• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengangkatan Anak (ADOPSI) Oleh Orang Tua Angkat Yang Belum Menikah (Studi Penetapan Pengadilan Agama Tanjung Karang Nomor: 0036 PDT.P 2012 PA.TNK)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengangkatan Anak (ADOPSI) Oleh Orang Tua Angkat Yang Belum Menikah (Studi Penetapan Pengadilan Agama Tanjung Karang Nomor: 0036 PDT.P 2012 PA.TNK)"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Proses hidup manusia secara alamiah dimulai dengan kelahiran dan berakhir dengan kematian. Setiap tahapan dari proses yaitu diantaranya tumbuh dewasa dan bekerja bagi manusia merupakan peristiwa yang wajar. Salah satu hal yang juga merupakan tahapan dalam proses hidup adalah adanya suatu perkawinan yang bahagia. Dengan melakukan perkawinan manusia mengharapkan untuk bisa memperoleh keturunan yang baik sehingga dapat meneruskan garis keturunan dan silsilah hidup dari orangtuanya. Akan tetapi, dikarenakan adanya faktor-faktor tertentu seperti misalkan faktor keadaan biologis dari pasangan tersebut, terkadang kehadiran seorang anak yang sangat diharapkan dalam keluarga tersebut sulit untuk terwujud.

Wirjono Prodjodikoro, berpendapat bahwa perkawinan adalah hidup bersama dari seorang laki-laki dan seorang perempuan yang memenuhi syarat tertentu.1 Menurut Paul Scholten, perkawinan adalah hubungan abadi antara dua orang yang berlainan kelamin yang diakui oleh Negara. Sedangkan R. Subekti mengatakan bahwa perkawinan adalah pertalian yang sah antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang memenuhi syarat-syarat tertentu.2

Meskipun dalam sebuah perkawinan sewajarnya kehadiran keturunan selalu

1 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perkawinan di Indonesia, Bandung: Sumur, 1984, hal. 7. 2

(2)

diharapkan, akan tetapi menurut Undang-Undang sendiri tujuan utama dari perkawinan bukanlah untuk mendapatkan anak atau keturunan, melainkan untuk hidup bersama dan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini tercantum dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1974 pasal 1 yang menjabarkan mengenai definisi perkawinan sebagai berikut:

“Perkawinan ialah ikatan lahir batin antar seorang pria dengan seorang wanita sebagai

suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan

kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Terlepas dari tujuan utama perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 diatas, namun pada kenyataannya bahwa untuk dapat dikaruniai seorang anak merupakan impian dan harapan yang besar dari setiap pasangan suami istri. Kehardiran anak dalam sebuah keluarga diharapkan akan dapat menghangatkan suasana keluarga, menambah keceriaan bagi kedua pasangan, dan tentunya dengan adanya seorang anak maka salah satu harapan dan impian terbesar sebuah keluarga dalam sebuah perkawinan yaitu untuk mendapatkan keturunan telah tercapai. Oleh karena itu, bagi pasangan suami istri yang karena sebab-sebab tertentu tidak dapat mendapatkan keturunan akan tetapi tentunya tetap mempunyai keinginan yang besar untuk memiliki keturunan, maka ada sebuah cara yang diharapkan dapat mengatasi hal yaitu dengan melakukan pengangkatan anak atau yang juga dikenal dengan istilah

“adopsi”.

(3)

politik, sosial maupun budaya tanpa membedakan suku, agama, ras dan golongan. Anak merupakan generasi bangsa yang harus dijamin hak hidupnya agar bisa tumbuh dan berkembang sesuai kodratnya. Oleh karenanya, anak harus dijaga dan dirawat dengan baik, karena anak merupakan anugerah dan perhiasan kehidupan fana ini sekaligus pelengkap kebahagiaan dalam sebuah rumah tangga.3

Anak yang lahir dari hubungan yang tidak halal pun ini tetap tidak mengurangi kualitasnya sebagai sosok yang dilahirkan dalam keadaan suci tanpa menanggung dosa yang telah diperbuat oleh orang tuanya. Oleh karenanya, anak yang fitrah ini, harusnya bisa mendapatkan status dan kehidupan yang layak dalam hidupnya, apalagi anak merupakan titipan Allah dalam sebuah keluarga sehingga bisa menjadi penghibur lara yang suatu saat bisa menghampiri.

