BAB I PENDAHULUAN 1.8. Latar Belakang
Implementasi kebijakan merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan individu dan kelompok pemerintah maupun swasta yang diarahkan pada pencapaian tujuan sasaran yang ditetapkan. Implementasi kebijakan juga sebagai proses keputusan kebijakan yang dibuat oleh lembaga pemerintah.
Pembangunan adalah proses perwujudan cita-cita negara untuk mewujudkan masyarakat yang makmur dan sejahtera secara merata diseluruh wilayah Indonesia, namun demikian pembangunan yang menjadi dasar terwujudnya masyarakat makmur dan sejahtera belumlah bisa dinikmati secara merata oleh seluruh rakyat Indonesia karena berbagai faktor penyebab dimana salah satu faktornya adalah faktor geografis. Kondisi geografis wilayah Indonesia terdiri atas banyak pulau-pulau yang terpisahkan oleh lautan dimana penduduk nya tersebar dihampir selururh pulau yang ada di Indonesia secara tidak merata, faktor persebaran penduduk yang tidak merata ditambah lagi dengan akses atau infrastruktur yang tidak sama dan merata antara
satu wilayah dengan wilayah lain menjadi salah satu penghambat untuk mewujudkan pembangunan yang merata diseluruh wilayah Indonesia. Selain itu adanya sistem otonomi daerah juga menjadi salah satu penghambat dalam pemerataan pembangunan karena adanya kebebasan pada setiap daerah untuk memanfaatkan segala potensi yang ada didaerahnya untuk
dimanfaatkan membuat adanya jenjang antara daerah yang mimiliki potensi sumber daya dengan daerah yang tidak memiliki potensi sumber daya.
Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis.
Di dalam Permendagri Nomor 114 tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa adalah salah satu Peraturan Menteri Dalam Negeri yang keluar berbarengan dalam segepok
peraturan menteri dalam negeri yang kejar tayang dan dilemparkan oleh Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo pada 31 Desember 2014. Adapun apa yang ada dalam Permendagri 114 ini akan membuat puyeng dengan Permendagri Nomor 113 tentang Pengelolaan Keuangan Desa. Mengapa karena nomenklatur untuk pembangunan desa sendiri dengan pengelolaan keuangan
desa sepertinya tidak kompak dan akan membingungkan ketika nanti dilakukan implementasi, dan tidak ada lagi kebebasan sejauhmana RPJMDes yang dibuat didesa dapat dilaksanakan berdasarkan kebutuhan.
Kesatuan antara penduduk, sumber daya alam, dan organisasi kelembagaan desa merupakan unsur paling utama dalam menentukan keberhasilan program pembangunan suatu wilayah atau desa, masyarakat adalah sentral pembangunan karena dari masyarakat dan oleh masyarakatlah proses pembangunan dapat dilaksanakan. Selain itu keberhasilan program pembangunan banyak ditentukan juga oleh sifat kemampuan dan ketrampilan para pemimpin yang ada didesa dalam menggerakan kegiatan pembangunan, pemimpin yang dapat membimbing dan membawa aspirasi masyarakat dalam pembangunan wilayahnya secara tidak langsung akan dapat merangsang keikutsertaan masyarakat dalam pembangunan atau dengan kata lain masyarakat ingin berpartisipasi dan berperan serta dalam kegiatan pembangunan.
1.9. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat diperoleh rumusan masalahnya sebagai berikut :
a. Bagaimana Implementasi Perencanaan Partisipatif Dalam Mewujudkan Pembangunan Di Desa Dolok Merawan ?
1.10. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini sebagai berikut :
a. Untuk Mengetahui Bagaimana Implementasi Perencanaan Partisipatif Dalam Mewujudkan Pembangunan Di Desa Dolok Merawan.
b. Untuk Mengetahui Bagaimana Kelibatan Masyarakat Dalam Perencanaan Pembangunan.
1.11. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Secara subjektif adalah sebagai sarana untuk menambah wawasan serta untuk melatih penulis dalam mengembangkan kemampuan dalam berfikir secara ilmiah dan sistematis. 2. Secara praktis adalah sebagai informasi bagi pembaca yang mendalami kajian tentang
impementasi perencanan partisipasi dalam mewujudkan pembangunan.
