BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Mengikuti perkembangan zaman yang semakin
maju, guru dituntut untuk senantiasa meningkatkan
kualitas dan kompetensinya. Banyak yang berpendapat
bahwa guru memiliki peran penting dalam pendidikan
karena guru menjadi salah satu faktor penunjang
keberhasilan pendidikan untuk anak didiknya. Melalui
pendidikan anak didik mengembangkan dan
meningkatkan potensi dalam dirinya. Pengembangan
potensi diri ini merupakan cara yang efektif untuk
mencetak sumber daya manusia bermutu yang mampu
menghadapi tantangan, mengejar ketertinggalan, dan
siap bersaing secara global sehingga berpengaruh
terhadap pembangunan bangsa. Hal ini sebagaimana
dinyatakan Rivai dan Murni (2012: 31) bahwa
pendidikan adalah salah satu fondasi atau dasar untuk
membangun bangsa karena pendidikan akan
menentukan mutu dari bangsa itu sendiri. Bangsa yang
bermutu memiliki sumber daya manusia bermutu yang
lahir dari pendidikan bermutu. Pendidikan yang
bermutu pun memerlukan guru yang bermutu.
Kompetensi merupakan hal wajib yang harus
dengan guru yang kompeten. Oleh karena itu guru
harus senantiasa meningkatkan kompetensinya agar
sesuai dengan tuntutan zaman yang semakin maju.
Rizali, dkk (2009: 18) mengemukakan bahwa siswa
yang kompeten dihasilkan oleh guru yang kompeten
karena guru yang tidak kompeten dengan materi yang
akan diberikan tidak akan mampu mencetak siswa
kompeten. Sedangkan Danumiharja (2014: 46)
menyebutkan bahwa meleburnya pengetahuan atau
sering disebut daya pikir, sikap atau sering disebut
daya kalbu, dan keterampilan atau sering disebut daya
pisik yang diwujudkan dalam bentuk perbuatan adalah
definisi dari kompetensi. Adapun menurut Musriadi
(2016: 64) kompetensi guru dapat ditingkatkan melalui
berbagai strategi yang salah satunya adalah mengikuti
pendidikan dan pelatihan (diklat).
Pendidikan dan pelatihan dapat dilakukan di
sekolah secara mandiri. Hal ini sesuai dengan kebijakan
pemerintah bahwa sejak diberlakukannya
undang-undang mengenai otonomi daerah, pemerintahan
berubah dari sistem sentralisasi menjadi desentralisasi.
Perubahan itu pun berimbas dalam bidang pendidikan,
yaitu melalui manajemen berbasis sekolah (MBS). MBS
merupakan konsep dari otonomi sekolah. Otonomi
sekolah tersebut dapat membantu sekolah dalam
menentukan kebijakan sekolah agar lebih bermutu,
keinginan masyarakat setempat dan menjalin kerja
sama yang erat antara sekolah, masyarakat, dan
pemerintah (Mulyasa 2014: 11). Salah satu faktor
keberhasilan dari MBS ditentukan oleh kemampuan
pimpinan sekolah dalam melakukan manajemen tenaga
kependidikan (guru dan karyawan). Salah satu cakupan
dalam manajemen tenaga kependidikan adalah
melakukan pembinaan dan pengembangan pegawai.
Fungsi dari pembinaan dan pengembangan pegawai
adalah untuk memperbaiki, menjaga, dan
meningkatkan kinerja pegawai (Mulyasa, 2014:43). Ada
berbagai upaya yang dapat dilakukan sekolah dalam
hal pembinaan dan pengembangan pegawai, salah
satunya melalui pelatihan In House Training.
Salah satu sekolah yang menerapkan pelatihan In
House Training secara mandiri dan terprogram adalah
SD Muhammadiyah (Plus) Salatiga. Dikatakan mandiri,
karena sekolah ini mengadakan program pelatihan IHT
atas prakarsa dan biaya sendiri, dan dikatakan
terprogram karena program pelatihan IHT di sekolah ini
dilaksanakan setiap tahun, dan minimal satu kali
dalam setahun.
SD Muhammadiyah (Plus) Salatiga adalah
lembaga pendidikan yang merupakan sekolah dasar
swasta di Salatiga. Pada mulanya, sekolah ini sempat
dicanangkan sekolah bersama pengurus yayasan pada
tahun 2003 masih belum dapat meningkatkan animo
masyarakat untuk menyekolahkan anaknya di SD
tersebut. Salah satu faktor kegagalan strategi itu adalah
rendahnya kompetensi guru. Oleh karena itu dalam rangka mewujudkan “sekolah unggulan” tersebut kepala SD Muhammadiyah (Plus) berinisiatif untuk
meningkatkan kompetensi guru melalui program
pelatihan In House Training (IHT).
Program pelatihan IHT SD Muhammadiyah (Plus)
Salatiga utamanya diselenggarakan setahun sekali,
yaitu setiap libur kenaikan kelas. Akan tetapi ada
kalanya program pelatihan tersebut dilaksanakan lagi
di waktu lain jika terdapat kompetensi guru yang
penting dan mendesak untuk segera dikembangkan.
