• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembelajaran Keteram pilan Berbahasa Lisa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pembelajaran Keteram pilan Berbahasa Lisa"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

Pembelajaran Keterampilan Berbahasa Lisan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Keterampilan berbahasa terdiri dari keterampilan berbahasa tulis dan keterampilan berbahasa lisan. Klasifkasi seperti ini, dibuat berdasarkan pendekatan komunikatif. Implikasinya, pembelajaran berbahasa di SD harus difokuskan pada kemampuan siswa memahami dan menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi dalam kehidupan sehari-hari.

Kajian tentang keterampilan berbahasa tulis, yang komponen-komponennya terdiri dari keterampilan membaca dan menulis, akan dilaksanakan dalam Kegiatan Belajar 1, mengingat pentingnya pembelajaran keterampilan di SD. Di samping berhitung, keterampilan membaca dan menulis merupakan keterampilan dasar yang harus diajarkan mulai dari kelas 1 SD.

Selanjutnya, Kegiatan Belajar 2 akan membahas hal-hal yang berkaitan dengan keterampilan berbahasa lisan. Keterampilan ini terdiri dari keterampilan menyimak dan berbicara.

Pembelajaran keterampilan berbahasa tidak boleh ditafsirkan sebagai

mengajarkan memahami dan menggunakan bahasa, tetapi harus dipahami

sebagai mengajak siswa berlatih memahami dan menggunakan bahasa, terutama di SD. Dengan pemahaman seperti ini, guru akan terdorong untuk merancang dan melaksanakan kegiatan pembelajaran membaca, menulis, menyimak, dan berbicara dengan lebih bervariasi lagi sehingga pengalaman belajar dari kegiatan pembelajaran ini tambah bermakna bagi siswa.

1.2Rumusan Masalah

(2)

tujuan penulisan yang hendak dicapai. Adapun rumusan masalah penulisan adalah sebagai berikut :

•Apa saja strategi dalam pembelajaran berbahasa lisan?

•Bagaimana penerapannya dalam kegiatan berbicara dan dramatisasi kreatif?

•Apa manfaat keterampilan berbahasa lisan?

1.3Batasan Masalah

Dalam batasan masalah ini kami akan membatasi masalah dalam makalah yang kami buat tentang ruang lingkup kajian keterampilan berbahasa lisan.

1.4Tujuan penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut: •Untuk mengetahui strategi apa saja yang bisa dilakukan dalam pembelajaran berbahasa lisan.

•Untuk mengetahui penerapannya dalam kegiatan berbicara dan dramatisasi kreatif.

•Untuk mengetahui manfaat keterampilan berbahasa lisan.

1.5Metode Penulisan

(3)

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pembelajaran Keterampilan Berbahasa Lisan

Keterampilan berbahasa lisan terdiri dari keterampilan menyimak dan berbicara. Keterampilan menyimak dan berbicara sangat erat kaitannya bersifat resiprokal. Dalam kehidupan sehari-hari, penyimak dan pembicara bisa berganti peran secara spontan, yaitu dari penyimak menjadi pembicara dan dari pembicara menjadi penyimak.

A. MENYIMAK

1. Hakikat Menyimak

Hakikat menyimak dapat dilihat dari berbagaid segi (Logam< 1972). Menyimak dapat dipandang sebagai suatu keterampilan, sebagai seni, suatu proses, respons atau sebagai pengalaman kreatif. Menyimak dikatakan suatu sarana sebab adanya kegiatan yang dilakukan seseorang pada waktu menyimak yang harus melalui tahap mendengar bunyi-bunyi yang telah

dikenalnya. Kemudian, secara bersamaan ia mampu

(4)

unsur utama dalam menyimak. Penyimak dapat merespons dengan efektif jika ia memiliki pancaindra yang cukupbaik dan mempunyai kemampuan menginterprestasikan pesan yang terkandung dalam tuturan yang disimaknya. Menyimak sebagai pengalaman kreatif melibatkan pengalaman yang nikmat, menyenangkan dan memuaskan.

2. Bahan Pembelajaran Menyimak

Tujuan utama pembelajaran menyimak, melatih siswa memahami bahasa lisan. Oleh sebab itu, pemilihan bahan pembelajaran menyimak harus disesuaikan dengan karakteristik siswa SD.

Pembelajran menyimak di kelas rendah sebaiknya tidak disertai dengan kegiatan menulis sebab kemampuan menulis kelas rendah masih sangat terbatas. Bahan simakan untuk kelas tersebut sebaiknya berupa perintah, pertanyaan atau petunjuk lisan yang menghendaki jawaban singkat atau perbuatan sebagai jawabannya.

Contoh:

a. Tutup jendela itu sedikit

b. Siapa, namamu?

c. Nyalakan lilin itu, kemudian padamkaan!

Secara umum, bahan pembelajaran menyimak dapat menggunakan bahan pembelajaran membaca, menulis, kosakata, karya sastra, bahan yang disusun guru senndiri atau ambil dari media cetak. Teknik penyajiannya dapat dibacakan langsung oleh guru atau alat perekam suara.

(5)

dipancing

Pada tabel diatas tampak ada 2 jenis pertanyaan dan 3 jenis perilaku siswa yang terpancing. Secara keseluruhan, ada 6 pertanyaan, yaitu pertanyaan 1-3 jenis pertanyaan ya- btidak/alternative bdan pertanyaan 4-6 jenis pertanyaan yang menggunakan kata tanya, misalnya apa, mengapa, bagaimana, dan lain-lainnya. Macam pertanyaan 4-6, tidak dapat disangkal, termasuk golongan pertanyaan yang sukar. Gradasi kesukaran sudah didahului dengan kata ya atau tidak.

Contoh;

Pertanyaan : Ayahmu bekerja? Jawab : Ya, ayah saya bekerja.

(6)

Pertanyaan jenis alternatif adalah pertanyaan yang memberikan pilihan kepada siswa dan pilihannya itu keduanya secara eksplisit disebutkan dalam pertanyaan itu.

Contoh;

Pertanyaan : Niko ke sekolah atau di rumah? Jawab : Niko ke sekolah.

Niko di rumah.

Jenis pertanyaan yang menggunakan kata tanya biasanya lebih sukar daripada jenis ya- tidak atau alternative, karena jawabannya bergantung kepada xxpemahaman siswa aka nisi teks lisan dan kemampuannya menyusun kalimat.

Contoh;

Pertanyaan : Apa yang dilakukan Malin Kundang setelah menjadi saudagar kaya raya? Jawab : Ia pergi berlayar menuju tempat kelahirannya.

Atau

Ia tidak mengakui ibu kandungnya sendiri.

Tabel : Menyimak yang Efektif Menyimak yang

Menggunakan peluang dengan bertanya “Apa isinya untuk saya?”

2. Nilailah isinya, bukan

(7)

semangat Anda berargumen sampai paham

5. Bersikap feksibel Membuat catatan intensif dengan

6. Bekerjalah saat menyimak

Pura-pura menyimak Bekerja keras, menunjukkan keadaan tubuh yang aktif

7. Menahan gangguan

Mudah tergoda Berjuang/menghindari gangguan, toleransi pada kegiatan-kegiatan jelek, tahu cara berkonsentrasi 8. Latihlah pikiran

anda

9. Bukalah pikiran anda merangkum, menimbang bukti, mendengar apa yang tersirat.

(8)

Strategi menyimak dan berpikir langsung mbl / dlta (direct listening thinking activities)

Pra Simak

Persiapan Menyimak :

1. Pada tahap ini guru memberitahukan judul cerita yang akan disimak, misalnya “Saat Sendirian di Rumah”.

2. Berdasarkan judul teresbut guru menanyakan kepada siswa misalnya: “Bagaimana seandainya malam hari sendirian di rumah?”

3. Untuk membangkitkan imajinasi siswa guru bisa menunjukkan gambar rumah yang gelap.

4. Selanjutnya guru mengajukan pertanyaan Apa kira-kira isi cerita yang akan dibacakan, apa yang kira-kira menarik dari cerita itu, bagaimana seandainya peristiwa itu terjadi pada kalian? Dan sebagainya.

Saat Simak

Guru Membaca Nyaring :

1. Guru membacakan cerita dengan suara nyaring secara menarik dan hidup

2. Pada bagian tertentu yang dianggap memiliki hubungan dengan prediksi dan tujuan pembelajaran, guru menghentikan pembacaan dan mengajukan pertanyaan kepada siswa. Misalnya : “Apa kesimpulan yang kalian peroleh, apa yang terjadi kemudian, apa yang terjadi selanjutnya dsb.”

(9)

Pasca Simak

Refleksi :

1. Guru mengakhiri pembacaan cerita

2. selanjutnya guru meminta siswa untuk mengemukakan kembali isi cerita dan guru meminta pendapat siswa tentang unsur-unsur cerita, misalnya tentang watak tokoh, tentang alur, seting dan sebagainya secara lisan. Kegiatan ini bisa dilakukan dengan menunjuk siswa maju ke depan untuk menceritakan kembali cerita yang telah dibacakan guru secara bergantian.

Strategi pertanyaan jawaban (pj)

Pra Simak

1. Guru mengemukakan judul bahan simakan

2. Guru mengajukan pertanyaan berkenaan dengan isi simakan yang akan dibicarakan

Saat Simak

1. Guru membacakan materi simakan. Pembacaan dapat dilakukan perbagian dengan diselingi pertanyaan atau dibacakan secara keseluruhan secara langsung

Pasca Simak

1. Guru membacakan materi simakan. Pembacaan dapat dilakukan perbagian dengan diselingi pertanyaan atau dibacakan secara keseluruhan secara langsung

(10)

3. Guru mengadakan tanya-jawab dengan siswa.

4. Siswa mengemukakan kembali informasi yang telah diperoleh, (bisa secara tertulis atau lisan).

Strategi kegiatan menyimak secara langsung/kml atau dla (direct listening activities)

Pra Simak

1. Guru mengemukakan tujuan pembelajaran, membacakan judul teks simakan, bertanya jawab dengan siswa tentang hal-hal yang berkaitan dengan judul bahan simakan sebagai upaya untuk pembangkitan skemata siswa. Selanjutnya guru mengemukakan hal-hal pokok yang perlu dipahami siswa dalam menyimak

Saat Simak

1. Guru meminta siswa mendengarkan materi simakan yang dibacakan oleh guru.

Pasca Simak

1. Guru melakukan tanya jawab tentang isi simakan. Pertanyaan tidak selalu harus diikat oleh pertanyaan yang terdapat dalam buku. Guru hendaknya menambahkan pertanyaan yang dikaitkan dengan konteks kehidupan siswa atau masalah lain yang aktual.

2. Guru memberikan latihan/tugas/kegiatan lain yang berfungsi untuk mengembangkan keterampilan siswa dalam menyimak.

B. BERBICARA

(11)

Saudara, dari segi komunikasi, menyimak dan berbicara merupakan kegiatan komunikasi lisan. Menyimak adalah kegiatan memahami pesan, sedangkan berbicara merupakan kegiatan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan. Berbicara dapat diartikan sebagai kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi bahasa untuk mengekspresikan atau menyampaikan pikiran,

gagasan atau perasaan secara lisan (Brown dan Yule, 1983). Berbicara

sering dianggap sebagai alat manusia yang paling penting bagi kontrol sosial karena berbicara merupakan suatu bentuk perilaku manusia yang memanfaatkan faktor-faktor fsik, psikologis, neurologist, dan linguistik

secara luas. Banyaknya faktor yang terlihat di dalamnya, menyebabkan orang beranggapan bahwa berbicara merupakan kegiatan yang kompleks. Faktor-faktor tersebut merupakan indikator keberhasilan berbicara sehingga harus diperhatikan pada saat kita menentukan mampu tidaknya seseorang berbicara. Jadi, tingkat kemampuan berbicara seseorang atau siswa tidak hanya ditentukan dengan mengukur penguasaan faktor linguistik saja atau faktor psikologis saja, tetapi dengan mengukur penguasaan semua faktor tersebut secara menyeluruh.

Seseorang dapat membaca atau menulis secara mandiri, dapat menyimak siaran radio sendiri. Tetapi, sangatlah jarang, orang melakukan kegiatan berbicara tanpa hadirnya orang kedua sebagai pemerhati atau penyimak. Oleh sebab itu, Valette (1977) berpendapat bahwa berbicara merupakan kemampuan berbahasa yang bersifat sosial.

Perhatikan contoh kegiatan berbicara berikut ini.

Bu Tina: “Saya dengar Andi mengalami kecelakaan. Oleh karena itu, saya langsung datang ke sini.”

Bu Susi: “Benar. Kalau saja dia mau mendengarkan omongan saya, tidak naik motor ke sekolah, mungkin saat ini dia tidak berbaring di sini.”

Bu Tina: “Sudahlah, Bu. Jangan terlalu disesali. Mudah-mudahan kejadian ini

(12)

Bu Susi: “Ya, Bu. Terima kasih atas kedatangan Ibu.”

Pemirsa, saat ini kita berada di lokasi banjir kota Semarang. Banjir yang terjadi sejak hari Senin kemarin masih menggenangi rumah-rumah dan sekolah-sekolah di kota ini. Para penghuni rumah yang terkena banjir berusaha menyelamatkan barang-barang mereka ke tempat yang lebih aman. Anak-anak sekolah terpaksa libur karena sekolah tempat mereka menimba ilmu tidak dapat digunakan sebagaimana mestinya. Banjir di kota ini baru pertama kali terjadi. Namun, kita harus terus waspada mengingat musim hujan masih panjang. Kita harus menjaga lingkungan agar banjir seperti ini tidak terulang lagi. Demikian laporan dari atika Suri. Kita kembali ke Studio 5. Silakan Adolf.

Kedua contoh di atas, tampak bahwa berbicara tidak hanya berkaitan dengan masalah pelafalan dan intonasi saja, tetapi juga dengan penyusunan pemahaman. Berbicara menuntut penggunaan bahasa secara tepat pada tingkatan yang ideal (Madsen, 1983). Untuk dapat berbicara dalam suatu bahasa yang baik, pembicara harus menguasai lafal, tata bahasa, dan kosakata dari bahasa yang digunakannya itu. Selain itu, penguasaan masalah yang akan disampaikan dan kemampuan memahami bahasa lawan bicara diperlukan juga.

2. Tujuan Berbicara

(13)

dapat dibedakan atas lima golongan yaitu Tujuan berbicara dapat dibedakan atas lima golongan,yakni untuk :

a.Mendorong/menstimulasi b.Meyakinkan

c.Menggerakkan d.Menginformasikan e.Menghibur

Tujuan dikatakan mendorong atau menstimulasi apabila pembicara berusaha memberi semanagt atau gairah hidup kepada pendengar.Reaksi yang diharapkan adalah menimbulkan inspirasi atau membangkitkan emosi para pendengar.Misalnya pidato Ketua Umum Koni dihadapan para atlet yang bertanding diluar negri bertujuan agar para atlit mempunyai semangat yang cukup tinggi dalam rangka membela negara.

Tujuan suatu uraian atau ceramah dikatakan meyakinkan apabila pembicara berusaha mempengaruhi keyakinan pendapat atau sikap para pendengar. Alat yang paling penting dalam uraian itu adalah argumentasi.Untuk itu diperukan bukti,fakta, dan contoh kongkret yang dapat memperkuat uraian untuk meyakinkan pendengar.Reaksi yang diharapkan adalah adanya penyesuaian keyakinan ,pendapat atau sikap atas persoalan yang disampaikan.

Tujuan suatu uraian disebut menggerakkan apabila pembicara menghendaki adanya tindakan atau perbuatan dari para pendengar.Misanya berupa seruan persetujuan atau ketidaksetujuan, pengumpulan dana,penandatanganan suatu resolusi,mengadakan aksi sosial.Dasar dari tindakan atau perbuatan itu adalah keyakinan yang mendalam atau terbakarnya emosi.

(14)

mengerti dan memahaminya. Misalnya,seorang guru menyampaikan pelajaran dikelas,seorang dokter menyampaikan kebersihan lingkungan,seorang polisi menyampaikan masalah tata tertib berlalu lintas dan sebagainya.

Tujuan suatu uraian dikatakan menghibur apabila pembicara berusaha menggembirakan atau menyenangkan para pendengarnya.Pembicaraan seperti ini biasanya dilakukan dalam suatu resepsi,ulang tahun, pesta atau pertemuan gembira lainnya.Humor merupakan alat yang paling utama dalam uraian seperti itu.Reaksi yang diharapkan adalah timbulanya rasa gembiira,senang,dan bahagia bagi para pendengar.

Berdasarkan uraian di `atas maka dapat disimpulkan bahwa seseorang melakukan kegiatan berbicara selain untuk berkomunikasi juga bertujuan untuk mempengaruh orang lain dengan maksud apa yang dibicarakan dapat diterima oleh lawan bicaranya dengan baik. Adanya hubungan timbal balik secara aktif dalam kegiatan bebricara antara pembicara dengan pendengar akan membentuk kegiatan berkomunikasi menjadi lebih efektif dan efsien.

3. Faktor-faktor Penunjang Kegiatan Berbicara

Berbicara atau kegiatan komunikasi lisan merupakan kegiatan individu dalam usaha menyampaikan pesan secara lisan kepada sekelompok orang, yang disebut juga audience atau majelis. Supaya tujuan pembicaraan atau pesan dapat sampai kepada audience dengan baik, perlu diperhatikan beberapa faktor yang dapat menunjang keefektifan berbicara. Kegiatan berbicara juga memerlukan hal-hal di luar kemampuan berbahasa dan ilmu pengetahuan. Pada saat berbicara diperlukan a) penguasaan bahasa, b) bahasa, c) keberanian dan ketenangan, d) kesanggupan menyampaikan ide dengan lancar dan teratur

(15)

kalimat serta tata bahasanya, e) ketepatan sasaran pembicaraan. Sedangkan faktor nonkebahasaan, meliputi a) sikap yang wajar, tenang dan tidak kaku, b) pendangan harus diarahkan ke lawan bicara, c) kesediaan menghargai orang lain, d) gerak-gerik dan mimik yang tepat, e) kenyaringan suara, f) kelancaran, g) relevansi, penalaran, h) penguasaan topik.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan berbicara adalah faktor-faktor urutan kebahasaan (linguitik) dan non kebahasaan (nonlinguistik).

4. Faktor Penghambat Kegiatan Berbicara

Ada kalanya proses komunikasi mengalami gangguan yang mengakibatkan pesan yang diterima oleh pendengar tidak sama dengan apa yang dimaksudkan oleh pembicara. Tiga faktor penyebab gangguan dalam kegiatan berbicara, yaitu:

1) Faktor fsik, yaitu faktor yang ada pada partisipan sendiri dan faktor yang berasal dari luar partisipan.

2) Faktor media, yaitu faktor linguitisk dan faktor nonlinguistik, misalnya lagu, irama, tekanan, ucapan, isyarat gerak bagian tubuh, dan

3) Faktor psikologis, kondisi kejiwaan partisipan komunikasi, misalnya dalam keadaan marah, menangis, dan sakit.

5. Jenis-jenis Berbicara

Saudara, klasifkasi berbicara dapat dilakukan berdasarkan tujuannya, situasinya, cara penyampaiannya, dan jumlah pendengarnya. Perinciannya adalah sebagai berikut.

a. Berbicara berdasarkan tujuannya

1) Berbicara memberitahukan. Melaporkan, dan menginformasikan.

Berbicara untuk tujuan memberitahukan, melaporkan atau

(16)

menanamkan pengetahuan; dan menjelaskan kaitan, hubungan atau relasi antarbenda, hal atau peristiwa. Kegiatan berbicara seperti ini sering

dilakukan orang dalam kehidupan sehari-hari, misalnya, Ibu Ana

menjelaskan cara membuat tape ketan dalam kegiatan PKK di kelurahan. 2) Berbicara menghibur.

Saudara, berbicara untuk menghibur memerlukan kemampuan menarik perhatian pendengar. Suasana pembicaraannya bersifat santai dan penuh canda. Humor yang segar, baik dalam gerak-gerik, cara berbicara dan menggunakan kata atau kalimat akan memikat para pendengar. Berbicara untuk menghibur biasanya dilakukan oleh para pelawak dalam suatu pentas. 3) Berbicara membujuk, mengajak, meyakinkan atau menggerakkan.

Kadang-kadang pembicara berusaha membangkitkan inspirasi, kemauan atau meminta pendengarnya melakukan sesuatu. Misalnya, guru

membangkitkan semangat dan gairah belajar siswanya melalui nasihat-nasihat. Kegiatan berbicara seperti ini termasuk kegiatan berbicara untuk mengajak atau membujuk. Dalam kegiatan berbicara ini. Pembicara harus pendai merayu, mempengaruhi atau meyakinkan pendengarnya. Kegiatan berbicara seperti ini akan berhasil jika pembicara benar-benar mengetahui kemauan, minat, kebutuhan atau cita-cita pendengarnya.

Dalam kegiatan berbicara untuk meyakinkan, pembicara berusaha

meyakinkan tentang sesuatu kepada pendengarnya. Melalui pembicaraan yang meyakinkan, sikap pendengar dapat diubah, dari menolak menjadi menerima. Bukti, fakta atau contoh yang tepat yang disodorkan dalam pembicaraan akan membuat pendengar menjadi yakin.

b. Berbicara berdasarkan situasinya 1) Berbicara formal

Dalam situasi formal, pembicara dituntut untuk berbicara secara formal. Misalnya, ceramah dan wawancara.

2) Berbicara informal

(17)

Misalnya, bertelepon.

c. Berbicara berdasarkan cara penyampaiannya 1) Berbicara mendadak

Berbicara mendadak terjadi jika seseorang tanpa direncanakan sebelumnya harus berbicara di muka umum.

2) Berbicara berdasarkan catatan

Dalam berbicara seperti ini, pembicara menggunakan catatan kecil pada kartu-kartu yang telah disiapkan sebelumnya dan telah menguasai materi pembicaraannya sebelum tampil di muka umum.

3) Berbicara berdasarkan hafalan

Dalam berbicara hafalan, pembicara menyiapkan dengan cermat dan

menulis dengan lengkap bahan pembicaraannya. Kemudian, dihafalkannya kata demi kataa, kalimat demi kalimat sebelum melakukan pembicaraannya. 4) Berbicara berdasarkan naskah

Dalam berbicara seperti ini, pembicara telah menyusun naskah

pembicaraannya secara tertulis dan dibacakannya pada saat berbicara. Jenis berbicara ini, dilakukan dalam situasi yang menuntut kepastian dan resmi, serta menyangkut kepentingan umum, misalnya pidato kenegaraan yang dilakukan oleh presiden dalam siding DPR.

d. Berbicara berdasarkan jumlah pendengarnya 1) Berbicara antarpribadi

Berbicara antarpribadi terjadi jika dua orang membicarakan sesuatu. Suasana pembicaraannya dapat bersifat serius atau santai bergantung kepada masalah yang diperbincangkan atau bergantung kepada hubungan kedua pribadi yang terlihat dalam pembicaraan, misalnya, pembicaraan antara dokter dengan pasiennya.

(18)

Pembicaraan seperti ini terjadi antara pembicara dengan sekelompok kecil pendengar (3-5 orang). Dalam kegiatan pembelajaran, jenis berbicara seperti ini, sering dilakukan. Kelompok kecil merupakan sarana yang dapat untuk melatih siswa mengungkapkan pendapatnya secara lisan, terutama untuk melatih siswa yang jarang berbicara. Suasana dalam kelompok kecil lebih memungkinkan siswa berani berbicara.

3) Berbicara dalam kelompok besar

Jenis berbicara ini terjadi apabila pembicara menghadapi pendengar yang berjumlah besar. Perpindahan peran dari pembicara menjadi pendengar atau dari pendengar menjadi pembicara dalam berbicara seperti ini terjadi di ruang kelas, pendengar berkesempatan untuk bertanya atau berkomentar tentang, isi pembicaraan yang disampaikan pembicara. Dalam hal ini,

pendengar dapat berperan sebagai pembicara. Tetapi, apabila terjadi di luar kelas, misalnya dalam kampanye pemilihan umum, kotbah jumat di mesjid, tidak ada kesempatan bertanya atau berkomentar bagi pendengar.

6. Metode Pembelajaran Berbicara

Tidak ada metode pembelajaran berbicara yang sempurna. Guru dituntut untuk mampu memilih dan menentukan metode yang paling sesuai dengan situasi yang dihadapinya di kelas. Adapun metode pembelajaran berbicara yang dapat dipilih adalah:

1. ulang-ucap; 2. lihat-ucapkan; 3. memerikan;

4. menjawab pertanyaan; 5. bertanya;

(19)

10. parafrase;

11. reka cerita gambar; 12. bercerita;

13. memberi petunjuk; 14. melaporkan;

15. bermain peran; 16. wawancara; 17. diskusi; 18. bertelepon; 19. dramatisasi.

Salah satu aspek yang penting adalah aspek berbicara. Dengan keterampilan berbicara siswa akan mampu mengekspresikan pikiran dan perasaan secara lisan dalam konteks dan situasi pada saat mereka sedang berbicara. Untuk meningkatkan keterampilan berbicara, perlu adanya pembelajaran yang sesuai, salah satunya adalah pembelajaran dramatisasi kreatif. Dengan pembelajaran dramatisasi kreatif diharapkan hasil ketrampilan berbicara siswa menjadi meningkat dan lebih baik.

7. Bahan dan Strategi Pembelajaran Berbicara

Tujuan utama pembelajaran berbicara di SD adalah melatih siswa dapat berbicara dalam Bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Untuk mencapai tujuan tersebut, guru dapat menggunakan bahan pembelajaran membaca atau menulis, kosakata, dan sastra sebagai bahan pembelajaran berbicara, misalnya menceritakan pengalaman yang mengesankan, menceritakan kembali cerita yang pernah dibaca atau didengar, mengungkapkan pengalaman pribadi, bertanya jawab berdasarkan bacaan, bermain peran, berpidato.

(20)

mendiskusikan bagian cerita yang menarik, membicarakan keindahan sebuah puisi, melanjutkan cerita guru, berdialog, dan sebagainya. Dalam hal ini, yang perlu diperhatikan bahwa pembelajaran berbicara harus dikaitkan dengan pembelajaran keterampilan lainnya.

Untuk memantau kemajuan siswa dalam berbicara, guru dapat melakukannya ketika siswa sedang melaksanakan kegiatan diskusi kelompok, tanya jawab, dan sebagainya. Pengamatan guru terhadap aktivitas berbicara para siswanya dapat direkam dengan menggunakan format yang telah dipersiapkan sebelumnya. Faktor-faktor yang diamati adalah lafal kata, intonasi kalimat, kosakata, tata bahasa, kefasihan bicara, dan pemahaman.

2.2 Pengertian Strategi Pembelajaran Bahasa

Strategi digunakan untuk memperoleh kesuksesan atau keberhasilan dalam mencapai suatu tujuan.Strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang di desain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. ( J.R. David dalam Sanjaya, 2008 ; 126).Selanjutnya dijelaskan strategi pembelajaran adalah sesuatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efsien. (Kemp dalam Sanjaya, 2008: 126). Istilah strategi sering digunakan dalam banyak konteks dengan makna yang selalu sama.

(21)

informasi terstruktur dan memonitor pemahaman belajar,serta memberikan balikan.

Strategi belajar tuntas merupakan suatu strategi yang memberi kesempatan belajar secara individual sampai pebelajar menuntaskan pelajaran sesuai irama belajar masing-masing. Ceramah dan demonstrasi merupakan dua strategi yang pada hakikatnya sama, yaitu guru menyampaikan fakta dan prinsip-prinsip, namun pada demonstrasi sering kali guru menunjukkan (mendemonstrasikan) suatu proses. Antara pertanyaan dan resitasi terdapat kesamaan yaitu, resitasi juga dapat berupa pertanyaan secara lisan. Praktik merupakan implementasi materi yang telah dipelajari, sedangkan drill dilakukan untuk mengulangi informasi sehingga pebelajar benar-benar memahami materi yang dipelajari. Reviu dilakukan untuk membantu guru menentukan penguasaan materi para pebelajar, baik materi untuk prasyarat maupun materi yang telah diajarkan. Bagi pebelajar, reviu berguna sebagai kesempatan untuk melihat kembali topik tertentu pada waktu lain.

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, strategi bermakna sebagai rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus. Strategi dapat diartikan pula sebagai upaya untuk mensiasati agar tujuan suatu kegiatan dapat tercapai.

Salah satu unsur dalam strategi pembelajaran adalah menguasai berbagai metoda/teknik pembelajaran. ciri suatu metoda/teknik pembelajaran yang baik adalah :

a. mengundang rasa ingin tahu murid; b. menantang murid untuk belajar;

c. memngaktifkan mental, fsik, dan psikis murid; d. memudahkan guru;

e. mengembangkan kreativitas murid;

(22)

A. Jenis Strategi Pembelajaran Berbahasa Lisan

Ada empat jenis strategi pembelajaran berbahasa lisan,yaitu:

a. Strategi deduktif, dimulai dari penampilan prinsip-prinsip yang diketahui ke prinsip-prinsip yang belum diketahui.

b.Strategi induktif, pembelajaran dimulai dari prinsip-prinsip yang belum diketahui.

c.Strategi ekspositori langsung merupakan strategi yang berpusat pada guru. Guru menyampaikan informasi terstruktur dan memonitor pemahaman belajar,serta memberikanbalikan.

d.Strategi belajar tuntas merupakan suatu strategi yang memberi kesempatan belajar secara individual sampai pebelajar menuntaskan pelajaran sesuai irama belajar masing-masing.

B. Manfaat keterampilan bahasa lisan

Berbicara dan mendengarkan adalah dua jenis keterampilan berbahasa lisan yang sangat erat kaitannya.Berbicara bersifat produktif,sedangkan mendengarkan bersifat reseftif.Dalam pemerolehan atau belajar suatu bahasa, keterampilan berbahasa jenis reseftif tampak banyak mendukung pemerolehan bahasa jenis produktif.Dalam suatu peristiwa komunikaasi sering kali beberapa jenis keterampilan berbahasa digunakan secara

bersama-sama guna mencapai tujuan komunikasi.

Ketermapilan berbahasa bermanfaat dalam melakukan interaksi komunikasi dalam masyarakat. Banyak profesi dalam kehidupan bermasyarakat yang keberhasilannya, antara lain bergantung pada tingkat ketermapilan berbahasa yang dimiliki oleh seseorang,misalnya profesi sebagai manager, jaksa, pengacara, guru dan wartawan.

C. Strategi Pembelajaran Berbahasa Lisan dan Penerapannya melalui kegiatan Bercerita dan Dramatisasi Kreatif.

(23)

dalam kehidupan manusia sehari-hari. Betapa tidak , karena dengan menyimak dan berbicara kita dapat memperoleh dan menyampaikan informasi. Oleh sebab itu, sangatlah beralasan apabila setiap orang, lebih-lebih siswa , dituntut keterampilannya untuk mampu menyimak dan berbicara dengan baik.

Strategi Pembelajaran Berbahasa Lisan dan Penerapannya Melalui Kegiatan Bercerita dan Dramatisasi Kreatif, agar strategi yang dipilih dan diterapkan dapat mencapai sasarannya perlu diperhatikan beberapa prinsip yang melandasi pembelajaran berbahasa lisan seperti berikut ini.

1) Pengajaran keterampilan berbahasa lisan harus mempunyai tujuan yang jelas yang diketahui oleh guru dan sisiwa.

2) Pengajaran keterampilan berbahasa lisan disusun dari yang sederhana ke yang lebih kompleks, sesuai dengan tingkat perkembangan bahasa siswa. 3) Pengajaran keterampilan berbahasa lisan harus mampu menumbuhkan

partisipasi aktif terbuka pada diri siswa.

4) Pengajaran keterampilan berbahasa lisan harus benar-benar mengajar, bukan menguji. Artinya skor yang diperoleh siswa harus dipandang sebagai balikan bagi guru.

5) Agar pembelajaran berbahasa lisan memperoleh hasil yang baik, strategi pembelajaran yang digunakan oleh guru harus memenuhi kriteria sebagai berikut :

 Relevan dengan tujuan pembelajaran.

 Memudahkan siswa memahami materi pembelajaran.

 Menantang dan merangsang siswa untuk belajar.

 Mengembangkan kretivitas siswa secara individual ataupun kelompok.

 Mengarahkan aktivitas belajar siswa kepada tujuan pembeljaran yang telah

ditetapkan.

(24)

 Menciptakan suasana belajar mengajar yang menyenangkan.

Pengertian Dramatisasi

Dramatisasi atau bermain drama adalah kegiatan mementaskan lakon atau cerita. Biasanya cerita yang dilakonkan sudah dalam bentuk drama. Guru dan siswa terlebih dahulu harus mempersiapkan naskah atau skenario, perilaku, dan perlengkapan. Bermain drama lebih kompleks daripada bermain peran. Melalui dramatisasi, siswa dilatih untuk mengekspresikan perasaan dan pikirannya dalam bentuk bahasa lisan

D. Contoh Pembelajaran Berbahasa Lisan melalui kegiatan Bercerita dan Dramatisasi Kreatif.

1. Bermain tebak-tebakan

Guru : “Anak-anak Ibu punya sebuah tebak-tebakan! Dengarkan dengan seksama, nanti kalau ada yang tau jawabannya langsung acungkan tangan dan langsung jawab, kalian mengerti?”

Siswa : “Mengerti, Bu Guru!”

Guru : “Bagus! Dengarkan, siapa aku. Aku sangat diperlukan untuk lalu lintas. Banyak tempat dan kota yang kuhubungkan. Berbagai jenis mobil lewat di

punggungku. Aku dikeraskan dengan batu dan aspal. Silakan terka, siapa aku!”

Siswa : “ Jalan raya!”

Guru : “ Anak-anak Bapak punya sebuah tebak-tebakan! Dengarkan, Pak Guru akan melukiskan suatu benda. Siapa yang mengetahui benda yang Pak Guru maksudkan, segera acungkan tangan!”

Siswa : Siap, Pak Guru!”

Guru : “Bagus!” Dengarkan, disana ada sebuah tempat berair. Bentuknya memanjang dan berliku-liku. Air dari sana diperlukan oleh petani.

(25)

Siswa: “ Sungai!”

Guru : “ Anak-anak Ibu punya sebuah tebak-tebakan! Dengarkan, dengan

seksama, nanti kalau ada yang tau jawabannya langsung acungkan tangan dan langsung jawab, kalian mengerti?”

Siswa : “ Mengerti, Bu Guru!”

Guru : “Bagus! Dengarkan, ada sejenis burung yang indah. Jenis burung ini suka menari. Bila menari, ekornya seperti kipas. Jenis burung ini sukar didapat. Silakan terka, Burung itu namanya!”

Siswa :“ Merak!”

2. Menjawab Pertanyaan

Guru : “Pak Guru akan membacakan sebuah cerita singkat. Dengarkan baik-baik karena setelah itu ada beberapa pertanyaan yang harus kalian jawab! Sekali lagi, dengarkan!”

Siswa : Siap, Pak Guru!”

Inilah teks yang dibacakan guru.

Rombongan SD Sukatani tiba berangsu-angsur di Candi Borobudur. Bus pertama tiba pukul 10.2.. Lima menit kemudian menyusul bis kedua dan ketiga secara bersama-sama sedangkan bus keempat tiba 10 menit kemudian.

“Pak, apakah semua bus telah sampai? “kata Bu Euis.

“ Sudah Bu, semua bus telah sampai dengan selamat,” jawab Pak Ujang. “Syukur kalau begitu,” kata Bu Euis.

Guru : “ Dari cerita yang kalian dengarkan, sekarang coba jawab pertanyaan dari Pak Guru!

Siswa : “ Iya, Pak!”

Guru : “ Siapa yang bercakap-cakap dalam cerita yang telah Bapak bacakan?” Ari : “ Saya Pak, yang bercakap-cakap tadi Bu Euis dengan Pak Ujang!”

Guru : “ Ya benar, tepat sekali jawabanmu, Ari!”

Nah pertanyaan selanjutnya, Apa yang Pak Ujang dan Bu Euis bicarakan? Untuk pertanyaan ini silahkan dijawab oleh Rini!”

(26)

Guru : “ Ya benar Rini, Pak Ujangdan Bu Euis mengecek semua bus yang telah sampai. Selanjutnya, giliranmu Diki! Mengapa Pak Ujang dan Bu Euis membicarakan hal itu?

Diki : “ Agar tahu sudah sampai apa belum semua bus yang ikut bertamasya ke Candi Borobudur Pak!”

Guru :” Tepat sekali jawabanmu, Diki. Nah sekarang, Ani! Dimana hal itu dibicarakan?

Ani : “ Di Candi Borobudur, Pak!”

Guru : “Tepat sekali. Ok, sekarang pertanyaan terakhir, untuk Rino! Berapa jumlah Bus yang ikut bertamasya ke Candi Borobudur?”

Rino : “ 4 bus, Pak!”

Guru : “ Bagus sekali. Pertanyaan dari Bapak telah kalian jawab dengar benar. Kalian memang murid-murid yang pandai.

3. Menyelesaikan Cerita

Guru : “Temanmu yang Ibu tunjuk nanti akan bercerita. Simak baik-baik isi

ceritanya sebab pada saatnya nanti Ibu akan menunjuk seorang dari kamu untuk melanjutkan cerita temanmu itu. Jelas apa yang akan kamu lakukan nanti?”

Siswa : “ Jelas, Pak.”

Guru : “Baik. Andri, Silahkan mulai bercerita.”

Andri : “Baik, Bu. Ceritanya tentang Gajah yang Ingin Kurus. Siang itu, Gaga, si gajah bertubuh besar, termenung sendirian di depan seonggok rumput. Akan tetapi, kali ini, ia terpaksa membiarkan rumput-rumput itu. Gaga mendongak ketika Merpati hinggap di pohon jati yang mulai kering. “Mengapa kau tidak mau makan rumput, Ga? Apa kamu tak lapar?” Tanya Merpati.

Gaga sebenarnya mendengar pertanyaan Merpati. Akan tetapi, ia menutup mata dan berusaha tidur. Merpati itu terbang dan hinggap di telinganya yang lebar. “Gaga, mengapa kamu tak makan? Teriaknya keras-keras.

(27)

Guru : “ Baik, Andri. Sekarang giliran Lia melanjutkan cerita itu.”

Lia : “Gaga kemudian berdiri dan mengibas-ngibaskan telinganya yang lebar. “Aku ingin kurus. Aku tak ingin punya badan sebesar ini. Oleh sebab itulah, aku tak ingin makan rumput. Aku akan puasa,” kata Gaga.

Merpati mengangguk-ngangguk. Sebenarnya, ia merasa kasihan pada Gaga. “Mengapa kamu tak ingin memiliki tubuh yang besar? Bukankah dengan tubuh besar itu kamu menjadi kuat? tanya Merpati.

“Kata Kucing, jika tubuhku terlalu besar, aku tak akan dapat lari secepat kijang. Jika ada bahaya, aku tak akan menyelamatkan diri.” Gaga kemudian berlari-lari di hutan agar badannya cepat kurus.

Guru : “Bagus sekali. Ayo, Rahma lanjutkan!”

Rahma : “Tubuhmu memerlukan gizi yang cukup. Jadi, kau harus tetap makan. Jika tidak makan, kamu akan lemas dan tidak kuat berjalan lagi,” kata Sapi. Semua hewan sudah menasehatiGaga agar mau makan seperti semula. Akan tetapi, Gaga tidak mau mendengarkan nasehat mereka.

Lama-kelamaan, Gaga terbaring lemas. Ia tak kuat lagi mengangkat badannya untuk berdiri. Akhirnya, Gaga menyerah. Ia merangkak keluar untuk mencari rumput. “Aku harus mencari makanan! Katanya lemas. Gaga segera menyantap rumput. Ia sudah jera. Sekarang ia tak takut bertubuh besar. Ia juga tak takut tidak dapat berlari secepat kijang.

Pokoknya, ia ingin kuat dan sehat. Semua hewan di hutan, gembira melihat Gaga mau makan lagi.

Guru : “Bagus, bagus! Memang, kalian jempolan dalam bercerita.” 4. Bercerita

Guru : “Selamat pagi, Anak-anak” Siswa : “Selamat pagi, Bu Guru”

Guru : “Sesuai dengan janji Ibu tiga hari yang lalu, pada hari ini ibu akan menunjuk salah satu dari kalian untuk bercerita hari ini. Kalian sudah siap?”

(28)

Guru : “Bagus, nah sekarang Ibu akan menunjuk Dimas! Nah Dimas silahkan bacakan cerita yang telah kamu siapkan. Sementara yang lain dengarkan dengan seksama cerita Dimas!”

Cerita Dimas sebagai berikut.

Kancil dan Kera

Seekor Kera asik makan pisang. Satu persatu buah pisang masak di tandan itu di petiknya. Dikupas dengan hati-hati lalu dimakannya.

Kancil ingin juga menikmati pisang itu. Bagaimana cara mengambilnya? Memintanya? Ah, pasti tidak diberi. Kancil tahu benar kera itu sangat kikir.

Kancil menemukan akal, dilemparinya kera itu dengan tanah. Kancil terus melempari Kera. Ia berusaha membuat Kera marah.

Lama-kelamaan Kera menjadi marah. Ia balik melempari Kancil. Satu-persatu buah pisang dijadikannya peluru. Kancil jadi sasaran peluru pisang.

Kancil pura-pura kesakitan, ia melompat-lompat menggerakan peluru. Kadang-kadang ia jatuh, sekali-kali iapun mengaduh kesakitan.

Kera puas. Ia pergi mencari pisang lain, ditinggalkannya kancil yang sedang mengerang-erang kesakitan. Akal bulus sang Kancil berhasil. Kera

meninggalkan buah pisang itu. Kancil tinggal mengumpulkan pisang itu, lalu dimakannya dengan santai.

Siswa : menyimak dengan seksama

Guru : “Anak-anak setelah kalian mendengarkan cerita dari teman kalian Dimas, sekarang coba kalian jawab pertanyaan dari Ibu. Siapa saja pelaku dari cerita tadi?”

Ira : “kancil dan kera”

Guru : “Benar, Bagaimana sifat si Kancil?” Wiwi : “ Kancil sifatnya pintar, lihai, licik.”

Guru : “ Bagus Wiwi, nah sebaliknya bagaimana sifat si Kera?” Rita : “ Sifatnya kikir dan mudah dibodohi.”

Guru : “ Bagus, kalian memang murid-murid yang pintar.” 5. Memberi Petunjuk

(29)

Siswa : Selamat pagi, Bu?

Guru : Sekarang kita akan belajar memberikan petunjuk tentang sesuatu yang dapat menjelaskan suatu hal yang ingin orang ketahui.

Missal : tentang jalan, cara membuat sesuatu/bisa saja tentang denah alamat kalian.

Siswa : Siap, Bu!

Guru :Tebu yang berumur 18-20 bulan dipotong, lalu daunnya dibuang dan dibersihkan. Setelah diikat dengan rapih kemudian diangkut ke pabrik. Siswa : Terus bagaimana proses di pabrik itu, Bu?

Guru : Di pabrik, tebu-tebu itu di masukkan ke dalam mesin penggilingan. Dari penggilingan itu akan diperoleh air tebu/air gula. Selanjutnya air tebu di tampung di dalam ketel besar.

Siswa : Wah, sulit juga ya prosesnya. Terus, apa proses selanjutnya, Bu? Guru : Air tebu dalam ketel tersebut di uapkan akhirnya yang tersisa hanya gula.

Siswa : Nah sekarang tebu itu sudah menjadi gula.

Guru : Belum selesai, anak-anak. Masih ada satu proses lagi. Siswa : Proses apalagi, Bu?

Guru : Nah, proses terakhir adalah menaburkan obat kimia. Tujuannya untuk membentuk kristal-kristal.

Siswa : Wah, tenyata sulit juga ya.

Guru : sekarang, kalian sudah paham dan mengertikan penjelasan dari Ibu? Siswa : ya, Bu!

6. Bertelepon

Guru : “ mari kita main telepon-teleponan. Giliran yang bertugas menelepon

adalah Andini dan Rima sebagai teman Andini menerima telepon dari Andini. Ceritanya hari ini hari minggu. Ayah dan Ibu mengajak Rima bekerja bakti. Mereka akan membersihkan lingkungan rumah bersama-sama.

Rima sedang bekerja ketika mendapat telepon dari Andini. Andini : “Halo, selamat pagi!”

(30)

Andini : “Rima, ya? Ini Andini, Rim.”

Rima : “Eh, Andini. Ada apa, nih? Tumben pagi-pagi telepon.” Andini : “Dirumahku lagi sepi. Aku main ke rumahmu, ya?” Rima : “Boleh saja. Tapi aku sedang bekerja bakti.”

Andini : Bekerja bakti? Rajin sekali kamu, Rim!”

Rima : “Ya, supaya lingkungan kita bersih dan sehat, Din!” Andini : “Memangmnya apa saja yang dilakukan?”

Rima : “Macam-macam. Membersihkan kamar mandi, menyapu dan mengepel lantai, membersihkan halaman, dan membersihkan got.”

Andini : “Kamu ikut melakukan semua itu?”

Rima : “Tidak. Aku tadi ditugasi merapikan kamar dan menyapu halaman.” Andini : “ Pantas saja rumahmu selalu bersih. Aku juga betah lama-lama dirumahmu.”

Rima : “Terima kasih pujiannya. Ngomong-ngomong, kamu jadi kerumahku?” Andini : “Jadi, tapi nanti sore saja. Aku juga mau membereskan kamarku agar rapi

seperti kamarmu.”

Rima : “Nah, gitu, dong! Nanti sore aku tunggu, ya?”

Andini : “ Oke, Rim. Terima kasih, ya. Sampai ketemu nanti sore.” 7.Diskusi

Guru : “Pada hari senin kemarin kita mendengar berita bahwa kampung Deli terkena bencana alam. Veni, Leni, Ana, Linda, dan Yusuf berencana

mengunjungi kampung Deli. Lalu apa yang akan mereka sumbangkan untuk membantu korban bencana alam tersebut?

Itulah yang harus mereka lakukan.

Silahkan kelima anak yang telah Bapak sebutkan mulai berdiskusi. Veni : “Len, aku kasihan kepada penduduk kampong Deli. Akibat banjir itu mereka

menderita.”

Leni : “Lalu, apa yang harus kita lakukan?”

Ana : “Bagaimana kalau kita mengadakan bakti social ke sana?” Linda : “Aku setuju, Na!”

(31)

Ana : “Aku akan mengumpulkan pakaian pantas pakai. Aku piker, mereka sangat membutuhkannya?”

Linda : “Aku akan membeli bahan makanan untuk mereka.” Ana : “Bagaimana denganmu Suf?”

Yusuf : “aku setuju saja. Tapi saat ini aku tidak punya apa-apa untuk aku sumbangkan.”

Leni : “tidak apa-apa, Suf. Kamu kan punya pakaian bekas. Itu saja kamu sumbangkan yang penting, kamu ikhlas.”

Yusuf : “Baiklah kalau begitu. Besok akan aku bawakan.” 8. Main Peran

Guru : “Anak-anak, mari kita coba bermain peran.”

Ketika beristirahat di sekolah, Rudi melihat Anton jatuh dari tangga. Kaki dan tangan Anton berdarah. Anton menangis. Bapak Guru menyarankan agar Anton di bawa ke Puskesmas. Rudi mengantar Anton ke Puskesmas.

Anton : “Aduh, kakiku sakit sekali!”(meringis kesakitan) Rudi : “Tahanlah! Ayo, cepat ke Puskesmas!”

Anton : “Tidak mau. Aku takut disuntik!”

Rudi : “Tidak apa-apa. Daripada nanti kena tetanus, ayo?”

Rudi dan Anton menuju ke Puskesmas yang terletak disebelah sekolah mereka. Rudi menuju ke loket pendaftaran. Anton duduk di kursi tunggu. Petugas : “Siapa yang sakit?”

Rudi : “Teman saya.” (menunjuk ke Anton)

Petugas : “Mengapa tangan dan kakinya terluka?” Rudi : “Jatuh dari tangga.”

Petugas : “Siapa namanya?” Rudi : “Anton”

Petugas : “Usianya berapa?” Rudi : “10 tahun.”

Petugas : “Dimana alamatnya?” Rudi : “SD 1Tanggul Angin.”

(32)

Petugas : (tersenyum) ”Sabar, Dik! Ini sudah selesai. Silahkan kalian tunggu ditempat itu.”(menunjuk bangku tunggu)

Rudi : “Terima kasih, Pak.”

Rudi dan Anton menuju ke bangku tunggu. Setelah agak lama menunggu, Anton tidak sabar. Ia mengajak Rudi pulang.

Anton : “Kita pulang saja, Rud.”

Rudi : “Lho, bagaimana, sih? Sudah mendaftar kok pulang?” Anton : “Habis, lama sekali sih.”

Rudi : “Sabar sedikitlah, Ton.”

Anton : “Tidak bisa minta di dahulukan?”

Rudi : “Kita harus menaati peraturan, Ton. Antri, menunggu giliran.”

Petugas memanggil nama Anton. Rudi membimbing Anton menuju ke kamar periksa.

D. Penilaian Keterampilan Berbicara

Setiap kegiatan belajar perlu diadakan penilaian termasuk dalam pembelajaran kegiatan berbicara. Cara yang digunakan untuk mengetahui sejauh mana siswa mampu berbicara adalah tes kemampuan berbicara. Pada prinsipnya ujian keterampilan berbicara memberikan kesempatan kepada siswa untuk berbicara, bukan menulis, maka penilaian keterampilan berbicara lebih ditekankan pada praktik berbicara.

Untuk mengetahui keberhasilan suatu kegiatan tertentu perlu ada penilaian. Penilaian yang dilakukan hendaknya ditujukan pada usaha

perbaikan prestasi siswa sehingga menumbuhkan motivasi pada pelajaran berikutnya. Penilaian kemampuan berbicara dalam pengajaran berbahasa berdasarkan pada dua faktor, yaitu faktor kebahasaan dan nonkebahasaan. Faktor kebahasaan meliputi lafal, kosakata, dan struktur sedangkan faktor nonkebahasaan meliputi materi, kelancaran dan gaya (Haryadi, 1997:95). Dalam mengevaluasi keterampilan berbicara seseorang pada prinsipnya harus memperhatikan lima faktor, yaitu.

(33)

b) Apakah pola-pola intonasi, naik dan turunnya suara serta rekaman suku kata memuaskan?

c) Apakah ketepatan ucapan mencerminkan bahwa sang pembicara tanpa referensi internall memahami bahasa yang digunakan?

d) Apakah kata-kata yang diucapkan itu dalam bentuk dan urutan yang tepat?

e) Sejauh manakah “kewajaran” dan “kelancaran” ataupun “

kenative-speaker-an” yang tecermin bila sesorang berbicara?

Penilaian yang digunakan untuk mengukur kemampuan berbicara siswa dilakukan melalui tugas bercerita. Untuk mengevaluasi kemampuan

berbicara siswa dibutuhkan format penilaian berbicara. Berikut merupakan format penilaian berbicara/bercerita yang dimodifkasi dari penilaian Jakovits dan Gordon (Nurgiyantoro, 2001:290).

Lembar Penilaian Berbicara

Nama : Pengamat :

Tanggal : Hasil :

Komponen yang dinilai Skala nilai Keterangan

Lafal 5 4 3 2 1

Kosakata 5 4 3 2 1

struktur 5 4 3 2 1

Materi 5 4 3 2 1

Kelancaran 5 4 3 2 1

Gaya 5 4 3 2 1

Jumlah 5 4 3 2 1

Kriteria Penilaian:

A. Aspek Kebahasaan a. Lafal

5 Pelafalan fonem jelas, standar, dan intonasi jelas

4 Pelafalan fonem jelas, standar, dan intonasi kurang jelas

(34)

2 Pelafalan fonem kurang jelas terpengaruh dialek, dan intonasi tidak tepat. 1 Pelafalan fonem tidak jelas, banyak dipengaruhi dialek, dan intonasi tidak

tepat

b. Kosakata

5 Penguasaan kata-kata, istilah, dan ungkapan yang tepat, sesuai dan variatif 4 Penggunaan kata, istilah dann ungkapan kurang tepat, kurang sesuai

meskipun variatif

3 Penggunaan kata, istilah dan ungkapan kurang dan kurang sesuai serta kurang bervariatif

2 Penggunaan kata, istilah dan ungkapan kurang tepat, kurang sesuai dan sangat terbatas

1 Penggunaan kata, istilah dan ungkapan tidak tepat, tidak sesuai, dan sangat terbatas

c. Struktur

5 Hampir tidak terjadi kesalahan struktur 4 Sekali-kali terdapat kesalahan struktur

3 Kesalahan struktur terjadi berulang-ulang dan tepat

2 Kesalahan struktur terjadi berulang-ulang dan banyak jenisnya

1 Kesalahan struktur banyak, berulang-ulang sehingga mengganggu pemahaman

B. Aspek Nonkebahasaan a. Materi

(35)

4 Topik dan uraian sesuai, kuarang mendalam, agak sulit dipahami, unsur wacana tidak lengkap

3 topik dan uraian sesuai, kurang mendalam, sulit dipahami, unsur wacana tidak lengkap

2 topik dan uraian kurang sesuai, kurang mendalam, sulit dipahami, unsur wacana tidak lengkap

1 topik dan uraian tidak sesuai, tidak mendalam, sulit dipahami, unsur wacana tidak lengkap

b. Kelancaran

5 pembicaraan lancar sejal awal sampai akhir, jeda tepat 4 Pembicaraan lancar, jeda kurang tepat

3 Pembicaraan agak tersendat, jeda kurang tepat 2 Pembicaraan sering tersendat, jeda tidak tepat 1 Pembicaraan tersendat-sendat, dan jeda tidak tepat

c. Gaya

5 Gerakan, busana santun, wajar, tepat, luwes

4 Gerakan, busana santun, wajar, tepat, kurang luwes

3 Gerakan, buasana santun, wajar, kurang tepat, kurang luwes

2 gerakan , busana kurang santun, kurang wajar, kurang tepat, kurang luwes 1 gerakan dan busana tidak santun, tidak wajar, tidak tepat dan tidak luwes.

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan

(36)

kepada siswa. Strategi pembelajaran terdiri dari teknik (prosedur) dan metode yang akan membawa siswa pada pencapaian tujuan. Jadi, strategi lebih luas daripada metode dan teknik.

Ada empat jenis strategi pembelajaran berbahasa lisan,yaitu:

a. Strategi deduktif, dimulai dari penampilan prinsip-prinsip yang diketahui ke prinsip-prinsip yang belum diketahui.

b.Strategi induktif, pembelajaran dimulai dari prinsip-prinsip yang belum diketahui.

c.Strategi ekspositori langsung merupakan strategi yang berpusat pada guru. Guru menyampaikan informasi terstruktur dan memonitor pemahaman belajar,serta memberikanbalikan.

d.Strategi belajar tuntas merupakan suatu strategi yang memberi kesempatan belajar secara individual sampai pebelajar menuntaskan pelajaran sesuai irama belajar masing-masing.

Untuk meningkatkan keterampilan berbicara, perlu adanya pembelajaran yang sesuai, salah satunya adalah pembelajaran dramatisasi kreatif. Dengan pembelajaran dramatisasi kreatif diharapkan hasil ketrampilan berbicara siswa menjadi meningkat dan lebih baik.

Ketermapilan berbahasa bermanfaat dalam melakukan interaksi komunikasi dalam masyarakat. Banyak profesi dalam kehidupan bermasyarakat yang keberhasilannya, antara lain bergantung pada tingkat ketermapilan berbahasa yang dimiliki oleh seseorang,misalnya profesi sebagai manager, jaksa, pengacara, guru dan wartawan.

3.2 Saran

(37)

Gambar

Tabel : Menyimak yang Efektif

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mencapai tujuan perusahaan dibutuhkan sumber daya manusia yang mampu bekerja dengan baik, namum untuk mendorong agar karyawan dapat bekerja dengan baik, karyawan

Sikap menunda ini dalam literatur psikologi biasa disebut dengan istilah prokrastinasi.1 Prokrastinasi didefinisikan secara berbeda-beda oleh tiap-tiap tokoh, namun demikian

Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 28 Tahun 2013 tentang Pengawasan Pemasukan Bahan Obat, Bahan Obat Tradisional, Bahan Suplemen Kesehatan, dan

GNAPS berawal apabila host rentan yang terpapar kuman Streptokokus grup A strain nefritogenik bereaksi untuk membentuk antibodi terhadap antigen yang menyerang. GNAPS merupakan

164 LATIFAH NUR AFRIDASDN 3 GEMBLEGAN KLT A1 SDN 2 MOJAYAN-3 SD N KARANGANOM KLATEN UTARA 165 Nurfitri Winda Yudiana SDN 3 JIMBUNG KLT A1 SDN 2 MOJAYAN-3 SD N KARANGANOM KLATEN

Apabila terjadi kesalahan pada saat mengunggah bukti pembayaran maka akan muncul kotak putih yang menunjukkan penyebab kesalahan tersebut.. Nomor pelanggan dan

Pernyataan bahwa MUI memakai istishhab dalam beristinbat, secara implisit terungkap dari pernyataan lembaga ini yang tidak menolak, bahkan memakai, semua metode

sistem ini sangat membantu pihak terkait anatara pemilik kost yang mengiklankanrumah kost yang dapat memaintenance rumah kost secara online an pencari kost yang dapat mencari