KEBIJAKAN MONETER DALAM EKONOMI ISLAM
KEBIJAKAN MONETER DALAM EKONOMI ISLAM
PENDAHULUAN
Keadilan sosio ekonomi, salah satu sisi yang paling menonjol dari suatu masyarakat Islam yang diharapkan menjadi suatu jalan hidup (way of life) dan bukan sebagai fenomena yang terisolasi, semangat ini harus menembus seluruh interaksi manusia, sosial, ekonomi, dan politik.
Ketidakadilan di suatu daerah telah tersebar ke daerah, satu lembaga yang salah tidak mungkin bisa mempengaruhi yang lain, bahkan dibidang bisnis dan ekonomi, semua nilai harus bergerak kearah keadilan sehingga secara keseluruhan mendukung bukan melemahkan apalagi menghilangkan, keadilan sosio ekonomi.
Di antara ajaran Islam yang paling penting untuk menegakkan keadilan dan membatasi eksploitasi dalam transaksi bisnis adalah pelarangan semua bentuk upaya “memperkaya diri secara tidak sah (aql amwal al-nas bi al-batil) Al-qur’an dengan tegas memerintahkan kaum muslimin untuk tidak saling berebut harta secara batil atau dengan cara yang tidak dapat dibenarkan, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat al-Baqarah ayat 188 yang berbunyi:
:ةرقبلا ننومملنععتن معتمنأنون ممثعلماعبم سمانننلا لماونمعأن نعمنم اققيرمفن اولمكمأعتنلم مماكننحملعا ىلنإم اهنبم اولمدعتمون لمطمابنلعابم مكمننيعبن مكملناونمعأن اولمكمأعتن لنون} 188 { “Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui.”
BAB II PEMBHASAN
1. Pengertian Kebijakan Moneter
Kebijakan Moneter adalah kebijakan pemerintah untuk memperbaiki keadaan perekonomian melalui pengaturan jumlah uang beredar. Untuk mengatasi krisis ekonomi yang hingga kini masih terus berlangsung, disamping harus menata sektor riil, yang tidak kalah penting adalah meluruskan kembali sejumlah kekeliruan pandangan di seputar masalah uang. Bila dicermati, krisis ekonomi yang melanda Indonesia, juga belahan dunia lain, sesungguhnya dipicu oleh dua sebab utama, yang semuanya terkait dengan masalah uang. a. Pertama, persoalan mata uang, dimana nilai mata uang suatu negara saat ini pasti terikat
dengan mata uang negara lain (misalnya rupiah terhadap dolar AS), tidak pada dirinya sendiri sedemikian sehingga nilainya tidak pernah stabil karena bila nilai mata uang tertentu bergejolak, pasti akan mempengaruhi kestabilan mata uang tersebut.
b. Kedua, kenyataan bahwa uang tidak lagi dijadikan sebagai alat tukar saja, tapi juga sebagai
komoditi yang diperdagangkan (dalam bursa valuta asing) dan ditarik keuntungan (interest) alias bunga atau riba dari setiap transaksi peminjaman atau penyimpanan uang.1[1]
Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:
Kebijakan moneter ekspansif (Monetary expansive policy)
Adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang beredar. Kebijakan ini dilakukan untuk mengatasi pengangguran dan meningkatkan daya beli masyarakat
(permintaan masyarakat) pada saat perekonomian mengalami resesi atau depresi. Kebijakan ini disebut juga kebijakan moneter longgar (easy money policy)
Kebijakan Moneter Kontraktif (Monetary contractive policy)
Adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan ini dilakukan pada saat perekonomian mengalami inflasi. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policy). 2[2]
1
Berkenaan dengan mata uang, Islam memiliki pandangan yang khas. Abdul Qodim Zallum mengatakan bahwa sistem moneter atau keuangan adalah sekumpulan kaidah pengadaan dan pengaturan keuangan dalam suatu negara. Yang paling penting dalam setiap sistem keuangan adalah penentuan satuan dasar keuangan (al-wahdatu al-naqdiyatu alasasiyah) dimana kepada satuan itu dinisbahkan seluruh nilai-nilai berbagai mata uang lain. Apabila satuan dasar keuangan itu adalah emas, maka sistem keuangan/moneternya dinamakan sistem uang emas. Apabila satuan dasarnya perak, dinamakan sistem uang perak. Bila satuan dasarnya terdiri dari dua satuan mata uang (emas dan perak), dinamakan sistem dua logam. Dan bila nilai satuan mata uang tidak dihubungkan secara tetap dengan emas atau perak (baik terbuat dari logam lain seperti tembaga atau dibuat dari kertas), sistem keuangannya disebut sistem fiat money. Dalam sistem dua logam, harus ditentukan suatu perbadingan yang sifatnya tetap dalam berat maupun kemurnian antara satuan mata uang emas dengan perak. Sehingga bisa diukur masing-masing nilai antara satu dengan lainnya, dan bisa diketahui nilai tukarnya. Misalnya, 1 dinar emas syar'i bertanya 4,25 gram emas dan 1 dirham perak syar'iy beratnya 2,975 gram perak.
memakan investasi besar, juga waktu yang lama. Tapi, andaipun hal ini terjadi, emas temuan itu akan segera disimpan menjadi cadangan devisa negara, tidak langsung dilempar ke pasaran. Secara demikian pengaruh penemuan emas terhadap penurunan nilai emas di pasaran bisa ditekan seminimal mungkin.Disinilah pentingnya ketentuan emas sebagai milik umum harus dikuasai oleh negara.
Secara syar'i pemanfaatan sistem mata uang dua logam juga selaras dengan sejumlah perkara dalam Islam yang menyangkut uang. Diantaranya tentang nisab zakat harta yang 20 dinar emas dan 200 dirham perak, larangan menimbun harta (kanzu al-mal, bukan idzkar atau saving) dimana harta yang dimaksud disitu adalah emas dan perak, sebagaimanan disebut dalam Surah At Taubah 34. Juga berkaitan dengan ketetapan besarnya diyat dalam perkara pembunuhan (sebesar 1000 dinar) atau batas minimal pencurian (1/4 dinar) untuk dapat dijatuhi hukuman potong tangan. Itu semua menunjukkan bahwa standar keuangan (monetarystandard) dalam sistem keuangan Islam adalah uang emas dan perak.
Untuk menuju sistem uang dua logam, Abdul Qodim Zallum menyarankan sejumlah hal. Diantaranya, menghentikan pencetakan uang kertas dan menggantinya dengan uang dua logam dan menghilangkan hambatan dalam ekspor dan impor emas3[3]. Pemanfaatan emas
sebagai mata uang tentu akan mendorong eksplorasi dan eksploitasi emas (mungkin secara besar-besaran) untuk mencukupi kebutuhan transaksi yang semakin meningkat.
2. Sejarah Kebijakan Moneter
Sistem moneter sepanjang zaman telah mengalami banyak perkembangan, sistem keuangan inilah yang paling banyak di lakukan studi empiris maupun historis bila di bandingkan dengan disiplin ilmu ekonomi lainnya.sistem keuangan pada zaman Rosulullah di gunakan bimatalic standard yaitu emas dan perak (dirham dan dinar) karena keduanya merupakan alat pembayaran yang sah dan beredar di masyarakat. Nilai tukar emas dan perak pada masa Rosulallah ini relative stabil dengan nilai kurs dirham-dinar 1:10, namun demikian, setabilitas nilai kurs pernah mengalami gangguan karena adanya disequilibrium antara supply dan demand. Misalkan pada masa bani umayyah (41/662-132/750) rasio kurs antara dinar-dirham 1:12, sedangkan pada masa abbasiyah (132/750-656/1258) berada pada kisaran 1:15.
Pada masa yang lain nilai tukar dirham-dinar mengalami fluktuasi dengan nilai oaling rendah pada level 1:35-1:50. Instabilitas dalam nilai tukar yang ini akan mengakibatkan
terjadinya bad coins out of circulations atau kualitas buruk akan menggantikan uang kualitas baik, dalam literature konvensional peristiwa ini di sebut hukum Gresham. Seperi yang pernah terjadi pada masa pemerintahan bany mamluk (1263-1328), dimana mata uang yang beredar tersebut dari fulus (tembaga) mendesak keberadaan uang logam emas dan perak . oleh ibnu taimiyah di katakana bahwa uang dengan kualitas rendah akan menendang keluar uang kualitas baik.
Perkembangan emas sebagai standar dari uang beredar mengalami tiga kali evolusi yaitu: a. The gold cins standard : di mana logam emas mulia sebagai uang yang aktif dalam
peredaran
b. The gold bullion standard : di mana logam emas sebagai para meter dalam menentukan nilai
tukar uang yang beredar.
c. The gold exchange standard (bretton woods system): di mana otoritas moneter menentukan
nilai tukar domestic currency dengan foreign currency yang mampu di back-up secara penuh oleh cadangan emas yang di miliki. Dengan perkembangan sistem keuangan yang demikian pesat telah memunculkan uang fiducier (kredit money) yaitu uang yang keberadaannya tidak diback-up oleh emas dan perak
3. Tujuan
Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004 pasal 7 tentang Bank Indonesia.