Pada tahun pelajaran 2013/2014 SD Muhammadiyah
(Plus) Salatiga menyelenggarakan IHT dengan tema “Melejitkan Prestasi Tiada Henti”. Tujuan khusus dari Kegiatan IHT tersebut adalah untuk meningkatkan
kompetensi guru dari segi pengetahuan, sikap, dan
keterampilan. Target pencapaian tujuan dari kegiatan
IHT tersebut dapat diketahui tiga tahun sejak
diselenggarakannya program pelatihan IHT, yaitu pada
tahun 2016/2017. (wawancara Wakil Kepala SD
Muhammadiyah (Plus) tanggal 23 September 2016)
Pada beberapa kasus, pelatihan memang berhasil
Akan tetapi pada beberapa penelitian diketahui bahwa
adakalanya pelatihan gagal dalam meningkatkan
profesionalisme guru karena disebabkan oleh beberapa
faktor. Berdasarkan hasil penelitian Eliyanto (2013)
faktor penyebab ketidakefektivan pelatihan dalam
meningkatkan profesionalisme guru adalah pemberian
materi yang kurang tepat sehingga tidak terjadi
peningkatan pengetahuan dan keterampilan, pelatihan
kurang direncanakan dengan matang, komponen
pelatihan seperti penyajian teori, umpan balik, dan
lainnya tidak dilakukan dengan baik, penggunaan
metode pelatihan kurang tepat, dan motivasi dalam
mengikuti pelatihan rendah. Berdasarkan hasil meta
analisis yang dilakukan Sudana (2011) terdapat
beberapa faktor yang menyebabkan guru tidak
produktif pasca pelatihan, yaitu: belum adanya
manajemen yang dibakukan pasca pelatihan oleh
sekolah, kurangnya dukungan fasilitas yang dimiliki
sekolah, rendahnya kinerja guru, tidak sesuainya
materi pelatihan yang diberikan dengan fasilitas yang
dimiliki sekolah, dan kurangnya inisiatif guru yang
bersangkutan dalam mengembangkan hasil pelatihan.
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan,
penelitian ini dimaksudkan untuk mengevaluasi
ketercapaian tujuan program pelatihan IHT SD
Muhammadiyah (Plus) Salatiga dan penting pula untuk
Oleh karena itu evaluasi dibatasi dengan pendekatan
Goal Oriented Evaluation model pengembangan Robert
L. Hammond, yaitu model evaluasi Three Dimensional
Cube. Model evaluasi ini digunakan dengan
pertimbangan bahwa Three Dimensional Cube tidak
hanya bertujuan untuk mengetahui ketercapaian
tujuan program tetapi juga menganalisis faktor
keberhasilan atau kegagalan program. Hammond
berpendapat bahwa keberhasilan atau kegagalan
program tidak terlepas dari interaksi antar komponen
program. Hammond membagi komponen program ke
dalam tiga dimensi, yaitu dimensi instruksional,
Institutional, dan behavior. Dimensi instruksional
mendeskripsikan program dari variabel organisasi,
konten, metodologi, fasilitas dan biaya. Dimensi
Institutional menggambarkan variabel siswa, guru,
administrator, spesialis pendidikan, keluarga, dan
komunitas. Dimensi behavior digambarkan dari variabel
kognitif, afektif dan psikomotor.
1.2. Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang yang telah
dikemukakan dan untuk membatasi ruang lingkup
House Training (IHT) SD Muhammadiyah (Plus) Salatiga,
maka rumusan masalahnya ditentukan sebagai berikut:
1. Bagaimana instruksional program pelatihan In
House Training (IHT) SD Muhammadiyah (Plus)
Salatiga?
2. Bagaimana Institutional program pelatihan In House
Training (IHT) SD Muhammadiyah (Plus) Salatiga?
3. Bagaimana behavior program pelatihan In House
Training (IHT) SD Muhammadiyah (Plus) Salatiga?
1.3.Tujuan Penelitian
Pada dasarnya hakikat dari penelitian ini
dimaksudkan untuk memberikan rekomendasi
keberlanjutan Program Pelatihan In House Training (IHT)
SD Muhammadiyah (Plus) Salatiga di masa mendatang.
Selain itu, sesuai dengan rumusan masalah yang telah
ditetapkan, maka tujuan dari penelitian ini secara rinci
adalah sebagai berikut:
1. Mengevaluasi instruksional program pelatihan In
House Training (IHT) SD Muhammadiyah (Plus)
Salatiga
2. Mengevaluasi Institutional program pelatihan In
House Training (IHT) SD Muhammadiyah (Plus)
Salatiga
3. Mengevaluasi behavior program pelatihan In House
1.4.Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
manfaat baik teoritis maupun praktis kepada para
pemerhati pendidikan. Adapun manfaat secara teoritis
dan manfaat praktis tersebut antara lain:
a. Manfaat teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat
digunakan sebagai landasan untuk penelitian
selanjutnya.
b. Manfaat praktis
1. Bagi SD Muhammadiyah (Plus) Salatiga, hasil
penelitian ini diharapkan dapat digunakan
sebagai bahan pertimbangan atau pun
perbaikan mengenai penyelenggaraan program
pelatihan In House Training di masa mendatang.
2. Bagi Dinas Pendidikan, hasil penelitian ini dapat
digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam
menentukan kebijakan pelatihan bagi sekolah,