3. Secara akademik adalah sebagai bahan masukan bagi kepustakaan Depertemen Administarsi Negara.
1.12. Kerangka Teori
Teori adalah konsep-konsep dan generalisasi-generalisasi hasil penelitian yang dapat dijadikan sebagai sebagai landasan teroitis untuk pelaksanaan penelitian. Kerangkai teri adalah model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah di defenisikan sebagai masalah yang penting, (Sugioyono, 2005: 55) .
1.12.1. Kebijakan Publik
Memberikan pengertian dasar mengenai kebijakan publik sebagai apa yang tidak dilakukan maupun yang dilakukan oleh pemerintah, Thomas R. Dye dalam (Tangkilisan, 2003 : 1).
1.12.2. Pengertian Implementasi
Implementasi berasal dari bahasa Inggris yaitu to implement yang berarti mengimplementasikan. Implementasi merupakan penyediaan sarana untuk melaksanakan sesuatu yang menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu.
(http://www.materibelajar.id/2015/12/definisi-implementasi-dan-teori.html).
Implementasi adalah suatu tindakan atau pelaksanaan rencana yang telah disusun dengan cermat dan rinci.
Berikut pengertian implementasi menurut para ahli :
a. Menurut Nurdin Usman dalam bukunya yang berjudul Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum
b.
“Implementasi adalah bermuara pada aktivitas, aksi, tindakan, atau adanya mekanisme suatu sistem. Implementasi bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan untuk mencapai tujuan kegiatan”, (Usman, 2002: 70).
Menurut Guntur Setiawan dalam bukunya yang berjudul Implementasi Dalam Birokrasi Pembangunan
c. Menurut Hanifah Harsono dalam bukunya yang berjudul Implementasi Kebijakan dan Politik “Implementasi adalah suatu proses untuk melaksanakan kebijakan menjadi tindakan
kebijakan dari politik ke dalam administrasi. Pengembangan kebijakan dalam rangka penyempurnaan suatu program”, (Harsono, 2002: 67).
“Implementasi adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan proses interaksi antara tujuan dan tindakan untuk mencapainya serta memerlukan jaringan pelaksana, birokrasi yang efektif”, (Setiawan, 2004: 39).
1.12.3. Pengertian Perencanaan
dengan selera keluarga atau seorang tukang becak yang memikirkan dimana saja dia akan
mangkal hari ini dan pada jam berapa mangkal dimasing-masing tempat agar mendapatkan penumpang yang cukup.
Defenisi yang sangat sederhana mengatakan bahwa perencanaan adalah menetapkan suatu tujuan dan memilih langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut. Defenisi seperti itu sebetulnya tidak salah, tetapi tidak mampu memberi gambaran atas suatu perencanaan yang rumit dan luas. Defenisi itu cocok untuk perencanaan sederhana yang tujuannya dapat ditetapkan dengan mudah dan tidsak terdapat faktr pembatasan yang berarti untuk menapai tujuan tersebut. Misalnya, pelaksanaan pesta ulang tahun anak dengan jumlah tamu diperkirakan 50 anak, (Tarigan, 2005: 1).
Perencanaan adalah suatau cara bagaimana mencapai tujuan sebaik-baiknya (maximum
output) dengan sumber-sumber yang ada supaya lebih efisien dan efektif ,(Tjokroamidjojo, 1976:12).
Perencanaan adalah penting, karena perencanaan akan memberi efek baik pada pelaksanaan maupun pengawasan. Suatu perencanaan merupakan langkah pertama dalam usaha mencapai suatu kegiatan, (Widjaya, 1987: 33).
