1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Menempuh pendidikan tinggi merupakan
impian banyak orang. Pandian, (2008) hasrat ini
didasari oleh sejumlah tujuan, mulai dari
memperoleh pengalaman baru, bahkan untuk
memperoleh pendidikan pada sebuah universitas
yang berkualitas.
Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW)
merupakan salah satu universitas kristen yang ada
di Jawa Tengah (Salatiga). Universitas Kristen Satya
Wacana (UKSW) dijuluki sebagai kampus Indonesia
mini, dikarenakan UKSW memiliki mahasiswa yang
berasal dari Sabang sampai Merauke. Dalam artian
bahwa mahasiswa UKSW tidak hanya berasal dari
2 pulau, kota, propinsi bahkan ada yang berasal dari
luar Negara Republik Indonesia
(http://profilindonesia.com/prof-drs-john-a-titaleyth-d.html), diakses pada tanggal 07 Maret 2015.
Mahasiswa yang berasal dari luar Negara
Indonesia sering disebut dengan mahasiswa asing.
Sukarno, (2002) mahasiswa asing adalah mahasiswa
yang tinggal di suatu negara yang memiliki
perbedaan budaya dari negara asalnya yang
tujuannya adalah untuk melanjutkan pendidikan
pada sebuah perguruan tinggi ternama. Adapun yang
dimaksudkan dengan mahasiswa asing dalam
penelitian ini adalah mahasiswa asal Timor Leste.
Berdasarkan data Biro Kemahasiswaan dan
Administrasi program Pascasarjana UKSW tahun
2014, diketahui mahasiwa asing (luar Indonesia)
yang kuliah di UKSW berjumlah lima puluh empat
orang, lima belas orang diantaranya adalah
3 belas orang tersebut, enam orang diantaranya kuliah
di Fakultas Ekonomika dan Bisnis Progdi Magister
Manajemen dan Magister Akuntansi, (data di dapat
pada tanggal 09 Oktober 2014).
Kedatangan mahasiswa asing (Timor Leste) di
Indonesia (UKSW), secara langgsung akan
memberikan dampak positif. Adapun dampak positif
yang dimaksdukan adalah Indonesia (UKSW) kaya
akan kebudayaan. Namun, apabilah keberagaman
kebudayaan ini tidak dikelola dengan baik maka
bisa berdampak pada hal yang negatif salah satunya
adalah culture shock.
Adler, (2002) mengungkapkan bahwa culture
shock adalah goncangan yang dialami oleh individu
ketika keluar dari negara asalnya. Adapun
gejala-gejala yang muncul saat seseorang menghadapi
culture shock diantaranya yaitu cemas, sedih, jenuh,
marah, kehilangan rasa percaya diri, dan sensitif.
4
Gajdzik (2005) menemukan bahwa mahasiswa
manapun, baik tingkat sarjana maupun pasca
sarjana, mahasiswa domestik maupun asing, pasti
menghadapi sejumlah persoalan dalam transisi
ketika memasuki perguruan tinggi. Permasalahan
yang lazim ditemui meliputi tekanan akademik,
permasalahan finansial, rasa kesepian, konflik antar
pribadi, kesulitan menghadapin perubahan dan
permasalahan mengembangkan otonomi pribadi.
Selanjutnya, Khawaja dan Dempsey (2007), sejumlah
persoalan ini akan lebih berat untuk dihadapi oleh
mahasiswa asing apabilah mahasiswa tersebut tidak
memiliki kemampuan dalam mengatasi sejumlah
5 dengan Poyrazil, et al. (2001) menemukan bahwa
persoalan ketidakmampuan individu ketika
beradaptasi di lingkungan yang baru akan
memberikan gangguan psikologis. Untuk mengatasi
persoalan tersebut maka dibutuhkan kesiapan dari
setiap individu agar dapat melakukan tindakan
penyesuaian atau adaptasi budaya.
Gudykunst, (1990) adaptasi budaya adalah
suatu proses kognitif sosial yang mana mengurangi
ketidakpastian dan suatu proses afektif yang
mengurangi kecemasan hasil adaptasi budaya
termasuk kesejahteraan psikologi dan kepuasaan
serta kompetensi sosial. Gudykunst dkk, (2002) teori
manajemen kecemasan-ketidakpastian akan
meningkatkan kemampuan individu untuk mengelola
kecemasan dan tentunya akan meningkatkan pula
kemampuan beradaptasi yang dimilikinya. Dari
berbagai pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
6
pengertian pada kecakapan (skills) yang dimiliki
seseorang yang membuatnya mampu melakukan
penyesuaian diri terhadap budaya baru.
Haryawan, (2008) budaya adalah suatu hasil
dari budi daya, cipta, karya, karsa, dan adat istiadat
manusia yang secara sadar maupun tidak, dapat
diterima sebagai suatu perilaku yang beradap.
Secara umum suatu tradisi atau kebiasaan yang
dibentuk dari cara pandang seseorang, sekelompok
orang maupun masyarakat, bahkan suatu negara
yang kemudian budaya tersebut diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari.
Masyarakat Timor Leste pada umumnya
memiliki watak atau karakter yang kedegarannya
bernuasa keras, dan tegas ketika berinteraksi
(http://www.merdeka.com/politikinternasional/refer
endum kedua-di-timor-leste-sulit diwujudkan-7q
diakses pada tanggal 2 februari 2015 pukul 16.47).
7 bagi mahasiswa asal Timor Leste dalam keseharian
mereka di Indonesia khususnya di lingkungan
UKSW.
Berdasarkan hasil survey terhadap keenam
orang mahasiswa yang dijadikan informan,
semuanya menjelaskan bahwa mereka sulit
beradaptasi di lingkungan UKSW, dikarenakan
UKSW memiliki beragam kebudayaan yang
membedakan antara daerah yang satu dengan
lainnya. Selain itu tidak ada pelatihan yang diterima
oleh mahasiswa asal Timor Leste ketika memasuki
lingkungan UKSW. Dengan perbedaan budaya seperti
ini memungkinkan mahasiswa dapat mengalami
culture shock ketika beradaptasi dilingkungan
Universitas Kristen Satya Wacana.
Mendenhall dan Oddou, (1985) menemukan
bahwa keberhasilan individu dalam melakukan
penyesuaian atau adaptasi tergantung pada
8
kecakapan pribadi, kecakapan bergaul dan
kecakapan persepsi. Kecakapan pribadi yang dimiliki
individu menyangkut kematangan mental dan
emosional seseorang. Harris dan Moran, (1979)
menemukan bahwa seseorang yang memiliki
kemampuan individu akan lebih mudah beradaptasi
dan berinteraksi secara efektif dengan orang lain,
sebaliknya seseorang yang tidak memiliki
kemampuan beradaptasi dan berinteraksi akan gagal
dalam melakukan penyesuaian.
Banyak riset yang membahas mengenai culture
shock seperti Black & Gregersen 1999, Hodgan &
Goodson 1999, Indrianie 2012 yang dikembangkan
dari berbagai pendekatan yang berbeda, namun
ternyata ditemukan adanya hasil yang konsisten
yaitu bahwa banyak mahasiswa yang gagal dalam
proses perkuliahan, kegagalan ini bukan karena
9
ketidakmampuan (inability) menyesuaikan diri
dengan lingkungan baru.
Maka faktor terpenting kembalinya mahasiswa
sebelum waktunya (premature return) terletak pada
ketidakmampuan mereka sendiri untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan baru Black
dan Gregersen (dalam Sirait dan Raharjo 2009).
Kegagalan adaptasi ini terjadi karena setiap negara
mempunyai kondisi lingkungan makro yang berbeda
satu dengan yang lain. Terutama negara maju
(developed country) dan negara sedang berkembang
(developing country) mempunyai kondisi yang
berbeda. Maka mahasiswa yang datang belajar di
negara maju (developed country) dan negara sedang
berkembang (developing country) mempunyai kondisi
yang berbeda pula.
Namun, beberapa penelitian tentang adaptasi
budaya yang telah dilakukan di negara maju
10
sama, bahwa saat kedatangan individu ke
lingkungan yang baru, individu akan melakukan
penyesuaian terhadap tiga dimensi adaptasi yang
disebut in-country adjustment diantaranya work
adjustment, general adjustment dan interaction
adjustment (Hill, 2002; Vance and Paik, 2006;
Selmer, 2005). Selanjutnya ada penelitian lain yang
mengembangkan hasil penelitian diatas seperti yang
dilakukan oleh Oberg., 1960 (dalam Hernani 2013);
Tanggulungan, 2009 menemukan bahwa ketika
individu melakukan penyesuaian terhadap ke tiga
dimensi diatas maka individu akan mengalami 4
tahapan dalam adaptasi yang dimulai dengan
tahapan honeymoon, culture shock, recovery, dan
adjusment yang disebut “the U curve theory of
adjustment.
Walaupun demikian penelitian lain yang
dilakukan oleh Marx 1999, (dalam Hernani 2013)
11
adaptasi dimulai dari tahap haneymoon, culture
shock, recovery, culture shock dan breaking through.
Dari hasil penelitian terdahulu mengenai
culture shock serta tahapan adaptasi dapat
diasumsikan bahwa masih ada kontradiktif dalam
hasil penelitian tentang culture shock dan tahapan
adaptasi (phases of adaptation). Selain itu, penelitian
ini berangkat dari adanya perbedaan budaya antara
mahasiswa asal Timor Leste dengan Indonesia
khususnya mahasiswa yang kuliah di UKSW yang
memungkinkan peluang terjadinya culture shock,
namun minat untuk membahas mengenai culture
shock serta adaptasi budaya di kalangan mahasiswa
lebih khusus di negara Indonesia belum banyak
ditemui. Padahal, culture shock dapat terjadi kepada
setiap mahasiswa ketika memasuki lingkungan yang
baru, jalan satu-satunya adalah adaptasi budaya.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka
12
adalah: Culture Shock dan Adaptasi Budaya
Mahasiswa Timor Leste Di Lingkungan Universitas
Kristen Satya Wacana.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan dari penelitian yang dimaksudkan
adalah:
1. Apakah sebagian besar mahasiswa asal
Timor Leste mengalami culture shock ketika
beradaptasi di lingkungan UKSW, dan
faktor-faktor apa yang menyebab
mahasiswa Timor Leste mengalami culture
shock?
2. Apa saja dampak negatif dari culture shock
yang dialami mahasiswa asal Timor Leste
ketika beradaptasi di lingkungan UKSW?
3. Strategi apa yang dilakukan mahasiswa
13 lingkungan UKSW dalam rangka mengatasi
culture shock?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian yang dimaksudkan
adalah:
1. Untuk menganalisis apakah mahasiswa
asal Timor Leste mengalami culture shock
ketika beradaptasi di lingkungan UKSW,
dan faktor-faktor apa yang menyebabkan
mahasiswa Timor Leste mengalami culture
shock.
2. Untuk mengetahui dampak negatif dari
culture shock yang dialami mahasiswa asal
Timor Leste ketika beradaptasi di
lingkungan UKSW?
3. Untuk menjelaskan strategi yang dilakukan
14 beradaptasi di lingkungan UKSW dalam
rangka mengatasi culture shock.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Manfaat Praktis
Dari segi praktis, penelitian ini dapat
memberikan masukan bagi mahasiswa
asing, lebih khususnya mahasiwa yang
berasal dari Timor Leste untuk dapat
beradaptasi dengan budaya yang berbeda di
lingkungan sekitarnya yang tujuannya
untuk mengatasi culture shock.
2. Manfaat Teoritis
Dari segi teoritis, hasil penelitian ini
diharapkan dapat bermanfaat bagi dunia
akademisi untuk dapat memberikan
referensi dan memberikan informasi kepada