Jamu Indonesia dan Masyarakat Ekonomi
ASEAN
Jumat, 20 Maret 2015 | 12:52 WIB
KOMPAS.com/SRI NOVIYANTI
Beragam jamu dari tumbuhan organik dapat dinikmati langsung di Kedai Sehat Alami
JAKARTA, KOMPAS.com
– Bagi Charles Saerang, sebenarnya sungguh
mudah untuk memenangi pasar Masyarakat Ekonomi ASEAN lewat jamu.
Karena Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman hayati terbesar
kedua di dunia setelah Brazil.
“Kalau bicara jahe saja kita sudah ekspor ke India dan China. Tapi mereka
developed, karena terus terang mereka bisa memasarkan. Kita enggak mampu
memasarkan, karena kita enggak pakai,” kata Ketua Gabungan Pengusaha Jamu
itu, Jakarta, Jumat (20/3/2015).
Padahal, potensi jamu di Indonesia ditaksir bisa mencapai Rp 80 triliun. Angka
tersebut sudah mencakup jamu yang diproduksi dalam bentuk suplemen makanan,
jamu untuk perawatan kecantikan, dan sebagainya. Saat ini, industri jamu sendiri
baru bisa menggali potensi sekitar Rp 3 triliun.
mencukupi lokal saja bisa enggak mampu kita,” kata dia.
Dari segi kualitas, ia mengatakan kualitas jejamuan, misalnya jahe sangat
bagus. Hanya saja, perlu dukungan dari pemerintah seperti Kementerian
Pertanian.
Charles mengaku untuk mempersiapkan industri jamu menghadapi
Masyarakat Ekonomi ASEAN, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
juga sudah diminta membuat sertifikasi agar jamujamu Indonesia bisa
dipasarkan ke mancanegara.
“Potensi Rp 80 triliun itu baru domestik. Kalau MEA kita tidak usah khawatir. Daya
tahan kita luar biasa. Potensi industri herbal di dunia itu mencapai 50 miliar dollar
AS, dan kita baru 1,2 miliar dollar AS,” sambungnya.
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Industri Berbasis Budaya, Putri K Wardani
mengatakan, saat ini sebanyak 900 dari 1.200 pelaku industri jamu tergolong
skala kecil dan menengah. Para pelaku industri jamu ini berharap ada regulasi
dari pemerintah yang betulbetul bisa mendorong tumbuhnya industri jamu,
dan bukan hanya imbauan semata.
Selain itu, dia bilang, perlu ada langkah nyata untuk menumbuhkan budaya
mengkonsumsi jamu. “Membuat kafe jamu di tiap kementerian seperti yang
dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), ini adalah langkah
pertama. Lalu, perlu juga political will pemerintah untuk mendorong pelaku
industri ritel agar mau memasukkan industri berbasis budaya seperti jamu
dan makanan tradisional,” jelas Putri.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan
Sjarief Widjaja menuturkan, sinergi yang dilakukan antara PG Jamu dan KKP
merupakan langkah bersama untuk membangun potensi bangsa, utamanya
yang berbasis sumber daya alam.
Dalam agenda minum jamu bertajuk ‘Bude Jamu – Bugar Dengan Jamu’ diresmikan
pula Pojok Jamu di kantor KKP.
Penulis : Estu Suryowati
Editor : Erlangga Djumena
Daftar pustaka :
Tidak hanya itu, menurut Bayu
, pengembangan industri jamu juga
merupakan bagian dari pengembangan ekonomi rakyat.
Terlebih saat ini, perusahaan-perusahaan yang berbasis jamu
sudah memiliki daya saing yang unggul, bukan hanya di
dalam
negeri
maupun di luar negeri khususnya di ASEAN.
"Bahkan beberapa di antaranya menjadi perusahaan yang bisa
memasuki pasar internasional. Untuk saingan enggak ada, kita saja.
Malaysia ada sebenarnya, tapi masih lebih besar kita," tegas Bayu.
Menurut Bayu, apalagi
angka keuntungan ekspor dan produksi jamu
dalam negeri, mencapai angka yang sangat tinggi.
"Cukup besar dan fantastis. Baik produksi maupun impor, angkanya
sekarang berada di Rp14 triliun dan memiliki dampak yang positif
kepada petani dan masyarakat pedesaan yang kuat," tandasnya.
http://economy.okezone.com/read/2014/12/19/320/1081494/dahsyatnya-dampak-jamu-bagi-perekonomian-indonesia
Industri jamu sudah lama dikenal di kalangan masyarakat Indonesia dan berpotensi sebagai
komoditi ekspor yang dapat dikembangkan secara optimal.
“Kita akan menggerakkan seluruh potensi lokal dalam negeri, sehingga jamu dapat mengisi pasar
luar negeri,” kata Menteri Perdagangan Rachmat Gobel, Jumat (9/1).
Ia mengatakan, untuk mendorong target e
kspor tiga kali lipat
Kementerian Perdagangan akan
mendorong industri jamu dengan cara memperluas pasar di domestik maupun luar negeri.
Selain itu, pemerintah juga akan memberikan pemahaman bahwa produk jamu tidak kalah
sehat dengan produk-produk dari negara lain yang kini mulai masuk ke dalam negeri. Salah
satunya, melalui program gerakan minum jamu yang dilakukan oleh beberapa kementerian
setiap hari Jumat.
Rachmat menambahkan, dari tahun ke tahun
pertumbuhan industri jamu terus meningkat. Pada
tahun 2012, ekspor jamu mencapai Rp 21 triliun, sementara pada 2013 meningkat menjadi Rp
49 triliun. Pada 2014, industri jamu kembali menunjukkan pertumbuhan ekspor yang baik
yakni meningkat sebesar 58,5 persen atau sekitar Rp 66 triliun.
http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/makro/15/01/09/nhwma1-industri-jamu-berpotensi-tingkatkan-nilai-ekspor-tiga-kali-lipat
Friday
November 21, 2014Peluang Ekspor dari Produk Herbal
Kunyit dan jahe. Dua tanaman rimpang ini lebih terkenal di dapur sebagai jenis bumbu masakan. Kedua tanaman ini juga acap dijumpai dalam bentuk minuman seperti jamu dan minuman untuk membantu menghangatkan badan. Wujud aslinya tampak kurang menarik. Apabila teronggok dalam satu wadah, melirik pun enggan. Namun, siapa nyana kunyit, jahe, dan sejumlah tanaman asli Indonesia lain mengalirkan rupiah dari devisa? Ya, olahan dari bahan-bahan herbal asli Indonesia merupakan komoditas ekspor dengan peminat dari berbagai negara.
Tidak heran, banyak negara yang telah menjadi “pelanggan tetap” produk herbal Indonesia. Di antaranya Tiongkok, Amerika Serikat (AS), Nigeria, Singapura, dan berbagai negara di Eropa. Nilai ekspor dari produk herbal ini memang belum bisa menyaingi ekspor migas atau komoditas ekspor nonmigas lainnya. Namun, kontribusi dari produk herbal ini dapat mengangkat perekonomian masyarakat. Produk herbal ini antara lain didapatkan dari kawasan Jawa Tengah, Jawa Timur, dan wilayah lain di Indonesia. Misalnya, tanaman purwaceng dikenal dari daerah Wonosobo atau Dieng. Daerah ini dikenal subur sehingga tidak hanya sayur-mayur yang menjadi komoditasnya, tetapi juga produk herbal seperti purwaceng. Selain itu, daerah-daerah lain di Indonesia masih mempunyai potensi untuk pengembangan pertanian atau perkebunan tanaman herbal untuk pasar ekspor.
Sebagian produk herbal ini didapatkan dari usaha mikro, kecil, dan menengah. Sebagian lagi didapatkan dari perkebunan rakyat dan sejumlah perusahaan yang bergerak dalam bidang produk herbal. Contohnya, Javaplant. CEO dan co-founder Javaplant Junius Rahardjo mengatakan, tidak kurang dari 60 jenis ekstrak herbal kering telah diproduksi dan dipasarkan Javaplant ke pasar international, terutama AS. Jumlah ini cukup tinggi. Apabila volume ekspor ditambah dan pangsa pasar diperluas, produk herbal asal Indonesia bisa semakin dikenal di mancanegara. Nilai ekspor dari produk herbal pun akan meningkat. Per bulan, Javaplant memproduksi 115-120 ton ekstrak produk herbal kering. Sementara itu, per tahunnya, Javaplant mengekspor 70 ton ekstrak kayu manis dan 100 ton ekstrak buah kopi ke AS. Pada 2015 mendatang, Javaplant berencana menjadikan ekstrak temulawak dan purwaceng sebagai produk andalan terbaru. Selain khasiatnya, kedua bahan herbal ini dipilih lantaran merupakan bahan asli dari Indonesia dan tidak didapatkan di negara lain. Hal ini menjadi keunggulan tersendiri dari kedua bahan tersebut. Melihat semakin banyaknya produk herbal yang dilempar ke pasaran, sejumlah anggota Komisi III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia mengadakan kunjungan kerja (kunker) ke pabrik ekstraksi herbal Javaplant, di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, Jumat (14/11). Junius berharap, kunjungan kerja ini nantinya juga dapat mendorong terciptanya pertumbuhan pasar herbal di dalam negeri, yang selama ini dianggap kurang antusias terhadap produk ekstrak herbal.
http://www.javaplant.co.id/peluang-ekspor-dari-produk-herbal/