• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan hukum islam terhadap jual beli kepala kijang sebagai hiasan dan kulit kijang sebagai jimat di Desa Gedangan Sidayu Gresik.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan hukum islam terhadap jual beli kepala kijang sebagai hiasan dan kulit kijang sebagai jimat di Desa Gedangan Sidayu Gresik."

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh:

Evi Rohmawati Azizah C02213021

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syari’ah dan Hukum Jurusan Hukum Perdata Islam

Prodi Hukum Ekonomi Syari’ah (Muamalah) Surabaya

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

vii

ABSTRAK

Skripsi yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual Beli Kepala Kijang Sebagai Hiasan dan Kulit Kijang Sebagai Jimat Di Desa Gedangan

Sidayu Gresik”, penelitian ini bertujuan untuk menjawab dua rumusan masalah, yaitu bagaimana praktik jual beli kepala kijang sebagai hiasan dan kulit kijang sebagai jimat di desa Gedangan Sidayu Gresik? Dan bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap jual beli kepala kijang sebagai hiasan dan kulit kijang sebagai jimat di desa Gedangan Sidayu Gresik?

Jenis penelitian yang digunakan penulis adalah penelitian lapangan (field research) di desa Gedangan Sidayu Gresik. Teknik prngumpulan data yang digunakan dengan menggunakan metode wawancara (interview) dalam penggunaan, selanjutnya data yang telah diperoleh disusun dan dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan pola pikir induktif.

Hasil penelitian terhadap praktik jual beli kepala kijang sebagai hiasan dan jual beli kulit kijang sebagai jimat di desa Gedangan Sidayu Gresik menyimpulkan beberapa hal, yaitu pertama, praktik jual beli kepala kijang sebagai hiasan dan kulit kijang sebagai jimat menerapkan akad jual beli dalam Islam. Pembeli mendatangi rumah bapak Sutikno (penjual) dan nego untuk mendapatkan harga yang lebih murah. Kedua, Tinjauan hukum Islam terhadap jual beli kepala kijang sebagai hiasan di desa Gedangan Sidayu Gresik adalah jual beli yang hukumnya makru>h tak{rim, karena lebih banyak kemad{aratannya dari pada kemanfaatannya. Sedangkan jual beli kulit kijang sebagai jimat di desa Gedangan Sidayu Gresik adalah jual beli yang diperbolehkan dalam Islam, akan tetapi yang tidak diperbolehkan adalah pemanfaatannya yang menjerumus atau mengarah kepada kemusyrikan sehingga menjadi jual beli yang hukumnya diharamkan dalam Islam.

(7)

x

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TRANSLITERASI ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang ... 1

B.Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah ... 7

C.Rumusan Masalah ... 8

D.Kajian Pustaka ... 9

E. Tujuan Penelitian ... 12

F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 12

G.Definisi Operasional ... 13

H.Metode Penelitian ... 14

(8)

xi

C.Rukun jual beli ... 27

D.Syarat jual beli ... 28

E. Jual beli yang diperbolehkan dalam Islam ... 32

F. Jual beli yang dilarang dalam Islam ... 33

BAB III PRAKTIK JUAL BELI KEPALA KIJANG SEBAGAI HIASAN DAN KULIT KIJANG SEBAGAI JIMAT DI DESA GEDANGAN SIDAYU GRESIK A.Gambaran Umum Tentang desa ... 47

1. Keadaan geografis ... 47

2. Keadaan demografi ... 48

B.Praktik Jual beli Kepala Kijang Sebagai Hiasan dan Kulit Kijang Sebagai Jimat Di Desa Gedangan Sidayu Gresik ... 50

1. Karakteristik pemburu, penjual dan pembeli ... 50

2. Praktik jual beli kepala kijang dan kulit kijang sebagai hiasan dan kulit kijang sebagai jimat di desa Gedangan Sidayu Gresik . 55

BAB IV PRAKTIK JUAL BELI KEPALA KIJANG SEBAGAI HIASAN DAN KULIT KIJANG SEBAGAI JIMAT DI DESA GEDANGAN SIDAYU GRESIK A.Analisis terhadap Praktik Jual Beli Kepala Kijang Sebagai Hiasan dan Kulit Kijang Sebagai Jimat di desa Gedangan Sidayu Gresik ... 58

B.Tinjauan Hukum Islam terhadap Jual Beli Kepala Kijang Sebagai Hiasan dan Kulit Kijang Sebagai Jimat di desa Gedangan Sidayu Gresik ... 60

(9)
(10)

1

A. Latar Belakang Masalah

Manusia adalah makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial manusia saling membutuhkan satu sama lain, yang saling berinteraksi untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai kemajuan dalam hidupnya. Dalam Islam hubungan antara manusia satu dengan yang lain disebut muamalah. Muhammad al-Khudari mendefinisikan muamalah sebagai bentuk transaksi yang membolehkan manusia untuk saling tukar menukar manfaat diantara mereka.1 Sedangkan menurut Idris Ahmad, muamalah adalah aturan-aturan Allah SWT yang mengatur tentang hubungan manusia dengan manusia lainnya dalam usahanya untuk mendapatkan alat-alat keperluan jasmaninya dengan cara yang paling baik.2

Dalam kehidupan bermuamalah manusia selalu berhubungan satu sama lain untuk mencukupi kebutuhan hidup.3 Oleh karena itu, manusia harus saling tolong-menolong dan saling bertukar keperluan melalui kerjasama sesuai dengan hukum-hukum Allah. Seperti firman Allah dalam surat al-Ma>idah ayat 2 yang berbunyi:

1 Abdul Basith Junaidy, Asas Hukum Ekonomi dan Bisnis Islam (Surabaya: UIN Sunan Ampel

Press, 2014), 4.

2 Hasbi Ash-Shiddieqy, Pengantar Fiqh Muamalah (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1997), 3. 3 Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Muamalah (Hukum Perdata Islam) (Yogyakarta: UII

(11)

ْ اوُنَواَعَ تَو

ْ

ىَلَع

ْ

ْرِرب لا

ْ

ىَو ق تلاَو

ْ

َْلَو

ْ

ْ اوُنَواَعَ ت

ْ

ىَلَع

ْ

ْر لا

ْر ثْ

َْو

ْرِاَو ُْع لا

ْ

ْ اوُق تاَو

ْ

َْل

ْ

ِْرإ

ْ

َْل

ْ

َْش

ُْْدرْ

ْ

ْرباَقرع لا

ْ

“Dan tolong-menolonglah kalian dalam kebajikan dan ketakwaan, dan janganlah kalian tolong-menolong dalam dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kalian kepada Allah, sesungguhnya Allah teramat dahsyat siksaannya”. (QS. al-Ma>idah: 2).4

Ayat diatas menjelaskan bahwa manusia membutuhkan manusia yang lain dalam menjalankan hidupnya, maka tidak dipungkiri akan terjadi kerja sama dalam mencapai sebuah tujuan. Seperti transaksi jual beli, sewa-menyewa, utang-piutang dan lainnya. Adapun banyak aspek transaksi diatas semata-mata hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup agar lebih baik. Salah satu transaksi yang umum dimasyarakat adalah jual beli yang menguntungkan dan bermanfaat oleh kedua belah pihak.

Jual beli menurut bahasa artinya pertukaran atau saling menukar. Sedangkan menurut pengertian fikih, jual beli adalah menukar sesuatu barang dengan barang lain dengan rukun dan syarat tertentu. Jual beli dapat diartikan menukar uang dengan barang yang diinginkan sesuai dengan rukun dan syarat tertentu. Setelah jual beli dilakukan secara sah, barang yang dijual menjadi milik pembeli sedangkan uang yang dibayarkan pembeli sebagai pengganti harga barang, menjadi milik penjual.5

Jual beli yang dilakukan tidak boleh bertentangan dengan syariat Islam. Prinsip jual beli dalam Islam, tidak boleh merugikan salah satu

4 Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahannya (Surabaya: Mekar Surabaya, 2004), 157. 5 Zainul Arifin, Al-Muhadathah Hukum Ekonomi dan Bisnis Islam (Surabaya: UIN Sunan Ampel

(12)

pihak, baik penjual maupun pembeli. Jual beli harus dilakukan atas dasar suka sama suka, bukan karena paksaan. Hal ini dijelaskan oleh Allah dalam surat an-Nisa>’ ayat 29 yang berbunyi:

َْيْ

اَه دَأ

ْ

ْ درذلا

َْنْ

ْ اوُنَمآ

ْ

َْلْ

ْ اوُلُك ََ

ْ

َْو مَأ

ْ مُكَلا

ْ

ْ مُكَن يَ ب

ْ

ْرطاَب لرِ

ْرلْ

ْلرإ

ْ

ْ َِأ

ْ

ْ وُكَت

َِْْ

ْ ةَراَرِ

ْ

ْ نَع

ْْ

َرَ ت

ْ ضا

ْ

ْ نرِم

ْ مُك

ْ

َْلَو

ْ

ْ اوُلُ ت قَ ت

ْ

ْ مُكَسُف نَأ

ْ

ِْرإ

ْ

َْل

ْ

َِْاَك

ْ

ْ مُكرب

ْ

ْ يرحَر

ْ ام

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah maha penyayang kepadamu”. (QS. An-nisa>’: 29).6

Maksud dari ayat diatas adalah menurut kesepakatan para jumhur ulama bahwa jalan suka sama suka antara kedua belah pihak adalah dengan melalui sarana ija>b dan qabu>l.7

Hukum jual beli ada 4 macam yang disyariatkan oleh Islam, antara lain yaitu:

1. Mubah (boleh), merupakan hukum asal jual beli.

2. Wajib, apabila menjual merupakan keharusan, misalnya menjual barang untuk membayar hutang.

3. Sunnah, misalnya menjual barang kepada sahabat atau orang yang sangat memerlukan barang yang dijual.

4. Haram, misalnya menjual barang yang dilarang untuk diperjualbelikan. Menjual barang untuk maksiat, jual beli untuk menyakiti seseorang, jual

6 Departemen Agama RI, Al-Quran Dan Terjemahanya…, 107.

(13)

beli untuk merusak harga pasar, dan jual beli dengan tujuan merusak ketentraman masyarakat.