Dari beberapa pengertian perencanaan di atas dapat di disimpulkan perencanaan adalah
cara yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
1.12.3.1. Jenis-jenis Perencanaan
Berikut ini jenis-jenis perencanaan menurut terdiri dari :
a. Perencanaan Fisik Versus Perencanaan Ekonomi
Pada dasarnya pembeda ini didasarkan atas isi atau materi dari perencanaan. Namun demikian, orang awam terkadang tidak bisa melihat perbedaan antara perencanaan fisik dengan perencanaan ekonomi. Perencanaan fisik (physical planning) adalah perencanaan untuk mengubah atau memanfaatkan struktur fisik suatu wilayah misalnya perencanaan tata ruang atau tata guna tanah, perencanaan jalur transportasi/komunikasi, penyediaan fasilitas untuk umum, dan lain-lain. Perencanaan ekonomi (economic planning)
b. Perencanaan Alokatif Versus Perencanaan Inovatif
Pembedaan ini didasarkan atas perbedaan visi dari perencanaan tersebut, yaitu antara perencanaan modal alokatif dan perencanaan yang bersifat inovatif . Perencanaan alokatif (allocative planning) berkenaan dengan menyukseskan rencana umum yang telah disusun pada level yang lebih tinggi atau telah menjadi kesepakatan bersama. Dalam perencanaan inovatif (innovative planning), para perencana lebih memiliki kebebasan, baik dalam menetapkan target maupun cara yang ditempuh untuk mencapai target. Artinya mereka dapat menetapkan prosedur atau cara-cara baru, yang penting target itu dapat dicapai atau dilampaui.
c. Perencanaan Bertujuan Jamak Versus Perencanaan Bertujuan Tunggal
Pembedaan ini didasarkan atas luas pandang (skop) yang tercakup, yaitu antara perencanaan bertujuan jamak dan perencanaan bertujuan tunggal. Perencanaan dapat mempunyai tujuan dan sasaran tunggal atau jamak. Perencanaan bertujuan tunggal apabila sasaran yang hendak yang hendak dicapai adalah sesuatu yang dinyatakan dengan tegas dalam perencanaan itu dan bersifat tunggal. Sasaran itu adalah tunggal dan bulat dan merupakan satu kesatuan yang utuh. Misalnya, rencana pemerintah untuk membangun 100 unit rumah di suatu lokasi tertentu. Perencanaan bertujuan jamak adalah perencanaan yang
memiliki beberapa tujuan sekaligus. Misalnya, rencana pelebaran dan peningkatan kualitas jalan penghubung yang ditujukan untuk memberikan berbagai manfaat sekaligus, misalnya agar perhubungan di daerah semakin lancar, dapat menarik berdirinya permukiman baru dan mendorong bertambahnya aktivitas pasar di daerah tersebut.
d. Perencanaan Bertujuan Jelas Versus Perencanaan Bertujuan Laten
Pembedaan ini didasarkan atas konkret atau tidak konkretnya isi rencana tersebut. Perencanaan bertujuan jelas adalah perencanaan yang dengan tegas menyebutkan tujuan dan sasaran dari perencanaan tersebut, yang sasarannya dapat diukur keberhasilannya. Dalam perencanaan tujuan
e. Perencanaan Indikatif Versus Perencanaan Imperatif
Pembedaan ini didasarkan atas ketegasan dari isi perencanaan dan tingkat kewenangan dari institusi pelaksana. Perencanaan indikatif adalah perencanaan dimana tujuan yang hendak dicapai hanya dinyatakan dalam bentuk indikasi, artinya tidak dipatok dengan tegas. Tujuan bisa juga dinyatakan dalam bentuk indikator tertentu, namun indikator itu sendiri bisa konkret dan bisa hanya perkiraan (indikasi).
Perencanaan imperatif adalah perencanaan yang mengatur baik sasaran, prosedur, pelaksana, waktu pelaksanaan, bahan-bahan, serta alat-alat yang dapat dipakai untuk menjalankan rencana tersebut. Itu sebabnya megapa perencanaan ini disebut perencanaan sistem komando. Pelaksana di lapangan tidak berhak mengubah apa yang tertera dalam rencana, paling-paling hanya bisa mengajukan usul. Perencanaan sistem komando pernah di terapkan Uni Soviet di bawah rezin komunis.
f. Top Down Versus Bottom Up Planning
Pembedaan perencanaan jenis ini didasarkan atas kewenangan dari institusi yang terlibat. Perencanaan model top-down dan bottom-up hanya berlaku apabila terdapat beberapa tingkat atau lapisan pemerintahan atau beberapa jenjang jabatan di perusahaan yang masing-masing tingkatan diberi wewenang untuk melakukan perencanaan.
Perencanaan model top-down adalah apabila kewenangan utama dalam perencanan itu berada pada institusi yang lebih tinggi dimana institusi perencana pada level yang lebih rendah harus menerima rencana atau arahan dari institusi yang lebih tinggi. Rencana dari institusi yang lebih tinggi tersebut model harus dijadikan bagian rencana dari
g. Vertical Versus Horizontal Planning
Pembedaan ini juga didasarkan atas perbedaan kewenangan antarinstitusi walaupun lebih ditekankan pada perbedaan jalur koordinasi yang diutamakan perencana.
vertical Planning adalah perencanaan yang lebih mengutamakan koordinasi antar berbagai jenjang pada sektor yang sama. Model ini mengutamakan keberhasilan sektoral, jadi menekankan pentingnya koordinasi antar berbagai jenjang pada instansi yang sama (sektor yang sama).
Horizontal Planning menekankan keterkaitan antarberbagai sektor sehingga berbagai sektor itu dapat berkembang secara bersinergi. Horizontal Planning melihat pentingnya koordinasi antarberbagai instansi pada level yang sama,ketika masing-masing instansi menanagi kegiatan atau sektor yang berbeda. Horizontal Planning menekankan keterpaduan program antar berbagai sektor pada level yang sama.
h. Perencanaan Yang Melibatkan Masyarakat Secara Langsung Versus Yang Tidak Melibatkan Masyarakat Secara langsung
Pembedaan ini juga didasarkan atas kewenangan yang diberikan kepada institusi perencana yang seringkali terkait dengan luas bidang yang direncanakan. Perencanaan yang melibatkan masyarakat secara langsung adalah apabila sejak awal masyarakat telah diberitahu dan diajak ikut serta dalam menyusun rencana tersebut. Perencanaan yang tidak melibatkan masyarakat adalah apabila masyarakat tidak dilibatkan sama sekali dan paling-paing hanya dimintakan persetujuan dari DPRD untuk persetujuan akhir. Perencanaan yang tidak melibatkan masyarakat misalnya apabila perencanaan itu bersifat teknik pelaksanaan, bersifat internal, menyangkut bidang yang sempit, dan tidak secara langsung bersangkut paut dengan kepentingan orang banyak, (Tarigan, 2005: 13).
1.12.4.Pengertian Pembangunan
Pada hakekatnya, pengertian pembangunan secara umum pada hakekatnya adalah proses perubahan yang terus menerus untuk menuju keadaan yang lebih baik berdasarkan norma-norma tertentu. Mengenai pengertian pembangunan, para ahli memberikan definisi yang bermacam-macam seperti halnya perencanaan. Istilah pembangunan bisa saja diartikan berbeda oleh satu orang dengan
Pembangunan (development) adalah proses perubahan yang mencakup seluruh system sosial, seperti politik, ekonomi, infrastruktur, pertahanan, pendidikan dan teknologi, kelembagaan dan budaya, (http:// /pengertian-pembangunan-menurut-para-ahli.html).
1.12.5. Pengertian Perencanaan Pembangunan
Ada beberapa defenisi tentang perencanaan pembangunan sebagai berikut :
a. Perencanaan pembangunan adalah suatu pengarahan penggunaan sumber-sumber pembangunan (termasuk sumber-sumber ekonomi) yang terbatas adanya,untuk mencapai tujuan-tujuan keadaan sosial ekonomi yang lebih baik secara lebih efisien dan efektif, (Tjokroamidjojo, 1976: 12). b. Perencanaan pembangunan adalah Suatu proses perumusan alternatif-alternatif atau
keputusan-keputusan yang didasarkan pada data-data dan fakta-fakta yang akan digunakan sebagai bahan untuk melaksanakan suatu rangkaian kegiatan/aktivitas kemasyarakatan, baik yang bersifat fisik (material) maupu n nonfisik (mental dan spiritual) dalam rangka mencapai tujuan yang lebih baik, (Riyadi dan Bratakusumah, 2004 : 7).
