• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prinsip prinsip Dasar Tarekat Muktabarah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Prinsip prinsip Dasar Tarekat Muktabarah"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

PRINSIP-PRINSIP DASAR TAREKAT MUKTABAROH Disusun guna memenuhi tugas

Makul : Tarekat dan Konsep Suluk

Dosen pengampu : Prof. Dr. H. M. Amin Syukur, MA

Disusun oleh :

Riscy Zhuni Tisa Alya (1404046013) Muhammad Hazmi Fuad (1404046014)

FAKULTAS USHULUDDIN DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGRI WALISONGO

(2)

A. Latar Belakang

Pada abad-abad awal Islam, sufisme bukanlah merupakan gerakan yang terorganisasi dalam kelompok atau aliran-aliran tertentu. Yang jelas, selang beberapa waktu berlalu, ajaran serta teladan hidup sufi secara personal mulai menarik perhatian banyak kalangan di masyarakat.1

Dalam perkembangannya, antara abad sembilan sampai sebelas masehi, telah banyak kita jumpai berbagai aliran sufi. Pada perkembangan berikutnya, yaitu abad dua belas masehi, jumlah aliran-aliran sufi tersebut semakin meningkat pesat sehingga para peneliti kesulitan menghitungnya, di samping keberadaan mereka yang belum terdefinisikan dengan nama tertentu.

Aliran-aliran sufi tersebut selanjutnya disebut Tarekat. Dari situ kemudian muncul nama-nama tarekat berdasar pada nama guru atau syaikh yang mengajarkan tarekat tersebut. seperti tarekat Qadiriyah yang di dirikan oleh Syaikh Abdul Qodir al-Jaelani (1166 M) dari Persia, tarekat Sadziliyah yang di dirikan oleh Syaikh Abu Hasan as-Sadziliy (1258 M) dari Maroko, tarekat Naqsyabandiyah yang di dirikan oleh Syaikh Bahaudin an-Naqsyabandi (1390 M) dari Bukhara, dan lain-lain.

Dalam sebuah aliran tarekat muktabaroh terdapat beberapa prinsip dasar yang harus di penuhi. Diantaranya mursyid atau guru, murid, sanad yang tersambung, baiat, dan dzikir atau ajaran tarekat.

B. Rumusan masalah

1. Bagaimana penjelasan tentang pengertian tarekat ? 2. Bagaimana penjelasan dari prinsip-prinsip dasar tarekat ?

PEMBAHASAN A. Pengertian Tarekat

(3)

Secara etimologi tarekat berasal dari kata ةقيرطلا yang artinya jalan, cara, metode.2 Sedangkan secara terminologi menurut al-Taftazani, tarekat diartikan

sekumpulan sufi yang terkumpul dengan seseorang syaikh tertentu, tunduk dalam aturan-aturan yang terperinci dalam tindakan spiritual, hidup secara berkelompok di dalam ruang-ruang peribadatan atau berkumpul secara berkeliling dalam momen-momen tertentu, serta membentuk majlis-majlis ilmu dan źikir secara organisasi.3 Dalam kitab Kifaayatul Atqiyaa' wa Minhaajul Ashfiyaa' disebutkan :4

لتبتم ةضايرلاو ةميزعلاو عرولاك طاوحاب ذخلا ةقيرطلاو

Artinya : "Tarekat adalah memilih perilaku yang paling hati-hati seperti wira'i, 'azimah, dan riyadhah untuk menghindari kemewahan duniawi"

Sebagai sebuah aliran atau semacam ikatan persaudaraan , tarekat memiliki tempat mengajar atau bekerja guru spiritual, pusat kegiatan. Pusat kegiatan sufi disebut dengan Khaneqah atau Zawiya. Sementara orang Turki menyebutnya dengan Tekke. Di Afrika Utara disebut dengan Ribat, sedangkan di anak benua India, pusat kegiatan sufi disebut dengan jama'ah khana atau Khanegah.5