Istilah “adopsi” berasal dari bahasa Latin yaitu adoptio atau adaptie dalam

bahasa Belanda dan menurut Kamus Hukum berarti : pengangkatan anak orang lain sebagai anak sendiri dan mempunyai hak yang sama dengan anak kandung.4 Anak yang tadinya tidak mempunyai hubungan darah dengan ayah atau ibu angkatnya setelah diadopsi dianggap sebagai anak sendiri.5 Adopsi atau pengangkatan anak merupakan salah satu jalan bagi pasangan yang belum dikaruniai anak. Kehadiran seorang anak meskipun merupakan hasil adopsi sekalipun diharapkan dapat memberi

3 Mufidah Ch., Psikologi Keluarga Islam Berwawasan Gender, Malang: UIN Malang Press, 2008, hal. 299-300.

4

J. C. T Simonangkir, Rudy T. Erwin dan J. T. Prasetyo, Kamus Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2005, hal. 4.

(4)

keceriaan dan mengisi hari-hari dalam kehidupan berumah tangga dari pasangan suami istri tersebut. Terkadang bahkan ada pula pasangan yang menjadikan anak

adopsi sebagai “pancingan” agar kelak mereka memiliki keturunan kandung mereka

sendiri.

Keinginan suami istri untuk mendapatkan buah hati adalah keinginan yang sejalan dengan fitrah kemanusiaan sebagai bapak atau ibu, tidak ada penghalang dari sisi syar'i bagi keduanya untuk berikhtiar dalam batas-batas kaidah syariat yang suci, namun terkadang ikhtiar mereka berdua belum juga membuahkan hasil, upaya keras mereka dibayangi aroma kegagalan, padahal harapan hati akan buah hati sudah sedemikian menggebu, akhirnya muncul pemikiran untuk menempuh jalan tabanni, mengangkat anak yang tidak lahir dari rahim sendiri sebagai anak dan hidup dalam keluarga tersebut.

(5)

memiliki karakteristik yang berbeda-beda sesuai dengan tingkat perkembangan jiwanya.6

Namun yang menjadi persoalan, tabanni (pengangkatan anak) yang dilakukan oleh masyarakat pada umumnya adalah dengan cara menghilangkan status atau hubungan anak angkat dengan orang tua kandungnya, artinya dengan sengaja tidak memberitahukan bahwa sebenarnya mereka mengangkat anak tersebut dan tidak dilahirkan dari rahim sendiri. Hal ini tidak sesuai dengan ketentuan hukum Islam yang tidak mengenal pengangkatan anak dalam arti menjadi anak kandung secara mutlak, sedang yang di perbolehkan atau anjuran hanya untuk memelihara dengan tujuan memperlakukan anak dalam segi kecintaan, pemberian nafkah, pendidikan atau pelayanan dalam segala kebutuhan yang bukan memperlakukan sebagai anak kandung (nasab).7

Terlepas dari beraneka ragamnya alasan dari sebuah pasangan suami istri untuk melakukan pengangkatan anak, tentunya harus didasari dengan niat dan keikhlasan serta rasa kasih sayang yang tulus untuk merawat, mendidik serta membesarkan si anak. Dan juga yang tidak kalah penting untuk diingat dan diperhatikan, bahwa karena pengangkatan anak atau adopsi itu adalah merupakan suatu perbuatan hukum (khususnya perbuatan hukum perdata) sehingga dalam proses pengangkatan anak haruslah diperhatikan tata cara dan hukum yang berkaitan dengan pengangkatan anak yang berlaku.

(6)

Dalam kehidupan bermasyarakat, pengangkatan anak atau adopsi menjadi salah satu solusi bagi keluarga yang tidak dapat memiliki anak. Keinginan untuk bisa melanjutkan keturunan pada umumnya menjadi alasan terbanyak mengapa sebuah keluarga ingin menjadikan anak angkat sebagai anak kandungnya sendiri dengan cara mengadopsi mereka. Dalam melakukan adopsi, salah satu yang penting untuk diperhatikan ialah bahwa dalam proses adopsi haruslah memperhatikan kepentingan dari anak yang akan diadopsi tersebut. Hal ini sesuai dengan yang telah diamanatkan oleh Undang - Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak.

Penetapan Pengangkatan Anak berdasarkan Hukum Islam antar orang-orang yang beragama Islam di Indonesia telah menjadi wewenang Pengadilan Agama sejak Tahun 2006 dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, sebagaimana termuat pada angka 20 huruf (a) penjelasan Pasal 49 Undang-Undang tersebut.