Dari beberapa pengertian perencanaan pembangunan di atas dapat di disimpulkan perencanaan pembangunan adalah suatu rencana pembangunan yang mneggunakan sumber daya
untuk mencapai tujuan.
1.12.6. Teori Pembangunan
Teori Pembangunan menurut Hettne adalah sebagai berikut, (Friedmann, 1979: 122 dalam
Jayadinata dan Paramandika, 2006) :
a. Teori Modernisasi
Menurut teori modernisasi Pembangunan merupakan cara yang paling dikenal dan paling berkuasa. Yang merupakan unsur utama dalam teori ini
b. Teori Ketergantungan Sepihak (dependency theory)
Merupakan reaksi terhadap teori modernisasi di Amerika Latin. Teori itu adalah kebijaksanaan mengenai hubungan internasional dalam perdagangan dan pembangunan dan merupakan pengembangan dari sistem Pusat-Pinggiran (Center-Periphery Sistem).
c. Teori Saling Ketergantungan (interdependency theory)
Pada tahun tujuh puluhan, disebabkan leh munculnya kesadaran untuk saling berhubungan akibat adanya pembahasan “Tata Ekonomi Baru Dunia” (“New Internatinal
Econmic order”), maka timbul “teori saling ketergantungan”. Teori ini mengusahakan adanya penyatuan antar pendekatan ketergantungan sepihak dengan ketergantungan ekonomi dunia dan hubungan internasional.
Menurut Soemitro Djojohadikoesoemo, (Djojohadikoesoemo, 1975: 14 dalam Jayadinata dan Paramandika, 2006) tata ekonomi baru dunia antar lain bertujuan memperbaiki perbedaan kemakmuran antar penduduk termiskin di dunia (diambil dari 10% lapisan termiskin) dengan lapisan terkaya di dunia (diambil dari 10% lapisan terkaya di dunia) berbanding 1:30, dan hal itu diusahakan untuk menjadi 1:3 pada jangka waktu limapuluh tahun, (Johara T.Jayadinata, 2006: 19).
1.12.7. Maksud dan Tujuan pembangunan Masyarakat Desa Di Indonesia a. Pembentukan Lembaga Pembangunan Masyarakat Desa
Pembangunan masyarakat desa di dunia, secara Internasional baru dilakukan setelah tahuan 1969, atas prakarsa PBB (Perserikat Bangsa Bangsa).
b. Tujuan dan Maksud Pembangunan Masyarakat Desa
Salah satu hambatan penting yang menyebabkan kemakmuran penduduk pedesaan di negara berkembang rendah adalah tidak meratanya kepemilikan tanah. Misalnya pada tahun 1973, di Nepal (Misra,1981, h. 233-237), 63% dari keluarga petani kecil hanya memiliki 10,6% dari seluruh tanah pertanian, sedangkan 17,6% dari keluarga petani bessar memiliki 71,50%.
c. Tingakatan (tipe) desa dan bidang pembangunan
Pada waktu itu Direktorat pembangunan Masyarakat Desa mengusahakan peningkatan
kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat desa dengan peningkatan desa swadaya (tradisional) melalui desa swakarya (transisi) menuju desa swasembada (maju dan modern),
Kegiatan pembangunan meliputi bidang : 1. Ekonomi
2. Sosial
3. Fisik dan prasarana
4. Pemerintahan, (Johara T.Jayadinata, 2006: 83).
1.12.8. Model Perencanaan Pembangunan Pedesaan Yang Partisipatif
1.12.8.1. Peningkatan Partisipasi Anggota Masyarakat (PPAM)
Otonomi Daerah (Otoda) diartikan sebagai penyerahan kewenangan dari permerintah pusat kepada Pemerintah Daerah dalam pengelolaan penyelenggaraan pemerintahan dan perencanaan pembangunan daerah. Pembangunan daerah harus disusun mendasarkan pada potensi yang dimiliki dan kondisi yang ada sekarang. Kondisi yang ada itu meliputi modal, sumberdaya alam, sumberdaya manusia, prasarana dan sarana pembangunan, teknologi, aspirasi masyarakat setempat dan lainnya. Karena dana/anggaran pembangunan yang tersedia terbatas, sedangkan program pembangunan yang dibutuhkan relatif banyak, maka perlu dilakukan :