Tarekat merupakan sebuah jalan atau metode untuk dekat kepada Allah Swt. Dalam perkembangan selanjutnya, tarekat terbagi menjadi tarekat Muktabaroh yaitu tarekat yang sanadnya bersambung sampai kepada Rosulullah Saw, dan tarekat Ghoiru Muktabaroh yaitu tarekat yang sanadnya terputus atau tidak sampai kepada Rosulullah Saw. Beberapa tarekat Muktabaroh yang berkembang sampai saat ini diantaranya :

- Tarekat Qâdiriyah

Qâdiriyah adalah nama tarekat yang diambil dari nama pendirinya, yaitu Syaikh 'Abdul Qâdir al-Jailani. Beliau lahir di desa Naif kota Gilan pada tahun 470 H/ 1077 M, yaitu wilayah yang terletak 150 km timur laut Baghdad.6 Pada dasarnya ajaran Syaikh 'Abdul Qâdir al-Jilani tidak ada

2 Ahmad Bisri dan Munawwir AF, Kamus Al-Bisri : Indonesia Arab Arab Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1999), h. 452

3 Abu Wafa' al-Ghanimi al-Taftazani, Tasawuf Islam, Terj. Subkhan Anshori, judul asli : Madkhal ila al-Tasawuf al-Islami, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2008), h. 294

4 Kifayatul Atqiyaa' wa Minhajul Ashfiyaa', h. 10 5 Syaikh Fadhlalla Haeri, Jenjang-Jenjang Sufisme, h. 38

(4)

perbedaan yang mendasar dengan ajaran pokok Islam, terutama ajaran Ahlussunnah wal Jama'ah. Adapun ajaran spiritual Syaikh 'Abdul Qâdir al-Jilani berakar pada konsep tentang dan pengalaman akan Tuhan. Ia selalu merasakan bahwa Tuhan senantiasa hadir. Kesadaran akan kehadiran Tuhan di segenap ufuk kehidupannya merupakan tuntunan dan motif bagi kebangunan hidup yang aktif sekaligus memberikan nilai transeden pada kehidupan. Ia meyakini bahwa kesadaran ini dapat membersihkan dan memurnikan hati seorang manusia, serta mengakrabkan hati dengan alam roh.7

- Tarekat Syâdziliyah

Tarekat ini tak dapat dilepaskan hubungannya dengan pendirinya, yaitu Abu Hasan al-Syâdzili. Ia dilahirkan pada tahun 573 H di desa Ghumara, dekat Ceuta saat ini, di utara Maroko.8 Mengenai ajaran dari

tarekat Syâdziliyah ini, sebenarnya al- Syâdzili sendiri tidak menuliskan ajaran-ajarannya dalam kitab karya tulis, karena kesibukannya mengajar murid-muridnya yang sangat banyak. Ajaran al- Syâdzili baru dapat diketahui dari para muridnya, misalnya tulisan Ibn 'Athaillah al-Sakandari dalam kitab Lathaiful Minan. Diantara ajarannya yaitu lebih menekankan pada riyadhah al-qulub, seperti menekankan senang ( al-farh), rela (al-ridha), dan selalu bersukur atas nikmat Allah. Ajarannya ini berbeda dengan ajaran al-Ghazali yang lebih menekankan riyadhah al-'abdan (berhubungan dengan fisik) yang mengharuskan adanya

musyaqqah, misalnya bangun malam, lapar, dan lain-lain.9

- Tarekat Naqsyabandiyah

Pendiri tarekat Naqsyabandiyah adalah seorang pemuka tasawuf terkenal, yaitu Muhammad bin Muhammad Baha' Din Uwaisi al-Bukhari Naqsyabandi. Dilahirkan pada tahun 717 H/ 1318 M di sebuah desa Qashrul Arifah, kurang lebih 4 mil dari Bukhara. Ciri menonjol tarekat Naqsyabandiyah adalah Pertama, diikutinya syariat secara ketat,

7 Abu Wafa' al-Ghanimi al-Taftazani, Madkhal ila al-Tasawuf al-Islami, h. 294

(5)

keseriusan dalam beribadah yang menyebabkan penolakan terhadap musik dan tari, dan lebih menyukai berźikir dalam hati. Kedua, upaya yang serius dalam memengaruhi kehidupan dan pemikiran golongan penguasa serta mendekatkan negara pada agama.10