Secara faktual diakui bahwa pengangkatan anak telah menjadi bagian dari adat kebiasaan masyarakat muslim di Indonesia dan telah merambah dalam praktek melalui lembaga peradilan agama, maka sebelum terbentuknya undang–undang yang mengatur secara khusus, pemerintah telah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam. Definisi anak angkat dalam Kompilasi Hukum Islam jika diperbandingkan dengan definisi anak angkat dalam Undang–Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, memiliki

(7)

yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya

berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan”.

Hal penting yang perlu digaris bawahi bahwa pengangkatan anak harus dilakukan dengan proses hukum dengan produk penetapan pengadilan. Jika hukum berfungsi sebagai penjaga ketertiban dan sebagai rekayasa sosial, maka pengangkatan anak yang harus dilakukan melalui penetapan pengadilan tersebut merupakan kemajuan ke arah penertiban praktik hukum pengangkatan anak yang hidup di tengah–tengah masyarakat, agar peristiwa pengangkatan anak itu di kemudian hari memiliki kepastian hukum baik bagi anak angkat maupun bagi orang tua angkat.

Praktik pengangkatan anak yang dilakukan melalui pengadilan tersebut, telah berkembang baik di lingkungan Pengadilan Negeri maupun dalam lingkungan Pengadilan Agama bagi mereka yang beragama Islam. Pengangkatan anak atau adopsi bukanlah merupakan suatu hal yang baru. Di Indonesia sendiri, masalah pengangkatan anak ada diatur dalam Pasal 39 – 41 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal 12 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak dan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak.

(8)

dan manusiawi terhadap naluri kehadiran seorang anak dalam pelukan keluarga, setelah bertahun-tahun belum dikaruniai seorang anak.8

Akan tetapi pada kenyataannya sekarang ini, perkembangan masyarakat menunjukan bahwa tujuan lembaga pengangkatan anak tidak lagi semata-mata atas motivasi untuk meneruskan keturunan saja, tetapi lebih beragam dari itu. Ada berbagai motivasi yang mendorong seseorang untuk mengangkat anak, bahkan tidak jarang pula karena faktor politik, ekonomi, sosial dan sebagainya.9

Secara umum disadari, bahwa yang terpenting dalam soal pengangkatan anak ini adalah demi kepentingan yang terbaik bagi si anak. Pengangkatan anak selalu mengutamakan kepentingan anak daripada kepentingan orang tua. Pengangkatan anak melarang pemanfaatan anak untuk kepentingan orang lain. Pengangkatan anak meliputi usaha mendapatkan kasih sayang, pengertian dari orang tua angkatnya, serta menikmati hak-haknya tanpa mempersoalkan ras, warna, seks, kebangsaan atau sosial.10

(9)

yang utuh adalah penting untuk menjamin kebahagiaan dalam sebuah keluarga. Sebaliknya keruntuhan institusi keluarga pula bisa menyebabkan pelbagai kesan negatif.11

Dalam institusi hukum keluarga Islam, untuk memenuhi hak-hak anak yang dilahirkan atau untuk memberikan status dan kesejahteraan anak, dikenal sebuah istilah Iqrâr bi al-Nasab atau istilhaq yang bertujuan untuk memberikan status nasab atau memperjelas asal usul seorang anak yang tidak teridentifikasi nasabnya. Status nasab yang diberikan kepada seorang anak akan mempunyai efek dalam kehidupannya di masa mendatang.

Disamping itu, al-Tabannî atau tabanni (pengangkatan anak) juga dikenal dalam lapangan hukum keperdataan, khususnya lapangan hukum keluarga. al-Tabannî mempunyai dua pengertian. Pertama; mengambil anak orang lain untuk

diasuh dan dididik dengan penuh kasih sayang, tanpa diberikan status „anak kandung”

kepadanya, hanya saja ia diperlakukan oleh orang tua angkatnya sebagai anak sendiri.

Kedua; mengambil anak orang lain sebagai anak sendiri dan ia diberi status sebagai

“anak kandung”, sehingga ia berhak memakai nama keturunan (nasab) orang tua

angkatnya, dan saling mewarisi harta peninggalan, serta hak-hak lain sebagai akibat hukum antara anak angkat dan orang tua angkatnya.12

Anak angkat dalam pengertian yang pertama lebih didasari oleh perasaan seseorang yang menjadi orang tua angkat untuk membantu orang tua kandung dari

11 Andi Syamsu Alam dan H.M. Fauzan, Op.Cit., hal. 67. 12

(10)

anak angkatnya atau bagi pasangan yang tidak dikaruniai keturunan, agar anak angkat bisa dididik atau disekolahkan, sehingga diharapkan nantinya anak tersebut bisa mandiri serta dapat meningkatkan taraf hidupnya di masa yang akan datang. Anak angkat dalam pengertian yang kedua terkait dengan masalah hukum, seperti statusnya, akibat hukumnya, dan sebagainya. Anak angkat dalam pengertian yang kedua secara hukum telah berkembang dan dikenal di berbagai negara, termasuk di Indonesia sendiri, khususnya dalam bidang keperdataan.13

Penulisan skripsi ini akan mengkaji masalah pengangkatan anak yang dilakukan oleh orang tua tunggal atau orang tua yang belum menikah. Oleh karena itu dengan dilatar belakangi dan didasari uraian di atas, maka penulis merasa tertarik untuk meneliti dan menulis skripsi dengan judul: Pengangkatan Anak (Adopsi)

Oleh Orang Tua Angkat Yang Belum Menikah (Studi Penetapan Pengadilan

Agama Tanjung Karang Nomor: 0036/Pdt.P/2012/PA.Tnk).

B.Permasalahan

Adapun permasalahan yang diajukan dalam penulisan skripsi ini adalah: 1. Bagaimana proses pengangkatan anak (adopsi) oleh orang tua yang belum

menikah?

2. Bagaimana akibat hukum adanya pengangkatan anak (adopsi) oleh orang tua yang belum menikah?

(11)

3. Bagaimana hambatan-hambatan yang ditemui dalam proses pengangkatan anak (adopsi) oleh orang tua yang belum menikah?

C.Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan permasalahan diatas maka yang menjadi pokok penelitian skripsi ini adalah :

1. Untuk mengetahui proses pengangkatan anak (adopsi) oleh orang tua yang belum menikah.

2. Untuk mengetahui akibat hukum adanya pengangkatan anak (adopsi) oleh orang tua yang belum menikah.

3. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang ditemui dalam proses pengangkatan anak (adopsi) oleh orang tua yang belum menikah.

D.Manfaat Penulisan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan praktis. Mengacu pada latar belakang dan permasalahan di atas, maka penelitian ini dapat bermanfaat antara lain :

1. Secara teoritis

a. Sebagai bahan informasi bagi akademis maupun sebagai bahan pertimbangan hukum bagi para pihak yang hendak melaksanakan penelitian lanjutan tentang pelaksanaan pengangkatan anak.

(12)

tua tunggal. 2. Secara praktis

a. Memberikan masukan kepada masyarakat luas serta instansi terkait lainnya dalam kaitannya dengan pelaksanaan pengangkatan anak oleh orang tua tunggal.

b. Mencari solusi untuk mengatasi permasalahan dan meminimalisasi persoalan bilamana timbulnya permasalahan dalam pelaksanaan pengangkatan anak oleh orang tua tunggal.

E.Keaslian Penulisan

Dilihat dari topik yang dikaji pada kedua diatas jelas sangat berbeda dengan

penelitian yang penulis lakukan. Oleh karena itu, penelitian tentang “Pengangkatan

Anak (Adopsi) Oleh Orang Tua Angkat Yang Belum Menikah (Studi Penetapan

Pengadilan Agama Tanjung Karang Nomor: 0036/Pdt.P/2012/PA.Tnk)”, belum

pernah dilakukan. Oleh karena itu, penelitian ini adalah asli adanya. Artinya secara akademik penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan kemurniannya, karena belum ada yang melakukan penelitian yang sama dengan judul penelitian ini.

F.Metode Penelitian

(13)

penelitian.14 Kata metode berasal dari Yunani “methods” yang berarti cara atau jalan

sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode menyangkut masalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan.15

1. Sifat dan Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis artinya dari data penelitian yang dianalisis dapat menggambarkan fakta dan pelaksanaan pengangkatan anak oleh orang tua

yang belum menikah. “Jenis penelitian yang diterapkan adalah memakai

pendekatan gabungan antara yuridis normatif dan yuridis sosiologis yang

didukung oleh data sekunder”16

2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian kepustakaan (library research) untuk mendapatkan konsepsi teori atau doktrin, pendapat atau pemikiran konseptual dan penelitian pendahulu yang berhubungan dengan objek telaah penelitian ini, yang dapat berupa peraturan perundang-undangan, dan karya ilmiah lainnya.

