• Tidak ada hasil yang ditemukan

Whistleblower dan Tantangan Strategis di (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Whistleblower dan Tantangan Strategis di (1)"

Copied!
3
0
0

Teks penuh

(1)

Whistleblower dan Tantangan Strategis di

Korporasi Indonesia

Oleh : Mohamad Fajri M.P* dan Deni Darmawati**

Perkembangan implementasi GCG di Indonesia menunjukkan peningkatan. Meskipun penerapan GCG saat ini belum ada satu standar baku, namun regulator menunjukkan kepedulian terhadap penerapan GCG. Masing-masing regulator memiliki standar dan acuan tersendiri dalam implementasi GCG. Di sisi lain, perusahaan-perusahaan pun tidak kalah kesadarannya untuk mengimplementasikan GCG, karena dirasakan implementasi GCG saat ini bukan lagi merupakan suatu kewajiban akan tetapi suatu kebutuhan dalam menghadapi persaingan global yang semakin ketat. GCG telah diterima sebagai istilah bersama dan obat mujarab untuk mengatasi krisis yang terjadi saat ini.

Namun perlu juga disadari bahwa implementasi GCG di perusahaan tersebut tidaklah mudah. Akan terdapat berbagai resistensi dan perlawanan dari kelompok-kelompok “status quo” yang merasa terganggu dengan implementasi GCG ini. Hal ini tentunya membutuhkan perhatian serius dari pihak internal perusahaan agar pelaksanaan GCG tidak hanya menjadi slogan semata, namun benar-benar terinternalisasi dan terimplementasi dengan baik pada segenap

elemen perusahaan.

Perusahaan yang hendak mengimplementasikan GCG, hendaknya telah memiliki infrastruktur dan soft-structure GCG yang lengkap. Infrastruktur GCG berkaitan dengan organ-organ perusahaan, sementara soft-structure GCG merupakan dokumen yang mengatur organ tersebut. Salah satu soft-structure yang perlu dimiliki adalah Code of Conduct yang merupakan Pedoman Etika Bisnis dan Etika Kerja. Dalam salah satu klausul Code of Conduct, biasanya akan disebutkan tentang pelaporan tentang pelanggaran implementasi GCG yang disebut dengan whistleblower.

Di Indonesia, whistleblower belum mendapat perhatian serius, berbeda dengan di Amerika. Pasca terjadinya kasus Enron, standar bagi perusahaan-perusahaan Amerika diperketat dengan adanya Sarbanes Oxley Act. Whistleblower pun mendapat perhatian tersendiri dalam Sarbanes Oxley Act. Di Indonesia, dengan inisiatif dari Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) telah dikeluarkan Pedoman Sistem Pelaporan Pelanggaran (Whistleblowing System) yang dikeluarkan tanggal 10 November 2008. Keluarnya pedoman ini diharapkan dapat mendorong penerapan Whistleblowing System di korporasi.

Agent of Change dan Whistleblower

(2)

GCG. Dalam Sarbanes Oxley Act, perlindungan terhadap whistleblower sangat diperhatikan. Penyediaan beragam fasilitas sangat diperhatikan sampai ke hal-hal terkecil. Fasilitas untuk para pelapor ini mulai dari pemberian rasa aman hingga kelangsungan hidup pribadi dan keluarga. Semua kegiatan dan kebutuhan diatur melalui kantor operasi penegakan unit khusus perlindungan saksi yang berada di bawah Divisi Kriminal Departemen Kehakiman.

Chintya Cooper, seorang internal audit yang mengungkap kasus Worldcom dielu-elukan sebagai pahlawan. Chintya Cooper telah menjadi agent of change yang sukses. Keberhasilan Chintya mengantarkannya termasuk salah seorang People of The Year versi Majalah Time. Bersama dengan whistleblower lainnya, Chintya telah menyelamatkan perusahaan dari kemungkinan lebih buruk. Bagaimana dengan Indonesia? Jika kita menoleh ke beberapa tahun yang lalu, ada suatu kisah tentang seorang auditor BPK bernama Khairiansyah Salman. Khairiansyah merupakan auditor BPK yang mengaudit Komisi Pemilihan Umum (KPU) sehingga akhirnya beberapa anggota KPU dipidana dengan kasus korupsi. Demikian juga beberapa nama lain yang bertindak sebagai whistleblower. Justru mereka yang diserang balik dan disudutkan.