B. Prinsip-prinsip Tarekat Mukatabaroh

Silsilah merupakan salah satu yang menjadi tolak ukur sebuah tarekat tersebut muktabaroh atau tidak. Organisasi tarekat muktabaroh di Indonesia didirikan di Tegalrejo, Magelang pada 10 Oktober 1957 dengan nama Jam'iyah Thariqah Muktabaroh oleh para ulama sufi di Jawa. Organisasi ini bertujuan untuk mengusahakan berlakunya syari'at Islam lahir maupun batin dengan berhaluan ahlus sunnah wal jamaah, yang berdasarkan salah satu dari madzhab empat dan mempergiat amal saleh lahir batin menurut ajaran ulama salihin, termasuk zikir kalimah tayyibah dengan baiat salihah.11 Berikut prinsip-prinsip

yang harus dipenuhi dalam tarekat muktabaroh : 1. Mursyid

Untuk memasuki jalan rohani tarekat, seorang murid memerlukan guru pembimbing atau mursyid (dalam istilah tarekat) guna membantunya menuju arah tujuannya.12

Dalam kitab ta'lim muta'alim Syaikh az-Zarnuji menyebutkan :13

ناطيش هخيشف هل خيش ل نم

Artinya : "Barang siapa yang tidak mempunyai guru, maka gurunya adalah syaithan"

Ungkapan tersebut secara tidak langsung memberikan pemahaman, bahwa guru merupakan seorang yang sangat penting. Seakan-akan guru mempunyai otoritas mutlak dalam memberikan ilmu. Hal tersebut tentu berkaitan dengan ilmu tasawuf sendiri.

10 Sri Mulyati, Mengenal dan Memahami Tarekat-tarekat Muktabaroh di Indonesia, h. 91 11 Ahmad Syafi'I Mufid, Tangklungan, Abangan, dan Tarekat: Kebangkitan Agama di Jawa, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2006), h. 68

(6)

Seorang mursyid haruslah seorang yang telah sempurna suluknya (laku), dalam istilah tasawuf di sebut dengan rijal al kamal (seorang yang telah sempurna).14

Menurut Rumi, seorang mursyid atau guru spiritual yang benar, tidak akan membiarkan muridnya untuk memujanya. Dan senantiasa tidak memperkenankan muridnya mengidolakannya dengan berlebihan.15

Ukuran mursyid yang haqiqi menurut Syaikh Abdul Qadir al-Jailani adalah memiliki :16

- Ilmu para ulama

- Siyasat al-Mulk : kemampuan seperti yang dimiliki oleh para raja dalam mengatur rakyat (umat).

- Hikmah al-Hukama' : maksudnya adalah ilmu para penguasa dan kesantunan serta keadilan mereka.

Sedangkan Syaikh Muhammad Amin al-Kurdi dalam kitabnya Tanwirul Qulub fi Mu'alamati 'Alamul Ghuyub menyebutkan syarat-syarat seorang mursyid adalah sebagai berikut :17

a. Mursyid harus memiliki ilmu yang dibutuhkan oleh murid-muridnya, yaitu Fiqih dan 'Aqaid Tauhid dalam batas-batas yang bisa menghilangkan kemusyirakn dan ketidakjelasan yang dihadapi oleh mereka di tingkat awal, sehingga mereka tidak perlu bertanya kepada orang lain.

b. Mursyid harus arif dalam hal kesempuranaan hati, adab-adabnya afat-afatnya, penyakit-penyakitnya, dan cara memelihara kesucian dan kemurniannya.

c. Mursyid harus memiliki sifat kasih saying yang tinggi terhadap kaum muslimin, khususnya terhadap murid-muridnya. Ketika ia mengetahui mereka belum mampu melawan hawa nafsu mereka

