BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah negara hukum yang mana hal ini secara tegas dinyatakan
dalam Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 45). Profesi
Hukum meliputi Polisi, Hakim, Advokat, Jaksa, Notaris dan lain-lain. Profesi
Hukum sendiri adalah profesi yang luas, dimana setiap peran memiliki karakter
sendiri-sendiri.Kehidupan masyarakat yang memerlukan kepastian hukum
memerlukan sektor pelayanan jasa publik yang saat ini semakin berkembang seiring
meningkatnya kebutuhan masyarakat atas pelayanan jasa. Hal ini berdampak pula
pada peningkatan di bidang jasa notaris. Peranan notaris dalam sektor pelayanan jasa
adalah sbagai pejabat yang diberikan wewenang oleh negara untuk melayani
masyarakat dalam bidang perdata khusunya pembuatan akta otentik.1
Notaris adalah pejabat umum yang diangkat oleh Pemerintah untuk membantu
masyarakat umum dalam hal membuat perjanjian-perjanjian yang ada atau timbul
dalam masyarakat. Perlunya perjanjian tertulis ini dibuat dihadapan seorang Notaris
adalah untuk menjamin kepastian hukum bagi para pihak yang melakukan perjanjian.
Perjanjian tertulis yang dibuat dihadapan Notaris disebut Akta. Tujuannya adalah,
supaya akta tersebut dapat digunakan sebagai bukti yang kuat jika suatu saat terjadi
perselisihan antara para pihak atau ada gugatan dai pihak lain. Berdasarkan uraian
diatas sangat penting fungsi dari akta Notaris tersebut, oleh karena itu untuk
menghindari tidak sahnya suatu akta, lembaga Notaris mengatur dalam Peraturan
Jabatan Notaris (PJN) yang sekarang telah diganti oleh Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.2
Notaris dalam menjalankan profesinya memberikan pelayanan kepada
masyarakat sepatutnya bersikap sesuai aturan yang berlaku, ini penting karena
Notaris melaksanakan tugas jabatannyatidak hanya untuk kepentingan pibadi,
melainkan juga untuk kepentingan masyarakat, serta mempunyai kewajiban untuk
menjamin kebenaran dari akta yang dibuatnya,karena itu seorang Notaris dituntut
lebih peka, jujur, adil, dan transparan dalam pembuatan sebuah akta otentik. Dalam
melaksanaka tugas jabatanya Notaris harus berpegang teguh kepada kode etik jabatan
Notaris, karena tanpa itu harkat dan martabat profesionalisme akan hilang dan tidak
lagi mendapat kepercayaan dari masyarakat. Notaris juga dituntut untuk memiliki
nilai moral yang tinggi, karena dengan adanya moral yang tinggi maka notaris tidak
akan menyalahgunakan wewenang yang ada padanya, sehingga Notaris akan dapat
menjaga matabatnya sebagai seorang penjabat umum yang memberikan pelayanan
yang sesuai dengan aturan yang berlaku dan tidak merusak citra Notaris itu sendiri.3
Menurut GHS Lumban Tobing dalam bukunya peraturan jabatan notaris lembaga
notaris masuk ke Indonesia pada permulaan abad ke 17 dengan beradanyaVereenigde
2G.H.S. Lumban Tobing,“Peraturan Jabatan Notaris”, Erlangga, Jakarta. 1992.Hal 15. 3Komar Andasasmita, Notaris Dengan Sejarah, Peranan, Tugas Kewajiban, Rahasia
Oost Ind Compagnie(VOC). 4Sejak kehadiran VOC tersebut di Indonesia lalu lintas
hukum perdagangan dilakukan dengan akta notariil, hal ini berdasarkan Notodisoerjo
menyatakan bahwa “Lembaga Notariat telah di kenal di negara Indonesia dijajah oleh
belanda, semula lembaga ini diperuntukan bagi golongan eropa terutama dalam
bidang hukum perdata.5
Berdasarkan hal tersebut lembaga notariat yang sebenarnya hanya
diperuntukan bagi kalangan golongan Eropa dalam lapangan hukum perdata namun
dalam perkembangan selanjutnya masyarakat Indonesia secara umum dapat membuat
suatu perjanjian yang di lakukan di hadapan Notaris. Hal ini menjadikan lembaga
notariat sangat di butuhkan keberadaanya di tengah – tengah masyarakat. Setelah
Indonesia merdeka, tanggal 17 Agustus 1945, keberadaan notaris di Indonesia tetap
diakui berdasarkan ketentuan pasal II Aturan Peralihan Undang –Undang Dasar 1945,
yaitu segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama
belum di adakan yang baru menurut undang-undang dasar ini. Dengan demikian
peraturan tentang notaris pada zaman penjajahan belanda yaitu Reglement op Het
Notaris Ambt in Nederlands Indie (stbl.1860 : 3) tetap berlaku di Indonesia. Pada
tanggal 13 November 1954 telah di berlakukan Undang- Undang Nomor 33 tahun
1954, yang menegaskan berlakunya Stbl.1860 :3 sebagai Undang-Undang Jabatan
Notaris di Indonesia (pasal 1 huruf a) untuk notaris di Indonesia.6
4Habib Adjie,Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik terhadap UU No 30 Tahun 2004
Tentang Jabatan Notaris),Bandung,Refika Aditama, 2008, hal 3
5R.Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia (suatu penjelasan), Jakarta, PT. Grafindo, 1993, hal 13
Dengan di keluarkanya Undang-Undang Nomor Tahun 30 Tahun 2004
tentang jabatan notaris pada pasal 91 menyatakan telah mencabut dan tidak berlaku
lagi :
1. Reglement op het Notaris ambt in netherlands indie (Stbl.1860 : 3)
sebagaimana telah diubah terakhir dalam lembaran negara 1954 nomor 101.
2. Ordonantie 16 September 1931 tentang Honorarium Notaris.
3. Undang-Undang Nomor 33 tahun 1954 tentang Wakil Notaris dan Wakil
Notaris Sementara.
4. Pasal 54 Undang –Undang nomor 8 tahun 2004 tentang Perubahan atas
Undang-Undang nomor 2 tahun 1986 tentang peradilan umum
5. Peraturan pemerintah nomor 11 tahun 1949 tentang sumpah/ janji jabatan
notaris.
Jika dibandingkan dengan fungsi Notaris pada zaman sekarang sangat
berbeda dengan Notaris pada zaman Romawi pada abad ke 13 masehi akta yang di
buat oleh notaris memiliki sifat sebagai akta umum yang diakui, dan untuk
selanjutnya pada abad ke-15 barulah akta notaris memiliki kekuatan pembuktian
meskipun hal ini tidak pernah di akui secara umum, tetapi para ahli berpendapat
mengenai akta notaris sebagai alat bukti di persidangan dan secara substansial
merupakan alat bukti yang mutlak sehingga mempunyai konsekuensi tersendiri dari
sifat mutlaknya tersebut. Berkaitan dengan itu sama dengan halnya R.Soegondo
“Akta notaris dapat di terima dalam sidang di pengadilan sebagai alat bukti yang mutlak mengenai isinya, walaupun terhadap akta itu masih dapat di adakan penyangkalan dengan bukti sebaliknya oleh para saksi, apabila mereka yang membuktikan tersebut dapat membuktikan bahwa apa yang di terangkan dalam akte itu adalah tidak benar.”7
Perkembangan hukum yang komplek dalam kehidupan bermasyarakat,
semakin menuntut adanya kepastian hukum terhadap hubungan hukum individu
maupun subyek hukum. Semenjak itulah akta notaris dibuat tidak hanya sekedar
catatan atau bukti untuk mengingat kembali peristiwa-peristiwa yang telah terjadi,
tetapi lebih di tujukan untuk kepentingan kekuatan pembuktiannya, sehingga di
harapkan dapat memberikan kepastian hukum di kemudian hari. Dengan demikian
dapat di pahami bahwa keberadaan jabatan notaris sebagai notaris sangat penting dan
di butuhkan masyarakat luas, mengingat fungsi notaris adalah sebagai pejabat umum
yang membuat alat bukti tertulis berupa akta otentik.8 Berkaitan dengan ruang
lingkup kewenangan notaris adalah dalam bidang hukum perdata rangka menciptakan
kepastian hukum melalui alat bukti akta otentik. Akta otentik sebagai alat bukti
terkuat dan penuh mempunyai peranan penting dalam setiap hubungan hukum dalam
kehidupan masyarakat9Berdasarkan kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
(KUHPerdata) Pasal 1867.10Sebagai alat bukti Pasal 1867 KUH perdata “ pembuktian
dengan dilakukan dengan tulisan otentik atau dengan tulisan dibawah tangan.” Pasal
1868 KUH perdata “ suatu akta otentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk
7Ibid. Hal 19. 8
G.H.S Lumban Tobing,Perturan Jabatan Notaris, Cetakan ke-5,Jakarta, Erlangga hal. 51-52.
9
Supriadi,Etika & Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika, 2008, Hal 29.
yang di tentukan undang-undang yang dibuat di hadapan pejabat umum yang
berwenang untuk itu dimana akta itu di buat.”
Fungsi akta otentik dalam hal pembuktian tentunya di harapkan dapat
menjelaskan secara lengkap dalam proses pembuktian di persidangan, karena pada
proses peradilan berdasarkan hukum acara pidana, terdapat proses pembuktian, yang
menekankan pada alat – alat bukti yang sah menurut Pasal 184 kitab undang-undang
hukum acara pidana (KUHAP), antara lain:11
1. Keterangan saksi.
2. Keterangan ahli.
3. Surat.
4. Petunjuk.
5. Keterangan terdakwa.
Akta otentik sebagai produk notaris dalam pembuktian di dalam persidangan
di kategorikan sebagai alat bukti surat. Sebagaimana yang di atur dalam pasal 1 angka
1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang jabatan notaris (UUJN) bahwa
notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik dan kewenangan
sebagaimana yang di tetapkan dalam undang-undang ini.12Eksistensi notaris sebagai
pejabat umum didasarkan atas undang-undang jabatan notaris yang menetapkan
rambu-rambu bagi gerak langkah seorang notaris, yaitu notaris sebagai pejabat publik
11R Sunarto Soerodibroto,KUHP dan KUHAP Dilengkapi Yurisprudensi Mahkamah Agung
dan Hoge Raad,Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2003, Hal 438.
12Hadi Setia Tunggal,Peraturan Pelaksanaan Undang- Undang Jabatan Notaris Dilengkapi
yang berwenang untuk membuat akta otentik, mempunyai peran penting dalam
kehidupan masyarakat, banyak sektor kehidupan transaksi bisnis dari masyarakat
yang memerlukan peran serta dari notaris, bahkan beberapa ketentuan yang
mengharuskan dibuat dengan akta notaris yang artinya jika tidak di buat dengan akta
notaris maka transaksi atau kegiatan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum.13
Dalam pasal 1 angka 7 undang-undang jabatan notaris menyebutkan bahwa “akta
notaris adalah akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan notaris menurut bentuk
dan tata cara yang di tetapkan dalam undang-undang ini. “ Pasal ini merupakan
penegasan dari Pasal 1868 KUHPerdata “suatu akta otentik ialah suatu akta yang di
dalam bentuk yang di tentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan
pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu dimana akta dibuatnya. Jelas bahwa
salah satu akta otentik adalah akta yang dibuat oleh notaris.14
Berdasarkan bunyi pasal 1868 KUHPerdatat, unsur-unsur dalam suatu akta
adalah:
1. Akta itu dibuat sesuai undang-undang.
2. Akta itu dibuat dalam bentuk menurut undang-undang.
3. Akta itu dibuat oleh atau di hadapan pejabat umum.
4. Akta itu dibuat oleh atau di hadapan pejabat yang berwenang untuk
membuatnya dimana akte itu di buat.
Kewenangan membuat akta otentik ini merupakan permintaan para pihak
sepanjang tidak bertentangan dengan Pasal 1320 KUH Perdata yaitu syarat sahnya
perjanjian yakni :
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian.
3. Suatu hal tertentu.
4. Suatu sebab yang halal.
Atas dasar kewenangan tersebut, dalam menjalankan tugas dan kewajibannya
notaris di tuntut untuk memberikan jaminan kepastian hukum dan pelayanan
profesional. Dalam mewujudkan 2 (dua) sisi pekerjaan yang mengandung dan
ketelitian serta tanggung jawab yang tinggi. Untuk itu dalam praktek sehari-hari
notaris diwajibkan untuk senantiasa menjunjung tinggi hukum dan asas negara serta
bertindak sesuai dengan makna sumpah jabatan dan mengutamakan pengabdiannya
kepada kepentingan masyarakat dan negara.
Adanya kewajiban kepribadian yang baik dan untuk menjunjung tinggi
martabat jabatan notaris, dengan demikian dalam pelaksanaan jabatannya notaris
tidak di benarkan melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan martabat dan
kehormatan jabatan notaris.Notaris sebagai pejabat umum dalam menjalankan tugas
jabatannya mengemban amanat yang beasal dari dua sumber yaitu :
a. Anggota masyarakat yang menjadi klien notaris, menghendaki agar notaris
b. Amanat berupa perintah dari undang-undang secara tidak langsung kepada
notaris, agar untuk perbuatan hukum itu di tuangkan dan dinyatakan dengan
akta otentik, hal ini mengandung makna bahwa notaris terikat dan
berkewajiban untuk mentaati peraturan yang mensyaratkan untuk sahnya
sebagai akta otentik.15
Dalam menjalankan tugas sehari-hari sebagai pembuat akta, Notaris dituntut
untuk lebih berhati-hati, untuk memeriksa identitas penghadap seperti Kartu Tanda
Penduduk (KTP), Kartu Keluarga yang masih berlaku atau apabila tidak mempunyai
KTP sebagai bukti identitas diri, Notaris dapat meminta identitas lain seperti Surat
Izin Mengemudi (SIM), Kartu Pelajar, dan identitas sah lainnya. Bagi Warga Negara
Asing sebagai ganti dari identitas seperti KTP dan SIM, kepada penghadap dapat
dimintakan Pasport. Setelah seluruh persyaratan tersebut dilengkapi oleh penghadap
maka barulah kemudian akta dapat dibuat oleh Notaris. Namun dalam hal pemenuhan
prosedur tersebut ada juga Notaris yang melakukan penyimpangan. Meskipun telah
diketahui bahwa identitas tersebut tidak sesuai dengan penghadap namun akta notaris
tetap dibuat oleh notaris yang bersangkutan. Berdasarkan Perumusan unsur-unsur
pidana dari bunyi pasal 263 KUHP mengenai pemalsuan akta otentik yang dilakukan
oleh Notaris tidak bisa diterapkan kepada pelaku yakni Notaris yang memalsu akta
otentik. Akan tetapi Notaris tersebut dapat dikenakan sanksi dari Pasal 264 KUHP,
sebab Pasal 264 KUHP merupakan Pemalsuan Surat yang diperberat dikarenakan
obyek pemalsuan ini mengandung nilai kepercayaan yang tinggi. Sehingga semua
unsur yang membedakan antara Pasal 263 dengan Pasal 264 KUHP hanya terletak
pada adanya obyek pemalsuan, yaitu:
“Macam surat dan surat yang mengandung kepercayaan yang lebih besar akan
kebenaran isinya”.
Surat ialah suatu lembaran kertas yang di atasnya terdapat tulisan yang terdiri
dari kalimat dan huruf termasuk angka yang mengandung atau berisi buah pikiran
atau makna tertentu, yang dapat berupa tulisan dengan tangan, dengan mesin ketik,
printer komputer, dengan mesin cetak dan dengan alat dan cara apapun. Membuat
surat palsu (membuat palsu/valschelijk opmaaken sebuah surat) adalah membuat
sebuah surat yang seluruh atau sebagian isinya palsu, atau bertentangan dengan yang
sebenarnya.Di dalam Pasal 184 KUHAP, surat merupakan salah satu alat bukti yang
sah. Adapun yang dimaksud surat sebagai alat bukti adalah yang dibuat atas sumpah
jabatan atau dikuatkan dengan sumpah. Misalnya berita acara dan surat lain yang
dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat di hadapannya, yang
memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau
dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangan itu.
Surat yang dibuat menurut keterangan peraturan perundang-undangan atau surat yang
dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi
tanggungjawabnya dan diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu
keadaan, termasuk juga surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat
kepadanya. Misalnya hasil visum et repertum, uji balistik, bedah mayat, uji keaslian
surat, dan sebagainya. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya
dengan isi dari alat pembuktian yang lain.
Ketentuan Pasal 264 ayat (1) dan ayat (2) KUHPidana ini secara umum
mengatur masalah pemalsuan akta otentik atau dengan kata lain adalah surat-surat
yang dibuat menurut bentuk dan syarat-syarat yang ditetapkan oleh undang-undang
dan dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum. Oleh karena itudikatakan pemalsuan
surat yang diperberat ancaman pidananya. Surat-surat ini adalah surat yang
mengandung kepercayaan yang lebih besar akan kebenaran isinya. Pada surat-surat
tersebut mempunyai derajat kebenaran yang lebih tinggi daripada surat-surat biasa
atau surat-surat lainnya.16
Terkait dengan pekerjaan notaris dalam rangka pembuatan akta otentik,
diharapkan dalam pelaksanaan tugasnya, notaris akan terhindar dari segala akibat
hukum terhadap akta-akta yang telah dan atau akan di buatnya. Dalam kehidupan
sehari hari sering manusia selalu dihadapkan pada tuntutan pemenuhan kebutuhan
hidup yang semakin sulit keadaan ini yang membuat beberapa orang berfikir singkat
untuk dapat segera memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dengan jalan pintas, tidak
terkecuali dengan profesi notaris. Idealisme seakan menjadi barang baru dan aneh di
tengah maraknya pragmatisme yang menjadi faham baru di tengah masyarakat.
Notaris sebagai bagian dari individu dalam masyarakat menghadapi tantangan yang
serupa. Di satu sisi notaris diminta menjaga idealismenya sebagai pejabat umum,
Namun disisi lain notaris di himpit oleh kehidupan materialisme gemerlap yang
merobohkan benteng nurani.17
Profesi hukum khususnya notaris merupakan profesi yang menuntut
pemenuhan nilai moral dan perkembangannya. Nilai moral merupakan kekuatan yang
mengarahkan dan mendasari perbuatan luhur, oleh karena itu notaris di tuntut supaya
memiliki nilai moral yang kuat. Hal ini juga didasari oleh lima kriteria nilai moral
yang kuat mendasari kepribadian profesional hukum sebagai berikut :18
a) Kejujuran, kejujuran adalah dasar utama. Tanpa kejujuran maka profesional
hukum mengingkari misi profesinya, sehingga dia menjadi munafik, licik,
penuh tipu diri. Dua sikap yang terdapat dalam kejujuran yaitu, terbuka, ini
berkenaan dengan pelayanan klien, kerelaan melayani secara bayaran atau
secara Cuma-Cuma. Dan bersikap wajar, ini berkenaan dengan perbuatan
yang tidak berlebihan.
b) Autentik. Artinya menghayati dan menunjukan diri sesuai dengan
keasliannya, autentik pribadi profesional hukum antara yaitu tidak
menyalahgunakan wewenang, tidak melakukan perbuatan yang merendahkan
martabat, mendahulukan kepentingan klien, berani berinisiatif dan berbuat
sendiri dengan kebijakan dan tidak semata-mata menunggu perintah atasan,
dan tidak mengisolasi diri dari pergaulan.
17Anke Dwi Saputro (Penyadur), Jati Diri Notaris Indonesia, Dulu, Sekarang dan Di Masa
c) Bertanggung jawab. Dalam menjalankan tugasnya, profesional hukum wajib
bertanggung jawab artinya kesediaan melakukan dengan sebaik mungkin apa
saja yang termasuk lingkup profesinya, bertindak secara proporsional tanpa
membedakan perkara bayaran dan perkara Cuma-Cuma.
d) Kemandirian moral. Kemandirian moral artinya tidak mudah terpengaruh atau
tidak mudah mengikutipandangan moral yang terjadi di sekitarnya, melainkan
membentuk penilaian sendiri. Mandiri secara moral berarti tidak dapat dibeli
oleh pendapat mayoritas, tidak terpengaruh oleh pertimbangan untung rugi,
menyesuaikan diri dengan nilai kesusilaan agama.
e) Keberanian moral. Keberanian moral adalah kesetiaan terhadap suatu hati
nurani yang menyatakan kesediaan untuk menanggung resiko konflik.
Keberanian dimaskud disini yaitu, menolak segala bentuk korupsi, kolusi,
suap dan pungli, menolak tawaran damai ditempat atas tilang karena
pelanggaran lalu lintas jalan raya, dan menolak segala bentuk cara
penyelesaian melalui cara yang tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang.
Disinilah kadar spiritual seseorang di ukur, tidak hanya dengan beribadah
kepada Tuhan Yang Maha Esa saja.19Seseorang harus dapat menjalani hidup dengan
konsisten sesuai pemahaman misi hidup manusia sesuai dengan keyakinan agama
masing-masing. Demikian juga dalam menjalankan profesi notaris, telah di atur
dalam kode etik sebagai parameter kasat mata, detail dan jelas tentang larangan boleh
dan tidak terhadap perilaku dan perbuatan notaris. Kode etik dipahami sebagai norma
dan peraturan mengenai etika, baik yang tertulis maupun tidak tertulis dari suatu
profesi yang dinyatakan oleh organisasi profesi, yang fungsinya sebagai pengingat
berperilaku bagi para anggota organisasi profesi tersebut. Kode etik hanya sebagai
“pagar pengingat” mana yang boleh dan tidak boleh yang dinamis mengikuti
perkembangan lingkungan dan para pihak yang berkepentingan. Organisasi profesi
notaris yaitu INI (Ikatan Notaris Indonesia) telah membentuk kode etik profesi yaitu
kode etik INI. Kode Etik INI bagi para notaris hanya sampai pada tataran sanksi
moral administratif.20Meskipun telah diatur sedemikian rupa dalam undang-undang
jabatan notaris, dan kode etik notaris yang merupakan keseluruhan kaedah moral
yang di tentukan oleh perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia yang wajib di taati oleh
semua orang yang menjalankan tugas jabatan sebagai notaris, baik dalam pelaksanaan
tugas jabatan maupun dalam perilaku kehidupan sehari-hari, namun tekanan faktor
eksternal dari lingkungan serta pertahanan diri yang lemah merupakan sebab betapa
sebagian oknum notaris dewasa ini mudah terjerumus ke praktek kenotariatan tidak
ideal yang mengurangi esensi keluhuran dan martabat sebagai pejabat umum.21
Dalam menjalankan tugasnya berdasarkan Pasal 68 UUJN notaris diawasi oleh
majelis pengawas yaitu:
a. Majelis pengawas daerah untuk tingkat kabupaten atau kota.
b. Majelis pengawas wilayah untuk tingkat propinsi.
c. Majelis pengawas pusat untuk tingkat pusat di jakarta.
Mengenai pengawasan terhadap notaris adalah meliputi keseharian/perilaku
notaris dan pelaksanaan jabatan notaris, yaitu terhadap akta-aktanya. Pengawasan ini
semula dilakukan oleh Ketua Pengadilan Negeri setempat, Ketua Pengadilan Tinggi,
dan Ketua Mahkamah Agung. Namun sejak dikeluarkannya undang-undang Nomor 4
tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman yang di dalamnya mengatur kewenangan
pengawasan terhadap notaris, maka sejak saat itu kewenangan pengawasan beralih
yang semula di lakukan oleh pengadilan negeri yang secara struktur berada di bawah
mahkamah agung, kini beralih kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia.
Kasus pidana yang berkaitan dengan jabatan notaris sehingga notaris harus
dapat mempertanggung jawabkan terhadap akta otentik yang dibuatnya berdasarkan
kenyataan tersebut, maka penelitian tesis ini akan di fokuskan pada tanggung jawab
notaris terhadap akta yang di buat dan berindikasi perbuatan pidana berdasarkan bukti
awal dan patut di duga adanya keterlibatan notaris dalam melakukan tindak pidana
yang berkaitan dengan akte otentik yang dibuat, yang tersusun dalam suatu judul tesis
: Pertanggungjawaban Notaris Dalam Perkara Pidana Berkaitan Dengan Akta Yang
Dibuatnya Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas di rumuskan permasalahan
1. Bagaimanakah pertanggungjawaban notaris sebagai pejabat umum yang
membuat akta jika terjadi masalah pada akta tersebutdi tinjau dari
Undang-Undang nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2014 tentang jabatan notaris ?
2. Bagaimanakah akibat hukum bagi akta notaris jika terjadi perkara pidana?
3. Bagaimanakah upaya dan peranan majelis kehormatan beserta organisasi agar
meminimalisir profesi notaris dalam pembuatan akta tidak telibat dalam kasus
pidana?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka penelitian
ini bertujuan untuk :
1. Untuk mengetahui tanggung jawab notaris sebagai pejabat umum yang membuat
akta jika terjadi masalah pada akta tersebut di tinjau dari Undang- Undang nomor
2 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014
tentang jabatan notaris ?
2. Untuk mengetahui akibat hukum bagi akta notaris jika terjadi perkara pidana?
3. Untuk mengetahui upaya dan peranan majelis kehormatan beserta organisasi agar
meminimalisir profesi notaris dalam pembuatan akta tidak terlibat dalam kasus
pidana?
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini di harapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun
1) Kegunaan secara teoritis dari hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat
dalam bentuk sumbangan saran untuk perkembangan Ilmu Hukum pada
umumnya serta Ilmu kenotariatan khususnya tentang tanggung jawab notaris
sebagai pejabat umum terhadap akta otentik yang dibuat dan berindikasi
perbuatan pidana.
2) Kegunaan secara praktis mengharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan
jalan keluar yang akurat terhadap permasalahan yang yang di teliti dan di
samping itu hasil penelitian ini dapat mengungkapkan teori-teori baru serta
pengembangan teori-teori yang sudah ada.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan hasil penulusuran sementara dan pemeriksaan yang telah
dilakukan baik di kepustakaan penulisan karya ilmiyah Magister Hukum maupun di
Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, ditemukan
beberapa Penelitian mengenai tanggung jawab notaris terhadap akta yang dibuatnya,
tetapi dibahas secara terpisah.
a. Tesis saudara Felix Christian Adriano, NIM : 127011174, dengan judul
Analisis Yuridis Atas Turunnya Kekuatan Pembuktian Akta Notaris Menurut
Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris, dengan
permasalahan sebagai berikut:
a. Bagaimana kedudukan hukum atas batasan turunnya kekuatan
b. Bagaimana mekanisme penerapan sanksi terhadap notaris terhadap
turunnya kekuatan pembuktian akta notaris.
c. Bagaimana batasan pertanggungjawaban notaris terhadap turunnya
kekuatan pembuktian akta.
Dari hasil penelitian ini diperoleh bahwa pengaturan turunnya kekuatan
pembuktian akta Notaris berdasarkan UUJN No. 2 Tahun 2014 yang diatur
dalam Pasal 16 ayat (1), ayat (7) dan ayat (8), pasal 41 yang menunjuk pasal
38, pasal 39, pasal 40, kemudian pasal 44, pasal 48, pasal 50, pasal 51, pasal
52. Bahwa pelanggaran terhadap ketentuan pasal-pasal ini akan
mengakibatkan turunnya kekuatan pembuktian akta otentik menjadi akta
dibawah tangan. Ketentuan dalam pasal-pasal di atas tidak melindungi jabatan
Notaris karena tidak diperlukannya lagi proses pengadilan melalui putusan
hakim untuk menentukan kekuatan pembuktian suatu akta Notaris. Penilaian
akta Notaris yang memiliki kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah
tangan hukum harus melalui proses gugatan ke pengadilan umum untuk
membuktikan, apakah akta Notaris melanggar ketentuan pasal-pasal tersebut
diatas atau tidak. Dengan putusan pengadilan yang tersebut, apabila Notaris
terbukti melanggar ketentuan tersebut diatas maka batasan pertanggung
jawaban Notaris terhadap akta tersebut yaitu berupa peringatan tertulis,
dengan tidak hormat dan secara perdata dapat berupa penggantian biaya, ganti
rugi dan bunga.
b. Tesis saudara M.Zunuza NIM : 06701105 dengan judul Tanggung Jawab
Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham
Perseroan Terbatas, Dengan permasalahan sebagai berikut:
a. Bagaimanakah potensi konflik yang timbul dalam pembuatan berita acara
RUPS perseroan terbatas.
b. Bagaimana upaya notaris mengatasi konflik yang terjadi dalam
pembuatan berita acara RUPS perseroan terbatas.
c. Bagaimanakah tanggung jawab notaris dalam pembuatan berita acara
RUPS perseroan terbatas.
Dari hasil penelitian ini bahwa dalam suatu RUPS (rapat umum
pemegang saham) perseroan terbatas dapat terjadi konflik karena tidak ada
kata sepakat, penerima kuasa dalam notulen rapat tidak sesuai anggaran dasar
keabsahan notulen dibawah tangan sering di rekayasa serta daftar hadir tidak
sesuai dengan anggaran dasar (dilarang sebagai penerima kuasa) sehingga
dalam pengambilan keputusan tidak mendapat suara yang sama oleh
karenanya notaris harus mengatasi hal ini dengan memberikan solusi yang
dapat di terima para pihak, pertimbangan-pertimbangan hukum dengan jalan
c. Tesis saudara Nur Milys Br.Ginting Nim : 107011017 dengan judul Analisis
Yuridis Penegakan Hukum Atas Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN)
Dalam Hubungannya Dengan Penegakan Kode Etik Notaris Dengan
Permasalahan sebagai berikut:
a. Apakah yang menjadi hubungan antara penegakan kode etik notaris
dengan keberadaan undang-undang jabatan notaris terhadap profesi
pekerjaan notaris?
b. Bagaimanakah ketentuan yang merupakan pengecualian dalam penegakan
kode etik notaris sehingga tidak termasuk pelanggaran dalam penegakan
hukum atas undang-undang jabatan notaris (UUJN)?
c. Bagaimanakah pertanggungjawaban notaris, apabila dalam melaksanakan
tugasnya melakukan pelanggaran kode etik?
Dari hasil penelitian bahwa hubungan antara penegakan kode etik notaris
dengan keberadaan Undang-Undang Jabatan Notaris terhadap profesi
pekerjaan sebagai notaris adalah hubungan timbal balik (saling terkait)
diantaranya dalam menjamin kepastian hukum, ketertiban, dan perlindungan
hukum, maksud saling terkait bahwa kode etik notaris lahir akibat amanat
UUJN (seperti maksud dan tujuan pasal 83 UUJN). Kedua seorang notaris
wajib mematuhi dan menjalankan ketentuan UUJN maupun kode etik notaris,
namun ditemukan beberapa ketentuan dalam rumusan kode etik yakni, pada
pasal 5 yang merupakan pengecualian dalam penegakan kode etik notaris,
Undang-Undang, Ketiga, dalam melaksanakan jabatannya, seorang notaris di awasi
oleh mentteri ( vide pasal 67 UUJN Juncto Pasal 68). Menteri membentuk
majelis pengawas berdasarkan ketentuan UUJN, sedangkan dalam ketentuan
kode etik notaris, fungsi pengawasan dijalankan oleh dewan kehormatan.
d. Tesis saudara Gloria Gita Putri Ginting Nim: 037011029 dengan judul tesis
pertanggungjawaban notaris terhadap akta yang mengandung sengketa studi
kasus : (di kota medan). Dengan permasalahan sebagai berikut:
a. Bagaimanakah pertanggungjawaban notaris terhadap akta yang
mengandung sengketa?
b. Faktor-faktor yang bagaimanakah yang menyebabkan akta mengandung
sengketa?
c. Mengapa terjadi sengketa pada akta yang sudah dibuat notaris?
Berdasarkan hasil penelitian tesis diatas bahwa tanggung jawab notaris
terhadap akta yang mengandung sengketa adalah menangguhkan atau
membatalkan penandatanganan akta apabila syarat-syarat pembuatan akta
tidak dipenuhi, memberi penjelasan hukum dan mencegah pembuatan akta
dengan cara memperingatkan para pihak bahwa akta tersebut akan
mengandung sengketa, memberi jalan keluar tanpa adanya pihak yang di
rugikan dan notaris bertanggung jawab baik materil maupun immateril
e. Tesis saudara Masda Nadapdap Nim :087011080 dengan judul analisis yuridis
tentang tanggung jawab notaris kaitannya dengan mal administrasi dengan
permasalahan sebagai berikut :
a. Faktor-faktor apakah yang dapat mempengaruhi seorang notaris untuk
melakukan mal administrasi?
b. Bagaimana tanggungjawab notaris dalam hal terjadinya mal administrasi?
c. Bagaimana upaya yang dilakukan pemerintah dan majelis pengawas
notaris dalam hal meminimalisir terjadinya mal administrasi di kalangan
profesi notaris.
Dari hasil penelitian tesis ini bahwa pelanggaran hukum/ mal administrasi
yang dilakukan oleh notaris dapat dipengaruhi beberapa faktor yakni : faktor
sumber daya manusia, faktor substansi, serta faktor pengawasan Notaris. Hal
tersebut dapat terjadi karena moral, integritas rendah serta tuntutan
kesejahteraan dari notaris yang bersangkutan.
f. Tesis saudara Serli Dwi Warmi Nim : 077011063 dengan judul analisis
yuridis atas perbuatan notaris yang menimbulkan delik-delik pidana (studi
kasus putusan pengadilan negeri medan no. 2601/pid.B/2003/PN.Mdn)
dengan permasalahan sebagai berikut:
a. Bagaimana keabsahan sebuah akta yang dibuat oleh notaris yang
menimbulkan delik-delik pidana?
b. Bagaimana faktor penyebab timbulnya perbuatan notaris yang
c. Bagaimana kebijakan hukum pidana dalam upaya mengatasi perbuatan
notaris yang menimbulkan delik-delik pidana dalam jabatannya?
Dari hasil penelitian tesis ini bahwa perbuatan notaris yang menimbulkan
delik pidana, tidak menyebabkan akta yang dibuatnya menjadi batal, baik itu
akta Pengikatan Jual Beli maupun Akta Jual Beli yang dibuat dihadapan
PPAT. Karena syarat-syarat Formil untuk proses peralihan hak atas tanah
sudah terpenuhi, sedangkan perbuatan notaris yang menggelapkan PPh dab
BPHTB serta SPPT PBB Tahun 2002 secara fiktif merupakan perbuatan
pidana murni yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan Akta Jual Beli.
g. Tesis saudara Cipto Soenaryo Nim :137011114 dengan judul anilisis yuridis
atas pertanggungjawaban Notaris Terhadap akta fidusia yang dibuat setelah
terbit permenkumham nomor 9 tahun 2013 tentang fidusia elektronik dengan
permasalahan sebagai berikut:
a. Bagaimanakah prosedur hukum pendaftaran akta fidusia secara elektronik
yang dibuat dihadapan notaris setelah terbitnya Permenkumham Nomor 9
Tahun 2013?
b. Bagaimanakah tanggung jawab notaris terhadap akta fidusia yang
didaftarkan secara elektronik setelah terbitkan Permenkumham Nomor 9
Tahun 2013 tentang pendaftaran Akta Fidusia secara elektronik?
c. Bagaimanakah hambatan-hambatan yang dihadapi oleh notaris berkaitan
dengan pelaksanaan pendaftaran akta fidusia secara elektronik
Dari hasil penelitian diketahui bahwa pelaksanaan pendaftaran
jaminan fidusia secara elektronik membawa pengaruh positif terhadap
percepatan pelaksanaan pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik tersebut
juga membawa pengaruh negatif yaitu tentang jumlah akta fidusia yang
dibuat oleh para notaris meningkat secara signifikan melampaui batas
kewajaran, sehingga menimbulkan kehawatiran bahwa pembuatan akta
jaminan fidusia tersebut diragukan otensitasnya berdasarkan ketentuan dan
tata cara pembuatan akta autentik berdasarkan ketentuan dan tata cara
pembuatan akta autentik berdasarkan Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 jo
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan notaris.
h. Tesis saudara Agustina Lusiana Elisabet Lumbanbatu Nim :097011061
dengan judul anilisis hukum atas perbuatan oknum notaris yang menerima
penitipan pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan
(BPHTP) (studi putusan pengadilan negeri medan
no.2601/Pid.B/2003/PN.Mdn dengan permasalahan :
a. Bagaimana tanggung jawab notaris yang menerima penitipan pembayaran
BPHTB, dan notaris tersebut tidak menyetorkan pajak BPHTB, dan
notaris tersebut tidak menyetorkan pajak BPHTB, yang di titipkan
kepadanya?
b. Bagaimana akibat hukum apabila seorang notaris tidak membayarkan
c. Bagaimana kewenangan hukum majelis pengawas daerah notaris dalam
pengawasan notaris?
Dari hasil penelitian bahwa kewajiban pembayaran pajak BPHTB
merupakan kewajiban dari wajib pajak dan bukan merupakan kewajiban dari
notaris akan tetapi karena notaris telah menerima penitipan pembayaran dari
kliennya maka notaris bertanggungjawab untuk menyetorkannya.
i. Tesis saudara Desni Prianty Efe Manik Nim :077005007 dengan judul tesis
analisis kewenangan majelis pengawas notaris dalam pengawasan notaris
menurut undang-undang no 30 tahun 2004 tentang jabatan notaris dengan
permasalahan sebagai berikut:
a. Bagaimana kewenangan majelis pengawas notaris dalam pengawasan
notaris menurut undang-undang nomor 30 tahun 2004 tentang jabatan
notaris?
b. Bagaimana akibat hukum dari putusan majelis pengawas notaris terhadap
notaris berdasarkan undang-undang nomor 30 tahun 2004 tentang jabatan
notaris?
c. Bagaimana kendala yang timbul dalam pelaksanaan kewenangan majelis
pengawas notaris serta upaya –upaya untuk mengatasinya?
Dari hasil penelitian tesis ini kewenangan majelis pengawas notaris dalam
pengawasan notaris menurut undang-undang nomor 30 tahun 2004 tentang
jabatan notaris diatur dalam pasal 66 dan 70 untuk MPD, pada pasal 73 untuk
Notaris dalam pengawasan notaris menurut Peraturan Menteri Hukum dan
Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No. M. 02. PR.08.10 Tahun 2004
diatur dalam Pasal 13 dan Pasal 14 untuk MPD, pada pasal 18 untuk MPW
dan pasal 19 untuk MPP.
Berdasarkan uraian sembilan judul tesis tersebut diatas, maka penelitian ini
adalah asli adanya. Artinya secara akademik penelitian ini dapat di
pertanggungjawabkan keaslian, karena belum ada yang melakukan penelitian yang
sam antara judul dengan permasalahan yang diambil dalam penelitan ini, sehingga
dapat di pertanggungjawabkan secara akademis berdasarkan nilai-nilai objektifitas
dan kejujuran.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Kerangka teori merupakan pemikiran atas butir-butir pendapat, atau teori,
tesis mengenai suatu kasus atau pemasalahan ( problematika) yang menjadi
perbandingan, pegangan teoritis.22 Dalam setiap penelitian harus disertai dengan
pemikiran-pemikiran teoritis. Teori adalah menerangkan atau menjelaskan mengapa
gejala spesifik atau proses tertentu terjadi.23Teori menguraikan jalan pikiran menurut
kerangka yang logis artinya mendudukan masalah penelitian yang telah dirumuskan
di dalam kerangka teoritis yang relevan, yang mampu menerangkan masalah
22
M. Solly Lubis,Filsafat dan Penelitian, Bandung, Mandar Maju, 1994. Hal 80
23
tersebut.24 Dalam penelitian ini digunakan teori kepastian hukum. Dalam asas
kepastian hukum sudah umum bilamana kepastian sudah menjadi bagian dari suatu
hukum. Hal ini lebih diutamakan untuk norma hukum tertulis. Kepastian hukum
menghendaki adanya upaya pengaturan hukum dalam perundang-undangan yang
dibuat oleh pihak yang berwenang dan berwibawa, sehingga aturan itu memiliki
aspek yuridis yang dapat menjamin adanya kepastian hukum.
Menurut J.J.H Bruggink mengatakan :
“seluruh pernyataan yang saling berkaitan berkenaan sistem konseptual aturan-aturan hukum dan putusan-putusan hukum, dan sistem tersebut untuk sebagian yang dipositifkan”.25
Selanjutnya Sudikno Mertokusumo menyatakan:
“Tanpa kepastian hukum orang tidak tahu apa yang harus di perbuatnya dan akhirnya timbul keresahan. Tetapi terlalu menitik beratkan kepada kepastian hukum, terlalu ketat menaati peraturan hukum akibatnya kaku dan menimbulkan rasa tidak adil. Adapun yang terjadi peraturannya adalah demikian dan harus ditaati atau dilaksanakan. Undang-Undang itu sering terasa kejam apabila dilaksanakan secara ketat “lex dura set tamen scipta” ( Undang- Undang itu kejam, tetapi demikianlah bunyinya)”26
Kepastian hukum menunjuk kepada pemberlakuan hukum yang jelas, tetap,
konsisten yang pelaksanaannya tidak dapat di pengaruhi oleh keadaan-keadaan yang
sifatnya subjektif. Adapun kepastian hukum sangat diperlukan untuk menjamin
ketentraman dan ketertiban dalam masyarakat karena kepastian hukum dalam bentuk
peraturan atau ketentuan umum mempunyai sifat sebagai berikut:
24
Made Wiratha, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian, Skripsi, dan Tesis, Andi, Yogyakarta, 2006, hal 6
25Salman,Otje dan susanto, Anthon. F, Teori Hukum Mengingat, Mengumpulkan, Dan
Membuka Kembali, Bandung, Refika Aditama, 2013, hal 60
a) Adanya paksaan dari luar (sanksi) dari penguasaan yang bertugas
mempertahankan dan membina tata tertib masyarakat dengan perantara
alat-alatnya.
b) Sifat undang-undang mengikat dan berlaku bagi siapa saja.27
Notaris merupakan suatu profesi yang dilatar belakangi dengan keahlian
khusus yang ditempuh dalam suatu pendidikan dan pelatihan khusus. Hal ini
menuntut notaris untuk memiliki pengetahuan yang luas dan tanggung jawab untuk
melayani kepentingan umum. Pada saat notaris menjalankan tugasnya, notaris harus
memegangteguh dan menjunjung tinggi martabat profesinya sebagai jabatan
kepercayaan dan terhormat. Dalam hal tanggungjawab seorang notaris, mempunyai
kewajiban yang sama dengan bidang pekerjaan-pekerjaan lain yang juga memiliki
tanggung jawab dan kewajiban hukum. Dalam teori tradisional, ada dua jenis
tanggung jawab: pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan dan pertanggungjawab
mutlak. Tanggungjawab mutlak yaitu suatu perbuatan menimbulkan akibat yang
dianggap merugikan oleh pembuat undang-undang dan ada suatu hubungan antara
perbuatan dengan akibatnya. Tiadahubungan antara keadaan jiwa si pelaku dengan
akibat dari perbuatannya.28 Dalam melayani kepentingan umum, notaris dihadapkan
dengan berbagai macam karakter manusia serta keinginan yang berbeda-beda satu
sama lain dari tiap pihak yang datang kepada notaris untuk dibuatkan suatu akta
27Yahya A.Z, Keadilan dan Kepastian
Hukum,http//yahyazeinin.blogspot.com/2008/07/keadilan-dan-kepastian-hukum, tanggal akses 7 April 2015,
28
Filsafat Hukum, Filsafat & Teori Hukum (Zen Zanibar M.Z),
otentik atau sekedar legalisasi untuk penegas atau sebagai bukti tertulis atas suatu
perjanjian yang dibuatnya.
Profesi Notaris berlandaskan pada nilai moral, sehingga pekerjaannya harus
berdasarkan kewajiban, yaitu ada kemauan baik pada dirinya sendiri, tidak
bergantung pada tujuan atau hasil yang dicapai. Sikap moral penunjang etika profesi
Notaris adalah bertindak atas dasar tekad, adanya kesadaranberkewajiban untuk
menjunjung tinggi etika profesi, menciptakan idealisme dalam mempraktikan profesi,
yaitu bekerja bukan untuk mencari keuntungan, mengabdi kepada sesama. Jadi
hubungan etika dan moral adalah bahwa etika sebagai refleksi kritis terhadap masalah
moralitas, dan membantu dalam mencari orientasi terhadap norma-norma dan
nilai-nilai yang ada. Definisinya tentang kewajiban hukum antara etikadan moral adalah
“diwajibkan melakukan atau tidak melakukan sesuatu, atauditempatkan dibawah
kewajiban atau keharusan melakukan atau tidak melakukan,adalah menjadi dapat
dimintai pertanggungjawaban untuk suatu sanksi dalam haltidak mematuhi suatu
perintah”. Tetapi bagaimana dengan kasus dimana orang selainyang tidak mematuhi
hukum, dalam bahasa Austin perintah, bertanggung jawabterhadap suatu sanksi.
Penyelenggaraan kewenangan lembaga kenotariatan di Indonesia berada di
bawah payung UUJN sebagai peraturan induk. Para notaris selain tunduk pada
ketentuan UUJN, juga tunduk pada sejumlah peraturan-peraturan hukum lain, baik
peraturan perundang-undangan yang lebih umum, SK Menteri Hukum dan HAM,
juga ditambah dengan ketentuan-ketentuan kode etik organisasi profesi notaris.
yaitu : “Notaris berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan,
perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan perundangundangan,
dan oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta
otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan
grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu
tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain yang ditetapkan oleh
Undang-Undang”. Kewajiban hukum merupakan suatu kewajiban yang diberikan dari
luar diri manusia (norma heteronom), sedangkan kewajiban moral bersumber dari
dalam diri sendiri (norma otonom). kewajiban hukum dan kewajiban moral dapat
berpadu, dalam tataran ini kewajiban-kewajiban hukum telah diterima sebagai
kewajiban-kewajiban moral. dalam wilayah pembahasan etika, Immanuel Kant
menguraikan etika “imperatif kategoris” dimana, tunduk kepada hukum merupakan
suatu sikapyang tanpa pamrih, dan tidak perlu alasan apapun untuk tunduk kepada
hukum.29Adanya kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang dan kepercayaan
dari masyarakat yang dilayani itulah yang menjadi dasar tugas dan fungsi Notaris
dalam lalu lintas hukum. Dalam melaksanakan tugas jabatannya seorang Notaris
harus berpegang teguh kepada Kode Etik Jabatan Notaris, karena tanpa itu, harkat
dan martabat profesionalisme akan hilang sama sekali. Dalam penelitian ini juga
menggabungkan antara teori pertanggungjawaban sebagaimana telah diuraikan diatas
dengan teori sistem hukum. Teori tentang sistem hukum menurut Lawrence Meir
29
Friedmann terdiri dari tiga elemen, yaitu : elemen struktur, substansi, dan budaya
hukum.30
Dalam menganalisis topik mengenai permasalahan penegakan hukum atas
Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) dalam hubungannya dengan penegakan
Kode Etik Notaris dalam penelitian ini pengaturannya telah terkonsep dalam
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004, Tentang Undang-Undang-Undang-Undang Jabatan Notaris. Konsep
dalam Undang-Undang dimaksudlah yang merupkan aplikasi dari teori sistem hukum
seperti dimaksud Friedmann diatas. Selanjutnya ketiga elemen dalam teori tentang
sistem hukum seperti dimaksud Friedmann diatas ialah, pertama mengenai struktur,
dalam hal ini ialah kode etik notaris. Keberadaan kode etik notaris bertujuan agar
suatu profesi notaris dapat dijalankan dengan profesional dengan motivasi dan
orientasi pada keterampilan intelektual serta berargumentasi secara rasional dan kritis
serta menjunjung tinggi nilai-nilai moral.
2. Konsepsi
Konsepsi berasal dari bahasa latin, Conceptus yang memiliki arti sebagai
suatu kegiatan atau proses berfikir, daya berpikir khususnya penalaran dan
pertimbangan. Konsepsi adalah salah satu bagian yang terpenting dari teori, peranan
konsepsi dalam penelitian ini untuk menghubungkan teori observasi, antara abstraksi
dan kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang
digeneralisasikan dari hal-hal khusus yang disebut defenisi oprasional.31
30
Lawrence. M. Friedman,Hukum Amerika:Sebuah Pengantar, American Law : An Introduction, diterjemahkan oleh Wisnu Basuki, PT. Tatanusa, Jakarta, 2001, hal. 7
Pengertian notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta
otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2004 tentang Undang-Undang Jabatan Notaris. Notaris dikatakan
pejabat umum, dalam hal ini dapat dihubungkan dalam Pasal 1868 KUHPerdata yang
menyatakan bahwa suatu akta otentik adalah suatu akta yang dibuat dalam bentuk
yang ditentukan dalam Undang-Undang dibuat oleh atau dihadapan Pejabat Umum
yang berwenang untuk itu.32
Perkara pidana adalah perbuatan seseorang atau sekelompok orang yang
menimbulkan peristiwa pidana atau melanggar hukum pidana dan diancam dengan
hukuman.33
Akta Notaris adalah akta otentik yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris
menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan, yang merupakan alat bukti tertulis
dengan kekuatan pembuktian sempurna. Demikian menurut ketentuan umum Bab I
Pasal 1 angka 7 dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004
Tentang Jabatan Notaris.
Notaris dalam menjalankan kewenangan terikat pada ketentuan-ketentuan
yang harus ditaati, sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 15 Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, yang antara lain menyebutkan bahwa
notaris berwenang membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan
ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundangundangan dan atau yang
32R. Subekti,Hukum Pembuktian,Pradnya Paramita, Jakarta, 1983, hal. 26
dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta autentik,
menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta memberikan grosse,
salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga
ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh
undang-undang. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penelitian ini adalah
pertanggungjawaban notaris jika pada akta yang dibuatnya tersebut terjadi perkara
pidana menurut Undang-Undang nomor 2 tahun 2014 tentang perubahan atas
Undang-Undang nomor 30 tahun 2004.
G. Metode Penelitian
Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum,
prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum
yang dihadapi. Hal ini sesuai dengan karakter preskriptif ilmu hukum (bersifat
memberi petunjuk atau ketentuan berdasarkan peraturan yang berlaku). Berbeda
dengan penelitian yang dilakukan didalam keilmuan yang bersifat deskriptif yang
menguji kebenaran ada tidaknya sesuatu fakta disebabkan oleh suatu faktor tertentu,
penelitian hukum dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru
sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa hasil yang diperoleh didalam penelitian hukum sudah
mengandung nilai.34
34
1. Sifat penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka penelitian ini
bersifat deskriptif analitis. Deskriptif maksudnya menggambarkan secara sistematis
factual dan akurat tentang permasalahan penegakan hukum atas Undang-Undang
Jabatan notaris. Sedangkan analitis maksudnya hasil data penelitian diolah, dianalisa
dan selanjutnya diuraikan secara cermat terhadap aspek-aspek yang berhubungan
dengan pertanggungjawaban notaris yang terhadap akta yang berindikasi pelanggaran
hukum menurut ketentuan undang-undang nomor 2 tahun 2014 tentang perubahan
undang-undang nomor 30 tahun 2004 tentang jabatan notaris.
2. Jenis penelitian
Dalam penelitian ini digunakan jenis pendekatan yuridis normatif, yaitu
penelitian yang hanya menggunakan dan mengolah data-data sekunder atau disebut
juga dengan metode kepustakaan yang berkaitan dengan Undang-Undang Jabatan
Notaris dan Kode Etik Notaris atau hal lain berhubungan topik permasalahan dalam
penelitian ini (yang berkaitan dengan sinkronisasi hukum).35
3. Teknik pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengumpulkan bahan hukum
primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier. Bahan hukum primer,
adalah bahan hukum yang mempunyai otoritas, yang terdiri dari peraturan
perundang-undangan dan catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan suatu peraturan
perundang-undangan serta putusan hakim.36 Adapun bahan hukum primer dalam
penelitian ini, meliputi Peraturan Perundang-undangan, yaitu Kitab Undang-undang
Hukum Perdata, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
Sementara bahan hukum sekunder adalah data yang diperoleh melalui kepustakaan,
dengan menelaah buku-buku. literatur, undang-undang, tulisan yang ada kaitannya
dengan masalah yang diteliti.37 Dalam penelitian ini data sekunder yang digunakan
adalah Anggaran Dasar Ikatan Notaris Indonesia dan Anggaran Rumah Tangga
Ikatan Notaris Indonesia, Kode Etik Notaris serta hasil wawancara yang telah diolah
dengan Informan seperti beberapa Notaris (sebagai anggota Perkumpulan/Ikatan
Notaris Indonesia), Majelis Pengawas dan Dewan Kehormatan Notaris.
Dalam penelitian hukum, data sekunder mencakup bahan primer yaitu
bahan-bahan hukum yang mengikat; bahan-bahan sekunderyaitu bahan-bahan hukum yang memberikan
penjelasan mengenai bahan hukum primer; dan bahan hukum tertier yakni bahan
yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan
sekunder.38
4. Analisis Data
Didalam penelitian hukum normatif, maka analisis data pada hakekatnya
berarti kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum
tertulis.Sistematisasi berarti membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan hukum
36H. Zainuddin Ali,Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta 2009. hal. 47.
37
Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1990, hal 11
tertulis tersebut, untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi.39Setelah itu
keseluruhan data tersebut akan disistematisasikan sehingga menghasilkan klasifikasi
yang selaras dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, dengan tujuan
untuk memperoleh jawaban yang baik.40 Setelah diperoleh data sekunder berupa
bahan hukum primer, sekunder dan tertier, maka dilakukan inventarisir dan
penyusunan secara sistematik, kemudian diolah dan dianalisa dengan menggunakan
metode analisis kualitatif dan selanjutnya metode penarikan kesimpulan dengan
menggunakan metode deduktif, yakni berpikir dari hal yang umum menuju kepada
hal yang khusus atau spesifik dengan menggunakan perangkat normatif sehingga
dapat memberikan jawaban yang jelas atas permasalahan dan tujuan penelitian.41
39
Soejono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum,Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1984. hal. 251.
40
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum (Suatu Pengantar), Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2001, hal. 106.
41