• Tidak ada hasil yang ditemukan

Larangan Pendaftaran Merek yang Sama Pada Pokoknya Dengan Merek Terdaftar (Studi Terhadap Beberapa Putusan Mahkamah Agung) Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Larangan Pendaftaran Merek yang Sama Pada Pokoknya Dengan Merek Terdaftar (Studi Terhadap Beberapa Putusan Mahkamah Agung) Chapter III V"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

PENERAPAN KETENTUAN PERSAMAAN PADA POKOKNYA DENGAN MEREK TERDAFTAR ATAU MEREK TERKENAL

DALAM PUTUSAN PENGADILAN

Penerapan ketentuan “persamaan pada pokoknya” dan “merek terkenal” dalam putusan Mahkamah Agung RI dalam bab ini dapat diketahui dengan melakukan studi terhadap 8 (delapan) putusan Mahkamah Agung RI baik dalam tingkat kasasi maupun peninjauan kembali yang telah berkekuatan hukum tetap yang membatalkan pendaftaran merek karena mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek terdaftar dan/atau merek terkenal.

A.Deskripsi Penerapan Ketentuan “Persamaan Pada Pokoknya” dan “Merek Terkenal” Dalam Putusan Mahkamah Agung RI

1. Putusan Mahkamah Agung RI No.036 K/N/HaKI/2004 Tanggal 17 Januari 2005 jo.Putusan Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No.36/MEREK/2004/PN.NIAGA.JKT.PST. Tanggal 27 Oktober 2004 (Kasus Merek Terkenal DAWN dan DAWN Dengan Lukisan v Merek DAWN dan MORNING DAWN

(2)
(3)

dari segi penulisan maupun pengucapan merek-merek tersebut serta digunakan untuk jenis barang yang termasuk dalam kelas 29. Dengan demikian menurut Penggugat ide atau inspirasi Tergugat dalam menggunakan kata DAWN pada merek-mereknya pasti diilhami oleh merek Penggugat yang telah terkenal dan lebih dahulu beredar di Indonesia. Dengan demikian pendaftaran merek-merek tergugat didasari iktikad tidak baik. Berdasarkan alasan tersebut Penggugat mohon kepada pengadilan agar dinyatakan sebagai pemilik dan pemakai pertama merek DAWN dengan lukisan; menyatakan merek DAWN dan merek DAWN dengan lukisan milik Penggugat sebagai merek terkenal; menyatakan merek DAWN daftar No.447267 tertanggal 11 November 1998 dan merek MORNING DAWN daftar No.447100 tertanggal 11 November 1998 mempunyai persamaan pada pokoknya maupun secara keseluruhannya dengan merek DAWN maupun merek DAWN dengan lukisan milik Penggugat; dan oleh karena itu menyatakan batal demi hukum pendaftaran merek DAWN dan merek MORNING DAWN milik tergugat tersebut.

(4)

Ada beberapa hal yang menarik untuk diketahui dalam kasus ini, yakni:

(5)

pengetahuan umum masyarakat Indonesia atas merek tersebut masih sangat diragukan.

b. Merek-merek milik Penggugat tersebut digunakan untuk jenis barang dalam kelas 29 dan 32 tanpa memperinci untuk jenis-jenis barang apa saja merek-merek itu digunakan. Padahal yang menjadi ukuran dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a dan b adalah persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang dan/ataupun jasa sejenis.

Penerapan ketentuan Pasal 6 ayat (1) Huruf a mengenai Persamaan pada pokoknya antara merek-merek DAWN dan MORNING DAWN milik Tergugat dengan merek-merek DAWN dan DAWN dengan lukisan milik Penggugat dilihat berdasarkan pada faktor: persamaan dari segi penulisan, dan persamaan pengucapan kedua merek tersebut, dan kedua merek tersebut didaftarkan untuk kelas barang yang sama, yakni untuk barang-barang kelas 29. Hal ini jika diperhatikan dari kata yang digunakan pada kedua merek tersebut yakni DAWN, memang terlihat jelas persamaan pada pokoknya.

(6)

2. Putusan Mahkamah Agung RI No.024 K/N/HaKI/2004 tertanggal 02 Februari 2005 jo.putusan Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No.27/MEREK/2004/PN.NIAGA.JKT.PST. tanggal 31 Agustus 2004 (Kasus Merek Terkenal A/X ARMANI EXCHANGE v A/X)

GA Modefine S.A (Penggugat) telah memajukan gugatan terhadap Sutedjo (Tergugat I) dan Ditjen HKI (Tergugat II) di Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat minta agar Merek AX milik Sutedjo yang terdaftar pada Ditjen HKI dengan No.349651 tanggal 15 Desember 1995 untuk barang-barang yang termasuk di kelas 25 karena mempunyai persamaan dengan Merek A/X, A/X ARMANI EXCHANGE, GIORGIO ARMANI, EMPORIO ARMANI, ARMANI, ARMANI EXCHANGE, ARMANI MANIA, MANIA GIORGIO ARMANI, MANI dan TERRA DI ARMANI dengan logo produk A/X yang termasuk merek terkenal dan juga terdaftar di Indonesia. Di mana kepemilikan Merek terkenal A/X, A/X ARMANI EXCHANGE, ARMANI EXCHANGE dan merek-merek lainnya yang mengandung unsur esensial kata “ARMANI” telah dikukuhkan dalam beberapa putusan Pengadilan di Indonesia, yaitu:

a. Putusan MA RI No.1520 K/Pdt/1992 tanggal 26 Februari 1994 yang telah berkekuatan hukum tetap;

b. Putusan PN Jakarta Pusat No.377/PDT.G/2000/PN.JKT.PST tanggal 12 Januari 2001 yang telah berkekuatan hukum tetap;

(7)

Di samping itu, menurut Penggugat ternyata Tergugat I dengan iktikad buruk telah berulang kali melakukan pelanggaran atas merek-merek milik Penggugat yang lainnya, sebagaimana menurut perkara-perkara baik perdata maupun pidana berikut ini:

a. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 20 Januari 1999 No.216/PDT.G.D/1991/1999/PN.JKT.PST.

b. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 20 Januari 1992 No.225/PDT.G.D/1991/PN.JKT.PST jo.putusan Mahkamah Agung RI tanggal 26 Februari 1994 No.1520 K/Pdt/1992; dan

c. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat tanggal 11 Desember 2001 No.497/PID.B/2001/PN.JKT.BAR.

(8)

EXCHANGE, GIORGIO ARMANI, EMPERIO ARMANI, ARMANI, ARMANI EXCHANGE, ARMANI MANIA, MANIA GIORGIO ARMANI, MANI dan TERRA DI ARMANI milik Penggugat; Membatalkan atau setidak-tidaknya menyatakan batal demi hukum pendaftaran merek A/X di bawah pendaftaran No.349651 tanggal 15 Desember 1995 yang melindungi barang-barang yang termasuk kelas 25 atas nama Tergugat I. Putusan tersebut antara lain didasarkan pada pertimbangan hukum:

a. Bahwa judex factie dalam pertimbangan hukumnya tidak mempertimbangkan dengan cermat bukti P.3 dan P.4, yaitu bukti yang diajukan sehubungan dengan adanya persamaan pada pokoknya antara merek milik Termohon Kasasi/Tergugat I dengan merek milik Pemohon Kasasi/Penggugat, yaitu merek A/X, yang walaupun baru didaftarkan di Indonesia pada tanggal 8 Maret 2000, setelah didaftarkannya merek milik Termohon Kasasi/Tergugat I yaitu pada tanggal 15 Desember 1995. Namun pada saat itu merek milik Pemohon Kasasi/Penggugat telah merupakan merek terkenal (telah terdaftar di organisasi dunia tentang Hak atas Kekayaan Intelektual/WIPO) sejak tahun 1992 vide bukti P-4.2).

(9)

mempunyai kekuatan hukum yang tetap yaitu putusan No.015 PK/N/HaKI/2003 tanggal 7 April 2004 (bukti P.5.8);

c. Bahwa pertimbangan hukum judex facti yang menyangkut “iktikad tidak baik” dari Termohon Kasasi/Tergugat I seharusnya mengacu pada bukti-bukti Pemohon Kasasi/Penggugat yaitu putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap (yang terkait dengan Tergugat dan Penggugat), yaitu putusan No.1520 K/Pdt/1992 tanggal 26 Februari 1994 dan putusan No.497/Pid/2001/PN.Jkt.Brt. tanggal 11 Desember 2001.

Mahkamah Agung RI menerapkan secara konsisten ketentuan Pasal 6 ayat (1) Huruf a dan Huruf b. Tentang kriteria adanya persamaan pada pokoknya pengadilan melihat berdasarkan faktor-faktor: adanya persamaan bentuk, persamaan cara penempatan, dan persamaan cara penulisan kedua merek tersebut.

Sedangkan untuk menyatakan merek milik Penggugat sebagai merek terkenal pertimbangan hukum pengadilan melihat dari unsur-unsur: merek tersebut telah didaftar di berbagai negara di dunia, termasuk di Indonesia; terdaftar di berbagai organisasi internasional, promosi merek tersebut dilakukan secara gencar dan terus menerus baik melalui media cetak maupun media elektronik, baik Di Indonesia maupun di berbagai negara; serta keterkenalan merek tersebut telah diputuskan oleh pengadilan di Indonesia;

(10)

Merek Terkenal PAUL & SHARK YACHTING dan Lukisan Ikan Hiu v PAUL & SHARK)

(11)

Lukisan Ikan Hiu; menyatakan merek PAUL & SHARK daftar No.562103 tertanggal 5 Maret 1997 atas nama Tergugat mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek PAUL & SHARK YACHTING dan Lukisan Ikan Hiu atas nama Penggugat; dan Menyatakan batal pendaftaran Merek PAUL& SHARK daftar No.562103 tanggal 5 Maret 1997 atas nama Tergugat dengan segala akibat hukumnya.

Pengadilan dalam kasus ini hanya menerapkan ketentuan Pasal 6 ayat (1) huruf a saja. Di mana di dalam pertimbangan hukumnya antara lain disebutkan: “bahwa dengan didaftarkannya merek PAUL & SHARK YACTING dan Lukisan Ikan Hiu di berbagai negara di dunia yang sebagian besar lebih dahulu dari pendaftaran merek PAUL & SHARK dalam DUM atas nama Tergugat, dan merek PAUL & SHARK atas nama Tergugat tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek PAUL & SHARK YACHTING dan Lukisan Ikan Hiu atas nama Penggugat karena adanya persamaan pada kedua merek yang unsur menonjolnya adalah PAUL & SHARK, baik persamaan bunyi ucapan maupun cara penulisan (huruf besar semua), maka tuntutan Penggugat yang beralasan dan tidak melawan hak tersebut harus dikabulkan”. Di sini terlihat bahwa persamaan pada pokoknya antara merek PAUL & SHARK YACHTING milik Penggugat dengan merek PAUL & SHARK milik Tergugat dilihat berdasarkan adanya persamaan bunyi ucapan dan cara penulisan mereknya (huruf besar semua) serta berada pada kelas barang yang sama.

(12)

unsur-unsur: telah terdaftar di Indonesia, dan juga telah terdaftar di 15 (lima belas) negara di dunia, yakni: Italia, Australia, Argentina, Bolivia, Kanada, Denmark, Inggris, Yunani, Hongkong, Irlandia, Meksiko, Portugal, Singapura, Turki, dan Amerika Serikat; terdaftar di African Intellectual Property Organization, dan organisasi Hak Milik Intelektual Dunia; dan berada dalam kelas barang yang sama. Namun dalam putusannya tidak mengabulkan gugatan Penggugat untuk menyatakan Merek PAUL & SHARK YACHTING tersebut sebagai merek terkenal.

4. Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung RI No.015 PK/Pdt.Sus/2007 Tanggal 27 November 2008 yo.Putusan Mahkamah Agung RI No.046 K/N/HaKI/2006 Tanggal13 Februari 2007 yo.Putusan Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No.61/MEREK/2006/PN.NIAGA.JKT.PST. Tanggal 22 November 2006 (Kasus Merek Love dan My Love v My Lowe)

(13)

milik Penggugat. Hal ini diperkuat Penggugat dengan mengatakan bahwa Tergugat sebagai pihak yang turut menanda tangani Surat Perjanjian Bersama tertanggal 27 Juni 2003 dan telah mengakui melakukan kesalahan atas penggunaan merek Penggugat secara tanpa hak. Maka seharusnya Tergugat tidak lagi mengajukan pendaftaran dan/atau menggunakan merek dagang My Lowe tersebut. Mengingat Tergugat telah mengetahui sebelumnya bahwa merek Love dan My Love telah terdaftar atas nama Penggugat untuk kelas barang 24. Dalam perkara ini Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri jakarta Pusat memutuskan antara lain: Menyatakan Penggugat sebagai pemegang hak atas merek Love dan My Love, masing-masing untuk kelas barang 24; menyatakan pendaftaran merek My Lowe atas nama Tergugat didasari iktikad tidak baik; menyatakan merek My Lowe atas nama Tergugat mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek Love dan My Love milik Penggugat; dan menyatakan batal pendaftaran merek My Lowe atas nama Tergugat; Atas putusan tersebut Tergugat memajukan kasasi ke Mahkamah Agung RI, dan Mahkamah Agung RI menolak permohonan kasasi nya. Selanjutnya Tergugat memajukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung RI, dan juga ditolak oleh Mahkamah Agung RI.

(14)

jenis barang. Perlu diperhatikan bahwa kriteria persamaan pada pokoknya ada juga disebutkan dalam World Trademark Simposium di Cannes tanggal 5-9 Februari 1991, yang antara lain adalah: adanya persamaan pengertian atau konotasi, dan adanya persamaan bunyi (sound similarity)37

5. Putusan Mahkamah Agung RI No.485 K/Pdt.Sus/2009 Tanggal 27 Agustus 2009 jo.Putusan Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No.80/MEREK/2008/PN.NIAGA.JKT.PST. Tanggal 12 Mei 2009 (Kasus Merek Terkenal Koyo v Koy dan Logo Kelaher)

.

Adanya iktikad tidak baik dari Tergugat dilihat antara lain dari adanya Surat Pernyataan Bersama tertanggal 27 Juni 2003 tersebut, sehingga niat Tergugat untuk membonceng, meniru atau menjiplak ketenaran merek Love dan My Love jelas terlihat. Di samping itu, adanya kemiripan antara merek My Lowe milik Tergugat dengan Love dan My Love milik Penggugat disebabkan adanya kemiripan bunyi ucapan dan cara penulisannya.

JTEKT Corporation (Penggugat) telah menggugat Supardi (Tergugat I dan Ditjen HKI (Tergugat II) di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan alasan bahwa JTEKT Corporation adalah perusahaan yang didirikan pada tahun 1921 bernama Koyo Seiko Company, selanjutnya sejak tahun 1935 berubah nama menjadi Koyo Seiko Company Limited, dan sejak tahun 2006 berubah lagi menjadi JTEKT Corporation. JTEKT Corporation adalah perusahaan bergerak di bidang pembuatan dan penjualan sistem kemudi, driveline komponen,

37

(15)
(16)

kelaher menyerupai huruf O (Koy dan Logo Kelaher) yang terdaftar di Ditjen HKI tertanggal 7 Agustus 2001 dengan No.485561 untuk barang kelas 12 atas nama Tergugat I. Penggugat keberatan atas pendaftaran Merek Koy dan Logo Kelaher tersebut dengan alasan mempunyai persamaan pada pokoknya dengan Merek Koyo dan memajukan gugatan pembatalan pendaftaran Merek Koy dan Logo Kelaher tersebut karena mempunyai persamaan pada pokoknya dengan Merek Koyo miliknya yang sudah terdaftar sebelumnya di Ditjen HKI dan termasuk merek terkenal. Dalam perkara ini Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam putusannya antara lain menyatakan: Merek Penggugat adalah merek terkenal; Menyatakan merek Tergugat I Koy dan Logo Kelaher mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek terkenal Koyo milik Penggugat; Menyatakan Tergugat I mempunyai iktikad tidak baik dalam memajukan permohonan pendaftaran merek Koy dan Logo Kelaher; dan menyatakan batal pendaftaran Merek Koy dan Logo Kelaher tersebut dengan segala akibat hukumnya.

Atas putusan tersebut Supardi memajukan kasasi ke Mahkamah Agung, namun permohonannya ditolask oleh Mahkamah Agung RI. Terlihat secara konsisten dalam kasus ini juga bahwa pengadilan telah menerapkan:

(17)

Tergugat I untuk membonceng reputasi merek Koyo milik Penggugat yang sudah menjadi merek terkenal;

b. Ketentuan Pasal 6 ayat (1) huruf a, yang mengatakan bahwa permohonan harus ditolak oleh Ditjen HKI apabila Merek tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan/atau jasa sejenis. Serta telah pula menerapkan ketentuan Pasal 6 ayat (1) Huruf b yang mengatakan permohonan harus ditolak oleh Ditjen HKI apabila Merek tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis. Dalam hal ini keterkenalan merek Koyo milik Penggugat dilihat dari beberapa hal, antara lain merek koyo sudah didaftar di 88 negara di dunia, investasinya juga secara besar-besaran dibanyak negara di dunia, merek tersebut juga sudah ada sejak tahun 1921 di Jepang, dan telah didaftar di Kantor HKI Indonesia sejak tahun 1963; dan keterkenalan merek Koyo di Indonesia telah dikukuhkan melalui putusan pengadilan.

Adanya persamaan pada pokoknya antara merek Koyo milik Penggugat dengan merek Koyo dan Logo Kelaher milik Tergugat I dilihat oleh pengadilan dari aspek:

(18)

mengakibatkan merek Koy dan logo kelaher terbaca atau tereja menjadi Koyo, yang berarti mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek Koyo milik Penggugat;

2) Adanya persamaan bentuk tulisan berupa huruf Kanji; dan

3) Adanya persamaan jenis barang antara merek Koy dan Logo Kelaher dengan merek Koyo milik Penggugat, yaitu: barang berupa kelaher (bearings) dengan kelas barang 12.

Sedangkan untuk kriteria merek terkenal pengadilan melihat dari unsur-unsur: bahwa merek Koyo telah terdaftar di Indonesia sejak tahun 1963, dan di 88(delapan puluh delapan negara di dunia; terdaftar di buku daftar merek-merek terkenal “Famous Trademarks in Japan”; pemilik merek telah melakukan investasi secara besar-besaran di berbagai negara di dunia dengan membuka pabrik, kantor cabang atau perwakilan. Seperti di Jepang, di Amerika Utara dan Amerika Selatan, Eropah, Asia dan Australia; promosi merek tersebut dilakukan secara besar-besaran di berbagai media, baik cetak maupun elektronik di Indonesia dan di berbagai negara di dunia.

6. Putusan Mahkamah Agung RI No.261 K/Pdt.Sus/2011 Tanggal 21 Juni 2011 jo. Putusan Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No.5/MEREK/2010/PN.NIAGA.JKT.PST. Tanggal 29 November 2010 (Kasus Merek KOPITIAM v KOK TONG KOPITIAM)

(19)
(20)
(21)

iktikad tidak baik dengan alasan bahwa KOPITIAM itu kata umum yang telah hadir di tengah pergaulan masyarakat sejak lama. Pengertian KOPITIAM adalah semacam food court yang menjual sarapan tradisional yang ditemukan di negara Malaysia, dan Singapura serta beberapa negara Asia lainnya.

Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat melalui putusannya No.5/MEREK/2010/PN.NIAGA.JKT.PST. dalam perkara ini mengabulkan seluruh gugatan Penggugat.

Adapun pertimbangan hukum yang mendasari putusan tersebut adalah bahwa antara merek KOK TONG KOPITIAM milik Tergugat I mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek KOPITIAM milik Penggugat yang dilihat dari adanya unsur-unsur yang menonjol antara merek yang satu dengan merek yang lain yang dapat menimbulkan kesan adanya persamaan baik mengenai bentuk, cara penempatan, cara penulisan, atau kombinasi antara unsur-unsur ataupun persamaan bunyi ucapan yang terdapat dalam merek-merek tersebut. Hal tersebut dikuatkan oleh keterangan ahli Drs.Ahmad Hasan yang mengatakan bahwa unsur yang menonjol tersebut cukup salah satu saja. Bisa persamaan bentuk, persamaan cara penempatan, persamaan cara penulisan, persamaan bunyi ucapan atau kombinasi bentuk, penulisan atau yang lainnya.

(22)

Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam kasus ini menerapkan ketentuan Pasal 6 ayat (1) Huruf a, secara alternatif. Jika dihubungkan dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung No. No.2279 PK/Pdt/1992 tanggal 6 Januari 1992 yang memberikan kriteria bahwa merek mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya, apabila: sama bentuk, sama komposisi, sama unsur elemen, sama bunyi, sama ucapan, sama penampilan, maka unsur-unsur tersebut harus diartikan bersifat alternatif. Pengadilan juga menilai bahwa kedua merek tersebut masih berada dalam satu kelas jasa, yakni kelas 43, dan untuk jenis jasa yang pada pokoknya sama.

(23)

KOPITIAM, didirikan oleh Lesli’e dan Penny Phoon di Washington DC, Amerika Serikat.

Bantahan Tergugat I tersebut dimaksudkan untuk berlindung pada ketentuan Pasal 5 huruf c dan d UU No.15 Tahun 2001. Di mana berdasarkan ketentuan Pasal 5 huruf c bahwa Merek tidak dapat didaftarkan apabila merek tersebut telah menjadi milik umum; atau Pasal 5 huruf e yang menyebutkan Merek tidak dapat didaftar apabila merek tersebut merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya. Namun Pengadilan Niaga mengenyampingkan dalil bantahan Tergugat I tersebut. Hal ini secara normatif dapat diterima, karena di Indonesia kata KOPITIAM belum menjadi kata milik umum. Tentu berbeda dengan kata-kata KEDAI KOPI yang dapat dikatagorikan sebagai milik umum.

Pasal 5 huruf c dan huruf d UU No.15 Tahun 2001 termasuk merek yang tidak dapat didaftarkan apabila merek tersebut mengandung unsur telah menjadi milik umum, atau merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya. Oleh karena itu, Tergugat mencoba berlindung pada ketentuan ini untuk meyakinkan hakim bahwa istilah KOPITIAM merupakan istilah yang telah menjadi milik umum, ataupun merupakan keteranganatau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya. Namun pengadilan tidak dapat menerima alasan tersebut.

(24)

beberapa kasus yang kerap terjadi di Direktorat Merek adalah menerima pendaftaran merek yang sebenarnya adalah merupakan keterangan barang. Hal ini dapat menjadi bom waktu karena merek-merek yang seharusnya ditolak tetapi justru diterima”.38

7. Putusan Mahkamah Agung RI No.400 K/Pdt.Sus/2011 Tanggal 10 November 2011 jo.Putusan Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No.09/MEREK/2011/PN.NIAGA.JKT.PST. Tanggal 20 April 2011 (Kasus Merek INTER-CONTINENTAL v Merek the INTERCONTINENTAL)

Pengadilan melihat adanya persamaan pada pokoknya antara kedua merek tersebut dari unsur-unsur: adanya persamaan bunyi; adanya persamaan ucapan; adanya persamaan cara penulisan; dan kedua merek tersebut berada dalam kelas dan jenis barang yang sama.

Kasus INTER-CONTINENTAL HOTELS CORPORATION (Penggugat) telah memajukan gugatan terhadap PT.LIPPO KARAWACHI,TBK. (Tergugat I) dan Ditjen HKI (Tergugat II) diPengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan alasan bahwa Penggugat adalah pemegang hak khusus di Indonesia dan di dunia dari: Nama Dagang: CONTINENTAL, dan Merek Dagang: INTER-CONTINENTAL. Merek INTER-CONTINENTAL milik Pengugat sangat terkenal di negara asal dan di dunia termasuk di Indonesia, dan terdaftar di 100 negara. Di Indonesia merek INTER-CONTINENTAL milik Penggugat terdaftar pada Direktorat Merek, antara lain: di bawah No.313011 tanggal 16 Juli 1993, dan diperbaharui di bawah No.IDM000101132 untuk melindungi: “Jasa-jasa perhotelan, dan restaurant-restaurant, jasa-jasa di bidang penyimpanan koper-koper, pengiriman surat-surat dan

38

(25)
(26)

Tergugat I Daftar No.IDM000181945 dalam ucapan maupun suara pada pokoknya sama dengan Nama Dagang dan Merek Dagang Penggugat; Menyatakan batal, setidak-tidaknya membatalkan pendaftaran Merek No.IDM000181945, dalam DUM atas nama Tergugat I dengan segala akibat hukumnya;

Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menolak gugatan Penggugat tersebut dengan alasan antara merek Penggugat dan merek Tergugat I berbeda/tidak sama pemakaian huruf kapital dan perbedaan penulisan. Atas putusan tersebut Penggugat memajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Di tingkat kasasi Mahkamah Agung melalui putusannya No.400 K/Pdt.Sus/2011 tanggal 10 November 2011 mengabulkan gugatan Penggugat/Pemohon Kasasi, dengan diktum putusan antara lain: Menyatakan bahwa Penggugat adalah Pemegang Hak Khusus di Indonesia dari Nama Dagang dan Merek Dagang INTER-CONTINENTAL, karenanya mempunyai hak tunggal/khusus memakai Merek Dagang tersebut di Indonesia; Menyatakan bahwa Nama Dagang dan Merek Dagang Tergugat I Daftar No.IDM000181945 dalam ucapan kata maupun suara pada pokoknya sama dengan Nama Dagang dan Merek Dagang Penggugat; Menyatakan batal, setidak-tidaknya membatalkan pendaftaran Merek No.IDM000181945 dalam Daftar Umum atas nama Tergugat I, dengan segala akibat hukumnya.

(27)

negara termasuk di Indonesia pada Ditjen Merek Departemen Kehakiman No.313011 tanggal 16 Juli 1993 diperbaharui dengan No.IDM000101132 untuk melindungi jasa-jasa yang termasuk dalam kelas 43. Bahwa dengan terdaftarnya merek Pemohon Kasai yaitu INTER-CONTINENTAL di banyak negara di dunia, maka merek Pemohon Kasasi adalah merek terkenal (well-known) dan sudah dapat dikreteriakan termashur (famous) terutama nama hotel, dan Pemohon Kasasi sudah investasi besar-besaran; Bahwa dengan terkenalnya merek Pemohon Kasasi, maka tidak diperlukan lagi promosi besar-besaran di dunia maupun di Indonesia karena masyarakat sudah mengenal merek tersebut”. Mahkamah Agung juga mempertimbangkan bahwa berdasarkan Pasal 16.3 Persetujuan TRIPS yang sudah diratifikasi Januari 2000 yang melarang adanya pendaftaran/penggunaan merek yang sama dengan suatu pendaftaran merek terkenal untuk barang-barang tidak sejenis, dengan demikian Judex Facti telah salah menerapkan hukum.