Hal yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah antara lain adalah kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin pada inflasi. Untuk mencapai tujuan tersebut, sejak tahun 2005 Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan inflasi sebagai sasaran utama kebijakan moneter (Inflation Targeting Framework) dengan menganut sistem nilai tukar yang mengambang (free floating). Peran kestabilan nilai tukar sangat penting dalam mencapai stabilitas harga dan sistem keuangan. Oleh karenanya, Bank Indonesia juga menjalankan kebijakan nilai tukar untuk mengurangi volatilitas nilai tukar yang berlebihan, bukan untuk mengarahkan nilai tukar pada level tertentu.
rupiah maupun valuta asing, penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan wajib minimum, dan pengaturan kredit atau pembiayaan. Bank Indonesia juga dapat melakukan cara-cara pengendalian moneter berdasarkan Prinsip Syariah. 4[4]
4. Instrumen-instrumen Kebijakan Moneter dalam Konvensional dan Syari’ah.
Ada tiga instrument utama yang digunakan untuk mengatur jumlah uang yang beredar:
a. Operasi pasar terbuka (Open Market Operation)
Adalah pemerintah mengendalikan jumlah uang beredar dengan cara menjual atau membeli surat-surat berharga milik pemerintah (government security)
b. Fasilitas diskonto (Discounto Rate)
Yadyang dimaksud dengan tingkat bunga diskonto adalah tingkat bunga yang ditetapkan pemerintah atas bank-bak umum yang menjamin ke bank sentral.
c. Rasio cadangan wajib (Reserve Requirement Ratio)
Penetapan rasoio cadangan wajib juga dapat mengubah jumlah uang yang beredar. Jika rasio cadangan wajib diperbesar, maka kemampuan bank memberikan kredit akan lebih kecil disbanding sebelumnya.
d. Imbauan Moral (Moral Persuasion)
Dengan imbauan moral, otoritas moneter mencoba mengarahkan atau mengendalikan jumlah uang beredar. 5[5]
Secara prinsip, tujuan kebijakan moneter islam tidak berbeda dengan tujuan kebijakan moneter konvensional yaitu menjaga stabilitas dari mata uang (baik secara internal maupun eksternal) sehingga pertumbuhan ekonomi yang merata yang diharapkan dapat tercapai. Stabilitas dalam nilai uang tidak terlepas dari tujuan ketulusan dan keterbukaan dalam berhubungan dengan manusia. Hal ini disebutkan AL Qur’an dalam QS.Al.An’am:152
…………طمسعقملعابم ننازنيمملعاون لنيعكنلعا اعوفموعأنون…….
“……. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. …”
Mengenai stabilitas nilai uang juga ditegaskan oleh M. Umar Chapra (Al Quran Menuju Sistem Moneter yang Adil), kerangka kebijakan moneter dalam perekonomian Islam
4
adalah stok uang, sasarannya haruslah menjamin bahwa pengembangan moneter yang tidak berlebihan melainkan cukup untuk sepenuhnya dapat mengeksploitasi kapasitas perekonomian untuk menawarkan barang dan jasa bagi kesejahteraan sosial umum.
Walaupun pencapaian tujuan akhirnya tidak berbeda, namun dalam pelaksanaannya secara prinsip, moneter syari’ah berbeda dengan yang konvensional terutama dalam pemilihan target dan instrumennya. Perbedaan yang mendasar antara kedua jenis instrumen tersebut adalah prinsip syariah tidak membolehkan adanya jaminan terhadap nilai nominal maupun rate return (suku bunga). Oleh karena itu, apabila dikaitkan dengan target pelaksanaan kebijakan moneter maka secara otomatis pelaksanaan kebijakan moneter berbasis syariah tidak memungkinkan menetapkan suku bunga sebagai target/sasaran operasionalnya. 6[6]
Adapun instrumen moneter syariah adalah hukum syariah. Hampir semua instrumen moneter pelaksanaan kebijakan moneter konvensional maupun surat berharga yang menjadi underlying-nya mengandung unsur bunga. Oleh karena itu instrumen-instrumen konvensional yang mengandung unsur bunga (bank rates, discount rate, open market operation dengan sekuritas bunga yang ditetapkan didepan) tidak dapat digunakan pada pelaksanaan kebijakan moneter berbasis Islam. Tetapi sejumlah instrument kebijakan moneter konvensional menurut sejumlah pakar ekonomi Islam masih dapat digunakan untuk mengontrol uang dan kredit, seperti Reserve Requirement, overall and selecting credit ceiling, moral suasion and change in monetary base.
Dalam ekonomi Islam, tidak ada sistem bunga sehingga bank sentral tidak dapat menerapkan kebijakan discount rate tersebut. Bank Sentral Islam memerlukan instrumen yang bebas bunga untuk mengontrol kebijakan ekonomi moneter dalam ekonomi Islam. Dalam hal ini, terdapat beberapa instrumen bebas bunga yang dapat digunakan oleh bank sentral untuk meningkatkan atau menurunkan uang beredar. Penghapusan sistem bunga, tidak menghambat untuk mengontrol jumlah uang beredar dalam ekonomi.
Secara mendasar, terdapat beberapa instrumen kebijakan moneter dalam ekonomi Islam, antara lain :7[7]
a. Reserve Ratio
Adalah suatu presentase tertentu dari simpanan bank yang harus dipegang oleh bank sentral, misalnya 5 %. Jika bank sentral ingin mengontrol jumlah uang beredar, dapat
6
menaikkan RR misalnya dari 5 persen menjadi 20 %, yang dampaknya sisa uang yang ada pada komersial bank menjadi lebih sedikit, begitu sebaliknya.
b. Moral Suassion
Bank sentral dapat membujuk bank-bank untuk meningkatkan permintaan kredit sebagai tanggung jawab mereka ketika ekonomi berada dalam keadaan depresi. Dampaknya, kredit dikucurkan maka uang dapat dipompa ke dalam ekonomi.
c. Lending Ratio
Dalam ekonomi Islam, tidak ada istilah Lending (meminjamkan), lending ratio dalam hal ini berarti Qardhul Hasan (pinjaman kebaikan).
d. Refinance Ratio
Adalah sejumlah proporsi dari pinjaman bebas bunga. Ketika refinance ratio meningkat, pembiayaan yang diberikan meningkat, dan ketika refinance ratio turun, bank komersial harus hati-hati karena mereka tidak di dorong untuk memberikan pinjaman.
e. Profit Sharing Ratio
Ratio bagi keuntungan (profit sharing ratio) harus ditentukan sebelum memulai suatu bisnis. Bank sentral dapat menggunakan profit sharing ratio sebagai instrumen moneter, dimana ketika bank sentral ingin meningkatkan jumlah uang beredar, maka ratio keuntungan untuk nasabah akan ditingkatkan.
f. Islamic Sukuk
Adalah obligasi pemerintah, di mana ketika terjadi inflasi, pemerintah akan mengeluarkan sukuk lebih banyak sehingga uang akan mengalir ke bank sentral dan jumlah uang beredar akan tereduksi. Jadi sukuk memiliki kapasitas untuk menaikkan atau menurunkan jumlah uang beredar.
g. Government Investment Certificate
Penjualan atau pembelian sertifikat bank sentral dalam kerangka komersial, disebut sebagai Treasury Bills. Instrumen ini dikeluarkan oleh Menteri Keuangan dan dijual oleh bank sentral kepada broker dalam jumlah besar, dalam jangka pendek dan berbunga meskipun kecil. Treasury Bills ini tidak bisa di terima dalam Islam, maka sebagai penggantinya diterbitkan pemerintah dengan sistem bebas bunga, yang disebut GIC: Government Instrument Certificate.
Pada masa awal islam tidak diperlukan suatu kebijakan moneter karena system perbankan hampir tidak ada dan penggunaan uang sangat minim. Jadi, tidak ada alasan yang memadai untuk melakukan perubahan-perubahan terhadap penawaran akan uang melalui diskresioner. Tambahan pula, kredit tidak memiliki peran dalam penciptaan uang karena kredit hanya digunakan diantara para pedagang. Selain itu, peraturan pemerintah tentang surat peminjaman (promissory notes) dan instrument negosiasi (negotiable instruments) dirancang sedemikin sehingga tidak memungkinkan penciptaan uang.
Promissory notes atau bill exchange dapat diterbitkan untuk membeli barang dan jasa atau mendapatkan sejumlah dana segar, namun tidak dapat dimanfaatkan untuk tujuan kredit. Aturan-aturan tersebut mempengaruhi keseimbangan antara pasar barang dan pasar uang berdasarkan transaksi tunai. Dalam nasi’a atau aturan transaksi lainnya, uang yang dibayarkan atau diterima bertujuan mendapatkan komoditas atau jasa.
Instrument lain yang pada saat ini digunakan untuk mengatur jumlah peredaran uang serta mengatur tingkat suku bunga jangka pendek adalah OMO (jual-beli surat berharga pemerintah) yang belum dikenal pada masa awal pemerintahan islam. Selain itu, tindakan menaikkan atau menurunkan tingkat suku bunga bertentangan dengan ajaran islam yang melarang praktek riba.
2. Mazhab Kedua (Mainstream)
Tujuan kebijakan moneter pemerintah adalah maksimisasi alokasi sumber daya untuk kegiatan ekonomi produktif. Alquran melarang praktek penumpukan uang (money hoarding) karena membuat uang tersebut tidak memberikan manfaat terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. Oleh sebab itu, mazhab ini merancang sebuah instrument kebijakan yang ditujukan untuk mempengaruhi besar kecilnya permintaan akan uang (MD)
agar dapat dialikasikan pada peningkatan produktivitas perekonomian secara keseluruhan. Permintaan dalam islam dikelompokkan dalam dua motif yaitu motif transaksi (transaction motive) dan motif berjaga-jaga (precautionary motive). Semakin banyak uang yang menganggur (iddle) berarti permintaan akan uang untuk berjaga-jaga (MD
prec) semakin
besar, sedangkan semakin tinggi pajak yang dikenakan terhadap uang yang menganggur berbanding terbalik dengan permintaaan akan uang untuk berjaga-jaga. Dues of iddle fund adalah instrument kebijakan yang dikenakan pada semua asset produktif yang menganggur. 3. Mazhab ketiga (alternative)
ini, bentuk kurva penawaran dan permintaan akan uang mirip tambang yang melilit dengan kemiringan (slope) positif akibat knowledge induced processI dan informant sharing yang baik. Agar lebih jelas, cermati grafik berikut:
Menurut Dr M.A. Choudhury, harmonisasi antara sector riil dan sector moneter menghasilkan kurva jangka panjang dari MS dan MD yang berbentuk jalinan tambang, yang
mendukung pertumbuhan nasional (Y).8[8]
PENUTUP
Kebijakan Moneter adalah kebijakan pemerintah untuk memperbaiki keadaan perekonomian melalui pengaturan jumlah uang beredar. Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu: Kebijakan moneter ekspansif (Monetary expansive policy) dan Kebijakan Moneter Kontraktif (Monetary contractive policy)
Perkembangan emas sebagai standar dari uang beredar mengalami tiga kali evolusi yaitu: a. The gold cins standard : di mana logam emas mulia sebagai uang yang aktif dalam
peredaran
b. The gold bullion standard : di mana logam emas sebagai para meter dalam menentukan nilai
tukar uang yang beredar.
The gold exchange standard (bretton woods system): di mana otoritas moneter menentukan nilai tukar domestic currency dengan foreign currency yang mampu di back-up secara penuh oleh cadangan emas yang di miliki. Dengan perkembangan sistem keuangan yang demikian pesat telah memunculkan uang fiducier (kredit money) yaitu uang yang keberadaannya tidak diback-up oleh emas dan perak.
Ada tiga instrument utama yang digunakan untuk mengatur jumlah uang yang beredar: Operasi pasar terbuka (Open Market Operation), Fasilitas diskonto (Discounto Rate), Rasio cadangan wajib (Reserve Requirement Ratio), Imbauan Moral (Moral Persuasion)
Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004 pasal 7 tentang Bank Indonesia.
REFERENSI
1. Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro Islam
2. Anita Rahmawati, Ekonomi Makro Islam
3. Muhammad M.Ag., Kebijakan Fiskal dan Moneter Dalam Ekonomi Islami
4. Paul A. Samuelson & William D.Nordhaus, Ekonomi edisi 12
5. http://id.wikipedia.org/wiki/Kebijakan_moneter
BAB I
A. Latar Belakang
Kebijakan fiskal merujuk pada kebijakan yang dibuat pemerintah untuk mengarahkan ekonomi suatu negara melalui pengeluaran dan pendapatan (berupa pajak) pemerintah. Kebijakan fiskal berbeda dengan kebijakan moneter, yang bertujuan menstabilkan perekonomian dengan cara mengontrol tingkat bunga dan jumlah uang yang beredar. Instrumen utama kebijakan fiskal adalah pengeluaran dan pajak.
Selama ini kita mengenal tiga sistem perekonomian yang berlaku di dunia yaitu sistem kapitalis, sistem sosialis dan sistem campuran. Salah satu dari tiga sistem tersebut diterapkan di Indonesia yaitu sistem campuran, dimana sistem campuran adalah sebuah sistem perekonomian dengan adanya peran pemerintah yang ikut serta menentukan caracara mengatasi masalah ekonomi yang dihadapi masyarakat. Tetapi campur tangan ini tidak sampai menghapuskan sama sekali kegiatankegiatan ekonomi yang dilakukan pihak swasta yang diatur menurut prinsipprinsip cara penentuan kegiatan ekonomi yang terdapat dalam perekonomian pasar.
Bentukbentuk campur tangan pemerintah antara lain :
1. Membuat peraturanperaturan, dengan maksud untuk menghindari praktek sehat dalam
perekonomian pasar.
2. Secara langsung ikut serta dalam kegiatankegiatan ekonomi. Ikut serta pemerintah
dilakukan dengan mendirikan perusahaanperusahaan yang menyediakan barang atau jasa
jasa dalam kehidupan masyarakat. Contoh: Perusahaan Air Minum
Kebijakan fiskal yang dilakukan pemerintah merupakan kebijakan didalam bidang perpajakan (penerimaan) dan pengeluarannya,
langkah fiskal dalam rangka mengupayakan stabilisasi perekonomian nasional dan memobilisasikan sumbersumber daya ( keuangan) domestic.
Dari berbagai sistem ekonomi yang ada, dengan segala kelebihan dan kekurangan yang dimiliki, sistem ekonomi Islam dianggap sebagai smart solution dari berbagai sistem ekonomi yang ada karena secara etimologi maupun secara empiris, terbukti sistem ekonomi Islam menjadi sistem ekonomi yang mampu memberikan kemakmuran dan kesejahteraan yang nyata dalam penerapannya pada saat zaman Rasullah Muhammad SAW dan pada masa Khalifah Islamiyah karena sistem ekonomi Islam adalah sistem ekonomi yang berdasarkan pada nilai keadilan dan kejujuran yang merupakan refleksi dari hubungan vertikal antara manusia dengan Allah SWT.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah pengertian dari kebijakan fiskal ?
2. Bagaimanakah peranan kebijakan fiskal dalam perekonomian ?
3. Apa saja macammacam kebijakan fiskal ?
4. Apa saja dampak kebijakan fiskal terhadap keseimbangan pasar barangjasa?
5. Apa saja tujuan kebijakan fiskal ?
6. Bagaimanakah pengaruh kebijakan fiskal terhadap perekonomian ? 7. Bagaimanakah Kebijakan Fiskal dalam Islam?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian kebijakan Fiskal
Kebijakan Fiskal adalah kebijakan yang dibuat pemerintah untuk mengarahkan ekonomi suatu negara pungutan pajak dan pengeluaran yang dapat berupa “government expenditure” dan “government transfer’’, maka sering pula dikatakan bahwa kebijakan fiskal meliputi semua tindakan pemerintah yang berupa tindakan memperbesar atau memperkecil jumlah pungutan pajak memperbesar atau memperkecil “government expenditure” dan atau memperbesar atau memperkecil “government transfer” yang bertujuan untuk mempengaruhi jalannya perekonomian. [1]
Sadono Sukirno, 2003 Kebijakan Fiskal adalah langkahlangkah pemerintah untuk membuat perubahanperubahan dalam sistem pajak atau dalam perbelanjaannya dengan maksud untuk mengatasi masalahmasalah ekonomi yang dihadapi.
Sedangkaan menurut Nopirin, Ph. D. 1987, kebijakan fiskal terdiri dari perubahan pengeluaran pemerintah atau perpajakkan dengan tujuan untuk mempengaruhi besar serta susunan permintaan agregat. Indicator yang biasa dipakai adalah budget defisit yakni selisih antara pengeluaran pemerintah (dan juga pembayaran transfer) dengan penerimaan terutama dari pajak.
dalam mekanisme pembentukan tingkat pendapatan nasional terutama dimaksudkan agar supaya pemerintah dapat lebih mampu dalam mempengaruhi jalannya perekonomian. Dengan demikian diharapkan bahwa dengan adanya kebijakan fiskal, pemerintah dapat mengusahakan terhindarnya perekonomian dari keadaankeadaan yang tidak diinginkan seperti misalnya keadaan dimana banyak pengangguran, inflasi, neraca pembayaran internasional yang terus menerus deficit, dan sebagainya.
Bagi Negaranegara yamg sedang berkembang, pemerintah pada umumnya menyadari akan rendahnya investasi yang timbul atas inisiatif dari masyarakat sendiri. Dari bagian 1 kita telah mengetahui bahwa untuk meningkatnya tingkat hidup suatu masyarakat, kapasitas produksi nasional perlu ditingkatkan. Untuk memperbesar kapasitas produksi nasional dibutuhkan adanya capital formation. Dengan demikian berarti masyarakat perlu mengadakan investasi yang cukup besar untuk terwujudnya capital formation yang dibutuhkan tersebut.
C. Bentukbentuk kebijakan fiskal
Kebijakan fiskal dapat dibedakan kepada dua golongan : penstabil otomatik (bentukbentuk sistem fiskal yang sedang berlaku yang secara otomatik cenderung untuk menimbulkan kestabilan dalam kegiatan ekonomi) dan kebijakan fiskal diskresioner (langkahlangkah dalam bidang pengeluaran pemerintah dan perpajakan yang secara khusus membuat perubahan ke atas sistem yang ada, yang bertujuan untuk mengatasi masalahmasalah ekonomi yang dihadapi).
Penstabil otomatik adalah sistem perpajakan yang progresif dan proporsional, kebijakan harga minimum, dan sistem asuransi pengangguran. Pajak progresif dan pajak proporsional, pajak ini biasanya digunakan dalam memungut pajak pendapatan individu dan praktekkan hampir disemua negara. Pada pendapatan yang sangat rendah pendapatan seseorang tidak perlu membayar pajak. Akan tetapi semakin tinggi pendapatan, semakin besar pajak dikenakan ke atas tambahan pendapatan yang diperoleh. Dibeberapa negara sistem pajak proporsional biasanya digunakan untuk memungut pajak ke atas keuntungan perusahaanperusahaan korporat, yaitu pajak yang harus dibayar adalah proporsional dengan keuntungan yang diperoleh.
Jika ditinjau dari sisi teori, ada tiga macam kebijakan anggaran yaitu:
a. Kebijakan anggaran pembiayaan fungsional (functional finance) kebijakan yang mengatur pengeluaran pemerintah dengan melihat berbagai akibat tidak langsung terhadap pendapatan nasional dan bertujuan untuk meningkatkan kesempatan kerja.
b. Kebijakan pengelolaan anggaran (the finance budget approach) kebijakan untuk mengatur pengeluaran pemerintah, perpajakan, dan pinjaman untuk mencapai ekonomi yang mantap.
c. Kebijakan stabilisasi anggaran otomatis (the stabilizing budget) kebijakan yang mengatur pengeluaran pemerintah dengan melihat besarnya biaya dan manfaat dari berbagai program.
Jika dilihat dari perbandingan jumlah penerimaan dengan jumlah pengeluaran, kebijakan fiskal dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu :
Kebijakan anggaran seimbang, adalah kebijakan anggaran yang menyusun pengeluaran sama besar dengan penerimaan.
e. Kebijakan Anggaran Defisit
Kebijakan anggaran defisit yaitu kebijakan anggaran dengan cara menyusun pengeluaran lebih besar daripada penerimaan.
f. Kebijakan Anggaran Surplus
Kebijakan anggaran surplus, yaitu kebijakan anggaran dengan cara menyusun pengeluaran lebih kecil dari penerimaan.
g. Kebijakan Anggaran Dinamis
Kebijakan anggaran dinamis, yaitu kebijakan anggaran dengan cara terus menambah jumlah penerimaan dan pengeluaran sehingga semakin lama semakin besar (tidak statis).
D. Dampak kebijakan fiskal terhadap keseimbangan pasar barangjasa
Kebijakan fiscal dapat menggerakkan perekonomian, karena peningkatan pengeluaran pemerintah atau pemotongan pajak mempunyai efek multiplier dengan cara menstimulasi tambahan permintaan untuk barang konsumsi rumah tangga. Begitu pula halnya apabila pemerintah melakukan pemotongan pajak sebagai stimulus perekonomian. Pemotongan pajak akan meningkatkan disposable income dan akhirnya mempengaruhi permintaan..[2]
E. Tujuan kebijakan fiskal
Tujuan kebijakan fiskal adalah untuk mempengaruhi jalannya perekonomian. Hal ini dilakukan dengan jalannya memperkecil pengeluaran konsumsi pemerintah (G), jumlah transfer pemerintah (Tr), dan jumlah pajak (Tx) yang diterima pemerintah sehingga dapat mempengaruhi tingkat pendapatan nasional (Y) dan tingkat kesempatan kerja (N).
Tujuan kebijakan fiskal adalah untuk mencegah pengangguran dan menstabilkan harga, implementasinya untuk menggerakkan pos penerimaan dan pengeluaran dalam anggran pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dengan semakin kompleknya struktur ekonomi perdagangan dan keungan. Maka semakin rumit pula cara penanggulangan infalsi. Kombinasi beragam harus digunakan secara tepat seperti kebijakan fiskal, kebijakan moneter, perdagangan dan penentuan harga.[3]
Adapun kebijakan fiskal sebagai sarana menggalakan pembangunan ekonomi bermaksud mencapai tujuan sebagai berikut :
a. Untuk meningkatkan laju investasi.
berencana di sektor public, namun pada kenyataannya dibeberapa Negara berkembang dan tertinggal terjadi suatu problem yaitu dimana langkanya tabungan sukarela, tingkat konsumsi yang tinggi dan terjadi investasi dijalur yang tidak produktif dari masyarakat dinegara tersbut. Hal ini disebabkan tidak tersedianya modal asing yang cukup, baik swasta maupun pemerintha. Oleh karena itu kebijakan fiskal memberikan solusi yaitu kebijakan fiskal dapat meningkatkan rasio tabungan inkremental yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan, memacu, mendorong dan menghambat laju investasi. Menurut Dr. R. N. Tripathy terdapaat 6 metode yang diterapkan oleh pemerintah dalam rangka menaikkan rasio tabungan incremental bagi mobilisasi volume keuangan pembangunan yang diperlukan diantaranya; control fisik langsung, peningkatan tariff pajak yang ada,penerapan pajak baru, surplus dari perusahaan Negara, pinjaman pemerintah yang tidak bersifat inflationer dan keuangan deficit.
b. Untuk mendorong investasi optimal secara sosial.
Kebijakan fiskal bertujuan untuk mendorong investasi optimal secara sosial, dikarenakan investasi jenis ini memerlukan dana yang besar dan cepat yang menjadi tangunggan Negara secara serentak berupaya memacu laju pembentukkan modal. Nantinya invesati optimal secara sosial bermanfaat dalam pembentukkan pasar yang lebih luas, peningkatan produktivitas dan pengurangan biaya produksi.
c. Untuk meningkatkan kesempatan kerja.
Untuk merealisasikan tujuan ini, kebijakan fiskal berperan dalam hal pengelolan pengeluaran seperti dengan membentuk anggaran belanja untuk mendirikan perusahaan Negara dan mendorong perusahaan swasta melalui pemberian subsidi, keringanan dan lainlainnya sehingga dari pengupayaan langkah ini tercipta tambahan lapangan pekerjaan. Namun, langkah ini harus juga diiringi dengan pelaksanaan program pengendalian jumlah penduduk.
d. Untuk meningkatkan stabilitas ekonomi ditengah ketidak stabilan internasional
Kebijaksanaan fiskal memegang peranan kunci dalam mempertahankan stabilitas ekonomi menghadapi kekuatankekuatan internal dan eksternal. Dalam rangka mengurangi dampak internasional fluktuasi siklis pada masa boom, harus diterapkan pajak ekspor dan impor. Pajak ekspor
F. Pengaruh kebijakan Fiskal terhadap Perekonomian
Pengaruh kebijaksanaan fiskal terhadap perekonomian bisa dianalisa dalam dua tahap yang berurutan, yaitu :
a. Bagaimana suatu kebijaksanaan fiskal diterjemahkan menjadi suatu APBN
b. Bagaimana APBN tersebut mempengaruhi perekonomian.
APBN mempunyai dua kategori, kategori yang pertama yaitu, mencatat pengeluaran dan penerimaan yang terdiri dari beberapa pos utama diantaranya :
PENERIMAAN
o Pajak (berbagai macam)
o Pinjaman dari Bank Sentral
o pinjaman dari masyarakat dalam negeri
o Pinjaman dari luar negeri
PENGELUARAN
o Pengeluaran pemerintah untuk pembelian barang/jasa
o Pengeluaran pemerintah untuk gaji pegawai
o Pengeluaran pemerintah untuk transfer payment
Kebijakan anggaran pemerintah dahulu selalu mengharuskan kebijakan anggaran berimbang. Kebijakan anggaran berimbang terjadi ketika pemerintah menetapkan pengeluaran sama besar dengan pemasukan. Namun pada saat ini kebijakan anggran dapat menjadi kebijakan anggaran defisit (defisit budget), anggaran surplus (surplus budget).
melakukan peminjaman/hutang, dahulu pemerintahan Bung Karno pernah menerapkannya dengan cara memperbanyak utang dengan meminjam dari Bank Indonesia, yang terjadi kemudian adalah inflasi besarbesaran (hyper inflation) karena uang yang beredar di masyarakat sangat banyak. Untuk menutup anggaran yang defisit dipinjamlah uang dari rakyat, sayangnya rakyat tidak mempunyai cukup uang untuk memberi pinjaman pada pemerintah. akhirnya, pemerintah terpaksa meminjam uang dari luar negeri. Ini merupakan salah satu kasus yang menggambarkan kelemahan dari anggaran defisit.
Sedangkan, anggaran surplus adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih besar daripada pengeluarannya. Baiknya politik anggaran surplus dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi yang ekspansi yang mulai memanas (overheating) untuk menurunkan tekanan permintaan.
Anggaran surplus (Surplus Budget)/ Kebijakan Fiskal Kontraktif adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih besar daripada pengeluarannya. Baiknya politik anggaran surplus dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi yang ekspansi yang mulai memanas (overheating) untuk menurunkan tekanan permintaan. Cara kerja anggara surplus adalah kebalikan dari anggaran defisit, uang yang didapat pemerintah dari pendapatan pajak lebih banyak dari yang dibelanjakan, pemerintah memenfaatkan selisihnya untuk melunasi beberapa hutang pemerintah yang masih ada. Surplus anggaran akan menaikkan dana pinjaman, mengurangi suku bunga dan meningkatkan investasi. Investasi yang lebih tinggi seterusnya dapat meningkatkan akumulasi modal dan mempercepat pertumbuhan ekonomi.
G. Kebijakan Fiskal Dalam Islam
Kebijakan fiskal dalam Islam bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang didasarkan pada keseimbangan distribusi kekayaan dengan menempatkan nilainilai material dan spiritual secara seimbang. Kebijakan fiskal lebih banyak peranannya dalam ekonomi Islam dibanding dengan ekonomi konvensional. Hal ini disebabkan antara lain sebagai berikut:
a. Peranan moneter relatif lebih terbatas dalam ekonomi Islam dibanding dalam ekonomi konvensioanal yang tidak bebas bunga.
b. Dalam ekonomi Islam, pemerintah harus memungut zakat dari setiap muslim yang memiliki kekayaan melebihi jumlah tertentu (nisab) dan digunakan untuk tujuantujuan sebagaimana tercantum dalam QS AlTaubah: 60.
c. Ada perbedaaan substansial antara ekonomi Islam dan nonIslam dalam peranan pengelolaan utang publik. Hal ini karena utang dalam Islam adalah bebas bunga, sebagian besar pengeluaran pemerintah dibiayai dari pajak atau berdasarkan atas bagi hasil. Dengan demikian, ukuran utang publik jauh lebih sedikit dalam ekonomi Islam dibanding ekonomi konvensioanal (Istanto, 2013: 1).
Menurut Metwally, setidaknya ada 3 tujuan yang hendak dicapai kebijakan fiskal dalam ekonomi islam.
menegaskan bahwa setiap anggota masyarakat seharusnya dapat memperoleh akses yang sama terhadap kekayaan melalui kerja keras dan usaha yang jujur.
b. Islam melarang pembayaran bunga dalam berbagai bentuk pinjaman. Hal ini berarti bahwa ekonomi Islam tidak dapat memanipulasi tingkat suku bunga untuk mencapai keseimbangan (equiblirium) dalam pasar uang (yaitu anatara penawaran dan permintaan terhadap uang). Dengan demikian, pemerintahan harus menemukan alat alternatif untuk mencapai equilibrium ini.
c. Ekonomi Islam mempunyai komitmen untuk membantu ekonomi masyarakat yang kurang berkembang dan untuk menyebarkan pesan dan ajaran Islam seluas mungkin. Oleh karena itu, sebagaian dari pengeluaran pemerintah seharusnya digunakan untuk berbagai aktivitas yang mempromosikan Islam dan meningkatkan kesejahtaraan muslim di negaranegara yang kurang berkembang (Istanto, 2013: 1).
Jika melihat praktek kebijakan fiskal yang pernah diterapakn oleh Rasulullahndan Khulafaurrasyidin, maka kebijakan fiskal dalam ekonomi Islam dapat dibagi dalam 3 hal, yaitu:
a. Kebijakan pemasukan dari kaum Muslimin, yaitu:
1) Zakat, yaitu salah satu dari dasar ketetapan Islam yang menjadi sumber utama pendapatan di dalam suatu pemerintahan Islam pada periode klasik.
2) Ushr, yaitu bea impor yang dikenakan kepada semua pedagang dimana pembayarannya hanya sekali dalam satu tahun dan hanya berlaku terhadap barang yang nilainya lebih dari 200 dirham. Yang menarik dari kebijakan Rasulullah adalah dengan menghapuskan semua bea impor dengan tujuan agar perdagangan lancar dan arus ekonomi dalam perdangan cepat mengalir sehingga perekonomian di negara yang beliau pimpin menjadi lancar. Beliau mengatakan bahwa barangbarang milik utusan dibebaskan dari bea impor di wilayah muslim, bila sebelumya telah terjadi tukar menukar barang.
3) Wakaf adalah harta benda yang didedikasikan kepada umat Islam yang disebabkan karena Allah SWT dan pendapatannya akan didepositokan di baitul maal.
4) Amwal Fadhla berasal dari harta benda kaum muslimin yang meninggal tanpa ahli waris, atau berasal dari barangbarang seorang muslim yang meninggalkan negerinya.
5) Nawaib yaitu pajak yang jumlahnya cukup besar yang dibebankan kepada kaum muslimin yang kaya dalam rangka menutupi pengeluaran negara selama masa darurat dan ini pernah terjadi pada masa perang tabuk.
6) Khumus adalah harta karun/temuan. Khumus sudah berlaku pada periode sebelum Islam.
7) Kafarat adalah denda atas kesalahan yang dilakukan seorang muslim pada acara keagamaan seperti berburu di musim haji. Kafarat juga biasa terjadi pada orangorang muslim yang tidak sanggup melaksanakan kewajiban seperti seorang yang sedang hamil dan tidak memungkin jika melaksanakan puasa maka dikenai kafarat sebagai penggantinya (Sirojuddin, 2013: 1).
1) Jizyah (tribute capitis/ pajak kekayaan) adalah pajak yang dibayarkan oleh orang non muslim khususnya ahli kitab sebagai jaminan perlindungan jiwa, properti, ibadah, bebas dari nilainilai dan tidak wajib militer.
2) Kharaj (tribute soil/pajak, upeti atas tanah) adalah pajak tanah yang dipungut dari kaum nonmuslim ketika khaibar ditaklukkan. Tanahnya diambil alih oleh orang muslim dan pemilik lamanya menawarkan untuk mengolah tanah tersebut sebagai pengganti sewa tanah dan bersedia memberikan sebagian hasil produksi kepada negara. Prosedur yang sama juga diterapkan di daerah lain. Kharaj ini menjadi sumber pendapatan yang penting.
3) ‘Ushr adalah bea impor yang dikenakan kepada semua pedagang, dibayar hanya sekali dalam setahun dan hanya berlaku terhadap barang yang nilainya lebih dari 200 dirham (Sirojuddin, 2013: 1).
c. Kebijakan Pengeluaran
Kebijakan Pengeluaran pendapatan negara didistrubusikan langsung kepada orangorang yang berhak menerimanya. Di antara golongan yang berhak menerima pendapatan (distribusi pendapatan) adalah berdasarkan atas kreteria langsung dari Allah S.W.T yang tergambar di dalam alQur’an QS. At Taubah Ayat 90:
Sesungguhnya zakatzakat itu, hanyalah untuk orangorang fakir, orangorang miskin, pengurus pengurus zakat, para Mu'allaf yang dibujuk hatinya,untuk (memerdekaan) budak, orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orangorang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Biajaksana. (QS. 9:60)
Orangorang yang berhak menerima harta zakat ini terkenal dengan sebutan delapan ashnaf. Delapan asnab ini langsung mendapat rekomendasi dari Allah S.W.T sehingga tidak ada yang bisa membatahnya. Ini artinya kreteria dalam alQur;an terhadap orangorang yang berhak mendapatkan atas kekayaan negara lebih rinci dibandingkan dengan kreteria yang tetapkan oleh pemerintah kita yang secara umum diinkludkan kepada orangorang miskin saja (Sirojuddin, 2013: 1).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
kepada dua golongan : penstabil otomatik dan kebijakan fiskal diskresioner. Jika dilihat dari perbandingan jumlah penerimaan dengan jumlah pengeluaran, kebijakan fiskal dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu :Kebijakan Anggaran Seimbang, Kebijakan Anggaran Defisit, Kebijakan Anggaran Surplus, Kebijakan Anggaran Dinamis.