1. Penentuan perioritas program pembangunan yang diusulkan itu,yang disusun berdassarkan kriteria yang terukur.
2. Peningkatan partisipasi masyarakat untuk menunjang implementasi program pembangunan tersebut. Penentuan program pembangunan oleh masyarakat yang bersangkutan merupakan
bentuk mekanisme perencanaan dari bawah, dari akar rumput bawah atau bottom-up planing.
Peningkatan partisipasi masyarakat merupakan salah satu bentuk pemberdayaan masyarakat (social empowering) secara nyata dan terarah.
Partisipasi atau peran serta masyarakat dalam pembangunan (pedesaan) merupakan aktualisasi dari kesediaan dan kemauan masyarakat untuk berkorban dan berkontribusi terhadap implementasi program-prograam yang dilaksanakan di daerahnya. Bentuk partisipasi masyarakat tersebut antara lain mereka bersedia menyerahkan sebagian lahan/tanahnya yang dilewati oleh pembangunan
jaringan irigasi, tanpa pembayaran ganti rugi harga lahan/tanah tersebut, kerja bersama-sama dalam pembangunan jalan desa (tanpa diberikan upah) dan lainnya.
1.12.8.2. Tahapan dan Manfaat Perencanaan Partisipatif
Tahap perencanaan partisipatif dapat di gambarkan pada gambar 1.
Gambar 1.1
Tahapan perencanaan partisipatif
Dalam garis besarnya, perencanaan partisipatif meliputi lima tahapan, mulai dari : 1. Analisis masalah dan penentuan prioritas masalah
Di dalam tahap ini mungkin Kepala Desa bermusyawarah dengan staf-stafnya untuk membahas perencanaan pembangunan yang ada di Dolok Merawan.
2. Analisis potensi dan kendala yang dihadapi
Analisis Masalah dan Penentuan Perioritas Masalah
Analisis Potensi dan Kendala yang Dihadapi
Analisis Kepentingan / Kebutuhan Kelompok dalam Masyarakat
Perumusan Rencana Program Pembangunan Swadaya
Di dalam tahap ini mungkin Kepala Desa beserta bawahannya sama-sama mengeluarkan
solusi dan pendapat masing-masing meraka untuk mencegah kendala-kendala yang ada dalam perencanaan pembangunan di Desa Dolok Merawan tersebut.
3. Analisis kepentingan/kebutuhan kelompok strategi dalam Masyarakat
Di dalam tahap ini mungkin Kepala Desa beserta staf-stafnya mengadakan musyawarah, untuk mengetahui atau, merencanakan bagaimana strategi pembangunan di Desa Dolok Merawan tersebut.
4. Perumusan rencana program pembangunan swadaya masyarakat
Di dalam tahap ini mungkin Kepala Desa beserta staf-stafnya mengadakan musyawarah bagaimana pembangunan di Desa Dolok Merawan.
5. Lokakarya membicarakan implikasi program
Di dalam tahap ini mungkin Kepala Desa menanyakan bagaimana pendapat masyarakat tentang perencanaan pembangunan yang ada di Desa Dolok Merawan.
Penyusunan perencanaan partisipatif adalah dalam perumusan program-program pembangunan yang benar-benar dibutuhkan masyarakat setempat dilakukan melalui diskusi kelompok-kelompok masyarakat secara terfokus atau secara terarah (FGD). Kelompok strategis masyarakat dianggap paling mengetahui potensi, kondisi, masalah, kendala, dan
kepentingan (kebutuhan) masyarakat setempat, maka benar-benar berdasar skala prioritas, bersifat dapat diterima oleh masyarakat luas (acceptable) dan dianggap layak dipercaya (reliable) untuk dapat dilaksanakan (implementable).
Perencanaan program pembangunan disusun sendiri oleh masyarakat, maka
selanjutnya implemtasinya agar masyarakat juga dilibatkan. Pelibatan masyarakat, tenaga kerja lokal, demikian pula kontarktor lokal yang memenuhi syarat. Selanjutnya untuk menjamin hasil pekerjaan terlaksana tepat waktu, tepat muta dan tepat sasaran, peran serta masyarakat dalam pegawasan selayaknya dilibatkan secara nyata, sehingga benar-benar partisipasi masyarakat dilibatkan peran serta mulai penyusunan program, implementasi program sampai kepada pengawasan.
1.12.8.3. Partisipasi Masyarakat dan Implementasi Program Pembangunan
pengawsan dapat dimanfaatkan Lembaga Swadaya Masyarkat (LSM) yang sebelumnya telah
berpartisipasi dalam sosialisasi, pendamping, dan penguatan kelembagaan terhadap masyarakat, dimana dilakukan identifikasi dan penentuan program yang diimplementasikan.
Peranan perencanaan partisipatif sangat penting. Partisipasi masyarakat merupakan kontribusi masyarakat secara nyata dan positif terhadap penyusunan perencanaan dan implementasi pembangunan di daerahnya. Penguatan kelembagaan (local institutional development) dan kepemimpinan lokal (local leadership) merupakan faktor penujang. Lembaga Swadaya Masyarakat mempunyai kontribusi besar yaitu dalam pendamping, sosiologi dan penguatan program-program yang dikerjakan sebagai fungsi pengawasan terhadap implementasi, kualitas proyek-proyek (berdasar standar teknik yang telah ditetapkan) dilakukan oleh instansi teknis (PU/Kimpraswil), (Adisasmita, 2006 : 45).
1.13. Defenisi Konsep
Konsep adalah istilah atau defenisi yang dipergunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial, (Singarimbun, 2006 : 33).
Konsep atau pengertian merupakan unsur penting dalam suatu penelitian karena ini akan
menyamakan pandangan antara penulis (peneliti) dengan pembaca dalam pokok bahasan yang sedang diuraikan. Adapun defenisi konsep pada penelitian ini adalah :
1.13.1. Impelementasi Kebijakan
Implementasi kebijakan merupakan suatu proses atau tindakan yang bertujuan untuk melihat atau menilai suatu kebijakan atau suatu program apakah sudah berjalan sesuai dengan sasaran yang sudah ditetapkan atau masih belum sesuai dengan sasaran yang telah ditentukan. Teori implementasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori implementasi George Edward III (1980) yaitu ada 4 faktor yang mempengaruhi implementasi, yaitu :
a. Komunikasi, yaitu penyampaian tentang kebijakan yang dibuat kepada implementor agar kebijakan yang dibuat benar-benar dipahami.
b. Sumber daya yaitu faktor penunjang keberhasilan dari terlaksananya suatu kebijakan/program. c. Kecendrungan-kecendrungan atau disposisi yaitu karakteristik atau sikap yang dimiliki oleh
d. Struktur birokrasi yaitu susunan atau aturan yang ada terkait birokrasi atau badan pelaksana dari
suatu kebijakan/program untuk mengetahui kewenangan dan peraturan yang harus dilakukan dalam pelaksanaannya.
Implementasi merupakan aspek yang penting dari keseluruhan proses kebijakan, karena tanpa adanya implementasi maka perencanaan dari suatu kebijakan yang dibuat akan sia-sia karena tidak akan terlaksana perencanaan yang telah dibuat tersebut.
1.13.2. Perencanaan Pembangunan
Perencanaan adalah menetapkan suatu tujuan dan memilih langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut, (Tarigan, 2009:1). Jadi perencanaan itu merupakan tahap awal dari suatu kegiatan, dimana di dalam tahap perencaaan inilah dikumpulkan ide-ide, gagasan yang akan dilaksanakan pada tahap implementasi guna untuk mencapai suatu tujuan yang sudah ditetapkan.