Adapun rukun jual beli yang dinyatakan sah apabila memenuhi rukun dan syarat jual beli. Apabila salah satu rukun jual beli tidak terpenuhi, maka jual beli tidak dapat dilakukan. Jumhur ulama menyatakan bahwa rukun jual beli itu ada empat, yaitu8:

a. Orang yang berakad atau al-muta’a>qidain (penjual dan pembeli).

b. S{ighat atau lafal ija>b qabu>l, syaratnya qabu>l sesuai dengan ija>b dan dilaksanakan dalam satu majelis.

c. Objek barang yang dijualbelikan, syaratnya antara lain barang itu suci dan terhindar dari cacat, milik seseorang dan dapat dimanfaatkan.

d. Nilai tukar untuk pengganti barang, syaratnya harga yang disepakati kedua belah pihak, harus jelas jumlahnya.

Jual beli yang diperbolehkan dalam Islam, yaitu telah memenuhi rukun dan syarat dalam jual beli. Jenis barang yang dijual halal, jenis barangnya suci, barang yang dijual memiliki manfaat, atas dasar suka sama suka bukan karena paksaan.

Adapun bentuk-bentuk jual beli jual beli yang terlarang dalam agama Islam adalah barang yang zatnya najis, jual beli yang belum jelas, jual beli yang dilarang karena menganiaya, jual beli yang merugikan, jual beli dengan

melanggar ketaatan pada pemerintah dan jual beli yang menimbulkan

(14)

mad}arat, yaitu jual beli yang dapat menimbulkan kejelekan dan kemaksiatan,

bahkan kemusyrikan.9

Jual beli bisa memberikan kemaslahatan bagi umat dalam berbisnis dan menghilangkan segala kemad{aratan di dalamnya. tentunya dilakukan dengan cara yang jujur, baik-baik dan tidak menentang seperti apa yang sudah ditetapkan dalam aturan rukun dan syarat jual beli.10

Kebanyakan orang yang belum memahami akan jual beli dalam hukum Islam terutama jual beli dengan baik. Sebagian diantara mereka lalai dan tidak mengerti, mulai rukun-rukun dan syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam jual beli sampai pada objek yang ditransaksikan dan menimbulkan kemad{aratan. Sehingga menimbulkan perilaku melanggar dalam menjalankan

kegiatan muamalah dan menyebabkan orang lalai akan tuhannya. Perilaku tersebut harus segera diubah agar setiap pelaku jual beli mampu melaksanakan jual beli yang lurus sesuai dengan syariat Islam dan mampu membedakan jual beli yang halal dan dilarang.

Kegiatan jual beli yang dibahas penulis adalah jual beli yang dilakukan di desa Gedangan kecamatan Sidayu kabupaten Gresik, yang berkaitan dengan jual beli kepala kijang dan kulit kijang. Kijang adalah salah satu rusa asli Indonesia. Kijang dalam bahasa jawa disebut dengan kidang dan dalam bahasa ilmiah disebut muntiacus muntjak. Kijang dipercaya sebagai

jenis rusa tertua, dan berasal dari dunia lama dan telah ada sejak 15 – 35 juta tahun yang lalu. Termasuk jenis hewan yang mampu berlari dengan

(15)

kecepatan tinggi. Kijang mempunyai tubuh berukuran sedang, dengan panjang tubuh termasuk kepala sekitar 89-135 cm. Ekornya sepanjang 12-23 cm sedangkan tinggi bahu sekitar 40-65 cm, dengan berat mencapai 35 kg. Rata-rata umur kijang bisa mencapai 16 tahun. Mantel rambut kijang pendek, rapat, lembut dan licin. Warna bulunya bervariasi dari coklat gelap hingga coklat terang. Pada punggung kijang terdapat garis kehitaman. Daerah perut sampai kerongkongan berwarna putih. Sedangkan daerah kerongkongan warnanya bervariasi dari putih sampai coklat muda. Kijang jantan mempunyai tanduk dan bercabang dua serta gigi taring yang keluar. Kijang memiliki keunikan dimata para spiritualis.11 Kulitnya sering digunakan sebagai media penulisan rajah dan media pelarisan.

Berdasarkan wawancara dari pelaku jual beli kepala kijang dan kulit kijang, bahwa kijang adalah hasil buruan dari sekelompok pemburu yang dilakukan pada malam hari diwaktu sepi yaitu waktu subuh dan terkadang malam hari di hutan jati Panceng. Dengan hasil buruan kijang, kijang disembelih ditempat dan daging dari kijang ini dimakan bersama oleh para pemburu, untuk kepala kijang dan kulit kijang sendiri akan diberikan kepada pemburu yang mendapatkan kijang. Menurut keterangan pelaku setelah kepala dan kulit kijang dibersihkan, kulit kijang dijemur sampai mengering dan kepala kijang diawetkan dengan formalin dan bagian otaknya disuntik

dengan cairan formalin agar otak dalam kijang tidak membusuk. Setelah itu,

11 Sultan Hadlirin, “Manfaat dan Khasiat Jimat Kulit Kijang”, dalam

(16)

kepala kijang dijemur untuk beberapa hari, dan setelah mata kijang kering diganti dengan kelereng agar kelihatan mata kijang itu hidup. Dalam penjualanya, semakin bagus dan banyak cabang tanduknya semakin pula mahal kepala kijang untuk dijadikan hiasan rumah yang menurut mayoritas masyarakat adalah suatu keindahan. Akan tetapi, ada beberapa benda yang tidak dibenarkan oleh Rasulullah untuk di jadikan hiasan, seperti burung-burung dan hewan yang sudah diawetkan. Baik dari hewan yang haram dipelihara ketika masih hidup atau dari hewan yang boleh dimanfaatkan ketika masih bernyawa. Sedangkan untuk kulit kijang penjual menjualnya secara utuh yang nanti akan digunakan pembeli sesuai dengan kebutuhan jimatnya.12

Dari gambaran diatas, maka penulis akan mengkaji permasalahan yang ada dari segi hukum Islam, yang tidak lain adalah untuk menemukan kejelasan hukum atas praktik jual beli yang terjadi di desa Gedangan kecamatan Sidayu kabupaten Gresik.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis dapat mengidentifikasikan masalah yang timbul antara lain:

1. Alasan penangkapan kijang di hutan jati panceng. 2. Proses penangkapan kijang di hutan jati panceng. 3. Manfaat penangkapan kijang di hutan jati panceng.

(17)

4. Analisis praktik jual beli kepala kijang sebagai hiasan dan kulit kijang

sebagai jimat di desa Gedangan kecamatan Sidayu kabupaten Gresik.

5. Pandangan hukum Islam tentang larangan jual beli yang menimbulkan

kemad{aratan.

6. Tinjauan hukum Islam terhadap jual beli kepala kijang sebagai hiasan dan

kulit kijang sebagai jimat di desa Gedangan kecamatan Sidayu kabupaten Gresik.

Agar penelitian ini tidak meluas dan terfokus, maka sesuai judul skripsi diatas penulis membatasi permasalahan. Dari pembatasan masalah tersebut, maka dapat dirumuskan pokok-pokok permasalahan yang dibahas adalah sebagai berikut:

1. Analisis praktik jual beli kepala kijang sebagai hiasan dan kulit kijang sebagai jimat di desa Gedangan Sidayu Gresik.

2. Tinjauan hukum Islam terhadap jual beli kepala kijang sebagai hiasan dan kulit kijang sebagai jimat di desa Gedangan Sidayu Gresik.

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana analisis praktik jual beli kepala kijang sebagai hiasan dan kulit kijang sebagai jimat di desa Gedangan Sidayu Gresik?

2. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap jual beli kepala kijang sebagai

(18)

D. Kajian Pustaka

Kajian pustaka ini merupakan deskripsi ringkas tentang kajian atau penelitian yang sudah pernah dilakukan diseputar masalah yang akan diteliti sehingga terlihat jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak merupakan pengulangan atau duplikasi dari kajian atau peneliitian yang telah ada.13

Penulis berusaha mencari judul yang berbeda dari yang pernah ada di koleksi skripsi yang ada di UIN Sunan Ampel Surabaya, mengecek dan menemukan beberapa karya skripsi yang masih dalam satu ruang lingkup dengan karya penulis, namun pembahasan dan pengkajiannya berbeda, seperti pada karya:

Pertama, Saudara Andi Purwoko Pada Tahun 2016, dengan karyanya

yang berjudul “Analisis hukum Islam terhadap praktik jual beli lutung jawa

(studi kasus di desa Trigonco kecamatan Asembagus kabupaten Situbondo)”.

Dalam karya ini terdapat dua permasalahan yang diteliti, yaitu bagaimana praktik jual beli daging lutung jawa yang dijadikan makanan dan bagaimana praktik jual beli lutung jawa yang dijadikan peliharaan. Adapun kesimpulannya adalah yang pertama menjadikan daging lutung jawa sebagai makanan dalam perspektif hukum Islam adalah hukumnya tidak sah, karena tidak memenuhi rukun dan syarat jual beli pada objek, yaitu berupa bangkai yang hakikatnya adalah najis. objek tergolong binatang buas (siba) dan

menjijikan (khabith) yang haram untuk dijadikan makanan, serta objek adalah benda muhtaram, yaitu benda yang bukan merupakan milik penjual. Dan

13

(19)

tidak sah hukumnya jual beli lutung jawa sebagai peliharaan dalam Islam karena jual beli ini telah melanggar peraturan perundang-undangan perlindungan satwa liar dan menentang ketaatan pada pemerintah, yaitu pengambilan memanfaatkan lutung jawa yang statusnya dilindungi dan mengambil hak milik umum yang dilindungi Negara.14

Kedua, saudara Mahfud Aziz. Sy pada tahun 2012, dengan karyanya

yang berjudul “Tinjauan hukum Islam terhadap jual beli peralatan ibadah

yang terbuat dari kulit binatang buas” karya ini merupakan hasil penelitian

kepustakaan untuk menjawab dua pertanyaan bagaimana proses pembuatan peralatan ibadah dari kulit binatang buas dan bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap jual beli perlengakapan ibadah yang terbuat dari kulit binatang buas. Adapun kesimpulan dari peneliti ini adalah yang pertama adalah jual beli ini sah, karena menyamak kulit bisa mensucikan kulit tersebut, sedangkan yang kedua adalah tidak sah jual belinya, karena menyamak juga dikatakan tidak bisa mensucikan kulit, sebabnya belum memenuhi syarat pensucian.15

Ketiga, saudari Farid Sinta Maulana pada tahun 2013, dengan karya

yang berjudul “Analisis hukum Islam terhadap jual beli tanduk rusa untuk

bahan obat-obatan”. Skripsi tersebut memiliki dua rumusan masalah yang menjadi fokus pembahasan, yaitu bagaimana transaksi tanduk rusa yang

14Andi Purwoko, “Analisis Hukum Islam Terhadap Praktik Jual Beli Lutung Jawa (Studi Kasus

Di Desa Trigonco Kecamatan Asembagus Kabupaten Situbondo” (Skripsi—UIN Sunan Ampel Surabaya, 2016).

15Mahfud Aziz. Sy, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual Beli Peralatan Ibadah yang Terbuat

(20)

digunakan untuk bahan obat-obatan dan bagaimana analisis hukum Islam terhadap jual beli tanduk rusa yang digunakan untuk bahan obat-obatan. Adapun hasil kesimpulan dari skripsi ini menurut analisis hukum Islam jual beli ini adalah batil, karena jual beli tersebut tidak memenuhi rukun dan syaratnya. Tanduk rusa yang diperjualbelikan bukan dari benda yang suci, karena proses pengambilannya dengan memotong tanduk rusa yang masih hidup. Hukum bagian tubuh yang dipotong pada saat hewan tersebut masih hidup adalah sama dengan bangkai yang menjadikan najis dan haram untuk dimakan serta diperjualbelikan. Transaksi jual beli ini dianggap tidak berlaku, karena jual beli tersebut tidak di legalkan hakikat maupun sifatnya. Objek transaksi dianggap tidak layak secara hukum, maka hukum transaksinya dianggap tidak terjadi.16

Dari beberapa karya skripsi diatas, maka karya yang akan penulis bahas dalam skripsi ini berbeda dari karya-karya skripsi yang pernah ada. Adapun skripsi yang akan dibahas oleh penulis adalah tentang jual beli kepala kijang sebagai hiasan dan kulit kijang sebagai jimat yang terjadi di desa Gedangan kecamatan Sidayu kabupaten Gresik. Dalam karya ini pokok pembahasan terpusat pada jual beli kepala kijang yang dijadikan sebagai hiasan dan kulit kijang yang dijadikan jimat.

16 Farid Sinta Maulana. Analisis Hukum Islam Terhadap Jual Beli Tanduk Rusa untuk Bahan

(21)

E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan masalah yan sudah dirumuskan, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk:

1. Mengetahui, memahami dan mendeskripsikan praktik jual beli kepala kijang sebagai hiasan dan kulit kijang sebagai jimat di desa Gedangan Sidayu Gresik.

2. Mengetahui, memahami dan mendeskripsikan dari segi hukum Islam terhadap jual beli kepala kijang sebagai hiasan dan kulit kijang sebagai jimat di desa Gedangan Sidayu Gresik.

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Dari kegunaan penelitian ini secara garis besar dapat berupa:

1. Kegunaan teoretis (keilmuan), berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan atau menambah wawasan pengetahuan yang berkaitan dengan praktik jual beli kepala kijang yang dijadikan hiasan dan kulit kijang sebagai jimat di desa Gedangan Sidayu Gresik, sehingga dapat dijadikan informasi bagi pembaca dan sekaligus dapat digunakan sebagai bahan penelitian lebih lanjut.

2. Kegunaan praktis (terapan), diharapkan bisa menjadi bahan masukan bagi para pembaca untuk dijadikan landasan kepada para pemikir hukum Islam

(22)

G. Definisi Operasional

Untuk memudahkan pembaca dalam memahami skripsi ini, maka perlu diberikan definisi yang jelas mengenai pokok kajian yang penulis bahas, yaitu:

Hukum Islam : Segala ketentuan Allah yang terdapat pada al-Quran, hadis dan dijabarkan oleh para ulama fikih yang tercermin dalam istinbath mereka.17 Baik berupa larangan, pilihan atau berupa syarat, sebab dan halangan dalam suatu perbuatan hukum.18 Yang dimaksud adalah jual beli kepala kijang yang dijadikan hiasan dan kulit kijang yang dijadikan jimat menurut hukum Islam.

Jual beli : Pertukaran harta tertentu dengan harta lain berdasarkan keridlaan antara keduanya atau dengan pengertian lain pemindahan hak milik dengan hak milik lain berdasarkan persetujuan dan perhitungan materi.19 Yang dimaksud adalah jual beli kepala kijang yang dijadikan hiasan dan kulit kijang yang dijadikan jimat.

Kijang : Kijang dalam bahasa jawa disebut dengan kidang dan bernama ilmiah muntiacus muntjak merupakan

17 Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Muamalat (Yogyakarta: UII Press, 2000), 3. 18 Abd. Shomad, Hukum Islam (Jakarta: Prenada Media Group, 2010), 29.

(23)

salah satu rusa asli Indonesia. Dipercaya sebagai jenis rusa tertua. Kijang berasal dari dunia lama dan telah ada sejak 15–35 juta tahun yang lalu. Termasuk jenis hewan yang mampu berlari dengan kecepatan tinggi dan memiliki keunikan dimata para spiritualis.

Gedangan : Sebuah desa yang terdapat di kecamatan Sidayu kabupaten Gresik propinsi Jawa Timur yang berbatasan dengan desa Sekapuk, desa Doudo dan desa Sukorejo, serta bersebelahan dengan hutan jati Panceng.

H. Metode Penelitian

Jenis penelitian skripsi ini adalah penelitian lapangan (field research)

yang bermaksud mempelajari secara intensif tentang latar belakang keadaan sekarang dan interaksi suatu sosial, individu, kelompok, lembaga dan masyarakat.20 Penulis mengambil pelaksanaan penelitian di desa Gedangan kecamatan Sidayu kabupaten Gresik. Metode penelitian ini adalah rencana pemecahan untuk persoalan yang sedang diteliti.

1. Data yang dihimpun

Untuk menjawab rumusan masalah, data yang dihimpun adalah:

20 Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial (Jakarta: Bumi

(24)

a. Data tentang kepala kijang sebagai hiasan dan kulit kijang sebagai jimat (data tentang proses, mekanisme dan pihak-pihak yang terlibat) dalam praktik jual beli kepala kijang sebagai hiasan dan kulit kijang sebagai jimat di desa Gedangan kecamatan Sidayu kabupaten Gresik. b. Data tentang ayat-ayat al-Quran dan hadis yang mengenai kepala

kijang sebagai hiasan dan kulit kijang sebagai jimat. 2. Sumber Data

Sesuai dengan data yang dikumpulkan diatas, maka sumber data yang dikumpulkan yaitu:

a. Sumber data primer

Adalah data yang diperoleh dan dikumpulkan langsung dari lapangan oleh penulis yang melakukan penelitian.21 Melalui wawancara dan observasi terhadap pihak-pihak yang berkaitan dengan permaslahan jual beli kepala kijang sebagai hiasan dan kulit kijang sebagai jimat, antara lain:

1) Pemburu, penjual kepala kijang dan kulit kijang.

Yaitu bapak Sutikno yang berusia 61 tahun salah satu warga desa Gedangan yang menjual kepala kijang sebagai hiasan dan kulit kijang sebagai jimat.

2) Pembeli kepala kijang dan kulit kijang.

a) Kepala kijang yang dijadikan hiasan, yaitu oleh bapak Komar, seorang warga Abar-Abir yang terletak agak jauh dari desa

(25)

Gedangan yang membeli kepala kijang untuk dijadikan hiasan rumah.

b) Kulit kijang yang dijadikan jimat, yaitu oleh bapak WGO warga Surowiti yang terletak agak jauh dari desa Gedangan yang membeli kulit kijang yang akan dijadikan jimat.

b. Sumber data sekunder

Adalah data yang diperoleh dan dihimpun oleh penulis dari sumber-sumber yang telah ada baik dari perpustakaan maupun dari sumber lain diantaranya website yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas.

Adapun sumber data sekunder yang dimaksud adalah penulis akan merujuk pada data yang sudah ada berupa literatur buku tentang hukum jual beli islam, website tentang kijang, yaitu antara lain:

1. Asas-Asas Hukum Muamalah (Hukum Perdata Islam), karya Ahmad Azhar Basyir,

2. Fiqh Islam Wa Adillatuhu, karya Wahbah Az-Zuhaili

3. Berbagai Macam Transaksi dalam Fiqih Muamalat, karya Hasan Ali.

4. Fiqh Muamalah, karya Nasrun Haroen. 5. Fiqh Ekonomi Syariah, karya Mardani.

(26)

3. Teknik pengumpulan data

Pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik:

a. Wawancara (Interview)

Yaitu teknik pengumpulan data dengan bertanya langsung kepada pihak yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas.22 Teknik ini dilakukan untuk memperoleh data yang sesuai dengan penelitian. Wawancara ini dilakukan dengan tatap muka secara langsung melalui tanya jawab, karena hal ini akan diperoleh informasi yang lengkap dan tepat sesuai yang ada di lapangan. Wawancara ini dilakukan dengan pihak-pihak yang terkait, yaitu penjual kepala kijang dan kulit kijang, yaitu bapak Sutikno. Adapun pembelinya yaitu bapak Komar yang membeli kepala kijang sebagai hiasan rumah dan bapak Wagio yang membeli kulit kijang sebagai jimat.

b. Dokumentasi

Sebagai pelengkap dalam pengumpulan data maka penulis menggunakan data dari sumber-sumber yang memberikan informasi terkait dengan permasalahan yang dikaji. Seperti pemburu sekaligus penjual dan pembeli kepala kijang yang dijadikan hiasan dan kulit

kijang yang dijadikan jimat.

(27)

4. Teknik pengolahan data

a. Editing, yaitu memeriksa kelengkapan data. Teknik ini digunakan untuk pemeriksaan kembali data-data yang telah diperoleh.

b. Organizing, yaitu menyusun data-data hasil editing sedemikian rupa sehingga menghasilkan data yang baik dan mudah dipahami.23

5. Teknik analisis data

Hasil dari pengumpulan data tersebut akan dibahas dan kemudian dilakukan analisis secara kualitatif, yaitu penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamanati dengan metode yang telah ditentukan. a. Analisis deskriptif

Yaitu dengan cara menuturkan dan menguraikan serta menjelaskan data yang terkumpul. Tujuan metode ini adalah untuk membuat deskripsi atau gambaran mengenai objek penelitian secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang telah diselidiki.24 Metode ini digunakan untuk memberikan penjelasan lebih jelas lagi mengenai jual beli kepala kijang sebagai hiasan dan jual beli kulit kijang sebagai jimat.

23Andi Prastowo, Metodelogi Penelitian Kualitatif dalam Perspektif Rancangan Penelitian

(Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014), 210.

(28)

b. Pola pikir induktif

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pola pikir induktif yang berarti pola pikir yang berpijak pada fakta-fakta yang bersifat khusus kemudian diteliti dan akhirnya dikemukakan pemecahan persoalan yang bersifat umum.25 Pola pikir ini digunakan untuk mengemukakan fakta-fakta dari hasil penelitian di desa Gedangan kecamatan Sidayu kabupaten Gresik yang kemudian dianalisis secara umum menurut hukum Islam.

I. Sistematika Pembahasan

Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas pada penelitian skripsi ini, penulis akan menggunakan isi uraian pembahasan. Adapun sistematika pembahasan penelitian skripsi ini terdiri dari lima bab, yaitu sebagai berikut:

Bab pertama, merupakan pendahuluan, pembahasan dalam bab ini terdapat sembilan sub bab antara lain, yaitu berisi latar belakang masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode penelitian dan sistematika pembahasan.

Bab kedua, merupakan landasan teori yang berisi hukum Islam tentang jual beli. Adapun sub babnya antara lain, yaitu definisi jual beli, dasar

hukum tentang jual beli, rukun dan syarat jual beli, jual beli yang

(29)

diperbolehkan dalam Islam dan jual beli yang dilarang karena menimbulkan kemad{aratan.

Bab ketiga, merupakan pembahasan tentang praktik jual beli kepala kijang sebagai hiasan dan kulit kijang sebagai jimat di desa Gedangan Sidayu Gresik. Dalam bab ini terdapat dua sub bab antara lain, yaitu gambaran umum tentang desa, yaitu keadaan geografis dan demografi desa Gedangan dan praktik jual beli kepala kijang sebagai hiasan dan kulit kijang sebagai jimat di desa Gedangan Sidayu Gresik.

Bab keempat, merupakan praktik jual beli kepala kijang sebagai hiasan dan kulit kijang sebagai jimat di desa Gedangan Sidayu Gresik yang terdapat dua pembahasan, yaitu analisis terhadap praktik jual beli kepala kijang sebagai hiasan dan kulit kijang sebagi jimat dan tinjauan hukum Islam terhadap jual beli kepala kijang Sebagai hiasan dan kulit kijang sebagai jimat di desa Gedangan Sidayu Gresik.

(30)

21

A. Definisi Jual Beli

Jual beli dalam istilah fiqh disebut dengan al-bay‘ yang berarti menjual, mengganti, dan menukar dengan sesuatu yang lain.1 Lafal al-ba’ dalam bahasa arab terkadang digunakan untuk pengertian lawannya, yakni kata ash-tary (beli). Dengan demikian, kata al-bay‘ berarti jual, tetapi sekaligus berarti beli.

Secara terminologi, jual beli dapat didefinisikan sebagai berikut:

a. Memindahkan kepemilikan harta dengan harta (tamli>k al-ma>l bi al-ma>l).2

b. Aqad yang tegak atas dasar penukaran harta atas harta, maka terjadilah hak milik secara tetap.3

c. Jual beli adalah tukar menukar harta dengan jalan suka sama suka. Atau memindahkan kepemilikan dengan adanya pergantian dengan prinsip tidak melanggar syariah.4

d. Bay adalah jual beli antara benda dengan benda, atau pertukaran benda dengan uang.5

1 Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), 111.

2 Abdurrahman al-Jaziri, Fiqih Empat Madzhab Bagian II. Terj. Chatibul Umam dan Abu

Hurairah (Jakarta: Darul Ulum Press, 2001), 2.

(31)

e. Pertukaran harta dengan harta yang diterima dengan menggunakan ija>b qabu>l dengan cara yang diijinkan oleh syara’.6

Dari definisi diatas bahwa pengertian jual beli secara terminologi adalah tukar menukar harta dengan harta atau harta dengan uang dengan berpindahnya kepemilikan atas dasar suka sama suka disertai dengan ija>b dan qabu>l.

Sedangkan menurut pengertian fikih, jual beli adalah menukar sesuatu barang dengan barang lain dengan rukun dan syarat tertentu. Jual beli dapat diartikan menukar uang dengan barang yang diinginkan sesuai dengan rukun dan syarat tertentu. Setelah jual beli dilakukan secara sah, barang yang dijual menjadi milik pembeli sedangkan uang yang dibayarkan pembeli sebagai pengganti harga barang, menjadi milik penjual.7

Menurut Wahbah az-Zuhaili, jual beli yang dikemukakan oleh para ulama fiqh yaitu Imam Hanafiyah mendefinisikannya bahwa jual beli adalah:8

ُْةَلَداَبُم

ْ

ْ لاَم

َِْْب

ْ لا

ْ

ىَلَع

ْ

ْ ه جَو

ْ

ْ ص وُص ََ

“Saling tukar menukar harta dengan cara tertentu.”

5 Yusuf Bahtiyar, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah pasal 20 ayat 2(Surabaya: Bahtiyar 196,

2014), 13.

6 Taqi> Al-Di>n Ibn Abi Bakr Ibn Muhammad Al-Husayni>, Kifa>yah Akhya>r fi Hill Gha>yah

Al-Ikhtisa>r (Beirut: Da>r Al-Kutub Al-‘Ilmiyyah, 2001), 326.

7 Zainul Arifin, Al-Muhadathah Hukum Ekonomi dan Bisnis Islam (Surabaya: UIN Sunan Ampel

Press, 2014), 6.

(32)

ُْةَلَداَبُم

ْ

ْ ئ يَش

ْ

ْ ب وُغ رَم

ْ

ِْه يِف

ْ

ِْل ثِِب

ْ

ىَلَع

ْ

ْ ه جَو

ْ

ْ دِ يَقُم

ْ

ْ ص وُص ََ

ْ

“Tukar menukar sesuatu yang diingini dengan yang sepadan melalui cara tertentu yang bermanfaat”.

Definisi lain dikemukan ulama Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah.

Menurut mereka jual beli yaitu:

ُْةَلَداَبُم

ْ

ِْلاَم لا

ْ

ِْلاَم لِِ

ْ

ا ك يِل ََ

ْ

ا كلََََو

“Saling menukar harta dengan harta dalam bentuk pemindahan milik dan pemilikan”.

Sedangkan menurut Hendi Suhendi dalam bukunya, jual beli adalah menukar barang dengan barang atau barang dengan uang dengan jalan melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang lain atas dasar merelakan dengan cara yang sesuai dengan aturan syara’.9

Dari beberapa definisi diatas bahwa inti jual beli ialah tukar menukar benda atau barang yang bermanfaat dalam bentuk pemindahan hak milik dari pihak satu ke pihak lain atas dasar kerelaan dengan ketentuan yang

dibenarkan syara’ dan disepakati.

B. Dasar Hukum Jual Beli

Jual beli sendiri adalah hukumnya mubah, tapi bisa menjadi wajib yaitu dalam keadaan terpaksa membutuhkan makanan dan minuman, maka ia wajib membeli apa saja yang menyelamatkan dirinya dari kebinasaan dan suatu keharusan menjual barang untuk membayar hutang. Dan sunnah hukum

(33)

jual beli, misalnya menjual barang kepada sahabat atau orang yang sangat memerlukan barang yang dijual. Dan jual beli itu menjadi haram hukumnya, apabila jika menjual barang yang dilarang untuk diperjualbelikan. Seperti menjual barang untuk maksiat, jual beli untuk menyakiti seseorang, jual beli untuk merusak harga pasar, dan jual beli dengan tujuan merusak ketentraman masyarakat.10 Adapun dasar hukum jual beli dari al-Quran antara lain:

a) Surah al-Baqarah (2) ayat 275:

ْلَحَأَو

ْ

ُْل

ْ

َْع يَ ب لا

ْ

َْمرَحَو

ْ

َِِْ رلا

ْ

“Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”.11

Maksud dari ayat diatas adalah, Allah memperbolehkan transaksi yang berbasis jual beli dan tanpa dibarengi dengan adanya keribaan atau penambahan dari segi uang ataupun benda, dari segi jumlah maupun waktu berlangsungnya.12

b) Surah al-Baqarah (2) ayat 282:

ا وُدِه شَأَو

ْ

اَذِإ

ْ

ْ مُت عَ ياَبَ ت

ْ

َْاَو

ْ

ْرآَضُي

ْ

ْ بِتاَك

ْ

َْاَو

ْ

ْ يِهَش

ْ دْ

ْ نِإَو

ْ

ْ فَ ت

ْ اوُلَع

ْ

ُْهنِإَف

ْ

ْ وُسُف

ْ قْ

ْ مُكِب

ْ

ُْق تاَو

ْ اوْ

َْل

ْ

ُْمُكُمِ لَعُ يَو

ْ

ُْل

َْْو

ُْل

ْ

ِْ لُكِب

ْ

ْ ء يَش

ْ

ْ يِلَع

ْ مْ

“Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan yang demikian maka sesungguhnya hal itu suatu kefasikan pada

10 Zainul Arifin, Al-Muhadathah Hukum Ekonomi dan Bisnis Islam…, 8.

(34)

dirimu. Dan bertaqwalah kepada Allah, Allah mengajarkanmu dan Allah mengetahui segala sesuatu”.13

c. Surah an-Nisa> (4) ayat 29:

َْيْ

اَه يَأ

ْ

ْ يِذلا

َْنْ

ْ اوُنَمآ

ْ

َْاْ

ْ اوُلُك ََ

ْ

ْ مُكَلاَو مَأ

ْ

ْ مُكَن يَ ب

ْ

ِْلِطاَب لِِ

ْ

ْاِإ

ْ

ْ نَأ

ْ

َْنوُكَت

ْ

ْ ةَراَِِ

ْ

ْ نَع

ْ

ْ ضاَرَ ت

ْ

ْ نِ م

ُْك

ْ مْ

َْاَو

ْ

ْ اوُلُ ت قَ ت

ْْ نَأ

ْ مُكَسُف

ْ

ْنِإ

ْ

َْل

ْ

َْناَك

ْ

ْ مُكِب

ْ

ْ يِحَر

ْ ام

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah maha penyayang kepadamu”.14

Maksud dari ayat diatas adalah menurut kesepakatan para jumhur ulama bahwa jalan suka sama suka antara kedua belah pihak adalah dengan melalui sarana ija>b dan qabu>l.

c) Hadits dari Rifa’ah ibn Rafi’:

َْعْ ن

ْ

َْةَعاَفِر

ْ

ِْن ب

َْْر

ْ عِفا

ْ

ْنَأ

ْ

ِْبنلا

ْ

ىلَص

ْ

ُّْا

ْ

ِْه يَلَع

ْ

َْملَسَو

ْ

ُْس

َْلِئْ

ْيَأ

ْ

ِْب سَك لا

ْ

؟ُبَي طَأ

ْ

َْلاَق

ْ

ْ:

ُْلَمَع

ْ

ِْلُجرلا

ْ

ِِْدَيِب

ْ

ُْكَو

ْلْ

ْ ع يَ ب

ْ

ْ ر وُر بَم

ْ

“Dari Rifa’ah ibnu Rafi’ bahwa Nabi Saw. Ditanya usaha apakah

yang paling baik ? Nabi menjawab: usaha seseorang dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang mabrur. (diriwayatkan oleh al-Bazzar dan dishahihkan oleh al-Hakim)”.15

Jual beli mabrur adalah setiap jual beli yang tidak ada dusta dan

khianat.16 Yang artinya jual beli yang jujur, tanpa diiringi dengan kecurangan-kecurangan mendapat berkat dari Allah.

13 Kementrian Agama RI, Al-Quran dan Terjemahanya…, 48. 14 Ibid., 83.

(35)

d) Hadits Nabi dari Sa’id:

ْ نَع

ْ

ْ ِبَأ

ْ

ِْد يِعَس

ْ

ِْنَع

ْ

ِْ ِبنلا

ْ

ىلَص

ْ

ُّْا

ْ

ِْه يَلَع

ْ

َْملَسَو

ْ

َْلاَق

ْ:

لَاات

ُْر ِج

ْ

ُْق وُدصلا

ْ

ُْ يِمَ ْا

ْ

َْعَم

ْ

ْنلا

ِْيِب

َْ ي

ْ

َْ يِقِ دِ صلاَو

ْ

دَهشلاَو

آِْء

.

“Dari Abi Said dari Nabi saw, beliau bersabda: pedagang yang jujur (benar) dan dapat dipercaya nanti bersama-sama dengan Nabi, shiddiqin, syuhada. (HR. Tirmidzi)”.17

Dari ayat-ayat dan hadis yang dikemukakan diatas dapat dipahami bahwa jual beli merupakan pekerjaan yang halal dan mulia. Apabila pelakunya jujur, maka kedudukannya diakhirat nanti setara dengan para Nabi, syuhada dan shiddiqin.

Lalu dijelaskan juga dalam ijma’, yaitu:

Ulama telah sepakat bahwa jual beli diperbolehkan dengan alasan bahwa manusia tidak akan mampu mencukupi kebutuhan dirinya, tanpa bantuan orang lain. Namun demikian, bantuan atau barang milik orang lain yang dibutuhkannya itu, harus diganti dengan barang lainnya yang sesuai.18

Ibnu Qudamah menyatakan bahwa kaum muslimin telah sepakat tentang diperbolehkannya bay‘ karena mengandung hikmah yang

mendasar, yakni setiap orang pasti mempunyai ketergantungan terhadap suatu yang dimiliki rekannya (orang lain), dan orang lain tersebut tidak akan memberikan sesuatu yang ia butuhkan tanpa ada pengorbanan.

17 At-Tirmidzi, Sunan at-Tirmidzi Juz 3. Nomor hadits 1209, CD Room. Maktabah Kutub

al-Mutun, Silsilah al-,Ilm an-Nafi’, Seri 4, al-Isdhar al-Awwal, 1426 H, 515.

(36)

Dengan disyariatkan bay‘ setiap orang dapat meraih tujuannya dan memenuhi kebutuhannya.19

Dalam Qiyas ulama’ dijelaskan bahwa semua syariat Allah SWT yang berlaku pasti mengandung hikmah dan kerahasiaan yang tidak diragukan lagi oleh siapapun. Adapun hikmah dari persyariatan bay‘ adalah sebagai media atau sarana umat Islam dalam memenuhi kebutuhannya. Semua itu tidak akan terealisasi tanpa adanya peranan orang lain dengan cara tukar menukar (barter) dan kebutuhan hidup lainnya dengan orang lain, dan saling memberi juga menerima antar manusia sehingga hajat hidupnya terpenuhi.20

C. Rukun Jual Beli

Jual beli mempunyai rukun dan syarat yang harus dipenuhi, sehingga

jual beli itu dapat dikatakan sah oleh syara’. Dalam menentukan rukun jual

beli terdapat perbedaan pendapat ulama Hanafiyah dan jumhur ulama.21 Adapun rukun jual beli menurut ulama Hanafiyah adalah hanya ija>b dan qabu>l, menurut mereka yang menjadi rukun dalam jual beli itu hanyalah kerelaan (rid}a>). Kerelaan itu merupakan unsur hati yang sulit untuk diindera sehingga tidak kelihatan. Hal ini diilustrasikan dalam bentuk ungkapan ija>b dan qabu>l melalui pemberian barang dan harga barang. Akan tetapi, jumhur

ulama menyatakan bahwa rukun jual beli itu ada empat, yaitu:

19 Ath-Thayyar, dkk, Ensiklopedia Fiqih Muamalah (Jakarta: Maktabah al-Hanif, 2009), 5. 20 Ibid., 5.

(37)

a. Orang yang berakad atau al-muta’a>qidain (penjual dan pembeli) yaitu, individu atau kelompok yang melakukan kegiatan yang terdiri dari bay‘ (penjual) dan mushtary (pembeli) yang menjual dan membeli barang yang

diakadkan.

b. S{i>ghat atau lafal ija>b qabu>l yaitu, ucapan atau lafad penyerahan hak milik (ija>b) dari satu pihak dan penerimaan hak milik (qabu>l) dari pihak lain

dari penjual maupun pembeli.

c. Objek barang yang dijualbelikan (ma’qu>d ‘alayh) yaitu, objek atau barang atau uang atau nilai tukar lainnya yang ditransaksikan dalam jual beli. d. Harga barang, yaitu nilai tukar untuk pengganti barang yang

diperjualbelikan.

D. Syarat Jual Beli

Adapun syarat-syarat jual beli sesuai dengan rukun jual beli yang dikemukakan jumhur ulama diatas adalah sebagai berikut:

a. Syarat-syarat orang yang berakad, ialah berakal. Jumhur ulama berpandangan bahwa jual beli yang dilakukan oleh anak kecil yang belum berakal atau orang gila, hukumnya tidak sah, yang melakukan akad itu adalah orang yang berbeda. Adapun anak-anak yang sudah mengerti, tetapi belum dewasa, boleh berjual beli yang kecil-kecil seperti korek api

dan sebagainya.22

(38)

b. Syarat-syarat ija>b qabu>l. Menurut kesepakatan para ulama, unsur yang paling utama dalam jual beli adalah saling rela antara kedua belah pihak. Apabila ijab qabu>l telah diucapkan dalam akad jual beli, maka pemilikan barang atau uang telah berpindah tangan dari pemilik semula. Untuk itu para ulama fiqih mengemukakan syarat ijab qabu>l itu sebagai berikut: 1) Orang yang mengucapkannya telah baligh dan berakal.

2) Qabu>l sesuai dengan ija>b.

3) Ija>b dan qabu>l itu dilaksanakan dalam satu majelis.

c. Syarat-syarat barang yang diperjualbelikan (ma’qu>d ‘alayh), antara lain, sebagai berikut:

1) Barang yang dijual harus suci, tidak menjual barang najis seperti anjing, arak, babi, bangkai dan lain-lain.

2) Barang itu ada, atau tidak ada ditempat, tetapi penjual menyatakan kesanggupannya untuk mengadakan barang itu.

3) Dapat dimanfaatkan dan bermanfaat bagi manusia. Dengan demikian, tidak diperbolehkan melakukan jual beli barang yang diharamkan oleh agama seperti khamar (minuman keras), babi, alat untuk hura-hura dan bangkai. Dalam firman Allah SWT yang berbunyi:

a. Surah al-Baqarah ayat 219:

(39)

“Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang khamar dan judi. Katakanlah, pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. Tetapi dosanya lebih besar daripada manfaatnya. Dan mereka menanyakan kepadamu tentang apa yang harus mereka infakkan. Katakanlah, kelebihan dari apa yang diperlukan. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayatnya kepadamu supaya kamu berfikir”.23

b. Surah al-Ma>idah ayat 90:

َْيْ

اَه يَأ

ْ

ْ يِذلا

َْنْ

ْ اوُنَمآ

ْ

َِّْإا

ْ

ُْر مَ ْا

ْ

ُْرِس يَم لاَو

ْ

َْ ْاَو

ْ ن

َْص

ُْبا

ْ

َْ ْاَو

ُْمَا ز

ْ

ْ س جِر

ْ

ْ نِ م

ْ

ِْلَمَع

ْ

ِْناَط يشلا

ْ

ْ وُ بِنَت جاَف

ُْْ

ْ مُكلَعَل

ْ

ْ وُحِل فُ ت

َْن

“Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung”.24

Akan tetapi ada beberapa hewan yang dapat dimanfaatkan, seperti beruang, singa dan binatang lain yang berguna untuk berburu atau dapat dimanfaatkan kulitnya. Gajah yang dimanfaatkan untuk mengangkut barang, anjing- anjing yang dapat dijinakkan untuk penjaga keamanan, burung beo, burung merak dan burung-burung lainnya yang bentuknya indah sekalipun yang tidak untuk dimakan tetapi dengan tujuan menikmati suara dan keindahan bentuknya. 25 4) Boleh diserahkan saat akad berlangsung atau pada waktu yang

disepakati bersama ketika transaksi berlangsung.

5) Jual beli itu terhindar dari cacat, seperti kriteria barang yang diperjual belikan itu tidak diketahui, baik jenis, kualitas, maupun kuantitasnya,

23 Kementrian Agama RI, Al-Quran dan Terjemahanya…, 34. 24 Ibid., 123.

(40)

jumlah harga tidak jelas, jual beli itu mengandung unsur paksaan, tipuan, mad}arat, serta adanya syarat-syarat lain yang membuat jual beli itu rusak.

6) Apabila barang yang diperjualbelikan itu benda bergerak, maka barang itu boleh langsung dikuasai pembeli dan harga barang dikuasai penjual.

7) Syarat yang terkait dengan jual beli. Jual beli boleh dilaksanakan apabila yang berakad mempunyai kekuasaan untuk melakukan jual beli. Misalnya barang itu milik sendiri dan bukan milik orang lain. 8) Milik seseorang. Disyaratkan agar kedua pihak yang melakukan akad

jual beli adalah orang yang mempunyai hak milik penuh terhadap barang yang sedang diperjualbelikan atau ia mempunyai hak untuk menggantikan posisi pemilik barang yang asli.26

Al-Wazir berpendapat para ulama sepakat bahwa tidak diperbolehkan menjual barang yang bukan miliknya sendiri dan bukan dalam kekuasaannya, kemudian ada yang membelinya.

d. Syarat-syarat nilai tukar pengganti barang, para ulama fiqih mengemukakan beberapa syarat, yaitu:

1) Harga yang disepakati kedua belah pihak, harus jelas jumlahnya. 2) Boleh diserahkan pada waktu akad, sekalipun secara hukum, seperti

pembayaran dengan cek dan kartu kredit. Apabila harga barang itu dibayar kemudian (berutang), maka waktu pembayarannya harus jelas.

(41)

3) Apabila jual beli itu dilakukan dengan saling mempertukarkan barang, maka barang yang dijadikan nilai tukar barang yang diharamkan

syara’, seperti babi dan khamar, karena kedua jenis benda ini tidak

bernilai dalam syara’.

E. Jual Beli yang Diperbolehkan dalam Islam

Jual beli yang yang diperbolehkan oleh agama Islam adalah jual beli yang dilakukan dengan kejujuran, tidak ada kesamaran ataupun unsur penipuan dan tidak menimbulkan kemudaratan. Kemudian rukun dan syaratnya terpenuhi, barangnya bukan milik orang lain dan tidak terikat dengan khiyar lagi.

Ditinjau dari segi objek atau barangnya jual beli dapat dibedakan menjadi:27

1. Jual beli as}-s}arf, yaitu jual beli mata uang dengan mata uang yang sama atau berbeda jenis, seperti menjual rupiah dengan dolar Amerika, rupiah dengan rial dan sebagainya.

2. Jual beli al-mut}laq, yaitu jual beli barang dengan uang secara mutlak. 3. Jual beli as-salam, yaitu menjual suatu barang yang penyerahannya

ditunda, atau menjual suatu barang yang ciri-cirinya jelas dengan pembayaran modal lebih awal, sedangkan barangnya diserhkan kemudian hari sesuai dengan waktu yang disepakati. Jual beli pesanan (as-salam)

(42)

lebih terlihat dalam pembelian alat-alat furniture, seperti kursi tamu, kursi tidur, lemari pakaian dan lemari dapur.28

4. Jual beli muqayyadah, yaitu jual beli dengan cara menukar barang dengan barang, seperti menukar baju dengan sepatu.

Dan ditinjau ukurannya, dapat dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu: 1. Jual beli musa>wamah, yaitu jual beli yang sudah disepakati harganya oleh

kedua belah pihak dan pembeli telah melihat barang yang dibelinya sehingga tidak menimbulkan fitnah diantara keduanya.

2. Jual beli mura>bahah, yaitu menjual suatu barang dengan melebihi harga pokok atau menjual barang dengan menaikkan harga barang dari harga aslinya, sehingga penjual mendapatkan keuntungan sesuai dengan tujuan bisnis.

3. Jual beli al-tauliyah, yaitu menjual barang dengan harga yang sama dari harga pengambilan, tanpa ada keuntungan dan kerugian.

4. Jual beli al-wad}i’iyyah, yaitu menjual barang dengan harga yang lebih murah dari harga pengambilannya, dan kerugian sudah diketahui.

F. Jual Beli yang Dilarang dalam Islam

Jual beli yang dilarang ada dua: pertama, jual beli yang dilarang dan hukumnya tidak sah (batal), yaitu jual beli yang tidak memenuhi syarat dan

rukunnya. Kedua, jual beli yang hukumnya sah tapi dilarang, yaitu jual beli yang memenuhi syarat dan rukunnya, tetapi ada beberapa faktor yang

(43)

menghalangi kebolehan proses jual beli. Dan yang akan diuraikan oleh penulis disini adalah macam-macam jual beli yang dilarang dan hukumnya tidak sah (batal). Adapun bentuk jual beli yang termasuk dalam kategori kegiatan jual beli terlarang karena tidak memenuhi syarat dan rukunnya adalah sebagai berikut:

1) Jual beli yang belum jelas, sesuatu yang bersifat spekulasi atau samar samar, hal ini adalah haram untuk diperjualbelikan, karena bisa merugikan salah satu pihak, baik penjual maupun pembeli. Yang dimaksud dengan samar-samar disini adalah tidak jelas baik harganya barangnya, kadarnya, masa pembayarannya, maupun ketidakjelasan yang lainnya.

2) Jual beli yang dilarang karena menganiaya, suatu jual beli yang menimbulkan penganiayaan hukumnya haram, seperti menjual anak binatang yang masih membutuhkan (bergantung) kepada induknya, memburu binatang dengan jalan yang tidak dibenarkan, memisahkan binatang yang masih bayi dari induknya dan sebagainya.

3) Jual beli terlarang karena ada faktor lain yang merugikan pihak-pihak terkait.

4) Jual beli dengan melanggar ketaatan pada pemerintah. Taat disini adalah tunduk, turut, patuh, tidak hanya kepada Allah SWT. Rasulullah Saw, melainkan juga pada pemimpin atau pemerintah, yaitu tidak melakukan

(44)

5) Jual beli yang menimbulkan mad}arat, ialah segala sesuatu yang dapat menimbulkan kekejelekan dan kemaksiatan, bahkan kemusyrikan. Seperti firman Allah:

ْ نُكَت لَو

ْ

ْ مُكنِ م

ْ

ْ ةمُأ

ْ

ْ وُع دَي

َْنْ

َْلِإ

ْ

ِْ يَ ْا

ْ

ْ وُرُم َََو

َْنْ

ْ وُر عَم لِِ

ِْف

َْْو

َْن وَه نَ ي

ْ

ِْنَع

ْ

ْ نُم لا

ِْرَك

ْ

َْكِئ َل وُأَو

ْ

ُْمُْ

ُْم لا

ْ وُحِل ف

َْن

“Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. (QS. al-Imra>n 104)”.29

Maksud dari kata ma’ruf ialah segala perbuatan yang

mendekatkan diri kepada Allah, sedangkan mungkar ialah segala perbuatan yang menjauhkan diri dari Allah. Ayat al-Quran diatas dengan tegas memerintahkan kepada umat untuk melaksanakan kebajikan dan meninggalkan kejahatan (kekeliruan).30 beberapa kegiatan yang mendatangkan kemad}aratan adalah :

a. Kemewahan

Tidak mengapa bagi orang muslim menghiasi rumahnya dengan berbagai macam bunga, lukisan, ukiran, perhiasan halal lainnya. Firman Allah yang berbunyi:

ْ لُق

ْ

ْ نَم

ْ

َْمرَح

ْْ يِز

َْةَنْ

ِْل

ْ

ْ ِتلا

ْ

ْ خَأ

َْجَرْ

ِِْداَبِعِل

ْ

ْ...

29 Kementrian Agama RI, Al-Quran dan Terjemahanya…, 63.

30 Mondry al-Minangkabawy, Kiat dalam Bisnis Islam (Yogyakarta: Gama Global Media, 2002),

(45)

“Katakanlah (Muhammad), siapakah yang mengharamkan perhiasan Allah yang dikeluarkan untuk hamba-hambanya. (QS. al-A’raf: 32)”.31

Benar, tidak ada salahnya seorang muslim asyik dengan keindahan, baik pada rumah, baju, sandal, sepatu, atau semua hal yang terkait dengannya.

Namun demikian, Islam tidak suka kepada sikap berlebihan dalam segala hal. Sebagaimana Islam telah mengatur mengenai cara berusaha untuk mendapatkan harta, Islam juga mengatur cara-cara pengeluaran dan penggunaan harta.32 Dalam firman Allah yang berbunyi:

ْنِإ

ْ

ْ يِرِ ذَبُم لا

َْنْ

ْ اوُناَك

ْ

َْناَو خِإ

ْ

ِْ يِطاَيشلا

ْ

َْناَكَو

ْ

ُْناَط يشلا

ْ

ِْهِ بَرِل

ْ

ْ وُفَك

ْ ار

“Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhan-nya. (QS al-Isra>: 27)”.33

Islam mengharamkan sifat pemboros dan bermewah-mewahan oleh karena dua sikap itu membawa kepada kemalasan dan mendorong orang berbuat keji (maksiat), serta melemahkan perjuangan dan pengorbanan yang diperlukan untuk kepentingan orang banyak. Dan sikap kemewahan inilah penyebab semakin dalamnya jurang antara sikaya dan si miskin yang membuka pintu kearah perpecahan dengki, dan dendam yang mendatangkan bahaya besar atas umat.34

31 Ibid., 154.

32 Mardani, Hukum Bisnis Syariah (Jakarta: Prenadamedia Group, 2014), 53-54. 33 Kementrian Agama RI, al-Quran dan Terjemahannya…, 284.

34 Gemala Dewi, Aspek-Aspek Hukum dalam Perbankan dan Peransuransian Syariah di Indonesia.

(46)

b. Patung dan gambar

Islam mengharamkan patung dan gambar. maka diharamkan pula memeliharanya dan meletakkannya didalam rumah dan wajib untuk dipecahkannya sehingga tidak ada lagi bentuk patung itu.35 Adanya patung dalam rumah menyebabkan malaikat akan jauh dari rumah itu, padahal, malaikat akan membawa rahmat dan kerid}laan Allah untuk seisi rumah tersebut.36 Rasulullah Saw, bersabda:

ْ نَع

ْ

ْ ِبَأ

ْ

َْةَر يَرُ

ْ

َْيِضَر

ْ

ُّْا

ْ

ُْه نَع

ْ

َْلاَق

ْ:

َْلاَق

ْ

ُْل وُسَر

ْ

ِّْا

ْ

ىلَص

ْ

ُّْا

ْ

ِْه يَلَع

ْ

ْ ملَسَو

،ْ

ُْلُخ دَتَا

ْ

ُْةَكِئَاَم لا

ْ

ْ ات يَ ب

ْ

ِْه يِف

ْ

ِْثاَََ

ُْل يْ

َْصَت وَأ

ُْر يِوا

.

“Dari Abu Hurairah r.a. ia berkata: Rasulullah Saw bersabda,

para malaikat tidak akan masuk kerumah yang aka nada patung-patungnya atau gambarnya.37 (HR. Muslim 6:162) Para ulama mengatakan, malaikat tidak mau masuk kerumah yang ada patungnya karena pemiliknya menyerupai orang-orang kafir. Mereka memakai dan mengagungkan gambar-gambar dirumahnya. Karena itulah malaikat tidak senang kepadanya. Mereka enggan masuk kerumahnya dan lari darinya.

Seorang muslim tidak diperbolehkan untuk menggantung gambar atau patung, baik diletakkan di atas meja ataupun kursi. karena benda-benda tersebut merupakan sarana untuk berlaku syirik kepada Allah, dan karena dalam hal-hal yang demikian terdapat

35Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 4 (Bandung: PT al-Ma’arif, 1995), 133.

36 Muhammad Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram dalam Islam (Surabaya: PT. Bina Ibnu Offest,

2010), 134.

37 Muhammad Nashiruddun Al-Albani, Mukhtasahar Shahih Muslim Jilid 2 (Jakarta: Pustaka

[image:46.595.136.516.271.570.2]
(47)

penyerupaan terhadap makhluk ciptaan Allah dan perbuatan tersebut sama seperti perbuatan menentang Allah.

Adapun perbuatan menyimpan patung dan gambar adalah

perbuatan yang merusak, padahal syari’at Islam yang sempurna

diturunkan untuk menyumbat segala macam perantara atau sarana yang dapat membawa kepada kemusyrikan dan kesesatan. Hal yang demikian pernah terjadi pada kaum Nuh di mana mereka melakukan kemusyrikan disebabkan lukisan yang menggambarkan lima orang shalih pada masa mereka.38 Kaum Nuh memasang lukisan tersebut di majlis-majlis, sebagaimana firman Allah yang berbunyi:

ْ وُلاَقَو

اْ

ْنُرَذَت َا

ْ

ْ مُكَتَِِآ

ْ

ْنُرَذَت َاَو

ْ

اًدَو

ْ

ا عاَوُس َاَو

ْ

َْاَو

ْ

ْ وُغَ ي

َْث

ْ

ْ وُعَ يَو

َْقْ

ا ر سَنَو

ْ

ْ دَقَو

ْ

اولَضَأ

ْ

ا ر يِثَك

“Dan mereka berkata, jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula

suwa’, yaghuts, ya’uq dan nasr’. Dan sesudahnya mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia)”, (Nuh ; 23-24).39

Dari penjelasan diatas kita harus bersikap waspada terhadap penyerupaan orang-orang dalam perbuatan mereka yang mungkar yang dapat menjerumuskan kepada kemusyikan.

c. Gambar yang memiliki ruh (manusia dan hewan)

Ada dua perkara sebab diharamkannya gambar yang memiliki nyawa, karena dia disembah selain Allah dan dia diagungkan dan

(48)

dimuliakan baik dengan dipasang atau digantung, karena mengagungkan gambar merupakan sarana kepada kesyirikan.

Dalam Fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah disebutkan, “karena gambar bisa menjadi sarana menuju kesyirikan, seperti pada para pembesar, gambar berhala atau bisa juga menjadi sarana terbukanya pintu-pintu fitnah, seperti pada gambar-gambar wanita cantik, pemain film lelaki dan wanita, dan wanita-wanita yang berpakaian tapi telanjang”.

Dan sudah menjadi kesepakatan para ulama bahwa dosa yang siksaannya paling besar adalah kesyirikan. Al-khathabi berkata, tidaklah hukuman bagi (pembuat) gambar (bernyawa) itu sangat besar kecuali karena dia disembah selain Allah, dan juga karena melihatnya menimbulkan fitnah, dan membuat jiwa cenderung kepadanya.

d. Mempercayai jimat

Termasuk syirik mempercayai adanya manfaat pada sesuatu yang tidak dijadikan demikian oleh Allah SWT. Seperti kepercayaan sebagian orang terhadap jimat, mantera-mantera berbau syirik, kalung dan tulang, gelang logam dan sebagainya yang penggunaannya sesuai dengan perintah dukun, atau memang kepercayaan turun temurun.

Orang yang melakukan perbuatan tersebut (jimat), jika ia

[image:48.595.139.514.249.535.2]
(49)

sebab bagi datangnya manfaat, padahal Allah SWT tidak menjadikannya sebagai sebab, maka itu termasuk syirik kecil.

Kepercayaan yang salah satu mungkin tidak hanya terhadap apa yang diberikan dukun saja, tetapi kini banyak cara lain yang dijadikan dasar untuk dipercaya. Misalnya ramalan bintang di media massa. Bahkan terakhir ditawarkan hal serupa melalui telepon dan diiklankan ditelevisi selain dukun atau orang pintar, muncul lagi tempat kepercayaan baru yang disebut paranormal. Dalam hal itu,

sebenarnya ulama’ mengingatkan, perbuatan mempercayai kekuasaan

sesuatu selain Allah itu hukumnya syirik dan dia sudah kafir terhadap yang diturunkan kepada Nabi Muhammad, itu berarti sudah kafir terhadap Islam.40

Sedang tentang rezeki umat Islam tentu sadar, sesungguhnya rezeki itu dari Allah, seperti firman Allah:

َْو

ُْل

ْ

َْلضَف

ْ

ْ مُكَض عَ ب

ْ

ىَلَع

ْ

ْ ض عَ ب

ْ

ِْف

ْ

ِْق زِ رلا

ْ

...

ْ

“Dan Allah melebihkan sebagian kamu atas sebagian yang lain dalam hal rezeki”. (QS. an-Nahl: 71).41

Ayat Allah sudah menegaskan, bila rezeki setiap orang itu tidak sama, ada yang lebih dan ada yang kurang. Namun tidak seorangpun yang mengetahui batas rezekinya masing-masing karena hal itu rahasia Allah. Karena hal itu pula, tidak ada larangan bagi

40 Muhammad Yusuf Chudlori, Fikih Sosial Praktis Dari Pesantren (Bandung: Penerbit Marja,

2015), 33-35.

(50)

umat Islam, termasuk pengusaha atau pedagang untuk mencari rezeki yang banyak, asal sesuai dengan cara-cara yang ditetapkan Allah melalui ajaran yang disampaikan Rasulnya.

Sebagai manusia yang mempunyai nafsu, tentu orang ingin mempunyai harta yang banyak. Hal itupun bisa dilakukan umat Islam asal dia ingat, sesungguhnya harta, jabatan, isteri dan anak itu semua ujian dari Allah. Untuk meraih harta itu, manusia melakukan berbagai kegiatan yang belum tentu sesuai dengan ajaran Islam. Penguasa dan pengusaha atau pedagang mungkin juga tidak ketinggalan melakukan itu. Padahal mereka sudah tahu bahwa ajaran Islam melarang itu.

Ajaran Islam mewajibkan seseorang mencari rezeki dan mendapatkan hasil, selain berusaha dengan kegiatan langsung, tentu juga Islam sudah menyiapkan cara spiritual dalam usaha mendapatkan rezeki itu. Dalam memenuhi hajat manusia melalui sarana spiritual,

Islam telah menyiapkan berbagai do’a untuk berbagai keperluan.

Salah satu dari sejumlah shalat d}uh}a yang umum diketahui umat Islam baik cara maupun pelaksanaannya.42

Dan memakai jimat menafikan tawakal seseorang karena pelaku lebih percaya diri jika bersama jimatnya, hatinya akan merasa tenteram selama jimat tersebut masih berada bersamanya dan

sebaliknya ia akan merasa takut dan gelisah ketika tidak membawa jimatnya, tentu hal ini menafikan tawakal atau sikap ketergantungan

(51)

seseorang hamba kepada Allah, padahal tidak selayaknya bagi orang yang beriman bertawakal kepada selain Allah, bukankah Allah telah berfirman:

...

ْ نِإْ اوُلكَوَ تَ ف

ْْ

ْ نُك

ْ مُتْ

َْ يِنِم ؤم

“…Dan hanya kepada Allah-lah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman”. (QS. al-Maidah: 23).43

Tawakal yang sebenarnya bermakna seorang hamba menyandarkan urusannya kepada Allah dan meyakini bahwasanya tidak ada satu pun yang terjadi kecuali atas takdir Allah kemudian disertai usaha melakukan sebab-sebab yang dibolehkan secara syar’i.

Seorang yang bertawakal namun tidak melakukan usaha tidaklah disebut orang yang bertawakal demikian juga seorang yang berusaha namun bersandar pada sebab bukan kepada Allah maka tidak disebut orang yang bertawakal. Sedangkan orang yang memakai jimat tidak termasuk orang yang bertawakal kepada Allah karena ia telah bergantung kepada jimat. Hati mereka berpaling dari Allah dan merasa cukup dengan jimatnya.

e. Membeli barang rampasan dan curian.

Diharamkan bagi muslim membeli barang yang diketahuinya hasil perbuatan yang tidak halal. Membeli barang tersebut artinya bekerjasama untuk berbuat dosa.

(52)

f. Jual beli yang bercampur dengan barang curian

Apabila bercampur dengan barang mubah dan haram, maka akad jual beli tersebut sah hukumnya untuk barang yang mubah dan batal untuk yang haram. Pendapat tersebut dikuatkan dua fatwa

Syafi’i dan Maliki, ada juga pendapat yang mengatakan batal untuk

keduanya.

Jual beli yang dilarang dapat diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu:

a. Jual beli terlarang karena caranya seperti jual beli yang berisi kezhaliman, jual beli gharar dan jual beli yang menimbulkan riba.

b. Jual beli terlarang karena dzatnya langsung adalah jual beli semua yang terlarang pemanfaatannya oleh syariat, walaupun terkadang dibolehkan

pemanfaatannya oleh syariat pada kondisi tertentu. Apabila asal pemanfaatannya terlarang dalam syariat maka jual belinya terlarang juga. Walaupun barang tersebut kadang diperbolehkan ketika ada hajat mendesak atau dalam keadaan darurat.

Jual beli yang terlarang disebabkan dzat dan pemanfaatannya terlarang ini terbagi menjadi dua:

1. Terlarang dzat dan pemanfaatannya secara total seperti: khamar, bangkai, babi, patung dan anjing.

(53)

Jenis ini terlarang jual belinya apabila dijual untuk pemanfaat yang terlarang tersebut. Apabila dijual untuk selainnya maka diperbolehkan:

a) Sutera. Pada asal hukumnya adalah halal dan boleh. Apabila dijual kepada seorang lelaki untuk dijadikan pakaiannya maka jual belinya haram.

b) Menjual anggur untuk

Gambar

gambar atau patung, baik diletakkan di atas meja ataupun kursi.
gambar bisa menjadi sarana menuju kesyirikan, seperti pada para

Referensi

Dokumen terkait

Dalam praktik jual beli singkong yang terjadi pada masyarakat di Desa Ngemplak Kidul Kecamatan Ngargoyoso Kabupaten Pati, ada praktik rafaksi atau pemotongan bruto

Dapat disimpulkan bahwa praktik jual beli bawang merah dilimpahna di desa Tanjungsari kecamatan Wanasari kabupaten Brebes, Jawa Tengah merupakan juga jual

Oleh karena itu disini jual beli tasbih berkhasiat ini tidak menggunakan istilah bisyarah (upah), tetapi lebih menggunakan istilah mahar, karena dalam jual beli

Muttaqin desa Bedanten Kee. Argumentasi atau alasan panitia Masjid Baitul Muttaqin desa Bedanten Kee. Gresik melakukan jual beli kulit hewan Qurban. digilib.uinsby.ac.id

1) Praktik jual-beli material tanah sawah sewa yang terjadi di Desa Mlaten Kecamatan Mijen Kabupaten Demak pada dasarnya sama dengan yang praktik jual-beli

Di Desa Penaruban Kecamatan Bukateja Kabupaten Purbalingga terdapat aktivitas ekonomi yang berkaitan dengan praktik jual beli, yaitu praktik jual beli beras oplosan. Jual

Hasil analisis berdasarkan tinjauan hukum Islam praktik jual beli tembakau dengan perubahan harga secara sepihak oleh pengepul yang dilakukan di Desa Lekor Kecamatan Janapria adalah

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Praktik jual beli pohon Campaka yang dilakukan masyarakat Desa Cigugur Kecamatan Pusakajaya Kabupaten Subang memiliki unsur hubungan yang tidak