14 Amin Syukur, Tasawuf Kontekstual, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), h. 49

15 Ahmad Najib Burhani, Tarekat tanpa Tarekat, (Jakarta: PT Serambi Ilmu Sementara, 2002), h. 51

16 Jawaahir al-Asaani Syarh Manaqib al_syaikh Abdul Qadir al-Jilani, h. 28

(7)

dan belum mampu meninggalkan kejelekan misalnya. Maka ia harus bersikap toleran setelah ia menasehati mereka dan tidak memutus mereka dari tarekat, juga tidak mudah mengklaim mereka celaka, melainkan senantiasa menyayangi mereka sampai mereka mendapat hidayah.

d. Jika mursyid mengetahui aib murid-muridnya, ia harus menutupinya.

e. Mursyid harus bersih dari keinginan terhadap harta muridnya dan tidak rakus terhadap apa yang dimiliki oleh murid-muridnya.

f. Mursyid harus melaksanakan apa yang ia perintahkan kepada murid-muridnya dan menjauhi apa yang ia cegahkan, sehingga fatwanya berpengaruh terhadap hati mereka.

g. Mursyid tidak boleh duduk bersama dengan murid-muridnya kecuali sebatas keperluan, seperti mengajarkan tarekat dan syariat kepada mereka, agar hati mereka suci dari kotoran dan mereka bisa beribadah kepada Allah dengan benar.

Fungsi seorang guru adalah membuka pikiran murid, sehingga memungkinkannya mengetahui nasibnnya. Agar dapat melakukan ini, seorang harus menyadari seberapa jauh pikirannya di kuasai praduga-praduga. Pada tahap ini, memahami keadaan tersebut secara benar adalah tidak mungkin, maka dari itu ia harus siap memasuki organisasi manusia yang melatihnya untuk berfikir menurut garis-garis tertentu.18

2. Murid

Murid atau murod merupakan pengikut suatu tarekat. Yaitu orang yang menghendaki pengetahuan dan petunjuk dalam segala amal ibadahnya. Murid tidak hanya berkewajiban mempelajari segala sesuatu yang diajarkan atau melakukan segala sesuatu yang dilatih guru kepadanya, tetapi harus patuh kepada beberapa adab dan akhlak yang ditentukan untuknya, baik kepada guru, diri sendiri, maupun orang lain.

(8)

Adab dalam tarekat adalah merupakan suatu ajaran yang sangat prinsip, tanpa adab tidak mungkin seorang murid dapat mencapai tujuan suluk-nya. Syaikh Muhammad Amin al-Kurdi dalam kitabnya Tanwirul Qulub fi Mu'alamati 'Alamul Ghuyub menyebutkan beberapa adab seorang murid kepada gurunya :19

a. Seorang murid hendaknya menghormati dan memuliakan Guru baik dalam hadir maupun absennya.

b. Seorang murid hendaknya tidak menentang cara sang Guru mengarahkan (memberi instruksi) dan mengendalikan sang murid. c. Seorang murid hendaknya tunduk kepada keinginan Mursidnya

(shaikh) dan ta’at kepadanya dalam semua perintah dan nasihatnya. d. Seorang murid hendaknya mengetahui bahwa Guru boleh jadi

melakukan beberapa kesalahan, namun hal ini tidak menghalanginya dari mengangkat murid itu kepada Hadhirat Ilahi. e. Seorang murid hendaknya jujur dan setia dengan kebersamaannya

dengan Gurunya.

f. Seorang murid hendaknya mencintai Gurunya dengan cinta luar biasa.

g. Dia hendaknya tidak melihat kepada selain Gurunya, meskipun dia tetap harus mempertahankan hormat kepada semua shaikh lainnya. h. Dia hendaknya setuju dengan opini (pendapat) Gurunya secara

keseluruhan.

i. Dia hendaknya berkelakuan baik dalam jama’ah Gurunya, dengan mencegah menguap, terbahak-bahak, meninggikan suaranya, berbicara tanpa perkenannya, melonjorkan kakinya, dan selalu duduk dalam sikap yang sopan.

j. Dia hendaknya melayani Gurunya dan membuat dirinya se-berguna mungkin.