Mahkamah Agung telah menerapkan ketentuan Pasal 6 ayat (1) Huruf a, dengan memberikan kriteria persamaan pada pokoknya dengan melihat pada unsur-unsur: persamaan dalam ucapan kata maupun suara. Namun tidak melihat bahwa jenis jasa pada Merek INTER-CONTINENTAL tersebut berbeda dengan jenis jasa pada Merek THE INTERCONTINENTAL. Di mana pada merek INTER-CONTINENTAL jasa yang sangat menonjol adalah hotel, sementara pada merek THE INTERCONTINENTAL tidak terdapat jasa hotel atau perhotelan.

(28)

1993, dan di mancanegara (tidak menyebut di negara mana saja); pemilik merek telah melakukan investasi secara besar-besaran di berbagai negara di dunia dengan memiliki jaringan perhotelan di 29 (dua puluh sembilan) negara di dunia.

Dengan demikian, dari putusan ini tergambar bahwa jika permohonan merek didasarkan pada iktikad tidak baik dan mempunyai persamaan baik pada pokoknya maupun keseluruhannya dengan merek terkenal, tidak diharuskan adanya unsur untuk jenis barang dan/atau jasa sejenis. Dengan demikian jika sudah terbukti adanya iktikad tidak baik maka ketentuan Pasal 6 ayat (1) Huruf b UUM2001 yang mengatakan permohonan harus ditolak apabila merek tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis dikesampingkan.

Sekurang-kurangnya terdapat 3 (tiga) kekurangan dari Penggugat dalam dalil gugatannya dalam kasus ini, yakni:

(29)

diperdsagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-baramng sejenis lainnya);

b. Dalam petitum gugatannya Penggugat tidak memintakan agar Merek INTER-CONTINENTAL tersebut dinyatakan sebagai merek terkenal. Padahal Penggugat telah mengungkapkan dalam dalil gugatannya bahwa Nama Dagang dan Merek Dagang INTER-CONTINENTAL tersebut sangat terkenal dan dunia, dan sudah terdaftar di 99 Negara di dunia;

c. Penggugat tidak memintakan dalam petitum guugatannya agar Tergugat I memajukan pendaftaran merek the INTERCONTINENTAL tersebut didasarkan atas iktikad tidak baik. Padahal dari adanya persamaan pada pokoknya antara merek INTER-CONTINENTAL milik Penggugat dengan merek THE INTERCONTINENTAL milik Tergugat I, terlihat adanya iktikad tidak baik dari Tergugat I mendaftarkan mereknya tersebut. Padahal adanya iktikad tidak baik dari Tergugat I tersebut telah diungkapkan secara jelas dan berulang-ulang oleh Penggugat.

8. Putusan Mahkamah Agung RI No.738 K/Pdt.Sus/2011 Tanggal 5 Januari 2012 jo. Putusan Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No.55/MEREK/2011/PN.NIAGA.JKT.PST. Tanggal 8 September 2011(Kasus Merek PELASTIN v Merek ELASTYN)

(30)
(31)

didasarkan pada iktikad tidak baik. Setelah melalui proses panjang akhirnya Pengadilan Niaga menyatakan Merek ELASTYN milik Terugat I mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek PELASTIN; dan Menyatakan batal demi hukum pendaftaran merek ELASTYN atas nama Tergugat I dengan segala akibat hukumnya.

Putusan tersebut didasarkan pada pertimbangan hukum bahwa antara Merek PELASTIN dan Merek ELASTYN mempunyai persamaan pada pokoknya. Oleh karena antara kedua merek tersebut memiliki kemiripan baik karena persamaan bentuk dan warna, persamaan cara penulisan, dan persamaan bunyi ucapannya; Atas putusan tersebut Tergugat I memajukan kasasi ke Mahkamah Agung, tetapi permohonan kasasi tersebut ditolak.

Dapat dicatat beberapa hal dalam kalam kasus ini, yaitu:

a. Penggugat tidak mengetahui sebelumnya permohonan pendaftaran merek ELASTYN tersebut, dan tidak mengetahui bahwa sebelum didaftarkan dalam Daftar Umum Merek (DUM) dan sebelum pemeriksaan substantif telah diumumkan dalam Berita Resmi Merek (BRM). Sehingga tidak dapat menggunakan haknya memajukan keberatan atas permohonan pendaftaran merek ELASTYN tersebut;

(32)

pokoknya dengan merek yang sudah terdaftar dan untuk kelas dan jenis barang yang sama pula”;

c. Pengadilan juga telah menerapkan ketentuan Pasal 6 ayat (1) huruf a dengan tepat dan benar. Di mana Permohonan pendaftaran merek harus ditolak karena mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan/atau jasa yang sejenis. Di mana menurut Penggugat yang kemudian dibenarkan oleh pengadilan bahwa antara merek PELASTIN milik Penggugat dengan merek ELASTYN milik Tergugat mempunyai persamaan pada pokoknya dilihat dari adanya:

1) Persamaan bentuk dan unsur warna yang digunakan, di mana dari etiket merek pada sertifikat merek ELASTYN dan PELASTIN dapat terlihat adanya kesamaan antara kedua merek yaitu: sama-sama menggunakan huruf tanpa ada logo. Serta memiliki warna dasar putih serta tulisan berwarna hitam;

2) Persamaan cara penempatan, dimana berdasarkan kemasan produk, terlihat jelas cara penempatan merek pada kemasan beredar kedua merek memiliki kesamaan, yaitu: di posisi tengah bagian atas;

(33)

4) Persamaan bunyi ucapan, di mana secara bunyi jelas kedua merek memiliki kemiripan yang nyata secara vokal bahasa Indonesia.

5) Kedua merek tersebut berada dalam satu kelas dan jenis barang.

B. Analisis Kasus

1. Mengenai Kriteria “Persamaan Pada Pokoknya”

Melalui pendekatan kasus yang telah dikemukakan menunjukkan bahwa penerapan ketentuan Pasal 6 ayat (1) huruf a dalam putusan Mahkamah Agung RI sangat bersifat variatif.

Mengenai kriteria “persamaan pada pokoknya” tidak hanya dilihat berdasarkan unsur-unsur: adanya persamaan bentuk, cara penempatan, cara penulisan atau kombinasi antara unsur-unsur, atapun persamaan bunyi ucapan yang terdapat dalam merek tersebut. Melainkan dilihat juga dari sisi komposisi dari merek-merek tertsebut. Sebagaimana kaedah hukum yang lahir melalui Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No.2279 PK/Pdt/1992 tanggal 6 Januari 1992 memberikan kriteria bahwa merek mempunyai persamaan pada pokoknya apabila mempunyai persamaan pada: bentuk, komopisisi, unsur elemen, bunyi, ucapan, ataupun penampilannya, serta untuk barang dan/atau jasa sejenis.

(34)

yang akan ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Namun Peraturan Pemerintah yang dimaksudkan hingga kini belum diterbitkan.Namun penerapannya dalam putusan pengadilan diperluas menjadi untuk barang dan/atau jasa yang tidak sejenis tetapi masih dalam satu kelas barang. Bahkan khusus dalam kasus persamaan pada pokoknya dengan merek terkenal berlaku juga untuk barang dan/ataupun jasa yang tidak satu kelas.

Terkait dengan berlakunya unsur “barang dan/ atau jasa yang tidak satu kelas” Ahmad Miru berpendapat:

Perlindungan merek terkenal walaupun untuk barang dan atau jasa yang tidak sejenis, harus pula memperhatikan keterkaitan antara barang yang tidak sejenis tersebut. Dicontohkannya dengan TOYOTA merupakan merek mobil terkenal sehingga apabila ada pihak yang memproduksi sepeda dengan merek TOYOTA, pihak TOYOTA dapat mengajukan keberatan. Walaupun antara sepeda dan mobil tidak sejenis/tidak sekelas, masih ada keterkaitan karena keduanya merupakan alat transportasi sehingga masyarakat dapat menduga bahwa kedua barang tersebut berasal dari pelaku usaha yang sama.39

39

Ahmad Miru, Hukum Merek: Cara Mudah Mempelajari Undang-undang Merek,

PT.RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2005, hal.17-18

(35)

Untuk melihat variasi kriteria “persamaan pada pokoknya” dalam 8 (delapan) putusan Mahkamah Agung yang dipilih dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel No.1 di bawah ini.

Tabel No. 1

Kriteria “Persamaan Pada Pokoknya” Dalam Putusan Mahkamah Agung

No NOMOR PERKARA KUALIFIKASI MEREK KRITERIA

PERSAMAAN PADA

MEREK TERDAFTAR 1. Adanya persamaan

bunyi ucapan No. 046 K/Pdt.sus/ 2006 jo

No. 61/MEREK/2006/ PN.NIAGA JKT.PST

(KASUS MEREK LOVE, MY LOVE V MY LOWE)

MEREK TERDAFTAR 1. Persamaan bunyi

suara yang dihasilkan

MEREK TERDAFTAR 1. Persamaan bunyi

(36)

5. No. 400/K/Pdt.Sus/ 2011 jo

3. Untuk kelas dan jenis jasa yang berbeda

MEREK TERDAFTAR 1.Persamaan bentuk dan warna

5.Kelas dan jenis barang sama PST Tgl 27 Oktober 2004 (Kasus Merek DAWN

(37)

2. Mengenai Kriteria Merek Terkenal

Berdasarkan identifikasi yang dilakukan terhadap 5 (lima) putusan Mahkamah Agung RI yang merupakan kasus merek terkenal melawan merek terdaftar menunjukkan bahwa penerapan ketentuan Pasal 6 ayat (1) huruf b UU No.15 Tahun 2001 juga tidak seragam.

Terkait dengan ketidakseragaman putusan hakim tersebut berdasarkan hasil wawancaranya dengan salah satu konsultan hukum merek di Jakarta, Erma Wahyuni mengatakan:

Hasil wawancara memberikan indikasi bahwa implementasi hukum merek di Indonesia belum secara konsisten menerapkan setiap pasal yang terkandung dalam Undang-undang Merek, karena belum ada pemahaman yang terintegrasi dari aparat hukum bahwa penegakan hukum harus dilakukan secara konsisten dan untuk mencapai efektivitas dan tujuan hukum dalam bidang merek yang memiliki implikasi bagi pembangunan ekonomi bangsa dan negara.41

a. Terdaftar di Indonesia dan di 4(empat) negara lainnya di dunia;

Kasus merek DAWN dan DAWN Dengan Lukisan v Merek DAWN dan MORNING DAWN pengadilan memberi kriteria merek terkenal tersebut dengan:

b. Investasi di berbagai negara termasuk di Indonesia; c. Merek tersebut telah beredar sejak lama.

41

(38)

Unsur “memperhatikan pengetahuan umum masyarakat mengenai merek tersebut di bidang usaha yang bersangkutan” dalam kasus ini sama sekali tidak dipertimbangkan.

Kasus Merek AX ARMANI v Merek A/X pengadilan melihat kriteria merek terkenal tersebut berdasarkan:

a. Sudah dikukuhkan sebelumnya sebagai merek terkenal melalui putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap;

b. Telah didaftar di Indonesia dan di beberapa negara di dunia, termasuk di World Intellectual Property Organization (WIPO);

Terlihat bahwa keterkenalan Merek AX ARMANI tersebut sudah dikukuhkan dalam 2(dua) putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

Kasus Merek PAUL & SHARK YACHTING v Merek PAUL & SHARK keterkenalan merek PAUL & SHARK YACHTING dilihat oleh pengadilan berdasarkan adanya unsur: Merek PAUL & SHARK YACHTING dan Lukisan Ikan Hiu telah terdaftar di berbagai negara di dunia yang sebagaian besar terdaftar lebih dahulu dari pendaftaran merek PAUL & SHARK atas nama Tergugat. Hal ini menunjukkan bahwa pengadilan hanya menggunakan satu unsur saja dari kriteria merek terkenal yang terdapat dalam ketentuan Pasal 6 ayat (1) Huruf b UUM 2001 yang digunakan untuk menyatakan merek PAUL & SHARK YACHTING sebagai merek terkenal.

(39)

kriteria: telah terdaftar di Indonesia dan di mancanegara, memiliki jaringan hotel di manca negara dan di Indonesia, dan investasi secara besar-besaran di manca negara dan di Indonesia.42

a. Telah terdaftar di 88 negara di dunia, dan di Indonesia, dan terdaftar di Famous Trademarks in Japan (Daftar Merek-merek terkenal di Jepang); Kasus Merek Koyo v Merek Koy dan Logo Kelaher pengadilan melihat keterkenalan Merek Koyo berdasarkan kriteria:

b. Mempunyai kantor cabang atau perwakilan dan pabrik di Jepang dan di berbagai negara di dunia.

c. Memiliki jaringan usaha di 23 negara;

Berdasarkan 5 (lima) kasus di atas terlihat bahwa keterkenalan suatu merek lebih dititik beratkan pada unsur pendaftaran merek tersebut di berbagai negara di dunia, dan investasinya di berbagai negara di dunia. Di mana unsur pengetahuan umum masyarakat atas merek tersebut tidak menjadi fokus perhatian. Hal ini dapat dipahami, sebab pengadilan berkeyakinan bahwa dengan didaftarkannya suatu merek itu di berbagai negara di dunia, dan investasi yang dilakukan di berbagai negara di dunia tentu masyarakat umum telah mengetahui keberadaan merek tersebut. Hal ini kurang memberikan rasa keadilan, karena dengan didaftarkannya suatu merek di berbagai negara saja, belum tentu masyarakat umum mengetahui keberadaan merek

(40)

tersebut. Apalagi ukuran siapa yang dimaksudkan dengan “masyarakat umum” itu sendiripun masih menimbulkan perdebatan.

Sangat disayangkan Pengadilan tidak pernah menggunakan salah satu sarana yang disediakan dalam Penjelasan Pasal 6 ayat (1) Huruf b untuk mengukur keterkenalan suatu merek, yakni meminta bantuan pada lembaga yang bersifat mandiri untuk melakukan survei guna memperoleh kesimpulan mengenai terkenal atau tidaknya merek yang menjadi dasar penolakan.

Gambaran singkat untuk mengetahui mengenai kriteria merek terkenal yang diterapkan dalam 5 (lima) kasus merek tersebut dapat dilihat pada Tabel No.2 di bawah ini.

Tabel No. 2

Kriteria Merek Terkenal Dalam Putusan Mahkamah Agung

No. Nomor Perkara Kriteria Merek Terkenal 1

A. Terdaftar di berbagai negara. 1. Terdaftar di Indonesia

tanggal 15 Agustus 1996 2. Terdaftar di 15 negara : Italia,

Australia, Argentina, Bolivia,

3. Terdaftar di organisasi Hak Milik Intelektual Afrika (African Intelectual Property Organization)

(41)

(OMPI)

2 Putusan MARI No.485

K/Pdt.Sus/2009 Tgl 27 Agustus 2009 yo Putusan PN Niaga Jkt Pst No.80/Merek/2008/PN.Niaga jkt pst tgl 12 Mei 2009

A. Terdaftar di berbagai negara di dunia.

1. di Indonesia terdaftar sejak tanggal 16 september 1963. 2. terdaftar di 88 negara di

dunia

B. Terdaftar di buku daftar merek-merek terkenal di Jepang. C. Investasi di berbagai negara di

dunia dengan membuka pabrik, kantor cabang, atau perwakilan D. Promosi secara besar-besaran di

berbagai media, baik cetak maupun elektronik di Indonesia, dan di berbagai negara di dunia. 3 Putusan MARI NO. 400

K/Pdt.Sus/2011 tgl 10 Nvember 2011 yo putusan PN Niaga Jkt pst tgl 20 April 2011

A. Terdaftar di berbagai negara 1. Di Indonesia sejak tanggal 16

Juli 1993

2. Terdaftar di mancanegara 3. Investasi secara

besar-besaran di berbagai negara di dunia dengan memiliki

(42)

BAB IV

RUANG LINGKUP PENERAPAN LARANGAN PENDAFTARAN MEREK YANG SAMA PADA POKOKNYA DENGAN MEREK TERDAFTAR

ATAU MEREK TERKENAL DALAM PUTUSAN PENGADILAN

A. Permohonan Merek Yang Didasarkan Pada Iktikad Baik

Secara normatif terdapat beberapa pasal dalam UU No.15 Tahun 2001 yang dapat dijadikan dasar rujukan, antara lain: Pasal 1 Angka 2 dan 3 dan 4 (mengenai penafsiran autentik untuk Merek, Merek Dagang, Merek Jasa, dan Merek Kolektif), Pasal 2 (mengenai jenis-jenis merek), Pasal 3 (mengenai pengertian hak merek), Pasal 4 (mengenai larangan permohonan merek dengan iktikad tidak baik), Pasal 5 (mengenai merek-merek yang tidak boleh didaftarkan) dan Pasal 6 (mengenai hal-hal yang menyebabkan permohonan merek harus ditolak).

(43)

UU No.15 Tahun 2001 tentang Merek memberikan kemungkinan didaftarkannya suatu merek yang sama pada pokoknya ataupun keseluruhannya dengan merek yang sudah terdaftar sebelumnya atau dengan merek terkenal untuk kelas barang ataupun jasa yang sama. Asalkan untuk jenis barang dan/atau jasa yang berbeda, dan pendaftaran merek tersebut dilakukan dengan iktikad baik. Iktikad baik menjadi asas penting dalam hukum.44

Berdasarkan argumentasi tersebut, sudah jelas bahwa jika permohonan pendaftaran merek itu dilakukan atas dasar iktikad baik maka larangan pendaftaran merek yang sama pada pokoknya dengan merek yang sudah terdaftar sebelumnya

Penjelasan Pasal 4 disebutkan:

” Pemohon yang beriktikad baik adalah Pemohon yang mendaftarkan Mereknya secara layak dan jujur tanpa ada niat apapun untuk membonceng, meniru, atau menjiplak ketenaran Merek pihak lain demi kepentingan usahanya yang berakibat merugikan pada pihak lain itu atau menimbulkan kondisi persaingan curang, mengecoh, atau menyesatkan konsumen

Berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap 8 (delapan) putusan Mahkamah Agung RI yang telah berkekuatan hukum tetap dalam perkara merek, ternyata semuanya justru pendaftaran merek itu dilakukan atas dasar iktikad tidak baik. Namun secara faktual terdapat ada dua merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya yang terdaftar di Ditjen HKI atas nama dua orang yang dimiliki oleh orang yang berbeda.

44

(44)

atau dengan merek terkenal itu hanya berlaku untuk barang dan/atau jasa yang sejenis saja.

Terhadap larangan pendaftaran merek yang terdapat dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b UU No.15 Tahun 2001 dapat pula diberlakukan terhadap barang dan/atau jasa yang tidak sejenis. Dalam Pasal 6 ayat (2) yang disebutkan: “Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat pula diberlakukan terhadap barang dan/atau jasa sejenis sepanjang memenuhi persyaratan tertentu yang akan ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah”. Namun hingga saat ini Peraturan Pemerintah dimaksudkan dalam ketentuan tersebut belum ada, maka ketentuan tersebut belum dapat dilaksanakan secara efektif.

Ada 5 (Lima) putusan Mahkamah Agung yang merupakan kasus merek terkenal melawan merek terdaftar yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya jika dipelajari dengan seksama, sebenarnya sudah nampak gambaran bahwa “persyaratan tertentu” yang dimaksudkan dalam ketentuan Pasal 6 ayat (2) UU No.15 Tahun 2001 tentang Merek untuk memperluas larangan permohonan merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya merek terkenal untuk barang dan/atau jasa yang tidak sejenis itu antara lain adalah jika permohonan tersebut dilakukan atas dasar iktikad tidak baik. Hal itu memberikan perlindungan terhadap merek terkenal.45

Berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap 8(delapan) putusan Mahkamah Agung RI pada Bab III, 7(tujuh) putusan yang membatalkan pendaftaran merek dari

45

(45)

Daftar Umum Merek yang kelas barangnya sama, tetapi yang sama persis jenis barangnya hanya 3(tiga) putusan saja, yakni: kasus Merek Koyo v Merek Koy dan Logo Kelaher, kasus Merek KOPITIAM v Merek KOK TONG KOPITIAM, dan kasus Merek DAWN v Merek MORNING DAWN. Hal ini disebabkan dalam pertimbangan hukum pengadilan pembatalan merek tersebut selain didasarkan atas alasan mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek terdaftar atau merek terkenal, juga adanya unsur itikad tidak baik dalam pendaftaran merek yang dibatalkan itu.

B. Permohonan Merek Yang Didasarkan Pada Iktikad Tidak Baik

Sebagai landasan yuridis formal mengenai larangan permohonan merek yang didasarkan pada Pemohon yang beriktikad tidak baik terdapat dalam Pasal 4 UU No.15 Tahun 2001 tentang Merek yang menyebutkan: “Merek tidak dapat didaftarkan atas dasar permohonan yang diajukan oleh Pemohon yang beriktikad tidak baik”. Selanjutnya dalam Penjelasan Pasal 4 UU No.15 Tahun 2001 tentang Merek disebutkan:

Pemohon yang beriktikad baik adalah Pemohon yang mendaftarkan Mereknya secara layak dan jujur tanpa ada niat apapun untuk membonceng, meniru, atau menjiplak ketenaran Merek pihak lain demi kepentingan usahanya yang berakibat kerugian pada pihak lain itu atau menimbulkan kondisi persaingan curang, mengecoh, atau menyesatkan konsumen...

(46)

hal ini adalah pemilik merek yang sudah terdaftar sebelumnya dan/atau pemilik merek terkenal. Jika niat untuk membonceng, meniru, atau menjiplak itu ada pada diri pemohon merek, maka pemohon merek yang bersangkutan dapat dikatagorikan sebagai pemohon yang beriktikad tidak baik.

Perbuatan beriktikad tidak baik yang merupakan pelanggaran pasal 6 UU Merek, meerupakan tindakan curang untuk memnonceng merek yang sudah banyak dikenal luas, sehingga dengan menggunakan merek yang demikian, suatu produk ikut menjadi dikenal di masyarakat. Perbuatan demikian, tidak sesuai dengan etika intelektual yang telah diatur dengan undang-undang, karena suatu hasil karya orang lain tidak boleh ditiru begitu saja, melainkan harus melalui izin pemiliknya.46

1. Merek yang dimohonkan itu mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek terdaftar atau merek terkenal;

Sekurang-kurangnya ada tiga hal yang dapat digunakan sebagai alat bukti bagi adanya indikasi iktikad tidak baik pada diri si pemohon merek tersebut.

2. Merek tersebut dimohonkan pada kelas dan/ataupun jenis barang yang sama dengan kelas dan jenis barang dari merek terdaftar atau merek terkenal tersebut. Namun, khusus terhadap merek terkenal dalam Pasal 16.3 Persetujuan TRIP’s diatur bahwa larangan pendaftaran merek atas

46

RR.Putri Ayu Priamsari, Penerapan Iktikad Baik Sebagai Alasan Pembatalan Merek Menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek (Di Tingkat Peninjauan Kembali),

(47)

dasar iktikad tidak baik juga berlaku terhadap barang dan/atau jasa yang tidak sejenis.

3. Adanya niat dari pemohon merek untuk membonceng, meniru, atau menjiplak popularitas atau ketenaran dari merek yang sudah terdaftar sebelumnya yang sudah punya reputasi baik di masyarakat atau merek terkenal.

Masalah iktikad tidak baik tersebut juga akan timbul jika seseorang telah memakai suatu merek dalam periode sebelumnya, tetapi memilih tidak mendaftarkan merek tersebut. Jika seseorang itu dapat membuktikan bahwa dia sudah menggunakan merek tersebut, maka usaha mendaftarkan merek itu oleh orang lain dapat dicegah dengan menyebut usaha tadi sebagai “iktikad tidak baik”.47

1. Kasus Merek Terkenal AX ARMANI v Merek A/X

Untuk mengetahui ruang lingkup penerapan larangan pendaftaran merek yang mempunyai “persamaan pada pokoknya” yang disertai dengan adanya unsur “iktikad tidak baik” oleh pengadilan, akan dilihat dalam 8 (delapan) putusan Mahkamah Agung di bawah ini di bawah ini.

Kasus Merek AX ARMANI v A/X Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah membatalkan pendaftaran Merek A/X milik Tergugat yang melindungi barang-barang yang termasuk kelas 25 dengan alasan Merek A/X tersebut merupakan hasil kreasi, imajinasi dan

47

(48)

pengembangan dari Merek ARMANI EXCHANGE dan/atau penggalan dari Merek AX ARMANI EXCHANGE milik Penggugat yang melindungi barang-barang kelas 25. Di mana putusan ini dikuatkan oleh Mahkamah Agung RI di tingkat kasasi.

Pengadilan melihat adanya iktikad tidak baik dari Tergugat I dalam pendaftaran Merek A/X tersebut untuk membonceng, meniru ataupun menjiplak merek terkenal ARMANI EXCHANGE dan AX ARMANI EXCHANGE didasarkan atas pendapat bahwa merek A/X tersebut merupakan hasil kreasi, imajinasi dan pengembangan dari merek ARMANI EXCHANGE dan AX ARMANI EXCHANGE.

Untuk memperkuat iktikad tidak baik dari Tergugat I selaku pemilik merek A/X tersebut dalam dalil gugatan Penggugat telah diungkapkan bahwa Tergugat I dengan iktkad buruk telah berulang kali melakukan pelanggaran atas merek-merek milik Penggugat yang lainnya, yang penyelesaiannya ditempuh melalui pengadilan.

Berdasarkan dalil gugatan Penggugat tersebut nampaik jelas adanya iktikad tidak baik dari Tergugat I dalam mendaftarkan merek A/X tersebut, karena telah melakukan perbuatan melawan hukum baik pidana maupun perdata yang berulang-ulang.

(49)

EXCHANGE dan AX ARMANI EXCHANGE, yakni barang-barang yang termasuk kelas 25.

2. Kasus Terkenal Merek DAWN v Merek MORNING DAWN

Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat melalui putusannya No.36/MEREK/2004/PN.NIAGA.JKT.PST, tanggal 27 Oktober 2004 yang dikuatkan oleh Mahkamah Agung RI melalui putusannya No.036 K/N/HaKI/2004 tanggal 17 Januari 2005 telah membatalkan merek MORNING DAWN milik Tergugat dengan alasan mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek terkenal DAWN milik Penggugat.

Itikad tidak baik dari Tergugat untuk membonceng keterkenalan merek DAWN milik Penggugat dilihat dari faktor adanya persamaan pada pokoknya merek MORNING DAWN dengan merek DAWN, dan kedua merek tersebut didaftarkan untuk melindungi jenis-jenis barang untuk kelas yang sama, yakni kelas 29.

3. Kasus Merek Terkenal PAUL & SHARK YACHTING v Merek PAUL & SHARK

(50)

Tergugat karena mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek PAUL & SHARK YACHTING dan Lukisan Ikan Hiu atas nama Penggugat.

Itikad tidak baik dari Tergugat dilihat Pengadilan berdasarkan adanya persamaan pada pokoknya antara merek PAUL & SHARK milik Tergugat dengan merek PAUL & SHARK YACHTING milik Penggugat, dan kedua merek tersebut juga sama-sama melindungi jenis-barang dalam kelas 25.

Penggugat dalam dalil gugatannya menyebutkan bahwa Tergugat dalam menggunakan kata PAUL & SHARK pada mereknya pasti diilhami merek Penggugat yang telah terdaftar lebih dulu di Indonesia. Dengan demikian pendaftaran merek milikTergugat didasari oleh iktikad tidak baik untuk membonceng keterkenalan merek milik Penggugat dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan besar tanpa harus mempromosikan mereknya. Dalil gugatan ini telah dijadikan oleh Mahkamah Agung sebagai salah satu pertimbangan untuk membatalkan pendaftaran merek PAUL & SHARK tersebut. Dengan demikian iktikad tidak baik dari Tergugat dilihat dari faktor adanya persamaan pada pokoknya kedua merek tersebut dan barang-barang yang dilindungi oleh kedua merek tersebut berada dalam satu kelas yakni kelas 25.

4. Kasus Merek LOVE dan MY LOVE v Merek MY LOWE

(51)

atas nama Tergugat didasari iktikad tidak baik, dan karenanya menyatakan batal pendaftaran merek MY LOWE tersebut. Putusan ini dikuatkan di tingkat kasasi dan ditingkat peninjauan kembali oleh Mahkamah Agung RI.

Dasar keyakinan hakim menyatakan Tergugat memajukan pendaftaran merek MY LOWE tersebut adalah adanya persamaan pada pokoknya antara merek MY LOWE miikTergugat dengan merek LOVE dan MY LOVE milik Penggugat, dan kedua merek tersebut melindungi barang untuk kelas yang sama yakni kelas 24. Di samping itu, bukti lain yang cukup penting dalam kasus ini untuk membuktikan adanya iktikad tidak baik dari Tergugat dalam mendaftarkan merek MY LOWE tersebut adalah dalam dalil gugatan Penggugat disebutkan bahwa Tergugat merupakan pihak yang turut menandatangani Surat Perjanjian Bersama tertanggal 27 Juni 2003 yang isinya antara lain Tergugat telah mengakui melakukan kesalahan atas penggunaan merek Penggugat secara tanpa hak.

Berdasarkan bukti Surat Perjanjian Bersama tersebut, jelas bahwa adanya iktikad tidak baik dari Tergugat I dalam memohonkan pendaftaran merek MY LOWE tersebut tidak diragukan lagi.48

5. Kasus Merek Koyo v Merek Koy dan Logo Kelaher

48

(52)

Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat melalui putusannya No.80/MEREK/2008/PN.NIAGA.JKT.PST. tertanggal 12 Mei 2009 antara lain memutuskan: menyatakan merek Koyo milik Penggugat merupakan merek terkenal; menyatakan merek Koy dan Logo Kelaher milik Tergugat I mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek Koyo milik Penggugat; menyatakan Tergugat I mempunyai iktikad tidak baik dalam mengajukan permohonan pendaftaran merek Koy dan Logo Kelaher tersebut; dan karenanya menyatakan batal pendaftaran merek Koy dan logo kelaher milik Tergugat I tersebut. Putusan ini dikuatkan oleh Mahkamah Agung di tingkat kasasi.

Pertimbangan hukum putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Medan melihat adanya iktikad tidak baik dari Tergugat I dalam memohonkan pendaftaran merek Koy dan Logo Kelaher tersebut adalah dari adanya persamaan pada pokoknya antara merek Koy dan Logo Kelaher milik Tergugat I dengan merek terkenal Koyo milik Penggugat. Di samping itu, merek Koy dan Logo Kelaher itu juga didaftarkan untuk melindungi barang-barang yang sama kelas dan jenisnya dengan barang-barang-barang-barang yang dilindungi merek Koyo milik Penggugat yakni untuk barang kelas 12.

6. Kasus Merek KOPITIAM v Merek KOK TONG KOPITIAM

(53)

KOPITIAM mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek KOPITIAM; menyatakan pendaftaran merek KOK TONG KOPITIAM milik Tergugat I didaftarkan atas dasar iktikad tidak baik; dan membatalkan penfdaftaran merek KOK TONG KOPITIAM tersebut dari Daftar Umum Merek. Putusan ini dikuatkan oleh Mahkamah Agung RI di tingkat kasasi.

Adanya iktikad tidak baik dari Trergugat I memohonkan pendaftaran merek KOK TONG KOPITIAM tersebut berdasarkan adanya persamaan pada pokoknya dengan merek KOPITIAM milik Penggugat, dan merek KOK TONG KOPITIAM tersebut didaftarkan untuk melindungi merek jasa untuk jenis dan kelas jasa yang sama dengan merek KOPITIAM.

7. Kasus Merek INTER-CONTINENTAL v Merek THE INTERCONTINENTAL

Mahkamah Agung RI melalui putusannya No.400 K/Pdt.Sus/2011 tanggal 10 November 2011 telah memutuskan, antara lain: menyatakan bahwa Penggugat adalah pemegang hak khusus di Indonesia dari Nama Dagang dan Merek Dagang INTER-CONTINENTAL; menyatakan bahwa Nama Dagang dan Merek Dagang Tergugat I (THE INTERCONTINENTAL) mempunyai persamaan pada pokoknya dengan Nama Dagang dan Merek Dagang milik Penggugat; dan membatalkan Pendaftaran Merek THE INTERCONTINENTAL milik Tergugat I dalam Daftar Umum Merek.

(54)

terdaftar di 29 negara, termasuk di Indonesia terdaftar di Direktorat Jenderal Merek, Departemen Kehakiman (sekarang Ditjen Hak Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia) No.313.011 tanggal 16 Juli 1993 diperbaharui dengan No.IDM000101132 untuk melindungi jasa-jasa yang termasuk dalam kelas 43. Dengan terdaftarnya Merek INTER-CONTINENTAL di bannyak negara di dunia, maka merek INTER-CONTINENTAL adalah merek terkenal (Well-known) dan sudah dapat dikriteriakan termashur (famous). Di samping itu dikutip pula ketentuan Pasal 16.3 Perjanjian TRIP’s yang sudah diratifikasi Januari 2000 yang menegaskan:”melarang adanya pendaftaran/penggunaan merek yang sama dengan suatu pendaftaran merek terkenal untuk barang-barang tidak sejenis”.

Pengadilan melihat adanya iktikad tidak baik dari Tergugat dalam pendaftaran merek THE INTERCONTINENTAL berdasarkan adanya persamaan pada pokoknya dengan merek terkenal INTER-CONTINENTAL milik Penggugat. Di mana oleh karena merek INTER-CONTINENTAL milik Penggugat merupakan merek terkenal, maka tidak perlu harus memenuhi syarat untuk jenis dan/atau kelas barang atau jasa yang sama dengan merek THE INTERCONTINENTAL milik Tergugat.

8. Kasus Merek PELASTIN v Merek ELASTYN

(55)

memutuaskan, antara lain: menyatakan batal demi hukum pendaftaran merek ELASTYN milik Tergugat I, dengan alasan karena mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek PELASTIN milik Penggugat, dan kedua merek tersebut melindungi jenis dan kelas barang yang sama, yakni kelas 05.

Itikad tidak baik dari Tergugat dilihat dari faktor adanya persamaan pada pokoknya antara merek ELASTYN yang didaftarkannya dengan merek PELASTIN milik Penggugat yang sudah terdaftar sebelumnya, untuk jenis dan kelas barang yang sama.

Selanjutnya perlu diketahui bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 69 ayat (1) gugatan pembatalan pendaftaran Merek hanya dapat diajukan dalam jangka waktu 5(lima) tahun sejak tanggal pendaftaran merek tersebut. Terkecuali apabila merek tersebut bertentangan dengan moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum, menurut Pasal 69 ayat (2) gugatan pembatalannya dapat diajukan tanpa batas waktu. Namun dari kasus yang diteliti, ketentuan Pasal 69 ayat (1) UUM 2001 tersebut tidak diterapkan secara konsekwen. Hal ini ternyata dari kasus Merek AX ARMANI v Merek A/X, di tingkat pertama Pengadilan Niaga melalui putusannya No.27/MEREK/2004/PN.NIAGA.JKT.PST. tanggal 31 Agustus 2004 telah menolak gugatan Penggugat GA MODEFINE S.A selaku pemilik merek AX ARMANI dengan pertibangan hukum:

(56)

daluwarsa (lewat waktu) atau setidak-tidaknya gugatan Penggugat tidak dapat diterima.49

Bahwa meskipun Termohon Kasasi/Tergugat I adalah prendaftar pertama (first to file), namun pada saat didaftarkan merek tersebut telah beredar, sebab berdasarkan bukti P.3.2 merek AX ARMANI EXCHANGE sudah terdaftar pada tanggal 26 November 1991 No.321488. Di samping itu mengenai merek terkenal milik Pemohon Kasasi/Penggugat telah ada putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap yaitu putusan No.015 PK/N/HaKI/2003 tanggal 7 April 2004 (bukti P.5.8)

Namun di tingkat kasasi Mahkamah Agung melalui putusannya No.024 K/N/HaKI/2004 tanggal 2 Februari 2005 telah mengabulkan gugatan Penggugat, dan membatalkan pendaftaran merek A/X milik Tergugat I/Termohon Kasasi I.