Tujuan kebijakan fiskal adalah untuk mencegah pengangguran dan menstabilkan harga, implementasinya untuk menggerakkan pos penerimaan dan pengeluaran dalam anggran pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Pengaruh kebijaksanaan fiskal terhadap perekonomian bisa dianalisa dalam dua tahap yang berurutan, yaitu : bagaimana suatu kebijaksanaan fiskal diterjemahkan menjadi suatu APBN dan bagaimana
APBN tersebut mempengaruhi perekonomian.
Kebijakan fiskal dalam Islam bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang didasarkan pada keseimbangan distribusi kekayaan dengan menempatkan nilainilai material dan spiritual secara seimbang. Kebijakan fiskal lebih banyak peranannya dalam ekonomi Islam dibanding dengan ekonomi konvensional
DAFTAR PUSTAKA
Soediyono Reksoprayitno, “Pengantar Ekonomi Makro edisi 6”, BPFEYogyakarta.2000
http://cafeekonomi.blogspot.com/2009/05/makalahkebijakanfiskal.html
Prathama rahardja dan Mandala manurung, “Teori Ekonomi Makro dan Suatu Pengantar edisi 3”, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.2005
Boediono, “Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No.2 Ekonomi Makro edisi 4”BPFE Yogyakarta.1982.
PERBANDINGAN SISTEM EKONOMI MONETER ISLAM
DENGAN SISTEM EKONOMI MONETER KONVENSIONAL
PENDAHULUAN
Keadilan sosio-ekonomi, salah satu sisi yang paling menonjol dari suatu masyarakat Islam yang diharapkan menjadi suatu jalan hidup (way of life) dan bukan sebagai fenomena yang terisolasi, semangat ini harus menembus seluruh interaksi manusia, sosial, ekonomi, dan politik.
Ketidakadilan di suatu daerah telah tersebar, satu lembaga yang salah mungkin bisa mempengaruhi yang lain, bahkan dibidang bisnis dan ekonomi, semua nilai harus bergerak kearah keadilan sehingga secara keseluruhan mendukung bukan melemahkan apalagi menghilangkan keadilan sosio ekonomi.
لماونمعأن نعمنم اققيرمفن اولمكمأعتنلم مماكننحملعا ىلنإم اهنبم اولمدعتمون لمطمابنلعابم مكمننيعبن مكملناونمعأن اولمكمأعتن لنون
:
ةرقبلا ننومملنععتن معتمنأنون ممثعلماعبم سمانننلا
}
188
{
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui.”
Oleh karena itu, makalah ini mengupas mengenai pandangan Islam dan perbandingannya dengan moneter konvensional mengenai dalam rangka menjaga keadilan, ketentraman, dan keharmonisan sosio-ekonomi masyarakat.
Dimana Ekonomi Moneter merupakan salah satu instrumen penting dalam perekonomian modern, dimana dalam perekonomian modern terdapat dua kebijakan perekonomian yang dijadikan instrumen oleh pemerintah dalam menstabilkan perekonomian suatu negara, yang pertama adalah Kebijakan Fiskal, yaitu kebijakan yang diambil pemerintah untuk membelanjakan pendapatannya dalam merealisasi tujuan-tujuan ekonomi. Yang kedua adalah kebijakan moneter. Kebijakan Moneter adalah langkah pemerintah untuk mengatur penawaran uang dan tingkat bunga. Pada makalah ini saya sebagai penulis, akan mencoba menyajikan konsep-konsep dasar dan perbandingan antara sistem ekonomi moneter konvensional dengan sistem ekonomi moneter islam.
Dalam beberapa pemikiran masih “terkungkungi” cara berfikir ekonomi konvensional, yaitu cara berfikir ribawi, sehingga ada kalanya tidak pas dengan konsep ekonomi islam sesungguhnya, namun ekonomi konvensional dapat jadikan bahan komparasi untuk melihat sempurnanya agama islam sebagai sebuah ajaran sekaligus sebagai sistem.
ISI
A. KONSEP EKONOMI MONETER KONVENSIONAL
Ekonomi Moneter merupakan suatu cabang ilmu ekonomi yang membahas tentang peranan uang dalam mempengaruhi tingkat harga-harga dan tingkat kegiatan ekonomi dalam suatu negara.
B. UANG DALAM EKONOMI KONVENSIONAL
a) Peranan Uang Dalam Ekonomi Konvensional
Dalam ekonomi, uang di definisikan sebagai “anything that is generally accepted as a medium of exchange” atau segala sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai alat bantu dalam pertukaran. Secara hukum, uang adalah sesuatu yang dirumuskan oleh undang-undang sebagai uang. Jadi segala sesuatu dapat diterima sebagai uang jika ada aturan atau hukum yang menunjukkan bahwa sesuatu itu dapat digunakan sebagai alat tukar.
b) Fungsi Uang
Uang pada dasarnya berfungsi sebagai alat transaksi yang berguna sebagai refleksi dari nilai sebuah barang atau jasa. Berikut ini adalah fungsi uang berdasarkan pandangan konvensional:
Fungsi utama uang dalam teori ekonomi konvensional adalah :
1) Sebagai alat tukar (medium of exchange) uang dapat digunakan sebagai alat untuk
mempermudah pertukaran.
2) Sebagai alat kesatuan hitung (unit of Account) untuk menentukan nilai/ harga sejenis barang
dan sebagai perbandingan harga satu barang dengan barang lain.
3) Sebagai alat penyimpan/penimbun kekayaan (Store of Value) dapat dalam bentuk uang atau
barang.
Tujuan transaksi. Dalam rangka membayar pembelian-pembelian yang akan mereka
lakukan.
Tujuan Berjaga-jaga. Sebagai alat untuk menghadapi kesusahan yang mungkin timbul di
masa yang akan datang.
Tujuan Spekulasi. Dalam masyarakat yang menganunt sistem ekonomi konvensional ini,
maka fungsi uang yang tak kalah pentingnya adalah untuk spekulasi, dimana pelaku ekonomi dengan cermat mengamati tingkat bunga yang berlaku saat itu, jika menguntungkan bila dibandingkan investasi, maka masyarakat cendrung mendepositokan saja uang, dengan harapan mendapat imbalan bunga.
d) Teori Perilaku Uang
Ada beberapa teori yang digunakan untuk menjelaskan prilaku uang dalam ekonomi konvensional, antara lain:
Teori Moneter Klasik. Teori permintaan uang klasik tercermin dalam teori kuantitas uang
(MV = PT). Keberadaan uang tidak dipengaruhi oleh suku bunga, tetapi ditentukan oleh kecepatan perputaran uang tersebut.
Teori Keynes. Menurut Keynes, motif seseorang untuk memegang uang ada tiga tujuan yaitu:
Transaction motive, Precautionary motive (keperluan berjaga-jaga) dan Speculative motive. Motif transaksi dan berjaga-jaga ditentukan oleh tingkat pendapatan, sedangkan motif spekulasi ditentukan oleh tingkat suku bunga.
Konsep Time Value of Money. Dua hal yang menjadi alasan munculnya konsep ini adalah :
presence of inflation dan preference present consumption to future consumption.
e) Teori Economic Value Of Time Vs Time Value Of Money
masalah inflasi, keberadaan deflasi yang seharusnya menjadi alasan munculnya negative time value of money ini diabaikan oleh teori konvensional.
Sedangkan dalam Ekonomi Islam memandang waktulah yang memiliki nilai ekonomis (penting). Pentingnya waktu disebutkan Allah dalam QS.Al Ashr:1-3, yaitu:
)
رمصععنلعاون
١
(
)
ررسعخم يفملن نناسننعلا نننإم
٢
(
تماحنلماصننلا اولمممعنون اونممنآ ننيذملننا لإم
)
رمبعصننلابم اوعصناونتنون قنمحنلعابم اوعصناونتنون
٣
(
”Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran”.
Selanjutnya terkait dengan konsep ekonomi Moneter Konvensional maka tidak bisa dipisahkan dengan Kebijakan Moneter.
Kebijakan Moneter adalah Kebijakan pemerintah dalam mengatur penawaran uang dan tingkat bunga yang dilaksanakan oleh Bank sentral. Bentuk Kebijakan Moneter ini terdiri dari Kebijakan Moneter Kuantitatif dan Kebijakan Moneter Kualitatif.
Kebijakan Moneter Kuantitatif adalah merupakan suatu kebijakan umum yang bertujuan untuk mempengaruhi jumlah penawaran uang dan tingkat bunga dalam perekonomian. terdiri dari:
1. Operasi pasar terbuka
Pada masa inflasi maka Bang Sentral akan mengadakan operasi pasar terbuka dengan melempar surat-surat berharga ke Bank umum, sehingga kelebihan uang di Bank Umum tidak menyebabkan inflasi, dan sebaliknya pada masa deflasi.
2. Mengubah Tingkat Bunga dan Tingkat Disconto
Tingkat bunga dan tingkat disconto merupakan instrumen pemerintah dalam stabilisasi moneter, ketika inflasi maka pemerintah melalui bank sentral dapat melakukan kebijakan menaikkan suku bungga sehingga jumlah uang yang beredar di masyarakat akan berkurang, dan kestabilan moneter akan tercapai, dan begitu pula sebaliknya pada masa deflasi.
