• Tidak ada hasil yang ditemukan

this PDF file TINJAUAN HUKUM PROSEDUR MEDIASI DALAM PENYELESAIAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA PALU | KAMARIYAH | Legal Opinion 1 PB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "this PDF file TINJAUAN HUKUM PROSEDUR MEDIASI DALAM PENYELESAIAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA PALU | KAMARIYAH | Legal Opinion 1 PB"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN HUKUM PROSEDUR MEDIASI

DALAM PENYELESAIAN PERKARA PERCERAIAN

DI PENGADILAN AGAMA PALU

ANIK KAMARIYAH - D 101 13 570

Dosen Pembimbing :

1. Dr. H. Sahlan, S.H., S.E., M.S. 2. Armin K. S.H., M.H.

Abstrak

Perceraian merupakan salah satu penyebab putusnya perka winan yang paling banyak terjadi dimasyarakat. Hal ini dapat dilihat dari kecenderungan makin meningkatnya jumlah gugatan perceraian yang terdaftar di Pengadilan Agama Palu. Dalam proses penyelesaian perkara termasuk yang berkaitan dengan gugatan perkara perceraian oleh lembaga peradilan tertinggi di negara ini telah mengeluarkan suatu peraturan mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang prosedur mediasi di pengadilan. Peraturan tersebut mengharuskan kepada setiap perkara yang diproses di Pengadilan termasuk pengadilan Agama Palu, harus didahului dengan proses media si untuk menyelesaikan perkaranya secara damai. Namun dalam kenyataan dalam perjalan waktu, pelaksanaan mediasi terhadap perkara-perkara yang ditangani oleh pengadilan termasuk pengadilan Agama Palu perkara yang selesai secara damai dapat dihitung dengan jari. Sehingga perlu dicari pokok permasalahannya apa sebenaranya yang terjadi. Dalam penelitian ini diberi judul : tinjauan Hukum prosedur Mediasi Perkara Perceraian Di Pengadilan Agama Palu; dengan tujuan penelitian untuk mengetahui masing-masing Prosedur media si perkara perceraian pada Pengadilan Agama Palu dan Hambatan yang dihadapi mediator dalam pelaksanaan mediasi perkara perceraian di Pengadian Agama Palu.

Mediator dalam menjalankan tugasnya melaksanakan mediasi terhadap perkara-perkara perceraian di pengadilan agama Palu selama ini adalah dalam prosesnya dapat dibagi dalam dua tahapan proses yakni adalah sebagai berikut: Pertama tahapan pramediasi dan tahapan pelaksanaan media. Dalam tahapan pra mediasi merupakan tahapan dimana hakim ketua pemeriksa perkara membuka sidang pada hari pertama dan disampaikan kepada para pihak mengenai keharusan mediasi. kepada para pihak diberikan waktu untuk menunjuk mediatoruntuk melaksanakan mediasi. Dalam pelaksanaan mediasi apabila terjadi kesepakatan akan dibuatkan kesepakata bersama yang akan ditanda tangani oleh para pihak dan mediatornya. Sedangkan jika mediasinya gagal akan dilaporkan secara tertulis kepada hakim pemeriksa perkara. Hakim pemeriksa perkara yang mendapatkan laporan kegagalan mediasi akan menentukan hari sidang dan melanjutkan persidangan pemeriksaan pokok perkara.

(2)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkawinan merupakan fitrah

manusia untuk melangsungkan

keturunan sebagai khalifah di muka

bumi. Hanya dengan cara perkawinan

kehidupan manusia dapat hidup

bersang-pasangan membentuk rumah

tangga. Perkawinan merupakan cara

Allah Subhana Wataalah

menghalalkan hubungan manusia yang

haram menjadi halal dalam konsep

agama karena berlainan jenis (laki-laki

dan perempuan) dalam suatu keluarga

sepanjang hidup. Namun dalam

kehidupan masyarakat manusia, tujuan

perkawinan tidak selamanya terwujud

sebagaimana diharapkan oleh

pasangan suami istri. Kadang

perkawinan yang dilaksanakan dengan

tujuan membentuk keluarga yang

sakinah mawaddah warahmah, hanya

sebatas slogan indah tetapi tidak jadi

nyata karena kandas dalam perjalanan

hidup. Sehingga rumah tangga yang

dibangun dengan alasan cinta kasih,

berakhir dengan perceraian di palu

hakim.

Walaupun tujuan perkawinan

mewujudkan keluarga tenteram dan

kasih sayang sebagaimana di

cita-citakan Undang-Undang Perkawinan.

Namun hal ini tidak selamanya dapat

diwujudkan karena tidak dapat

dipelihara dengan baik oleh suatu

keluarga. Hal ini ditegaskan H. Amiur

Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan

bahwa;

“Namun sering kali apa yang menjadi tujuan perkawinan kandas di perjalanan. Perkawinan harus putus di tengah jalan. Sebenarnya putusnya perkawinan merupakan hal yang wajar saja, karena makna dasar sebuah akad nikah adalah ikatan atau dapat dikatakan perkawinan pada dasarnya adalah kontrak”1

.

Sedangkan dalam

Undang-undang perkawinan pada Pasal 38 UU

Nomor 1 Tahun 1974 ditegaskan

bahwa perkawinan dapat putus karena

kematian, perceraian dan atas

keputusan pengadilan. Dengan

demikian dalam undang-undang

perkawinan perceraian dimungkinkan

1

(3)

tetapi dengan suatu persyaratan dan

prosedur sebagaimana ditegaskan

dalam peraturan hukum berlaku (UU

Nomor 1 Tahun 1974 dan peraturan

pendukungnya).

Kemudian Hilman Hadikusuma

menegaskan bahwa;

“Dasar-dasar yang dapat

berakibat perceraian perkawinan

hanya sebagai berikut :

a. Zina;

b. Meninggalkan tempat tinggal bersama dengan itikat buruk; c. Dikenakan hukuman penjara

lima tahun atau hukuman yang lebih berat lagi setelah

dilangsungkan perkawinan; d. Pencederaan berat atau

penganiayaan, yang dilakukan oleh salah seorang dari suami istri terhadap yang lainnya sedemikian rupa sehingga membahayakan keselamatan jiwa atau mendatangkan luka-luka yang berbahaya”2

.

Perkawinan terjadi karena sutu

perbuatan hukum, maka untuk

memutuskan perkawinan juga dengan

proses hukum sebagaimana ditentukan

dalam peraturan berlaku. Proses

2

. H. Hilman Hadikusuma, 2007,

Hukum Perkawinan Indonesia, Menurut Perundangan, Hukum Adat, dan Hukum Agama, Mandar Maju, Bandung, hlm, 150

perceraian dipengadilan (baik

pengadilan Agama bagi kalangan

muslim maupun Pengadilan Negeri

bagi non Muslim) sebelum proses

persidangan dilaksanakan oleh Majelis

Hakim akan dilakukan dengan mediasi

untuk mencari solusi dan jalan keluar

yang terbaik bagi keutuhan rumah

tangga para pihak.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana prosedur mediasi

perkara perceraian pada

Pengadilan Agama Palu?

2. Hambatan yang dihadapi

mediator dalam pelaksanaan

mediasi perkara perceraian di

Pengadilan Agama Palu ?

II. PEMBAHASAN

A. Prosedur Mediasi Perkara

Perceraian Pada Pengadilan

Agama Palu

Terintegrasinya mediasi dalam

peradilan formal sebagai suatu

prasyarat perkara untuk dapat

diperiksa lebih lanjut oleh

Pengadilan(baik oleh Pengadilan

Negeri maupun Pengadilan Agama).

(4)

perdata yang ditangani Pengadilan

Negeri dan Pengadilan Agama akan

didahului dengan proses mediasi untuk

mencari selusi penyelesaian damai.

Proses mediasi sebeum pemeriksaan

lebih lanjut perkara yang ditangani

Pengadilan Agama merupakan

langkah awal untuk menyelesaiakan

perkara pihak bersengketa. Perkara

yang diproses lebih lanjut oleh

Pengadilanmerupakan perkara-perkara

yang mediasinya tidak berhasil

menyelesaikan sengketa secara damai.

Hal ini sebagaimana ketentuan Pasal 4

ayat (1) Perma Nomor 1 Tahun 2016.

Secara histori pelaksanaan

mediasi terhadap perkara-perkara yang

di tangani Pengadilan Negeri maupun

Pengadilan Agama berawal dari

ketentuan Pasal 130 HIR dan 154

Rbg. Diutamakannya penyelesaian

perkara secara damai oleh Pasal 130

HIR/154 Rbg karena penyelesaian

perkara melalui perdamaian

memberikan rasa keadilan kepada

pihak bersengketa. Namun kenyataan

selama penerapan Pasal 130 HIR/154

Rbg hampir semua perkara yang

ditangani Pengadilan selesai melalui

putusan Hakim. Hal ini sebagaimana

ditegaskan M. Yahya Harahap bahwa;

Kenyataan praktik yang dihadapi,

jarang dijumpai putusan perdamaian.

Produk hukum yang dihasilkan

peradilan dalam penyelesaian perkara

yang diajukan kepadanya, hampir 100

% (persen) berupa putusan

konvensional yang bercorak menang

atau kalah (winning or lossing)3.

Kenyataan sebagaimana

ditegaskan diatas yang merupakan

dasar tindakan Mahkamah Agung

Republik Indonesia menerbitkan

Peraturan Mahkamah Agung mengenai

penerapan mediasi di Pengadilan.

Sebelum penerapan Perma dalam

proses perkara dipengadilan, Hakim

yang menangani perkara

memperlakukan Pasal 130 HIR/154

Rbg hanya sekedar himbauan belaka.

Sehingga seakan-akan tidak ada

support terhadap para pihak berpekara

untuk menyelesaikan perkaranya

secara damai. Sebagaimana disinyalir

Rahmadi Usman bahwa tidak

berperannya sama sekali lembaga

3

(5)

damai dalam Pasal 130 HIR/154 Rbg

sebagai landasan hukum penyelesaian

perkara melalui perdamaian, bukan

karena kurangnya kemampuan, dan

kecakapan Hakim tetapi lebih

dimotivasi dan peran advokat atau

kuasa hukum4.

Pandangan demikian ditegaskan

pula M. Yahya Harahap bahwa;

Pada umumnya sikap dan prilaku Hakim menerapkan Pasal 130 HIR, hanya bersifat formalitas. Kalau bagitu kemandulan peradilan menghasilkan penyelesaian melalui perdamaian bukan karena distorsi pihak advokat atau kuasa hukum, tetapi melekat pada diri para Hakim yang lebih mengedepankan sikap formalitas daripada panggilan dedikasi dan seruan moral5.

Berdasar pada penegasan diatas,

maka Mahkamah Agung berusaha

mencari solusi untuk meng-efektifkan

Pasal 13 HIR/154 Rgb, dengan

mengeluarkan Perma Nomor 2 Tahun

2003, kemudian diganti dengan Perma

Nomor 1 Tahun 2008 dan sekarang

4

. Rachmadi Usman, Op Cit, hlm, 27

5

. M. Yahya Harahap, Ibid, hlm, 241

disempurnakan dengan Perma Nomor

1 Tahun 2016.

Pentingnya mediasi yang telah

terintegrasi di Pengadilan guna

berusaha mengakhiri sengketa yang

diperkarakan di Pengadilan melalui

perdamaian. Penyelesaian perkara

secara damai akan memberikan rasa

keadilan bagi pihak-pihak berperkara,

karena penyelesaiannya tidak ada

menang kalah. Hali ini ditegaskan juga

oleh Rahmadi Usman bahwa; Bila

dicermati konsiderans menimbang dari

Perma Nomor 2 Tahun 2003 (sekarang

tentunya Perma Nomor 1 Tahun 2016),

dapat diketahui pertimbangan perlunya

institusionalisasi proses mediasi dalam

sistem peradilan, yaitu :

(6)

Kedua, keefektifan mediasi ini dikerenakan proses lebih cepat (expedited procedure) dan murah (zero cost), serta dapat memberikan akses kepada para pihak yang bersengketa untuk memperoleh keadilan atau penyelesaian yang memuaskan atas sengketa yang dihadapi oleh para pihak.6

Pelaksanaan mediasi terhadap

setiap perkara yang diterima untuk

diproses Pengadilan Agama Palu

proses mediasinya adalah sebagai

berikut. Hal ini sebagaimana

ditegaskan oleh Bapak Drs. H. Mal

Domu, S.H., M.H bahwa7; mediasi

yang dilaksanakan Pengadilan Agama

Palu disesuaikan dengan prosedur

mediasi sebagaimana yang diatur

dalam Perma Nomor 1 Tahun 2016.

Pelaksanaan prosedur mediasi yang

dilakukan olah Pengadilan Agama

Palu dibagi dalam dua tahapan yakni

adalah sebagai berikut :

1. Tahapan pra mediasi; dan

2. Tahapan pelaksanaan mediasi.

6

. Rachmadi Usman, Op Cit, hlm, 30

7

. Drs. H. Mal Domu, S.H., M.H Hakim Pengadilan Agama Palu. Wawncara tanggal 11 Oktober 2017.

Tahapan Pra Mediasi keharusan

Hakim pemeriksa perkara untuk

menjelaskan keharusan para pihak

melakukan mediasi merupakan

perintah peraturan

perundang-undangan. Sehingga bila tidak

melakukan mediasi terhadap perkara

yang diperiksanya, maka terhadap

perkara tersebut bila dilakukan upaya

hukum banding atau kasasi, maka akan

diperintahkan pelaksanaan ulang

mediasi oleh Pengadilan Agama,

melalui putusan sela8.

Tahapan pelaksanaan mediasi,

pada tahapan ini Hakim ketua majelis

pemeriksa perkara akan menunda

persidangan dan menunggu

pelaksanaan mediasi para pihak yang

akan dimediasi oleh mediator yang

ditunjuk para pihak atau Hakim ketua

pemeriksa perkara. Setelah mediator

pilihan para pihak bersengketa

mendapatkan penetapan dari Hakim

ketua mejelis pemeriksa perkara,

mediator yang ditunjuk akan

8

(7)

menentukan waktu pelaksanaan

mediasi. Sehingga jurusita Pengadilan

Agama Palu akan melakukan

pemanggilan untuk medasi sesuai

waktu yang ditentukan oleh mediator.

Pelaksanaan mediasi hanya ada

dua kemungkinan yang dapat terjadi

yakni mediasi gagal sehingga perkara

harus diproses lebih lanjut, dan

mediasi berhasil sehingga perkara

selesai dan prosesnya berhenti sampai

disitu.

Apabila proses mediasi berhasil

mencapai perdamaian, maka mediator

akan membuatkan perdamaian yang

akan ditanda tangani oleh para pihak

dan mediator. Perdamaian yang

ditanda tangani para pihak dan

mediator dapat dikuatkan dengan akta

perdamaian oleh Hakim pemeriksa

perkara apabila pihak bersengketa

berkeinginan untuk itu. Akta

perdamain yang ditetapkan Hakim

pemeriksa perkara bukan merupakan

keharusan, tetapi hanya berdasar pada

keinginan para pihaknya. Apabila

kesepakatan perdamaian yang dibuat

dan ditanda tangani oleh para dan

mediator tidak dibuatkan akta

perdamaian, maka kesepakatan harus

memuat pencabutan gugatan.

Sebagaimana ditegaskan dalam

ketentuan Pasal 27 Ayat (5) Perma

bahwa; Jika Para Pihak tidak

menghendaki Kesepakatan Perdamaian

dikuatkan dalam Akta Perdamaian,

Kesepakatan Perdamaian wajib

memuat pencabutan gugatan.

Penanda tangan kesepakata

perdamaian oleh para pihak dan

mediator, yang ditindak lanjuti dengan

pencabutan gugatan, maka perkara

tersebut telah selesai dan oleh

pengadilan akan dihapus dari daftar

perkara. Dengan terjadi kesepakatan

perdamaian oleh para pihak

berperkara, maka mediator akan

melaporkan kepada Hakim pemeriksa

perkara dengan menyerahkan

kesepakatan perdamaian para

pihaknya.

B. Kendala Dalam Pelaksanaan

Mediasi Di Pengadilan Agama

(8)

biasanya salah satu pihaknya tidak datang tanpa alasan. Sehingga pelaksanaan mediasi tidak dapat lakukan. Kalaupun para pihaknya datang ada hari pelaksanaan mediasi, salah satu pihaknya bersikeras untuk meanjutkan persidangan. Dalam kondisi demikian, maka mediator sudah tidak bisa beruat apa-apa lagi9.

Faktor penghambat sebagaimana

disebutkan tersebut merupakan faktor

utama penghambat terlaksananya

mediasi. Ketidakhadiran salah satu

pihak dalam pelaksanaan mediasi

sebagaimana dijadwalkan oleh

mediator yang paling sering terjadi.

Faktor penghambat lainnya adalah

para pihak datang mengadiri mediasi

tetapi sudah tidak mau rujuk lagi

dengan berbagai alasan. Sehingga

mediator dalam menghadapi sikap

demikian sudah tidak dapat berbuat

apa-apa lagi. Jika keadaan sudah

demikian maka medaitor hanya dapat

melaporkan kepada Hakim pemeriksa

perkara bahwa mediasi gagal dan

perkara harus dilanjutkan.

9

. Bapak Mal Domu Hakim Pengadilan Agama Palu, wawancara Tanggal 11 Oktober 2017

Hal ini sebagaimana ditegaskan

Mal Domu Hakim Pengadilan Agama

Palu bahwa;

“Kendala yang dihadipi oleh mediator dalam melakukan mediasi kasus-kasus perkara perceraian berbeda-satu dengan lainnya. Ini disebabkan karena penyebab terjadinya perkara perceraian juga berbeda beda. Ada perkara perceraian disebabkan karena ketidakcocokan lagi sehingga terjadi pertengkaran yang tidak dapat dirujukkan kembali, bahkan ada disebabkan oleh karena cemburu dan lain sebagainya”10

.

Hal senada dikemukakan oleh

seorang penggugat cerai yang

namanya tidak mau disebutkan (sebut

saja ibu X) bahwa ibu X menggugat

cerai suaminya karena suaminya ada

wanita idaman lain, dari pada sakit hati

lebih baik sekalian pisah saja supaya

tidak ada yang membuat sakit hati dan

pusing11.

Berdasar penegasan diatas,

maka dapat di pahami bahwa dalam

pelaksanaan mediasi perkara

10

. Bapak Mal Domu Hakim Pengadilan Agama Palu, wawancara tanggal 11 Oktober 2017

11

(9)

perceraian sudah dapat dipastikan

dalam prosesnya akan menghadapi

banyak kendala. Kendala-kendala

dalam pelaksanaan mediasi dapat

disebabkan berbagai hal, diantaranya :

a. Pihak berperkara mengajukan

perkaranya ke Pengadilan karena

rumah tangganya sudah tidak

dapat diperbaiki lagi, terjadi

cekcok berkepanjangan. Hal ini

merupakan salah satu alasan untuk

bercerai yang disebut dalam Pasal

39 ayat (2) UU Nomor 1 Tahun

1974;

b. Mediator yang tersedia di

Pengadilan masih relatif minim

baik jumlah maupun kemapuan

untuk menjadi mediator; khusus

mediator Hakim dengan

keterbatasan waktu dan padatnya

pekerjaan akan mengakibatkan

tidak maksimal dalam melakukan

mediasi;

c. Waktu untuk melakukan mediasi

yang relatif terbatas, sehingga

pelaksanaan mediasi juga tidak

maksimal.

III. PENUTUP

A. Kesimpulan

- Pelaksanaan mediasi perkara

perceraian di Pengadilan Agama

Palu dilakukan dalam dua tahapan

yaitu: a. Tahapan pra mediasi dan

b. Tahapan mediasi.

Pada tahapan pra mediasi, dimulai

pada penyampaian hakim

pemeriksa perkara memberikan

pemahaman mengenai media

kepada pihak berperkara.

Kemudian setelah itu sidang di

tunda untuk memberikan

kesempatan menunjuk mediator

paling lama 2 hari mulai hari

sidang pertama. Jika para pihak

telah menunjuk mediator, oleh

hakim ketua pemeriksa perkara

membuat penetapan terhadap

mediator terpilih dan melalui

panitera/panitrea pembantu

disampaikan kepada mediator

pilihan para pihak untuk

menentukan hari pelaksanaan

mediasi.

Sedankan pada tahapan mediasi,

dimana mediator setelah

menentukan waktu pelaksanaan

(10)

pemanggilan sacara sah kepada

para pihak untuk melakukan

mediasi. Pada tahap pelaksanaan

mediasi waktu ditentukan paling

lama 30 hari sejak penunjukan

mediator terpilih. Dalam jangka

waktu tersebut pelaksanaan

mediasi berhasil, maka

dilaksanakan perdamaian dengan

penanda tanganan akta

perdamaian.

- Faktor penghambat dalam

pelaksanaan mediasi perkara

perceraian, umumnya datang dari

para pihak berperkara dengan cara

tidak hadir pada hari pelaksanaan

mediasi yang telah ditentukan baik

secara bersama-sama atau secara

bergantian. Atau mereka datang

pada hari pelaksanaan mediasi

tetapi sudah bersikeras tidak mau

melaksanakan perdamaian sebab

sudah tidak ada kecocokan

sehingga rumah tangganya tidak

perlu dipertahankan. Sementara

faktor lainnya, keterbatasan waktu

hakim melaksanakan mediasi

secara maksimal sebab hakim

mempunyai tugas yang sangat

berat dan padat untuk

menyelesaiakan berbagai macan

perkara yang dibebankan untuk

diputus. Sehingga tekhnik

pelaksanaan mediasi yang

diperoleh selama peatihan mediasi

di Mahkamah Agung tidak dapat

dilaksanakan dengan baik.

B. Saran

- Sebaiknya yang yang menjadi

mediator jangan ada yang dari

hakim sebab hakim yang

keadaannya terbatas jumlahnya

sudah dibebani dengan tugas berat

sehingga dalam menjalankan

tugas mediator tidak akan

maksimal walaupun telah

mempunyai sertifikat mediator.

- Sebaiknya mediator yang

disiapkan oleh negara adalah

pengawai pengadilan,

sebagaimana ditentukan dalam

Pasal 1 angka 13 Perma nomor 1

Tahun 2016. Sehingga tidak ada

lagi mediator hakim, yang ada

hanya mediator pengawai

pengadilan dan pihak lain yang

terdaftar sebagaimediator

(11)

DAFTAR PUSTAKA

BUKU :

H. Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, 2012, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No. 1/1974 sampai KHI, Kecana, Jakarta.

H. Hilman Hadikusuma, 2007, Hukum Perkawinan Indonesia, Menurut Perundangan, Hukum Adat, dan Hukum Agama, Mandar Maju, Bandung.

M. Yahya Harahap, 2008, Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, Sinar Grafika, Jakarta.

Rachmadi Usman, 2012, Mediasi Di Pengadilan Dalam Teori dan Praktik, Sinar Grafika, Jakarta.

JURNAL dan Wawancara:

Putusan sela adalah putusan yang dijatuhkan sebelum putusan akhir yang diadakan dengan tujuan untuk memungkinkan atau mempermudah kelanjutan pemeriksaan perkara (Riduan Syahrani, buku materi Hukum Acara Perdata, hlm, 123).

Drs. H. Mal Domu, S.H., M.H Hakim Pengadilan Agama Palu. Wawncara tanggal 11 Oktober 2017.

(12)

BIODATA MAHASISWA

DATA PROFIL

NAMA : ANIK KAMARIYAH

TEMPAT/TANGGAL LAHIR : BLUMBANG, 22 APRIL 1988

JENIS KELAMIN : PEREMPUAN

AGAMA : ISLAM

ALAMAT : JL. DR. WAHIDIN NO. 15 PALU

Email : anikqamariyah@yahoo.com

Referensi

Dokumen terkait

model pembelajaran Creative Problem Solving lebih tinggi dari pada kemampuan pemecahan masalah mahasiswa dalam berkomunikasi mahasiswa yang dibelajarkan dengan

zahtev za u č eš ć e kao i deo koji se finansira iz sopstvenih izvora, odnosno sredstava koja ne poti č u iz budžeta Republike Srbije, budžeta lokalne samouprave ili

Berdasarkan tabel (4) di atas, nama binatang yang dimunculkan pada peribahasa Jepang dan Indonesia terkait “peribahasa dengan unsur nama binatang sama tetapi memiliki makna

perasaannya, sifatnya, filsafatnya, dan lain sebagainya. Sedangkan informan menjelaskan tentang waktu dan tempat. Indeks biasanya bersifat implisit sehingga perlu

Pedoman evaluasi pasca pelatihan bermanfaat untuk: (1) mengetahui kesesuaian kurikulum pelatihan dengan tuntutan kinerja individu, (2) mengetahui kelemahan- kelemahan

Sedangkan Pengeluaran Sekunder meliputi: (a) Bantuan untuk orang yang belajar agama di Madinah; (b) Hiburan untuk para delegasi keagamaan; (c) Hiburan untuk para utusan suku dan

Setelah penebangan dan pembagian ba- tang, data yang dikumpulkan meliputi dimensi (dia- meter dan panjang) semua kayu bulat yang memiliki diameter ≥10 cm, yang

Dalam hal ini jumlah kerapatan biomassa spirulina dengan pemberian dosis nutisi yang berbeda lebih tinggi pada skala semi outdoor dibandingkan pada skala indoor, hal