BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan suatu observasional, analitik, studi kasus kontrol
untuk melihat perbandingan akurasi skor wells dengan skor padua dalam
memprediksi risiko trombosis vena tungkai bawah.
3.2 Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan pada Rumah Sakit H. Adam Malik di Kota Medan
pada Divisi Hematologi & Onkologi Medik dan Radiologi sampai sampel
terkumpul yang dimulai pada Januari 2015.
3.3. Populasi dan Sampel
Populasi target adalah penderita risiko trombosis usia diatas 18 tahun.
Populasi terjangkau adalah penderita risiko trombosis usia diatas 18 tahun yang
berkunjung ke Rumah Sakit H. Adam Malik sampai sampel terpenuhi dan
memenuhi kriteria.
3.4. Kriteria Inklusi dan Ekslusi Kriteria inklusi
1. Penderita risiko trombosis berusia diatas 18 tahun yang berkunjung ke Rumah
Sakit H. Adam Malik Medan.
2. Bersedia menatati prosedur penelitian dan menandatangani informed consent.
Kriteria ekslusi
1. Menggunakan antikoagulan oral atau injeksi.
3.5. Perkiraan besar sampel
Perkiraan besar sampel ditentukan dengan rumus uji hipotesis dengan 2
proporsi dengan dua kelompok independen dengan rumus ;
n1 = n2 = (#$ %&' ( #) &*'*(&%'%)
Pada penelitian ini didapatkan proporsi efek pada kelompok yang
menggunakan skor Wells 78% (0.78) dikehendaki dengan interval kepercayaan
95% dan power sebesar 80% maka jumlah subjek dapat dihitung sebagai berikut :
ni = n2 = (",$% &.(,)&.(,") + (,),& (,-).(,&&+(,)%.(,",) /
((,-)-(,)%)/
= 36
Dengan menggunakan rumus diatas didapat jumlah sampel untuk tiap-tiap
kelompok 36 orang.
3.6. Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent)
Semua subjek penelitian akan diminta persetujuan dari yang bersangkutan
(pasien) dan saksi keluarga pasien, setelah dilakukan penjelasan terlebih dahulu
untuk dilakukan penelitian.
Penelitian ini akan dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Komite
Etika Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/ RSUP H.
Adam Malik.
3.8. Cara Kerja
• Setelah mendapat persetujuan dari pasien dan keluarga pasien, pasien yang
telah memenuhi kriteria inklusi dimasukkan dalam penelitian.
• Dilakukan anamnesa berupa keluhan utama, keluhan penyerta, perjalanan
penyakit dan pengobatan yang telah diberikan dicatat dalam formulir
penelitian.
• Dilakukan pemeriksaan fisik untuk menilai kelainan thrombosis pada
tungkai bawah.
• Dirandomisasi dan hitung skor komulatif Wells dan Padua.
• Selanjutnya masing-masing kelompok dilakukan pemeriksaan USG
doppler.
Semua hasil skor dan USG doppler dianalisa untuk melihat keakuratan
berbagai skor tersebut dalam meneggakkan diagnosa DVT.
3.9. Identifikasi Variabel
Variabel Bebas Skala
Pasien dengan DVT Nominal
Variabel Tergantung
Skor Well Numerik
Skor Padua Numerik
1. Faktor risiko trombosis adalah faktor –faktor berpeluang terjadinya deep vein
thrombosis (DVT) seperti faktor didapat, genetik dan gabungan.4
2. Skor Wells merupakan skor yang digunakan untuk menilai kualitas pasien
yang risiko trombosis. Apabila skor 0-2 risiko rendah-sedang DVT dan skor
≥ 3 risiko tinggi DVT.10
3. Skor Padua merupakan skor yang digunakan untuk menilai kualitas pasien
yang risiko trombosis. Apabila skor 0-2 risiko rendah-sedang DVT dan skor
≥ 3 risiko tinggi DVT.29
4. Deep vein thrombosis (DVT) merupakan bentuk satu atau lebih pembekuan
darah (bekuan darah dikenal sebagai trombus apabila multipel disebut trombi)
yang terdapat pada salah satu vena besar di bagian tubuh dan paling sering
dijumpai pada bagian bawah tungkai bawah (seperti kaki bagian bawah atau
betis).28
5. USG Doppler menggunakan 3-5 MHz pada vena iliaka dengan Convex
transducer dan 5-10 MHz pada vena femoral ke distal dengan Linear
transducer.8
3.11 Rencana Pengolahan dan Analisa Data
Pengolahan data dilakukan dengan perangkat lunak SPSS dengan tingkat
kemaknaan P < 0.05, Mann-Whitney test digunakan untuk menganalisa variable
numerik dan Chi-square test untuk membandingkan variabel numerik dan
nominal.
Gambar 3. Kerangka Operasional Penelitian
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN THROMBOPHILIC STATE
Hypercoagulable state ‘Status Hiperkoagulasi’ Kondisi/Keadaan mudah
terjadi trombosis Inklusi :
-Penderita usia diatas 18 tahun dengan risiko trombosis -Bersedia mentaati prosedur penelitian dan menandatangani informed consent.
Eksklusi :
-Menggunakan obat antikoagulan -Menggunakan obat antiagregasi
Analisa data dan penyusunan laporan
SKOR PADUA
è USG DOOPLER SKOR WELL
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Karakteristik Subyek Penelitian
Penelitian ini diikuti oleh 72 pasien yang telah memenuhi kriteria inklusi.
Subyek berjenis kelamin laki-laki berjumlah 39 orang (54,2%). Rerata umur
subyek adalah 53,14 tahun. Dalam studi ini terdapat masing-masing 36 pasien
dengan diagnosis DVT dan 36 pasien tanpa DVT.
Tabel 1. Karakteristik dasar
Karakteristik Dasar Nilai
Jenis Kelamin, n (%)
Leukosit, sel/mm3 11660 (3840-250000)c
Trombosit, ribu/mm3 291.(39-741)c
Ureum, gr/dl 30 (3-282)c
Kreatinin, gr/dl 0,95 (0,07-17)c
Albumin 3,1 (1-4,9)c
b. data numerik, distribusi normal : rerata ± simpangan baku
c. data numerik, distribusi tidak normal : median (min-maks)
Berdasarkan karakteristik parameter laboratorium darah ditemukan bahwa
albumin (p=0,015) dan D Dimer (p=0,033) antara subyek dengan DVT dan tanpa
DVT.
Berdasarkan pengelompokan nilai D Dimer diketahui sebanyak 27 subyek
(75%) yang mengalami peningkatan D Dimer pada kelompok subyek dengan
DVT sedangkan pada kelompok tanpa DVT hanya terdapat sebanyak 16 subyek
(44,4%). Dengan uji Chi Square ditemukan perbedaan yang signifikan kadar D
Dimer antara 2 kelompok studi (p=0,008).
4.1.2 Akurasi Skor Wells
Dari tabel 2. diketahui bahwa terdapat perbedaan skor wells pada pasien
DVT dengan tanda DVT dengan p<0,001.
Tabel 2. Perbandingan skor Wells antara pasien dengan DVT dan tanpa DVT
DVT Skor Wells (Mean + SD) P
Ya
Tidak
3,33 + 1,07
1,69 + 0,79
<0,001
Gambaran distribusi hasil pengkuran skor Wells dari masing-masing
kelompok dalam bentuk diagram Korelasi Boxplot antara Skor wells dengan
DVT terlihat di bawah ini :
Analisis dengan uji ROC menunjukkan skor Wells mempunyai area di
bawah ROC (AUROC) 0,875 (p-value < 0,001).
Ditentukan skor Wells > 3 sebagai nilai cutoff untuk menentukan DVT
dengan sensitivitas, spesifisitas, dan akurasi yang lebih baik.
Gambar 5. ROC Skor Well dalam memprediksi DVT.
Selanjutnya akurasi diagnostik Skor wells untuk menentukan kejadian
DVT secara manual dilakukan perhitungan statistik untuk mentukan nilai
accuracy, sensitivity, spesifity, positif predictive value (PPV), Negative Predictive
Value (NPV), Positive Likelihood Ratio (PLR) dan Negative Likelihood Ratio
(NLR) sebagai berikut:
Tabel 3. Akurasi Diagnostik Skor Wells
Sensitivity Specificity PPV NPV PLR NLR Skor
Wells
4.1.3 Akurasi Skor Padua
Dari tabel 4. Diketahui bahwa terdapat perbedaan skor padua pada pasien
DVT dengan tanda DVT dengan p=0,016
Tabel 4. Perbandingan skor Padua antara pasien dengan DVT dan tanpa DVT
DVT Skor Padua (Mean + SD) P
Ya
Tidak
3,67 + 1,51
2,61 + 1,75
0,016*
Gambaran distribusi hasil pengkuran skor padua dari masing-masing
kelompok dalam bentuk diagram Korelasi Boxplot antara Skor wells dengan
DVT terlihat di bawah ini :
Gambar 6. Korelasi Boxplot antara Skor Padua dengan DVT
Analisis dengan uji ROC menunjukkan skor Padua mempunyai area di
bawah ROC (AUROC) 0,657 (p-value 0,022). Ditentukan skor padua > 4 sebagai
nilai cutoff untuk menentukan DVT dengan sensitivitas, spesifisitas, dan akurasi
Gambar 7. ROC Skor Padua dalam memprediksi DVT.
