• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Fungsi Manajemen Sekolah Dalam Meningkatkan Mutu LUlusan di SMK Muhammadiyah Pringsewu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Implementasi Fungsi Manajemen Sekolah Dalam Meningkatkan Mutu LUlusan di SMK Muhammadiyah Pringsewu"

Copied!
134
0
0

Teks penuh

(1)

i

TESIS

Diajukan Kepada Program Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri Raden Intan Lampung

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Magister Dalam Ilmu Pendidikan Islam

Oleh Evi Gusliana NPM 1422030044

Pembimbing I : Dr. Hasan Mukmin, MA Pembimbing II : Dr. Nasir, M.Pd

PROGRAM STUDI ILMU TARBIYAH

KONSENTRASI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

PROGRAM PASCASARJANA

(2)

IMPLEMENTASI FUNGSI MANAJEMEN SEKOLAH

DALAM MENINGKATKAN MUTU LULUSAN DI SMK

MUHAMMADIYAH PRINGSEWU

TESIS

Diajukan Kepada Program Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri Raden Intan Lampung

untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Magister dalam Ilmu Pendidikan Islam

Oleh EVI GUSLIANA NPM. 1422030044

Pembimbing I : Dr. Hasan Mukmin, M.A

Pembimbing II : Dr. Nasir, M.Pd

PROGRAM STUDI

MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

RADEN INTAN LAMPUNG

(3)

ii

TESIS

Diajukan Kepada Program Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri Raden Intan Lampung

untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Magister dalam Ilmu Pendidikan Islam

Oleh EVI GUSLIANA NPM. 1422030044

PROGRAM STUDI

MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

RADEN INTAN LAMPUNG

(4)

iii

ABSTRAK

Manajemen Sekolah merupakan suatu model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada Sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipasi yang melibatkan secara langsung semua warga sekolah, kepala sekolah, guru, siswa, karyawan, orang tua dan masyarakat untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional. Sementara warga sekolah membutuhkan manajemen sekolah yang bertujuan untuk mengatur dan mengurus kepentingan warga sekolah menurut prakarsa sendiri agar mutu pendidikan semakin meningkat.

Mutu Lulusan di SMK Muhammadiyah Pringsewu Kabupaten Pringsewu sudah cukup baik dilihat dari lulusan siswa, akan tetapi pelaksanaan manajemen sekolah belum berjalan secara maksimal. Oleh karena itu penulis mengambil judul penelitian “ Implementasi Fungsi Manajemen Sekolah dalam Meningkatkan Mutu Lulusan di SMK Muhammadiyah Pringsewu Kabupaten Pringsewu. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana implementasi manajemen sekolah dalam meningkatkan mutu Lulusan SMK Muhammadiyah Pringsewu Kabupaten Pringsewu. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini untuk menemukan pelaksanaan manajemen sekolah pada setiap bidang yang didesentralisasikan yakni manajemen kurikulum, dan manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat.

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan pelaku yang diamati, diarahkan pada latar belakang individu secara utuh (holistic)

tanpa mengisolasi individu dan organisasi dalam variabel tetapi memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan. Sumber data dalam penelitian ini adalah kepala SMK Muhammadiyah Pringsewu Kabupaten Pringsewu dan dewan guru, staff dan siswa. Tekhnik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Pelaksanaan penelitian penelitian dilakukan pada tahun 2015. Analisis yang dilakukan adalah deskriptif analitik/ analisis deskriptif.

(5)

iv Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : EVI GUSLIANA NPM : 1422030043 Jurusan : Tarbiyah

Program Studi : Manajemen Pendidikan Islam

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang berjudul “IMPLEMENTASI FUNGSI MANAJEMEN SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN MUTU LULUSAN DI SMK MUHAMMADIYAH PRINGSEWU”adalah benar-benar karya asli saya, kecuali yang disebutkan sumbernya. Apabila terdapat kesalahan dan kekeliruan didalamnya sepenuhnya menjadi tanggungjawab saya.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.

Bandar Lampung, 10 Januari 2016 Yang Menyatakan,

(6)

v

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Judul Tesis : Implementasi Fungsi Manajemen Berbasis Sekolah Dalam Meningkatkan Mutu Lulusan di SMK Muhammadiyah Pringsewu

Nama Mahasiswa : Evi Gusliana

NPM : 1422030044

Jurusan : Tarbiyah

Program Studi : Manajemen Pendidikan Islam

Telah disetujui untuk diujikan dalam ujian terbuka pada Program Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Raden Intan Lampung.

Bandar Lampung,…Maret 2016 Menyetujui

Komisi Pembimbing Pembimbing I

Dr. Hasan Mukmin, MA NIP.19610421 199403 1 002

Pembimbing II

Dr. Nasir, M.Pd NIP. 19690405 200901 1 003

Mengetahui

Ketua Program Studi Manajemen Pendidikan Islam

(7)

vi

Tesis yang berjudul: Implementasi Fungsi Manajemen Sekolah Dalam

Meningkatkan Mutu Lulusan di SMK Muhammadiyah Pringsewu, ditulis oleh: Evi Gusliana, NPM: 1422030044 telah diujikan dalam Ujian Tertutup dan disetujui

untuk diajukan dalam ujian Terbuka pada Program Pascasarjana IAIN Raden Intan Lampung.

Tim Penguji

Ketua : Prof. Dr. Sulthon Syahril, MA (...)

Sekretaris : Dr. Jamal Fakhri, M.Ag (...)

Penguji I : Dr. M. Akmansyah, MA (...)

Penguji II : Dr. Hasan Mukmin, M.Ag (...)

(8)

vii

PENGESAHAN

Tesis yang berjudul: Implementasi Fungsi Manajemen Sekolah Dalam

Meningkatkan Mutu Lulusan di SMK Muhammadiyah Pringsewu, ditulis oleh: Evi Gusliana, NPM: 1422030044 telah diujikan dalam ujian Tertutup pada Program Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Raden Intan Lampung.

Tim Penguji

Ketua : Prof. Dr. Sulthon Syahril, MA (...)

Sekretaris : Dr. Jamal Fakhri, M.Ag (...)

Penguji I : Dr. M. Akmansyah, MA (...)

Penguji II : Dr. Hasan Mukmin, M.Ag (...)

Direktur Program Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri (IAIN)

Raden Intan Lampung

Prof. Dr. Idham Kholid, M.Ag NIP. 196010201988031005

(9)

viii

Huruf Arab Huruf Latin Huruf Arab Huruf Latin

ا

Tidak dilambangkan

ط

ţ

ب

b

ظ

ż

ت

t

ع

ث

ś

غ

ġ

ج

j

ف

f

ح

ĥ

ق

q

خ

kh

ك

k

د

d

ل

l

ذ

ż

م

m

ر

r

ن

n

ز

z

و

w

س

s

ه

h

ش

sy

ء

ص

ş

ي

y

ض

ď

2. Maddah

Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harakat dan huruf, transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu:

Harakat dan Huruf Huruf dan Tanda

ا

ى

â

ي

î

و

û
(10)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga penulis diberi kekuatan untuk menyelesaikan penyusunan Tesis ini dengan Judul: ”Implementasi Fungsi Manajemen Sekolah Dalam Meningkatkan Mutu Lulusan di SMK Muhammadiyah Pringsewu”. Upaya penulis dalam menyelesaikan tesis ini banyak sekali menerima bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Yth:

1. Prof. Dr. Mukri, M. Ag, selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Lampung.

2. Prof. Dr. Idham Khalid, M.Ag, selaku Direktur Program Pascasarjana (PPs) IAIN Raden Intan Lampung

3. Dr Jamal Fakhri, M.Ag, selaku Ketua Program Manajemen Pendidikan Islam. 4. Dr. Hasan Mukmin, MA sebagai Pembimbing I, dan Dr. Nasir, M.Pd sebagai

pembimbing II, yang telah memberikan fasilitas dan sarana dalam penyelesaian penulisan tesis ini serta seluruh Civitas Akademika Program Pascasarjana (PPs) IAIN Raden Intan Lampung.

5. Widodo, S.Pd, selaku Kepala SMK Muhammadiyah Pringsewu yang telah memberikan izin dan kesempatan bagi penulis untuk mengadakan penelitian. 6. Keluarga Besar Yayasan Pendidikan Startech (STIT Pringsewu, STMIK

Pringsewu)

7. Pimpinan dan Staff perpustakaan program pascasarjana IAIN Raden Intan Lampung yang telah memberikan fasilitas dalam mencari berbagai literatur selama penulis menjalankan studi.

(11)

x

Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya serta pembaca pada umumnya. Amin

Bandar Lampung, 25 Maret 2016

(12)

xi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

ABSTRAK ... iii

PERNYATAAN ORISINILITAS ... iv

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... v

PERSETUJUAN ... vi

PENGESAHAN ... vii

PEDOMAN TRANSLITERASI ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 20

C. Rumusan Masalah ... 21

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 22

E. Kerangka Pikir ... 22

BAB II LANDASAN TEORI A. Kompetensi Profesional Guru ... 29

1. Pengertian Guru ... 29

2. Kompetensi Guru a. Pengertian Kompetensi Guru ... 31

b. Urgensi Kompetensi Guru ... 37

3. Kompetensi Profesional Guru ... 39

a. Pengertian Kompetensi Profesional Guru ... 39

b. Kompetensi Guru Profesional dan Aspek-aspeknya 44 c. Kriteria Guru Profesional ... 51

(13)

xii

3. Indikator yang dapat dijadikan tolak ukur mutu lulusan 67

4. Standar kompetensi lulusan ... 69

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 73

1. Penelitian Deskriptif ... 73

2. Penelitian Kualitatif ... 74

B. Metode Penelitian... 76

C. Teknik Analisa Data ... 84

BAB IV ANALISIS DATA A. Profil Lokasi Penelitian ... 86

1. Sejarah singkat MTs Satu Atap Tegal Mukti ... 86

2. Identitas, visi dan misi madrasah ... 87

3. Keadaan siswa MTs Satu Atap Tegal Mukti ... 88

4. Keadaan pendidik dan tenaga kependidikan MTs Satu Atap Tegal Mukti ... 90

5. Keadaan sarana dan prasarana MTs Satu Atap Tegal Mukti ... 93

B. Deskripsi Data ... 95

1. Kompetensi Profesional Guru ... 95

a. Menguasai Bahan Pembelajaran ... 96

b. Mengelola Program belajar mengajar ... 98

c. Mengelola Kelas ... 100

d. Menggunakan Media ... 114

(14)

xiii

f. Mengelola Interaksi belajar mengajar ... 124 g. Menilai Prestasi siswa untuk kepentingan

Pembelajaran ... 126 h. Mengenal Fungsi dan layanan Program bimbingan

dan penyuluhan ... 130 i. Mengenal dan menyelenggarakan administrasi ... 133 j. Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil

penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran ... 136 2. Mutu Lulusan Siswa MTs Satu Atap Tegal Mukti ... 139 C. Analisis Data ... 148 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 170 B. Saran ... 171 DAFTAR PUSTAKA

(15)

xiv

1 Kompetensi Profesional Guru 9

2 Data Kelulusan Siswa Kelas IX MTs SA Tegal Mukti TP

2010/2011 18

3 Data Kelulusan Siswa Kelas IX MTs SA Tegal Mukti TP

2011/2012 19

4 Kisi-kisi Kompetensi Profesional Guru 77 5 Data Guru MTs SA Tegal Mukti yang mendapat tunjangan

Sertifikasi 81

6 Data Kelulusan Siswa Kelas IX MTs SA Tegal Mukti TP

2010/2011 82

7 Data Kelulusan Siswa Kelas IX MTs SA Tegal Mukti TP

2011/2012 83

8 Keadaan Siswa MTs SA Tegal Mukti TP. 2012/2013 89 9 Keadaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan MTs Satu Atap

tegal Mukti Way Kanan 92

10 Keadaan Jumlah Bangunan dan Ruang Berdasarkan Konstruksi

MTs Satu Atap tegal Mukti Way Kanan 94

11 Keadaan dan Jumlah Meubeler MTs Satu Atap Tegal Mukti Way

Kanan 95

12 Keadaan Peralatan Kantor MTs Satu Atap Tegal Mukti Way

Kanan 95

13 Struktur Kurikulum MTs Satu Atap Tegal Mukti Way Kanan 140 14 Nilai Rata-rata dan Ranking Kelulusan Siswa Kelas IX MTs SA

Tegal Mukti TP. 2010/2011 166

15 Daftar Nilai UN tertinggi dan Terendah Siswa Kelas IX MTs SA

Tegal Mukti TP. 2010/2011 167

16 Nilai Rata-rata dan Ranking Kelulusan Siswa Kelas IX MTs SA

Tegal Mukti TP. 2012/2013 168

17 Daftar Nilai UN tertinggi dan Terendah Siswa Kelas IX MTs SA

[image:15.612.115.535.165.605.2]
(16)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

[image:16.612.120.511.187.572.2]
(17)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kesadaran tentang pentingnya pendidikan yang dapat memberikan harapan dan kemungkinan yang lebih baik di masa mendatang, telah mendorong berbagai upaya dan perhatian seluruh lapisan masyarakat terhadap setiap gerak langkah dan perkembangan dunia pendidikan. Pendidikan sebagai salah satu upaya dalam rangka meningkatkan kualitas hidup manusia, pada intinya bertujuan untuk memanusiakan manusia, mendewasakan, serta merubah perilaku, serta meningkatkan kualitas menjadi lebih baik. Dalam dunia Pendidikan Islam , dengan adanya manajemen yang baik diharapkan ada perubahan kearah yang lebih baik khususnya yang menyangkut kwalitas dan Mutu Pendidikan Islam. Terkait dengan hal ini Allah SWT berfirman dalam dalam Al Qur:an Surat Al-Ra’d : 11

..ْمِهِسـُفْـنَاِب اَم اْوُرّـيَغُـي ىَتَح ٍمْوَقِب اَم ُرّـيَغُـي َا َها َنِا...

Artinya : “...Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri…”(Al-Ra’d; 11)1

1

(18)

Pada kenyataanya pendidikan bukanlah suatu upaya yang sederhana, melainkan suatu kegiatan yang dinamis dan penuh tantangan. Pendidikan akan selalu berubah seiring dengan perubahan zaman, setiap saat pendidikan selalu menjadi fokus perhatian dan bahkan tak jarang menjadi sasaran ketidakpuasan karena pendidikan menyangkut kepentingan semua orang, bukan hanya menyangkut investasi dan kondisi kehidupan di masa yang akan datang, melainkan juga menyangkut kondisi dan suasana kehidupan saat ini. Itulah sebabnya pendidikan senantiasa memerlukan upaya perbaikan dan peningkatan sejalan dengan semakin tingginya kebutuhan dan tuntutan kehidupan masyarakat.

(19)

Hal ini berdasarkan dengan firman Allah SWT dalam QS. An-Najm ayat 39 yang berbunyi:















39. Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang Telah diusahakannya, ( QS. An-Najm ayat 39)

Sekolah dipandang sebagai suatu organisasi yang didesain untuk dapat berkontribusi terhadap upaya peningkatan kualitas hidup bagi masyarakat suatu bangsa. Sebagai salah satu upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia serta peningkatan derajat sosial masyarakat bangsa, sekolah sebagai institusi pendidikan perlu dikelola, dimenej, diatur, ditata dan diberdayakan, agar sekolah dapat menghasilkan produk atau hasil secara optimal. Dengan kata lain, sekolah sebagai lembaga tempat penyelenggaraan pendidikan, merupakan sistem yang memiliki berbagai perangkat dan unsur yang saling berkaitan yang memerlukan pemberdayaan. Secara internal sekolah memiliki perangkat guru, murid, kurikulum, dan sapras. Manajemen mengandung arti optimalisasi sumber-sumber daya atau pengelolaan dan pengendalian. Persoalannya adalah pengelolaan dan pengendalian seperti apa yang kini dibutuhkan oleh sekolah?

(20)

diperlukan suatu perubahan kebijakan dibidang manajemen pendidikan dengan prinsip memberikan kewenangan dalam pengelolaan dan pengambilan keputusan sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masing-masing sekolah secara lokal. Dapat dipastikan bahwa perubahan kebijakan dalam pelaksanaannya bukan persoalan yang sederhana. Perubahan kebijakan memerlukan kesiapan berbagai sumber daya dan kemampuan pengelola di tingkat sekolah. Namun yang lebih penting adalah pemahaman dan kesiapan pengetahuan yang memadai tentang apa dan bagaimana sistem baru dalam bentuk desentralisasi harus dilakukan oleh sekolah. Beberapa alasan pokok yang menuntut terjadinya perubahan kebijakan dalam pengelolaan sekolah, antara lain: tuntutan kebutuhan masyarakat terhadap hasil pendidikan yang disebabkan adanya perubahan perkembangan kebijakan sosial politik, ekonomi, dan budaya.

(21)

Pendidikan perlu perubahan yang dapat dilakukan melalui perubahan dan peningkatan dalam pengelolaan atau manajemen pendidikan di sekolah.2

Manajemen sekolah merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai keunggulan masyarakat bangsa dalam penguasaan ilmu dan teknologi, yang ditujukkan dengan pernyataan politik dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Hal tersebut diharapkan dapat dijadikan landasan dalam pengembangan pendidikan di Indonesia yang berkualitas dan berkelanjutan, baik secara makro, meso, maupun mikro. Kerangka makro erat kaitannya dengan upaya politik yang saat ini sedang ramai dibicarakan yaitu desentralisasi kewenangan dari pemerintah pusat ke daerah, aspek mesonya berkaitan dengan kebijakan daerah tingkat provinsi sampai tingkat kabupaten, sedangkan aspek mikro melibatkan seluruh sektor dan lembaga pendidikan yang paling bawah, tetapi terdepan dalam pelaksanaannya, yaitu sekolah.

Pemberian otonomi pendidikan yang luas pada sekolah merupakan kepedulian pemerintah terhadap gejala-gejala yang muncul dimasyarakat serta upaya peningkatan mutu pendidikan secara umum. Pemberian otonomi ini menuntut pendekatan manajemen yang lebih kondusif di sekolah agar dapat mengakomodasi seluruh keinginan sekaligus memberdayakan berbagai komponen masyarakat secara efektif, guna mendukung kemajuan dan sistem yang ada di sekolah.

Dalam kerangka inilah, manajemen sekolah tampil sebagai alternatif paradigma baru manajemen pendidikan yang ditawarkan. manajemen sekolah

2

(22)

merupakan suatu konsep yang menawarkan otonomi pada sekolah untuk menentukan kebijakan sekolah dalam rangka meningkatkan mutu, efisiensi dan pemerataan pendidikan agar dapat mengakomodasi keinginan masyarakat setempat serta menjalin kerjasama yang erat antara sekolah, masyarakat dan pemerintah.

Depdikbud mengemukakan bahwa manajemen sekolah merupakan suatu penawaran bagi sekolah untuk menyediakan pendidikan yang lebih baik dan lebih memadai para peserta didik. Otonomi dalam pengelolaan pendidikan merupakan potensi bagi sekolah untuk meningkatkan kinerja para staf, menawarkan partisipasi langsung kepada kelompok-kelompok terkait, dan meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap pendidikan. Otonomi sekolah juga berperan dalam menampung konsensus umum tentang pemberdayaan sekolah, yang meyakini bahwa untuk meningkatkan kualitas pendidikan sedapat mungkin keputusan seharusnya dibuat oleh mereka yang berada digaris depan (line staf), yang bertanggung jawab langsung terhadap pelaksanaan kebijakan, dan yang terkena akibat-akibat dari kebijakan tersebut, yaitu guru dan kepala sekolah.

Pemberdayaan sekolah dengan memberikan otonomi yang lebih besar, disamping menunjukkan sikap tanggap pemerintah terhadap tuntutan masyarakat juga dapat ditujukan sebagai sarana peningkatan efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan. Penekanan aspek-aspek tersebut dapat berubah dari waktu ke waktu sesuai dengan permasalahan yang dihadapi pemerintah. Misalnya krisis “ekonomi”

(23)

yang cukup untuk pendidikan dan menurunnya kemampuan sebagian orang tua untuk membiayai pendidikan anaknya. Kondisi tersebut secara langsung berakibat pada menurunnya mutu pendidikan dan terganggunya proses pemerataan. Dengan melibatkan masyarakat dalam pengelolaan sekolah, pemerintah akan terbantu baik dalam kontrol maupun pembiayaan sehingga pemerintah dapat lebih berkonsentrasi pada “masyarakat kurang mampu” yang semakin bertambah jumlahnya. Di samping

itu, berkurangnya lapisan-lapisan birokrasi dalam prinsip desentralisasi juga mendukung efisiensi tersebut. Keterlibatan kepala sekolah dan guru dalam pengambilan keputusan-keputusan sekolah juga mendorong rasa kepemilikian yang lebih tinggi terhadap sekolahnya yang pada akhirnya mendorong mereka untuk menggunakan sumber daya yang ada seefesien mungkin untuk mencapai hasil yang optimal.

(24)

Esensi manajemen sekolah terdapat tiga hal, yaitu : otonomi kelembagaan, fleksibelitas dalam berkreasi, serta partisipasi luas dalam pencapaian tujuan bersama. Esensi yang demikian dipandang sesuai untuk merespon paradigm baru pendidikan nasional, sebagaimana yang tercantum dalam undang-undang Sisdiknas tahun 2003 bab III pasal 4 yang pada prinsipnya bahwa pendidikan nasional a) diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan, b) sistem terbuka dan multi makna, c) proses pembudayaan dan pemberdayaan, d) memberi keteladanan, membangun kemauan dan mengembangkan kreatifitas, e) budaya membaca menulis dan berhitung, f) memberdayakan peran serta masyarakat.3

Oleh karena itu untuk dapat mengimplementasikan manajemen sekolah, pola manajemen konvensional harus dirubah dari dimensi sentralistik menjadi desentralistik partisipatif, dari pendekatan birokratik menjadi pendekatan professional, dari individual yang cerdas menjadi team work yang cerdas, dari organisasi herarkis menjadi organisasi datar dan sebagainya. Selanjutnya dengan perubahan dimensional sikap dan perilaku organisasi tersebut dapat dibangun karakteristik kelembagaan yang kondusif secara utuh, baik dalam hal input, proses maupun outputnya.

Diasumsikan hingga saat ini pihak sekolah maupun masyarakat pada umumnya belum memahami prinsip-prinsip manajemen sekolah secara rinci, untuk itu dalam implementasinya perlu tahapan yang berkesinambungan. Selanjutnya yang tidak kalah penting adalah sikap dan cara pandang para birokrat perlu diubah dari

3

(25)

pola interpensi menjadi fasilitasi, dan dari pendekatan control menjadi pendekatan support, sehingga dengan itu budaya kerja desentralistik partisipatif dapat benar-benar terlaksana sebagaimana yang diharapkan. Adapun langkah-langkah dalam mengimplementasikan manajemen sekolah diantaranya sebagai berikut :

1) Tahap Pengenalan 2) Tahap Pemetaan

3) Tahap Penyusunan Rencana Kerja. Penyusunan rencana kerja harus dimulai dari membuat visi, misi, tujuan, dan sasaran. Setiap sekolah harus memiliki visi, misi, tujuan, dan sasaran yang jelas

4) Tahap Evaluasi Awal

5) Tahap menentukan Kesiapan

6) Tahap Memilih Pemecahan Masalah 7) Tahap Membuat Skala Prioritas 8) Tahap Evaluasi Pelaksanaan

9) Tahap Merumuskan Sasaran Mutu Baru.4

manajemen sekolah memberi peluang bagi kepala sekolah, guru, dan peserta didik untuk melakukan inovasi dan improvisasi di sekolah, berkaitan dengan masalah kurikulum, pembelajaran, manajerial dan lain sebagainya yang tumbuh dari aktivitas, kreativitas, dan profesionalisme yang dimiliki. Pelibatan masyarakat dalam dewan sekolah di bawah monitoring pemerintah, mendorong sekolah untuk lebih terbuka, demokratis dan bertanggung jawab. Pemberian kebebasan yang lebih luas memberi kemungkinan kepada sekolah untuk dapat menemukan jati dirinya dalam membina peserta didik, guru, dan petugas lain yang ada di lingkungan sekolah.

Kompleksnya permasalahan yang dihadapi sekolah-sekolah di Indonesia akan menjadi kendala dalam pelaksanaan otonomi sekolah secara sekaligus. Oleh karena

4

(26)

itu, perlu ada pentahapan pelaksanaan untuk menghindari terjadinya benturan-benturan antar aspek dan antar unit pelaksana. Untuk kepentingan tersebut sedikitnya perlu dilakukan tiga tahapan, yaitu jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.5

Manajemen sekolah memang bisa disebut suatu pergeseran paradigma dalam pengelolaan pendidikan, namun tidak berarti paradigma ini “baru” sama sekali,

karena sebelumnya kita pernah memiliki inpres No. 10/1973. Sekolah-sekolah dikelola secara mikro dengan sepenuhnya diperankan oleh kepala sekolah dan guru-guru sebagai pengelola dan pelaksana pendidikan pada setiap sekolah yang juga tidak terpisahkan dari lingkungan masyarakatnya. manajemen sekolah bermaksud “mengembalikan” sekolah kepada pemiliknya, yaitu masyarakat, yang diharapkan akan merasa bertanggung jawab kembali sepenuhnya terhadap pendidikan yang diselenggarakan di sekolah-sekolah.

Dengan manajemen sekolah, pemecahan masalah internal sekolah, baik yang menyangkut proses pembelajaran maupun sumber daya pendukungnya cukup dibicarakan di dalam sekolah dengan masyarakatnya, sehingga tidak perlu diangkat ke tingkat pemerintah daerah apalagi ketingkat pusat yang “jauh panggang dari pada

api”.6

5

E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003), Cet. Ke-5, h. 3

6

(27)

Lebih lanjut dijelaskan, manajemen sekolah menawarkan kepada sekolah untuk menyediakan pendidikan yang lebih baik dan lebih memadai bagi para peserta didik. Adanya otonomi dalam pengelolaan pendidikan merupakan potensi bagi sekolah untuk meningkatkan kinerja para personel, menawarkan partisipasi langsung pihak-pihak terkait, dan meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Otonomi sekolah juga berperan dalam menampung consensus umum yang meyakini bahwa sedapat mungkin, keputusan seharusnya dibuat oleh mereka yang memiliki akses paling baik terhadap informasi setempat, mereka yang bertanggung jawab terhadap kebijakan, dan mereka yang terkena akibat-akibat dari kebijakan tersebut.7

Orang tua dan masyarakat pengguna lain memahami bahwa partisipasi sekolah dalam proses pendidikan anak-anak mereka menjadi sebuah keniscayaan. Adalah keniscayaan pula bagi orang tua dan masyarakat untuk berpartisipasi agar lembaga persekolahan dapat beroperasi secara normal dalam mendidik anak-anaknya. Komitmen itu dapat dikatakan sebagai salah satu kunci keberhasilan implementasi manajemen sekolah. Jika sekolah-sekolah makin otonom dan secara signifikan dapat menunjukkan kinerjanya, masyarakat akan percaya kepada warga sekolah. Dengan kepercayaan itu pula peran serta masyarakat dalam pembangunan pendidikan adalah dengan jalan melembagakan manajemen sekolah. Sejalan dengan itu, Depdiknas melakukan prakarsa pembentukan Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota dan Komite

7B. Suryosubroto, Manajemen Pendidikan di Sekolah, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2010), Cet.

(28)

Sekolah seperti diatur dalam Surat Keputusan (SK) Mendiknas No. 004/U/2002, tanggal 2 April 2002. Tujuannya antara lain adalah mewadahi peran serta masyarakat dalam kerangka pembangunan pendidikan yang memenuhi kriteria efektivitas, efisiensi, relevansi, dan peningkatan mutu.8

Berdasarkan hasil wawancara awal penulis di SMK MUHAMMADIYAH Pringsewu, implementasi Manajemen Sekolah cukup baik, seperti: 1) tahap pengenalan, 2) tahap pemetaan, 3) tahap penyusunan rencana kerja, 4) tahap evaluasi awal, 5) tahap menentukan kesiapan, 6) tahap memilih pemecahan masalah, 6) tahap membuat skala prioritas, 7) tahap evaluasi pelaksanaan, 8) tahap evaluasi pelaksanaan, 9) tahap merumuskan sasaran mutu baru.

Harapannya kedepan akan memberikan dampak yang positif pada peningkatan mutu lulusan baik akademik maupun non akademiknya. Akan tetapi berdasarkan dokumen nilai semester ganjil 2013-2014 di SMK MUHAMMADIYAH Pringsewu mutu lulusan baik akademik maupun non akademiknya kurang memuaskan.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat mutu lulusan di SMK MUHAMMADIYAH Pringsewu pada tabel berikut ini :

8Sudarwan Danim, Visi Baru Manajemen Sekolah, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), Cet.

(29)
[image:29.612.115.530.153.573.2]

Tabel 1

Kompetensi Lulusan SMK MUHAMMADIYAH PRINGSEWU Tahun 2013/2014

Kondisi Rata-rata nilai Ujian Nasional Tahun 2013/2014 No Mata Pelajaran

Kelas XII KU XII TN

XII RPL

XII TKR 1 Bahasa Inggris 60 62 68 66 2 Bahasa Indonesia 68 70 65 69

3 Matematika 65 64 65 64

4 Keuangan 69

5 Tata Niaga 67

6 RPL 70

7 TKR 67

Sumber : Dokumentasi SMK Muhammadiyah Pringsewu

(30)

B. Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah

1. Identifikasi Masalah

a. Guru sudah mengadakan kerjasama yang baik dengan masyarakat terutama orang tua untuk meningkatkan mutu lulusan, akan tetapi mutu lulusan masih belum baik.

b. Kepala sekolah dan guru sudah mengenalkan konsep manajemen sekolah, akan tetapi kurang meningkatkan mutu lulusan.

c. Tahap pemetaan dalam implementasi fungsi manajemen sekolah sudah dijalankan akan tetapi belum mampu meningkatkan mutu lulusan.

d. Dalam mengimplementasikan fungsi manajemen sekolah sudah mengunakan evaluasi awal dan evaluasi pelaksanaan akan tetapi mutu lulz belum baik.

e. Tahap Penyusunan rencana kerja dalam implementasi manajemen sekolah sudah lengkap tapi belum mampu meningkatkan mutu pendidikan.

f. Dalam tahap membuat skala prioritas rencana yang dibuat sudah menjelaskan secara detail dan lugas tentang aspek-aspek mutu yang ingin dicapai akan tetapi belum dapat meningkatkan mutu lulusan.

(31)

2. Batasan Masalah

Agar penelitian lebih terarah dan tidak menyimpang dari sasaran pokok penelitian, maka peneliti memfokuskan kepada pembahasan atas masalah-masalah pokok yang di batasi dalam konteks permasalahan.

Maka penelitian ini penulis fokuskan pada Implementasi Fungsi Manajemen Sekolah Dalam Meningkatkan Mutu Lulusan di SMK Muhammadiyah Pringsewu.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas maka rumusan masalah dapat di buat dalam pernyataan penelitian sebagai berikut:

Bagaimana Implementasi Fungsi Manajemen Sekolah Dalam Meningkatkan Mutu Lulusan di SMK Muhammadiyah Pringsewu?

D. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian

Berdasarkan pada rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Tujuan Penelitian

(32)

2. Kegunaan Penelitian

a. Secara teoritis

Memberikan informasi ilmiah tentang Fungsi Manajemen Sekolah. Informasi ini secara teoritis dapat dimanfaatkan oleh semua warga sekolah.

b. Secara Praktis 1. Bagi guru

Hasil penelitian diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan kemampuan dalam proses belajar mengajar.

2. Bagi Sekolah

Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi bahan masukan dalam implementasi fungsi manajemen sekolah di SMK Muhammadiyah Pringsewu

3. Bagi Peneliti

(33)

E. Kerangka Pikir

Secara umum dapat diartikan sebagai pengkordinasian dan penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah (stakeholders) secara langsung dalam pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan mutu dalam kerangka kebijakan nasional.9

Adapun langkah-langkah dalam mengimplementasikan Fungsi Manajemen Sekolah diantaranya sebagai berikut :

1) Tahap Pengenalan 2) Tahap Pemetaan

3) Tahap Penyusunan Rencana Kerja. Penyusunan rencana kerja harus dimulai dari membuat visi, misi, tujuan, dan sasaran. Setiap sekolah harus memiliki visi, misi, tujuan, dan sasaran yang jelas

4) Tahap Evaluasi Awal

5) Tahap menentukan Kesiapan

6) Tahap Memilih Pemecahan Masalah 7) Tahap Membuat Skala Prioritas 8) Tahap Evaluasi Pelaksanaan

9) Tahap Merumuskan Sasaran Mutu Baru.10

Mutu adalah sebuah proses untuk memperbaiki keluaran yang dihasilkan. Mutu memberikan kerangka kerja untuk berkelanjutan disekolah, untuk menghormati sesama dengan harapan yang tinggi bagi semua siswa, dan teknik-teknik untuk mencapai tujuan tersebut.”11

Pendidikan adalah investasi sumber daya manusia jangka panjang yang mempunyai nilai strategis bagi kelangsungan peradaban manusia di dunia. Hampir

9

Umaedi, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, Buku 1 Konsep Dasar , (Jakarta: Dikdasmen, 1990), h. 3

10

Erjati Abas, Menuju Sekolah Mandiri, (Jakarta: PT Gramedia, 2012), h. 61

11

(34)

semua negara menempatkan variabel pendidikan sebagai sesuatu yang penting dan utama dalam konteks pembangunan bangsa dan negara.12

Kerangka Pikir Penelitian

1. Tahap Merumuskan Sasaran

12

Kunandar, Guru Profesional, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007) , h. 1

Implementasi Fungsi Manajemen Sekolah

1. Tahap Pengenalan

2. Tahap Pemetaan

3. Tahap Penyusunan Rencana Kerja

4. Tahap Evaluasi Awal

5. Tahap menentukan Kesiapan

6. Tahap Memilih Pemecahan Masalah

7. Tahap Membuat Skala Prioritas

8. Tahap Evaluasi Pelaksanaan

9. Tahap Merumuskan Sasaran Mutu Baru

10.

(35)
(36)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Fungsi-fungsi Manajemen Sekolah

1. Pengertian Manajemen Sekolah

Manajeme Sekolah sebagai terjemahan dari School Management adalah suatu pendekatan politik yang bertujuan untuk merancang kembali pengelolaan sekolah dengan memberikan kekuasaan kepada Kepala Sekolah dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam upaya perbaikan kinerja sekolah yang mencakup guru, siswa, kepala sekolah dan meningkatkan partisipasi masyarakat. Manajemen Sekolah merubah sistem pengambilan keputusan dan manajemen ke setiap pihak yang berkepentingan di tingkat lokal (local stakeholders).1

Pakar menyatakan, “Manajemen Sekolah merupakan suatu bentuk upaya pemberdayaan sekolah dan lingkungannya untuk mewujudkan sekolah yang mandiri dan efektif melalui optimalisasi peran dan fungsi sekolah sesuai dengan visi dan misi yang telah ditetapkan bersama. Diarahkan pada peningkatan kualitas pembelajaran, dengan mendayagunakan segala sumber yang ada dilingkungan sekolah.2 Manajemen Sekolah adalah penataan sistem pendidikan yang memberikan keleluasaan penuh kepada kepala sekolah, atas kesiapan seluruh staf sekolah, untuk

1

Nanang Fattah, Konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan Dewan Sekolah, (Bandung: C.V. Pustaka Bani Quraisy, 2004), Cet. Ke-1, h. 11

2

(37)

memanfaatkan semua sumber dan fasilitas belajar yang ada untuk menyelenggarakan pendidikan bagi siswa serta memiliki akuntabilitas atas segala tindakan tersebut”.3

Manajemen sekolah dapat difinisikan sebagai suatu proses kerja komunitas sekolah dengan cara menerapkan kaidah-kaidah otonomi, akuntabilitas, partisipasi, dan sustainabilitas untuk mencapai tujuan pendidikan dan pembelajaran secara bermutu.4

Pengertian Manajemen Peningkatan Mutu Sekolah pada dasarnya merupakan kelanjutan dan implementasi dari Manajemen Sekolah yang didefinisikan oleh para ahli pendidikan, sebagaimana dinyatakan:

School management can be viewed conceptually as formal alteration of governance

structures, as a form of decentralization that identifies the individual school as the

primary unit of improvement and relies on the redistribution of decision-making

authority as the primary means through which improvement might be stimulated and

sustained…5

Dengan mengalihkan wewenang dalam keputusan dari pemerintahan tingkat pusat (Departemen)/Dinas Pendidikan (Provinsi/Kabupaten/kota) ke tingkat sekolah, diharapkan sekolah akan lebih mandiri.

3 Suharsini Arikunto, Manajemen Berbasis Sekolah: Bentuk Inovasi Mutakhir Dalam

Penyelenggaraan Sekolah”, dalam: Jurnal Dinamika Pendidikan, Majalah Ilmu Pendidikan, No. I

Tahun VI/1999, Februari, h.12

4

Sudarwan Danim, Visi Baru Manajemen Sekolah, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), Cet. Ke-3, h. 34

5

(38)

2. Tujuan Manajemen Sekolah

Menurut Supriono Subakir tujuan utama penerapan Manajemen Sekolah adalah untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan dan meningkatkan relevansi pendidikan di sekolah, dengan adanya wewenang yang lebih besar dan lebih luas bagi sekolah untuk mengelola urusannya sendiri.6

Adapun menurut E. Mulyasa, tujuan Manajemen Sekolah adalah:

a. Peningkatan efisiensi, antara lain diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumber daya partisipasi masyarakat dan penyederhanaan birokrasi.

b. Peningkatan mutu, antara lain melalui partisipasi orang tua terhadap sekolah, fleksibilitas pengelolaan sekolah dan kelas, peningkatan profesionalisme guru dan kepala sekolah.

c. Peningkatan pemerataan, antara lain diperoleh melalui peningkatan partisipasi masyarakat yang memungkinkan pemerintah lebih berkonsentrasi pada kelompok tertentu.7

Manajemen Sekolah bertujuan untuk memberdayakan sekolah melalui pemberian otonomi kepada sekolah dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif. Secara rinci, Tujuan Manajemen Sekolah menurut Departemen Pendidikan Nasional adalah :

1) Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia.

2) Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama. 3) Meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orang tua, masyarakat dan

pemerintah tentang mutu sekolah.

4) Meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang akan dicapai.8

6

Supriono Subakir dan Achmad Sapari, Manajemen Berbasis Sekolah, (Surabaya: SIC, 2001), h. 5

7 E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003), h. 25

8

(39)

Pakar ilmu pendidikan menyatakan: Manajemen Sekolah bertujuan untuk memberdayakan sekolah, terutama sumberdaya manusianya, seperti kepala sekolah, guru, karyawan, siswa, orang tua siswa dan masyarakat sekitarnya. Pemberdayaan sumberdaya manusia ini melalui pemberian kewenangan, fleksibilitas, dan pemberian tanggung jawab untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi oleh sekolah yang bersangkutan.9

3. Fungsi Manajemen Sekolah Sekolah

Manajemen Sekolah memberikan kebebasan dan kekuasaan yang besar pada sekolah, disertai seperangkat tanggung jawab. Dengan adanya otonomi yang memberikan tanggung jawab pengelolaan sumber daya dan pengembangan strategi Manajemen Sekolah sesuai dengan kondisi setempat, sekolah dapat lebih meningkatkan kesejahteraan guru sehingga dapat lebih berkonsentrasi pada tugas. Keleluasaan dalam mengelola sumber daya dan dalam menyertakan masyarakat untuk berpartisipasi, mendorong profesionalisme kepala sekolah, dalam peranannya sebagai manajer maupun pemimpin sekolah. Dengan diberikannya kesempatan kepada sekolah untuk menyusun kurikulum, guru didorong untuk berinovasi, dengan melakukan eksperimentasi-eksperimentasi di lingkungan sekolahnya. Manajemen Sekolah mendorong profesionalisme guru dan kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan di sekolah. Melalui penyusunan kurikulum elektif, rasa tanggap sekolah

9

Slamet, Ph., “Manajemen Berbasis Sekolah”, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Nomor:

(40)

terhadap kebutuhan setempat meningkat dan menjamin layanan pendidikan sesuai dengan tuntutan peserta didik dan masyarakat sekolah.

Manajemen Sekolah menekankan keterlibatan maksimal berbagai pihak, seperti pada sekolah-sekolah swasta, sehingga menjamin partisipasi staf, orang tua, peserta didik, dan masyarakat yang lebih luas dalam perumusan-perumusan keputusan tentang pendidikan. Kesempatan berpartisipasi tersebut dapat meningkatkan komitmen mereka terhadap sekolah. Selanjutnya, aspek-aspek tersebut pada akhirnya akan mendukung efektivitas dalam pencapaian tujuan sekolah. Adanya kontrol dari masyarakat dan monitoring dari pemerintah, pengelolaan sekolah menjadi lebih akuntabel, transparan, egaliter dan demokratis, serta menghapuskan monopoli dalam pendidikan.10

4. Prinsip-Prinsip Manajemen Sekolah

Teori yang digunakan Manajemen Sekolah untuk mengelola sekolah didasarkan pada empat prinsip, yaitu prinsip ekuifinalitas, prinsip desentralisasi, prinsip sistem pengelolaan mandiri, dan prinsip inisiatif sumber daya manusia.

a. Prinsip Ekuifinalitas (Principle of Equifinality)

Prinsip ini didasarkan pada teori manajemen modern yang berasumsi bahwa terdapat beberapa cara yang berbeda-beda untuk mencapai suatu tujuan. Manajemen Sekolah menekankan fleksibilitas sehingga sekolah harus dikelola oleh warga sekolah menurut kondisi mereka masing-masing.

10

(41)

b. Prinsip Desentralisasi (Principle of Decentralization)

Desentralisasi adalah gejala yang penting dalam reformasi manajemen sekolah modern. Prinsip desentralisasi ini konsisten dengan prinsip ekuifinalitas. Prinsip desentralisasi dilandasi oleh teori dasar bahwa pengelolaan sekolah dan aktivitas pengajaran tak dapat dielakkan dari kesulitan dan permasalahan. Pendidikan adalah masalah yang rumit dan kompleks sehingga memerlukan desentralisasi dalam pelaksanaannya.

c. Prinsip Sistem Pengelolaan Mandiri (Principle of Self-Managing System) Prinsip ini terkait dengan prinsip sebelumnya, yaitu prinsip ekuifinalitas dan prinsip desentralisasi. Ketika sekolah menghadapi permasalahan maka harus diselesaikan dengan caranya sendiri. Sekolah dapat menyelesaikan masalahnya bila telah terjadi pelimpahan wewenang dari birokrasi di atasnya ke tingkat sekolah.

d. Prinsip Inisiatif Manusia (Principle of Human Initiative)

Berdasarkan perspektif ini maka Manajemen Sekolah bertujuan untuk membangun lingkungan yang sesuai untuk warga sekolah agar dapat bekerja dengan baik dan mengembangkan potensinya. Oleh karena itu, peningkatan kualitas pendidikan dapat diukur dari perkembangan aspek sumber daya manusianya. Prinsip ini mengakui bahwa manusia bukanlah sumber daya yang statis, melainkan dinamis.11

11

(42)

Menurut Husaini Usman, Prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam mengimplementasikan Manajemen Sekolah antara lain sebagai berikut:

1) Komitmen, kepala sekolah dan warga sekolah harus mempunyai komitmen yang kuat dalam upaya menggerakkan semua warga sekolah untuk ber Manajemen Sekolah.

2) Kesiapan, semua warga sekolah harus siap fisik dan mental untuk ber Manajemen Sekolah.

3) Keterlibatan, pendidikan yang efektif melibatkan semua pihak dalam mendidik anak.

4) Kelembagaan, sekolah sebagai lembaga adalah unit terpenting bagi pendidikan yang efektif.

5) Keputusan, segala keputusan sekolah dibuat oleh pihak yang benar-benar mengerti tentang pendidikan.

6) Kesadaran, guru-guru harus memiliki kesadaran untuk membantu dalam pembuatan keputusan program pendidikan dan kurikulum.

7) Kemandirian, sekolah harus diberi otonomi sehingga memiliki kemandirian dalam membuat keputusan pengalokasian dana.

8) Ketahanan, perubahan akan bertahan lebih lama apabila melibatkan

stakeholders sekolah.12

5. Persyaratan Eksistensial Manajemen Sekolah

Perubahan pola manajemen dari pendekatan sentralisasi ke desentralisasi bukan urusan struktural semata, melainkan yang lebih utama adalah berkaitan dengan masalah mental aparat pelaksana. Mengubah struktur adalah perbuatan mudah, karena struktur organisasi itu statis sifatnya. Suatu hal yang mudah pula bagi pakar dan praktisi untuk membuat uraian tugas bagi orang-orang yang akan duduk pada masing-masing struktur organisasi. Uraian tugas atau deskripsi pekerjaan itu merupakan acuan utama bagi pengemban tugas pada unit struktur untuk menjalankan tugas pokok dan fungsinya.

12

(43)

Suatu realitas bahwa struktur dan mekanisme kerja keorganisasian akan berubah sejalan dengan kebijakan desentralisasi. Persoalannya terletak pada sejauh mana perubahan pola manajemen itu mampu mengubah sikap mental aparat pelaksana atau birokrat pendidikan. Apa yang direformasi bukan semata-mata strukturnya, melainkan yang lebih penting adalah dimensi mental pelakunya. Tugas-tugas reformatif apa yang perlu dilakukan pada tingkat struktural dan sekolah menuju otonomi manajemen sekolah? Jawaban atas pertanyaan ini merupakan persyaratan eksistensial implementasi Manajemen Sekolah.

Merujuk pada pendapat David dalam Sythesis of Research on School Management, hal itu akan tercipta ketika terjadi pergeseran pada tingkat struktural dalam beberapa hal.

a. Membangun aliansi yang kuat dengan persatuan guru.

Persatuan guru (di Indonesia adalah Persatuan Guru Republik Indonesia PGRI) harus menjadi organisasi yang kuat.

b. Mendelegasikan kekuasaan dan kewenangan kepada sekolah untuk mendefinisikan tugas-tugas baru, memilih staf, dan mengkreasi lingkungan belajar.

c. Mendorong terciptanya otonomi dalam pembuatan keputusan sekolah.

Sekolah menjadi sentral kegiatan administratif dan akademik kependidikan dan pembelajaran.

(44)

Tujuan dan sasaran sekolah harus dikomunikasikan dengan baik kepada komunitas sekolah dan masyarakat.

e. Menciptakan komunikasi yang dinamis antara staf sekolah dan pejabat kependidikan.

Otonomi Sekolah tidak mereduksi intensitas hubungan kepala sekolah dan guru dengan unit instansi di atasnya.

f. Memberi peluang kepada sekolah untuk “Bereksperimen” dan membuat

keputusan beresiko”.

Komunitas sekolah harus tampil dengan sifat dan sikap kewirausahaan untuk membangun program baru yang sesuai dengan tujuan, program, potensi, harapan, dan dinamika yang berkembang di masyarakat dan di dunia luar. g. Memodifikasi keputusan pejabat struktural pendidikan.

(45)

h. Memotivasi kepala sekolah untuk melibatkan guru-guru dalam aneka pembuatan keputusan.

Upaya ini dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan manajemen partisipatif, dimana semua komunitas sekolah dilibatkan dalam proses pembuatan dan implementasi keputusan sesuai dengan tugas pokok, fungsi, kewenangan, dan kemampuannya.

i. Mengembangakan kaidah akuntabilitas bagi staf sekolah.

Staf sekolah adalah insan dewasa yang harus berperilaku secara akuntabel atas segala perbuatan dan tindakan riil yang dilakukannya.

j. Memberikan peluang luas bagi kepala sekolah dan staf untuk mengembangkan kemampuan dan keahlian profesionalnya. Modifikasi perilaku dan kemauan untuk tumbuh dan berkembang secara profesional idealnya mengintegral pada pribadi kepala sekolah dan guru.

k. Memberi peluang kepada kepala sekolah dan staf untuk membuat aturan baru dan mempertanggungjawabkannya. Baik atas kebijakan intern (kepala sekolah, guru, staf tata usaha, dan siswa) maupun bersama-sama Komite Sekolah, pihak sekolah dapat membuat aturan-aturan yang lebih maju dibandingkan dengan aturan manajemen pendidikan yang telah digariskan.

(46)

m. Menggunakan pendekatan prestasi, misalnya dalam bidang penggajian. Pendekatan prestasi ini merupakan instrument agar guru dan kepala sekolah tampil bermutu dan unggul dalam berprestasi.13

6. Karakteristik Manajemen Sekolah

Di Amerika Serikat, karakteristik baru ditemukan pada era reformasi pendidikan “generasi keempat”. Menurut Bailey yang dikutip oleh Sudarwan Danim, berdasarkan gerakan reformasi “generasi keempat” ini tersimpullah kerakateristik ideal manajemen berbasis sekolah dan karakteristik ideal sekolah untuk abad ke-21 (school for the twenty-first characteristics), seperti berikut ini.

a. Adanya Keragaman dalam Pola Pengajian Guru

Istilah populernya adalah pendekatan prestasi (Merit System) dalam hal pengajian dan pemberian aneka bentuk kesejahteraan material lainnya.

b. Otonomi Manajemen Sekolah

Sekolah menjadi sentral utama manajemen pada tingkat strategis dan. operasional dalam kerangka penyelenggaraan program pendidikan dan pembelajaran.

c. Pemberdayaan Guru secara Optimal

Dikarenakan sekolah harus berkompetisi membangun mutu dan membentuk citra di masyarakat guru-guru harus diberdayakan dan memberdayakan diri secara optimal bagi terselenggaranya proses pembelajaran yang bermakna.

13

(47)

d. Pengelolaan Sekolah secara Partisipatif

Kepala sekolah harus mampu bekerja dengan dan melalui seluruh komunitas sekolah agar masing-masing dapat menjalankan tugas pokok dan fungsi secara baik dan terjadi transparansi pengelolaan sekolah.

e. Sistem yang Didesentralisasikan

Dibidang penganggaran misalnya, pelaksanaan Manajemen Sekolah mendorong sekolah-sekolah siap berkompetisi untuk mendapatkan dana dari masyarakat atau dari pemerintah secara kompetitif (block grant) dan mengelola dana itu dengan baik.

f. Sekolah dengan Pilihan atau Otonomi Sekolah dalam Menentukan Aneka Pilihan. Program akademik dan non akademik dapat dikreasi oleh sekolah sesuai dengan kapasitasnya dan sesuai pula dengan kebutuhan masyarakat lokal, nasional, atau global.

g. Hubungan Kemitraan (Partnership) antara Dunia Bisnis dan Dunia Pendidikan Hubungan kemitraan itu dapat dilakukan secara langsung atau melalui Komite Sekolah.

h. Akses Terbuka bagi Sekolah untuk Tumbuh Relatif Mandiri

(48)

i. “Pemasaran” Sekolah secara Kompetitif

Tugas pokok dan fungsi sekolah adalah menawarkan produk unggulan atau jasa.14

Karakteristik sekolah yang melaksanakan Manajemen Sekolah di antaranya : 1) Proses pembelajaran yang efektivitasnya tinggi

2) Kepemimpinan sekolah kuat

3) Lingkungan sekolah aman dan tertib 4) Pengelolaan tenaga kependidikan efektif 5) Memiliki budaya mutu

6) Memiliki tim kerja yang kompak, cerdas, dan dinamis 7) Memiliki kewenangan (kemandirian)

8) Partisipasi tinggi dari warga sekolah dan masyarakat 9) Memiliki keterbukaan (transparansi) manajemen 10)Memiliki kemauan untuk berubah

11)Melakukan evaluasi dan perbaikan secara berkelanjutan 12)Sekolah responsif dan antisipatif terhadap kebutuhan 13)Memiliki komunikasi yang baik

14)Memiliki akuntabilitas

15)Memiliki kemampuan menjaga keberlanjutan15

7. Perencanaan Peningkatan Kinerja Sekolah

a. Pelibatan Komunitas Sekolah Dalam Perencanaan

Perencanaan pengembangan dan peningkatan mutu sekolah, termasuk dalam kerangka Manajemen Sekolah mengintegral dengan proses kemanusiaan dan pemanusiaan. Kaufman merumuskan kriteria umum perencanaan sistem pendidikan yang diparafrasakan seperti berikut ini. Pertama, pendekatan perencanaan system pendidikan harus membantu membuat pendidikan berperikemanusiaan. Kedua,

14

Ibid., h. 29

15Jamil Suprihatiningrum, Guru Profesional, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), Cet. Ke-1,

(49)

Pendekatan perencanaan sistem pendidikan harus menolong perubahan institusi, dalam makna mampu memperkaya cara baru, ide baru, dan metode baru. Jika rencana membatasi perubahan, rencana harus diubah. Ketiga, pendekatan perencanaan sistem pendidikan harus membantu sekolah dalam melihat gambaran secara holistis.

Perencanaan harus memenuhi pandangan global, bukan kesinambungan yang sempit, pandangan yang memusatkan pada sebagian kecil orang. Satu sistem pendekatan dapat berarti kemampuan menunjukkan arti identifikasi, dokumentasi, menyeleksi masalah, menentukan cara pemecahan dari pilihan-pilihan yang mungkin, dan melakukan evaluasi. Dalam perencanaan harus jelas serial kegiatan, seperti identifikasi, pembatasan, seleksi, dan prioritas kebutuhan atau disebut dengan analisis kebutuhan. Menurut Kaufman yang dikutip oleh Jamil Suprihatiningrum instrument untuk mencapai apa menjadi apa yang harus ada menempuh proses enam langkah pemecahan masalah, yaitu 1) identifikasi masalah, 2) menentukan kebutuhan dan solusi alternatif, 3) menyeleksi solusi dari beberapa pilihan, 4) menerapkan solusi yang dipilih, 5) menentukan efisiensi dan efektivitas pekerjaan, dan 6) memikirkan lebih lanjut pada langkah apa pun dari sebuah proses.16

16

(50)

b. Tahap Perencanaan Peningkatan Kinerja Sekolah

Perencanaan sekolah merupakan penggambaran masa depan dari sosok institusi sekolah yang dikehendaki oleh warganya. Setiap sekolah harus mempunyai rencana pengembangan. Rencana pengembangan sekolah merupakan rencana yang komprehensif untuk mengoptimalkan pemanfaatan segala sumber daya yang ada dan yang mungkin diperoleh guna mencapai tujuan yang diinginkan di masa datang. Langkah Kerja Peningkatan Mutu Sekolah

1) Me-review arah strategis kebijakan pendidikan dan agenda perbaikan pendidikan pada umumnya.

2) Menelaah dan meyempurnakan kembali statement tentang visi, misi, tujuan, dan sasaran sekolah.

3) Melakukan evaluasi diri (self-assessment) dan analisis SWOT untuk menentukan posisi sekolah.

4) Mengidentifikasi kebutuhan dan/atau peluang peningkatan.

5) Perumusan strategi dan tindakan yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut.

6) Melakukan kegiatan monitor dan evaluasi untuk mengukur perkembangan secara periodik dari implementasi program.

7) Melakukan analisis data, mengumumkan, dan menyampaikan laporan kemajuan itu kepada masyarakat dan pihak-pihak lain yang berkepentingan.

8. Pengorganisasian dalam Kerangka Manajemen Sekolah

a. Makna Organisasi Sekolah Dalam Kerangka Fungsi Manajemen Sekolah

(51)

itu idealnya dicapai melalui proses yang elegan berupa suasana yang kondusif, iklim sehat, berbasis realitas, dan manusiawi, dengan hasil yang optimum. Frasa “tujuan tertentu” bermakna mengakses, menunjukkan empati, dan membangun simpati

terhadap institusi dan proses yang ada di dalamnya bagi keberhasilan mencapai standar kognitif, afektif, dan psikomotor yang dikehendaki dan dimungkinkan. Inisiatif dan praksis pencapaian tujuan itu dilakukan melalui sistem kerja sama.17

b. Tiga Pendekatan Organisasi

Organisasi sekolah dapat didekati dari tiga pendekatan. Pertama adalah pendekatan struktural. Istilah struktur merujuk pada bagaimana pekerjaan keorganisasian dibagi, dikelompokkan, dan dikoordinasi secara formal. Secara struktural, sekolah diorganisasikan dengan struktur tertentu sehingga komunitas sekolah ada yang menduduki posisi kepala sekolah, wakil kepala sekolah, koordinator bimbingan konseling (BK), kepala sub bagian tata usaha, staf tata usaha, wali kelas, guru, organisasi siswa, dan sebagainya. Pendekatan ini juga memandang institusi persekolahan sebagai unit struktur atau bagian dari siprastruktur yang lebih besar, dalam hal ini Depdiknas atau Dinas Diknas. Kalau efisiensi yang diutamakan maka struktur organisasi sekolah sebaiknya ditata seramping mungkin. Sebaliknya, kalau target partisipasi dan kaderisasi yang diutamakan, struktur yang gemuk dapat ditoleransi.

Dilihat dari perspektif yang lebih luas, organisasi sekolah merupakan subunit struktur dari suprastruktur yang lebih besar. Idealnya, suprastruktur tidak

17

(52)

memposisikan organisasi institusi persekolahan sebagai perpanjangan tangan atau unit birokrasi semata-semata, tetapi sebagai unit yang dalam batas-batas cukup luas dapat berkreasi menurut kaidah-kaidah Manajemen Sekolah. Sinergi antara “suprastruktur” dan “infrastruktur” digerakkan oleh peraturan, anggaran dasar, dan

visi secara simultan. Penataan struktur organisasi sekolah harus mampu menjelaskan hal-hal berikut ini.

1) Rantai komando untuk menjelaskan siapa berada pada posisi mana dan bertanggung jawab kepada siapa. Sebutan rantai komando disini tidak identik dengan perilaku otoriter, tetapi sebatas untuk memperlancar tugas-tugas administratif semata.

2) Wewenang atau otoritas mengacu pada hak-hak yang inheren untuk memerintah, mendelegasikan atau melimpahkan kewenangan, dan mengharapkan perintah atau pendelegasian/pelimpahan wewenang itu dipatuhi.

3) Kesatuan komando merujuk pada komitmen untuk mengamankan konsep garis wewenang dengan tetap membuka peluang untuk berperilaku kreatif pada tingkat praksis.

4) Rentang kendali atau jumlah tingkat manajerial yang dimilki oleh sebuah organisasi sekolah.

5) Fungsi merujuk pada siapa mengerjakan apa, pada situasi seperti apa, dengan sumber daya macam apa, dan untuk tujuan apa.

6) Formalisasi merujuk pada pembakuan kerja untuk masing-masing unit dengan uraian tugas tertentu.18

Kedua adalah pendekatan fungsional. Struktur organisasi sekolah yang ditata sedemikian rupa bukan untuk membentuk “kelas sosial” di lingkungan institusi persekolahan, melainkan agar masing-masing orang atau kelompok orang yang duduk pada unit struktur itu dapat melaksanakan tugas pokok dan fungsinya secara dinamis, efektif, dan efesien. Idealnya, organisasi sekolah distrukturkan sesuai dengan fungsinya. Orang-orang yang duduk pada masing-masing struktur itu harus

18

(53)

terpercaya dan dipercaya secara fungsional, otonom dalam tugas, tetapi tetap sinergis dalam bertindak. Setiap orang harus bekerja berbasis visi dengan kriteria proses dan hasil yang jelas. Mereka yang duduk atau menerima tawaran untuk duduk pada unit struktur harus memiliki antusiasme dan komitmen untuk menjalankan tugas pokok dan fungsinya. Kalau sebatas nama, sebaiknya tidak masuk dalam struktur keorganisasian institusi persekolahan.

Ketiga adalah pendekatan struktural-fungsional. Struktur institusi persekolahan perlu ditata secara benar dan setiap orang yang berbeda pada struktur organisasi sekolah melakukan tugas pokok dan fungsinya secara benar. Mereka harus bekerja secara benar dan mengerjakan yang benar. Misalnya, kalau di dalam sebuah kepanitiaan yang dibentuk oleh sekolah, tidak akan mengurusi surat-menyurat atau dokumentasi, tidak perlu ditunjuk sekretaris atau petugas kesekretariatan atau seksi dokumentasi.19

c. Disekonomi, Feminisasi Organisasi, dan Budaya Sekolah

Kepala sekolah, guru, atau orang-orang yang ahli atau terpesialisasi biasanya memiliki nilai jual dan produktivitas kerja tertentu. Mereka bekerja secara kompeten, menghasilkan produksi, dan laku jual. Mereka juga, menjadi idola bagi anak didik dan masyarakat. Namun demikian, penempatan orang-orang yang ahli di bidangnya atau terspesialisasi pada waktu lama cenderung melahirkan disekonomi alias penurunan kinerja. Secara umum, gejala atau kenyataan disekonomi ini disebabkan oleh:

19

(54)

1) Kebosanan, 2) Kelelahan, 3) Monotoni, 4) Stres,

5) Etos untuk meningkatkan produktivitas rendah,

6) Semangat untuk meningkatkan kualitas layanan buruk, 7) Tingkat pembolosan meningkat,

8) Ketidakpedulian tinggi, 9) Lupa diri,

10) Berulah buruk, serta,

11) Kemungkinan “loncat pagar”, dan lain-lain.20

Komunitas sekolah terutama kepala sekolah dan guru harus mempertahankan etos kerja untuk menggaransi citra sekolah serta meningkatkan mutu proses pendidikan dan pembelajaran secara terus-menerus. Pada sisi lain, tampaknya sekolah pun layak dikelola dengan cara menganut “ideologi” feminisasi. Istilah femininisasi

di sini tidak identik dengan era wanita dalam kepemimpinan institusi persekolahan. Tidak pula identik dengan dominasi wanita dalam institusi persekolahan. Melainkan, bahwa perbedaan jenis kelamin telah melahirkan nilai-nilai dan preferensi struktural. Teori ini dibangun atas dasar temuan primer melalui penelitian, bahwa wanita lebih menyukai organisasi yang menekankan hubungan dan berhubungan dengan orang lain. Hal itu menjadi esensial di lembaga sekolah. Hubungan yang dimaksud adalah hubungan yang edukatif atau pedagogis antara kepala sekolah dan guru, kepala sekolah dan siswa, guru dan siswa, siswa dan staf tata usaha, dan sebagainya. Organisasi feminin dapat diberi makna bagaimana wanita diasosiasikan. Asosiasi yang dimaksudkan disini adalah persamaan sifat. Wanita diasosiasikan sebagai sosok yang karena perannya di dalam keluarga, mampu mengajarkan nilai-nilai untuk

20

(55)

mendukung dan mengasuh orang lain, melindungi hubungan-hubungan jangka panjang, mengusahakan pemecahan masalah ketika semua orang menang, dan jika mungkin menciptakan hubungan kepentingan secara timbal-balik.

Karakteristik organisasi feminin di institusi persekolahan adalah sebagai berikut. a) Anggota komunitas sekolah dihargai sebagai manusia individual

b) Komunitas sekolah tampil secara niroportunistis, hubungan yang bernilai, bukan sekedar hubungan instrumental.

c) Karier kepala sekolah dan guru didefinisikan sebagai bentuk layanan kepada orang lain. Kalau sejawat terpilih atau mengalami promosi, tidak lebih daripada sebuah konsekuensi logis karena prestasinya, bukan sekedar nasib baik.

d) Komitmen pada pertumbuhan intitusi dan komunitas.

e) Penciptaan komunitas sekolah yang peduli terhadap kepentingan pendidikan dan pembelajaran.

f) Berbagi kekuasaan sesuai dengan kewenangan, keahlian, dan keterampilan.21 Budaya organisasi mengandung makna sebuah sistem nilai yang secara taat asas dianut oleh komunitas sebuah organisasi tertentu yang membedakannya dengan organisasi-organisasi lain. Pada konteks ini, institusi persekolahan disebut memiliki budaya organisasi yang khas jika suatu sistem nilai atau makna bersama yang di anut oleh komunitasnya berbeda dengan sistem nilai yang di anut oleh anggota komunitas lainnya.

Sistem nilai atau sistem makna adalah seperangkat karakteristik primer dari budaya organisasi, yaitu sebagai berikut:

(1) Keanggotaan komunitas sekolah yang inovatif dan siap mengambil resiko, setidaknya pada tingkat moderat;

(2) Komunitas sekolah, khususnya kepala sekolah, guru, laboran, staf tata usaha, dan pustakawan bertindak secara presisi, atau memiliki ketepatan;

(3) Aksi riil komunitas sekolah, khususnya kepala sekolah dan guru, lebih dominan ketimbang verbalistik;

(4) Fokus kerja kepala sekolah dan guru berorientasi pada hasil, sedangkan teknik, dan proses kerja adalah instrumen;

21

(56)

(5) Berorientasi kepada orang atau komunitas pengguna langsung atau tidak langsung;

(6) Sinergi kerja secara tim;

(7) Keresponsifan dan keagresifan kerja (8) Keajegan dan konsistensi kebijakan;

(9) Keterbacaan visi, misi, tujuan, kebijakan, dan implementasi; (10)Akuntabilitas dan sustanabilitas program.22

d. Reorientasi Kultur Manajemen Sekolah

Perubahan pola manajemen sekolah dari konvensional (sentralistik) ke berbasis Manajemen Sekolah (desentralisasi) berimplikasi pada perubahan kultur organisasi sekolah. Masih dalam skema pemikiran mengenai kultur organisasi lembaga pendidikan pengemban amanah penyiapan SDM itu, berikut ini disajikan alternatif perubahan kultural keorganisasian institusi persekolahan. Perubahan yang dimaksud idealnya mengintgral pada seluruh komunitas institusi persekolahan.

Munculnya sebuah tatanan perilaku ideal dari komunitas sekolah merupakan interaksi sinergis dari perilaku yang ditampilkan oleh bagian-bagiannya. Ibaratnya, kekuatan sebuah tim kesebelasan sepak bola tidak identik dengan kumpulan kekuatan sebelas orang pemain yang di dalamnya saling menafikan, misalnya, sama-sama bersikeras ingin mencetak gol terbanyak. Dengan demikian, dalam operasi kerjanya, pimpinan institusi persekolahan harus memandang sistem operasi kerjanya, pimpinan institusi persekolahan harus memandang sistem sekolahnya sebagai keseluruhan dan fokus kerjanya beranjak dari lingkungan sistem yang holistis itu. Format kerja

22

(57)

kepemimpinan seperti itulah yang akan mampu mendorong perubahan dan mencapai produk prakarsa perubahan yang diharapkan.23

9. Partisipasi dalam Penerapan Manajemen Sekolah

Partisipasi dan keterlibatan pihak-pihak yang berkepentingan memungkinkan lahirnya kebijakan dan keputusan yang baik. Karena itu perlu komunikasi intensif dan terbuka antara pihak-pihak berkepentingan seperti komite sekolah, Dinas Pendidikan setempat, orang tua peserta didik, kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru-guru, tenaga kependidikan, karyawan sekolah, anak didik, dan pihak lain yang berkepentingan. Untuk memenuhi layanan belajar yang memuaskan, maka aspirasi masyarakat melalui suatu wadah seperti Komite Sekolah diakomodasikan dalam berbagai kepentingan untuk peningkatan kinerja sekolah. Antara lain direfleksikan pada rumusan visi, misi, tujuan, dan program-program prioritas sekolah. Menyusun dan menentukan strategi penyelenggaraan program sekolah, dan mampu menentukan arah pembangunan pendidikan di sekolah yang sesuai dengan tuntutan masyarakatnya akan kualitas layanan belajar di sekolah.24

Tidak ada pihak berkepentingan (stakeholders) yang dianggap superior. Semua stakeholders walau mereka Dewan Pendidikan, guru baru, atau orang tua, membawa input (pengalaman) dan kebutuhan mereka ke meja diskusi untuk mencari jalan terbaik membantu memenuhi keperluan mereka sendiri. Tanggapan masyarakat sekolah terhadap Manajemen Sekolah akan tergantung pada bagaimana persepsi

23 Ibid.

24Syaiful Sagala, Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan, (Bandung:

(58)

mereka mengahadapi gejala atau problem yang berkembang dan keputusan yang diambil. Fleksibilitas tidak akan mungkin lahir pada sekolah yang masih dikendalikan dari atas dengan system sentralistik, dimana keputusan yang berkaitan dengan sekolah harus diputuskan oleh institusi di atas sekolah seperti gubernur, bupati/walikota, dan legislative setempat. Partisipasi harus menunjukkan 1) adanya pemahaman tentang proses penyelenggaraan pendidikan yang partisipatif, 2) adanya proses pengambilan keputusan yang berdasarkan komitmen bersama, 3) tersedia mekanisme pengumpulan aspirasi dan pedoman pelaksanaan proses partisipatif, dan 4) tersedianya forum konsultasi, termasuk forum stakeholders, Musrenbang, forum SKPD, dan lain sebagainya.25

Oleh karena itu, keputusan partisipatif yang diambil pada tingkat sekolah akan mendorong munculnya inisiatif dan kreativitas warga sekolah. Gubernur, bupati/walikota, legislatif, dan sekolah seharusnya senantiasa mencari ide mengikutsertakan pihak terkait untuk menghadapi problem yang ada. Sebab, mereka sadar betul bahwa ditangan merekalah pengambilan keputuasan dilakukan, dan dampak keputusan akan berbalik pada mereka sendiri. Pengambilan keputusan tidak bias lagi mengandalkan kekuasaan atas nama jabatan, tetapi harus mengikutsertakan orang-orang yang punya kaitan dengan penentuan keputusan dengan langkah-langkah yang benar.

Langkah-langkah yang dilakukan antara lain adalah 1) meningkatkan peran serta komite sekolah, tokoh masyarakat dalam manajemen sekolah, untuk mendukung

25

(59)

kinerja sekolah; 2) program sekolah disusun bersama kepala sekolah, guru, dan komite sekolah yang dilaksanakan dengan mengutamakan kepentingan KBM; 3) menerapkan prinsip efektifitas dan efisien dalam penggunaan sumber daya sekolah (anggaran, personil dan fasilitas); 4) kepala sekolah mampu mengambil keputusan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi lingkungan sekolah walau berbeda dari pola umum atau kebiasaan; 5) kepala sekolah, guru, konselor, karyawan sekolah, dan komite sekolah menjamin terpeliharanya sekolah yang bertanggung jawab kepada masyarakat; 6) kepala sekolah, guru, konselor, karyawan sekolah senantiasa meningkatkan profesionalismenya; 7) seluruh personil sekolah meningkatkan kemandirian sekolah di segala bidang; 8) secara bersama-sama semua unsur terkait menyusun perencanaan program sekolah (Kepala Sekolah, Guru, Komite Sekolah, Tokoh Masyarakat) secara aktif; dan 9) adanya keterbukaan dalam pengelolaan anggaran. Karaktersistik yang demikian ini tentu tidak mudah bagi sekolah, tetapi jika ada kemauan, kesungguh-sungguhan, kerjasama yang solid dan kerja keras tim sekolah. Tentu saja karakteristik demokrasi ini dapat diperoleh dan dapat mempertinggi kualitas manajemen sekolah.26

26

(60)

10. Implementasi Manajemen Sekolah

a. Dari Teori ke Praktik

Penerapan Manajemen Sekolah di Indonesia sejalan dengan kebijakan desentralisasi manajemen pemerintahan. Kebijakan desentralisasi ini merupakan suatu gerakan manajerial umum, baik di bidang bisnis, pemerintahan, maupun pengelolaan pendidikan. Me

Gambar

Tabel  1 Kompetensi Profesional Guru
Gambar  1 Kerangka Pikir
Tabel 1 Kompetensi Lulusan SMK MUHAMMADIYAH PRINGSEWU
Tabel 3 Nama-nama Kepala Sekolah Tahun 1988- 2015
+4

Referensi

Dokumen terkait

Mohon maaf sebelumnya,kalau boleh tahu berapa unit semua barang yang akan ditenderkan ini,apa betul seperti yang didalam dokumen semua dikalikan 2,kalau memang

Peserta didik memiliki berbagai potensi yang siap untuk berkembang, misalnya kebutuhan, minat, tujuan, intelegensi, emosi, dan lain-lain. Tiap individu siswa mampu

Besok aku tetap harus menghadap Raja Bumijo Gugoto untuk melaporkan kejadian tentang sebongkah emas yang aku terima dari raja, ternyata di dalamnya hanyalah batu

jauh dari dermaga, sehingga tekanan pada daerah sisi dekat dermaga lebih. rendah daripada daerah sisi jauh dari

However, this is wrong as giving a correct nroder does nor guarantce tlirt tlre students will not nrakc errors again.. on the contrary,

Nagabhuana Aneka Piranti Unit 4 dalam hal tata ruang kantor, seperti kurangnya loker pegawai, tidak adanya telepon kabel, tempat duduk yang kurang nyaman, suara bising

Telah shahih dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bahwasanya shahabat Utsman bin Abil ‘Ash Ats-Tsaqofi Radhiallahu ‘anhu mengeluhkan kepada Nabi apa yang ia dapati dari

[r]