Berikut pentingnya perencanaan karena dikuatkan oleh faktor, (Tarigan, 2009: 8) yaitu : a. Banyak diantara potensi wilayah selain terbatas juga tidak mungkin lagi diperbanyak atau
diperbaharui.
b. Kemampuan teknologi dan cepatnya perubahan dalam kehidupan manusia.
c. Kesalahan perencanaan yang sudah dieksekusi di lapangan sering tidak dapat diubah atau diperbaiki kembali.
d. Lahan dibutuhkan oleh setiap manusia untuk menopang kehidupannya.
e. Tatanan wilayah sekaligus menggambarkan kepribadian dari masyarakat yang berdomisili di
wilayah tersebut, di mana kedua hal tersebut saling mempengaruhi.
f. Potensi wilayah berupa pemberian alam maupun hasil karya manusia di masa lalu adalah aset yang harus dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat dalam jangka panjang dan bersifat langgeng.
Pemerintah memiliki wadah yang sangat luas dalam pembangunan. Dengan adanya keterbukaan dalam proses penyelenggaraana negara maka pemerintah mendorong masyarakat untuk berpartisifasi aktif dalam pemerintahan atau dalam pelaksanaan pembangunan, mendorong masyarakat untuk melakukan kontrol sosial terhadap setiap kebijaksanaan pemerintah, sehingga akan terhindar terjadinya KKN dalam pemerintahan. Adanya keterbukaan berarti pemerintah atau penyelenggara negara sanggup bertanggung jawab terhadap kegiatan yang dilakukan kepada rakyat. Tanggung jawab ini menyangkut masalah proses pengerjaan, pembiayaan dari segi manfaatnya bagi masyarakat, bangsa dan negara, maka terjalin hubungan yang harmonis antara pemerintah dan rakyat yang pada gilirannya akan menciptakan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan pembangunan nasional.
1.13.3. Partisipasi
Partisipasi sebenarnya berasal dari bahasa inggris yaitu dari kata “participation“ yang dapat diartikan suatu kegiatan untuk membangkitkan perasaan dan diikut sertakan atau ambil
bagian dalam kegiatan suatu organisasi. Sehubungan dengan partisipasi masyarakat dalam pembangunan, partisipasi merupakan keterlibatan aktif masyarakat atau partisipasi tersebut dapat berarti keterlibatan proses penentuan arah dari strategi kebijaksanaan pembangunan yang dilaksanakan pemerintah. Menurut pendapat (Suryono, 2001:124) partisipasi merupakan ikut
sertanya masyarakat dalam pembangunan, ikut dalam kegiatan pembangunan dan ikut memanfaatkan dan menikmati hasil-hasil pembangunan.
memahami, merencanakan, menganalisis dan melakukan tindakan oleh sejumlah anggota masyarakat.
1.14. Defenisi operasinal
Defenisi operasinal adalah unsur-unsur penelitian yang memberitahukan bagaiman cara mengukur suatu variabel sehingga dengan pengukuran ini dapat diketahui indikator-indikator apa saja sebagai pendukung untuk dianalisa dari variabel-variabel tersebut, (Singarimbun, 1995: 46).
Adapun indikator dalam penelitian ini adalah :
a. Pengetahuan masyarakat terhadap perencanaan pembangunan
Pengetahuan masyarakat terhadap perencanaan yang akan dilaksanakan sangat diperlukan untuk mengimplementasikan dari perencanaan tersebut.
b. Hambatan dalam pelaksanaan pelaksanaan perencanaan pembangunan
Suatu hal yang menjadi kendala bagi masyarakat atau organisasi untuk mencapai perencanaan yang telah ditetapkan. Sebagai contoh banyaknya perbedaan pendapat diantara sesama anggota masyarakat/organisasi.
c. Pelibatan masyarkat dalam perencanaan pembangunan
Masyarakat perlu dilibatkan dalam perencanaan pembangunan guna bisa mencapai keinginan yang diharapkan dalam suatu masyarakat/organisasi.
d. Kesesuaian rencana kerja pembangunan dengan kebutuhan masyarakat
Organisasi dalam masyarakat sangat mengharapkan adanya kesesuaian antara implementasi pembangunan dengan kebutuhan dari masyarakat.
e. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan