• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Finansial Pemanfaatan Cassapro dengan Mensubstitusi Jagung Dalam Ransum Terhadap Ternak Ayam Kampung di Kota Medan Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Finansial Pemanfaatan Cassapro dengan Mensubstitusi Jagung Dalam Ransum Terhadap Ternak Ayam Kampung di Kota Medan Chapter III V"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di sembilan (9) desa yang ada di kota Medan,

yaitu Desa Tanjung Slamat, Desa Tanjung Anom, Desa Tanjung Rejo, Desa

Gedung Johor, Desa Kedai Durian, Desa Suka Maju, Desa Namu Gajah, Desa

Sidomulyo, Desa Ladang Bambu. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan

Desember 2015 sampai Maret 2016.

Bahan dan Alat Bahan

Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner untuk

peternak yang ada di Desa Tanjung Slamat, Desa Tanjung Anom, Desa Tanjung

Rejo, Desa Gedung Johor, Desa Kedai Durian, Desa Suka Maju, Desa Namu

Gajah, Desa Sidomulyo, dan Desa Ladang Bambu dan data penelitian “Substitusi

Jagung dengan Menggunakan Cassapro di dalam Ransum Terhadap Performans

Ayam Kampung”.

Alat

Adapun alat yang digunakan adalah buku data dan alat – alat tulis.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode survei, yaitu untuk mengetahui total

biaya produksi peternakan ayam kampung di kota Medan. Informasi mengenai

total biaya produksi peternakan ayam kampung di kota Medan diperoleh dengan

(2)

informasi yang dapat dilihat secara langsung di lingkungan sekitar tempat

peternakan, yaitu jumlah ternak, biaya pemeliharaan ayam kampung, dan harga

jual ayam kampung. Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan tentang

“Substitusi Jagung dengan Menggunakan Cassapro di dalam Ransum Terhadap

Performans Ayam Kampung”.

Data Usaha Peternakan

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) kota Medan menyatakan

bahwa terdapat dua puluh satu (21) kecamatan yang ada di kota Medan. Dalam

penelitian ini, sampel diambil dari tiga (3) kecamatan. Di antara tiga (3)

kecamatan tersebut terdiri tiga desa dari masing-masing kecamatan yaitu Desa

Tanjung Slamat, Desa Tanjung Anom, Desa Tanjung Rejo, Desa Gedung Johor,

Desa Kedai Durian, Desa Suka Maju, Desa Namu Gajah, Desa Sidomulyo, dan

Desa Ladang Bambu. Alasan pemilihan kecamatan dan desa tersebut dikarenakan

masih daerah perkampungan yang memiliki banyak peternak ayam kampung dan

memiliki lahan yang cukup untuk beternak, dengan jumlah ternak berkisar

100-150 ekor.

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi langsung

ke peternakan untuk mengetahui keadaan lokasi dan wawancara seputar tentang

peternakan tersebut. Dalam wawancara pengumpulan data yang digunakan adalah

data sekunder dari instansi yang terkait, seperti Badan Pusat Statistik (BPS),

sedangkan data primer yaitu data dari peternak ayam kampung yang disurvei dan

(3)

Ransum Terhadap Performans Ayam Kampung”. Dengan data tersebut, kita dapat

membandingkan atau mengetahui keuntungandan kelayakan usaha peternakan

ayam kampung yang menggunakan cassapro dengan mensubstitusi jagung dalam

ransum.

Analisis Data

Analisis data yang dilakukan yaitu sebagai berikut:

1. Analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis data dengan pengamatan

langsung terhadap suatu obyek penelitian guna mengetahui keadaan lokasi

usaha dan karakteristik peternakan ayam kampung.

2. Analisis ekonomi atau kuantitatif digunakan untuk melakukan perhitungan

sebagai berikut:

a. Total biaya TC = FC + VC

Keterangan : TC = Biaya total

FC = Biaya tetap

VC = Biaya tidak tetap

b. Total penerimaan TR = (p1 x Q) + (p2 x Q)

Keterangan : TR = Total Revenue

p1 = Harga/kg daging

p2 = Harga/hasilsamping

Q = Tingkat produksi

c. Pendapatan ∏ = TR – TC

Keterangan : ∏ = Pendapatan

(4)

d. R/C ratio

R/Cratio

Kriteria penilaian R/C ratio sebagai berikut :

= Total Penerimaan (R) : Total Biaya Produksi (C)

1. R/C ratio> 1, usaha peternakan ayam kampung layak dikembangkan. 2. R/C ratio = 1, usaha peternakan ayam kampung tersebut tidak untung

tidak rugi (impas).

3. R/C ratio< 1, usaha peternakan ayam kampung tidak layak

dikembangkan.

Analisis finansial usaha peternakan ditentukan melalui analisis pendapatan

dengan menghitung total biaya, BEP dan R/C ratio.

Metode Pengambilan Data

1. Dilakukan survei dan observasi langsung ke peternakan dan melakukan

wawancara seputar peternakan.

2. Survei dilaksanakan Desa Tanjung Slamat, Desa Tanjung Anom, Desa

Tanjung Rejo, Desa Gedung Johor, Desa Kedai Durian, Desa Suka Maju,

Desa Namu Gajah, Desa Sidomulyo, dan Desa Ladang Bambu.

3. Pengambilan data dengan menggunakankuisoner.

4. Melakukan analisis ekonomi dari hasil penelitian performance substitusi jagung dengan cassapro dan membandingkan dengan peternakan yang

(5)

Parameter Penelitian 1. Total Biaya Produksi

Total biaya produksi atau total pengeluaran, yaitu biaya - biaya yang

dikeluarkan untuk menghasilkan suatu produk yang diperoleh dengan cara

menghitung biaya pakan, biaya tenaga kerja, biaya pembuatan kandang, biaya

sewa lahan, dan biaya obat-obatan.

2. Total Hasil Produksi

Total hasil produksi atau total penerimaan, yaitu seluruh produk yang

dihasilkan dalam kegiatan ekonomi yang diperoleh dengan cara menghitung hasil

penjualan yang dihasilkan.

3. Laba/Rugi

Analisis laba/rugi dilakukan untuk mengetahui apakah usaha tersebut

menguntungkan atau rugi dengan cara menghitung selisih antara total penerimaan

dan total pengeluaran.

K = TR - TC

dimana :

K = Keuntungan

TR = Total Penerimaan

TC = Total P engeluaran

4. Revenue Cost Ratio (R/C Ratio)

R/C ratio adalah nilai atau manfaat yang diperoleh dari setiap satuan biaya yang dikeluarkan.

(6)

5. Income Over Feed Cosh (IOFC)

Income Over Feed Cosh (IOFC) diperoleh dengan cara menghitung selisih pendapatan usaha peternakan dikurangi dengan biaya ransum. Pendapatan

merupakan perkalian antara produksi akibat perlakuan dengan harga jual.

Sementara biaya pakan adalah segala biaya yang di keluarkan untuk ransum yang

habis selama pemeliharaan. Perhitungan IOFC ini terlepas dari biaya lain yang

belum diperhitungkan seperti upah tenaga kerja, fasilitas kandang, bibit dan lain

sebagainya yang tidak termasuk ke dalam kriteria yang diamati dalam biaya

variabel.

IOFC = (Bobot badan akhir – bobot badan awal x harga jual/kg) – (Total

konsumsi pakan x harga pakan perlakuan/kg).

Pelaksanaan Penelitian Persiapan

Persiapan yang dilakukan yaitu mempersiapkan segala sesuatu yang

dibutuhkan pada saat survei, seperti kuisoner dan buku data.

Survei Pendahuluan

Melakukan survei pendahuluan untuk mengetahui keadaan dan situasi

peternakan agar mengetahui kapan waktu yang tepat untuk melakukan survei

pagi, siang atau pada malam hari dan menentukan lokasi yang akan disurvei.

Survei dan Melakukan Wawancara

Survei dilakukan di peternakan yang telah dipilih dan dilakukan

(7)

Tabulasi Data

Mengumpulkan dan menyusun data - data yang telah di dapatkan dari

survei yang telah dikumpulkan.

Analisis Data

Dianalisis data yang sudah terkumpul untuk mengetahui data - data mana

yang kita perlukan dan dapat menjadi sebuah informasi bagi penelitian tersebut.

Menyimpulkan Data

Disimpulkan semua data menjadi sebuah rangkuman informasi yang

(8)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Total Biaya Produksi

Berdasarkan penelitian dengan menggunakan cassapro berbagai level,

mulai dari 0%, 10%, 20%, 30%, dan 40% yang mensubstitusi jagung dalam

ransum maka total biaya produksi dapat dilihat seperti pada tabel di bawah ini.

Tabel 4. Total biaya produksi dengan menggunakan cassapro (Rp/20 ekor)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3 4

Tabel 4 menunjukkan bahwa total biaya produksi pemeliharaan ayam

kampung 20 ekor/perlakuan selama penelitian menunjukkan perbedaan yaitu

dimana rataan biaya produksi pemeliharaan ayam kampung selama penelitian

yang tertinggi terdapat pada perlakuan 0 % cassapro sebesar Rp. 425.589,-dan

yang terendah pada perlakuan 40 % cassapro sebesar Rp. 411.156,-. Hal ini terjadi

karena pada perlakuan 0 % cassapro rataan biaya pakannya sebesar Rp.69.589,-

lebih besar dibandingkan biaya ransum pada perlakuan 40 % cassapro yaitu

dengan rataan sebesar Rp. 55.155,-, sementara biaya produksi lainnya seperti

biaya bibit, obat – obatan, penyusutan kandang, perlengkapan kandang, tenaga

kerja, transportasi dan biaya listrik air adalah sama. Hal ini seperti diungkapkan

olehBudiono(1990), bahwa biaya produksi adalah semua pengeluaran perusahaan

untuk memperoleh faktor-faktor produksi yang akan digunakan untuk

menghasilkan barang - barang produksi oleh penelitian. Biaya produksi yang

digunakan meliputi biaya tetap dan biaya tidak tetap.Biaya tetap yang

(9)

tetap antara lain biaya pembelian pakan, biaya pembelian obat-obatan dan biaya

pembayaran listrik dan telepon.

Berdasarkan survei di 27 peternakan di kota Medan yang memakai pakan

konvensional maka total biaya produksi dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 5. Total biaya produksi di peternakan kota Medan (Rp/20 ekor)

No. Nama Peternak Total Biaya Produksi (Rp)

1 Warju 667.000

Dari tabel 5 dapat dilihat bahwa total biaya produksi tertinggi terdapat

pada peternakan nomor 11 atas nama Pati sebesar Rp. 683.333,- dan terendah

(10)

Total Hasil Produksi

Berdasarkan penelitian dengan menggunakan cassapro berbagai level,

mulai dari 0%, 10%, 20%, 30%, dan 40% yang mensubstitusi jagung dalam

ransum maka total hasil produksi dapat dilihat seperti pada tabel di bawah ini.

Tabel 6. Total hasil produksi dengan menggunakan cassapro (Rp/20 ekor)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3 4

Tabel 6 menunjukkan bahwa total hasil produksi pemeliharaan ayam

kampung 20 ekor/perlakuan selama penelitian mempunyai hasil produksi yang

sama . Hal ini terjadi karena samanya harga penjualan terhadap hasil produksi

seperti penjualan ayam kampung dan feses sehingga mendapatkan hasil produksi

yang sama juga yaitu sebesar Rp.916.000. Hal ini sesuai dengan pernyataan

(Rasyaf, 1995), pendapatan usaha merupakan seluruh penerimaan yang diperoleh

oleh suatu usaha peternakan, baik yang berupa hasil pokok (misal: penjualan

ternak, baik itu hidup atau karkas) maupun hasil samping (misal: penjualan feses

dan urin) .

Jatmiko,(2006) menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan

adalah volume penjualan produk dan harga jual. Volume penjualan merupakan

faktor yang sangat penting mempengaruhi besar kecilnya pedapatan yang akan

didapatkan oleh peternak atas usahanya dalam melakukan pemeliharaan ayam

kampung. Sehingga untuk mendapatkan keuntungan penjualan yang besar,

(11)

untuk harga jual produk merupakan nilai yang berupa uang untuk menghargai

setiap produk yang dihasilkan dari usaha.

Berdasarkan survei di 27 peternakan di kota Medan yang memakai pakan

konvensional maka total hasil produksi dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 7. Total hasil produksi di peternakan kota Medan (Rp/20 ekor)

No. Nama Peternak Total Hasil Produksi (Rp)

1 Warju 916.000

Dari tabel 7 dapat dilihat bahwa total hasil produksi menunjukkan hasil

(12)

Suprijatna, (2005), menyatakan keberhasilan pada suatu usaha peternakan

ayam tidak cukup hanya dengan tercapainya tingkat produksi tapi juga perlu

memperhatikan tingkat pembiayaan produksinya(ekonomis).Tingkat produksi

yang tinggi harus dicapai dengan tingkat pembiayaan yang seminimal mungkin

sehingga dicapai tingkat efisiensi yang tinggi. Dengan demikian, akan diperoleh

tingkat keuntungan yang tinggi.

Laba/Rugi

Berdasarkan penelitian dengan menggunakan cassapro berbagai level,

mulai dari 0%, 10%, 20%, 30%, dan 40% yang mensubstitusi jagung dalam

ransum maka laba/rugi dapat dilihat seperti pada tabel di bawah ini.

Tabel 8. Laba/rugi dengan menggunakan cassapro (Rp/20 ekor)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3 4

Analisis laba/rugi yaitu untuk mengetahui apakah usaha tersebut

menguntungkan atau rugi dengan cara menghitung selisih antara total penerimaan

dengan total pengeluaran. Tabel 8 menunjukkan bahwa analisis laba/rugi pada

pemeliharaan ayam kampung yang menggunakan cassapro20 ekor ayam

kampung/perlakuan selama pemeliharaan menunjukkan perbedaan pada setiap

level dimana keuntungan yang tertinggi terdapat pada perlakuan 40 % cassapro

yaitu dengan sebesar Rp.504.844,- dan yang laba/rugi yang terendah terdapat pada

perlakuan 0% cassapro yaitu sebesar Rp.490.411,-. Hal ini terjadi karena biaya

produksi yang dikeluarkan pada perlakuan 40% seperti biaya pakan lebih sedikit

(13)

kandang, biaya tenaga kerja,biaya transportasi, dan biaya obat-obatan adalah

sama. Sehingga total hasil produksi seperti penjualan daging dan feses ayam

kampung yang diperoleh dapat mengimbangi total biaya produksi yang

dikeluarkan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kasmir (2008), yang menyatakan

bahwa total pengeluaran seperti biaya pakan, biaya bibit, biaya obat – obatan,

biaya transportasi, biaya sewa kandang, biaya upah pekerja dan biaya transportasi.

Laporan laba/rugi menggambarkan besarnya pendapatan yang diperoleh pada

suatu periode ke periode berikutnya. Kemudian juga akan tergambar jenis – jenis

biaya yang akan dikeluarkan berikut jumlahnya dalam periode yang sama.

Keuntungan terendah terdapat pada perlakuan 0% cassapro. Karena biaya

produksi yang di keluarkannya lebih besar yaitu pada biaya ransum yang

digunakan dibandingkan hasil produksi yang dihasilkan pada perlakuan tersebut.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Hansen dan Mowen, (2005), yang menyatakan

bahwa laba merupakan ukuran yang membedakan antara apa yang perusahaan

masukkan untuk membuat dan menjual produk dengan apa yang diterimanya.

Perhitungan laba jelas untuk keputusan manajemen. Bila laba konsisten positif,

perusahaan dapat tetap berada dalam bisnis tersebut, tetapi jika perusahaan

mengalami penurunan produksi pengusaha dapat mencari produk yang lain akan

diolah yang dapat mendatangkan keuntungan.

Berdasarkan survei di 27 peternakan di kota Medan yang memakai pakan

(14)

Tabel 9. Laba/rugi di peternakan kota Medan (Rp/20 ekor)

No. Nama Peternak Laba/Rugi (Rp)

1 Warju 233.000

Berdasarkan tabel 9 hasil analisis laba/rugi yang dilakukan pada

peternakan ayam kampung masyarakat di Kota Medan terdapat perbedaan disetiap

peternakan, yaitu dimana laba/rugi yang tertinggi terdapat pada peternakan nomor

17 atas nama Sari yaitu dengan sebesar Rp.314.400, sedangkan terendah pada

peternakan nomor 11 atas nama Pati yaitu dengan sebesar Rp.216.667.

(15)

Berdasarkan penelitian dengan menggunakan cassapro berbagai level,

mulai dari 0%, 10%, 20%, 30%, dan 40% yang mensubstitusi jagung dalam

ransum maka R/C ratiodapat dilihat seperti pada tabel di bawah ini. Tabel 10. R/C ratio dengan menggunakan cassapro (20 ekor)

Perlakuan R/C Ratio

Pada tabel 10 dapat dilihat bahwa R/C ratio yang diperoleh dari

pemeliharaan ayam kampung 20 ekor/perlakuan yang menggunakan pakan 40%

cassapro dianggap memiliki kelayakan untuk dilanjutkan karena memiliki rataan

sebesar 2,23yaitu (R/C > 1), sedangkan pada pakan 30 % cassapro sebesar 2,21

(R/C > 1), pakan 20% sebesar 2,19 (R/C > 1), pakan 10% sebesar 2,17 (R/C > 1)

dan pada pakan 0% cassapro sebesar 2,15 (R/C > 1) juga layak untuk dijalankan.

Namun R/C tertinggi terdapat pada pakan yang menggunakan 40% cassapro. Hal

ini sesuai dengan pernyataan Kadariah (1997), menyatakan bahwa untuk

mengetahui tingkat efisiensi suatu usaha dapat digunakan parameter yaitu dengan

mengukur besarnya pemasukan bagi besarnya pengeluaran, dimana bila :

R/C Ratio > : Efisien

R/C Ratio = 1 : Impas

R/C ratio < 1 : Tidak Efisien

Rataan R/C Ratio tertinggi terdapat pada pakan 40 % cassapro yaitu

sebesar 2,23dan nilai rataan R/C terendah terdapat pada 0% cassapro yaitu sebesar

(16)

Berdasarkan survei di 27 peternakan di kota Medan yang memakai pakan

konvensional maka R/C ratio dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 11. R/C ratio di peternakan kota Medan (20 ekor)

No. Nama Peternak R/C Ratio

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan pada peternakan ayam kampung

di masyarakat kota Medan pada tabel 11 dimana memiliki nilai R/C ratio yang

berbeda pada setiap peternakan, dimana R/C ratio yang tertinggi terdapat pada peternakan nomor 17 atas nama Sari sebesar 1,54, dan terendah pada peternakan

nomor11 atas nama Pati sebesar 1,32. Hal ini sesuai dengan pernyataan soekartawi

(17)

apabila nilai R/C ratio > 1. Semakin besar nilai R/C ratio maka semakin efisien

usaha tersebut dan sebaliknya, semakin kecil nilai R/C rationya maka semakin

tidak efisien usah tersebut untuk dijalankan.

IOFC

Berdasarkan penelitian dengan menggunakan cassapro berbagai level,

mulai dari 0%, 10%, 20%, 30%, dan 40% yang mensubstitusi jagung dalam

ransum maka IOFC dapat dilihat seperti pada tabel di bawah ini.

Tabel 12. IOFC dengan menggunakan cassapro (Rp/20 ekor)

Perlakuan IOFC

Income OverFeedCost (IOFC) ini merupakan barometer untuk melihat seberapa besar biaya ransum yang merupakan biaya terbesar dalam usaha

penggemukan ternak.Income OverFeedCost (IOFC)diperolehdengan menghitung selisih pendapatan usaha peternakan dengan biaya pakan.Pendapatan merupakan

perkalian antara hasil produksi peternakan berupa daging dan harga jual.Jumlah

ransum yang dihabiskan dikali dengan harga selama masa pembesaran hingga saat

dijual. Nilai yang diperoleh dibandingkan antara pendapatan dengan biaya ransum

tersebut.

Tabel 12 menunjukkan bahwa pemeliharaan ayam kampung jika

diasumsikan 20 ekor dapat dilihat bahwa Income Over Feed Cost (IOFC) tertinggi terdapat pada pakan 40 % cassapro dengan rataan sebesar 860.844 dan rataan

(18)

Over Feed Cost (IOFC) adalah selisih total pendapatan dengan biaya pakan yang

digunakan selama usaha pemeliharaan ternak.

Berdasarkan survei di 27 peternakan di kota Medan yang memakai pakan

konvensional maka IOFC dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 13. IOFC di peternakan kota Medan (Rp/20 ekor)

(19)

Pada tabel 13 terdapat nilai Income Over Feed Cost (IOFC) dari

peternakan ayam kampung masyarakat di Kota Medan. Nilai Income Over Feed Cost (IOFC) yang tertinggi berada pada peternakannomor 17 atas nama Sari yaitu sebesar Rp. 554.400 dan yang terendah terdapat pada peternakan nomor 11 atas

(20)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Cassapro dapat mengganti jagung sebagai bahan pakan dalam ransum

ayam kampung dan semakin tinggi pemakaian cassapro sampai tingkat 40%

makan keuntungan semakin meningkat ditinjau dari segi ekonomis peternakan.

Saran

Disarankan kepada peternak yang berada di kota Medan untuk

memanfaatkan cassapro sebagai salah satu bahan untuk ransum ayam kampung

dan agar dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menggunakan level cassapro yang

Gambar

Tabel 4 menunjukkan bahwa total biaya produksi pemeliharaan ayam
Tabel 5. Total biaya produksi di peternakan kota Medan (Rp/20 ekor)
Tabel 6 menunjukkan bahwa total hasil produksi pemeliharaan ayam
Tabel 7. Total hasil produksi di peternakan kota Medan (Rp/20 ekor)
+6

Referensi

Dokumen terkait

Semakin tinggi rasio penambahan filtrat terung belanda maka velva yang dihasilkan memiliki tekstur yang lembut, begitu pula sebaliknya semakin rendah penambahan

Mengacu pada standar ASTM D-3039 [13] tentang jenis-jenis patahan, maka patahan komposit berpenguat serat rami tanpa perlakuan dan dengan perlakuan 5% NaOH selama 2 jam,

Pengaturan Hukum Tentang Pengawasan Wilayah Dirgantara Indonesia Terhadap Lalu Lintas Pesawat Udara Asing Ditinjau Dari Perspektif Hukum Nasional dan Hukum Internasional.

Berdasarkan Tabel 3, diketahui bahwa adanya interaksi antara konsentrasi pati garut termodifikasi dan lesitin terhadap kadar air, kadar abu, protein dan lemak

Terlepas dari hal itu, klaim bahwa persamaan extended power-law tidak memberikan suatu curve fit yang lebih baik dalam rentang kecepatan yang lebih besar tidak dapat

Implikasi Penggunaan Teknologi Pesawat Siluman (Stealth Fighter) Dalam Kaitannya Dengan Kedaulatan Suatu Negara Atas Ruang Udara Wilayahnya Ditinjau Menurut Hukum

Validator 1 PISA menyarankan menambahkan kolom perbandingan kedua gambar toilet sehingga mempermudah peserta didik membandingkannya; mengganti soal dalam LKPD

JUDUL : USIA LANJUT, PASUTRI HARUS TETAP PELIHARA HUBUNGAN SEKSUAL. MEDIA :