BAB I
PENDAHULUAN
A. LATARBELAKANG MASALAH
Keberadaan musik sudah menjadi sebuah kebutuhan bagi masyarakat, baik
sebagai sarana hiburan, pendidikan, komunikasi, ekspresi diri dan lainnya .
Kebutuhan masyarakat akan musik mengakibatkan banyak bermunculan sekolah
musik, entah itu berupa sekolah formal, nonformal atau pun berupa sanggar
kesenian. Salah satu institusi yang menyelenggarakan pendidikan musik secara
formal adalah Departemen Pendidikan Musik Fakultas Pendidikan Seni dan
Desain (FPSD), Universitas Pendidikan Indonesia (UPI).
Secara formal, kurikulum yang berlaku di departemen tersebut melibatkan
aktivitas pembelajaran yang bersifat teoretis maupun praktik. Selain mengikuti
perkuliahan secara formal, mahasiswa juga memiliki banyak peluang untuk
mengikuti kegiatan praktik musikal di luar jam perkuliahan. Beberapa jenis
kegiatan musikal yang dapat diikuti oleh mahasiswa, diantaranya adalah Orkestra
Bumi Siliwangi (OsBS), ElBe Big Band, Rumah Gitar Mahasiswa (RGM), Unit
Karawitan Mahasiswa (UKM), Bambu Bumi Siliwangi (BBS) dan Orkes
Keroncong (OK). Orkes Keroncong pertama yang terbentuk di Departemen
Pendidikan Musik UPI adalah OK Lapislegit.
Orkes Keroncong Lapislegit ternyata mendapat respon positif dari civitas
akademika UPI. Meningkatnya animo akan musik keroncong di UPI bisa dilihat
dari kemunculan beberapa orkes keroncong yang lain di Departemen Pendidikan
Musik. Kemunculan pertama grup keroncong dimulai pada tahun 1996 saat itu
pemannya merupakan mahasiswa, dosen, dan karyawan. Kemudian pada tahun
1999 munculah grup keroncong mahasiswa pertama yaitu Lapislegit, disusul
generasi ke-2 tahun 2002-an, lalu generasi ke-3 (De Oemarbakrie) pada tahun
2009, generasi ke-4 tahun 2012, dan generasi ke-5 (Midaleudami) 2014.
Kemudian ada juga OK. Kabita dan OK Emosi Jiwa yang mucul pada tahun 2015.
Selain grup keroncong yang disebutkan tadi ada juga grup keroncong yang
Komunitas keroncong yang terdiri dari mahasiswa-mahasiswa aktif
mereka biasanya mengadakan latihan rutin setiap Senin malam. Ketika mulai
tahun ajaran baru Lapislegit pun biasanya melakukan demonstrasi kepada
mahasiswa baru menampilkan dan mengenalkan musik keroncong. Pada saat itu
biasanya mulai muncul ketertarikan mahasiswa baru untuk mengenal musik
keroncong lebih dekat.
Animo terhadap musik keroncong di Departemen Pendidikan Musik tampak
pada beberapa kegiatan musik yang dilaksanakan oleh mahasiswa Pendidikan
Musik misalnya Krontjong Fiesta pada tahun 2005, konser musik Longlife
Keroncong Sejak Dulu hingga Nanti pada tahun 2013, Keroncong Night pada
tahun 2014, lalu Keroncongin pada tahun 2015. Pelaksanaan acara tersebut di atas
kemungkinan muncul karena proses panjang dalam pengembangan keroncong di
Departemen Pendidikan Musik. Acara Longlife Keroncong Sejak Dulu hingga
Nanti menampilkan grup Orkes Keroncong Lapislegit dari grup yang pertama
hingga grup yang saat ini, dosen dan alumni pun ikut berpartisipasi dalam acara
ini.
Kita sebagai masyarakat Indonesia haruslah memiliki kebanggaan terhadap
musik keroncong sebagai bagian dari musik populer di Indonesia. Mengenai
musik keroncong Dieter Mack (1995, hlm.580) menyatakan :
...keroncong dan dangdut merupakan dua jenis musik populer yang biasa didekati dengan cara yang lebih spesifik, sebab terutama keroncong telah menjadi suatu gaya yang unik dan khas Indonesia, bahkan tidak bisa dikaitkan langsung dengan makna komoditi komersial, setidaknya secara historis.
Keunikan dan kekhasan musik keroncong di antaranya dapat diamati secara
musikal melalui gaya menyanyi, yang seringkali melibatkan ornamen-ornamen
etnik seperti cengkok dan nggandul. Selain dari gaya menyanyi, keunikan dan
kekhasan musik keroncong tampak pada instrumen yang digunakan yaitu biola,
cello dan double bass yang biasa digunakan dalam orkestra, lalu adanya ukulele
cak dan cuk. Keunikan lain yaitu dari cara memainannya, seperti cello yang
merupakan alat musik barat namun dimainkan dengan cara dipetik dan pola
ritmiknya seperti permainan kendang pada gamelan lalu double bass yang
Sayangnya, keroncong sebagai musik asli Indonesia ternyata kurang
diapresiasi dengan baik oleh masyarakatnya. Susi Gustina (2012, hlm.122) dalam
disertasinya Performativitas Penyanyi Perempuan dalam Pertunjukan Musik,
mengutip pernyataan seorang ahli etnomusikologi di Indonesia, Rahayu
Supanggah di Kompas, tentang kurangnya apresiasi masyarakat terhadap musik
asli Indonesia :
Selama ini orang underestimate terhadap musik etnik. Musik etnik itu bikin ngantuk, kuno. Padahal, perkembangan musik etnik yang kontemporer saat ini luar biasa. Musik etnik sebenarnya punya daya saing dan daya jual dalam industri kreatif di masa depan. Akibat globalisasi, (musik) Barat sekarang ini boleh dikata sudah habis. Mereka kini mencari sumber-sumber musik etnik, seperti di Asia, Juga di Jawa.
Salah satu faktor yang menyebabkan masyarakat underestimate dan kurang
mengapresiasi musik keroncong adalah kurangnya dukungan dari media.
Kenyataan ini dapat kita lihat dengan jelas dalam saluran televisi misalnya,
dimana hampir tidak ada acara yang menampilkan musik keroncong dan Ini
mengakibatkan genre keroncong semakin tenggelam di masyarakat luas. Namun
fenomena meningkatan popularitas musik keroncong di kampus UPI berbanding
terbalik dengan kenyataan kurangnya apresiasi musik ini di masyarakat luas.
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis mengangkat masalah ini dengan
judul “Strategi Pengembangan Musik Keroncong di Departemen Pendidikan Musik UPI Pada Periode Tahun 1996-2015”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas peneliti mengangkat topik ini dengan
rumusan masalah “bagaimana strategi pengembangan musik keroncong di
Departemen Pendidikan Seni Musik UPI pada periode tahun 1996-2015?” yang
kemudian diuraikan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana upaya pembentukan komunitas keroncong di Departemen
Pendidiakn Musik?
2. Bagaimana pengembangan komunitas keroncong di Departemen Pendidikan
Musik pada periode tahun1996-2015?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pembentukan komunitas keroncong di Departemen Pendidikan
Musik UPI.
2. Mengetahui pengembagan musik keroncong di Departemen Pendidikan Musik
UPI pada periode pahun 1996-2015.
3. Mengetahui upaya evaluasi dari pembinaan komunitas keroncong UPI.
D. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi banyak manfaat bagi
berbagai pihak. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Bagi Penulis
Membuka wawasan tentang keroncong di Departemen Pendidikan Musik
khususnya tentang strategi pengembangannya. Menambah kecintaan penulis
terhadap musik keroncong.
2. Bagi masyarakat
Dari hasil penelitian ini penulis berharap pengetahuan dan apresiasi
terhadap musik keroncong bisa bertambah dan lebih bagus lagi setelah ini banyak
generasi-genersai muda yang terjun ikut serta menjadi pelaku keroncong.
Lalu dari hasil penenelitian ini penulis berharap seniman maupun
masyarakat di daerah-daerah yang memiliki kesenian dapat menggunakan strategi
ini agar keseniannya dapat terus berlangsung dan berkembang.
E. Struktur Organisasi Skripsi
Struktur Organisasi untuk Skripsi yang berjudul Strategi Pengembangan
Musik keroncong di Departemen Pendidikan Musik disusun sebagai berikut :
1. BAB I berisikan :
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
2. BAB II berisikan :
A. Asal Usul Musik Keroncong
B. Perkembangan Musik Keroncong di Indonesia
C. Komunitas Pendukung & Strategi Pengembangan Musik Keroncong
3. BAB III berisikan :
A. Metode Penelitian
B. Tehnik Pengumpulan Data
C. Pengolahan Data
4. BAB IV berisikan :
A. Keberadaan Musik Keroncong di Departemen Pendidikan Musik UPI
B. Strategi Pengembangan Musik Keroncong di Departeman Pendidikan
Musik UPI
5. BAB V berisikan :
A. Kesimpulan