROM aktif
dan melatih pasien
melakukan ROM pasif
Dx 2 1. Monitor kemampuan
klien dalam perawatan
diri secara mandiri
2. Memantau kebutuhan
pasien untuk kebersihan
pribadi, mandi dan
toileting
3. Mendorong kemandirian
pasien, namun intervensi
ketika pasien mampu
melakukan
4. Mengajarkan keluarga
untuk mendorong
kemandirian pasien,
namun campur tangan
ketika pasien tidak
mampu melakukannya
5. Memberikan pendidikan
kesehatan tentang
pentingnya kebersihan
diri pada pasien
S: pasien mengatakan
sudah mampu mandi
sendiri dan aktivitas
toileting masih dibantu
keluarga
O:
1. Pasien masih
tidak mampu
membersihkan
anggota tubuh
seluruhnya
2. Pasien mampu
berpakaian
sendiri
3. Pasien mampu
makan
4. Pasien tidak
mampu
membersihkan
diri setelah
eliminasi
A: masalah teratasi
sebagian
P: Intervensi dilanjutkan
mengajarkan keluarga
kemandirian pasien
dalam perawatn diri, dan
bantu pasien ketika
pasien tidak mampu
melakukannya
Hari/
Tanggal No Dx Implementasi Keperawatan Evaluasi
Sabtu, 28
Mei 2016
Dx 1 1. mengkaji kembali tingkat
mobilisasi pasien dengan
tingkat 0-4
2. mengkaji tingkat kekuatan
otot pasien
3. mengobservasi keadaan
pasien
4. monitor Tanda-tanda vital
pasien
5. melatih kembali ROM aktif
dan pasif pada pasien :
pada bagian ekstremitas
atas dan bawah sebelah kiri
6. Menginstruksikan pasien
pada aktivitas sesuai
dengan kemampuannya
S: pasien mengatakan
tangan dan kaki kiri bisa
digerakkan sedikit
O:
1. Mobilisasi pasien
tingkat 3
7. pasien mampu
melakukan
latihan gerak pada
bagian
ekstremitas atas
dan bawahdengan
menggerakkannya
sedikit
8. pasien masih
berdiri dan
berjalan dengan
cepat
A: Masalah sebagian
teratasi
P: intervensi dilanjutkan
mendukung pasien untuk
tetap melakukan latihan
ROM aktif dan melatih
pasien melakukan ROM
pasif
Dx 2 1. Monitor kemampuan
klien dalam perawatan
diri secara mandiri
2. Memantau kebutuhan
pasien untuk kebersihan
pribadi, mandi dan
toileting
3. Mendorong kemandirian
pasien, namun intervensi
ketika pasien mampu
melakukan
4. Mengajarkan keluarga
untuk mendorong
kemandirian pasien,
namun campur tangan
ketika pasien tidak
mampu melakukannya
5. Memberikan pendidikan
kesehatan tentang
pentingnya kebersihan
S: pasien mengatakan
masih belum mampu
melakukan perawatan
diri setelah eliminasi
dikarenakan kelemahan
otot ekstremitas atas
O:
1. Pasien masih
tidak mampu
membersihkan
ektremitas kanan
atas
2. Pasien mampu
makan dan
berpakaian
sendiri
3. Pasien masih
tidak mampu
diri pada pasien diri setelah
eliminasi
4. Pasien memahami
pentingnya
kebersihan tubuh
A: masalah teratasi
sebagian
P: intervensi dilanjutkan
Menginstruksikan kepada
keluarga untuk terus
melatihkemampuan
pasien dalam melakukan
perawatan diri secara
mandiri
Hari/
Tanggal No Dx Implementasi Keperawatan Evaluasi
Minggu,
29 Mei
2016
Dx 1 1. Mengobservasi kembali
tingkat mobilisasi pasien
dengan tingkatan 0-4
2. mengobservasi kembali
kekuatan otot pasien
dengan tingkatan 0-5
3. monitor Tanda-tanda vital
pasien
4. melatih kembali ROM aktif
dan pasif pada pasien
5. menginstruksikan pasien
pada aktivitas sesuai
dengan kemampuannya
S: pasien mengatakan
bisa mengangkat tangan
dan kaki tetapi belum
bisa berjalan
O:
1. Mobilisasi pasien
tingkat 3
2. Kekuatan otot 2
3. TD: 190/100
HR: 82x/menit
RR: 21x/menit
4. pasien mampu
mengangkat
sedikit
5. pasien masih
belum mampu
berdiri dan
berjalan
6. Pasien mampu
duduk sendiri
A: Masalah teratasi
sebagian
P: intervensi dilanjutkan
Menganjurkan pasien
untuk tetap latihan ROM
semampu pasien sesuai
buku panduan yang
diberikan
Dx 2 1. Monitor kemampuan
klien dalam perawatan
diri secara mandiri
2. Memantau kebutuhan
pasien untuk kebersihan
pribadi, mandi dan
toileting
3. Mendorong kemandirian
pasien, namun intervensi
ketika pasien mampu
melakukan
4. Mengajarkan keluarga
untuk mendorong
kemandirian pasien,
namun campur tangan
ketika pasien tidak
mampu melakukannya
S: pasien belum mampu
melakukan perawatan
diri sepenuhnya secara
mandiri
2. Pasien tidak
5. Memberikan pendidikan
kesehatan tentang
pentingnya kebersihan
diri pada pasien
sebelah kiri
3. Pasien memahami
pentingnya
kebersihan tubuh
A: masalah teratasi
sebagian
P: intervensi dilanjutkan
Mendukung pasien untuk
tetap melakukan