• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Disiplin Kerja dan Lingkungan Kerja Terhadap Produktivitas Kerja Perawat di Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang Kabupaten Dairi Tahun 2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Disiplin Kerja dan Lingkungan Kerja Terhadap Produktivitas Kerja Perawat di Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang Kabupaten Dairi Tahun 2017"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Produktivitas Kerja

2.1.1 Pengertian Produktivitas Kerja

Secara filosofi, produktivitas merupakan sikap mental yang selalu berusaha dan mempunyai pandangan bahwa suatu kehidupan hari ini lebih baik dari hari kemarin dan hari esok lebih baik dari hari ini. Secara teknis produktivitas merupakan perbandingan antara hasil yang dicapai dan keseluruhan sumber daya yang dipergunakan, produktivitas tenaga kerja merupakan perbandingan antara hasil yang dicapai dengan pasar tenaga kerja per satuan waktu dan sebagai tolak ukur jika ekspansi dan aktivitas dari sikap sumber yang digunakan selama produktivitas berlangsung dengan membandingkan jumlah yang dihasilkan dengan setiap sumber yang digunakan. Jadi produktivitas kerja adalah ukuran yang menunjukkan pertimbangan antara input dan output yang dikeluarkan perusahaan serta peran tenaga kerja yang dimiliki persatuan waktu (Darmawan, 2013).

(2)

11

kerja, sedangkan keluaran diukur dalam kesatuan fisik bentuk dan nilai. Walaupun terkadang produktivitas dipandang sebagai pengguna insentif lebih terhadap sumber-sumber konversi seperti tenaga kerja dan mesin yang jika diukur dengan tepat akan menunjukkan suatu penampilan atau efisiensi.

Produktivitas kerja bukan semata-mata ditujukan untuk mendapatkan hasil kerja sebanyak-banyaknya, melainkan kualitas untuk kerja juga penting diperhatikan. Sebagaimana diungkapkan bahwa produktivitas individu dapat dinilai dan apa yang dilakukan oleh individu tersebut dalam kerjanya. Dengan kata lain, produktivitas individu adalah bagaimana seseorang melaksanakan pekerjaannya atau unjuk kerja. Orang yang produktif akan menggambarkan potensi, persepsi, dan kreativitas yang senantiasa menyumbangkan kemampuannya agar bermanfaat bagi diriya dan lingkungannya (Sedarmayanti, 2009).

Dewan Produktivitas Nasional Indonesia telah merumuskan definisi produktivitas secara lengkap yaitu sebagai berikut (Umar, 2002):

a. Produktivitas pada dasarnya merupakan suatu sikap mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini lebih baik dari kemarin dan hari esok lebih baik dari hari ini.

b. Secara umum produktivitas mengandung pengertian perbandingan antara hasil yang dicapai (output) dengan keseluruhan sumber daya yang digunakan (input).

(3)

12

dengan kualitas, kuantitas danwaktu. Yang kedua efisiensi yang berkaitan dengan upaya membandingkan input dengan realisasi penggunaannya atau bagaimana pekerjaan tersebut dilaksanakan.

Menurut L. Greenberg dalam Sinungan (2009), mendefinisikan produktivitas sebagai perbandingan antara totalitas pengeluaran pada waktu tertentu dibagi totalitas masukan selama periode tersebut. Produktivitas juga diartikan sebagai perbandingan ukuran harga bagi masukan dan hasil, perbedaan antara kumpulan jumlah pengeluaran dan masukan yang dinyatakan dalam satu –

satuan (unit) umum.

Jadi produktivitas merupakan suatu pendekatan interdisipliner untuk menentukan tujuan yang efektif, pembuatan rencana, aplikasi penggunaan cara-cara yang produktif untuk menggunakan sumber-sumber secara-cara efisien dan tetap menjaga adanya kualitas yang tinggi, pendayagunaan secara terpadu sumber daya manusia dan keterampilan, barang modal teknologi, manajemen, informasi, energ i dan sumber-sumber lain menuju kepada pengembangan dan peningkatan standar hidup masyarakat. Untuk mencapai produktivitas kerja yang maksimum, organisasi harus menjamin dipilihnya orang yang tepat dengan pekerjaan yang tepat serta kondisi yang memungkinkan mereka bekerja optimal.

(4)

13

kualitas keluaran yang dibutuhkan dengan adanya keuntungan, keberhasilan pelayanan yang baik, kegiatan yang meningkat dan adanya umpan balik.

2.1.2 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Produktivitas Kerja Perawat

Menurut Anoraga (2004), ada faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja karyawan adalah sebagai berikut:

1. Motivasi

Pimpinan Organisasi perlu mengetahui motivasi kerja dari anggota organisasi karyawan. Dengan mengetahui motivasi itu maka pimpinan dapat mendorong karyawan lebih baik.

2. Pendidikan

Pada umumnya seseorang mempunyai pendidikan lebih tinggi akan mempunyai produktivitas kerja yang lebih baik, hal demikian ternyata merupakan syarat yang penting dalam meningkatkan produktivitas kerja karyawan. Tanpa bekal pendidikan, mustahil orang akan mudah dalam mempelajari hal-hal yang bersifat baru dalam cara atau suatu sistem. 3. Disiplin Kerja

(5)

14

4. Keterampilan

Keterampilan banyak pengaruhnya terhadap produktivitas kerja karyawan. Keterampilan karyawan dalam perusahaan dapat ditingkatkan melalui training, kursus-kursus dan lain-lain.

5. Sikap dan Etika Kerja

Sikap seseorang atau kelompok orang dalam membina hubungan yang serasi, selaras dan seimbang di dalam kelompok itu sendiri maupun dengan kelompok lain. Etika dalam hubungan kerja sangat penting karena dengan tercapainya hubungan seimbang antara perilaku dalam proses produksi akan meningkatkan produktivitas kerja.

6. Gizi dan Kesehatan

Daya tahan tubuh seseorang biasanya dipengaruhi oleh gizi dan makanaan yang didapat, hal itu mempengaruhi kesehatan karyawan, dengan semua itu akan berpengaruh terhadap produktivitas kerja karyawan.

7. Kompensasi

Penghasilan yang cukup berdasarkan prestasi kerja karyawan karena semakin tinggi prestasi karyawan maka akan semakin besar prestasi yang diterima. Dengan itu maka akan memberikan semangat kerja tiap karyawan untuk memacu prestasi sehingga produktivitas kerja karyawan akan tercapai.

8. Lingkungan kerja dan iklim kerja

(6)

15

sebagainya. Hal ini sangat penting untuk mendapatkan perhatian dari perusahaan karena sering karyawan enggan bekerja , karena tidak ada kekompakan dalam kelompok kerja atau ruang kerja yang tidak menyenangkan. Hal ini mengganggu kerja karyawan.

9. Teknologi

Dengan adanya kemajuan teknologi yang meliputi peralatan yang semakin otomatis dan canggih akan mendapat dukungan tingkat produksi dan mempermudah manusia dalam melaksanakan pekerjaan.

10. Sarana produksi

Faktor-faktor produksi harus memadai dan saling mendukung dalam proses produksi.

11. Jaminan Sosial

Perhatian dan pelayanan perusahaan kepada setiap karyawan, menunjang kesehatan dan keselamatan. Dengan harapan agar karyawan semakin bergairah dan mempunyai semangat untuk kerja.

12. Manajemen

Dengan adanya manajemen yang baik maka karyawan akan berorganisasi dengan baik, dengan demikian produktivitas kerja akan tercapai.

13. Kesempatan berprestasi

(7)

16

Menurut Sinungan (2009), faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kinerja karyawan adalah sebagai berikut:

a. Manusia 1) Kuantitas

2) Tingkat kelahiran

3) Latar belakang kebudayaan dan pendidikan 4) Kemampuan, sikap

5) Minat

6) Struktur pekerjaan b. Modal

1) Modal tetap (mesin, gedung, alat) 2) Bahan baku

3) Metode atau proses 4) Tata ruang tugas

5) Penanganan bahan baku penolong dan mesin 6) Perencanaan dan pengawasan produksi 7) Pemeliharaan melalui pencegahan 8) Teknologi yang memakai cara alternatif c. Produksi

1) Kuantitas 2) Kualitas

(8)

17

d. Lingkungan organisasi

1) Organisasi dan perencanaan 2) Sistem dan manajeman 3) Pengawasan produksi 4) Kondisi kerja

5) Disiplin kerja 6) Iklim kerja

7) Kebijakan personalia

Dalam penelitian ini terdapat faktor-faktor yang memengaruhi produktivitas kerja perawat selama berada pada suatu organisasi atau Instansi sebagai tempat mereka bekerja, yaitu disiplin kerja, lingkungan kerja. Disiplin kerja merupakan bentuk ketaatan perawat tehadap segala peraturan dan norma yang berlaku dalam organisasi. Disiplin yang baik yakni mencerminkan besarnya rasa tanggung jawab seseorang terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya.

(9)

18

pikirannya terhadap tugasnya. Oleh karena itu, lingkungan kerja yang baik sangat diperlukan oleh setiap orang pada saat bekerja.

2.1.3 Indikator Produktivitas Kerja

Menurut Hamid (2003), menyatakan bahwa proses pengukuran produktivitas kerja dapat diukur secara objektif melalui tahap-tahap sebagai berikut:

a. Tujuan dari pengukuran kemujarahan atau efficacy (kemampuan akademis, tingkat pencapaian akademis, pendidikan berkelanjutan, perkembangan keterampilan).

b. Tujuan dari pengukuran efektifitas (kemampuan dalam melakukan prosedur, ketepatan memprioritaskan aktifitas, penampilan kerja secara professional dan sesuai dengan standar yang ada, memberikan informasi yang jelas dan tepat pada orang lain, mampu bekerja dengan orang lain). c. Tujuan dari pengukuran efisiensi (sikap, yang cakap, tanggap, ketelitian,

dapat beradaptasi dan secara ekonoi dapat melakukan penghematan).

2.1.4 Cara Meningkatkan Produktivitas Kerja

Berikut beberapa cara meningkatkan produktivitas kerja dan kinerja karyawan, Siagiaan (2002), memberikan rumusan faktor-faktor peningkatan produktivitas kerja antara lain:

a. Melakukan perbaikan secara terus-menerus

(10)

19

kebijakan tentang produk, perubahan pemanfaatan teknologi dan perubahan dalam praktek-praktek sumber daya manusia sebagai akibat diterbitkannya peundang-undangan oleh pemerintah. Perubahan eksternal, meliputi perubahan yang terjadi dengan lambat atau evolusioner dan bersifat acak, perubahan yang tinggi secara berlahan tetapi berkelompok, perubahan terjadi dengan cepat karena dampak tindakan suatu organisasi yang dominan peranannya di masyarakat dan perubahan yang terjadi secara cepat, menyeluruh dan terus-menerus.

b. Peningkatan mutu hasil pekerjaan

Peningkatan mutu hasil pekerjaan dilakukan oleh semua komponen dalam organisasi. Bagi manajemen, misalnya, perumusan startegi, penentuan kebijakan, dan proses pengambilan keputusan. Pada kegiatan organisasi yaitu mutu laporan, mutu dokumen, mutu penyelenggaraan rapat, dan lain-lain.

c. Pemberdayaan sumber daya manusia

(11)

20

mendapat perlindungan.; 3) penerapan gaya manajemen yang partisipatif melalui proses berdemokrasi dalam kehidupan berorganisasi. Dalam hal ini pimpinan mengikutsertakan para anggota organisasi dalam proses pengambilan keputusan.

d. Kondisi tempat bekerja yang menyenangkan

Kondisi fisik tempat kerja yang menyenangkan memberikan kontribusi nyata dalam peningkatan produktivitas kerja, antara lalin ventilasi yang baik, lingkungan kerja yang bersih dan lingkungan kerja yang bebas dari polusi udara.

e. Umpan balik

Pelaksanaan tugas dan karier karyawan tidak dapat dipisahkan dari penciptaan penciptaan, pemeliharaan, dan penerapan sistem umpan balik yang objektif, rasional, baku, dan validitas yang tinggi. Objektif dalam arti didasarkan pada norma-norma yang telah disepakati bukan atas dasar emosi, senang atau tidak senang pada seseorang. Rasional dalam arti dapat diterima oleh akal sehat. Jika seseorang harus dikenakan sanksi disiplin, status berat-ringannya disesuaikan dengan jenis pelanggarannya.

2.1.5 Dasar-Dasar yang Berhubungan dengan Produktivitas

(12)

21

a. Umur

Umur merupakan salah satu faktor personel yang mempengaruhi produktivitas kerja (Ilyas, 2002). Ada suatu keyakinan bahwa produktivitas akan merosot dengan makin tuanya sesorang (Robbins, 1998). Hal ini sering dikaitkan dengan keterampilan seorang individu khususnya kecepatan, kecekatan, kekuatan dan koordinasi akan menurun seiring dengan berjalannya waktu.

b. Jenis Kelamin

Secara konsisten tidak ada perbedaan antara kinerja laki-laki dan perempuan dalam kemampuan memecahkan masalah, keterampilan analisis, dorongan kompetisi, motivasi dan kemampuan belajar. Beberapa riset mengenai tingkat ketidakhadiran mengatakan bahwa perempuan lebih tinggi dari pada laki-laki. Hal ini ada kaitannya dengan peran perempuan dalam tanggung jawab keluarga dan perawatan anak serta sebagai pencari nafkah sekunder (Robbins, 1998).

c. Masa Kerja

(13)

22

dalam suatu organisasi, akan merasa jenuh dalam bekerja sehingga terjadi penurunan kreativitas karena tidak adanya tantangan dalam pekerjaannya.

2.1.6 Manfaat Produktivitas Kerja

Menurut Muchdarsyah Sinungan (2005) manfaat dari produktivitas kerja adalah sebagai berikut:

1. Umpan balik pelaksanaan kerja untuk memperbaiki produktivitas kerja karyawan.

2. Evaluasi produktivitas kerja digunakan untuk penyelesaian misalnya dalam pemberian bonus dan bentuk kompensasi lainnya.

3. Untuk keputusan-keputusan penetapan, misalnya promosi, transfer, dan demosi.

4. Untuk kebutuhan latihan dan pengembangan. 5. Untuk perencanaan dan pengembangan karier.

6. Untuk mengetahui penyimpangan-penyimpangan proses staffing. 7. Untuk mengetahui ketidak akuratan informal.

8. Untuk memberikan kesempatan kerja yang adil.

2.2 Disiplin Kerja

(14)

23

sumber daya manusia sekaligus sebagai salah satu faktor penting untuk meningkatkan produktivitas karyawan.

Pengertian disiplin menurut Nitisemito (2004) menjelaskan bahwa disiplin kerja diartikan sebagai suatu sikap, tingkah laku, dan perbuatan yang sesuai peraturan dari organisasi dalam bentuk tertulis maupun tidak. Oleh karena itu, dalam praktiknya bila suatu organisasi telah mengupayakan sebagian besar peraturan-peraturan yang ditaati sebagian besar karyawan, maka kedisiplinan telah dapat ditegakkan. Sedangkan menurut Mathis dan Jackson (2006), disiplin merupakan bentuk pelatihan yang menegakkan peraturan-peraturan organisasi. Melalui praktik-praktik disiplin kerja, organisasi dapat berharap banyak terhadap kontribusi karyawan untuk mendukung tujuan organisasi secara konsisten dan terarah.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian disiplin kerja adalah sikap kesediaan seseorang untuk mematuhi norma yang berlaku dan memiliki rasa tanggung jawab terhadap pekerjaannya serta mengutamakan hasil kerja yang baik dan sesuai standar yang telah ditetapkan. Dalam praktiknya, bila organisasi telah mengupayakan sebagian besar peraturan-peraturan sudah ditaati sebagian besar karyawan, maka kedisiplinan dapat ditegakkan. Kedisiplinan yang berjalan secara adil dan konsisten memberikan pengaruh signifikan terhadap produktivitas organisasi.

2.2.1 Jenis-Jenis Disiplin Kerja

(15)

24

1. Disiplin Preventif

Disiplin yang preventif adalah tindakan yang mendorong para pegawai untuk taat kepada berbagai ketentuan yang berlaku dan memenuhi standar yang telah ditetapkan. Artinya melalui kejelasan dan penjelasan tentang pola, sikap, tindakan dan perilaku yang diinginkan dari setiapanggota organisasi diusahakan pencegahan jangan sampai para pegawai berperilaku negatif. Keberhasilan penerapan disiplin preventif terletak pada pribadi para anggota organisasi. Agar disiplin pribadi tersebut semakin kokoh, paling sedikit tiga hal perlu mendapat perhatian manajemen yaitu:

a. Para anggota organisasi perlu didorong agar mempunyai rasa memiliki| organisasi, karena segala logika seorang tiadak akan merusak sesuatu yang menjadi miliknya

b. Para pegawai perlu diberi penjelasan tentang berbagai ketentuan yang wajib ditaati dan standar yang harus dipenuhi. Penjelasan dimaksud seyogianya disertai informasiyang lengkap mengenai latar belakang berbagai ketentuan yang bersifat normatif.

c. Para pegawai disorong menentukan sendiri cara-cara pendisiplinan diri dalam rangka ketentuan-ketentuan yang berlaku umum bagi seluruh anggota organisasi.

2. Disiplin korektif

(16)

25

Berat atau ringannya suatu sanksi tentunya tergantung pada bobot pelanggaran yang telah terjadi.

Pengenaan sanksi biasanya mengikuti prosedur yang sifatnya hirarki. Pengenaan sanksi biasanya mengikuti prosedur yang sifatnya hirarki. Artinya pengenaan sanksi diprakarsai oleh atasan langsung pegawai yang bersangkutan, diteruskan kepada pimpinan yang lebih tinggi dan keputusan akhir pengenaan sanksi tersebut diambil oleh pejabat pimpinan yang berwenang untuk itu. Prosedur tersebut ditempuh dengan dua maksud, yaitu bahwa pengenaan sanksi dilakukan secara objektif dan sifat sanksi sesuai dengan bobot pelangaran yang dilakukan. Disamping faktor objektivitas dan kesesuaian bobot hukuman dan pelanggaran, pengenaan sanksi harus pula bersifat mendidik dalam arti agar terjadi perubahan sikap dan perilaku di masa mendatang dan bukan terutama menghukum seseorang karena tindakannya di masa lalu. Pengenaan sanksi pun harus mempunyai nilai pelajaran dalam arti mencegah orang melakukan pelanggaran yang serupa. Pihak manajemen harus mampu menerapkan berbagai ketentuan yang berlaku secara efektif dan tidak hanya sekedar merupakan pernyataan di atas kertas

Menurut Siagian (2008), bentuk disiplin yang baik akan tercermin pada suasana:

1. Tingginya rasa kepedulian pegawai terhadap pencapaian tujuan perusahaan 2. Tingginya semangat dan gairah kerja dan inisiatif para pegawai dalam melakukan pekerjaan

(17)

26

sebaik-baiknya

4. Berkembangnya rasa memiliki dan rasa solidaritas yang tinggi di kalangan pegawai

5. Meningkatkan efisiensi dan prestasi kerja pegawai

2.2.2 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Disiplin Kerja

Terdapat banyak faktor-faktor yang memengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan suatu organisasi. Hasibuan (2000) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan, yaitu tujuan dan kemampuan, teladan pimpinan, balas jasa, keadilan, waskat, sanksi hukuman, ketegasan, dan hubungan kemanusiaan.

Tujuan yang harus dicapai harus jelas dan ditetapkan secara ideal serta cukup menantang bagi kemampuan karyawan. Hal ini berarti bahwa tujuan pekerjaan yang dibebankan kepada karyawan harus sesuai dengan kemampuan karyawan yang bersangkutan, agar karyawan dengan sungguh-sungguh dan disiplin dalam mengerjakannya.

Teladan kepemimpinan berperan dalam menentukan tingkat kedisiplinan karyawan karena pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh para bawahannya. Pimpinan harus menyadari bahwa perilakunya akan dicontoh dan diteladani oleh bawahannya. Hal inilah yang mengharuskan pimpinan mempunyai kedisiplinan yang baik agar para bawahannya mempunyai disiplin yang baik pula.

(18)

27

pekerjaannya. Karyawan sulit untuk berdisiplin tinggi selama kebutuhan-kebutuhan primernya tidak terpenuhi dengan baik.

Keadilan mendorong terwujudnya kesidiplinan karyawan karena sebagai dasar kebijaksanaan dalam pemberian balas jasa atau hukuman akan memicu terjadinya kedisiplinan yang baik. Keadilan harus diterapkan dengan baik pada perusahaan supaya kedisiplinan karyawan meningkat.

Waskat (pengawasan melekat) adalah tindakan yang paling efektif dalam mewujudkan kedisiplinan karyawan perusahaan. Dengan waskat, atasan secara langsung dapat mengetahui kemampuan dan kedisiplinan setiap individu bawahannya. Jadi, waskat menuntut adanya kebersamaan aktif antara atasan dan bawahan dalam mencapai tujuan perusahaan sehingga terwujud kerja sama yang baik dan harmonis dalam perusahaan yang mendukung terbinanya kedisiplinan karyawan yang baik.

Sanksi hukuman berperan penting dalam memelihara kedisiplinan karyawan. Berat ringannya sanksi hukuman yang akan diterapkan akan memengaruhi baik buruknya kedisiplinan karyawan. Sanksi hukuman hendaknya cukup wajar untuk setiap tingkat indisipliner, bersifat mendidik, dan menjadi alat motivasi untuk membina kedisiplinan dalam perusahaan.

(19)

28

Hubugan kemanusiaan yang harmonis di antara sesama karyawan ikut menciptakan kedisiplinan yang baik pada suatu perusahaan. Terciptanya hubungan manusia yang serasi akan mewujudkan lingkungan dan suasana kerja yang nyaman sehingga memotivasi kedisiplinan yang baik pada perusahaan.

2.2.3 Indikator Disiplin Kerja

Indikator disiplin kerja menurut Byars dalam Fajariadi (2013) adalah sebagai berikut: menyatakan ada beberapa hal yang dapat dipakai, sebagai indikasi tinggi rendahnya kedisiplinan kerja karyawan, yaitu ketepatan waktu, kepatuhan terhadap atasan, peraturan terhadap perilaku terlarang, ketertiban terhadap peraturan yang berhubungan langsung dengan produktivitas kerja.

peraturan yang berhubungan langsung dengan produktivitas kerja.

Menurut Hasibuan (2010), indikator disiplin kerja adalah:

1. Mematuhi semua peraturan perusahaan, dalam melaksanakan pekerjaannya pegawai diharuskan mentaati semua peraturan perusahaan yang telah ditetapkan sesuai dengan aturan dan pedoman kerja agar kenyamanan dan kelancaran dalam bekerja dapat terbentuk.

2. Penggunaan waktu secara efektif, waktu bekerja yang diberikan perusahaan diharapkan dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh individu untuk mengejar target yang diberikan perusahaan kepada individu dengan tidak terlalu banyak membuang waktu yang ada di dalam standar pekerjaan perusahaan.

(20)

29

telah ditetapkan oleh perusahaan maka pegawai telah memiliki tingkat disiplin kerja tinggi.

4. Tingkat absensi, salah satu tolak ukur untuk mengetahui tingkat kesisiplinan pegawai, semakin tinggi frekuensi kehadiran atau rendahnya tingkat kemangkiran pegawai tersebut telah memiliki tingkat disiplin kerja yang tinggi.

2.3 Lingkungan Kerja

Lingkungan kerja merupakan bagian komponen yang sangat penting di dalam karyawan melakukan aktivitas bekerja. Dengan memerhatikan lingkungan kerja yang baik atau menciptakan kondisi kerja yang mampu memberikan motivasi untuk bekerja, maka akan membawa pengaruh terhadap kegairahan atau semangat karyawan bekerja. Pengertian lingkungan kerja di sini adalah segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja dan yang dapat memengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan, misalnya kebersihan, musik, penerangan, dan lain-lain.

Soedarmayanti (2001) menyatakan bahwa secara garis besar lingkungan kerja terbagi menjadi dua, yaitu lingkungan kerja fisik dan lingkungan kerja non fisik.

(21)

30

udara. Sedangkan lingkungan kerja non fisik merupakan suatu keadaan yang terjadi dan memiliki kaitan dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan, sesame rekan kerja, ataupun dengan bawahan.

Berdasarkan pendapat ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengertian lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar karyawan baik bersifat fisik maupun non fisik yang dapat memengaruhi dalam menjalankan semua tugas yang telah diembankan kepadanya.

2.3.1 Jenis-Jenis Lingkungan Kerja

Sedarmayanti (2001) menyatakan bahwa garis besar, jenis lingkungan kerja terbagi menjadi 2 yaitu:

a. Lingkungan kerja fisik

Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan berbentuk fisik yang terdapat di sekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi pegawai baik secara langsung maupun secara tidak langsung, yang meliputi pewarnaan, penerangan, sirkulasi udara, suara bising, rung gerak, keamanan dan kebersihan.

b. Lingkungan kerja non fisik

(22)

31

Kedua jenis lingkungan kerja di atas harus selalu diperhatikan oleh organisasi. Keduanya tidak bisa dipisahkan karena dengan lingkungan kerja fisik dan non fisik yang baik akan menentukan keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuannya.

2.3.2 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Lingkungan Kerja

Setiap perusahaan tentunya mempunyai cara akan suatu faktor yang mendukung demi keberhasilan dan kemajuan perusahaan. Menurut Sedarmayanti (2001), fakor-faktor yang memengaruhi lingkungan kerja dikaitkan dengan kemampuan karyawan, diantaranya adalah:

1) Penerangan/ Cahaya di tempat kerja

Cahaya atau penerangan sangat besar manfaatnya bagi karyawan guna mendapat keselamatan dan kelancaran kerja. Oleh sebab itu perlu diperhatikan adanya penerangan (cahaya) yang terang tetapi tidak menyilaukan agar pekerjaan lancar dan tidak banyak mengalami kesalahan sehingga pekerjaan dapat dilaksanakan dengan efisien guna mencapai tujuan organisasi.

2) Temperatur di tempat kerja

(23)

32

tersebut tidak mutlak berlaku bagi setiap karyawan karena kemampuan

beradaptasi tiap karyawan berbeda, tergantung di daerah bagaimana karyawan

dapat hidup.

3) Kelembaban di tempat kerja

Kelembaban adalah banyaknya air yang terkandung dalam udara, biasa

dinyatakan dalam persentase. Kelembaban ini berhubungan atau dipengaruhi oleh

temperatur udara, dan secara bersama-sama antara temperatur, kelembaban,

kecepatan udara bergerak dan radiasi panas dari udara tersebut akan

mempengaruhi keadaan tubuh manusia pada saat menerima atau melepaskan

panas dari tubuhnya. Suatu keadaan dengan temperatur udara sangat panas dan

kelembaban tinggi, akan menimbulkan pengurangan panas dari tubuh secara

besar-besaran, karena sistem penguapan. Pengaruh lain adalah makin cepatnya

denyut jantung karena makin aktifnya peredaran darah untuk memenuhi

kebutuhan oksigen, dan tubuh manusia selalu berusaha untuk mencapai

keseimbangan antar panas tubuh dengan suhu disekitarnya.

4) Sirkulasi Udara di Tempat Kerja

Oksigen merupakan gas yang dibutuhkan oleh mahluk hidup untuk menjaga

kelangsungan hidup, yaitu untuk proses metaboliasme. Udara di sekitar dikatakan

kotor apabila kadar oksigen, dalam udara tersebut telah berkurang dan telah

bercampur dengan gas atau bau-bauan yang berbahaya bagi kesehatan tubuh.

Sumber utama adanya udara segar adalah adanya tanaman di sekitar tempat kerja.

Tanaman merupakan penghasil oksigen yang dibutuhkan olah manusia. Dengan

(24)

33

psikologis akibat adanya tanaman di sekitar tempat kerja, keduanya akan

memberikan kesejukan dan kesegaran pada jasmani. Rasa sejuk dan segar selama

bekerja akan membantu mempercepat pemulihan tubuh akibat lelah setelah

bekerja.

5) Kebisingan di Tempat Kerja

Salah satu polusi yang cukup menyibukkan para pakar untuk mengatasinya

adalah kebisingan, yaitu bunyi yang tidak dikehendaki oleh telinga. Tidak

dikehendaki, karena terutama dalam jangka panjang bunyi tersebut dapat

mengganggu ketenangan bekerja, merusak pendengaran, dan menimbulkan

kesalahan komunikasi, bahkan menurut penelitian, kebisingan yang serius bisa

menyebabkan kematian. Karena pekerjaan membutuhkan konsentrasi, maka suara

bising hendaknya dihindarkan agar pelaksanaan pekerjaan dapat dilakukan dengan

efisien sehingga produktivitas kerja meningkat.

6) Getaran Mekanis di Tempat Kerja

Getaran mekanis artinya getaran yang ditimbulkan oleh alat mekanis, yang

sebagian dari getaran ini sampai ke tubuh karyawan dan dapat menimbulkan

akibat yang tidak diinginkan. Getaran mekanis pada umumnya sangat menggangu

tubuh karena ketidak teraturannya, baik tidak teratur dalam intensitas maupun

frekwensinya. Gangguan terbesar terhadap suatu alat dalam tubuh terdapat apabila

frekuensi alam ini beresonansi dengan frekwensi dari getaran mekanis. Secara

umum getaran mekanis dapat mengganggu tubuh dalam hal :

a. Kosentrasi bekerja

(25)

34

c. Timbulnya beberapa penyakit, diantaranya karena gangguan terhadap :

mata, syaraf, peredaran darah, otot, tulang, dan lain-lain.

7) Bau-bauan di Tempat Kerja

Adanya bau-bauan di sekitar tempat kerja dapat dianggap sebagai

pencemaran, karena dapat menganggu konsentrasi bekerja, dan bau-bauan yang

terjadi terus menerus dapat mempengaruhi kepekaan penciuman. Pemakaian “air

condition” yang tepat merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk

menghilangkan bau-bauan yang menganggu di sekitar tempat kerja.

8) Tata Warna di Tempat Kerja

Menata warna di tempat kerja perlu dipelajari dan direncanakan dengan

sebaik-baiknya. Pada kenyataannya tata warna tidak dapat dipisahkan dengan

penataan dekorasi. Hal ini dapat dimaklumi karena warna mempunyai pengaruh

besar terhadap perasaan. Sifat dan pengaruh warna kadang-kadang menimbulkan

rasa senang, sedih, dan lain-lain, karena dalam sifat warna dapat merangsang

perasaan manusia.

9) Dekorasi di Tempat Kerja

Dekorasi ada hubungannya dengan tata warna yang baik, karena itu dekorasi

tidak hanya berkaitan dengan hasil ruang kerja saja tetapi berkaitan juga dengan

cara mengatur tata letak, tata warna, perlengkapan, dan lainnya untuk bekerja.

10) Musik di Tempat Kerja

Menurut para pakar, musik yang nadanya lembut sesuai dengan suasana,

waktu dan tempat dapat membangkitkan dan merangsang karyawan untuk

(26)

35

dikumandangkan di tempat kerja. Tidak sesuainya musik yang diperdengarkan di

tempat kerja akan mengganggu konsentrasi kerja.

11) Keamanan di Tempat Kerja

Guna menjaga tempat dan kondisi lingkungan kerja tetap dalam keadaan

aman maka perlu diperhatikan adanya keberadaannya. Salah satu upaya untuk

menjaga keamanan di tempat kerja, dapat memanfaatkan tenaga Satuan Petugas

Keamanan (SATPAM).

2.3.3 Indikator Lingkungan Kerja

Menurut Ernawati dan Ambarini (2010) indikator-indikator yang

digunakan untuk mengukur lingkungan kerja adalah kesehatan dan vitalitas,

lingkungan fisik, peralatan, budaya organisasi, dan keamanan. Sedangkan

menurut Serdamayanti (2007) ukuran indikator kerja adalah penerangan, suhu

udara, sirkulasi udara, ukuran ruang kerja, tata letak ruang, privasi ruang kerja,

kebersihan, suara bising, penggunaan warna, perlatan kantor, keamanan kerja,

musik di tempat kerja, hubungan sesama rekan kerja, hubungan kerja antara

atasan dengan bawahan.

2.3.4 Manfaat Lingkungan Kerja

(27)

36

2.4 Rumah Sakit

2.4.1 Pengertian Rumah Sakit

Menurut Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 adalah Rumah Sakit adanah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, gawat darurat.

2.4.2 Klasifikasi Rumah Sakit

Menurut Permenkes Nomor 56 Tahun 2014 tentang klasifikasi rumah sakit berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan rumah sakit dikategorikan dalam rumah sakit umum dan rumah sakit khusus. Rumah sakit umum diklasifikasikan menjadi Rumah Sakit Umum Kelas A, Rumah Sakit Umum Kelas B, Rumah Sakit Umum Kelas C, Rumah Sakit Umum Kelas D. Penetapan klasifikasi Rumah Sakit didasarkan pada pelayanan, sumber daya manusia, peralatan, bangunan dan prasarana.

a. Rumah Sakit Umum Kelas A

Pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit kelas A paling sedikit meliputi: 1. Pelayanan Medik

2. Pelayanan kefarmasian

3. Pelayanan keperawatan dan kebidanan 4. Pelayanan penunjang klinik

(28)

37

Sumber daya manusia Rumah Sakit Umum Kelas A terdiri atas :

1. Tenaga medis paling sedikit terdiri atas 18 dokter umum untuk pelayanan medik dasar, 4 dokter gigi umum untuk pelayanan medik gigi mulut, 6 dokter spesialis untuk setiap pelayanan medik spesialis dasar, 3 dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis penunjang, 3 dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis lain, 2 dokter subspesialis untuk setiap jenis pelayanan medik subspesialis dan 1 dokter gigi spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis gigi dan mulut. 2. Tenaga Kefarmasian paling sedikit terdiri atas: 1 apoteker sebagai kepala

(29)

38

3. Tenaga keperawatan sama dengan jumlah tempat tidur pada instalasi rawat inap

4. Tenaga kesehatan lain. 5. Tenaga nonkesehatan.

Peralatan Rumah Sakit Umum Kelas A harus memenuhi standart sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Peralatan paling sedikit terdiri dari peralatan medis untuk instalasi gawat darurat, rawat jalan, rawat inap, rawat intensif, rawat operasi, persalinan, radiologi, laboratorium klinik, pelayanan darah, rehabilitasi medik, farmasi, instalasi gizi, dan kamar jenazah.

b. Rumah Sakit Umum Kelas B

Pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit kelas B paling sedikit meliputi : 1. Pelayanan Medik

2. Pelayanan kefarmasian

3. Pelayanan keperawatan dan kebidanan 4. Pelayanan penunjang klinik

5. Pelayanan penunjang nonklinik 6. Pelayanan rawat inap

Sumber daya manusia Rumah Sakit Umum Kelas B terdiri atas :

(30)

39

2. Tenaga kefarmasian paling sedikit terdiri atas 1 orang apoteker sebagai kepala instalasi farmasi rumah sakit, 4 apoteker bertugas yang bertugas dirawat jalan yang dibantu oleh paling sedikit 8 tenaga teknis kefarmasian, 4 orang apoteker dirawat inap yang dibantu paling sedikit 8 tenaga teknis kefarmasian, 1 orang apoteker di instalasi gawat darurat yang dibantu oleh minimal 2 orang tenaga teknis kefarmasian, 1 orang apoteker di ruang ICU yang dibantu paling sedikit 2 orang tenaga teknis kefarmasian, 1 orang apoteker sebagai koordinator penerimaan dan distribusi yang dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik dirawat inap dan rawat jalan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian Rumah Sakit.

3. Tenaga keperawatan, jumlah tenaga keperawatan sama dengan jumlah tempat tidur pada instalasi rawat inap

4. Tenaga kesehatan lainnya 5. Tenaga nokesehatan.

Peralatan rumah sakit umum kelas B paling sedikit terdiri dari peralatan medis untuk instalasi gawat darurat, rawat jalan, rawat inap, rawat intensif, rawat operasi, persalinan, radiologi, laboratorium klinik, pelayanan darah, rehabilitasi medik, farmasi, instalasi gizi, dan kamar jenazah.

c. Rumah Sakit Umum Kelas C

Pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit kelas C paling sedikit meliputi : 1. Pelayanan medik

(31)

40

3. Pelayanan keperawatan dan kebidanan 4. Pelayanan penunjang klinik

5. Pelayanan penunjang nonklinik 6. Pelayanan rawat inap

Sumber daya manusia Rumah Sakit Umum Kelas C terdiri dari:

1. Tenaga medis paling sedikit terdiri atas, 9 dokter umum untuk pelayanan medik dasar, 2 dokter gigi umum untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis dasar, 1 dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan menik spesialis penunjangan 1 dokter gigi spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis gigi daan mulut.

2. Tenaga kefarmasian paling sedikit terdiri atas, 1 orang apoteker sebagai kepala instalasi farmasi rumah sakit, 2 orang apoteker yang bertugas di rawat inap yang dibantu oleh paling sedikit 4 orang tenaga teknis kefarmasian, 4 orang apoteker dirawat inap yang dibantu oleh paling sedikit 8 orang tenaga teknis kefarmasian, 1 orang apoteker sebagai koordinator penerimaan, distribusi dan produksi yang dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap atau rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian rumah sakit.

3. Tenaga keperawatan dihitung dengan perbandingan 2 perawat untuk 3 tempat tidur

4. Tenaga kesehatan

(32)

41

Peralatan rumah sakit umum kelas C paling sedikit terdiri dari peralatan medis untuk instalasi gawat darurat ,rawat jalan, rawat inap, rawat intensif, rawat operasi, persalinan, radiologi, laboratorium klinik, pelayanan darah, rehabilitasi medik, farmasi, instalasi gizi, dan kamar jenazah.

d. Rumah Sakit Umum Kelas D

Pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit umum kelas D paling sedikit meliputi :

1. Pelayanan medik 2. Pelayanan kefarmasian

3. Pelayanan keperawatan dan kebidanan 4. Pelayanan penunjang klinik

5. Pelayanan penunjang nonklinik 6. Pelayanan rawat inap

Sumber daya manusia rumah sakit umum kelas D terdiri atas:

1. Tenaga medis paling sedikit terdiri atas: 4 dokter umum untuk pelayanan medik dasar, 1 dokter gigi umum untuk pelayanan medik gigi mulut, 1 dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis dasar.

(33)

42

jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian rumah sakit.

3. Tenaga keperawatan dihitung dengan perbandingan 2 perawat untuk 3 tempat tidur

4. Tenaga kesehatan 5. Tenaga nonkesehatan

Peralatan rumah sakit umum kelas D paling sedikit terdiri dari peralatan medis untuk instalasi gawat darurat, rawat jalan, rawat inap, rawat intensif, rawat operasi, persalinan, radiolog, laboratorium klinik, pelayanan darah, rehabilitasi medik, farmasi, instalasi gizi, dan kamar jenazah.

2.5 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

a. Pengertian Asuhan Keperawatan

Asuhan Keperawatan (DPP PPNI, 1999) adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktek keperawatan yang langsung diberikan kepada klien pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan, dalam upaya pemenuhan KDM (Kebutuhan Dasar Manusia), dengan menggunakan metodologi proses keperawatan, berpedoman pada standar keperawatan, dilandasi etik dan etika keperawatan, dalam lingkup wewenang serta tanggung jawab keperawatan.

Asuhan keperawatan dilaksanakan dalam bentuk proses keperawatan yang meliputi tahap:

1) Pengkajian

(34)

43

4) Pelaksanaan (Implementasi)

5) Evaluasi (formatif/proses dan sumatif)

Proses keperawatan sebagai salah satu pendekatan utama dalam pemberian asuhan keperawatan, pada dasarnya suatu proses pengambilan keputusan dan penyelesaian masalah (Nursalam, 2001).

b. Tujuan Asuhan Keperawatan

Untuk mengidentifikasi masalah klien apakah keadaan klien sehat atau sakit.

c. Standar Asuhan Keperawatan

Standar Asuhan Keperawatan secara resmi telah diberlakukan untuk diterapkan diseluruh rumah sakit melalui SK Direktur Jenderal Pelayanan Medik No. YM.00.03.2.6.7637 tahun 1993. Standar Asuhan Keperawatan terdiri dari : Standard I : Pengkajian Keperawatan

Standard II : Diagnosa Keperawatan Standard III : Perencanaan Keperawatan Standard IV : Intervensi Keperawatan Standard V : Evaluasi Keperawatan

(35)

44

2.6 Kerangka Konsep

Berdasarkan teori di atas dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

Gambar 2.1

Kerangka Konsep Penelitian

2.7 Hipotesa Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran teoritis di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu:

H1 = Ada pengaruh disiplin kerja terhadap produktivitas kerja perawat H2 = Ada pengaruh lingkungan kerja terhadap produktivitas kerja perawat

Disiplin Kerja

Disiplin Waktu Disiplin Peraturan

Disiplin terhadap Standar Kerja

Kepatuhan terhadap Atasan Produktivitas Kerja

Gambar

Gambar 2.1

Referensi

Dokumen terkait

sendiri, (3) belum banyak mahasiswa belajar dari contoh-contoh yang diberikan dosen atau yang ditemukan sendiri, (4) pendekatan pengajaran yang digunakan dosen belunl..

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di muara sungai Ilu, Kaeli, Bayor dan Beji, Delta Mahakam, Kalimantan Timur ditemukan sebanyak 8 famili krustasea yang terdiri dari

Dalam poin ini dipaparkan hasil penelitian yang telah dilakukan yaitu dengan menerapkan model atau pendekatan synetic berbantuan media schoology pada kelas IX SMP

Game ini dapat membantu siswa dalam mengenal warna dan menjadi contoh atau gambaran yang mewakili objek yang sebenarnya.Perancangan perangkat lunak untuk aplikasi

batang, daun, bunga, buah, biji dan getah di antara jenis kemenyan toba,. kemenyan batak, kemenyan minak dan

Tujuan dari penelitian untuk mengimplementasikan data dan struktur pesan yang dikeluarkan oleh Gateway Jatelindo sebagai pembayaran listrik BKALBAR, dan output

Pengelolaan Hutan Rakyat Kemenyan ( stirax sp.) dan Pemasaran Getahnya di Kabupaten Tapanuli Utara Provinsi Sumatera Utara. Skripsi Fakultas

MEDIA : KEDAULATAN RAKYAT TANGGAL : 29