Mahkamah Agung tidak memberikan pertimbangan hukum secara tegas terkait dengan gugatan yang telah daluwarsa (lewat waktu). Dalam pertimbangan hukumnya Mahkamah Agung hanya menyebutkan, antara lain:

Bahwa judek fakti dalam perttimbangan hukumnya tidak mempertimbangkan dengan cermat bukti P.3 dan P.4, yaitu bukti yang diajukan sehubungan dengan adanya persamaan pada pokoknya antara merek milik Termohon Kasasi/Tergugat I dengan merek milik Pemohon Kasasi/Penggugat, yaitu merek A/X, yang walaupun baru didaftarkan di Indonesia pada tanggal 8 Maret 2000, setelah didaftarkannya merek milik Termohon Kasasi/Tergugat I yaitu pada tanggal 15 Desember 1995, namun pada saat itu merek milik Pemohon Kasasi/Penggugat telah merupakan merek terkenal (telah terdaftar di organisasi Dunia tentang Hak atas Kekayaan Intelektual/WIPO sejak tahun 1992 vide bukti-P.4.2.

50

Berdasarkan pertimbangan hukum Mahkamah Agung RI tersebut menunjukkan bahwa menurut pendirian Mahkamah Agung RI pengajuan gugatan pembatalan merek terdaftar oleh pemilik merek terkenal dengan alasan mempunyai

49

Tim Redaksi Tatanusa, Op.Cit, hal.286.

50Ibid

(57)

persamaan pada pokoknya, dan adanya iktikad tidak baik, termasuk merupakan pengecualian yang terdapat dalam Pasal 69 ayat (2) UUM 2001, yang berarti tidak terikat pada jangka waktu 5 tahun tersebut.

Berkenaaan dengan jangka waktu mengajukan gugatan pembatalan pendaftaran merek tersebut Adrian Sutedi mengatakan:

Berdasarkan kasus pembatalan merek ini dapat dikemukakan beberapa hal, pertama, gugatan ke pengadilan Niaga tentang perkara pembatalan merek yang telah terdaftar di Departemen Kehakiman dan HAM tidak lagi terikat oleh batas waktu lima tahun sejak pendaftaran artinya dapat diajukan kapan saja apabila merek yang telah terdaftar tersebut merupakan merek yang bertentangan dengan moralitas agama, kesusilaan atau ketertiban umum dalam arti dilandasi oleh niat/iktikad baik dari Pendaftar Merek. Kedua, iktikad tidak baik dari pendaftar merek dinilai terbukti bilamana pendaftar merek tersebut dilandasi oleh niat tidak jujur untuk meniru, menjiplak atau membonceng ketenaran merek milik pihak lain atau dapat berakibat mengecoh atau menyesatkan para konsumen. Terlebih lagi bila merek tersebut merupakan nama badan hukum/perusahaan lain yang ditirunya.51

51

(58)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan kajian yang telah dikemukakan pada bab-bab terdahulu, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut di bawah ini.

1. Secara yuridis formal UU No.15 Tahun 2001 tentang Merek secara tegas melarang pendaftaran merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya baik dengan merek yang sudah terdaftar sebelumnya ataupun dengan merek terkenal untuk barang dan/ataupun jasa sejenis. Namun, dalam kenyataan cukup banyak merek yang didaftarkan pada Ditjen HKI yang kemudian dibatalkan oleh pengadilan akibat adanya gugatan dari pemilik merek yang sudah terdaftar sebelumnya ataupun oleh pemilik merek terkenal. Berdasarkan hasil studi ini diketahui bahwa faktor penyebabnya dapat dilihat dari 3 (tiga) aspek, yakni: substansi hukum, aparatur hukum, budaya hukum.

a. Dari aspek substansi hukum, adanya kelemahan UU Merek No.15 Tahun 2001 yang tidak memberikan kriteria yang memadai kapan dan dalam hal bagaimana suatu merek itu dianggap mempunyai “persamaan pada pokoknya” dengan merek lainnya.

(59)

pada Ditjen HKI yang kurang profesional dalam melaksanakan fungsi dan tugas pokoknya memeriksa permohonan merek yang diajukan kepadanya. c. Dari aspek budaya hukum, bahwa budaya untuk membonceng, meniru,

atau menjiplak merek milik pihak lain yang sudah memiliki reputasi dalam masyarakat nampaknya cukup berkembang dalam masyarakat Indonesia saat ini.

2. Setelah dilakukan analisis terhadap 8(delapan) putusan Mahkamah Agung RI dalam perkara merek, khususnya yang substansinya menyangkut gugatan pembatalan merek karena alasan mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek terdaftar atau merek terkenal diperoleh gambaran bahwa penerapan ketentuan Pasal 6 ayat (1) huruf a dan huruf b UU No.15 Tahun 2001 dalam putusan pengadilan itu cukup bersifat variatif dalam memberikan kriteria “persamaan pada pokoknya” maupun kriteria “merek terkenal”.

(60)

“persamaan pada pokoknya” tersebut dilihat berdasarkan persamaan pada bentuk, komposisi, unsur, elemen, bunyi, ucapan, atau penampilan dari merek-merek tersebut. Di mana untuk unsur-unsur tersebut tidak diharuskan tidak bersifat kumulatif, melainkan bersifat alternatif. Jadi jika salah satu unsur saja dipenuhi, di mana dengan unsur tersebut antara merek yang satu dengan yang lainnya mempunyai kemiripan, maka sudah cukup alasan untuk menyatakan kedua merek tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya.

Mengenai unsur “ untuk barang dan/atau jasa sejenis” ternyata pengadilan tidak selamanya menerapkan secara konsisten. Di mana dalam beberapa putusan ternyata pengadilan juga membatalkan pendaftaran merek dengan alasan mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek yang sudah terdaftar sebelumnya atau merek terkenal untuk barang atau jasa yang tidak sejenis, tetapi masih dalam kelas barang atau jasa yang sama. Namun, putusan tersebut disertai alasan bahwa pemohon mendaftarkan mereknya atas dasar iktikad tidak baik.

3. Mengenai penerapan larangan pendaftaran merek karena alasan mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek terdaftar atau merek terkenal, ternyata dibedakan antara permohonan merek yang didasarkan pada iktikad baik dengan yang didasarkan pada iktikad tidak baik.

(61)

untuk barang dan atau jasa yang sejenis, saja, yang berarti untuk barang atau jasa se kelas diperbolehkan sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 6 ayat (1) Huruf a dan Huruf b UU No.15 Tahun 2001.

b. Jika permohonan merek itu diajukan oleh Pemohon atas dasar adanya iktikad tidak baik, maka larangan tersebut berlaku untuk barang dan/ataupun jasa yang tidak sejenis, dan bahkan terhadap barang dan/atau jasa yang tidak sekelas.

B. Saran

Upaya untuk meminimalisir terjadinya kasus gugatan pembatalan merek terdaftar karena mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek yang sudah terdaftar sebelumnya atau dengan merek terkenal, disarankan:

1. Profesionalitas sumber daya manusia Pemeriksa Merek perlu ditingkatkan dengan cara memberikan pelatihan, jika perlu dengan studi banding ke negara lain yang sistem pendaftarannya lebih baik dari Indonesia. Berikan tambahan insentif untuk meningkatkan kesejahteraan para Pemeriksa Merek tersebut, dan terakpan sanksi yang tegas kepada Pemeriksa Merek yang menyalahgunakan wewenangnya.. Serta memberikan sanksi yang berat kepada Pemeriksa Merek yang menyalahgunakan kewenangannya. 2. Dalam penegakan hukum terhadap ketentuan Pasal 4 dan Pasal 6 ayat (1)

(62)

pokoknya yang terdapat dalam UU No.15 Tahun 2001 saja, tetapi juga harus menerapkan kaedah hukum yang telah dikembangkan melalui Yurisprudensi Mahkamah Agung RI.

Gambar

Tabel No. 1
Tabel No. 2

Referensi

Dokumen terkait

Salam Arif, Hak Milik Intelektual dalam Islam , dalam Antologi Hukum Islam , cet.1, (Yogyakarta: Program Studi Hukum Islam UIN SUKA Yogyakarta, 2010), hlm.. Salam Arif,

Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) adalah semua kegiatan kurikuler yang harus dilakukan oleh mahasiswa praktikan, sebagai pelatihan untuk menerapkan teori yang

Penelitian ini mencoba untuk menjawab tujuan penelitian, yaitu untuk menganalisis pengaruh Return On Equity (ROE), Return On Asset ( ROA), Total Revenue, dan BI

guru, siswa itu menjawab “jika memperhatikan penjelasan guru maka siswa itu dapat memahami dengan apa yang diajarkan oleh guru tersebut” dan siswa tersebut

Rincian Dokumen Pelaksanaan Anggaran Belanja Langsung Program dan Per Kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah. Uraian

Penelitian ini selain untuk mengetahui kelayakan modul yang dikembangkan juga dimaksudkan untuk mengetahui keefektifan modul kimia berbasis masalah dalam meningkatkan hasil

Rerata berat badan mencit awal dan akhir setelah diberikan perlakuan sari buah paria ( Momordica

This research leads to an empirical model that describes that entrepreneurial intention influenced by attitude toward entrepreneurship, and education affects the