(9)

k. Dia hendaknya tidak menyebutkan dari khutbah Gurunya apa-apa yang tidak dimengerti oleh pendengarnya.

l. Dia hendaknya hadir dalam jamaah Gurunya. Meskipun tinggal ditempat yang jauh, dia harus berusaha untuk datang sesering mungkin.

Di samping itu, seorang murid juga harus sudah memiliki ilmu agama yang cukup, dan siap untuk menerima ilmu tasawuf tersebut. Karena tasawuf adalah penyempurna amal ibadah seseorang setelah ia mengetahui ajaran agama yang bersifat fiqhiyah, agar ibadahnya tidak semata-mata karena memenuhi kewajiban syara'.20

3. Baiat

Baiat berasal dari bahasa arab, yaitu baa'a – yubaaya'u – bai'atun,

asalnya sama dengan baayi' yang berarti tranksaksi. Baiat juga bisa diartikan sebagai perjanjian, penobatan, pengukuhan, dan penyumpahan.21

Baiat dalam bahasan tarekat merupakan janji setia yang biasanya diucapkan oleh calon murid dihadapan mursyid untuk menjalankan segala persyaratan yang ditetapkan oleh seorang mursyid dan tidak akan melanggarnya sesuai dengan syari’at Islam.

Dalam tarekat terdapat istilah Tawajjuh, yaitu perjumpaan di mana seorang murid membuka hatinya kepada gurunya dan membayangkan hatinya disirami berkah sang guru, dan sang guru tersebut membawanya ke hadapan Nabi Muhammad Saw. Hal ini dapat berlangsung sewaktu pertemuan pribadi antara murid dan mursyid, dan baiat merupakan pertemuan pertama.22

Adapun dalil yang melandasi baiat terdapat dalam Qur'an surat al-Fath ayat 10 :

20Amin Syukur, Tasawuf Kontekstual, h. 50

(10)

sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka, maka barangsiapa yang melanggar janjinya niscaya akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri dan barangsiapa menepati janjinya kepada Allah maka Allah akan memberinya pahala yang besar." (QS. Al-Fath : 10)

Dalam tarekat baiat biasanya dijadikan syarat khusus sebelum masuk terkat sebagai tanda loyalitas pada Islam dan tarekat itu sendiri.23

4. Sanad (silsilah)

Seperti diterangkan diatas, Silsilah atau sanad itu bagaikan kartu nama dan legitimasi sebuah tarekat, yang menjadi tolak ukur apakah tarekat tersebut muktabaroh atau tidak. Sanad tarekat adalah nisbah hubungan guru terdahulu sambung menyambung antara satu sama lain sampai kepada Nabi Saw. Hal ini harus ada sebab bimbingan keruhanian yang diambil dari guru-guru itu harus benar-benar berasal dari Nabi Saw. Kalau tidak demikian, berarti tarekat tersebut dianggap terputus dan tidak sah atau ghoiru muktabaroh.24

Sanad tarekat berisi rangkaian nama-nama guru yang sangat panjang, yang satu bertali dengan yang lain. Biasanya tertulis rapi dalam bahasa Arab, diatas sepotong kertas yang diserahkan kepada murid tarekat sesudah ia melakukan latihan dan amalan-amalan dan sesudah menerima petunjuk (irsyad) dan peringatan (talqin) serta sesudah membuat janji (baiat) untuk tidak melakukan maksiyat sekaligus menerima ijazah sebagai tanda meneruskan pelajaran tarekat kepada orang lain.25

23 Amin Syukur, Tasawuf Kontekstual, h. 53

(11)

Dalam kitab Khaziina al-Asraar seperti yang dikutip oleh KH. A. Aziz Masyhuri dalam himpunan tanya jawab seputar tarekat dalam bukunya, disebutkan :26

عوطقم هنإف ةيوبنلا ةرضحلا ىلا هتلسلس لصتت مل نمف

ةعيابملا هنم ذخؤت لوووو وو

ه للا لوسر نم اثراو نكي ملو ضيفلا

.

ةزاجلاو

Artinya : "Orang yang silsilah atau sanadnya tidak besambung ke hadirat Nabi Muhammad Saw, itu terputus dari pancaran rohani dan ia bukanlah pewaris Rosulullah Saw, serta tidak boleh membaiat dan memberi ijazah".