3. Mengubah Tingkat Cadangan Minimum
untuk menaikkan cadangan minimum yang harus dimiliki oleh bank umum, dengan demikian jumlah uang yang beredar di masyarakat akan berkurang, dan sebaliknya pada masa deflasi.
Sedangkan Kebijakan Moneter kualitatif dapat berupa :
1. Pengawasan pinjaman secara selektif
Melalui kebijakan ini maka pmerintah melalui bank sentral mengendalikan dan mengawasi peminjaman dan investasi-investasi yang dilakukan oleh bank-bank umum.
2. Pembujukan Moral
Bank sentral melakukan pertemuan dengan bank-bank umum, melalui forum ini maka bank sentral menjelaskan kebijakan-kebijakan yang sedang dijalankan pemerintah dan bantuan-bantuan apa yang diinginkan oleh bank sentral dari bank-bank umum untuk mensukseskan kebijakan tersebut.
3. Mengambil asumsi
Bahwa berbicara tentang ekonomi moneter terkait tentang dua hal :
(1). Tentang uang dan aspek yang terpengaruh olehnya dan
(2). adalah tentang tingkat bunga dan semua aspeknya.
C. Konsep Ekonomi Moneter Syariah
Kebijakan moneter sebenarnya bukan hanya mengutamakan suku bunga. Bahkan sejak zaman Rasulullah SAW dan Khulafaur Rasyidin, kebijakan moneter dilaksanakan tanpa mengunakan instrumen bunga sama sekali.
Perekonomian Jazirah Arabia ketika itu adalah perekonomian dagang, bukan ekonomi yang berbasis sumber daya alam; Minyak bumi belum ditemukan dan sumber daya alam lainnya terbatas.
Lalu lintas perdagangan antara Romawi dan India yang melalui Arab dikenal sebagai Jalur Dagang Selatan. Sedangkan antara Romawi dan Persia disebut Jalur Dagang Utara. Sedangkan antara Syam dan Yaman disebut Jalur Dagang Utara-Selatan.
Perekonomian Arab di zaman Rasulullah SAW, bukanlah ekonomi terbelakang yang hanya mengenal barter, bahkan jauh dari gambaran seperti itu. Valuta asing dari Persia dan Romawi dikenal oleh seluruh lapisan masyarakat Arab.
Transaksi tidak tunai diterima luas dikalangan pedagang. Cek dan promissory notes lazim digunakan. Misalnya Umar Ibnu-Khaththab ra. Beliau menggunakan instrumen ini untuk mempercepat distribusi barang-barang yang baru diimpor dari Mesir ke Madinah.
Instrumen factoring (anjak piutang) yang baru populer tahun 1980-an, telah dikenal pula pada masa itu dengan nama al-hiwalah, tapi tentunya bebas dari unsur bunga.
Apabila para pedagang mengekspor barang, berarti dinar/dirham diimpor. Sebalikanya, bila mereka mengimpor barang. Berarti dinar/dirham diekspor. Jadi dapat dikatakan bahwa keseimbangan supply dan demand di pasar uang adalah derived market dari keseimbangan aggregate supply dan aggregate demand di pasar barang dan jasa.
Nilai emas dan perak yang terkandung di dalam dinar dan dirham, sama dengan nilai nominalnya. Sehingga dapat dikatakan penawaran uang elastis sempurna terhadap tingkat pendapatan. Tidak ada larangan impor dirham dan dinar berarti penawaran uang elastis.
Sistem moneter mengunakan bimetallic standar, dengan emas dan perak (dalam bentuk uang dirham dan dinar) sebagai alat pembayaran yang syah. Nilai tukar emas dan perak pada masa ini relatif stabil dengan nilai kurs dinar – dirham 1 : 10. Permintaan akan uang dilandasi hanya oleh dua motif, yaitu untuk transaksi dan berjaga-jaga. Modelnya sebagai berikut :Md = Mdtr + Md pr ; apabila Md pr maka Mdtr. Mata uang dimpor, dinar dari romawi, dirham dari parsia dan disesuaikan dengan volume ekspor dan impor. Nilai emas dan perak pada kepingan dinar dan atau dirham sama dengan nilai nominal (face value) uangnya. Penawaran uang terhadap pendapatan sangat elastis. Tinggi rendahnya permintaan uang bergantung kepada frekuensi transaksi perdagangan dan jasa. Permintaan uang untuk transaksi dan berjaga-jaga Kanz (larangan menimbun uang). Demand money, elastis, karena tidak adanya hambatan terhadap impor ketika demand meningkat.
A. PERSPEKTIF UANG DALAM EKONOMI ISLAM
1. Pengertian Uang Menurut Ekonomi Islam
mempunyai barang atau jasa yang dibutuhkannya dan secara bersamaan membutuhkan barang atau jasa yang dimilikinya. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu sarana lain yang berfungsi sebagai media pertukaran dan satuan pengukur nilai untuk melakukan sebuah transaksi. Jauh sebelum bangsa Barat menggunakan uang dalam setiap transaksinya, dunia Islam telah mengenal alat pertukaran dan pengukur nilai tersebut, bahkan Al Quran secara eksplisit menyatakan alat pengukur nilai tersebut berupa emas dan perak dalam berbagai ayat. Para fuqaha menafsirkan emas dan perak tersebut sebagai dinar dan dirham.
Uang dalam bahasa Arab disebut “Maal”, asal katanya berarti condong, yang berarti menyondongkan mereka kearah yang menarik, dimana uang sendiri mempunyai daya penarik, yang terbuat dari logam misalnya-tembaga, emas, dan perak. Menurut fiqh ekonomi Umar RA diriwayatkan9[1], uang adalah segala sesuatu yang dikenal dan dijadikan sebagai
alat pembayaran dalam muamalah manusia. Berdasarkan sejarah Islam, pada masa Rasulullah SAW. mata uang menggunakan sistem bimetallic standard (emas dan perak) demikian juga pada masa Bani Umayyah dan Bani Abassiyah. Dalam pandangan Islam mata uang yang dibuat dengan emas (dinar) dan perak (dirham) merupakan mata uang yang paling stabil dan tidak mungkin terjadi krisis moneter karena nilai intrinsik sama dengan nilai riil. Mata uang ini dipergunakan bangsa arab sebelum datangnya Islam.
Dalam al-Qur’an ada beberapa ayat yang menunjukkan pengertian uang dan keabsahan penggunaan uang sebagai pengganti sistem barter. Kata-kata yang menunjukkan pengertian ‘uang’ dalam al-Qur’an ada beberapa macam, yaitu :
a. Dinar ( ر اني د ), yaitu QS. Ali Imran : 75
b. Dirham ( / مـه ارد مـه ر د ), yaitu QS. Yusuf : 20
c. Emas dan perak ( ةـضف بـه ذ / ), penggunaan kata-kata emas dan perak ini banyak terdapat
dalam al-Qur’an antara lain pada QS. At-Taubah : 34.
d. Waraq atau uang tempahan perak ( ق ر و ), yaitu pada QS al-Kahfi ayat 19
e. Barang-barang niaga yang biasa dijadikan alat tukar ( ةـع اـضب ), tersebut antara lain pada QS.
Yusuf ayat 88.
Ekonomi Islam secara jelas telah membedakan antara money dan capital. Dalam Islam, Uang adalah adalah public good/milik masyarakat, dan oleh karenanya penimbunan uang (atau dibiarkan tidak produktif) berarti mengurangi jumlah uang beredar. Implikasinya, proses pertukaran dalam perekonomian terhambat. Disamping itu penumpukan uang/harta juga dapat mendorong manusia cenderung pada sifat-sifat tidak baik seperti tamak, rakus dan
malas beramal (zakat, infak dan sadaqah). Sifat-sifat tidak baik ini juga mempunyai imbas yang tidak baik terhadap kelangsungan perekonomian. Oleh karenanya Islam melarang penumpukan / penimbunan harta, memonopoli kekayaan, “al kanzu” sebagaimana telah disebutkan dalam QS. At Taubah 34-35 berikut:
لمطمابنلعابم سمانننلا لناونمعأن ننولمكمأعينلن نمابنهعرنملاون رمابنحعلا ننمم ارقيثمكن نننإم اونممنآ ننيذملننا اهنينمأن اين
لميبمسن يفم اهنننوقمفمنعيم لون ةنضننفملعاون بنهنذننلا ننوزمنمكعين ننيذملنناون هملننلا لميبمسن نععن ننودنمصمينون
)
مريلمأن براذنعنبم معهمرعشنمبنفن هملننلا
٣٤
(
”Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih”.
امن اذنهن معهمرموهمظمون معهمبمونمجمون معهمهمابنجم اهنبم ىونكعتمفن مننننهنجن رمانن يفم اهنيعلنعن ىمنحعيم منوعين
)
ننوزمنمكعتن معتمنعكم امن اوقموذمفن معكمسمفمنعل معتمزعننكن
٣٥
(
”Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.”
Uang Dalam Pandangan al-Ghazali & Ibnu Khaldun, Jauh sebelum Adam Smith menulis buku “The Wealth of Nations” pada tahun 1766 di Eropa., Abu Hamid al-Ghazali dalam kitabnya “Ihya Ulumuddin” telah membahas fungsi uang dalam perekonomian. Beliau menjelaskan, uang berfungsi sebagai media penukaran, namun uang tidak dibutuhkan untuk uang itu sendiri. Maksudnya, adalah uang diciptakan untuk memperlancar pertukaran dan menetapkan nilai yang wajar dari pertukaran tersebut, dan uang bukan merupakan sebuah komoditi. Menurut al-Ghazali, uang diibaratkan cermin yang tidak mempunyai warna, tetapi dapat merefleksikan semua warna.10[2] Maknanya adalah uang tidak mempunyai harga, tetapi
merefleksikan harga semua barang. Dalam istilah ekonomi klasik disebutkan bahwa uang
tidak memberikan kegunaan langsung (direct utility function), yang artinya adalah jika uang digunakan untuk membeli barang, maka barang itu yang akan memberikan kegunaan.
Pembahasan mengenai uang juga terdapat dalam kitab “Muqaddimah” yang ditulis oleh Ibnu Khaldun. Beliau menjelaskan bahwa kekayaan suatu negara tidak ditentukan oleh banyaknya uang di negara tersebut, tetapi ditentukan oleh tingkat produksi negara tersebut dan neraca pembayaran yang positif. Apabila suatu negara mencetak uang sebanyak-banyaknya, tetapi bukan merupakan refleksi pesatnya pertumbuhan sektor produksi, maka uang yang melimpah tersebut tidak ada nilainya.11[3] Sektor produksi merupakan motor
penggerak pembangunan suatu negara karena akan menyerap tenaga kerja, meningkatkan pendapatan pekerja, dan menimbulkan permintaan (pasar) terhadap produksi lainnya. Menurut Ibnu Khaldun, jika nilai uang tidak diubah melalui kebijaksanaan pemerintah, maka kenaikan atau penurunan harga barang semata-mata akan ditentukan oleh kekuatan penawaran (supply) dan permintaan (demand), sehingga setiap barang akan memiliki harga keseimbangan. Misalnya, jika di suatu kota makanan yang tersedia lebih banyak daripada kebutuhan, maka harga makanan akan murah, demikian pula sebaliknya. Inflasi (kenaikan) harga semua atau sebagian besar jenis barang tidak akan terjadi karena pasar akan mencari harga keseimbangan setiap jenis barang. Apabila satu barang harganya naik, namun karena tidak terjangkau oleh daya beli, maka harga akan turun kembali.
Merujuk kepada Al-Quran, al-Ghazali berpendapat bahwa orang yang menimbun uang adalah seorang penjahat, karena menimbun uang berarti menarik uang secara sementara dari peredaran. Dalam teori moneter modern, penimbunan uang berarti memperlambat perputaran uang. Hal ini berarti memperkecil terjadinya transaksi, sehingga perekonomian menjadi lesu. Selain itu, al-Ghazali juga menyatakan bahwa mencetak atau mengedarkan uang palsu lebih berbahaya daripada mencuri seribu dirham. Mencuri adalah suatu perbuatan dosa, sedangkan mencetak dan mengedarkan uang palsu dosanya akan terus berulang setiap kali uang palsu itu dipergunakan dan akan merugikan siapapun yang menerimanya dalam jangka waktu yang lebih panjang.
2. Fungsi Uang dalam Ekonomi Syariah vs Konvensional
Menurut konsep Ekonomi Syariah, uang adalah uang, bukan capital, sementara dalam konsep ekonomi konvensional, konsep uang tidak begitu jelas. Misalnya dalam buku “Money, Interest and Capital” karya Colin Rogers, uang diartikan sebagai uang dan capital secara bergantian12[4]. Sedangkan dalam konsep ekonomi Syariah uang adalah sesuatu yang
bersifat flow concept dan merupakan public goods. Capital bersifat stock concept dan merupakan private goods. Uang yang mengalir adalah public goods, sedangkan yang mengendap merupakan milik seseorang dan menjadi milik pribadi (private good).
Islam, telah lebih dahulu mengenal konsep public goods, sedangkan dalam ekonomi konvensional konsep tersebut baru dikenal pada tahun 1980-an seiring dengan berkembangnya ilmu ekonomi lingkungan yang banyak membicarakan masalah externalities, public goods dan sebagainya. Konsep publics goods tercermin dalam sabda Rasulullah Shalallahu alaihiwasalam, yakni “Tidaklah kalian berserikat dalam tiga hal, kecuali air, api, dan rumput”.
Berikut ini merupakan fungsi uang berdasarkan pandangan Ekonomi Islam:
a. Dalam penggunaannya sebagai alat pembayaran atau media untuk pertukaran dalam
melaksanakan transaksi ekonomi, maka penggunaan uang sejalan dengan konsep ekonomi syariah. Dimana manfaat uang mencapai nilai optimum bila peredarannya berlaku optimal. Akibatnya segala kegiatan yang mengganggu pemakaian uang dalam transaksi ekonomi tidak sesuai dengan Syariah Islam. Sehingga pada saat emas dipakai sebagai uang, maka penyimpanan emas yang mengakibatkan peredaran uang terganggu (kanzul maal) dilarang oleh Syariah Islam.
b. Dalam penggunaannya sebagai sarana untuk menyimpan nilai maka penggunaan uang tidak
bertentangan dengan konsep ekonomi syariah, selama uang tersebut masih bisa dipergunakan dalam kegiatan transaksi perniagaan. Oleh karena itu diperlukan adanya pihak ketiga (dalam hal ini adalah lembaga keuangan) yang menerima simpanan uang dari pihak yang ingin menyimpan nilai dan kemudian menyalurkannya kepada pihak-pihak yang ingin melakukan transaksi sehingga uang tersebut masih dapat dipergunakan dalam transaksi walaupun nilai yang disimpan oleh pemilik asal tidak berkurang.
c. Namun penggunaan uang untuk spekulasi sama sekali bertentangan dengan Syariah Islam,
baik karena spekulasi tersebut tidak disukai maupun karena spekulasi umumnya berkaitan dengan menghalangi terjadinya mekanisme pasar yang wajar guna mendapatkan fluktuasi harga yang abnormal. Spekulasi juga mengakibatkan ketidak stabilan nilai dari mata uang itu
sendiri karena fluktuasi harga pada hakekatnya adalah fluktuasi nilai (daya beli) dari uang itu sendiri.
Persamaan fungsi uang dalam sistem Ekonomi Syariah dan Konvensional adalah uang sebagai alat pertukaran (medium of exchange) dan satuan nilai (unit of account). Perbedaannya adalah ekonomi konvensional menambah satu fungsi lagi sebagai penyimpan nilai (store of value) yang kemudian berkembang menjadi motif money demand for speculation, yang merubah fungsi uang sebagai salah satu komoditi perdagangan. Jauh sebelumnya, Imam al-Ghazali telah memperingatkan bahwa “Memperdagangkan uang ibarat memenjarakan fungsi uang, jika banyak uang yang diperdagangkan, niscaya tinggal sedikit uang yang dapat berfungsi sebagai uang”.
Dengan demikian, dalam konsep Islam, uang tidak termasuk dalam fungsi utilitas karena manfaat yang didapatkan bukan dari uang itu secara langsung, melainkan dari fungsinya sebagai perantara untuk mengubah suatu barang menjadi barang yang lain. Dampak berubahnya fungsi uang dari sebagai alat tukar dan satuan nilai mejadi komoditi dapat dirasakan saat ini, yang dikenal dengan teori “Bubble Gum Economic”.
B. KEBIJAKAN MONETER DALAM PANDANGAN SISTEM EKONOMI ISLAM
1. Pengertian Kebijakan Moneter
Kebijakan Moneter adalah kebijakan pemerintah untuk memperbaiki keadaan perekonomian melalui pengaturan jumlah uang beredar.13[5] Untuk mengatasi krisis ekonomi
yang hingga kini masih terus berlangsung, disamping harus menata sektor riil, yang tidak kalah penting adalah meluruskan kembali sejumlah kekeliruan pandangan di seputar masalah uang. Bila dicermati, krisis ekonomi yang melanda Indonesia, juga belahan dunia lain, sesungguhnya dipicu oleh dua sebab utama, yang semuanya terkait dengan masalah uang. a. Pertama, persoalan mata uang, dimana nilai mata uang suatu negara saat ini pasti terikat
dengan mata uang negara lain (misalnya rupiah terhadap dolar AS), tidak pada dirinya sendiri sedemikian sehingga nilainya tidak pernah stabil karena bila nilai mata uang tertentu bergejolak, pasti akan mempengaruhi kestabilan mata uang tersebut.