3. Sumber Data

Sumber data yang berupa bahan hasil penelitian kepustakaan, dalam hal ini

“Sebagai data sekunder dalam penelitian ini adalah bahan dasar penelitian hukum

normatif dari sudut kekuatan mengikatnya dibedakan atas “bahan hukum primer,

14 Jujun S. Suria Sumantri, Filsafat Hukum Suatu Pengantar Populer, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, hal. 328.

15 Koenjtaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 1977, hal. 16.

(14)

sekunder dan tertier”. Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari :

(1) Bahan hukum primer, yang terdiri dari ; a. Pancasila

b. Undang-undang Dasar 1945 c. Undang-Undang terkait.

(2) Bahan hukum sekunder, seperti hasil-hasil penelitian, laporan-laporan, artikel, hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya yang relevan dengan penelitian ini.

(3) Bahan hukum tersier atau bahan hukum penunjang yang mencakup bahan yang memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap hukum primer dan sekunder, seperti kamus umum dan kamus hukum, serta bahan-bahan primer, sekunder dan tersier (penunjang) di luar bidang hukum, yang dapat dipergunakan untuk melengkapi atau sebagai data penunjang dari penelitian ini.

4. Analisis Data

(15)

dilakukan terhadap data dengan pendekatan kualitatif “.17

G.Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini dibagi dalam beberapa Bab, dimana dalam bab terdiri dari unit-unit bab demi bab. Adapun sistematika penulisan ini dibuat dalam bentuk uraian:

Bab I. Pendahuluan

Dalam Bab ini akan diuraikan tentang uraian umum seperti penelitian pada umumnya yaitu, Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penulisan serta Sistematika Penulisan.

Bab II. Tinjauan Umum tentang Anak

Dalam bab ini akan diuraikan pembahasan tentang: Pengertian Anak, Macam-Macam Anak serta Hubungan Hukum Antara Orang Tua dan Anak.

Bab III. Tinjauan Umum Tentang Pengangkatan Anak (Adopsi)

Dalam bagian ini akan diuraikan pembahasan tentang: Pengertian Pengangkatan Anak (Adopsi) Oleh Orang Tua Yang Belum Menikah, Alasan dan Tujuan Pengangkatan Anak (Adopsi) Oleh Orang Tua Yang Belum Menikah, serta Dasar Hukum Pengangkatan Anak (Adopsi) Oleh

(16)

Orang Tua Yang Belum Menikah.

Bab IV. Pengangkatan Anak (Adopsi) Oleh Orang Tua Yang Belum Menikah Dalam bagian ini akan diuraikan pembahasan tentang: Proses

Pengangkatan Anak (Adopsi) Oleh Orang Tua Yang Belum Menikah, Akibat Hukum Adanya Pengangkatan Anak (Adopsi) Oleh Orang Tua Yang Belum Menikah serta Hambatan-Hambatan Yang Ditemui Dalam Proses Pengangkatan Anak (Adopsi) Oleh Orang Tua Yang Belum Menikah.

Bab V. Kesimpulan dan Saran

Referensi

Dokumen terkait

Unsur bromin dengan nomor atom 35, dalam sistem periodik unsur terletak pada periode dan golongana. Konfigurasi elektron suatu Unsur dengan nomor atom 28 dan nomor massa 59

Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pembentukan Organisasi Lembaga Teknis Daerah di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Bantul (Lembaran

[r]

[r]

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 460/964/SJ tanggal 23 Februari 2015, perlu menetapkan Keputusan Bupati Bantul tentang

Selanjutnya Penelitian yang dilakukan oleh Alwani (2007) yang meneliti pengaruh kecerdasan emosional terhadap kinerja auditor pada KAP di kota Semarang menunjukkan

Selain itu tidak adanya pengaruh pada penelitian ini diduga karena subjek yang menjadi sampel pada penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya oleh Rahnawati

Meningkatkan Kualitas Pelayanan Internet Speedy dalam Memuaskan Pelanggan.. Penyediaan sarana dan prasarana merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas