• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertanggungjawaban Notaris Dengan Akta Yang Dibuatnya Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pertanggungjawaban Notaris Dengan Akta Yang Dibuatnya Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah negara hukum yang mana hal ini secara tegas dinyatakan

dalam Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 45). Profesi

Hukum meliputi Polisi, Hakim, Advokat, Jaksa, Notaris dan lain-lain. Profesi

Hukum sendiri adalah profesi yang luas, dimana setiap peran memiliki karakter

sendiri-sendiri.Kehidupan masyarakat yang memerlukan kepastian hukum

memerlukan sektor pelayanan jasa publik yang saat ini semakin berkembang seiring

meningkatnya kebutuhan masyarakat atas pelayanan jasa. Hal ini berdampak pula

pada peningkatan di bidang jasa notaris. Peranan notaris dalam sektor pelayanan jasa

adalah sbagai pejabat yang diberikan wewenang oleh negara untuk melayani

masyarakat dalam bidang perdata khusunya pembuatan akta otentik.1

Notaris adalah pejabat umum yang diangkat oleh Pemerintah untuk membantu

masyarakat umum dalam hal membuat perjanjian-perjanjian yang ada atau timbul

dalam masyarakat. Perlunya perjanjian tertulis ini dibuat dihadapan seorang Notaris

adalah untuk menjamin kepastian hukum bagi para pihak yang melakukan perjanjian.

Perjanjian tertulis yang dibuat dihadapan Notaris disebut Akta. Tujuannya adalah,

supaya akta tersebut dapat digunakan sebagai bukti yang kuat jika suatu saat terjadi

(2)

perselisihan antara para pihak atau ada gugatan dai pihak lain. Berdasarkan uraian

diatas sangat penting fungsi dari akta Notaris tersebut, oleh karena itu untuk

menghindari tidak sahnya suatu akta, lembaga Notaris mengatur dalam Peraturan

Jabatan Notaris (PJN) yang sekarang telah diganti oleh Undang-Undang Nomor 30

Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.2

Notaris dalam menjalankan profesinya memberikan pelayanan kepada

masyarakat sepatutnya bersikap sesuai aturan yang berlaku, ini penting karena

Notaris melaksanakan tugas jabatannyatidak hanya untuk kepentingan pibadi,

melainkan juga untuk kepentingan masyarakat, serta mempunyai kewajiban untuk

menjamin kebenaran dari akta yang dibuatnya,karena itu seorang Notaris dituntut

lebih peka, jujur, adil, dan transparan dalam pembuatan sebuah akta otentik. Dalam

melaksanaka tugas jabatanya Notaris harus berpegang teguh kepada kode etik jabatan

Notaris, karena tanpa itu harkat dan martabat profesionalisme akan hilang dan tidak

lagi mendapat kepercayaan dari masyarakat. Notaris juga dituntut untuk memiliki

nilai moral yang tinggi, karena dengan adanya moral yang tinggi maka notaris tidak

akan menyalahgunakan wewenang yang ada padanya, sehingga Notaris akan dapat

menjaga matabatnya sebagai seorang penjabat umum yang memberikan pelayanan

yang sesuai dengan aturan yang berlaku dan tidak merusak citra Notaris itu sendiri.3

Menurut GHS Lumban Tobing dalam bukunya peraturan jabatan notaris lembaga

notaris masuk ke Indonesia pada permulaan abad ke 17 dengan beradanyaVereenigde

2G.H.S. Lumban Tobing,“Peraturan Jabatan Notaris”, Erlangga, Jakarta. 1992.Hal 15. 3Komar Andasasmita, Notaris Dengan Sejarah, Peranan, Tugas Kewajiban, Rahasia

(3)

Oost Ind Compagnie(VOC). 4Sejak kehadiran VOC tersebut di Indonesia lalu lintas

hukum perdagangan dilakukan dengan akta notariil, hal ini berdasarkan Notodisoerjo

menyatakan bahwa “Lembaga Notariat telah di kenal di negara Indonesia dijajah oleh

belanda, semula lembaga ini diperuntukan bagi golongan eropa terutama dalam

bidang hukum perdata.5

Berdasarkan hal tersebut lembaga notariat yang sebenarnya hanya

diperuntukan bagi kalangan golongan Eropa dalam lapangan hukum perdata namun

dalam perkembangan selanjutnya masyarakat Indonesia secara umum dapat membuat

suatu perjanjian yang di lakukan di hadapan Notaris. Hal ini menjadikan lembaga

notariat sangat di butuhkan keberadaanya di tengah – tengah masyarakat. Setelah

Indonesia merdeka, tanggal 17 Agustus 1945, keberadaan notaris di Indonesia tetap

diakui berdasarkan ketentuan pasal II Aturan Peralihan Undang –Undang Dasar 1945,

yaitu segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama

belum di adakan yang baru menurut undang-undang dasar ini. Dengan demikian

peraturan tentang notaris pada zaman penjajahan belanda yaitu Reglement op Het

Notaris Ambt in Nederlands Indie (stbl.1860 : 3) tetap berlaku di Indonesia. Pada

tanggal 13 November 1954 telah di berlakukan Undang- Undang Nomor 33 tahun

1954, yang menegaskan berlakunya Stbl.1860 :3 sebagai Undang-Undang Jabatan

Notaris di Indonesia (pasal 1 huruf a) untuk notaris di Indonesia.6

4Habib Adjie,Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik terhadap UU No 30 Tahun 2004

Tentang Jabatan Notaris),Bandung,Refika Aditama, 2008, hal 3

5R.Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia (suatu penjelasan), Jakarta, PT. Grafindo, 1993, hal 13

(4)

Dengan di keluarkanya Undang-Undang Nomor Tahun 30 Tahun 2004

tentang jabatan notaris pada pasal 91 menyatakan telah mencabut dan tidak berlaku

lagi :

1. Reglement op het Notaris ambt in netherlands indie (Stbl.1860 : 3)

sebagaimana telah diubah terakhir dalam lembaran negara 1954 nomor 101.

2. Ordonantie 16 September 1931 tentang Honorarium Notaris.

3. Undang-Undang Nomor 33 tahun 1954 tentang Wakil Notaris dan Wakil

Notaris Sementara.

4. Pasal 54 Undang –Undang nomor 8 tahun 2004 tentang Perubahan atas

Undang-Undang nomor 2 tahun 1986 tentang peradilan umum

5. Peraturan pemerintah nomor 11 tahun 1949 tentang sumpah/ janji jabatan

notaris.

Jika dibandingkan dengan fungsi Notaris pada zaman sekarang sangat

berbeda dengan Notaris pada zaman Romawi pada abad ke 13 masehi akta yang di

buat oleh notaris memiliki sifat sebagai akta umum yang diakui, dan untuk

selanjutnya pada abad ke-15 barulah akta notaris memiliki kekuatan pembuktian

meskipun hal ini tidak pernah di akui secara umum, tetapi para ahli berpendapat

mengenai akta notaris sebagai alat bukti di persidangan dan secara substansial

merupakan alat bukti yang mutlak sehingga mempunyai konsekuensi tersendiri dari

sifat mutlaknya tersebut. Berkaitan dengan itu sama dengan halnya R.Soegondo

(5)

“Akta notaris dapat di terima dalam sidang di pengadilan sebagai alat bukti yang mutlak mengenai isinya, walaupun terhadap akta itu masih dapat di adakan penyangkalan dengan bukti sebaliknya oleh para saksi, apabila mereka yang membuktikan tersebut dapat membuktikan bahwa apa yang di terangkan dalam akte itu adalah tidak benar.”7

Perkembangan hukum yang komplek dalam kehidupan bermasyarakat,

semakin menuntut adanya kepastian hukum terhadap hubungan hukum individu

maupun subyek hukum. Semenjak itulah akta notaris dibuat tidak hanya sekedar

catatan atau bukti untuk mengingat kembali peristiwa-peristiwa yang telah terjadi,

tetapi lebih di tujukan untuk kepentingan kekuatan pembuktiannya, sehingga di

harapkan dapat memberikan kepastian hukum di kemudian hari. Dengan demikian

dapat di pahami bahwa keberadaan jabatan notaris sebagai notaris sangat penting dan

di butuhkan masyarakat luas, mengingat fungsi notaris adalah sebagai pejabat umum

yang membuat alat bukti tertulis berupa akta otentik.8 Berkaitan dengan ruang

lingkup kewenangan notaris adalah dalam bidang hukum perdata rangka menciptakan

kepastian hukum melalui alat bukti akta otentik. Akta otentik sebagai alat bukti

terkuat dan penuh mempunyai peranan penting dalam setiap hubungan hukum dalam

kehidupan masyarakat9Berdasarkan kitab Undang-Undang Hukum Perdata,

(KUHPerdata) Pasal 1867.10Sebagai alat bukti Pasal 1867 KUH perdata “ pembuktian

dengan dilakukan dengan tulisan otentik atau dengan tulisan dibawah tangan.” Pasal

1868 KUH perdata “ suatu akta otentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk

7Ibid. Hal 19. 8

G.H.S Lumban Tobing,Perturan Jabatan Notaris, Cetakan ke-5,Jakarta, Erlangga hal. 51-52.

9

Supriadi,Etika & Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika, 2008, Hal 29.

(6)

yang di tentukan undang-undang yang dibuat di hadapan pejabat umum yang

berwenang untuk itu dimana akta itu di buat.”

Fungsi akta otentik dalam hal pembuktian tentunya di harapkan dapat

menjelaskan secara lengkap dalam proses pembuktian di persidangan, karena pada

proses peradilan berdasarkan hukum acara pidana, terdapat proses pembuktian, yang

menekankan pada alat – alat bukti yang sah menurut Pasal 184 kitab undang-undang

hukum acara pidana (KUHAP), antara lain:11

1. Keterangan saksi.

2. Keterangan ahli.

3. Surat.

4. Petunjuk.

5. Keterangan terdakwa.

Akta otentik sebagai produk notaris dalam pembuktian di dalam persidangan

di kategorikan sebagai alat bukti surat. Sebagaimana yang di atur dalam pasal 1 angka

1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang jabatan notaris (UUJN) bahwa

notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik dan kewenangan

sebagaimana yang di tetapkan dalam undang-undang ini.12Eksistensi notaris sebagai

pejabat umum didasarkan atas undang-undang jabatan notaris yang menetapkan

rambu-rambu bagi gerak langkah seorang notaris, yaitu notaris sebagai pejabat publik

11R Sunarto Soerodibroto,KUHP dan KUHAP Dilengkapi Yurisprudensi Mahkamah Agung

dan Hoge Raad,Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2003, Hal 438.

12Hadi Setia Tunggal,Peraturan Pelaksanaan Undang- Undang Jabatan Notaris Dilengkapi

(7)

yang berwenang untuk membuat akta otentik, mempunyai peran penting dalam

kehidupan masyarakat, banyak sektor kehidupan transaksi bisnis dari masyarakat

yang memerlukan peran serta dari notaris, bahkan beberapa ketentuan yang

mengharuskan dibuat dengan akta notaris yang artinya jika tidak di buat dengan akta

notaris maka transaksi atau kegiatan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum.13

Dalam pasal 1 angka 7 undang-undang jabatan notaris menyebutkan bahwa “akta

notaris adalah akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan notaris menurut bentuk

dan tata cara yang di tetapkan dalam undang-undang ini. “ Pasal ini merupakan

penegasan dari Pasal 1868 KUHPerdata “suatu akta otentik ialah suatu akta yang di

dalam bentuk yang di tentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan

pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu dimana akta dibuatnya. Jelas bahwa

salah satu akta otentik adalah akta yang dibuat oleh notaris.14

Berdasarkan bunyi pasal 1868 KUHPerdatat, unsur-unsur dalam suatu akta

adalah:

1. Akta itu dibuat sesuai undang-undang.

2. Akta itu dibuat dalam bentuk menurut undang-undang.

3. Akta itu dibuat oleh atau di hadapan pejabat umum.

4. Akta itu dibuat oleh atau di hadapan pejabat yang berwenang untuk

membuatnya dimana akte itu di buat.

(8)

Kewenangan membuat akta otentik ini merupakan permintaan para pihak

sepanjang tidak bertentangan dengan Pasal 1320 KUH Perdata yaitu syarat sahnya

perjanjian yakni :

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.

2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian.

3. Suatu hal tertentu.

4. Suatu sebab yang halal.

Atas dasar kewenangan tersebut, dalam menjalankan tugas dan kewajibannya

notaris di tuntut untuk memberikan jaminan kepastian hukum dan pelayanan

profesional. Dalam mewujudkan 2 (dua) sisi pekerjaan yang mengandung dan

ketelitian serta tanggung jawab yang tinggi. Untuk itu dalam praktek sehari-hari

notaris diwajibkan untuk senantiasa menjunjung tinggi hukum dan asas negara serta

bertindak sesuai dengan makna sumpah jabatan dan mengutamakan pengabdiannya

kepada kepentingan masyarakat dan negara.

Adanya kewajiban kepribadian yang baik dan untuk menjunjung tinggi

martabat jabatan notaris, dengan demikian dalam pelaksanaan jabatannya notaris

tidak di benarkan melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan martabat dan

kehormatan jabatan notaris.Notaris sebagai pejabat umum dalam menjalankan tugas

jabatannya mengemban amanat yang beasal dari dua sumber yaitu :

a. Anggota masyarakat yang menjadi klien notaris, menghendaki agar notaris

(9)

b. Amanat berupa perintah dari undang-undang secara tidak langsung kepada

notaris, agar untuk perbuatan hukum itu di tuangkan dan dinyatakan dengan

akta otentik, hal ini mengandung makna bahwa notaris terikat dan

berkewajiban untuk mentaati peraturan yang mensyaratkan untuk sahnya

sebagai akta otentik.15

Dalam menjalankan tugas sehari-hari sebagai pembuat akta, Notaris dituntut

untuk lebih berhati-hati, untuk memeriksa identitas penghadap seperti Kartu Tanda

Penduduk (KTP), Kartu Keluarga yang masih berlaku atau apabila tidak mempunyai

KTP sebagai bukti identitas diri, Notaris dapat meminta identitas lain seperti Surat

Izin Mengemudi (SIM), Kartu Pelajar, dan identitas sah lainnya. Bagi Warga Negara

Asing sebagai ganti dari identitas seperti KTP dan SIM, kepada penghadap dapat

dimintakan Pasport. Setelah seluruh persyaratan tersebut dilengkapi oleh penghadap

maka barulah kemudian akta dapat dibuat oleh Notaris. Namun dalam hal pemenuhan

prosedur tersebut ada juga Notaris yang melakukan penyimpangan. Meskipun telah

diketahui bahwa identitas tersebut tidak sesuai dengan penghadap namun akta notaris

tetap dibuat oleh notaris yang bersangkutan. Berdasarkan Perumusan unsur-unsur

pidana dari bunyi pasal 263 KUHP mengenai pemalsuan akta otentik yang dilakukan

oleh Notaris tidak bisa diterapkan kepada pelaku yakni Notaris yang memalsu akta

otentik. Akan tetapi Notaris tersebut dapat dikenakan sanksi dari Pasal 264 KUHP,

sebab Pasal 264 KUHP merupakan Pemalsuan Surat yang diperberat dikarenakan

(10)

obyek pemalsuan ini mengandung nilai kepercayaan yang tinggi. Sehingga semua

unsur yang membedakan antara Pasal 263 dengan Pasal 264 KUHP hanya terletak

pada adanya obyek pemalsuan, yaitu:

“Macam surat dan surat yang mengandung kepercayaan yang lebih besar akan

kebenaran isinya”.

Surat ialah suatu lembaran kertas yang di atasnya terdapat tulisan yang terdiri

dari kalimat dan huruf termasuk angka yang mengandung atau berisi buah pikiran

atau makna tertentu, yang dapat berupa tulisan dengan tangan, dengan mesin ketik,

printer komputer, dengan mesin cetak dan dengan alat dan cara apapun. Membuat

surat palsu (membuat palsu/valschelijk opmaaken sebuah surat) adalah membuat

sebuah surat yang seluruh atau sebagian isinya palsu, atau bertentangan dengan yang

sebenarnya.Di dalam Pasal 184 KUHAP, surat merupakan salah satu alat bukti yang

sah. Adapun yang dimaksud surat sebagai alat bukti adalah yang dibuat atas sumpah

jabatan atau dikuatkan dengan sumpah. Misalnya berita acara dan surat lain yang

dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat di hadapannya, yang

memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau

dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangan itu.

Surat yang dibuat menurut keterangan peraturan perundang-undangan atau surat yang

dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi

tanggungjawabnya dan diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu

keadaan, termasuk juga surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat

(11)

kepadanya. Misalnya hasil visum et repertum, uji balistik, bedah mayat, uji keaslian

surat, dan sebagainya. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya

dengan isi dari alat pembuktian yang lain.

Ketentuan Pasal 264 ayat (1) dan ayat (2) KUHPidana ini secara umum

mengatur masalah pemalsuan akta otentik atau dengan kata lain adalah surat-surat

yang dibuat menurut bentuk dan syarat-syarat yang ditetapkan oleh undang-undang

dan dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum. Oleh karena itudikatakan pemalsuan

surat yang diperberat ancaman pidananya. Surat-surat ini adalah surat yang

mengandung kepercayaan yang lebih besar akan kebenaran isinya. Pada surat-surat

tersebut mempunyai derajat kebenaran yang lebih tinggi daripada surat-surat biasa

atau surat-surat lainnya.16

Terkait dengan pekerjaan notaris dalam rangka pembuatan akta otentik,

diharapkan dalam pelaksanaan tugasnya, notaris akan terhindar dari segala akibat

hukum terhadap akta-akta yang telah dan atau akan di buatnya. Dalam kehidupan

sehari hari sering manusia selalu dihadapkan pada tuntutan pemenuhan kebutuhan

hidup yang semakin sulit keadaan ini yang membuat beberapa orang berfikir singkat

untuk dapat segera memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dengan jalan pintas, tidak

terkecuali dengan profesi notaris. Idealisme seakan menjadi barang baru dan aneh di

tengah maraknya pragmatisme yang menjadi faham baru di tengah masyarakat.

Notaris sebagai bagian dari individu dalam masyarakat menghadapi tantangan yang

serupa. Di satu sisi notaris diminta menjaga idealismenya sebagai pejabat umum,

(12)

Namun disisi lain notaris di himpit oleh kehidupan materialisme gemerlap yang

merobohkan benteng nurani.17

Profesi hukum khususnya notaris merupakan profesi yang menuntut

pemenuhan nilai moral dan perkembangannya. Nilai moral merupakan kekuatan yang

mengarahkan dan mendasari perbuatan luhur, oleh karena itu notaris di tuntut supaya

memiliki nilai moral yang kuat. Hal ini juga didasari oleh lima kriteria nilai moral

yang kuat mendasari kepribadian profesional hukum sebagai berikut :18

a) Kejujuran, kejujuran adalah dasar utama. Tanpa kejujuran maka profesional

hukum mengingkari misi profesinya, sehingga dia menjadi munafik, licik,

penuh tipu diri. Dua sikap yang terdapat dalam kejujuran yaitu, terbuka, ini

berkenaan dengan pelayanan klien, kerelaan melayani secara bayaran atau

secara Cuma-Cuma. Dan bersikap wajar, ini berkenaan dengan perbuatan

yang tidak berlebihan.

b) Autentik. Artinya menghayati dan menunjukan diri sesuai dengan

keasliannya, autentik pribadi profesional hukum antara yaitu tidak

menyalahgunakan wewenang, tidak melakukan perbuatan yang merendahkan

martabat, mendahulukan kepentingan klien, berani berinisiatif dan berbuat

sendiri dengan kebijakan dan tidak semata-mata menunggu perintah atasan,

dan tidak mengisolasi diri dari pergaulan.

17Anke Dwi Saputro (Penyadur), Jati Diri Notaris Indonesia, Dulu, Sekarang dan Di Masa

(13)

c) Bertanggung jawab. Dalam menjalankan tugasnya, profesional hukum wajib

bertanggung jawab artinya kesediaan melakukan dengan sebaik mungkin apa

saja yang termasuk lingkup profesinya, bertindak secara proporsional tanpa

membedakan perkara bayaran dan perkara Cuma-Cuma.

d) Kemandirian moral. Kemandirian moral artinya tidak mudah terpengaruh atau

tidak mudah mengikutipandangan moral yang terjadi di sekitarnya, melainkan

membentuk penilaian sendiri. Mandiri secara moral berarti tidak dapat dibeli

oleh pendapat mayoritas, tidak terpengaruh oleh pertimbangan untung rugi,

menyesuaikan diri dengan nilai kesusilaan agama.

e) Keberanian moral. Keberanian moral adalah kesetiaan terhadap suatu hati

nurani yang menyatakan kesediaan untuk menanggung resiko konflik.

Keberanian dimaskud disini yaitu, menolak segala bentuk korupsi, kolusi,

suap dan pungli, menolak tawaran damai ditempat atas tilang karena

pelanggaran lalu lintas jalan raya, dan menolak segala bentuk cara

penyelesaian melalui cara yang tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang.

Disinilah kadar spiritual seseorang di ukur, tidak hanya dengan beribadah

kepada Tuhan Yang Maha Esa saja.19Seseorang harus dapat menjalani hidup dengan

konsisten sesuai pemahaman misi hidup manusia sesuai dengan keyakinan agama

masing-masing. Demikian juga dalam menjalankan profesi notaris, telah di atur

dalam kode etik sebagai parameter kasat mata, detail dan jelas tentang larangan boleh

dan tidak terhadap perilaku dan perbuatan notaris. Kode etik dipahami sebagai norma

(14)

dan peraturan mengenai etika, baik yang tertulis maupun tidak tertulis dari suatu

profesi yang dinyatakan oleh organisasi profesi, yang fungsinya sebagai pengingat

berperilaku bagi para anggota organisasi profesi tersebut. Kode etik hanya sebagai

“pagar pengingat” mana yang boleh dan tidak boleh yang dinamis mengikuti

perkembangan lingkungan dan para pihak yang berkepentingan. Organisasi profesi

notaris yaitu INI (Ikatan Notaris Indonesia) telah membentuk kode etik profesi yaitu

kode etik INI. Kode Etik INI bagi para notaris hanya sampai pada tataran sanksi

moral administratif.20Meskipun telah diatur sedemikian rupa dalam undang-undang

jabatan notaris, dan kode etik notaris yang merupakan keseluruhan kaedah moral

yang di tentukan oleh perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia yang wajib di taati oleh

semua orang yang menjalankan tugas jabatan sebagai notaris, baik dalam pelaksanaan

tugas jabatan maupun dalam perilaku kehidupan sehari-hari, namun tekanan faktor

eksternal dari lingkungan serta pertahanan diri yang lemah merupakan sebab betapa

sebagian oknum notaris dewasa ini mudah terjerumus ke praktek kenotariatan tidak

ideal yang mengurangi esensi keluhuran dan martabat sebagai pejabat umum.21

Dalam menjalankan tugasnya berdasarkan Pasal 68 UUJN notaris diawasi oleh

majelis pengawas yaitu:

a. Majelis pengawas daerah untuk tingkat kabupaten atau kota.

b. Majelis pengawas wilayah untuk tingkat propinsi.

c. Majelis pengawas pusat untuk tingkat pusat di jakarta.

(15)

Mengenai pengawasan terhadap notaris adalah meliputi keseharian/perilaku

notaris dan pelaksanaan jabatan notaris, yaitu terhadap akta-aktanya. Pengawasan ini

semula dilakukan oleh Ketua Pengadilan Negeri setempat, Ketua Pengadilan Tinggi,

dan Ketua Mahkamah Agung. Namun sejak dikeluarkannya undang-undang Nomor 4

tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman yang di dalamnya mengatur kewenangan

pengawasan terhadap notaris, maka sejak saat itu kewenangan pengawasan beralih

yang semula di lakukan oleh pengadilan negeri yang secara struktur berada di bawah

mahkamah agung, kini beralih kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia

Republik Indonesia.

Kasus pidana yang berkaitan dengan jabatan notaris sehingga notaris harus

dapat mempertanggung jawabkan terhadap akta otentik yang dibuatnya berdasarkan

kenyataan tersebut, maka penelitian tesis ini akan di fokuskan pada tanggung jawab

notaris terhadap akta yang di buat dan berindikasi perbuatan pidana berdasarkan bukti

awal dan patut di duga adanya keterlibatan notaris dalam melakukan tindak pidana

yang berkaitan dengan akte otentik yang dibuat, yang tersusun dalam suatu judul tesis

: Pertanggungjawaban Notaris Dalam Perkara Pidana Berkaitan Dengan Akta Yang

Dibuatnya Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas di rumuskan permasalahan

(16)

1. Bagaimanakah pertanggungjawaban notaris sebagai pejabat umum yang

membuat akta jika terjadi masalah pada akta tersebutdi tinjau dari

Undang-Undang nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 30

Tahun 2014 tentang jabatan notaris ?

2. Bagaimanakah akibat hukum bagi akta notaris jika terjadi perkara pidana?

3. Bagaimanakah upaya dan peranan majelis kehormatan beserta organisasi agar

meminimalisir profesi notaris dalam pembuatan akta tidak telibat dalam kasus

pidana?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka penelitian

ini bertujuan untuk :

1. Untuk mengetahui tanggung jawab notaris sebagai pejabat umum yang membuat

akta jika terjadi masalah pada akta tersebut di tinjau dari Undang- Undang nomor

2 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014

tentang jabatan notaris ?

2. Untuk mengetahui akibat hukum bagi akta notaris jika terjadi perkara pidana?

3. Untuk mengetahui upaya dan peranan majelis kehormatan beserta organisasi agar

meminimalisir profesi notaris dalam pembuatan akta tidak terlibat dalam kasus

pidana?

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini di harapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun

(17)

1) Kegunaan secara teoritis dari hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat

dalam bentuk sumbangan saran untuk perkembangan Ilmu Hukum pada

umumnya serta Ilmu kenotariatan khususnya tentang tanggung jawab notaris

sebagai pejabat umum terhadap akta otentik yang dibuat dan berindikasi

perbuatan pidana.

2) Kegunaan secara praktis mengharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan

jalan keluar yang akurat terhadap permasalahan yang yang di teliti dan di

samping itu hasil penelitian ini dapat mengungkapkan teori-teori baru serta

pengembangan teori-teori yang sudah ada.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penulusuran sementara dan pemeriksaan yang telah

dilakukan baik di kepustakaan penulisan karya ilmiyah Magister Hukum maupun di

Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, ditemukan

beberapa Penelitian mengenai tanggung jawab notaris terhadap akta yang dibuatnya,

tetapi dibahas secara terpisah.

a. Tesis saudara Felix Christian Adriano, NIM : 127011174, dengan judul

Analisis Yuridis Atas Turunnya Kekuatan Pembuktian Akta Notaris Menurut

Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris, dengan

permasalahan sebagai berikut:

a. Bagaimana kedudukan hukum atas batasan turunnya kekuatan

(18)

b. Bagaimana mekanisme penerapan sanksi terhadap notaris terhadap

turunnya kekuatan pembuktian akta notaris.

c. Bagaimana batasan pertanggungjawaban notaris terhadap turunnya

kekuatan pembuktian akta.

Dari hasil penelitian ini diperoleh bahwa pengaturan turunnya kekuatan

pembuktian akta Notaris berdasarkan UUJN No. 2 Tahun 2014 yang diatur

dalam Pasal 16 ayat (1), ayat (7) dan ayat (8), pasal 41 yang menunjuk pasal

38, pasal 39, pasal 40, kemudian pasal 44, pasal 48, pasal 50, pasal 51, pasal

52. Bahwa pelanggaran terhadap ketentuan pasal-pasal ini akan

mengakibatkan turunnya kekuatan pembuktian akta otentik menjadi akta

dibawah tangan. Ketentuan dalam pasal-pasal di atas tidak melindungi jabatan

Notaris karena tidak diperlukannya lagi proses pengadilan melalui putusan

hakim untuk menentukan kekuatan pembuktian suatu akta Notaris. Penilaian

akta Notaris yang memiliki kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah

tangan hukum harus melalui proses gugatan ke pengadilan umum untuk

membuktikan, apakah akta Notaris melanggar ketentuan pasal-pasal tersebut

diatas atau tidak. Dengan putusan pengadilan yang tersebut, apabila Notaris

terbukti melanggar ketentuan tersebut diatas maka batasan pertanggung

jawaban Notaris terhadap akta tersebut yaitu berupa peringatan tertulis,

(19)

dengan tidak hormat dan secara perdata dapat berupa penggantian biaya, ganti

rugi dan bunga.

b. Tesis saudara M.Zunuza NIM : 06701105 dengan judul Tanggung Jawab

Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham

Perseroan Terbatas, Dengan permasalahan sebagai berikut:

a. Bagaimanakah potensi konflik yang timbul dalam pembuatan berita acara

RUPS perseroan terbatas.

b. Bagaimana upaya notaris mengatasi konflik yang terjadi dalam

pembuatan berita acara RUPS perseroan terbatas.

c. Bagaimanakah tanggung jawab notaris dalam pembuatan berita acara

RUPS perseroan terbatas.

Dari hasil penelitian ini bahwa dalam suatu RUPS (rapat umum

pemegang saham) perseroan terbatas dapat terjadi konflik karena tidak ada

kata sepakat, penerima kuasa dalam notulen rapat tidak sesuai anggaran dasar

keabsahan notulen dibawah tangan sering di rekayasa serta daftar hadir tidak

sesuai dengan anggaran dasar (dilarang sebagai penerima kuasa) sehingga

dalam pengambilan keputusan tidak mendapat suara yang sama oleh

karenanya notaris harus mengatasi hal ini dengan memberikan solusi yang

dapat di terima para pihak, pertimbangan-pertimbangan hukum dengan jalan

(20)

c. Tesis saudara Nur Milys Br.Ginting Nim : 107011017 dengan judul Analisis

Yuridis Penegakan Hukum Atas Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN)

Dalam Hubungannya Dengan Penegakan Kode Etik Notaris Dengan

Permasalahan sebagai berikut:

a. Apakah yang menjadi hubungan antara penegakan kode etik notaris

dengan keberadaan undang-undang jabatan notaris terhadap profesi

pekerjaan notaris?

b. Bagaimanakah ketentuan yang merupakan pengecualian dalam penegakan

kode etik notaris sehingga tidak termasuk pelanggaran dalam penegakan

hukum atas undang-undang jabatan notaris (UUJN)?

c. Bagaimanakah pertanggungjawaban notaris, apabila dalam melaksanakan

tugasnya melakukan pelanggaran kode etik?

Dari hasil penelitian bahwa hubungan antara penegakan kode etik notaris

dengan keberadaan Undang-Undang Jabatan Notaris terhadap profesi

pekerjaan sebagai notaris adalah hubungan timbal balik (saling terkait)

diantaranya dalam menjamin kepastian hukum, ketertiban, dan perlindungan

hukum, maksud saling terkait bahwa kode etik notaris lahir akibat amanat

UUJN (seperti maksud dan tujuan pasal 83 UUJN). Kedua seorang notaris

wajib mematuhi dan menjalankan ketentuan UUJN maupun kode etik notaris,

namun ditemukan beberapa ketentuan dalam rumusan kode etik yakni, pada

pasal 5 yang merupakan pengecualian dalam penegakan kode etik notaris,

(21)

Undang-Undang, Ketiga, dalam melaksanakan jabatannya, seorang notaris di awasi

oleh mentteri ( vide pasal 67 UUJN Juncto Pasal 68). Menteri membentuk

majelis pengawas berdasarkan ketentuan UUJN, sedangkan dalam ketentuan

kode etik notaris, fungsi pengawasan dijalankan oleh dewan kehormatan.

d. Tesis saudara Gloria Gita Putri Ginting Nim: 037011029 dengan judul tesis

pertanggungjawaban notaris terhadap akta yang mengandung sengketa studi

kasus : (di kota medan). Dengan permasalahan sebagai berikut:

a. Bagaimanakah pertanggungjawaban notaris terhadap akta yang

mengandung sengketa?

b. Faktor-faktor yang bagaimanakah yang menyebabkan akta mengandung

sengketa?

c. Mengapa terjadi sengketa pada akta yang sudah dibuat notaris?

Berdasarkan hasil penelitian tesis diatas bahwa tanggung jawab notaris

terhadap akta yang mengandung sengketa adalah menangguhkan atau

membatalkan penandatanganan akta apabila syarat-syarat pembuatan akta

tidak dipenuhi, memberi penjelasan hukum dan mencegah pembuatan akta

dengan cara memperingatkan para pihak bahwa akta tersebut akan

mengandung sengketa, memberi jalan keluar tanpa adanya pihak yang di

rugikan dan notaris bertanggung jawab baik materil maupun immateril

(22)

e. Tesis saudara Masda Nadapdap Nim :087011080 dengan judul analisis yuridis

tentang tanggung jawab notaris kaitannya dengan mal administrasi dengan

permasalahan sebagai berikut :

a. Faktor-faktor apakah yang dapat mempengaruhi seorang notaris untuk

melakukan mal administrasi?

b. Bagaimana tanggungjawab notaris dalam hal terjadinya mal administrasi?

c. Bagaimana upaya yang dilakukan pemerintah dan majelis pengawas

notaris dalam hal meminimalisir terjadinya mal administrasi di kalangan

profesi notaris.

Dari hasil penelitian tesis ini bahwa pelanggaran hukum/ mal administrasi

yang dilakukan oleh notaris dapat dipengaruhi beberapa faktor yakni : faktor

sumber daya manusia, faktor substansi, serta faktor pengawasan Notaris. Hal

tersebut dapat terjadi karena moral, integritas rendah serta tuntutan

kesejahteraan dari notaris yang bersangkutan.

f. Tesis saudara Serli Dwi Warmi Nim : 077011063 dengan judul analisis

yuridis atas perbuatan notaris yang menimbulkan delik-delik pidana (studi

kasus putusan pengadilan negeri medan no. 2601/pid.B/2003/PN.Mdn)

dengan permasalahan sebagai berikut:

a. Bagaimana keabsahan sebuah akta yang dibuat oleh notaris yang

menimbulkan delik-delik pidana?

b. Bagaimana faktor penyebab timbulnya perbuatan notaris yang

(23)

c. Bagaimana kebijakan hukum pidana dalam upaya mengatasi perbuatan

notaris yang menimbulkan delik-delik pidana dalam jabatannya?

Dari hasil penelitian tesis ini bahwa perbuatan notaris yang menimbulkan

delik pidana, tidak menyebabkan akta yang dibuatnya menjadi batal, baik itu

akta Pengikatan Jual Beli maupun Akta Jual Beli yang dibuat dihadapan

PPAT. Karena syarat-syarat Formil untuk proses peralihan hak atas tanah

sudah terpenuhi, sedangkan perbuatan notaris yang menggelapkan PPh dab

BPHTB serta SPPT PBB Tahun 2002 secara fiktif merupakan perbuatan

pidana murni yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan Akta Jual Beli.

g. Tesis saudara Cipto Soenaryo Nim :137011114 dengan judul anilisis yuridis

atas pertanggungjawaban Notaris Terhadap akta fidusia yang dibuat setelah

terbit permenkumham nomor 9 tahun 2013 tentang fidusia elektronik dengan

permasalahan sebagai berikut:

a. Bagaimanakah prosedur hukum pendaftaran akta fidusia secara elektronik

yang dibuat dihadapan notaris setelah terbitnya Permenkumham Nomor 9

Tahun 2013?

b. Bagaimanakah tanggung jawab notaris terhadap akta fidusia yang

didaftarkan secara elektronik setelah terbitkan Permenkumham Nomor 9

Tahun 2013 tentang pendaftaran Akta Fidusia secara elektronik?

c. Bagaimanakah hambatan-hambatan yang dihadapi oleh notaris berkaitan

dengan pelaksanaan pendaftaran akta fidusia secara elektronik

(24)

Dari hasil penelitian diketahui bahwa pelaksanaan pendaftaran

jaminan fidusia secara elektronik membawa pengaruh positif terhadap

percepatan pelaksanaan pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik tersebut

juga membawa pengaruh negatif yaitu tentang jumlah akta fidusia yang

dibuat oleh para notaris meningkat secara signifikan melampaui batas

kewajaran, sehingga menimbulkan kehawatiran bahwa pembuatan akta

jaminan fidusia tersebut diragukan otensitasnya berdasarkan ketentuan dan

tata cara pembuatan akta autentik berdasarkan ketentuan dan tata cara

pembuatan akta autentik berdasarkan Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 jo

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan notaris.

h. Tesis saudara Agustina Lusiana Elisabet Lumbanbatu Nim :097011061

dengan judul anilisis hukum atas perbuatan oknum notaris yang menerima

penitipan pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan

(BPHTP) (studi putusan pengadilan negeri medan

no.2601/Pid.B/2003/PN.Mdn dengan permasalahan :

a. Bagaimana tanggung jawab notaris yang menerima penitipan pembayaran

BPHTB, dan notaris tersebut tidak menyetorkan pajak BPHTB, dan

notaris tersebut tidak menyetorkan pajak BPHTB, yang di titipkan

kepadanya?

b. Bagaimana akibat hukum apabila seorang notaris tidak membayarkan

(25)

c. Bagaimana kewenangan hukum majelis pengawas daerah notaris dalam

pengawasan notaris?

Dari hasil penelitian bahwa kewajiban pembayaran pajak BPHTB

merupakan kewajiban dari wajib pajak dan bukan merupakan kewajiban dari

notaris akan tetapi karena notaris telah menerima penitipan pembayaran dari

kliennya maka notaris bertanggungjawab untuk menyetorkannya.

i. Tesis saudara Desni Prianty Efe Manik Nim :077005007 dengan judul tesis

analisis kewenangan majelis pengawas notaris dalam pengawasan notaris

menurut undang-undang no 30 tahun 2004 tentang jabatan notaris dengan

permasalahan sebagai berikut:

a. Bagaimana kewenangan majelis pengawas notaris dalam pengawasan

notaris menurut undang-undang nomor 30 tahun 2004 tentang jabatan

notaris?

b. Bagaimana akibat hukum dari putusan majelis pengawas notaris terhadap

notaris berdasarkan undang-undang nomor 30 tahun 2004 tentang jabatan

notaris?

c. Bagaimana kendala yang timbul dalam pelaksanaan kewenangan majelis

pengawas notaris serta upaya –upaya untuk mengatasinya?

Dari hasil penelitian tesis ini kewenangan majelis pengawas notaris dalam

pengawasan notaris menurut undang-undang nomor 30 tahun 2004 tentang

jabatan notaris diatur dalam pasal 66 dan 70 untuk MPD, pada pasal 73 untuk

(26)

Notaris dalam pengawasan notaris menurut Peraturan Menteri Hukum dan

Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No. M. 02. PR.08.10 Tahun 2004

diatur dalam Pasal 13 dan Pasal 14 untuk MPD, pada pasal 18 untuk MPW

dan pasal 19 untuk MPP.

Berdasarkan uraian sembilan judul tesis tersebut diatas, maka penelitian ini

adalah asli adanya. Artinya secara akademik penelitian ini dapat di

pertanggungjawabkan keaslian, karena belum ada yang melakukan penelitian yang

sam antara judul dengan permasalahan yang diambil dalam penelitan ini, sehingga

dapat di pertanggungjawabkan secara akademis berdasarkan nilai-nilai objektifitas

dan kejujuran.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Kerangka teori merupakan pemikiran atas butir-butir pendapat, atau teori,

tesis mengenai suatu kasus atau pemasalahan ( problematika) yang menjadi

perbandingan, pegangan teoritis.22 Dalam setiap penelitian harus disertai dengan

pemikiran-pemikiran teoritis. Teori adalah menerangkan atau menjelaskan mengapa

gejala spesifik atau proses tertentu terjadi.23Teori menguraikan jalan pikiran menurut

kerangka yang logis artinya mendudukan masalah penelitian yang telah dirumuskan

di dalam kerangka teoritis yang relevan, yang mampu menerangkan masalah

22

M. Solly Lubis,Filsafat dan Penelitian, Bandung, Mandar Maju, 1994. Hal 80

23

(27)

tersebut.24 Dalam penelitian ini digunakan teori kepastian hukum. Dalam asas

kepastian hukum sudah umum bilamana kepastian sudah menjadi bagian dari suatu

hukum. Hal ini lebih diutamakan untuk norma hukum tertulis. Kepastian hukum

menghendaki adanya upaya pengaturan hukum dalam perundang-undangan yang

dibuat oleh pihak yang berwenang dan berwibawa, sehingga aturan itu memiliki

aspek yuridis yang dapat menjamin adanya kepastian hukum.

Menurut J.J.H Bruggink mengatakan :

“seluruh pernyataan yang saling berkaitan berkenaan sistem konseptual aturan-aturan hukum dan putusan-putusan hukum, dan sistem tersebut untuk sebagian yang dipositifkan”.25

Selanjutnya Sudikno Mertokusumo menyatakan:

“Tanpa kepastian hukum orang tidak tahu apa yang harus di perbuatnya dan akhirnya timbul keresahan. Tetapi terlalu menitik beratkan kepada kepastian hukum, terlalu ketat menaati peraturan hukum akibatnya kaku dan menimbulkan rasa tidak adil. Adapun yang terjadi peraturannya adalah demikian dan harus ditaati atau dilaksanakan. Undang-Undang itu sering terasa kejam apabila dilaksanakan secara ketat “lex dura set tamen scipta” ( Undang- Undang itu kejam, tetapi demikianlah bunyinya)”26

Kepastian hukum menunjuk kepada pemberlakuan hukum yang jelas, tetap,

konsisten yang pelaksanaannya tidak dapat di pengaruhi oleh keadaan-keadaan yang

sifatnya subjektif. Adapun kepastian hukum sangat diperlukan untuk menjamin

ketentraman dan ketertiban dalam masyarakat karena kepastian hukum dalam bentuk

peraturan atau ketentuan umum mempunyai sifat sebagai berikut:

24

Made Wiratha, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian, Skripsi, dan Tesis, Andi, Yogyakarta, 2006, hal 6

25Salman,Otje dan susanto, Anthon. F, Teori Hukum Mengingat, Mengumpulkan, Dan

Membuka Kembali, Bandung, Refika Aditama, 2013, hal 60

(28)

a) Adanya paksaan dari luar (sanksi) dari penguasaan yang bertugas

mempertahankan dan membina tata tertib masyarakat dengan perantara

alat-alatnya.

b) Sifat undang-undang mengikat dan berlaku bagi siapa saja.27

Notaris merupakan suatu profesi yang dilatar belakangi dengan keahlian

khusus yang ditempuh dalam suatu pendidikan dan pelatihan khusus. Hal ini

menuntut notaris untuk memiliki pengetahuan yang luas dan tanggung jawab untuk

melayani kepentingan umum. Pada saat notaris menjalankan tugasnya, notaris harus

memegangteguh dan menjunjung tinggi martabat profesinya sebagai jabatan

kepercayaan dan terhormat. Dalam hal tanggungjawab seorang notaris, mempunyai

kewajiban yang sama dengan bidang pekerjaan-pekerjaan lain yang juga memiliki

tanggung jawab dan kewajiban hukum. Dalam teori tradisional, ada dua jenis

tanggung jawab: pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan dan pertanggungjawab

mutlak. Tanggungjawab mutlak yaitu suatu perbuatan menimbulkan akibat yang

dianggap merugikan oleh pembuat undang-undang dan ada suatu hubungan antara

perbuatan dengan akibatnya. Tiadahubungan antara keadaan jiwa si pelaku dengan

akibat dari perbuatannya.28 Dalam melayani kepentingan umum, notaris dihadapkan

dengan berbagai macam karakter manusia serta keinginan yang berbeda-beda satu

sama lain dari tiap pihak yang datang kepada notaris untuk dibuatkan suatu akta

27Yahya A.Z, Keadilan dan Kepastian

Hukum,http//yahyazeinin.blogspot.com/2008/07/keadilan-dan-kepastian-hukum, tanggal akses 7 April 2015,

28

Filsafat Hukum, Filsafat & Teori Hukum (Zen Zanibar M.Z),

(29)

otentik atau sekedar legalisasi untuk penegas atau sebagai bukti tertulis atas suatu

perjanjian yang dibuatnya.

Profesi Notaris berlandaskan pada nilai moral, sehingga pekerjaannya harus

berdasarkan kewajiban, yaitu ada kemauan baik pada dirinya sendiri, tidak

bergantung pada tujuan atau hasil yang dicapai. Sikap moral penunjang etika profesi

Notaris adalah bertindak atas dasar tekad, adanya kesadaranberkewajiban untuk

menjunjung tinggi etika profesi, menciptakan idealisme dalam mempraktikan profesi,

yaitu bekerja bukan untuk mencari keuntungan, mengabdi kepada sesama. Jadi

hubungan etika dan moral adalah bahwa etika sebagai refleksi kritis terhadap masalah

moralitas, dan membantu dalam mencari orientasi terhadap norma-norma dan

nilai-nilai yang ada. Definisinya tentang kewajiban hukum antara etikadan moral adalah

diwajibkan melakukan atau tidak melakukan sesuatu, atauditempatkan dibawah

kewajiban atau keharusan melakukan atau tidak melakukan,adalah menjadi dapat

dimintai pertanggungjawaban untuk suatu sanksi dalam haltidak mematuhi suatu

perintah”. Tetapi bagaimana dengan kasus dimana orang selainyang tidak mematuhi

hukum, dalam bahasa Austin perintah, bertanggung jawabterhadap suatu sanksi.

Penyelenggaraan kewenangan lembaga kenotariatan di Indonesia berada di

bawah payung UUJN sebagai peraturan induk. Para notaris selain tunduk pada

ketentuan UUJN, juga tunduk pada sejumlah peraturan-peraturan hukum lain, baik

peraturan perundang-undangan yang lebih umum, SK Menteri Hukum dan HAM,

juga ditambah dengan ketentuan-ketentuan kode etik organisasi profesi notaris.

(30)

yaitu : “Notaris berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan,

perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan perundangundangan,

dan oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta

otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan

grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu

tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain yang ditetapkan oleh

Undang-Undang”. Kewajiban hukum merupakan suatu kewajiban yang diberikan dari

luar diri manusia (norma heteronom), sedangkan kewajiban moral bersumber dari

dalam diri sendiri (norma otonom). kewajiban hukum dan kewajiban moral dapat

berpadu, dalam tataran ini kewajiban-kewajiban hukum telah diterima sebagai

kewajiban-kewajiban moral. dalam wilayah pembahasan etika, Immanuel Kant

menguraikan etika “imperatif kategoris” dimana, tunduk kepada hukum merupakan

suatu sikapyang tanpa pamrih, dan tidak perlu alasan apapun untuk tunduk kepada

hukum.29Adanya kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang dan kepercayaan

dari masyarakat yang dilayani itulah yang menjadi dasar tugas dan fungsi Notaris

dalam lalu lintas hukum. Dalam melaksanakan tugas jabatannya seorang Notaris

harus berpegang teguh kepada Kode Etik Jabatan Notaris, karena tanpa itu, harkat

dan martabat profesionalisme akan hilang sama sekali. Dalam penelitian ini juga

menggabungkan antara teori pertanggungjawaban sebagaimana telah diuraikan diatas

dengan teori sistem hukum. Teori tentang sistem hukum menurut Lawrence Meir

29

(31)

Friedmann terdiri dari tiga elemen, yaitu : elemen struktur, substansi, dan budaya

hukum.30

Dalam menganalisis topik mengenai permasalahan penegakan hukum atas

Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) dalam hubungannya dengan penegakan

Kode Etik Notaris dalam penelitian ini pengaturannya telah terkonsep dalam

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004, Tentang Undang-Undang-Undang-Undang Jabatan Notaris. Konsep

dalam Undang-Undang dimaksudlah yang merupkan aplikasi dari teori sistem hukum

seperti dimaksud Friedmann diatas. Selanjutnya ketiga elemen dalam teori tentang

sistem hukum seperti dimaksud Friedmann diatas ialah, pertama mengenai struktur,

dalam hal ini ialah kode etik notaris. Keberadaan kode etik notaris bertujuan agar

suatu profesi notaris dapat dijalankan dengan profesional dengan motivasi dan

orientasi pada keterampilan intelektual serta berargumentasi secara rasional dan kritis

serta menjunjung tinggi nilai-nilai moral.

2. Konsepsi

Konsepsi berasal dari bahasa latin, Conceptus yang memiliki arti sebagai

suatu kegiatan atau proses berfikir, daya berpikir khususnya penalaran dan

pertimbangan. Konsepsi adalah salah satu bagian yang terpenting dari teori, peranan

konsepsi dalam penelitian ini untuk menghubungkan teori observasi, antara abstraksi

dan kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang

digeneralisasikan dari hal-hal khusus yang disebut defenisi oprasional.31

30

Lawrence. M. Friedman,Hukum Amerika:Sebuah Pengantar, American Law : An Introduction, diterjemahkan oleh Wisnu Basuki, PT. Tatanusa, Jakarta, 2001, hal. 7

(32)

Pengertian notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta

otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2004 tentang Undang-Undang Jabatan Notaris. Notaris dikatakan

pejabat umum, dalam hal ini dapat dihubungkan dalam Pasal 1868 KUHPerdata yang

menyatakan bahwa suatu akta otentik adalah suatu akta yang dibuat dalam bentuk

yang ditentukan dalam Undang-Undang dibuat oleh atau dihadapan Pejabat Umum

yang berwenang untuk itu.32

Perkara pidana adalah perbuatan seseorang atau sekelompok orang yang

menimbulkan peristiwa pidana atau melanggar hukum pidana dan diancam dengan

hukuman.33

Akta Notaris adalah akta otentik yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris

menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan, yang merupakan alat bukti tertulis

dengan kekuatan pembuktian sempurna. Demikian menurut ketentuan umum Bab I

Pasal 1 angka 7 dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004

Tentang Jabatan Notaris.

Notaris dalam menjalankan kewenangan terikat pada ketentuan-ketentuan

yang harus ditaati, sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 15 Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, yang antara lain menyebutkan bahwa

notaris berwenang membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan

ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundangundangan dan atau yang

32R. Subekti,Hukum Pembuktian,Pradnya Paramita, Jakarta, 1983, hal. 26

(33)

dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta autentik,

menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta memberikan grosse,

salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga

ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh

undang-undang. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penelitian ini adalah

pertanggungjawaban notaris jika pada akta yang dibuatnya tersebut terjadi perkara

pidana menurut Undang-Undang nomor 2 tahun 2014 tentang perubahan atas

Undang-Undang nomor 30 tahun 2004.

G. Metode Penelitian

Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum,

prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum

yang dihadapi. Hal ini sesuai dengan karakter preskriptif ilmu hukum (bersifat

memberi petunjuk atau ketentuan berdasarkan peraturan yang berlaku). Berbeda

dengan penelitian yang dilakukan didalam keilmuan yang bersifat deskriptif yang

menguji kebenaran ada tidaknya sesuatu fakta disebabkan oleh suatu faktor tertentu,

penelitian hukum dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru

sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Dengan demikian

dapat dikatakan bahwa hasil yang diperoleh didalam penelitian hukum sudah

mengandung nilai.34

34

(34)

1. Sifat penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka penelitian ini

bersifat deskriptif analitis. Deskriptif maksudnya menggambarkan secara sistematis

factual dan akurat tentang permasalahan penegakan hukum atas Undang-Undang

Jabatan notaris. Sedangkan analitis maksudnya hasil data penelitian diolah, dianalisa

dan selanjutnya diuraikan secara cermat terhadap aspek-aspek yang berhubungan

dengan pertanggungjawaban notaris yang terhadap akta yang berindikasi pelanggaran

hukum menurut ketentuan undang-undang nomor 2 tahun 2014 tentang perubahan

undang-undang nomor 30 tahun 2004 tentang jabatan notaris.

2. Jenis penelitian

Dalam penelitian ini digunakan jenis pendekatan yuridis normatif, yaitu

penelitian yang hanya menggunakan dan mengolah data-data sekunder atau disebut

juga dengan metode kepustakaan yang berkaitan dengan Undang-Undang Jabatan

Notaris dan Kode Etik Notaris atau hal lain berhubungan topik permasalahan dalam

penelitian ini (yang berkaitan dengan sinkronisasi hukum).35

3. Teknik pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengumpulkan bahan hukum

primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier. Bahan hukum primer,

adalah bahan hukum yang mempunyai otoritas, yang terdiri dari peraturan

perundang-undangan dan catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan suatu peraturan

(35)

perundang-undangan serta putusan hakim.36 Adapun bahan hukum primer dalam

penelitian ini, meliputi Peraturan Perundang-undangan, yaitu Kitab Undang-undang

Hukum Perdata, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

Sementara bahan hukum sekunder adalah data yang diperoleh melalui kepustakaan,

dengan menelaah buku-buku. literatur, undang-undang, tulisan yang ada kaitannya

dengan masalah yang diteliti.37 Dalam penelitian ini data sekunder yang digunakan

adalah Anggaran Dasar Ikatan Notaris Indonesia dan Anggaran Rumah Tangga

Ikatan Notaris Indonesia, Kode Etik Notaris serta hasil wawancara yang telah diolah

dengan Informan seperti beberapa Notaris (sebagai anggota Perkumpulan/Ikatan

Notaris Indonesia), Majelis Pengawas dan Dewan Kehormatan Notaris.

Dalam penelitian hukum, data sekunder mencakup bahan primer yaitu

bahan-bahan hukum yang mengikat; bahan-bahan sekunderyaitu bahan-bahan hukum yang memberikan

penjelasan mengenai bahan hukum primer; dan bahan hukum tertier yakni bahan

yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan

sekunder.38

4. Analisis Data

Didalam penelitian hukum normatif, maka analisis data pada hakekatnya

berarti kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum

tertulis.Sistematisasi berarti membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan hukum

36H. Zainuddin Ali,Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta 2009. hal. 47.

37

Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1990, hal 11

(36)

tertulis tersebut, untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi.39Setelah itu

keseluruhan data tersebut akan disistematisasikan sehingga menghasilkan klasifikasi

yang selaras dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, dengan tujuan

untuk memperoleh jawaban yang baik.40 Setelah diperoleh data sekunder berupa

bahan hukum primer, sekunder dan tertier, maka dilakukan inventarisir dan

penyusunan secara sistematik, kemudian diolah dan dianalisa dengan menggunakan

metode analisis kualitatif dan selanjutnya metode penarikan kesimpulan dengan

menggunakan metode deduktif, yakni berpikir dari hal yang umum menuju kepada

hal yang khusus atau spesifik dengan menggunakan perangkat normatif sehingga

dapat memberikan jawaban yang jelas atas permasalahan dan tujuan penelitian.41

39

Soejono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum,Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1984. hal. 251.

40

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum (Suatu Pengantar), Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2001, hal. 106.

41

Referensi

Dokumen terkait

a.. b) Bila tulangan sejajar tersebut diletakkan dalam dua lapis atau lebih, tulangan pada lapis atas harus diletakkan tepat di atas tulangan di bawahnya dengan

3HQHOLWLDQ LQL EHUWXMXDQ XQWXN PHQJHWDKXL SHQJDUXK IDNWRU VRVLRGHPRJUD¿ VLNDS GDQ NRQWHNVWXDO WHUKDGDS QLDW EHUZLUDXVDKD VLVZD 60. GL .DEXSDWHQ %DQWXO 'DHUDK ,VWLPHZD

Lem ikan dengan bahan baku sisik ikan Kakap Putih ( Lates calcarifer ), ikan Bandeng ( Chanos chanos Forks), dan ikan Nila ( Oreochromis niloticus ) berpengaruh

Subyek dalam asuhan ini adalah Ny „‟N‟‟ G2P1A0 26 minggu kehamilan normal dengan nyeri punggung di PBM Dyah Ayu Amd.Keb Mojoagung jombang Hasil : asuhan kebidanan

Setelah mengamati, siswa dapat mempraktikkan gerak dasar menekuk dan meliuk sesuai irama (ketukan) tanpa/dengan iringan musik dalam aktivitas gerak berirama dengan benarC. Siswa

: Rating yang memberikan kewenangan kepada pemegangnya untuk melaksanakan pemanduan lalu lintas udara terhadap penerbangan dalam tahap keberangkatan dan kedatangan pesawat

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasi adalah kekuatan yang mengikat karyawan pada organisasi, meliputi keinginan karyawan untuk terlibat

• Pengaruh asap rokok bisa menyebabkan bayi mengalami penyakit jantung bawaan hingga keguguran Asap rokok mengandung lebih dari 4.000 bahan kimia, termasuk zat yang sering