Hal ini tentunya sangat disayangkan, sebab tidak banyak orang yang bersedia mengambil risiko untuk melaporkan suatu pelanggaran/tindak pidana jika dirinya, keluarganya dan harta bendanya tidak mendapat perlindungan dari ancaman yang mungkin timbul karena laporan yang dilakukannya. Begitu juga dengan saksi. Kalau tidak mendapat perlindungan yang memadai, akan enggan memberikan keterangan sesuai dengan fakta yang dialami, dilihat dan

dirasakannya sendiri.

Apa yang harus dilakukan?

(3)

Perlindungan hukum lain adalah berupa larangan bagi siapapun untuk membocorkan nama pelapor atau kewajiban merahasiakan nama pelapor disertai dengan ancaman pidana terhadap pelanggarannya. Semua saksi, pelapor dan korban memerlukan perlindungan hukum ini. Sementara perlindungan khusus kepada saksi, pelapor dan korban diberikan oleh perusahaan untuk mengatasi kemungkinan ancaman yang membahayakan diri, jiwa dan harta benda, termasuk pula keluarga. Selain itu, dari awal setiap insan perusahaan harus menandatangani pernyataan komitmen yang menyatakan kesediaan untuk mendukung adanya whistleblowing system dan bersedia memberikan laporan apabila menemukan terjadinya pelanggaran.

Hal kedua adalah pembenahan tanpa pandang bulu. Laporan yang masuk disertai dengan bukti permulaan yang cukup harus ditindaklanjuti. Setiap pelanggaran yang terjadi harus diusut tuntas dan bila memang terbukti bersalah maka harus diberikan sanksi yang tegas. Untuk itu kelengkapan infrastruktur yang mendukung harus dimiliki. Setiap perusahaan dapat membentuk Tim Ombudsman yang berfungsi sebagai penerima pelaporan, penyelidik, penyidik dan tim pemberi sanksi. Tim ini haruslah diisi dengan orang-orang yang memiliki integritas baik dan tidak mudah dipengaruhi. Kewenangan yang diberikan haruslah cukup untuk dapat menindak pelaporan, termasuk pelanggaran yang dilakukan oleh Board. Hal ketiga adalah pelaporan dan komunikasi berkala dengan pelapor. Perusahaan perlu menyampaikan laporan perkembangan terkait dengan laporan yang disampaikan. Selain itu, pelaporan yang masuk dan terbukti dapat menyelamatkan perusahaan, barangkali perlu diberikan insentif untuk pelapor.

Berbagai hal ini apabila dilaksanakan dengan kesadaran penuh tanggungjawab akan menghasilkan pengelolaan korporasi berbasi GCG yang kuat, harmonis dan pada akhirnya akan menghasilkan kesejahteraan kepada seluruh stakeholders. Untuk itu, maka satu prinsip yang perlu diingat adalah, “jangan takut mengungkapkan kebenaran, karena kebenaran sejati pasti akan terungkap dengan atau tanpa kita.”

*Mohamad Fajri MP adalah Penulis buku dan Praktisi GCG

Referensi

Dokumen terkait

Sementara itu yang mengalami tren nilai ekspor negatif, atau dengan kata lain nilai ekspor cenderung menurun adalah komoditas-komoditas olahan pertanian, karena industri

Demikian pula halnya dengan DPRD, meskipun bukan sebagai stakholder yang berada pada level pelaksana kebijakan, namun fungsi legislasi dan penganggaran yang dimilikinya,

29-31 Pada penelitian ini, secara analisa statistik, tidak ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara kejadian Spondilitis Tb dengan nilai kualitatif

Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan kunjungan ke alamat yang akan dijadikan calon partisipan sesuai dengan kriteria inklusi, berdasarkan informasi dari Puskesmas

Anda memperoleh nilai mati jika pada salah satu dari dua bagian soal jawaban benar yang Anda peroleh kurang dari 1/3 jumlah soal pada bagian tersebut.. BAGIAN PERTAMA TES

Sebelum lebih jauh masuk ke pembahasan mengenai cirri-ciri organisasi,kita harus mengerti secara menyeluruh mengenai definisi organisasi dan proses organisasi.Manusia adalah

Hal lain yang berubah dari tipologi fasade Masjid Jami’ Malang di tahun 1950 adalah menara yang sebelumnya memiliki tinggi yang tidak melebihi tinggi atap ruang inti,

Mahasiswa calon guru matematika harus disiapkan agar mampu merencanakan dan mengimplementasikan perencanaan pembelajaran matematika kepada siswa dengan baik