Redaksi diatas memberikan keterangan bahwa sanad merupakan salah satu hal yang paling utama dalam tarekat muktabaroh. Jika para ulama merupakan pewaris nabi yang mengajarkan ilmu lahir, maka mursyid tarekat merupakan pewaris nabi yang mengajarkan penghayatan keagamaan yang bersifat batin. Oleh karena itu, Seperti fungsi sanad dalam hadis, keberadaan silsilah dalam tarekat berfungsi menjaga validitas dan otentisitas ajaran tarekat agar tetap merujuk pada sumbernya yang pertama, Nabi Muhammad Saw.

5. Ajaran (źikir)

Žikir yang berasal dari kata źakara – yaźkuru – źikran ,memiliki arti mengingat, mengambil pelajaran, mengenal, atau mengerti. Dalam Al-Qur'an ada banyak makna źikir. Žikir berarti membangkitkan daya ingat dan kesadaran. Žikir berarti pula ingat akan hukum-hukum Allah. Žikir juga mengambil pelajaran atau peringatan. Juga mempunyai arti meneliti proses alam.27

Sedangkan pengertian źikir dalam tarekat adalah bacaan Allah atau bacaan La ilaha illa Allah. Žikir dengan bacaan Allah biasanya dilakukan didalam hati, disebut dengan źikir sirri atau źikir khafi atau źikir ismu

26 A. Aziz Masyhuri, Permasalahan Thariqah, Hasil Kesepakatan Muktamar & Musyawarah Besar Jam'iyah Ahlith Thariqah Al-Mu'tabarah Nahdlatul Ulama (1957 – 2005 M), (Surabaya: Khalista, 2006), h. 14

(12)

źat, yang silsilahnya sampai kepada Rosulullah Saw, melalui Abu Bakar ash-Shiddiq r.a.28

Sedangkan źikir dengan bacaan La ilaha illa Allah, yang biasanya dilakukan dengan lisan, disebut źikir jahri atau źikir nafi itsbat yang silsilahnya sampai kepada Rosulullah Saw, melalui sayyidina 'Ali bij Abi thalib karramallhu wajhah.29

Dalam kitab al-Mafakhir al-'Aliyah fil Ma-atsir al-Syadzaliyah

sebagaimana dikutip oleh Moenir Nahrowi Thohir, terdapat adab-adab berźikir sebanyak 20 (dua puluh) yang dibagi menjadi tiga bagian :30

- Adab sebelum berźikir : a. Taubat

b. Mandi atau wudhu c. Diam dan tenang

d. Menyaksikan dengan hati

e. Yakin bahwa źikir tarekat yang didapat dari syaikhnya adalah źikir yang didapat dari Rosulullah Saw.

- Adab pada saat berźikir : a. Duduk di tempat yang suci

b. Meletakkan kedua telapak tangan diatas kedua paha c. Mengharunkan tempat untuk berźikir

d. Memakai pakaian yang halal dan suci

e. Memilih tempat yang suci dan gelap jika memungkinkan f. Memejamkan kedua mata

g. Membayangkan pribadi mursyidnya diantara kedua matanya h. Jujur dalam berźikir

i. Ikhlas

j. Memilih shighat źikir bacaan La ilaha illa Allah

k. Menghadirkan makna źikir dalam hatinya

28 Moenir Nahrowi Tohir, Menjelajahi Eksistensi Tasawuf, Meniti Jalan Menuju Tuhan, (Jakarta: PT. As-Salam Sejahtera, 2012), h. 128

(13)

l. Mengosongkan hati dari segala apapun selain Allah Swt. - Adab setelah berźikir :

a. Bersikap tenang ketika telah diam dari źikirnya. b. Mengulang-ulang pernapasannya berkali-kali c. Menahan minum air.

Orang yang berźikir hendaknya memperhatikan tiga tata karma ini, karena hasil źikirnya hanya akan muncul dengan hal tersebut.

