BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Dermatitis Atopik 2.1.1. Defenisi
Dermatitis atopik adalah penyakit kulit inflamasi yang sangat gatal dan bersifat kronik, yang berhubungan dengan atopi.3,4 Atopi adalah kecendrungan seseorang untuk memproduksi antibodi Imunoglobulin E (IgE) dan menimbulkan sensitisasi sebagai respon terhadap pencetus dari lingkungan.17 Studi di Netherland tahun 1996 menyebutkan bahwa bila salah satu orangtua memiliki penyakit alergi maka anak mempunyai risiko 20–40% menderita penyakit alergi. Apabila kedua orangtuanya memiliki penyakit alergi maka risiko menjadi 60– 80%, apabila saudara kandung memiliki penyakit alergi maka anak mempunyai risiko 20–30%. Sedangkan bila orangtua tidak memiliki penyakit alergi maka risiko anak menderita penyakit penyakit alergi sebesar 10%.
Sebagian besar anak dengan DA (sekitar 80%) terdapat peningkatan kadar IgE total dan eosinofil didalam darah.
18
1
2.1.2. Patofisiologi
2.1.2.1 Abnormalitas imun
Studi intensif menyatakan peranan disregulasi sel T helper 1 (TH1) dan T helper 2 (TH2), produksi IgE, hiperaktifitas sel mast, sinyal sel dendrit dalam terjadinya inflamasi dermatosis yang gatal dan bersifat kronik yang merupakan tanda khas untuk dermatitis atopik.19 Pada eksema akut differensiasi Th2 dan CD4+ lebih dominan. Hal ini menyebabkan meningkatnya produksi IL-4, IL-5 dan IL-13, yang kemudian meningkatkan level IgE dan differensiasi Th1 dihambat.20
Gambar 1 Keseimbangan sel T pada alergi21
2.1.2.2. Pertahanan Kulit
mekanisme yang menyebabkan kulit kering yaitu berkurangnya ceramid pada kulit, yang berfungsi sebagai molekul yang menahan air pada ekstra sel, perubahan PH stratum korneum, enzim chymotriptic yang berlebihan dan kelainan pada filargin.3 Kulit kering akan menyebabkan nilai ambang rasa gatal menurun, sehingga dengan rangsangan ringan seperti iritasi wol, rangsang mekanik dan termal akan mengakibatkan rasa gatal.
Pertahanan kulit yang abnormal terjadi karena mutasi gen filaggrin, yang memberi kode struktur protein penting untuk pembentukan pertahanan kulit. Kulit individu dengan DA menunjukkan defisiensi ceramid (molekul lipid) sama seperti peptide antimikroba yaitu cathelicidin, yang muncul pertama sekali melawan agen infeksi.
1
Homeostasis barier kulit diperoleh dari keseimbangan perubahan lapisan keratinosit menjadi korneosit untuk menggantikan korneosit pada permukaan kulit (deskuamasi), selanjutnya terjadi pemecahan korneodesmosom yang berikatan dengan korneosit oleh serine protease yang disebut kallikrein (KLKs). Aktivitas kallikreins yang berlebihan dapat merusak pertahanan kulit melalui pemecahan dini korneodesmosom oleh kallikrein dan meningkatnya deskuamasi korneosit.
4
22
2.1.2.3. Faktor lingkungan
penghangat, perubahan lingkungan didalam rumah, perubahan makanan berperan sebagai faktor terjadinya dermatitis atopik.
Anak dengan riwayat atopi lebih mudah bereaksi terhadap antigen lingkungan dan menimbulkan sensitisasi terhadap reaksi hipersensitivitas tipe I ( tipe cepat ).
23
1
2.1.2.4. Agen Infeksius
Agen infeksius yang paling sering terlibat dalam dermatitis atopik adalah Staphylococcus aureus, yang membentuk kolonisasi sekitar 90% pada pasien
DA.4
2.1.3. Gambaran klinis
Gambaran klinis AD bervariasi berdasarkan umur, dan dapat berbeda selama proses penyakit. Gejala khas dan utama adalah rasa gatal, dapat sangat berat sehingga mengganggu tidur.
Hill dan Uizberger membagi DA menjadi 3 fase:
23
1. Fase bayi (infantile) : usia 0 – 2 tahun
23
2. Fase anak : usia 2 tahun – pubertas
Distribusi lesi simetris didaerah fleksural yaitu pergelangan tangan, pergelangan kaki, tangan, kaki, daerah antekubital, popliteal, leher dan infragluteal. Lesi lebih bersifat kronik, lebih kering, berupa plak eritematosa, skuama, batas tidak tegas dapat disertai eksudat, krusta dan ekskoriasi. 3. Fase dewasa : usia pubertas – dewasa
Lokasi pada lipatan fleksural, wajah, leher, lengan atas, punggung serta bagian dorsal tangan, kaki, jari tangan dan jari kaki. Lesi kering berupa papul/plak eritematosa, skuama dan likenifikasi
2.1.4. Diagnosis
Tabel 1. Kriteria Hanifin dan Rajka Kriteria mayor ( ada 3 dari 4 )
24
Pruritus
Tipe Morfologi dan distribusi lesi kulit Kronik Dermatitis atau dermatitis relap Riwayat atopik
Kriteria Minor ( ada 3 dari 23) Xerosis
Iktiosis
Reaktifitas cepat uji kulit (tipe 1) Peningkatan IgE
Onset cepat
Kecendrungan terjadi infeksi kulit
Mudah muncul dermatitis pada tangan dan kaki Eksema putting susu
Cheilitis
Konjunktifitis berulang
Lipatan infra orbita Dannie-Morgam Keratokonus
Intoleransi terhadap wol dan larutan lemak Gambaran perifolikular lebih nyata
Intoleransi makanan
Faktor lingkungan/emosional
White dermografism/delayed banch
2.1.5. Derajat keparahan
Derajat keparahan DA dinilai dengan menggunakan Score of Atopic Dermatitis (SCORAD).27 Indeks SCORAD dikembangkan oleh European Task Force on Atopic Dermatitis (ETFAD) pada tahun 1993 dan merupakan salah satu alat ukur
yang paling sering digunakan untuk menilai derajat keparahan DA. Penilaian SCORAD :
28
Luas lesi kulit yang dihitung adalah lesi inflamasi dan tidak mencakup kulit kering, dengan menggunakan “rule of nine” dan lesi digambarkan pada lembar evaluasi. Luas satu telapak tangan pasien menggambarkan 1 % luas permukaan tubuh. Pada pasien berusia dibawah 2 tahun terdapat sedikit perbedaan penilaian “rule of nine” yakni pada daerah kepala dan tungkai bawah.
2. Intensitas morfologi lesi ( skor = 0 – 18)
Morfologi lesi menilai eritema, edema papul, eksudat/krusta, ekskoriasi, likenifikasi dan kulit kering. Setiap morfologi lesi dinilai intensitasnya berdasarkan panduan gambar/foto ( 0 = tidak ada lesi, 1 = ringan, 2 = sedang, 3 = berat).
3. Keluhan subjektif ( skor = 0-20)
Penilaian keluhan subjektif terhadap rasa gatal dan gangguan tidur selama 3 hari terakhir. Penilaian dilakukan dengan menggunakan visual analog scale (VAS) yang dinyatakan dalam skor 0 – 10 untuk masing- masing kriteria. Indeks SCORAD adalah hasil penjumlahan A/5+7B/2+C, yaitu A= luas lesi, B = intensitas morfologi lesi dan C= keluhan subjektif pasien.
Tabel 2. Klasifikasi tingkat keparahan Dermatitis atopik Keparahan DA
28
Ringan Sedang Berat
2.2.Vitamin D 2.2.1. Definisi
Vitamin D adalah suatu hormon dengan fungsi fisiologi yang banyak. Metabolitnya disimpan dijaringan dan disirkulasi diplasma.29 Vitamin D memiliki peranan penting dalam menjaga kadar serum kalsium dan fosfor serta memiliki efek dalam membentuk dan menjaga kekuatan tulang terutama pada masa pertumbuhan.
8,30
2.2.2. Struktur vitamin D
Vitamin D memiliki 2 bentuk utama prekursor yaitu vitamin D3 yang disebut cholecalciferol dan vitamin D2 yang disebut ergocalciferol, kedua prekursor
vitamin ini memiliki struktur molekul yang berbeda.8
2.2.3 Sumber vitamin D
Manusia memperoleh vitamin D dari paparan sinar matahari, melalui makan dan suplemen.11 Sumber utama vitamin D pada manusia adalah paparan sinar matahari.31 Vitamin D3 (Cholecalciferol) disintesis dikulit oleh sinar matahari.29 Radiasi sinar ultraviolet D (panjang gelombang 290-315 nm) masuk kedalam kulit dan mengubah 7-dehidrokolesterol menjadi previtamin D3.11 Vitamin D2
2.2.4. Metabolisme vitamin
Vitamin D3 berasal dari 2 sumber yaitu paparan sinar ultraviolet B dari sinar matahari dan dari makanan.32,33 Radiasi sinar ultraviolet menembus lapisan kulit dan mengubah 7-dehydrocholesterol menjadi vitamin D3.12 Vitamin D3 yang berlebih akan kembali dihancurkan oleh sinar matahari, sehingga walaupun terus terpapar dengan cahaya matahari tidak akan mengakibatkan intoksikasi vitamin D. Vitamin D2 diproduksi melalui proses penyinaran radiasi ultraviolet pada ergosterol dari tumbuhan jamur dan memasuki sistem sirkulasi tubuh melalui konsumsi diet.
Vitamin D2 ( ergocalciferol ) atau vitamin D3 ( Cholecalciferol ) kemudian dimetabolisme di hati menjadi 25-hydroxyvitamin-D (25(OH)D) atau Calcidiol, yang merupakan metabolit vitamin D yang stabil dan paling banyak berada di dalam serum manusia.
8,11
11,12
25(OH)D merupakan suatu pro-hormon, memiliki waktu paruh 3 minggu didalam serum manusia, dan cukup akurat menunjukkan total vitamin D yang tersimpan ditubuh.13 Calcidiol atau 25(OH)D kemudian akan dimetabolisme di ginjal dengan bantuan enzym 25-hydroxyvitamin D-1α -hydroxylase menjadi bentuk aktif 1,25-dihydroxyvitamin D [1,25(OH)2D].
Calcitriol ( 1,25-dihydroxyvitamin D ) adalah metabolit aktif vitamin D yang
menyerupai hormon. Calcitriol berperan pada regulasi skeletal meliputi imunitas dan metabolism glukosa.
32,35
1,25(OH)
13,33
2D meningkatkan paparan dari 25-hydroxyvitamin D-24-hydroxylase (24-OHase) untuk penguraian 1,25(OH)2D dan 25(OH)D menjadi
Sintesis 1,25-dihydroxyvitamin D di ginjal sangat dipengaruhi oleh hormon paratiroid, serum kalsium, fosfor dan fibroblast growth factor 23 (FGF-23). Penurunan sintesis 1,25-dihydroxyvitamin D dapat terjadi melalui adanya umpan balik dari penurunan sintesis dan sekresi hormon paratiroid oleh kelenjar paratiroid. Peningkatan hormon paratiroid akibat hipokalsemia akan menghantarkan sinyal yang menginduksi sintesis 1,25-dihydroxyvitamin D di ginjal.35
2.2.5. Manfaat vitamin D
Vitamin D berperan penting untuk mempertahankan kesehatan tulang. Defisiensi vitamin D berhubungan dengan supresi absorbsi kalsium diusus yang berakibat terganggunya keseimbangan Kalsium, yang berdampak rendahnya densitas tulang. Hal ini akan meningkatkan risiko patah tulang terutama pada orang tua.
Vitamin D juga memiliki fungsi meringankan kanker, dimana vitamin D dapat menginduksi diferensiasi fungsi sel secara normal, dan menghambat proliferasi, sifat invasif, angiogenesis dan potensi metastasis pada suatu keganasan. Vitamin D juga berperan pada penyakit autoimun seperti multipelsklerosis, dimana 25( OH )D meningkatkan serum transforming growth factor (TGF)-β1 yang merupakan sitokin anti inflamasi penting pada multiple
sklerosis. Vitamin D juga dapat mengurangi hipertensi, dimana vitamin D bekerja menghambat ekspresi renin pada juxtaglomerulus dan memblok proliferasi sel - sel otot polos pembuluh darah yang dapat mempengaruhi tekanan darah.
8
7,8
Pada sistem imun, vitamin D berperan menghambat proliferasi limfosit B dan memodulasi respon imun humoral sehingga sekresi imunoglobulin berkurang.9,10
2.2.6. Defisiensi vitamin D
Defisiensi vitamin D diartikan sebagai kadar serum 25(OH)D < 20 ng/ml. Insufisiensi vitamin D bila kadar serum 25(OH)D diantara 21 sampai 29 ng/ml.
2.2.7. Defisiensi vitamin D pada dermatitis atopik
Vitamin D berperan pada imunitas bawaan (Innate immunity) dan imunitas didapat (adaptive immunity).13 Konversi 25(OH)D menjadi bentuk aktif vitamin D (1,25(OH)D) mempunyai efek pada fungsi sel epithel, sel T, sel B dan sel dentrit karena reseptor vitamin D terdapat pada hampir semua sel tersebut.13,28 Vitamin D berperan pada sistem imun bawaan melalui stimulasi produksi cathelicidine, yang merupakan peptide anti mikroba yang diaktifkan melalui reseptor tool-like. Vitamin D juga berperan pada fungsi barier epidermal, dimana pemberian vitamin D3 merangsang produksi cathelicidin .9,16 Cathelicidin pada makrofag ini menimbulkan respon T helper 2 pada sel T, berupa mengurangi maturasi dan migrasi sel dendrit, mengakibatkan berkurangnya produksi Ig E pada sel B.6 Vitamin D berperan sebagai anti inflamasi melalui kerja 1,25(OH)D menghambat maturasi sel dendrite dan menghambat produksi sitokin interleukin (IL) 12 dan 23.
Peran vitamin D pada sistem imun didapat (adaptive immunity) adalah melalui produksi IL-12 yang dihambat oleh Vitamin D sehingga akan mengurangi produksi sel Th1 yang berakibat meningkatnya proliferasi sel Th2. Vitamin D juga menstimulasi sel T CD4 yang merangsang respon sel Th2 sehingga meningkat produksi IL-4, IL-5 dan IL-10
13,29
13,28
Peranan vitamin D pada sitem imun dapat dilihat pada gambar berikut:
+ _ _
_ + _ +
Gambar 3. Fungsi vitamin D terhadap sistem imun13
Pada DA reproduksi Cathelicidin berkurang sehingga terjadi disfungsi barier epidermal dan disregulasi respon imun. Vitamin D terlibat pada kedua proses tersebut, hal inilah yang mendasari status vitamin D dapat berhubungan dengan keparahan DA.
Beberapa penelitian menunjukkan hubungan defisiensi vitamin D pada dermatitis atopik. Penelitian di Hongkong tahun 2013 menunjukkan Level
vitamin D <25 nM pada pasien dengan dermatitis atopik dibandingkan dengan kontrol.
Penelitian di Verona, Italy tahun 2010, melaporkan adanya hubungan defisiensi vitamin D dengan derajat keparahan dermatitis atopik. Derajat keparahan dinilai menggunakan indeks SCORAD. Rata-rata level serum 25-hidroksivitamin D lebih tinggi pada anak-anak dengan dermatitis atopik ringan
dibandingkan dengan penderita dermatitis atopik berat.
6
9
Penelitian di German tahun 2011 menunjukkan aktivasi reseptor vitamin D menghambat produksi immunoglobulin E.36
2.2.8. Terapi
Suatu penelitian di Boston merekomendasikan pemberian suplemen vitamin D untuk mencegah defisiensi vitamin D terhadap anak-anak yang berusia 1 sampai 18 tahun dosis maintenance 400 sampai 1000 IU vitamin D3/hari dan 1000 – 2000 IU untuk hari pertama, selanjutnya 400 sampai 1000 IU/hari vitamin D. Rekomendasi Institute of Medicine untuk asupan Vitamin D untuk anak dan dewasa sampai usia 50 tahun adalah 200 IU perhari.11 American Academy of Pediatrics (AAP) merekomendasikan pemberian vitamin D 400
2.3. Kerangka Konseptual
Keterangan :
: Faktor yang diamati dalam penelitian
Gambar 4. Kerangka Konseptual
Vitamin D
Dermatitis atopik 25-Hydroxyvitamin-D
( Calcidiol )
Indeks SCORAD
1,25-Hydroxyvitamin-D ( Calcitriol )
Abnormal fungsi barier kulit