Selanjutnya akurasi diagnostik Skor padua untuk menentukan kejadian
DVT secara manual dilakukan perhitungan statistik untuk mentukan nilai
accuracy, sensitivity, spesifity, positif predictive value (PPV), Negative Predictive
Value (NPV), Positive Likelihood Ratio (PLR) dan Negative Likelihood Ratio
(NLR) sebagai berikut:
Tabel 5. Akurasi Diagnostik Skor Padua
Sensitivity Specificity PPV NPV PLR NLR
Skor Padua 50% 75% 66,7% 60% 2 0,67
4.1.4 Analisis Bivariat Antara Skor Wells dan Skor Padua
Dari hasil uji korelasi diketahui bahwa skor wells dan skor padua
memiliki korelasi sedang dengan nilai koefisien korelasi 0,570. Dalam bentuk
korelasi regresi linier diketahui signifikansi dan kofisien korelasi hubungan dari
kedua metode pengukuran seperti tertera dalam tabel di bawah ini:
Tabel 6. Korelasi antara Skor Wells dan Skor Padua
Skor P Koefisien korelasi
Skor Wells Skor Padua
Dengan uji bivariat antara skor Wells dan Padua diperoleh hubungan yang
lemah seperti tergambar dalam korelasi scatter/dot di bawah ini:
Gambar 8. Korelasi scatter/ dot antara Skor Wells dan Skor Padua
4.2 Pembahasan
Kejadian DVT paling banyak dijumpai pada pria dibandingkan dengan
wanita.1,2,3,4 Hal ini sesuai dengan apa yang diperoleh pada penelitian ini dimana kejadia DVT pada pria 54,2%. Umur paling banyak terkena DVT ditemukan
diatas 45 tahun,1,2,3,4 sedangkan pada penelitian ini rata-rata umur penderita DVT adalah 52 tahun. Angka kejadian DVT pada pasien dengan kanker lebih tinggi
dibandingkan dengan pasien tanpa kanker yaitu 39,3% pada pasein dengan kanker
dibandingkan 13,7% pada non kanker.31 Pada penelitian ini kejadian DVT dari sampel yang menderita kanker sebanyak 69,2%.
Pada penelitian ini diperoleh perbedaan yang signifikan kadar leukosit
antara pasien dengan DVT dan tanpa DVT (p=0,009). Dimana kejadian
leukosistosis leboih sering pada kelompok tanpa DVT, hal ini menunjukkan
bahwa kemungkinan penyebab keluhan bengkak pada ektremitas adalah adanya
D-Dimer pada DVT sebagian besar mengalami peningkatan. Pada
penelitian ini nilai D Dimer diketahui 75% yang mengalami peningkatan D Dimer
pada pasien DVT sedangkan pada kelompok tanpa DVT hanya 44,4% (p=0,008).
Dari pemeriksaan tes perdarahan, pada penelitian ini ditemukan perbedaan
yang signifikan nilai PT antara DVT dengan tanpa DVT (p=0,029) dan perbedaan
yang signifikan nilai TT antara DVT dengan tanpa DVT (p=0,011).
Dari suatu penelitian systematic review dan metaanalysis ditemukan
sensitifitas 78% dan spesifisitas 98% pada pasien yang dicurigai thrombosis vena
dengan menggunakan skor Wells dan dikomfirmasi dengan Ultrasonografi.8 Penelitian oleh alfahad et al, skor wells memiliki sensitifitas 80%, spesifisitas
19,4% dan akurasi 26,8%.33 Pada penelitian ini diperoleh sensitifitas skor well untuk skor wells ≥3 adalah 80,6% dan spesifisitas 80,6% dengan akurasi 87,5%.
Pada penelitian ini Skor padua ≥4 memiliki sensitifitas 50%, spesifisitas
75% dan akurasi 67%. Hal ini hampir sama dengan hasil yang diperoleh Nendaz
et al, skor padua memiliki sensitifitas 73,3%% dan spesifisitas 51,9%.29 Sedangkan pada penelitian oleh radu T et al skor padua memiliki sensitifitas
43,5%, spesifisitas 81,3% dan akurasi 23,3%.32
Terdapat beberapa kelemahan dalam penelitian ini yang mungkin
berakibat berbeda akurasi sistem skoring pada penelitian ini yaitu DVT
dinyatakan dari hasil USG hanya dikatakan positif jika dijumpai thrombus
sementara kondisi lain kadang dianggap sebagai venostasis saja seperti penurunan
laju aliran vena, pelebaran vena dimana hal ini merupakan salah satu bagian dari
diagnosis DVT melalui USG doppler. Selain itu, Subjek penelitian yang sangat
bervariasi dengan riwayat penyakit pengerta yang berbeda-beda. Hal ini dapat
menimbulkan variasi yang besar dalam beberbagai karakteristik hematologik
terutama pada pasien kanker darah yang menilili nilai pemeriksaan darah yang
sangat ekstrim seperti peningkatan lekosit yang tinggi pada pasien CML,
termasuk nilai ureum dan kreatinin yang secara langsung atau tidak langsung
memungkinkan untuk mempengaruhi resiko DVT. Adanya perbedaan prevalensi
DVT di tempat penelitian dengan tempat penelitian lain dimana kejadian infeksi
gambaran yang hampir sama dengan DVT yaitu pembengkakan pada kaki dapat
juga berpengaruh terhadap hasil penelitian ini.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Skor wells memiliki sensitifitas, spesifisitas dan akurasi yang lebih baik
dibandingkan dengan skor padua dalam mendiagnosis DVT.
5.2 Saran
Dalam menilai risiko trombosis Skor Well lebih baik dan masih layak
untuk penggunaanya di klinik.
Memerlukan Penelitian lanjutan yang bekesinambungan setiap tahunnya
untuk membandingkan hasil dan efektifitasnya dalam rangka mengembangkan