BAB II
PROSES PERUBAHAN HAK ATAS TANAH PADA KAWASAN SEI MANGKEI PT.PERKEBUNAN NUSANTARA III
A. Landasan Hukum Hak Guna Usaha
1. Terjadinya Hak Guna Usaha
Menurut Pasal 28 Undang-Undang No 5 tahun 1960 tentang Undang- Undang
Pokok Agraria Hak Guna Usaha adalah:
”Hak untuk mengusahakan tanah yang langsung dikuasai Negara dalam jangka waktu tertentu guna usaha pertanian, peternakan, atau perikanan, tanah yang dimaksud dalam pengertian ini adalah tanah yang dapat diberikan adalah tanah Negara, yang diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh pejabat yang ditunjuk.”
Dari defenisi atau pengertian yang diberikan tersebut di atas, dapat diketahui
bahwa yang dinamakan dengan Hak Guna Usaha yaitu hak yang diberikan oleh negara
kepada perusahaan pertanian, perikanan atau perusahaan peternakan untuk melakukan
kegiatan usahanya di Indonesia.37
Hak Guna Usaha adalah usaha pemerintah menciptakan lapangan kerja yang
besar bagi rakyat, oleh karena perkebunan, perikanan dan peternakan adalah usaha yang
padat karya.38 Tujuan dari pemberian Hak Guna Usaha tersebut tidak diubah dan
dialihkan kepada usaha- usaha lain, apalagi untuk usaha real estate atau disewakan
demikikan pula tidak dapat dibagi hasilkan dengan orang lain.39
37
Kartini Muljadi Dan Gunawan Widjaja,Seri Hukum Harta Kekayaan: Hak- Hak Atas Tanah
(Jakarta: kencana, 2008) hal 150 38
A.P.Parlindungan, Beberapa Masalah Dalam UUPA (Bandung: Mandar Maju,1993) Hal 39 39
Sebagai sifat-sifat dan ciri-ciri Hak Guna Usaha dapat disebutkan antara lain:40
a. Meskipun tidak sekuat Hak Milik, Hak Guna Usaha tergolong hak atas tanah
yang kuat, artinya tidak mudah hapus dan mudah dipertahankan terhadap ganguan pihak lain. Oleh karena itu, Hak Guna Usah termasuk salah satu hak yang wajib didaftarkan( Pasal 32 UUPA, jo Pasal 9 Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah)
b. Hak Guna Usaha dapat beralih, artinya dapat diwariskan kepada ahli waris
yang memiliki hak ( Pasal 16 Peraturan Pemerintah No 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas tanah)
c. Akan tetapi berlainan dengan Hak Milik, Hak Guna Usaha jangka waktunya
terbatas, artinya pada suatu waktu akan berakhir (Pasal 8 Peraturan Pemerintah No 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas tanah)
d. Hak Guna Usaha dapat dialihkan kepada pihak lain, yaitu dijual, ditukarkan
dengan benda lain, dihibahkan atau diberikan dengan wasiat
e. Hak Guna Usaha dapat juga dilepaskan oleh yang memiliki hingga tanahnya
menjadi tanah negara.
Hak Guna Usaha diberikan atas tanah yang yang tidak kurang atau paling sedikit
dari 5 Ha sedangkan batas luas maksimumnya adalah 25 Ha, bagi pihak yang
memohonkan Hak Guna Usaha atas tanah seluas 25 Ha harus memiliki kesanggupan
untuk melakukan investasi modal yang layak, penggunaan teknologi usaha yang baik
sesuai dengan perkembangan zaman serta mendapat pertimbangan dari pejabat yang
berwenang di bidang usaha yang bersangkutan41
Mengenai ketentuan bagi 25 Ha tanah dengan Hak Guna Usaha harus disertai
dengan investasi yang layak serta teknologi yang baik, ini tidak berarti bahwa
tanah-tanah yang luasnya kurang dari 25 Ha itu pengusahaannya boleh dilakukan secara tidak
baik, atau sekehendak hati, dan lain sebagainya yang menunjukkan pemanfaatan yang
kurang positif, kalau hal-hal yang kurang baik atau negatif itu memang dilaksanakan .
40
Eddy Ruchiyat, Politik Pertanahan Nasional Sampai Orde Reformasi( Bandung:Alumni,1999) Hal 55
41
oleh pemegang haknya, maka berdasarkan pasal 34 UUPA Hak Guna Usahanya dapat
dicabut kembali42
Pada pasal 31 UUPA disebutkan ” bahwa karena Hak Guna Usaha hanya dapat diberikan diatas tanah Negara maka, Hak Guna Usaha hanya terjadi berdasarkan penetapan pemerintah, Hak Guna Usaha tidak dapat terjadi berdasarkan perjanjian, Hak Guna Usaha diberikan karena permohonan yang berkepentingan setelah memenuhi
persyaratan- persyaratan yang telah ditentukan untuk itu43
Asal tanah Hak Guna Usaha berupa tanah hak, maka tanah tersebut harus
dilakukan pelepasan atau penyerahan hak oleh pemegang hak dengan pemberian ganti
kerugian oleh calon pemegang Hak Guna Usaha dan selanjutnya mengajukan
permohonan pemberian Hak Guna Usaha kepada Badan Pertanahan Nasional. Kalau
tanahnya berasal dari kawasan hutan, maka tanah tersebut harus dikeluarkan statusnya
sebagai kawasan hutan
.”
44
Dalam rangka pemberian Hak Guna Usaha ini, tanah- tanah yang dikecualikan
adalah:
.
45
1. Dikecualikan dari pemberian Hak Guna Usaha baru, bagian- bagian tanah
bekas areal perusahaan- perusahaan besar yang
a. Sudah merupakan perkampungan rakyat.
b. Telah diusahakan oleh rakyat secara menetap.
c. Diperlukan oleh Pemerintah.
2. Apabila di antara tanah-tanah tersebut di atas ada yang perlu dimasukkan ke
dalam areal perusahaan kebun yang diberikan dengan Hak Guna Usaha maka tentang Hak Guna Usaha tersebut penyelesaiannya harus dilakukan menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah.
Dari ketentuan Peraturan Pemerintah No 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna
Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai dapat diketahui bahwa pemberian Hak
42
G. Kartasapoetra, Op.Cit, hal 8 43
Chadidjah Dalimunthe,Suatu Tinjauan Tentang Pemberian Hak Guna Usaha Dalam Rangka Penanam Modal Asing (Medan:USU Press, 1994) hal 24
44
Urip Santoso, Hukum, Agraria dan hak-hak atas Tanah (1)(Jakarta: Kencana, 2010) hal 99
45
Guna Usaha ini termasuk pemberian tanah negara, maka pendaftraran yang diwajibkan
terhadap pemberian Hak Guna Usaha ini juga merupakan penentuan saat lahirnya Hak
Guna Usaha tersebut. Tanpa adanya pendaftaran tersebut, tidak pernah ada Hak Guna
Usaha sama sekali, meskipun untuk itu telah dikeluarkan Surat Keputusan Pemberian
Hak oleh pejabat berwenang.46
Sehubungan dengan pemberian Hak Guna Usaha, pihak yang dapat menjadi
pemegang Hak Guna Usaha adalah Warga Negara Indonesia dan badan hukum
Indonesia. Untuk badan hukum Indonesia ini perlu diperhatikan bahwa untuk menjadi
badan hukum Indonesia menurut Pasal 30 UUPA harus memenuhi kedua syarat yaitu
didirikan menurut ketentuan dan hukum Negara Republik Indonesia dan berkedudukan
di Indonesia. Hal ini menimbulkan konsekuensi bahwa setiap badan hukum yang
didirikan menurut ketentuan hukum Negara Republik Indonesia dapat menjadi
pemegang Hak Guna Usaha yang artinya tidak mempertimbangkan sumber asal dana
yang merupakan modal dari badan hukum tersebut.
Hak Guna Usaha tidak dapat diberikan kepada Warga Negara Asing dan badan
hukum asing. Perusahaan-perusahaan asing yang ingin menanamkan modal di
Indonesia, dan akan mempergunakan Hak Guna Usaha dalam rangka Penanaman Modal
Asing harus mendirikan badan hukum Indonesia setelah mendapat izin operasional
terlebih dahulu dari Badan Koordinasi Penanaman Modal.47
Setiap pemegang Hak Guna Usaha memiliki hak dan kewajibannya, pemegang
Hak Guna Usaha memiliki hak untuk mengusahakan tanah-tanah Hak Guna Usaha
46
Zaidar, Op.Cit, hal 140
47
sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta berhak pula untuk memperoleh hasil yang
diperoleh dari Hak Guna Usaha tersebut.
Berdasarkan Pasal 14 Peraturan Pemerintah No 40 Tahun 1996 tentang Hak
Guna Usaha, Hak Bangunan dan Hak Pakai atas tanah, pemegang Hak Guna Usaha
berhak menguasai dan menggunakan tanah yang diberikan dengan Hak Guna Usaha
untuk melaksanakan usaha di bidang pertanian, perkebunan, perikanan, dan/ atau
peternakan.Penguasaan dan penggunaan sumber air dan sumber daya alam lainnya di
atas tanah Hak Guna Usaha oleh pemegang Hak Guna Usaha hanya dapat dilakukan
untuk mendukung usaha hak Guna Usaha dengan mengingat ketentuan Undang-
Undang Pokok Agraria dan kepentingan masyarakat sekitarnya. 48
Karena pada umumnya Hak Guna Usaha meliputi tanah yang luas yang didalam
tanahnya terdapat sumber air atau sumber daya lainnya. Pemegang Hak Guna Usaha
berhak menggunakan sumber daya alam ini sepanjang diperlukan untuk kepentingan
yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam usaha-usaha yang
diatur dalam Undang- Undang Pokok Agraria.
Setiap pemegang Hak Guna Usaha memiliki kewajiban yang harus dipenuhi,
antara lain yaitu:49
a. Membayar pemasukan kepada Negara.
b. Melakukan usaha pertanian, perkebunan, dan perternakan dan atau perikanan
sesuai dengan peruntukan dan persyaratan yang sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian hak tersebut.
c. Mengusahakan sendiri tanah Hak Guna usaha berdasarkan kriteria yang
ditetapkan oleh instansi teknis.
48
Urip Santoso (1), Op.Cit, hal 105 49
d. Membangun dan memelihara prasarana lingkungan dan fasilitas tanah yang ada dalam lingkungan areal Hak Guna Usaha tersebut.
e. Menyampaikan laporan tertulis setiap akhir tahun mengenai penggunaan
Hak Guna Usaha tersebut.
f. Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan Hak Guna Usaha
tersebut kepada Negara sesudah Hak Guna usaha tersebut hapus.
g. Menyerahkan sertifikat Hak Guna Usaha yang telah hapus kepada Kepala
Kantor Pertanahan.
h. Pemegang Hak Guna Usaha dilarang menyerahkan pengusahaan tanah Hak
Guna Usaha kepada pihak lain kecuali dalam hal-hal yang diperbolehkan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Hak Guna Usaha terjadi dengan adanya permohonan pemberian Hak Guna
Usaha oleh pemohon kepada Kepala Badan Pertahanan Nasional Republik Indonesia.
Setelah seluruh persyaratan yang ditentukan dalam permohonan tersebut telah dipenuhi,
maka Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia atau pejebat yang
diberikan wewenang untuk menerbitkan Surat Keputusan Pemberian Hak (SKPH).
Kemudian Surat Keputusan Pemberian Hak tersebut wajib didaftarkan ke kantor
Pertanahan Kabupaten/Kota setempat untuk dicatat dalam Buku Tanah dan diterbitkan
sertipikat sebagai tanda bukti haknya, hal ini diatur dalam Pasal 31 UUPA jo. Pasal 6
dan Pasal 7 Peraturan Pemerintah No 40 Tahun 1996 tentang tentang Hak Guna Usaha,
Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai.
Hak Guna Usaha juga dapat terjadi dengan adanya ketentuan konversi, konversi
yang dimaksudkan pada ketentuan agraria adalah menyesuaikan hak-hak tanah yang
berlaku sebelum UUPA kepada hak-hak baru sesuai dengan yang dianut oleh sistem
UUPA.50
50
Chadidjah Dalimunthe,Op.Cit, hal 26
Dalam rangka pelaksanaan Keputusan Presiden Republik Indonesia No 32
Barat, perlu digariskan secara menyeluruh penyelesaiannya menurut UUPA. Untuk ini
oleh Pemerintah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No 3 Tahun 1979 ditetapkan
Ketentuan-Ketentuan mengenai Permohonan dan Pemberian Hak Baru atas Tanah asal
Konversi Hak-hak Barat.
Selanjutnya dalam Pasal 7 ayat(1) Peraturan Pemerintah No 40 Tahun 1996
tentang Hak Guna Usaha, Hak Bangunan dan Hak Pakai atas tanah disebutkan bahwa
Hak Guna Usaha baru akan diberikan pada permohonan jika:51
1. Dipenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Pasal 2 dan 3 Peraturan
Pemerintah No 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Bangunan dan Hak Pakai atas tanah.
2. Menurut penelitian Panitia Pemeriksa Tanah (panitia B) berada dalam
keadaan baik dan diusahakan sendiri oleh bekas pemegang haknya.
3. Areal perkebunan tersebut tidak seluruhnya diperlukan untuk pembangunan
proyek-proyek bagi penyelenggaran kepentingan umum.
4. Bekas pemegang haknya bukan suatu perusahaan yang seluruhnya atau
sebagian modalnya adalah modal asing.
Dalam permohonan pemberian Hak Guna Usaha terdapat juga syarat-syarat
yang harus dipenuhi antara lain:52
1. Harus ada izin prinsip dari Bupati/ Kepala Daerah dimana Hak Guna Usaha
itu dimohonkan.
2. Harus ada izin lokasi dari Bupati/ Kepala Daerah dimana Hak Guna Usaha
itu dimohonkan.
3. Harus ada surat keputusan pelepasan areal dari kawasan hutan oleh
Departemen Kehutanan apabila lokasi tersebut masuk dalam kawasan hutan.
4. Harus ada izin prinsip dari Direktur Jendral Perkebunan.
5. Harus ada akte pendirian perusahaan.
6. Harus ada Nomor Pokok Wajib Pajak.
7. Proposal perusahaan.
8. Refrensi bank mengenai bonafits dari perusahaan .
9. Bukti pembayaran ganti kerugian dari masyarakat apabila Hak Guna Usaha
dari tanah yang dimohonkan berasal dari masyarakat.
10.Harus ada peta dari lokasi yang dimohonkan.
51
Ibid
52
Kewenangan pemberian Hak Guna Usaha dapat dilihat dalam Pasal 8 dan pasal
13 Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional No 3 Tahun
1999 tentang Pelimpahan Wewenang Pemberian Dan Pembatalan Keputusan Pemberian
Hak Atas Tanah Negara yaitu pemberian Hak Guna Usaha atas tanah luasnya sampai
dengan 200 Ha dilakukan oleh Kepala Kantor wilayah Badan Pertanahan Nasional
Provinsi, sedangkan untuk tanah seluas mulai dari 200 Ha keatas, pemberian Hak Guna
Usaha dilakukan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional/ Menteri Negara Agraria.
Jangka waktu untuk tanah dengan Hak Guna Usaha yang pertama kalinya
menurut Pasal 29 UUPA diberikan paling lama 35 tahun dan dapat diperpanjang untuk
jangka waktu paling lama 25 tahun. Pasal 8 Peraturan Pemerintah No 40 Tahun 1996
tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas tanah mengatur
jangka waktu Hak Guna Usaha adalah untuk pertama kalinya paling lama 35 tahun,
diperpanjang paling lama 25 tahun dan diperbarui paling lama 35 tahun.53
Permohonan perpanjangan jangka waktu atau pembaharuan Hak Guna Usaha
diajukan selambat-lambatnya dua tahun sebelum berakhirnya jangka waktu Hak Guna
Usaha tersebut, persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemegang Hak Guna Usaha
adalah:54
a. Tanahnya masih diusahakan dengan baik sesuai dengan keadaan sifat, dan
tujuan pemberian hak tersebut.
b. Syarat-syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh pemegang
hak.
c. Pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak.
53
Urip Santoso(1) Op.Cit, hal 100 54
Pada Pasal 11 Peraturan Pemerintah No 40 Tahun 1960 tentang Hak Guna
Usaha, Hak Bangunan dan Hak Pakai atas tanah telah diatur mengenai kepentingan
penanaman modal, permintaan perpanjangan atau pembaruan Hak Guna Usaha dapat
dilakukan sekaligus dengan membayar uang pemasukan yang ditentukan untuk itu pada
saat pertama kali mengajukan permohonan Hak Guna Usaha.
Dalam hal uang pemasukan telah dibayar sekaligus untuk perpanjangan dan
pembaruan Hak Guna Usaha hanya dikenakan biaya administrasi. Persetujuan untuk
dapat memberikan perpanjangan atau pembaruan Hak Guna Usaha dan perincian uang
pemasukan dicantumkan dalam keputusan pemberian Hak Guna Usaha yang
bersangkutan.
Dalam rangka memberikan kemudahan pelayanan dan perizinan kepada para
penanam modal, yang memenuhi persyaratan tertentu, Undang- Undang No 25 tahun
2007 tentang Penanaman Modal tersebut memberikan kemudahan dalam memperoleh
hak atas tanah yang diperlukan. Hak atas tanah yang diperlukan itu dapat diberikan dan
diperpanjang sekaligus dan dapat dibaharui kembali atas permohonan penanam modal.
Sehubungan dengan adanya gugatan Perkara Nomor 22/PUU-V/2007 Perihal
Pengujian Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 Tentang
Penanaman Modal Terhadap Undang-Undang Dasar 1945 pada Mahkamah Konstitusi,
yaitu menguji bagian dari Pasal 22 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25
Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal yang bertentangan dengan UUD 1945, yaitu
Pasal 22 ayat (1) sepanjang menyangkut kata-kata "di muka sekaligus" dan "berupa”
a. Hak Guna Usaha dapat diberikan dengan jumlah 95 (sembilan puluh lima) tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 60 (enam puluh) tahun dan dapat diperbarui selama 35 (tiga puluh lima) tahun; b. Hak Guna Bangunan dapat diberikan dengan jumlah 80 delapan puluh) tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 50 (lima puluh) tahun dan dapat diperbarui selama 30 (tiga puluh) tahun; dan
c. Hak Pakai dapat diberikan dengan jumlah 70 (tujuh puluh) tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 45 (empat puluh lima) tahun dan dapat diperbarui selama 25 (dua puluh lima) tahun".
Selain itu, Pasal 22 ayat (2) Undang- Undang No 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal sepanjang menyangkut kata-kata "di muka sekaligus" dan Pasal 22
ayat (4) Undang- Undang No 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal sepanjang
menyangkut kata-kata "sekaligus di muka" juga dinyatakan bertentangan dengan UUD
1945.
Pasal 22 ayat (4) Undang- Undang No 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal dimaksud menjadi berbunyi:
1. Kemudahan pelayanan dan/atau perizinan hak atas tanah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 huruf a dapat diberikan dan diperpanjang dan dapat diperbarui kembali atas permohonan penanam modal.
2. Hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dapat diberikan
dan diperpanjang untuk kegiatan penanam modal dengan persyaratan antara lain:
a. Penanam modal yang dilakukan dalam jangka panjang dan terkait
dengan perubahan struktur perekonomian Indonesia yang lebih berdaya saing.
b. Penanaman modal dengan tingkat resiko penanaman modal yang
memerlukan pengembalian modal dalam jangka panjang sesuai dengan jenis kegiatan penanam modal yang dilakukan.
c. Penanaman modal yang tidak memerlukan area yang luas.
d. Penanaman modal dengan menggunakan hak atas tanah negara.
e. Penanaman modal yang tidak mengganggu rasa keadilan masyarakat
dan tidak merugikan kepentingan umum.
3. Hak atas tanah dapat diperbarui setelah adanya evaluasi bahwa tanahnya
4. Pemberian dan perpanjangan hak atas tanah yang diberikan dan dapat diperbarui sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) dapat dihentikan atau dibatalkan oleh Pemerintah jika perusahaan penanam modal menelantarkan tanah, merugikan kepentingan umum, menggunakan atau memanfaatkan tanah tidak sesuai dengan maksud dan tujuan pemberian hak atas tanahnya serta melanggar ketentuan perundang- undangan di bidang pertanahan.
Perlu diperhatikan tentang tata cara pemberian, perpanjangan dan pembaharuan
Hak Guna Usaha dan batas waktu penyelesaiannya dengan proses yang sederhana.
Dalam hal ini instansi yang berwenang perlu bertindak konsekuen. Artinya bila
persyaratan sudah dipenuhi oleh pemohon/ pemegang hak, maka penyelesaiannya
hendaknya tepat waktu. Apabila terjadi keterlambatan, maka aparat harus diberi
sanksi.55
Dalam kaitannya dengan jaminan pemberian perpanjangan maupun pembaruan
hak, perlu dipertimbangkan kemungkinan pengajuan permohonan tidak perlu menunggu
sampai selambat-lambatnya satu tahun sebelum hak berakhir, tetapi dapat ditempuh
lebih awal. Dengan adanya kesinambungan jangka waktu Hak Guna Usaha diharapkan
agar kepastian berusaha lebih terjamin secara nyata, dan bagi pemerintah tujuan untuk
pengawasan secara berkala pun tercapai.56
2. Hapusnya Hak Guna Usaha
Menurut Pasal 17 Peraturan Pemerintah No 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna
Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas tanah, faktor –faktor yang
menyebabkan hapusnya Hak Guna Usaha yang mengakibatkan tanahnya kembali
menjadi tanah Negara adalah:
55
Maria S.W Sumardjono, Kebijakan Pertanahan antara Regulasi dan Implementasi(1)
(Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2001) hal 113 56
a. Berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam keputusan pemberian dan perpanjangan.
b. Dibatalkan oleh pejabat yang berwenang sebelum jangka waktunya berakhir
karena tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hak atau dilanggarnya ketentuan- ketentuan yang telah ditetapkan dalam keputusan pemberian hak, dan adanya putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
c. Dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktu
berakhir.
d. Hak Guna Usahanya dicabut.
e. Tanahnya musnah.
f. Pemegang hak guna usaha tidak memenuhi syarat sebagai pemegang Hak
Guna Usaha.
Apabila Hak Guna Usaha tidak diperpanjang dan diperbaharui serta hapus,
bekas pemegang Hak Guna Usaha wajib membongkar bangunan- bangunan dan benda-
benda yang ada diatasnya dan menyerahkan tanah dan tanaman yang ada diatas bekas
Hak Guna Usaha kepada Negara dalam batas waktu yang ditetapkan.
Dalam kaitannya dengan pemegang Hak Guna Usaha dapat saja melepaskan
haknya sebelum jangka waktunya berakhir, kemungkinan- kemungkinan ini dapat saja
terjadi, suatu misal karena pemegang hak selalu rugi dan atau tanah-tanah tersebut
sudah tidak dapat diharapkan lagi maka penyerahan ini dapat dilakukan dengan suatu
penyerahan yang ditandatangani oleh pemegang hak.57 Apabila tanahnya tidak lebih
dari 25 Ha, yang dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Dalam Negeri No 6 Tahun 1972
disebutkan bahwa Gubernur memberi keputusan mengenai permohonan pemberian,
perpanjangan jangka waktu atau pembaruan, izin permintaan, dan menerima pelepasan
Hak Guna Usaha atas tanah Negara jika:58
a. Luas tanahnya tidak melebihi 25 Ha.
57
Soedharyo Soimin, Op.Cit, hal 27 58
b. Peruntukan tanahnya bukan tanaman keras.
c. Perpanjangan jangka waktunya tidak lebih dari 5 tahun.
Hapusnya Hak Guna Usaha erat kaitannya dengan kewarganegaraan seseorang
atau perusahaan sebagai pemegang Hak Guna Usaha, jika pemegang Hak Guna usaha
sudah tidak tunduk lagi dengan hukum di Indonesia ini menandakan bahwa salah satu
syarat sebagai pemegang Hak Guna Usaha tidak dipenuhi, sehingga menurut Pasal 3
Peraturan Pemerintah No 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna
Bangunan dan Hak Pakai dapat, dalam jangka waktu satu tahun Hak Guna Usaha
tersebut wajib dialihkan kepada pihak lain yang memenuhi syarat. Apabila tidak
dialihkan, Hak Guna Usaha tersebut hapus karena hukum dan tanahnya menjadi tanah
negara59
Berdasarkan pada Pasal 3 Peraturan Menteri Dalam Negeri No 6 Tahun 1972,
bahwa Hak Guna Usaha masih dapat dimintakan lagi perpanjangannya dengan catatan
bahwa pemegang hak masih Warga Negara Indonesia atau perusahaannya masih tunduk
pada hukum Indonesia, dengan adanya perpanjangan Hak Guna Usaha ini maka
Pemerintah dalam hal ini Menteri Dalam Negeri perlu meneliti apakah pemegang hak
telah mengusahakan tanahnya, sehingga tidak diterlantarkan yang dapat mengundang
pihak ketiga menggarap tanah tersebut sebagai areal perladangan, sehingga timbul
sengketa- sengketa yang menimbulkan kerawanan-kerawanan di bidang pertanahan.60
59
Ibid 60
Pasal 18 Peraturan Pemerintah No 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha,
Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas tanah mengatur konsekuensi hapusnya Hak
Guna Usaha bagi bekas pemegang Hak Guna Usaha yaitu:
a. Apabila Hak Guna Usaha hapus dan tidak diperpanjang atau
diperbaharui, bekas pemegang wajib membongkar bangunan- bangunan dan benda- benda yang ada diatasnya dan menyerahkan tanah dan tanaman yang ada di atas tanah bekas Hak Guna Usaha tersebut kepada Negara.
b. Apabila bangunan, tanaman, dan benda- benda tersebut diatas diperlukan
untuk melangsungkan dan memulihkan pengusahaan tanahnya, maka kepada bekas pemegang Hak Guna Usaha diberikan ganti rugi yang bentuk dan jumlahnya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden. Ganti rugi merupakan suatu imbalan yang diterima oleh pemegang hak atas tanah sebagai pengganti dari nilai tanah termasuk yang ada
diatasnya, terhadap tanah yang dilepas atau diserahkan.61 Baik dalam
perolehan tanah dengan cara pencabutan hak, kepada pihak yang telah menyerahkan tanahnya wajib diberikan imbalan yang layak sehingga sedemikian rupa keadaan sosial dan keadaan ekonominya tidak menjadi
mundur.62
c. Pembongkaran bangunan dan benda-benda di atas tanah Hak Guna
Usaha dilaksanakan dengan biaya bekas pemegang Hak Guna Usaha.
d. Jika bekas pemegang Hak Guna Usaha lalai dalam memenuhi kewajiban
tersebut, maka bangunan dan benda- benda yang ada di atas tanah bekas Hak Guna Usaha itu dibongkar oleh Pemerintah atas biaya bekas pemegang Hak Guna Usaha.
3.Peralihan Hak Guna Usaha
Hak Guna Usaha dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain yang memenuhi
syarat sebagai pemegang Hak Guna Usaha. Bentuk dialihkan tersebut dapat berupa jual
beli, tukar- menukar, hibah, penyertaan dalam modal perusahaanyang harus dibuktikan
dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) khusus yang ditunjuk oleh Kepala
61
Syafrudin Kalo, Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum (Jakarta: Pustaka Bangsa Press, 2004) hal 87
62
Badan Pertanahan Nasional, sedangkan lelang harus dibuktikan dengan Berita Acara
Lelang yang dibuat oleh pejabat dari Kantor Lelang.63
Prosedur pemindahan Hak Guna Usaha dengan cara jual-beli, tukar- menukar,
hibah, dan penyertaan dalam modal perusahaan diatur dalam Pasal 16 Peraturan
Pemerintah No 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak
Pakai atas tanah jo. Pasal 37 sampai dengan Pasal 40 Peraturan Pemerintah No 24
Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah jo. Pasal 97 sampai dengan Pasal 106 Permen
Agraria/ Kepala BPN No 3 Tahun 1997.
Prosedur pemindahan Hak Guna Usaha dengan cara Lelang diatur dalam Pasal
16 Peraturan Pemerintah No 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna
Bangunan, dan Hak Pakai atas tanah jo. Pasal 41 Peraturan Pemerintah No 24 Tahun
1997 tentang Pendaftaran Tanah jo. Pasal 107 sampai dengan Pasal 110 Permen
Agraria/ Kepala BPN No 3 Tahun 1997.64
Pada Pasal 16 Peraturan Pemerintah No 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna
Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas tanah jo Pasal 42 Peraturan
Pemerintah No 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah jo. Pasal 111 dan 112 Permen
Agraria Kepala BPN No 3 Tahun 1997 mengatur mengenai dapat beralih dan
dialihkannya Hak Guna Usaha dengan cara pewarisan yang harus dibuktikan dengan
adanya surat wasiat atau surat keterangan sebagai ahli waris yang dibuat oleh pejabat
63
Urip Santoso (1), Op.Cit, hal 106 64
yang berwenang, surat keterangan kematian pemegang Hak Guna Usaha, bukti identitas
para ahli waris, dan Sertipikat Hak Guna Usaha yang bersangkutan.65
Peralihan Hak Guna Usaha wajib didaftarkan kepada Kantor Pertanahan
Kabupaten /Kota setempat untuk dicatat dalam Buku Tanah dan dilakukan perubahan
nama dalam sertipikat dari pemegang Hak Guna Usaha yang baru.
B. Landasan Hukum Hak Pengelolaan
1. Terjadinya Hak Pengelolaan
Hak pengelolaan atas tanah yang merupakan wujud delegasi wewenang dari
Hak Menguasai Negara, tidak tercantum sebagai salah satu diantara hak- hak di dalam
Pasal 16 UUPA. Namun pengertian Hak Pengelolaan terdapat pada Pasal 1 angka 2
Peraturan Pemerintah No 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna
Bangunan dan Hak Pakai dapat, yaitu “ Hak Pengelolaan adalah hak menguasai dari
negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada
pemegangnya.”66
Hak pengelolaan merupakan hak atas tanah yang dikuasai oleh Negara dan
hanya dapat diberikan kepada badan hukum pemerintah atau pemerintah daerah baik
dipergunakan untuk usahanya sendiri maupun untuk kepentingan pihak ketiga.67
Awalnya Hak Pengelolaan tidak dari semula bernama Hak Pengelolaan tetapi
mengambil terjemahan dari bahasa Belanda Beheersrecht, maka pada waktu itu
diterjemahkan dengan Hak Penguasaan dan lama sekali istilah ini bertahan dan .
65
Ibid
66
Tampil Anshari,Undang- Undang Pokok Agraria Dalam Bagan( Medan: Kelompok Studi Hukum Dan Masyarakat,2001) hal 264
67
dipergunakan.68 Istilah Hak Pengelolaan salah satu diantara jenis hak-hak atas tanah yang sama sekali tidak disebutkan di dalam UUPA, pengertian dan penjelesannya
terdapat diluar dari UUPA.69
Konsep Hak Pengelolaan diperkenalkan dalam Peraturan Pemerintah No 8 Tahun 1953 tentang Penguasaan Tanah-Tanah Negara, sesuai dengan judulnya Peraturan Pemerintah tersebut mengatur penguasaan sebagai terjemahan dari Beheersrecht atas tanah- tanah Negara, yang secara ringkas inti dari Peraturan Pemerintah tersebut adalah sebagai berikut:
70
a. Penguasaan atas tanah Negara berada pada Menteri Dalam Negeri, kecuali
bila tanah Negara itu telah diserahkan kepada Kementerian/ Jawatan atau Daerah Swatantra ( Pasal 2 dan 3).
b. Penguasaan atas tanah Negara dapat diserahkan kepada Kementerian/
Jawatan untuk melaksanakan kepentingan tertentu kepada Daerah Swatantra untuk menyelenggarakan kepentingan daerahnya.
c. Jika tanah dalam butir b tidak digunakan lagi, penguasaannya diserahkan
kembali kepada Kementerian Dalam Negeri (Pasal 5).
d. Penguasaan yang diberikan kepada Kementerian/ Jawatan atau Daerah
Swatantra dapat dicabut kembali oleh Menteri Dalam Negeri bila:
1) Penyerahan itu belum atau tidak tepat lagi
2) Luas tanah yang diserahkan melebihi keperluannya
3) Tanah tidak dipelihara atau tidak dipergunakan sebagaimana mestinya
e. Tanah Negara yang penguasannya diserahkan kepada Kementerian/
Jawatan dan Daerah Swatantra, sebelum digunakan, dapat diberikan kepada pihak lain dalam waktu pendek dengan izin Kementerian/ Jawatan dan daerah Swatantra tersebut. Izin bersifat sementara dan dapat dicabut serta harus diberitahukan kepada Menteri Dalam Negeri.
f. Kepada Daerah Swatantra dapat diberikan penguasaan atas tanah Negara
untuk dapat diberikan kepada pihak lain dengan sesuatu hak menurut ketentuan Menteri Dalam Negeri.
Dengan Peraturan Menteri Agraria No 9 Tahun 1965 menunjukkan bahwa Hak
Pengelolaan lahir tidak didasarkan pada Undang-Undang melainkan dengan Peraturan
Menteri Agraria. Hak Pengelolaan semakin dipertegas keberadaannya oleh
68
A.P Parlindungan, Hak Pengelolaan Menurut Sistem UUPA (Bandung: Mandar Jaya,1989) hal 6
69
Ramli Zein, Op.Cit, hal 65 70
Undang No 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun,71 Peraturan Menteri Dalam Negeri No 5 Tahun 1973 Tentang Ketentuan-Ketentuan Mengenai Tata Cara Pemberian Hak
Atas Tanah, Peraturan Menteri Dalam Negeri No 6 Tahun 1972 dan kemudian peraturan
tersebut diganti dengan Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan
Nasional No 9 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas
Tanah Negara dan Hak Pengelolaan 72
Pasal 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri No 1 Tahun 1977 Tentang Tata Cara
Permohonan Dan Penyelesaian Pemberian Hak Atas Bagian-Bagian Tanah Hak
Pengelolaan Serta Pendaftarannya menyatakan bahwa:
Bagian- bagian tanah Hak Pengelolaan yang diberikan kepada Pemerintah Daerah, Lembaga, Instansi dan atau Badan/ Badan Hukum(milik) Pemerintah untuk pembangunan wilayah pemukiman, dapat diserahkan kepada pihak ketiga dan diusulkan kepada Menteri dalam Negeri atau Gubernur Kepala daerah yang bersangkutan untuk diberikan dengan Hak Milik, Hak Guna Bangunan, atau Hak Pakai, sesuai dengan rencana peruntukan dan penggunaan tanah yang telah dipersiapkan oleh pemegang hak pengelolaan yang bersangkutan.
Berdasarkan Pasal 67 ayat (1) Peraturan Menteri Agraria No 9 Tahun 1999
tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Negara dan Hak Pengelolaan
yang dapat menjadi pemegang Hak Pengelolaan adalah:
a. Instansi Pemerintah termasuk Pemerintah Daerah.
b.Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
c.Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
d.PT. Persero.
e.Badan Otorita.
f.Badan- badan hukum pemerintah lainnya yang ditunjuk pemerintah.
71
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi, dan Pelaksanaannya ( Jakarta: Djambatan, 2003)
71
Urip Santoso Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah (2)(Jakarta: Kencana, 2010),hal 279 72
Ada 2 macam cara terjadinya hak Pengelolaan dalam peraturan
perundang-undangan, yaitu:
a. Konversi
Berkaitan dengan perolehan Hak Pengelolaan melalui konversi, menurut
Perautran Menteri Agraria No 9 Tahun 1965, Hak Pengelolaan yang pertama-tama ada
pada waktu mulai berlakunya UUPA adalah yang berasal dari konversi hak penguasaan
atau hak beheer, yaitu yang tanahnya selain digunakan untuk kepentingan instansi yang
bersangkutan, dimaksudkan juga untuk dapat diberikan dengan sesuatu hak kepada
pihak ketiga. Hak Pengelolaan yang berasal dari konversi tersebut berlangsung selama
tanahnya digunakan untuk keperluan itu. Pelaksanaan konversi diselenggarakan oleh
Kepala Kantor Pendaftaran Tanah yang bersangkutan dan jika tanahnya belum terdaftar
di Kantor Pendaftaran Tanah baru diselenggarakan setelah pemegang haknya datang
mendaftarkannya. 73
Peraturan yang mengatur pelaksanaan konversi Hak Pengelolaan yang semula
berasal dari Hak Penguasaan atas tanah Negara yang dipunyai oleh departemen,
direktorat, atau Daerah Swatantra adalah Peraturan Menteri Agraria No 9 Tahun 1965.74
Melalu ketentuan konversi, Hak Penguasaan atas tanah Negara yang dipunyai oleh
departemen, direktorat, atau Daerah Swatantra diubah menjadi Hak Pengelolaan. Hak
Pengelolaan ini lahir setelah diterbitkan sertipikat Hak Pengelolaan oleh Kantor
Pertanahan Kabupaten/ Kota setempat.75
73
Boedi Harsono, Op.Cit hal 403 74
Urip Santoso, (2),hal 126 75
b. Pemberian Hak Atas Tanah.
Pemberian hak atas tanah memiliki pengertian yaitu pemerintah memberikan
sesuatu hak atas tanah Negara, perpanjangan jangka waktu hak, pembaruan hak,
perubahan hak, termasuk pemberian hak di atas Hak Pengelolaan.
Dalam pemberian hak atas tanah ini, Hak Pengelolaan yang lahir tersebut
berdasarkan dari permohonan oleh calon pemegang Hak Pengelolaan atas tanah negara.
Ketentuan lahirnya Hak Pengelolaan melalui pemberian hak semula diatur dalam
Peraturan Menteri Dalam Negeri No 5 Tahun 1973 kemudian diubah dengan Peraturan
Menteri Agraria/ Kepala BPN No 9 Tahun 1999.76
Secara garis besar tahapan-tahapan lahirnya Hak Pengelolaan melalui pemberian
hak, dapat dijelaskan sebagai berikut:
77
a.Permohonan Hak Pengelolaan yang diajukan calon pemegang Hak Pengelolaan
kepada Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional melalui Kepala Kantor
Pertanahan Kabupaten/Kota yang daerah kerjanya meliputi letak tanah yang
bersangkutan.
b.Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota meneliti kelengkapan dan kebenaran
data yuridis dan data fisik permohonan Hak Pengelolaan dan memeriksa
kelayakan permohonan tersebut untuk diproses lebih lanjut.
c.Setelah permohonan memenuhi syarat, Kepala Kantor Pertanahan kabupaten.
Kota yang bersangkutan menyampaikan berkas permohonan tersebut kepada
Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi.
76
Ibid
77
d.Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Provinsi meneliti kelengkapan dan
kebenaran data yuridis dan data fisik atas tanah yang dimohonkan beserta
pendapat dan pertimbangan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota dan
memeriksa kelayakan permohonan Hak Pengelolaan tersebut untuk diproses
lebih lanjut.
e.Setelah permohonan memenuhi syarat, Kepala Kantor Wilayah Badan
Pertanahan Nasional Provinsi yang bersangkutan menyampaikan berkas
permohonan tersebut kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional disertai
pendapat dan pertimbangannya.
f. Kepala Badan Pertanahan Nasional meneliti kelengkapan dan kebenaran data
yuridis dan data fisik atas tanah yang dimohonkan dengan memperhatikan
pendapat dan pertimbangan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional
Provinsi dan selanjutnya memeriksa kelayakan permohonan tersebut untuk dapat
atau tidaknya dikabulkan.
g.Setelah mempertimbangkan pendapat dan pertimbangan Kepala Kantor Wilayah
Badan Pertanahan Nasional Provinsi, Kepala Badan Pertanahan Nasional
menerbitkan Keputusan pemberian Hak Pengelolaan atas tanah yang dimohon
atau keputusan penolakan yang disertai dengan alasan penolakannya.
h.Keputusan pemberian atau penolakan pemberian Hak Pengelolaan disampaikan
kepada pemohon melalui surat tercatat atau dengan cara lain yang menjamin
i. Pemohon Hak Pengelolaan berkewajiban mendaftarkan keputusan pemberian
Hak Pengelolaan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang
daerah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan setelah melunasi Bea
Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan uang pemasukan
kepada negara.
j. Pendaftaran keputusan pemberian Hak Pengelolaan dengan maksud untuk
diterbitkan Sertifikat Hak Pengelolaan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota
yang daerahnya meliputi letak tanah yang bersangkutan.
k.Sertifikat Hak Pengelolaan diserahkan oleh Kepala Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota yang daerah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan
kepada pemohon Hak Pengelolaan.
Pemegang Hak Pengelolaan berkewajiban mendaftarkan tanahnya ke Kantor
Pertanahan Kabupaten/Kota setempat. Sebagai tanda bukti pendaftaran Hak
Pengelolaan diterbitkan Sertifikat Hak Pengelolaan. Dengan diterbitkannya Sertifikat
Hak Pengelolaan tersebut telah timbul hak dan kewajiban bagi pemegang Hak
Pengelolaan.
Tugas untuk melakukan pendaftaran tanah di seluruh Indonesia dibebankan
kepada pemerintah yang oleh Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria
ditentukan bertujuan tunggal yaitu menjamin kepastian hukum.78
78
Muhamad Yamin dan Abdul Rahim, Hukum Pendaftaran Tanah (1)( Bandung:Mandar Maju,2010) hal 167
Menurut penjelasan
dari Undang-Undang Pokok Agraria, ”pelaksanaan kegiatan pendaftaran tanah
kepastian haknya, artinya untuk kepentingan pendaftaran tanah saja dan hanya
mempersalahkan haknya apa dan siapa pemiliknya, bukan untuk kepentingan lain
seperti perpajakan.79
Pendaftaran tanah selain berfungsi untuk melindungi si pemilik juga berfungsi
untuk mengetahui status sebidang tanah, siapa pemiliknya, apa hak nya, berapa luasnya,
untuk apa dipergunakan, dan sebagainya.80
Hak Pengelolaan memberikan wewenang kepada pemegangnya, salah satu
peraturan yaitu Pasal 6 ayat(1) Peraturan Menteri Agraria No 9 Tahun 1965 mengatur
mengenai wewenang pemegang Hak Pengelolaan antara lain:81
a. Merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah tesebut.
b. Menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan tugasnya.
c. Menyerahkan bagian-bagian dari tanah tersebut untuk pihak ketiga
menurut persyaratan yang ditentukan oleh perusahaan pemegang hak tersebut, yang meliputi segi- segi peruntukan, penggunaan, jangka waktu dan keuangannya, dengan ketentuan bahwa pemberian hak atas tanah- tanah kepada pihak ketiga yang bersangkutan dilakukan oleh pejabat yang berwenang.
d. Menerima uang pemasukan/ ganti rugi dan/atau uang wajib tahunan.
Berdasarkan uraian Pasal 4 ayat (1) UUPA dapat diketahui dalam hak atas tanah
terdapat kekuasaan yang dijamin dan dilindungi hukum yakni kewenangan untuk
menguasai dan menggunakan tanah yang dikuasai dengan suatu hak atas tanah.
Penguasaannya bisa dalam bentuk penguasaan fisik dan bisa pula berbentuk penguasaan
79
A.P Parlindungan, Pendaftaran Tanah di Indonesia( Bandung: Mandar maju, 1994) hal 13 80
Chadidjah Dalimunthe, Pelaksanaan Landerform Di Indonesia Dan Permasalahannya ( Medan: FH USU Press, 2000) Hal 132
81
yuridis. Seorang pemilik tanah yang mengusahakan sendiri tanahnya, menguasai tanah
tersebut secara legal, adalah bentuk penguasaan secara fisik.82
Namun demikian perumusan wewenang pemegang Hak Pengelolaan tersebut
mengalami perubahan, melalui Pasal 3 Peraturan Menteri Dalam Negeri No 5 Tahun
1974 yang menyatakan bahwa dengan mengubah seperlunya ketentuan Peraturan
Menteri Agraria No 9 Tahun 1965, Hak Pengelolaan berisikan wewenang untuk:83
a. Merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah yang bersangkutan.
b. Menggunakan tanah tersebut untuk keperluan usahanya.
c. Menyerahkan bagian-bagian daripada tanah itu kepada pihak ketiga
menurut persyaratan yang ditentukan oleh perusahaan pemegang Hak tersebut, yang meliputi segi- segi peruntukannya, penggunaan, jangka waktu dan keuangannya, dengan ketentuan bahwa pemberian hak atas tanah kepada pihak ketiga yang bersangkutan dilakukan oleh pejabat-pejabat yang berwenang, seusai dengan peraturan yang berlaku.
Ketentuan-ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa bagian-bagian tanah
Hak Pengelolaan dapat diserahkan kepada pihak ketiga dengan Hak Milik. Hak Guna
Bangunan atau Hak Pakai. Dengan di daftarkannya Hak Milik, Hak Guna Bangunan
atau Hak Pakai pada Kantor Pertanahan tidak menyebabkan hubungan hukum dengan
tanah Hak Pengelolaan menjadi hapus sesuai dengan hakekat Hak Pengelolaan sebagai
bagian hak menguasai dari negara.84
2. Eksistensi Pihak Ketiga Memperoleh Hak Diatas Bagian Hak Pengelolaan
Hak yang dimiliki oleh pemegang Hak Pengelolaan adalah menggunakan tanah
untuk pelaksanaan tugasnya dan menyerahkan bagian- bagian tanah Hak Pengelolaan
82
Oloan Sitorus dan Nomadyawati, Hak Atas Tanah dan Kondomonium, Suatu tinjauan Hukum (Dasamedia Utama, Jakarta, 1995,)hal. 12
83
Ibid
84
untuk pihak ketiga, bukan menyewakan bagian-bagian tanah Hak Pengelolaan kepada
pihak ketiga.85
Hak-hak atas tanah yang dapat diberikan kepada pihak ketiga yang berasal dari
Hak Pengelolaan menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No 1 Tahun 1977 jo.
Peraturan Menteri Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional No 4 Tahun 1998
tentang Pedoman Penetapan Uang Pemasukan dalam Pemberian Hak Atas Tanah
Negara, adalah Hak Milik, Hak Guna Bangunan dam Hak pakai.86
Pihak ketiga yang akan memperoleh Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai yang
berasal dari tanah Hak Pengelolaan ditempuh melalui perjanjian penggunaan tanah
diantara pihak ketiga dengan pemegang Hak Pengelolaan dan dinyatakan dalam Surat
Perjanjian Penggunaan Tanah. Dalam praktik, Surat Perjanjian Penggunaan Tanah
tersebut dapat disebut dengan nama lain, misalnya Perjanjian Penyerahan, Penggunaan
dan Pengurusan Hak Atas Tanah (selanjutnya disebut “Perjanjian”).
87
Ketentuan tentang perjanjian penggunaan tanah bagian tanah Hak Pengelolaan semula diatur dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Dalam Negeri No 1 Tahun 1977, kemudian diganti oleh pasal 4 ayat(2) Peraturan Menteri Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional No 9 Tahun 1999, yaitu:
“Dalam hal tanah yang dimohon merupakan tanah Hak Pengelolaan, pemohon harus terlebih dahulu memperoleh penunjukan berupa perjanjian penggunaan
tanah dari pemegang Hak Pengelolaan”.88
Menurut Pasal 3 ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri No 1 Tahun 1977,
terdapat ketentuan-ketentuan yang harus dicantumkan dalam perjanjian yaitu:89
1. Identitas para pihak yang bersangkutan.
85
Urip Santoso (2), Op.Cit,hal 131
2. Letak dan batas- batas serta luas tanah yang dimaksud.
3. Jenis penggunaannya.
4. Hak- hak atas tanah yang akan dimintakan untuk diberikan pada pihak ketiga
yang bersangkutan dan keterangan mengenai jangka waktu nya serta kemungkinan untuk memperpanjangnya.
5. Jenis bangunan yang akan didirikan di atasnya dan ketentuan mengenai
pemilikan bangunan- bangunan tersebut pada berakhinya hak atas tanah yang diberikan.
6. Syarat- syarat lain yang dianggap perlu.
Adapun ketentuan-ketentuan lain yang dapat dimuat dalam perjanjian
penggunaan tanah bagian Hak Pengelolaan pada umumnya adalah berkenaan dengan:90
1. Penyerahan penggunaan dan pengurusan sebidang tanah (dalam hal ini Hak
Pengelolaan).
2. Tanah Hak Pengelolaan akan diserahkan dengan pemberian Hak Guna
Bangunan diatasnya ( catatan: penyerahan secara fisik dilakukan dalam keadaan kosong dan bebas dari segala klaim/ tuntutan).
3. Jangka waktu penyerahan, penggunaan, dan pengurusan adalah 30 tahun(
jangka waktu Hak Guna Bangunan) dan dapat sekaligus diberikan persetujuan perpanjangan dilakukan secara tertuli soleh pemegang Hak Guna Bangunan dan pemegang Hak Pengelolaan wajib memberikan konfirmasi persetujuan.
4. Penggunan tanah Hak Guna Bangunan.
5. Kemungkinan pembebanan Hak Guna Bangunan dengan Hak Tanggungan.
6. Kemungkinan peralihan Hak Guna Bangunan, bila diperbolehkan, status Hak
Guna Bangunan harus diberitahukan kepada pihak yan menerima peralihan tersebut.
7. Kompensasi yang dibayarkan kepada pemegang Hak Pengelolaan.
8. Penyerahan kembali hak atas tanah, bebas dari segala beban, sitaan, sengketa
dan segala macam klaim.
9. Cidera janji karena kelalaian pemegang Hak Pengelolaan untuk:
a. Menyerahkan penggunaan dan pengurusan tanah
b. Melaksanakan setiap dan seluruh kewajiban yang tertuang dalam
Perjanjian.
c. Kelalaian pemegang hak Guna Bangunan.
d. Tidak menyelesaikan pengurusan Hak Guna Bangunan dan membayar
segala biaya sesuai perjanjian.
e. Mengembalikan tanah setelah berakhirnya Hak Guna Bangunan
f. Melaksanakan setiap dan seluruh kewajiban yang tertuang dalam
perjanjian.
90
Dengan telah dibuatnya perjanjian penggunaan tanah antara pemegang Hak
Pengelolaan dengan pihak ketiga belum melahirkan Hak Guna Bangunan atau Hak
Pakai atas tanah Hak Pengelolaan. Calon Pemegang Hak Guna Bangunan atau Hak
Pakai harus mengajukan permohonan pemberian Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai
atas tanah Hak Pengelolaan kepada Kepala Kantor Pertanahan kabupaten/ Kota yang
wilayah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan.
Apabila permohonannya dikabulkan maka Kepala Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan
mengeluarkan Surat Keputusan Pemberian Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai yang
kemudian wajib didaftarkan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang
wilayah kerjanya meliputi tanah yang bersangkutan untuk diterbitkan Sertipikat Hak
Guna Bangunan atau Hak Pakai sebagai tanda bukti haknya.91
Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai yang berasal dari Hak Pengelolaan
berjangka waktu sebagaimana yang ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah No 40 Tahun
1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas tanah , yaitu
Hak Guna Bangunan berjangka waktu untuk pertama kalinya paling lama 30 tahun dan
dapat diperpanjang dalam jangka waktu paling lama 20 tahun, dan dapat diperbaharui
haknya untuk jangka waktu paling lama 30 tahun sedangkan untuk Hak Pakai berjangka
waktu untuk pertama kalinya paling lama 25 tahun dapat diperpanjang untuk jangka
91
waktu paling lama 20 tahun dan dapat diperbaharui untuk jangka waktu paling lama 25
tahun.92
Hak Guna Bangunan dan hak Pakai yang berasal dari Hak Pengelolaan tidak
memutuskan hubungan hukum antara pemegang Hak Pengelolaan dengan Hak
Pengelolaannya. Setiap perpanjangan jangka waktu dan pembaharuan Hak Guna
Bangunan dan Hak Pakai harus dengan persetujuan tertulis terlebih dahulu dari
pemegang Hak Pengelolaan.93
Pemegang Hak Pengelolaan yang menyerahkan bagian-bagian tanah Hak
Pengelolaan dalam bentuk Hak Milik kepada pihak ketiga maka cara yang ditempuh
adalah melalui pelepasan atau penyerahan Hak Pengelolaan dengan dibuatnya surat
pernyataan pelepasan atau penyerahan Hak Pengelolaan oleh pemegang haknya, maka
terputus sudah hubungan hukum antara pemegang Hak Pengelolaan dengan Hak
Pengelolaannya. 94
Hak Pengelolaan yang telah dilepaskan dan diserahkan tersebut secara langsung
menjadi tanah yang dikuasai oleh negara, selanjutnya pihak yang menerima pelepasan
atau penyerahan tersebut mengajukan permohonan pemberian Hak Milik kepada Kepala
Badan Pertanahan Nasional melalui Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kota setempat. 95
92
Urip Santoso (2), Op.Cit,hal 132
93
Ibid 94
Ibid
95
C.Proses Perubahan Hak Atas Tanah Pada Kawasan Ekonomi Khsusus Sei
Mangkei PT.Perkebunan Nusantara III
Pada tanggal 27 Oktober 2014 sampai dengan tanggal 31 Oktober telah
dilakukan penelitian yang dilaksanakan di kantor Kawasan Ekonomi Khusus Sei
Mangkei, kemudian didapatkan hasil penelitian sebagai berikut:
1. Profile PT. Perkebunan Nusantara III ( Persero)
Diawali dengan langkah penggabungan manajemen pada tahun 1994, 3 (tiga)
BUMN Perkebunan yang terdiri dari PT. Perkebunan III (Persero), PT. Perkebunan IV
(Persero) dan PT. Perkebunan V (Persero) disatukan pengelolaannya oleh Direksi PT.
Perkebunan III (Persero). Selanjutnya melalui Peraturan Pemerintah Nomor : 8 tahun
1996 tanggal 14 Februari 1996 ketiga Perusahan tersebut yang wilayah kerjanya berada
di Provinsi Sumatera Utara digabungkan menjadi satu Perusahaan dengan nama
PT. Perkebunan Nusantara III ( Persero) yang beralamat di Jln. Sei Batang Hari No. 2
Medan, Sumatera Utara.
PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) didirikan dengan Akta Notaris Harun
Kamil, SH, Nomor : 36 tanggal 11 Maret 1996 dan telah mendapat pengesahan dari
Menteri Kehakiman Republik Indonesia dengan surat keputusa Nomor: C2-8331. HT.
01.TH.96 tanggal 8 Agustus 1996 serta diumumkan dalam Berita Negara Republik
Indonesia Nomor : 81 tanggal 8 Oktober 1996, tambahan Nomor : 8674/1996.
PT Perkebunan Nusantara III (Persero) memiliki visi dan misi dalam
agribisnis kelas dunia dengan kinerja prima dan melaksanakan tata kelola bisnis terbaik.
Serta misi yang akan dicapai oleh PT Perkebunan Nusantara III (Persero) adalah:
1. Mengembangkan industri hilir berbasis perkebunan secara
berkesinambungan.
2. Menghasilkan produk berkualitas untuk pelanggan.
3. Memperlakukan karyawan sebagai aset strategik dan mengembangkannya
secara optimal.
4. Menjadikan perusahaan terpilih yang memberikan “imbal-hasil” terbaik bagi
para investor.
5. Menjadikan perusahaan yang paling menarik untuk bermitra bisnis.
6. Memotivasi karyawan untuk berpartisipasi aktif dalam pengembangan
komunitas.
7. Melaksanakan seluruh aktivitas perusahaan yang berwawasan lingkungan.
Perusahaan bergerak dalam bidang usaha perkebunan dengan komoditi utama
(core bisnis) kelapa sawit dan karet. Perusahaan memiliki lahan perkebunan yang
didukung dengan pabrik pengolahan untuk masing-masing komoditi tersebut. Lahan
perkebunan perusahaan tersebar di Propinsi Sumatera Utara seluas 143.160,42 Ha
(Karet : 41.751,29 Ha dan Kelapa Sawit : 101.409,13 Ha) dalam pengelolaan
perusahaan dikelompokkan mejadi :
a. 17 (tujuh belas) Bagian Kantor Direksi,
b. 8 (delapan) Distrik Manager,
c. 34 (tiga puluh empat) Manajer (26 Kebun dan 8 Kebun + PPK),
d. 12 (dua belas) Manajer Pabrik Kelapa Sawit dan
e. 5 (lima) Manajer Rumah Sakit serta
f. 1 (satu) Unit Pusat Pelatihan Wisata Agro Sei Karang (P2WAS).
PT Perkebunan Nusantara III (Persero) menjadikan minyak dan inti sawit
perusahaan. Produk minyak dan inti sawit yang dihasilkan Perusahaan sudah dikenal di
pasar lokal dan internasional dengan pasokan yang tepat waktu kepada pembeli dengan
mutu yang dihasilkan Crude Palm Oil (CPO), Palm Kernel Oil (PKO), Palm Kernel
(PK) dan Palm Kernel Meal (PKM).
Di kalangan dunia, Sumatera dikenal sebagai penghasil karet bermutu tinggi,
lebih dari 38,000 hektar lahan karet PT. Perkebunan Nusantara III ( Persero) diusahakan
untuk menghasilkan karet kualitas terbaik di dunia. Mutu produk RSS-1, 10,
SIR-20 dan Lateks Pekat mampu menembus pasar Internasional, disejumlah pabrik ban
terbesar seperti Bridgestone, Good Year, Firestone, Han Kook dan lainnya
Holdingcompany atau induk usaha Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bidang perkebunan akhirnya telah dibentuk. Pada saat masih menjabat sebagai Presiden
Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono telah menandatangani Peraturan
Pemerintah Nomor 72 Tahun 2014 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara RI
ke Dalam Modal Saham PT.Perkebunan Nusantara III (Persero). Peraturan Pemerintah
ini mengatur tentang pembentukan holding company, dimana PT.Perkebunan Nusantara
III (Persero) ditetapkan menjadi leader yang memimpin 13 PT. Perkebunan Nusantara
III ( Persero).96
Gagasan pembentukan induk usaha BUMN perkebunan ini sendiri sudah
berlangsung lama yaitu sejak tahun 2002. Berbagai proses akhirnya dilewati dan setelah
12 tahun berselang akhirnya Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2014 tentang
96
Holding BUMN Perkebunan Terbentuk, diakses pada tanggal 08 Desember 2014 pukul 17.00 WIB
Penambahan Penyertaan Modal Negara RI ke Dalam Modal Saham PT.Perkebunan
Nusantara III (Persero) ditetapkan. Selain pembentukan holding perkebunan, pada saat
masih menjabat Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono juga
mengeluarkan Peraturan Pemerintah RI No 73 tahun 2014 tentang Penambahan
Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia ke Dalam Modal Perusahaan Umum
(Perum) Kehutanan Negara. untuk pembentukan holding company BUMN kehutanan,
di mana yang bertindak sebagai leader adalah Perum Perhutani. Nantinya Perhutani
akan menjadi induk dari PT Inhutani I sampai V.97
Lamanya proses pembentukan holding company perkebunan tidak lepas dari
proses kajian, sinkronisasi peraturan hingga rapat koordinasi yang membutuhkan waktu.
Proses itu diperlukan untuk mempersiapkan pembentukan holding. Dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 72 Tahun 2014 ditetapkan bahwa yang bertindak sebagai pemimpin
untuk holding perkebunan adalah PT Perkebunan Nusantara III (Persero), yang akan
membawahi 13 PT.Perkebunan Nusantara yang selama ini beroperasi dan berjalan
sendiri-sendiri. Sebanyak 13 PT.Perkebunan Nusantara akan menjadi anak usaha dari
holding perkebunan ini.98
Setelah keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2014 tentang
Penambahan Penyertaan Modal Negara RI ke Dalam Modal Saham PT.Perkebunan
Nusantara III (Persero) ini, ada tahap-tahap berikutnya yang diambil. Selanjutnya harus
ada ketetapan dari Menteri Keuangan terkait pembentukan holding perkebunan. Disusul
dengan sosialisasi dan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pembentukan holding.
97
Ibid
98
Pada RUPS ini akan disahkan dan dibahas terkait perubahan anggaran dasar dan opsi
lainnya.99
Pasca dibentuk holding akan ada kenaikan kinerja keuangan yang meningkat,
seperti laba, aset, hingga modal pasca pembentukan holding. Laba bersih holding
BUMN perkebunan dapat diperkirakan sampai dengan Rp. 21 triliun, dan aset menjadi
Rp. 121 triliun di tahun 2019. Adapun sebelum pembentukan holding, laba bersih
PTPN I-IX hanya Rp 2,7 triliun. Laba bersih 14 BUMN perkebunan ini merupakan
penggabungan, namun dalam posisi berdiri sendiri-sendiri. Proyeksi akhir tahun 2014
untuk penjualan Rp 47 triliun, laba bersih Rp 2,7 triliun dan ekuitas Rp 22 triliun.100
Menurut Nico Demus:
Pada saat masih menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia, Bapak Susilo Bambang Yudhoyono telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) tentang Holding BUMN Perkebunan pada tanggal 18 September 2014. Peresmian holding company dilakukan oleh Menteri BUMN Bapak Dahlan Iskan pada Tanggal 2 Oktober 2014.
Tujuan dibentuknya holding company diharapkan supaya Direksi Holding
menyamakan cara dan metode yang sama sehingga keuntungan yang diperoleh bisa meningkat. PT. Perkebunan Nusantara III ( Persero) ditunjuk sebagai induk holding perkebunan dimana memimpin PTPN dari PTPN I-XIV. Keuntungan
yang diperoleh Kawasan Industri Sei Mangkei dengan adanya holding company
adalah tersedianya bahan baku yang dibutuhkan oleh Investor, hal ini dikarenakan Kawasan Industri Sei Mangkei merupakan industri berbasis kelapa sawit.
Salah satu contoh PT Unilever Oleochemical Indonesia membutuhkan bahan
baku CPKO (Clude Palm Kernel Oil) sebesar 500 Ton/Hari sedangkan PT
Perkebunan Nusantara III hanya memproduksi 150 Ton/Hari, dengan adanya holding maka bahan baku yang kurang bisa dipenuhi dari produksi CPKO PT.
Perkebunan lainnya.101
2. Proses Perubahan Hak Atas Tanah Pada Kawasan Ekonomi Khusus Sei
Mangkei
PT.Perkebunan Nusantara III terlebih dahulu telah mengusahakan lahan di
Kawasan Ekonomi Khusus Sei Mangkei tersebut dengan budidaya tanaman kelapa
sawit dan budidaya tanaman karet yang yang sudah menghasilkan maupun belum
menghasilkan serta PTPN III juga membangun sarana dan prasarana berupa emplasmen/
pabrik, jaringan jalan kebun, perengan/ rendahan/ DAS, rawa-rawa/ sungai/ parit, jalur
PLN, sarana pendidikan, perengan rendahan tidak dapat ditanami, kawasan industri/
PKS.102
Kawasan Ekonomi Khusus Sei Mangkei yang terletak di Desa Sei Mangkei,
Kecamatan Bosar Maligas, Kabupaten Simalungun ini mempunyai batas sebagai
berikut:
a. sebelah Utara berbatasan dengan desa Keramat Kuba;
b. sebelah Selatan berbatasan dengan PTPN IV (Persero) Kebun Mayang;
c. sebelah Timur berbatasan dengan PTPN IV (Persero) Kebun Gunung Bayu;
d. sebelah Barat berbatasan dengan sungai Bah Bolon.
Menurut data yang diperoleh dari Nico Demus selaku assisten asisten komersil
Kawasan Ekonomi Khusus Sei Mangkei terdapat pertimbangan dalam mengusulkan
Kawasan Ekonomi Khusus Sei Mangkei menjadi Kawasan Ekonomi Khusus antara lain
yaitu:
102
a. Areal seluas 1933,80 Ha merupakan areal milik PT Pekebunan Nusantara III
(Persero) dan merupakan bagian dari rencana jangka panjang perusahaan
untuk menjadikan areal tersebut sebagai industri hilir perusahaan.
b. Salah satu syarat menjadi kawasan industri adalah areal tersbut dekat dengan
sumber bahan baku, disekitar Kawasan Ekonomi Khusus Sei Mangkei
banyak tersedia bahan baku baik dari perkebunan pemerintah maupun
perkebunan swasta.
c. Kawasan Ekonomi Khusus Sei Mangkei dekat dengan pelabuhan kuala
tanjung (lebih kurang 40 KM)
d. Kawasan Ekonomi Khusus Sei Mangkei juga dekat dengan jalur kereta api
yaitu jalur kereta api Gunung Bayu – Stasiun Perlanaan.
e. PT. Perkebunan Nusantara III( Persero) telah membangun Pabrik Kelapa
Sawit 30 Ton/TBS/Jam sejak tahun 1997 yang kemudian telah ditingkatkan
menjadi 75 Ton/TBS/Jam.
f. PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) telah membangun Pabrik Listrik
Tenaga Biomassa Sawit yang menghasilkan daya 2 X 3,5 MW dan sudah
beroperasi.
g. PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) telah membangun Pabrik Kernel Oil
yang menghasilkan CPKO 170 Ton/hari dari kapasitas olah 400 ton/hari inti
sawit
h. PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) telah membangun jalan rigid beton
i. Sumber air cukup tersedia dari sungai bah bolon dengan aliran debit air 37,3
M3 /detik
Sebagai Badan Usaha Pembangun Dan Pengelola Kawasan Ekonomi Khusus Sei
Mangkei, PT. Perkebunan Nusantara III ( Persero) mendapat beberapa keuntungan
antara lain yaitu :103
a. Secara Financial, PT Perkebunan Nusantara III (Persero) mendapatkan
keuntungan dari menyewakan lahan serta pendapatan dari penjualan listrik,
air maupun retribusi dari penggunaan fasilitas kawasan.
b. PT Perkebunan Nusantara III (Persero) mendapatkan pengalaman dalam
mengelola kawasan dikarenakan pengelolahan kawasan merupakan hal baru
bagi perusahaan diharapkan kedepanya PT Perkebunan Nusantara III
(Persero) memiliki industri hilir khususnya industri turunan kelapa sawit dan
karet.
Setelah adanya penetapan PT. Perkebunan Nusantara III ( Persero) sebagai
Badan Usaha Pembangun Dan Pengelola Kawasan Ekonomi Khusus berdasarkan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 29 Tahun 2012 tentang Kawasan
Ekonomi Khusus Sei Mangkei, PT. Perkebunan Nusantara III ( Persero) harus
menyiapkan pembebasan tanah untuk dijadikan Kawasan Ekonomi Khusus.
Proses pembebasan tanah untuk dijadikan Kawasan Ekonomi Khusus ini juga
diatur pada Pasal 32 Peraturan Pemerintah No 2 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan
103
Kawasan Ekonomi Khusus mengatur untuk Kawasan Ekonomi Khusus yang diusulkan
oleh Badan Usaha, pembebasan tanah yang akan dijadikan Kawasan Ekonomi Khusus
dilakukan oleh Badan Usaha pengusul, dan dalam hal tanah untuk lokasi Kawasan
Ekonomi Khusus dibebaskan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik
Daerah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, atau kementerian/lembaga
pemerintah non kementerian, kepada Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik
Daerah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, atau kementerian/lembaga
pemerintah non kementerian dapat diberikan hak atas tanah berupa hak pakai atau hak
pengelolaan.
Dalam rangka pembebasan tanah untuk dijadikan Kawasan Ekonomi Khusus Sei
Mangkei, dikarenakan tanah yang akan di jadikan Kawasan Ekonomi Khusus masih
berstatus Hak Guna Usaha, PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) harus melakukan
perubahan hak atas tanah dari Hak Guna Usaha menjadi Hak Pengelolaan.
Proses perubahan Hak Guna Usaha menjadi Hak Pengelolaan antara lain:
1. PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) membuat surat permohonan izin
pelepasan atas areal seluas 2.002,77 Ha kepada kepala Badan Pertanahan
Nasional Republik Indonesia melalui Kepala Kantor Wilayah Badan
Pertanahan Nasional Provinsi Sumatera Utara.
2. Selanjutnya PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) mengajukan permohonan
pengukuran areal Hak Guna Usaha seluas 2.002, 77 Ha kepada Kepala Kantor
3. Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia telah memberikan izin
pelepasan Hak Guna Usaha No 1/ Sei Mangkei atas nama PT. Perkebunan
Nusantara III (Persero).
4. PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) membuat Akta Pelepasan Hak
dihadapan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Simalungun.
5. Melakukan pengukuran secara kadasteral oleh Badan Pertanahan Nasional
yang luasnya tidak melebihi luas yang disetujui Badan Pertanahan Nasional
Republik Indonesia.
6. Menjaga areal tersebut agar terhindar dari indikasi terlantar.
7. Mengajukan permohonan penerbitan Hak Pengelolaan areal seluas 1.933,80 Ha
Penjelasan terhadap proses perubahan Hak Guna Usaha menjadi Hak
Pengelolaan yaitu dimulai dengan PT. Perkebunan Nusantara III ( Persero) harus
melepaskan Hak Guna Usaha terlebih dahulu dengan membuat permohonan Izin
Pelepasan Hak Guna Usaha No 1/Sei Mangkei seluas 2.002,77 Ha yang terletak di
Provinsi Sumatera Utara Kabupaten Simalungun, Kecamatan Bosar Maligas, Desa Sei
Mangkei menjadi tanah yang dikuasai oleh negara dan selanjutnya akan dimohoni
pemberian Hak Pengelolaan diatas tanah dimaksud dengan objek dan subyek yang sama
dapat menjadi subyek Hak Pengelolaan dan sesuai dengan ketentuan Pasal 67 huruf b
Peraturan Menteri Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 tahun 1999. 104
104
Permohonan izin pelepasan Hak Guna Usaha ini sebelumnya telah mendapat
persetujuan dari Menteri Badan Usaha Milik Negara melalui surat No S- 743/MBU/
2012 tanggal 19 Desember 2012 perihal Persetujuan Pengalihan Hak Guna Usaha
Lahan Milik PT. Perkebunan Nusantara III ( Persero) di Sei Mangkei menjadi Hak
Pengelolaan dan rencana Kawasan Ekonomi Khusus tersebut telah di sahkan dalam
Peraturan Daerah Kabupaten Simalungun No 10 Tahun 2012 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten Simalungun Tahun 2011-2031 serta rekomendasi dari
Gubernur Sumatera Utara bahwa peruntukan KEK Sei Mangkei telah diakomodasi
dalam revisi Peraturan daerah (Perda) RTRW Sumatera Utara. Gubernur Sumatera
Utara telah mengeluarkan rekomendasi melalui surat No. 650/2162, tanggal 7 Maret
2011. 105
Permohonan izin pelepasan Hak Guna Usaha tersebut diajukan kepada Kepala
Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, melalui Kantor Wilayah Badan
Pertanahan Nasional Provinsi Sumatera Utara di Medan. Dengan memperhatikan hal-
hal sebagai berikut:106
1. Surat Keputusan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan
Nasional Tanggal 20 April 1995 No 31/HGU/BPN/95 tentang Pemberian
Hak Guna Usaha atas nama PT.Perkebunan V (Persero) atas tanah di
Kabupaten Simalungun.
105
Ibid
106
2. Sertipikat Hak Guna Usaha No 1/ Sei Mangkei atas nama PT.
Perkebunan Nusantara III (Persero), seluas 2.002,77 Ha terletak di Desa
Sei Mangkei, Kecamatan Bosar Maligas Kabupaten Simalungun,
Provinsi Sumatera Utara.
3. Surat Menteri Badan Usaha Milik Negara tanggal 30 Mei 2008 No
s-465/MBU/2008 jo tanggal 19 Desember 2012 Np S-743/ MBU/2012
perihal Persetujuan Pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus Sei
Mangkei di PT. Perkebunan Nusantara III ( Persero).
4. Surat Izin Bupati Simalungun tanggal 10 Desember 2007 No
503/9393/PIT perihal Pemberian Izin Prinsip Persetujuan Kawasan
Ekonomi Khusus Sei Mangkei.
5. Surat Direktur Utama PT. Perkebunan Nusantara III ( Persero) tanggal 26
Maret 2013 No 3.11/X/41/2013 perihal Permohonan Izin Pelepasan Hak
Guna Usaha No 1/ Sei Mangkei atas nama PT. Perkebunan Nusantara III
( Persero) atas tanah seluas 2.002,77 Ha, terletak di Desa Sei Mangkei
Kecamatan Bosar Maligas, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera
Utara.
6. Laporan Pemeriksaan Lapangan Dalam Rangka Izin Perubahan
Penggunaan Tanah atas nama PT. Perkebunan Nusantara III ( Persero)
No 01/A.PGT-PPT/04/2009 tanggal 16 April 2009.
7. Surat Wakil Gubernur Sumatera Utara selaku Ketua Badan Koordinasi
Maret 2011 No 650/2612 perihal Rencana Pengembangan Kawasan
Ekonomi Khusus Sei Mangkei dalam Ranperda RTRWP-SU 2010-2030.
8. Peraturan Daerah Kabupaten Simalungun No 10 Tahun 2012 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah kabupaten Simalungun Tahun 2011-2031.
Dengan demikian pada prinsipnya pelepasan Hak Guna Usaha No 1/ Sei
Mangkei seluas 2.002,77 Ha atas nama PT. Perkebunan Nusantara III ( Persero),
terletak di Desa Sei Mangkei, Kecamatan Bosar Maligas, Kabuapten Simalungun,
Provinsi Sumatera Utara dapat disetujui dengan beberapa syarat sebagai berikut:107
1. Segera setelah diterimanya izin Pelepasan Hak Guna Usaha, pemegang
hak yakni PT. Perkebunan Nusantara III ( Persero), diwajibkan
melaksanakan Akta Pelepasan Hak di hadapan Pejabat yang berwenang.
2. Luas yang pasti atas tanah yang dilepaskan ditentukan berdasarkan hasil
pengukuran secara kadasteral
3. Tanahnya tidak dalam keadaan sengketa dengan pihak lain dan tidak
diperlukan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dan tidak
terindikasi terlantar.
4. Tanah bekas Hak Guna Usaha No 1/ Sei Mangkei seluas 2.002,77 Ha
atas nama PT. Perkebunan Nusantara III ( Persero), terletak di Desa Sei
Mangkei, Kecamatan Bosar Maligas, Kabuapten Simalungun, Provinsi
Sumatera Utara tersebut, terhitung sejak tanggal Akta Pelepasan Hak
sebagaimana dimaksud pada angka 1 diatas dinyatakan sebagai tanah
107
yang dikuasai langsung oleh Negara dan selanjutnya dapat dimohonkan
hak atas tanah melalui Kantor Pertanahan Kabupaten Simalungun,
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
5. Pemanfaatan dan penggunaan tanah selanjutnya harus sesuai dengan
Rencana Tata Ruang Wilayah yang bersangkutan.
Sehubungan dengan hal- hal tersebut diatas Badan Pertanahan Nasional
Republik Indonesia melalui Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional
memerintahkan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Simalungun untuk mencatat
pelepasan Hak Guna Usaha No 1/ Sei Mangkei sesuai Akta Pelepasan Hak yang sudah
ditandatangani pada Sertipikat, Buku Tanah dan Daftar umum.108
Lahan seluas 2.002,77 Ha yang telah dilepaskan Hak Guna Usaha nya
kemudian dikeluarkan dari luasan Kebun Dusun Hulu, pemeliharaan tanaman yang
belum menghasilkan (TM) tanaman kelapa sawit dan karet di atas tanah tersebut masih
tetap dilakukan sehingga tidak menganggu proses panen, sedangkan pemupukan dan
seluruh kegiatan pemeliharaan tidak lagi dilaksanakan untuk areal tanaman belum
menghasilkan (TBM) karet dan kelapa sawit. Kemudian menjaga areal tersebut
sehingga tidak menjadi sengketa dengan penggarap dan terhindar dari indikasi
terlantar.109
Hapusnya hak atas tanah menyebabkan tanah nya menjadi tanah yang dikuasai
langsung oleh Negara, yang pengaturan selanjutnya diberikan kewenangannya kepada
Pemerintah, dalam hal ini instansi Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.
108
Ibid
109