KESIMPULAN

Tarekat adalah sebuah jalan atau metode untuk mendekatkan diri kepada Allah. Tarekat muktabaroh merupakan tarekat yang sanadnya bersambung sampai kepada Rosulullah Saw. Prinsip-prinsip dasar tarekat muktabaroh meliputi mursyid, murid, baiat, sanad, dan ajaran yang berupa źikir.

DAFTAR PUSTAKA

Aceh, Abubakar, Pengantar Sejarah Sufi dan Tasawuf, (Solo: Ramadhani Press, 1984)

(14)

Al-Taftazani, Abu Wafa' al-Ghanimi, Tasawuf Islam, Terj. Subkhan Anshori, judul asli : Madkhal ila al-Tasawuf al-Islami, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2008)

Az-Zarnuji, Syaikh Ta'limul Muta'alim, t.t

Bisri, Ahmad dan Munawwir AF, Kamus Al-Bisri : Indonesia Arab Arab Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1999)

Burhani, Ahmad Najib, Tarekat tanpa Tarekat, (Jakarta: PT Serambi Ilmu Sementara, 2002)

Haeri, Syaikh Fadhlalla, Jenjang-Jenjang Sufisme, Terj. Ibnu Burdah dan Shoifullah, judul asli : The Elements of Sufism (Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR, 2000)

Hidayatullah, dkk, M., Mahkota Sufi, (Surabaya: Risalah Gusti, 2000)

Jawaahir al-Asaani Syarh Manaqib al-Syaikh Abdul Qadir al-Jilani Kifayatul Atqiyaa' wa Minhajul Ashfiyaa'

Masyhuri, A. Aziz, Permasalahan Thariqah, Hasil Kesepakatan Muktamar & Musyawarah Besar Jam'iyah Ahlith Thariqah Al-Mu'tabarah Nahdlatul Ulama (1957 – 2005 M), (Surabaya: Khalista, 2006)

Mufid, Ahmad Syafi'I, Tangklungan, Abangan, dan Tarekat: Kebangkitan Agama di Jawa, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2006),

Mulyati, Sri, Mengenal dan Memahami Tarekat-tarekat Muktabaroh di Indonesia,

(Jakarta: Kencana, 2005).

Muzhar, Mutia, Dimensi mistik dalam Islam,

Syukur, Amin , Tasawuf Kontekstual, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003) Syukur, Amin dan Fathimah Usman, Terapi Hati, (Jakarta: Erlangga, 2012) Tim Pena Prima, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Gitamedia Press, 2006) Tohir, Moenir Nahrowi, Menjelajahi Eksistensi Tasawuf, Meniti Jalan Menuju

Referensi

Dokumen terkait

Hasil uji statistik menyebutkan tidak terdapat perbedaan bermakna antara Suku Anak Dalam dengan Suku lainnya terhadap anak yang positif malaria, kondisi ini mengartikan bahwa

Aliran fisik yang terjadi di jaringan rantai pasok penghasil produk Susu Bendera adalah aliran bahan baku dari supplier ke PT FI dan PT FVI dan aliran produk jadi dari PT Tesori

(1) Pejabat Negara, Pegawai Negeri, Pegawai Tidak Tetap, dan Pihak Lain yang telah melakukan Perjalanan Dinas Jabatan menyampaikan seluruh bukti pengeluaran asli

Berdasarkan data hasil penelitian mengenai penerapan model pembelajaran Collaborative Learning pada materi bangun ruang sisi datar yang telah diolah dan dianalisis

Selain pemahaman dan komitmen penyelenggara negara terhadap pembangunan kesejahteraan sosial masih belum solid, faham neo-liberalisme yang mengedepankan kekuatan

Dengan diajarkan menu modifikasi kudapatan sehat untuk balita stunting diharapkan ibu balita lebih mengerti tentang menu kudapan yang mengandung gizi sehat untuk anaknya,

Salah satu penyebabgagalnya tindakan pengendalian yang telah dilakukan adalah kurang baiknya system penangkalan disetiap pintu masuk daerah (karantina), sementara itu

Berdasarkan hasil analisis penelitian, pembahasan dan juga simpulan yang telah di uraikan, terdapat beberapa saran yang dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan