• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA PANGAN I LEMAK (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA PANGAN I LEMAK (1)"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA PANGAN

ACARA III LEMAK/MINYAK

KELOMPOK 3

Penanggung Jawab:

Alifia Permata Dewi (A1M014010) Nuraini Sari Indah (A1M014031)

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS PERTANIAN PURWOKERTO

(2)

ABSTRAK

Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh berbagai emulsifier, mengetahui asam lemak bebas yang terdapat dalam berbagai jenis minyak, dan mengetahui pengaruh suhu terhadap minyak. Metode dalam praktikum ini dilakukan menggunakan berbagai sampel jenis minyak yaitu minyak jagung, minyak kedelai, VCO (Virgin Coconut Oil), minyak kelapa sawit komersial, dan minyak jelantah. Hasil uji emulsifier menunjukkan bahwa emulsifier yang paling efektif untuk mengemulsikan minyak dan air adalah ovalet, sedangkan, emulsifier alami berupa asam oleat dan linoleat kurang sempurna dalam membentuk emulsi minyak dan air. Minyak yang mengalami kerusakan terendah hingga tertinggi adalah minyak jagung, minyak kedelai, minyak sawit, minyak VCO dan minyak jelantah. Pengaruh suhu dingin yang paling signifikan secara berurutan dimulai minyak VCO, minyak jelantah, minyak komersil, minyak kedelai dan minyak jagung.

(3)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lemak dan minyak merupakan senyawa trigliserida atau triasilgliserol, yang berarti “triester dari gliserol” . Lemak dan minyak juga merupakan senyawa ester. Hasil hidrolisis lemak dan minyak adalah asam karboksilat dan gliserol. Asam karboksilat ini juga disebut asam lemak yang mempunyai rantai hidrokarbon yang panjang dan tidak bercabang (Herlina, 2002). Lemak adalah salah satu sumber zat gizi makro yang dibutuhkan oleh tubuh. Lemak merupakan suatu senyawa biomolekul, mempunyai sifat umum larut dalam pelarut-pelarut organik seperti eter, kloroform dan benzen, tetapi tidak larut dalam air. Berdasarkan strukturnya, lemak mempunyai wujud cair dan padat. Wujud padat dan cairnya lemak dipengaruhi oleh tingkat kejenuhan asam lemak yang terdapat di dalamnya. Lemak yang kandungan asam lemaknya terutama asam lemak tidak jenuh akan bersifat cair pada suhu kamar dan biasanya disebut sebagai minyak, sedangkan yang kandungan asam lemaknya terutama asam lemak jenuh akan berbentuk padat.

(4)

B. Tujuan

Praktikum ini bertujuan sebagai berikut:

1. Mengetahui pengaruh emulsifier terhadap minyak goreng dan membandingkan jenis emulsifier terhadap stabilitas emulsi minyak dan air.

2. Mengetahui kerusakan minyak dengan menentukan kandungan asam lemak bebas.

(5)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Minyak dan lemak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia. Selain itu lemak dan minyak juga merupakan sumber energi yang lebih efektif dibanding dengan karbohidrat dan protein. Satu gram minyak atau lemak dapat menghasilkan 9 kkal,sedangkan karbohidrat dan protein hanya menghasilkan 4 kkal/gram. Minyak atau lemak, khususnya minyak nabati, mengandung asam-asamlemak esensial seperti linoleat, linolenat, dan arakidonat yang dapat mencegah penyempitan pembuluh darah akibat penumpukan kolesterol. Minyak dan lemak juga berfungsi sebagai sumber dan pelarut bagi vitamin-vitamin A, D, E , dan K (Winarno, 2004). Trigliserida merupakan hasil proses kondensasi satu molekul gliserol dengan tiga molekul asam-asam lemak (umumnya ketiga asam lemak berbeda-beda) yang membentuk satu molekul trigliserida dan tiga molekul air (Ketaren, 2005).

Asam lemak merupakan asam lemah dan dalam air terdisosiasi sebagian. Umumnya, berbentuk cair atau padat pada suhu ruang 27°C. Semakin panjang rantai C penyusunnya, semakin mudah membeku dan juga semakin sukar larut. Titik cair suatu lemak atau minyak dipengaruhi oleh sifat asam lemak penyusunnya, diantaranya panjang rantai C, jumlah ikatan rangkap, dan bentuk cis atau trans pada asam lemak tak jenuh. Semakin panjang rantai C-nya maka titik cair semakin tinggi. Sebaliknya, semakin banyak ikatan rangkap, maka titik cair semakin rendah. Hal ini disebabkan ikatan rangkap antar molekul asam lemak tak jenuh tidak lurus sehingga kurang kuat ikatannya. Adapun bentuk trans menyebabkan titik cair lebih tinggi daripada asam lemak dalam bentuk cis (Rohman, 2007).

(6)

komposisi kimianya, minyak jelantah mengandung senyawa-senyawa yang bersifat karsinogenik yang terjadi selama proses penggorengan (Raharjo, 2008).

Virgin Coconut Oil (VCO) adalah minyak kelapa hasil ekstraksi tanpa menggunakan panas yang menyebabkan perubahan komposisi ataupun karakteristik minyak (APCC, 2009). Kandungan asam lemak bebas cukup besar terdapat dalam minyak VCO hasil pemanasan, hal ini dikarenakan adanya pemakaian panas dalam pembuatan minyak VCO akan meningkatkan reaksi hidrolisis lemak menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol (Asy’ari, 2006).

Minyak jagung merupakan minyak yang kaya akan asam lemak tidak jenuh, yaitu asam linoleat dan linolenat. Kedua asam lemak tersebut dapat menurunkan kolesterol darah dan menurunkan resiko serangan jantung koroner. Minyak jagung juga kaya akan tokoferol (Vitamin E) yang berfungsi untuk fungsi stabilitas terhadap ketengikan. Minyak jagung terdiri dari 59% poly-unsaturated (PUFA), 24% mono-unsaturated (MUFA), dan 13% asam lemak jenuh (SFA). Minyak jagung memiliki tingkat PUFA tertinggi setelah minyak bunga matahari, safflower, kenari dan gandum. PUFA utama adalah asam linoleat, dengan sejumlah kecil asam linolenat. Minyak jagung mengandung sejumlah besar ubiquinone dan gamma-tokoferol (vitamin E) dalam jumlah yang tinggi. PUFA dan vitamin E dari konsumsi minyak jagung dapat memberikan manfaat kesehatan (Dwiputra, 2015).

Air dan minyak merupakan cairan yang tidak saling berbaur karena memiliki berat jenis yang berbeda. Untuk menjaga agar butiran minyak tetap tersuspensi di dalam air, pada mentega dan margarin diperlukan suatu zat pengemulsi (emulsifier). Bahan yang dapat berperan sebagai pengemulsi antara lain kuning telur, kasein, albumin, atau lesitin (Raharjo, 2008).

(7)

memiliki jumlah yang lebih sedikit dibandingkan fase pendispersi. Emulsifier merupakan penyatu dari kedua fase tersebut. Bahan emulsifier adalah protein, gum, sabun, atau garam empedu (Vaclavik, 2003).

Daya kerja emulsifier terutama disebabkan oleh bentuk molekulnya yang dapat terikat baik pada minyak maupun air. Emulsifier tersebut apabila lebih terikat pada air atau lebih larut dalam air (polar) maka dapat lebih membantu terjadinya disperse minyak dalam air sehingga terjadilah emulsi minya dalam air (o/w). Emulsifier yang lebih larut dalam minyak (nonpolar) menyebabkan terjadinya emulsi air dalam minyak (w/o). Cara kerja dari emulsifier yaitu bila butir-butir lemak telah terpisah karena adanya tenaga mekanik (pengocokan), maka butir-butir lemak yang terdispersi tersebut segera terselubungi oleh selaput tipis emulsifier. Bagian molekul emulsifier non polar larut dalam lapisan butir-butir lemak, sedangkan bagian yang polar menghadap kepelarut (air) (Barnabas, 2009).

(8)

lemak tidak jenuh dalam lemak. Oksidasi dimulai dengan pembentukan radikal-radikal bebas yang disebabkan oleh faktor-faktor yang mempercepat reaksi seperti cahaya, panas, peroksida (Ketaren, 2005).

Minyak juga dapat mengalami kerusakan yang terjadi akibat oleh beberapa faktor, seperti absorbsi bau dan kontaminasi, aksi enzim, aksi mikroba, serta reaksi kimia (Pahan, 2006). Kerusakan pada minyak yang utama adalah timbulnya bau dan rasa tengik yang disebut proses ketengikan hal ini disebabkan oleh autooksidasi radikal asam tidak jenuh dalam lemak (Salirawati,2005).

Kerusakan minyak akan mempengaruhi mutu dan nilai gizi bahan pangan yang digoreng. Minyak yang rusak akibat proses oksidasi dan polimerisasi akan menghasilkan bahan dengan rupa yang kurang menarik dan cita rasa yang tidak enak, serta kerusakan sebagian vitamin dan asam lemak esensial yang terdapat dalam minyak. Oksidasi minyak dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak. Oksidasi biasanya dimulai dengan pembentukan peroksida dan hidroperoksida. Tingkat selanjutnya adalah terurainya asam-asam lemak disertai dengan konversi hidroperoksida menjadi aldehid dan keton serta asam-asam lemak bebas. Ketengikan (Rancidity) terbentuk oleh aldehida bukan oleh peroksida. Jadi kenaikan Peroxide Value (PV) hanya indikator dan peringatan bahwa minyak akan berbau tengik. Oksida minyak juga akan menghasilkan senyawa hidrokarbon, alkohol, lakton serta senyawa aromatis yang mempunyai bau tengik dan rasa getir. Pembentukan senyawa polimer selama proses menggoreng terjadi karena reaksi polimerisasi adisi dari asam lemak tidak jenuh. Hal ini terbukti dengan terbentuknya bahan menyerupai gum yang mengendap di dasar tempat penggorengan (Ketaren, 2005).

(9)

relatif tinggi dan pemanasan yang lama juga dapat merusak lemak dengan meningkatnya kadar radikal bebas (Hermanto, 2010).

Beberapa hal yang dapat meningkatkan kandungan asam lemak bebas adalah proses oksidasi dan hidrolisis. Reaksi hidrolisis disebabkan oleh kandungan air dalam bahan pangan yang digoreng. Di samping itu, terdapat enzim lipase pada lemak atau minyak mampu menghidrolisis trigliserida sehingga menghasilkan asam lemak bebas dan gliserol, akan tetapi pengaruh hidrolisis enzim ini tidak efektif, karena ada pemanasan. Reaksi lain yang menghasilkan asam lemak bebas adalah oksidasi. Asam bebas akan terbentuk selama proses oksidasi yang dihasilkan dari pemecahan dan oksidasi ikatan rangkap (Gunawan, 2003).

Kadar asam lemak bebas dipengaruhi oleh air yang masuk dalam lemak sehingga terjadi reaksi hidrolisis yang menyebabkan kerusakan lemak. Semakin lama pengasapan maka semakin tinggi kadar asam lemak bebas telur asin asap, karena lama pengasapan berpengaruh terhadap banyak sedikitnya uap air yang dihasilkan. Uap air dari pengasapan yang lama lebih banyak daripada uap air yang lebih singkat pengasapannya. Semakin banyak uap air maka semakin banyak pula lemak yang terhidrolisis olehnya, sehingga kadar asam lemak bebas meningkat (Apendi, 2013).

Minyak adalah suatu kelompok dari lipida sederhana terbesar yang merupakan ester dari tiga molekul asam lemak dengan satu molekul gliserol dan membentuk satu molekul trigliserida yang dalam kondisi ruang (>27oC) akan berbentuk cair (Heryani, 2008). Sifat fisik minyak dan lemak sangat ditentukan oleh suhu yang dialaminya. Secara umum sifat fisik minyak dan lemak ditentukan oleh susunan asam lemak tersebut di dalam triasigliserol. Karakteristik masing-masing minyak berbeda. Sehingga ketika diberi perlakuan suhu panas pun perubahanya berbeda-beda dilihat dari segi warna, bau dan kondisi atau keadaan padat maupun cair (Novarianto, 2004).

(10)
(11)

III. METODE

A. Emulsifier

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah rak tabung reaksi, tabung reaksi, tabung ukur, pipet ukur, gelas beaker dan kompor. Sedangkan, bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah Ovalet, Tween 80, asam linoleat, asam oleat, akuades dan minyak goreng komersial (merk Sania).

Prosedur

Langkah awal praktikum ini yaitu menyiapkan lima tabung reaksi kemudian masing-masing diisi 5 mL akuades dan 1 mL minyak goreng merk Sania. Setelah itu, menyiapkan emulsifier. Emulsifier yang tidak berupa cairan seperti Ovalet perlu dicairkan lebih dahulu. Cara mencairkan Ovalet dapat dilihat pada lampiran 2. Setelah itu memberikan perlakuan peda kelima tabung yaitu tabung 1 diberi penambahan Ovalet 0,5 mL ; tabung 2 diberi penambahan Tween 80 0,5 mL ; tabung 3 diberi perlakuan kontrol atau tidak diberi perlakuan apapun ; tabung 4 diberi penambahan asam linoleat 0,5 mL dan tabung 5 diberi penambahan asam oleat 0,5 mL. Semua tabung dikocok selama 1 menit kemudian didiamkan selama 5 menit. Langkah terakhir yaitu mengamati kestabilan emulsi dari kelima tabung secara kualitatif, kekeruhan/kejernihan sistem emulsi kemusian dideskripsikan.

B. Kerusakan Minyak

Alat dan Bahan

(12)

Prosedur

Praktikum ini diawali dengan menimbang tiap jenis minyak sebanyak 14,2 g, dan masing-masing dimasukkan ke erlenmeyer 100 mL. Etanol netral yang telah dipanaskan ditambahkan ke dalam erlenmeyer sebanyak 25 mL, lalu dikocok dan didinginkan. Pendinginan dilakukan dengan cara mencelupkan erlenmeyer ke dalam baskom berisi air es selama beberapa menit. Setelah itu, dilakukan proses titrasi menggunakan indikator PP dan larutan NaOH 0,1 N. Indikator PP diteteskan ke dalam erlenmeyer sebanyak 3 kali. Kemudian, dititrasi menggunakan larutan NaOH yang telah dibuat sebelumnya. Diagram alir pembuatan larutan NaOH dapat dilihat pada lampiran 2. Titrasi dilakukan dengan pipet sampai tepat berubah warna menjadi merah jambu. Kemudian,jumlah larutan NaOH 0,1 N yang digunakan untuk titrasi sampel beberapa jenis minyak yang diuji, dicatat dan dibandingkan.

C. Pengaruh Suhu terhadap Minyak

Alat dan Bahan

Praktikum ini menggunakan peralatan seperti tabung reaksi, gelas beaker, pipet ukur, dan termometer. Selain itu, bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah air, minyak sawit, minyak VCO, minyak kedelai, minyak jagung, minyak jelantah, karet dan kertas aluminium foil.

Prosedur

(13)
(14)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Minyak Kontrol Tidak Stabil + Tidak Homogen

Minyak Asam

Linoleat Tidak Stabil ++ Tidak Homogen Minyak Asam Oleat Tidak Stabil ++ Tidak Homogen

Pembahasan

Emulsifier atau zat pengemulsi didefinisikan sebagai senyawa yang mempunyai aktivitas permukaan sehingga dapat menurunkan tegangan permukaan antara udara-cairan dan cairan-cairan yang terdapat dalam suatu sistem makanan. Kemampuannya menurunkan tegangan permukaan menjadi hal menarik karena emulsifier memiliki keunikan struktur kimia yang mampu menyatukan dua senyawa berbeda polaritasnya (Cahyadi, 2006). Daya kerja emulsifier yaitu mampu menurunkan tegangan permukaan yang dicirikan oleh bagian lipofilik (non-polar) dan hidrofilik (polar) yang terdapat pada struktur kimianya. Ukuran relatif bagian hidrofilik dan lipofilik zat pengemulsi menjadi faktor utama yang menentukan perilakunya dalam pengemulsian (Charoen, 2011).

(15)

penambahan beberapa jenis emulsifier pada minyak goreng merk Sania. Beberapa jenis emulsifier yang digunakan yaitu Ovalet, Tween 80, asam oleat dan asam linoleat. Ovalet dan Tween 80 merupakan emulsifier alami, dijadikan sebagai control (tanpa emulsifier). Setelah itu, tabung reaksi dikocok selama 1 menit dan didiamkan selama 5 menit. Pengocokan dilakukan untuk menyatukan minyak dan aquades dengan emulsifier tersebut. Hasil dari perlakuan tersebut diamati kestabilan dan tingkat kekeruhan.

Emulsifier yang berbentuk padat seperti Ovalet, perlu dipanaskan terlebih dahulu agar mencair. Pencairan ini tidak perlu dilakukan pada emulsifier buatan lain seperti Tween 80. Menurut Rowe (2009), Tween 80 berwujud cair, berwarna kekuningan dan berminyak, memiliki aroma yang khas, dan berasa pahit. Larut dalam air dan etanol, tidak larut dalam minyak mineral.

Ovalet termasuk emulsifier atau pelembut dan penstabil adonan agar adonan menjadi homogen dan tidak mudah turun saat dikocok serta adonan tercampur dengan baik. Komposisi kimia ovalet biasanya adalah mono dan digliserida. Bahan ovalet juga biasanya menggunakan asam lemak dari hewan atau tumbuhan. Kehalalannya masih dipertanyakan (Franley, 2005).

Asam linoleat dan asam oleat adalah salah satu penyusun lesitin. Sehingga sifat dan karakteristiknya memiliki kemiripan. . Mengandung komponen hidrofobik dan hidrofilik yang digunakan sebagai sifat fungsional dalam pengolahan pangan.Bersifat polar (bagian kolin) dan non polar (bagian asam lemak) sehingga sangat efektif sebagai emulsifier (Heryani, 2008).

(16)

minya dalam air (o/w). Emulsifier yang lebih larut dalam minyak (nonpolar) menyebabkan terjadinya emulsi air dalam minyak (w/o). Cara kerja dari emulsifier yaitu bila butir-butir lemak telah terpisah karena adanya tenaga mekanik (pengocokan), maka butir-butir lemak yang terdispersi tersebutsegera terselubungi oleh selaput tipis emulsifier. Bagian molekul emulsifier yang non polar larut dalam lapisan luar butir-butir lemak sedangkan bagian yang polar menghadap ke pelarut (air).

Hasil pengamatan menunjukkan terdapat beberapa perbedaan kestabilan pada minyak terhadap jenis emulsifier. Tabung kontrol yang tidak diberi perlakuan penambahan emulsifier bersifat tidak stabil dan kekeruhannya rendah serta tidak homogen. Kestabilan emulsi pada perlakuan penambahan ovalet dihasilkan kestabilan tinggi dengan tingkat kekeruhan tinggi pula dan bersifat homogen berwarna putih serta padat. Kestabilan emulsi dengan penambahan Tween 80 bersifat stabil dengan tingkat kekeruhan keruh dan homogen, berbuih serta viskositasnya tinggi. Hal tersebut dikarenakan tween dan ovalet merupakan emulsifier buatan sehingga dapat membentuk emulsi air dalam minyak dan ester dari polioksietilena sorbitan dengan asam lemak yang dapat menjaga kestabilan tingkat emulsi lebih baik dari emulsifier alami.

Sedangkan, pada asam oleat dan asam linoleat dihasilkan ketidakstabilan emulsifier dengan tingkat kekeruhan sedikit keruh serta bersifat tidak homogen. Hal ini disebabkan karena oleat dan linoleat merupakan emulsifier alami yang kurang dapat menahan pengikatan air dan minyak atau sebaliknya saat setelah pengocokan sehingga terjadi fase internal atau fase terdispersi selama penyimpanan cenderung membentuk kumpulan bulatan. Kemudian bulatan-bulatan berasal atau kumpulan dari bulatan tersebut naik ke permukaan atau turun ke dasar emulsi membentuk sebuah lapisan fase internal yang pekat, dan apabila semua atau sebagian cairan dari faase internal menjadi “tidak-teremulsi” dan membentuk lapisan berbeda pada bagian atas atau bawah emulsi sebagai akibat dari penggabungan butiran-butiran fase internal.

(17)

buatan juga berbeda. Emulsifier buatan memiliki tingkat kestabilan lebih besar daripada emulsifier alami. Hal ini disebabkan karena emulsifier buatan terdiri dari beberapa jenis pengemulsi baik dari pencampuran emulsifier alami atau pencampuran dengan emulsifier sintesis sehingga tingkat kestabilannya dapat diatur sedangkan pada emulsifier alami tingkat kestabilannya tidak dapat diatur karena dari bahan yang ada di alam (Khomsan, 2004).

Penambahan emulsifier ovalet mengakibatkan terjadinya pemadatan. Hal ini dikarenakan ovalet memiliki sifat alami yang padat, apabila ovalet berada pada suhu ruang maka ovalet akan memadat seperti sifat awalnya sehingga untuk pemakaian ovalet harus dipanaskan dan dilakukan secara cepat. Sedangkan, pada perlakuan tween terdapat buih. Hal ini disebabkan karena komposisi tween yang dapat menimbulkan buih pada komponen yang teremulsi. Buih dapat didefinisikan sebagai dua fase yang terdiri atas fase gas dalam fase cair. Buih merupakan dispersi koloid dari fase gas yang terdispersi di dalam fase cair atau fase padat.

Menurut Muchtadi (2010), kestabilan pada minyak goreng dengan penambahan emulsifier berbeda-beda. Karena bila dua larutan murni yang tidak saling campur/ larut seperti minyak dan air dicampurkan lalu dikocok kuat-kuat, keduanya akan membentuk sistem dispersi yang disebut emulsi. Secara fisik terlihat seolah-olah salah satu fasa berada di sebelah dalam fasa yang lainnya. Secara umum, sebuah emulsi dapat juga dianggap tidak stabil secara fisik jika:

a. Fase internal atau fase terdispersi selama penyimpanan cenderung membentuk kumpulan bulatan (globula),

b. bulatan-bulatan berasal atau kumpulan dari bulatan tersebut naik ke permukaan atau turun ke dasar emulsi membentuk sebuah lapisan fase internal yang pekat, dan

(18)

B. Kerusakan Minyak

(19)

minyak menjadi merah jambu. Perubahan warna pada minyak merupakan indikator bahwa larutan telah mengalami titik ekuivalen. Saat titik ekuivalen tercapai maka proses titrasi dihentikan. Indikator asam basa dapat digunakan untuk mengetahui titik ekivalen. Indikator ditambahkan pada titran sebelum proses titrasi dilakukan. Indikator ini akan berubah warna ketika titik ekuivalen terjadi, pada saat inilah titrasi dihentikan. Indikator yang dipakai dalam titrasi asam basa adalah indikator yang perubahan warnanya dipengaruhi oleh pH seperti indikator PP.

Jumlah NaOH yang digunakan dapat menentukan kadar asam lemak bebas yang terdapat pada minyak. Semakin tingi jumlah asam lemak bebas, semakin tinggi pula kerusakan minyak tersebut. Hal tersebut disebabkan karena asam lemak merupakan senyawa hasil degradasi lemak yang dapat mengakibatkan ransiditas atau ketengikan. Oleh karena itu, asam lemak bebas dijadikan sebagai indikator kerusakan minyak.

Kerusakan minyak dapat terjadi akibat proses hidrolisis, oksidasi, dan reversi. Hidrolisis adalah proses pemecahan lemak menjadi molekul-molekul penyusunnya seperti gliserol dan asam lemak bebas. Oksidasi merupakan proses pembentukkan hidroperoksida akibat adanya kontak dengan oksigen. Sedangkan, reversi merupakan proses perubahan struktur lemak. Ketiga hal tersebut mengakibatkan perubahan fisik dan kimia lemak, dan menghasilkan asam lemak bebas yang mengakibatkan ransiditas atau ketengikan. Asam lemak bebas merupakan hasil degradasi dari trigliserida sebagai akibat dari kerusakan minyak. Selain itu, asam lemak bebas juga merupakan asam yang dibebaskan dari proses hidrolisis dari lemak. Asam lemak bebas ini biasanya ditemukan dalam sel dalam jumlah yang besar.

(20)

Minyak jagung mengandung asam lemak tak jenuh yang tinggi. Minyak tak jenuh seperti minyak jagung, mudah teroksidasi dan terhidrolisis akibat panas yang dapat menghasilkan asam lemak bebas dan mudah mengalami ketengikan (Syaiful, 2009). Berdasarkan pengamatan, minyak jagung memiliki volume NaOH yang paling sedikit untuk proses titrasi yaitu 0,03 mL. Artinya, minyak jagung memiliki kandungan asam lemak bebas yang lebih sedikit. Hal ini kemungkinan disebabkan karena minyak jagung terjaga dan tertutup rapat, sehingga kontak dengan oksigen menjadi minimum dan kerusakan minyak tertunda.

Minyak kedelai mengandung kurang 85% asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh lebih mudah diabsorpsi usus dan lebih mudah dicerna daripada asam lemak jenuh (Gunawan, 2003). Berdasarkan pengamatan, minyak kedelai memiliki volume NaOH yang sedikit untuk proses titrasi yaitu 0,05 mL yang mengartikan minyak kedelai memiliki kandungan asam lemak bebas yang juga sedikit. Sama seperti minyak jagung, hal ini kemungkinan disebabkan karena minyak kedelai tertutup dengan rapat, sehingga kontak dengan oksigen minimum dan juga menunda kerusakan minyak.

Minyak VCO menempati urutan kebutuhan NaOH tersedikit ketiga yaitu sebanyak 0,07 mL. Minyak VCO diperoleh dari santan kelapa dan dalam proses pembuatannya ditambahkan air. Penambahan air ini akan menyebabkan reaksi hidrolisis pada minyak. Hasil dari hidrolisis adalah asam lemak dan gliserol. Oleh karena itu, jumlah asam lemak bebas pada minyak VCO yang dianalisis cukup banyak. Menurut Asy’ari (2006), kandungan asam lemak bebas cukup besar terdapat dalam minyak VCO hasil pemanasan, hal ini dikarenakan adanya pemakaian panas dalam pembuatan minyak VCO akan meningkatkan reaksi hidrolisis lemak menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol.

(21)

sawit cukup tinggi. Hal ini kemungkinan disebabkan karena minyak sawit yang digunakan bukan minyak sawit baru, dan juga terjadi kontak dengan udara cukup lama.

Minyak jelantah merupakan minyak yang telah digunakan untuk penggorengan sekali atau lebih. Selama penggorengan, minyak mengalami hidrolisis dan oksidasi berkali-kali, sehingga menyebabkan jumlah asam lemak bebas minyak jelantah cukup tinggi. Berdasarkan pengamatan, minyak jelantah membutuhkan volume NaOH terbanyak yaitu 0,14 mL. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa minyak jelantah kaya akan asam lemak bebas, dan mudah mengalami kerusakan dan ransiditas.

Komersil Kuning jernih Aroma minyak sawit Cair Kedelai Bening kekuningan Aroma minyak kedelai Cair Jagung Kuning jernih Aroma minyak jagung Cair Jelantah Kuning pekat Aroma minyak jelantah Cair

*perlakuan suhu dingin

Jenis Minyak Warna Bau Kondisi

VCO Putih Aroma VCO lebih tajam Padat Komersil Kuning jernih Aroma minyak sawit lebih

tajam

(22)

Sifat fisik dan kimia minyak ditentukan oleh faktor internal dan eksternal minyak. Faktor internal meliputi struktur penyusun minyak tersebut, sedangkan faktor eksternalnya merupakan faktor lingkungan seperti pH, suhu, dan faktor kontak dengan udara. Praktikum ini menguji pengaruh suhu terhadap beberapa jenis minyak. Suhu yang digunakan yaitu suhu ruang dan suhu dingin (dibawah 5°C). Sedangkan, minyak yang digunakan adalah minyak VCO, komersil, kedelai, jagung, dan minyak jelantah.

Beberapa jenis minyak diberi perlakuan suhu ruang, semuanya berwujud cair dan memiliki warna dan bau sesuai karakteristik masing-masing minyak. Wujud cair minyak pada suhu ruang disebabkan oleh struktur penyusun minyak yang didominasi oleh asam lemak tak jenuh, sehingga titik lebur minyak rendah. Setelah minyak diberi perlakuan suhu dingin, minyak-minyak tersebut mengalami perubahan seperti warna, bau, dan kondisi wujudnya. Menurut Novianto (2004), ketika minyak diberi perlakuan suhu panas akan mengalami perubahan yang berbeda dari segi warna, bau dan kondisi atau keadaan padat maupun cair.

Semakin banyak asam lemak tidak jenuh seperti asam oleat, linoleat atau asam linolenat pada suatu trigliserida, maka titik leburnya lebih rendah atau sebaliknya trigliserida yang lebih banyak mengandung asam palmitat dan stearat, titik cairnya lebih tinggi . Semakin panjang susunan karbon pada asam lemak, maka titik didih dari minyak akan semakin tinggi. Asam lemak merupakan asam lemah, dan dalam air terdisosiasi sebagian. Umumnya berfase cair atau padat pada suhu ruang (27 °C). Semakin panjang rantai C penyusunnya, semakin mudah membeku dan juga semakin sukar larut. Almatsier (2002) menyebutkan bahwa sifat fisik trigliserida ditentukan oleh proporsi dan struktur kimia asam lemak yang membentuknya. Semakin panjang rantai molekul maka tingkat kejenuhan meningkat dan semakin rendah kelarutannya.

(23)
(24)

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan diatas, dapat disimpulakn sebagai berikut: 1. Emulsifier merupakan senyawa yang dapat menstabilkan emulsi minyak

dan air. Ovalet merupakan emulsifier terkuat dibanding jenis emulsifier lain.

2. Kerusakan minyak disebabkan oleh hidrolisis, oksidasi dan reversi yang dapat ditentukan oleh kadar NaOH yang digunakan untuk titrasi. Minyak jelantah mengalami tingkat kerusakan tertinggi.

3. Suhu berpengaruh terhadap sifat minyak. Minyak jelantah mengalami pengentalan tertinggi saat suhu dingin (dibawah 5°C).

B. Saran

1. Praktikan harus mengontrol suhu gelas beaker saat praktikum emulsifier agar kedua gelas beaker masing-masing tetap bersuhu ruang dan bersuhu dibawah 5°C.

(25)

DAFTAR PUSTAKA YANG BERBEDA. Jurnal Ilmiah Peternakan. Vol 1(1):142-150. Asy’ari, Muhammad dan Bambang Cahyono. 2006.

Pra-Standarisasi:

Produksi dan Analisis Minyak

Virgin Coconut Oil.

JSKA. Vol

9(3): 1 – 9.

Barnabas, Syafrudin, IA dan Pranindhana, I. 2009. Emulsi. Yogyakarta: UPN Veteran.

Cahyadi, Wisnu. 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: Bumi Aksara

Charoen, Ratchanee, Anuvat Jangchud, Kamolwan Jangchud, Thepkunya Harnsilawat, Onanong Naivikul, dan David Julian McClements. 2011. Influence of Biopolymer Emulsifier Type on Formation and Stability of Rice Bran Oil-in-Water Emulsions: Whey Protein, Gum Arabic, and Modified Starch. Journal of Food Science. Vol 76(1): 165 - 172.

Dwiputra, Dhenny, Ayu Ning Jagat, Fauzia Kusuma Wulandari, Aditya Setya Prakarsa, Diyah Ayu Puspaningrum, dan Fathiyatul Islamiyah. 2015. Minyak Jagung Alternatif Pengganti Minyak yang Sehat. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. Vol 4(2).

Franley. 2005. Pengantar Praktikum Kimia Organik. Yogyakarta: Depdikbud dirjen Pendidikan Tinggi.

GAPKI, 2015. Mengenal MINYAK SAWIT dengan Beberapa Karakter Unggulnya. Web: http://www.gapki.or.id/assets/upload/Buku %20Menge nal%20Minyak%20Sawit%20Dengan%20Beberapa %20Karakter%20Ung gulnya-GAPKI.pdf. Diakses tanggal 11 Desember 2015.

Gunawan, Mudji Triatmo, dan Arianti Rahayu. 2003. Analisis Pangan: Penentuan Angka Peroksida dan Asam Lemak Bebas Pada Minyak Kedelai Dengan Variasi Menggoreng. JSKA. Vol 4(3).

Herlina, Netti, dan M. Hendra Ginting. 2002. Lemak dan Minyak. Web:

http://library.usu.ac.id/download/ft/tkimia-Netti.pdf. PDF. Diakses tanggal 11 Desember 2015.

Hermanto, A. Muawanah, dan P. Wardhani. 2010. Analisis Tingkat Kerusakan Lemak Nabati dan Lemak Hewani Akibat Proses Pemanasan. Jurnal. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Heryani, Kristinah. 2008. “Potensi Zeolit Dari Daerah Kemiri, Purworejo Untuk Penjernihan Minyak Goreng Bekas”. TEKNIS. Universitas Diponegoro. Vol 3(1).

(26)

Khomsan A. 2004. Peranan Pangan dan Gizi Untuk Kualitas Hidup. Jakarta: Gramedia.

Muchtadi, Tien R., Sugiyono dan Fitriyono A. 2010. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bandung: Alfabeta.

Novarianto, Hengki. 2004. Pembuatan dan Pemanfaatan Minyak Kelapa Murni. Jakarta: Penebar Swadaya.

Pahan, Iyung. 2006. Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Medan: Penerbit Swadaya.

Raharjo, S. dan M. Dwiyuni. 2008. Kajian Sifat Fisiko Kimia Ekstrak Minyak Kelapa Murni (Virgin Coconut Oil, VCO) Yang Dibuat Dengan Metode Pembekuan Krim Santan.Jurnal Teknik Industri Pertambangan. Vol 18(2) : 71 – 78.

Rohman, A. dan Soemantri, 2007. Analisis Makanan. UGM Press: Yogyakarta.

Rowe. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipient 6th Edition. London:

Pharmaceutical Press.

Salirawati, Das, Fitria Meilina K., dan Jamil Suprihatiningrum. 2005. Belajar Kimia Secara Menarik. Jakarta: PT Grasindo.

Vaclavik, Vickie dan Elizabeth W. Christian. 2003. Essentials of food science. 2nd edition. New York: Kluwer Academic/Plenum Publishers. Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka

(27)

LAMPIRAN 1

Emulsifier

1 2

3 4

(28)

Kerusakan Minyak

5 6

7 8

(29)

Pengaruh Suhu terhadap Minyak

9 10

11

(30)

Ovalet dimasukkan secukupnya ke dalam gelas beaker

Gelas beaker dipanaskan hingga ovalet mencair

NaOH ditimbang sebanyak 5,4 g dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer

NaOH dilarutkan dengan akuades hingga 100 mL

LAMPIRAN 2

Diagram Alir Pencairan Ovalet

Referensi

Dokumen terkait

Pengolahan data yang akan digunakan adalah (a) untuk menjawab sub masalah 1 tentang keterampilan pemberian penguatan pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial

Permohonan izin prinsip bagi perusahaan penanaman modal asing yang bidang usahanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dan ayat (3) Peraturan Kepala Badan

Dalam melakukan proses penilaian kinerja karyawan, banyak sekali kriteria yang telah ditentukan oleh perusahaan.Penilaian kinerja harus dilakukan untuk mengetahui prestasi

Untuk membentuk mahasiswa PGSD yang notabene dinilai agak telat dalam mendapatkan kompetensi dan pengalaman musikal supaya kemampuan musiknya meningkat dan

Walaupun ada beberapa peluang bisnis yang tidak mengharuskan anda memiliki blog dengan artikel bahasa Inggris, tapi jika anda punya kemampuan menulis bahasa Inggris, maka peluang

Teori yang akan peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah teori S-O-R yaitu teori Stimulus-Organism-Respon untuk mengetahui bagaimana sikap masyarakat Surabaya terhadap

Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) menyajikan informasi tentang penjelasan atau daftar terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam Laporan