• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSELING BEHAVIORAL DENGAN TEKHNIK ASSERTIVE TRAINING DALAM MENINGKATKAN SELF CONFIDENT SEORANG GURU DI MA MIFTAHUL ULUM BENGKAK WONGSOREJO BANYUWANGI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KONSELING BEHAVIORAL DENGAN TEKHNIK ASSERTIVE TRAINING DALAM MENINGKATKAN SELF CONFIDENT SEORANG GURU DI MA MIFTAHUL ULUM BENGKAK WONGSOREJO BANYUWANGI."

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

KONSELING BEHAVIORAL DENGAN TEKHNIK ASSERTIVE TRAINING DALAM MENINGKATKAN SELF CONFIDENT SEORANG

GURU DI MA MIFTAHUL ULUM BENGKAK WONGSOREJO BANYUWANGI

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Sosial

(S.Sos)

Oleh: Nur Arofah

B03213019

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM JURUSAN DAKWAH

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Nur Arofah (B03213019), Konseling Behavioral dengan Tekhnik Assertive Training dalam Meningkatkan Self Confident seorang Guru Di MA Miftahul Ulum Bengkak Wongsorejo Banyuwangi.

Fokus penelitian adalah (1) Bagaimana proses konseling behavioral

dengan menggunakan tekhnik assertive training dalam meningkatkan self

confident seorang guru di MA Miftahul Ulum Bengkak Wongsorejo

Banyuwangi? (2) Bagaimana hasil konseling behavioral dengan

menggunakan tekhnik assertive training dalam meningkatkan self

confident seorang guru di MA Miftahul Ulum?

Untuk menjawab permasalahan tersebut, peneliti menggunakan metode kualitatif dengan studi kasus. Dalam menganalisa proses konseling

behavioral dengan tekhnik assertive training dalam meningkatkan self

confident seorang guru yang digunakan berupa hasil observasi dan

wawancara yang disajikan dalam bab penyajian data dan analisis data.

Tekhnik yang digunakan assertive training dengan prosedur role playing

(bermain peran) pada proses konseling, konseli diminta untuk memainkan peran sebagai seorang guru yang tegas dan menarik juga berperan sebagai siswa yang nakal. Dalam hal ini konseli diharapkan bisa melihat dan

merasakan tingkah laku yang menyebabkan self confidentnya rendah dan

juga bisa menilai antara tingkah laku yang akan dipertahankan dan tidaknya.

Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa konseling behavioral dengan tekhnik assertive training dalam meningkatkan self confident seorang guru melalui permainan peran (role playing) mulai dari konseli berperan sebagai guru dan berperan sebagai siswa. Pada penelitian ini, proses

konseling menggunakan konseling behavioral dengan tekhnik assertive

training, dengan pendekatan ini konseli dapat meningkatkan self

confidentnya dan hasil dari proses konseling ini cukup berhasil dengan perubahan pada perilaku konseli, yang mana hasil tersebut menunjukkan bahwa self confident konseli telah meningkat.

(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

PENGESAHAN ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN OTENTISITAS SKRIPSI ... vii

ABSTRAK ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

BAGIAN INTI BAB I : PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Rumusan Masalah ... 6

C.Tujuan Penenelitian ... 7

D.Manfaat Penelitian ... 7

E. Definisi Konsep ... 8

F. Metode Penilitian ... 10

1. Pendekatan Dan Jenis Penelitian ... 10

2. Subyek Penelitian dan tempat penelitian ... 11

3. Tahap-tahap Penelitian ... 12

4. Jenis dan Sumber Data ... 13

5. Teknik Pengumpulan Data ... 15

6. Teknik Analisis Data ... 16

G.Sistematika Pembahasan ... 19

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA A.Konsep Dasar Tentang Konseling Behavioral ... 21

1. Penegrtian Konseling Behavioral ... 21

2. Pandangan Tentang Sifat Manusia ... 22

3. Ciri ciri dan Tujuan Terapi Behavior ... 24

4. Tekhnik-tekhnik dalam Konseling Behavior ... 26

a. Tekhnik Tingkah Laku Umum ... 26

b. Tekhnik-tekhnik Spesifik ... 27

(8)

B. Tehknik Latihan Assertive dalam Konseling Behavioral ... 34

1. Pengertian Latihan assertive ... 34

2. Kelebihan dan kekurangan Latihan Assertf ... 39

a. Kelebihan pelatihan asertif ... 39

b. Kelemahan pelatihan asertif ... 39

C.Self Confident (percaya diri) ... 40

1. Pengertian Percaya Diri ... 40

2. Aspek-aspek Percaya Diri ... 41

3. Faktor yang mempengaruhi perkembangan Percaya Diri . 42 4. Karakteristik individu percaya diri ... 45

5. Indicator percaya diri ... 47

D.Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 49

BAB III: PENYAJIAN DATA A.Deskripsi umum objek penelitian ... 52

1. Deskripsi lokasi Penelitian ... 52

a. Sejarah Berdirinya Lembaga MA ... 52

b. Visi dan Misi MA ... 53

c. Profil MA ... 54

d. Formasi Guru MA ... 55

e. Keadaan Siswa MA ... 56

f. Tata Tertib dan Sanksi ... 56

g. Sarana dan Prasarana... 57

2. Deskripsi Konselor ... 58

a. Identitas Pribadi ... 59

b. Riwayat Pribadi ... 59

c. Pengalaman ... 60

3. Deskripsi Konseli ... 60

a. Identitas konseli ... 60

b. Latar Belakang pendidikan ... 61

c. Latar Belakang Keluarga... 61

d. Kondisi Lingkungan Sekolah ... 62

e. Kondisi Lingkungan Rumah ... 63

4. Deskripsi Masalah ... 63

B. Deskripsi Hasil Penelitian ... 64

1. Deskripsi Proses Pelaksanaan Konseling ... 64

a. Identifikasi Masalah ... 68

b. Diagnosis ... 75

c. Prognosis ... 78

d. Terapi (treatment) ... 79

e. Evaluasi ... 90

2. Deskripsi Hasil Pelaksanaan Konseling ... 91

BAB IV : ANALISIS DATA A.Analisis Proses Pelaksanaan Konseling ... 94

B.Analisis Hasil pelaksanaan konseling ... 98

(9)

BAB V : PENUTUP

A.Kesimpulan ... 104 B.Saran ... 105

DAFTAR PUSTAKA ... 107

(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia adalah makhluk sosial yang tidak pernah lepas berinteraksi

dengan makhluk lainnya, terutama dengan sesama manusianya. Sebagai

makhluk sosial mereka saling membutuhkan satu sama lainnya untuk dapat

mempertahankan kelangsungan hidup mereka, dari timbulnya hubungan ini

antara makhluk sosial satu dengan yang lainnya nantinya akan menimbulkan

suatu permasalahan yang dapat berdampak baik itu pada kehidupan pribadi

dan kehidupannya dengan makhluk yang lain.

Dari permasalahan-permasalahan yang dihadapi itu masayarakat

memerlukan suatu jawaban atas berbagai permasalahan yang melingkupinya.

Berbagai persoalan hidup yang melanda, khususnya yang berkaitan dengan

krisis yang menyusup dalam berbagai bidang kehidupan, baik sosial, politik,

ekonomi, maupun budaya masyarakat memerlukan perhatian yang besar

terhadap kesejahteraan hidupnya, serta adanya kesadaran masyarakat akan

pentingnya dilakukan pembinaan kesejahteraan hidup bersama. Dari situ agar

masyarakat mampu menyesuaikan diri, sanggup menghadapi masalah dan

kegoncangan-kegoncangan yang bias, adanya keserasian fungsi jiwa, dan

measa bahwa dirinya berharga, berguna, dan berbahagia, serta dapat

menggunakan potensi-potensi yang ada semaksimal mungkin.

Hubungan antara individu mereupakan fenomena Yang menjadi

(11)

2

bertujuan untuk mempertahankan dan mengembangkan hidup, berkat

hubungan dan pergaulan individu dengan orang lain sejak kecil, individu bisa

berhasil menjadi manusia yang mampu hidup dalam bermasyarakat.

Kebutuhan individu untuk bergaul, berteman, bersahabat dan bekerja sama

akan terpenuhi dengan adanya orang lain. Begitu pula dengan kebutuhan,

akan penerimaan, pengakuan dan keberhargaan yang diperoleh individu.

Maka dari itu manusia di tuntut harus memilki self confident yang bagus,

agar bisa mengembangkan hidup secara cerdas dan efesien sehingga akan

menjadi orang yang sukses dalam menghadapi hidup. Pada dasarnya self

confident merupakan sebuah kesadaran akan seberapa besar kesanggupan

seseorang untuk berdiri sendiri. Artinya adalah sebuah sikap bagaimana kita

bisa memberikan sesuatu kepada diri sendiri agar bisa memuaskan batin

sehingga tampak lebih percaya diri dan bisa menguasai keadaan disekitar kita.

Self confident merupakan salah satu aspek kepribadian yang sangat

penting dalam kehidupan manusia. Orang percaya diri yakin atas kemampuan

mereka sendiri serta memiliki pengharapan yang realistis, bahkan ketika

harapan mereka tidak terwujud, mereka tetap berpikiran positif dan dapat

menerimanya.1

Pembentukan self confident terjadi sejak masa kanak-kanak dan terbuka

untuk senantiasa mengalami perubahan, pembentukan self confident

mencakup dua proses psikologi, yaitu evaluasi diri (self evaluation) dan

keberhargaan diri (self worth), evaluasi diri mengacu pada pembuatan

(12)

3

penilaian, mengenai pentingnya diri, sedangkan self worth merupakan

perasaan bahwa diri itu berharga.2

Percaya diri atau self confident merupakan salah satu kepribadian yang

mempunyai peranan yang sangat penting untuk terbentuknya pribadi yang

seimbang. Kebutuhan akan percaya diri merupakan sesuatu yang muthlak

harus terpenuhi apabila ingin mewujudkan pribadi yang berkualitas prima,

karena terpenuhi kebutuhan percaya diri (memiliki percaya diri tinggi)

mewujudkan sifat-sifat positif antara lain, merasa berharga dan berguna,

merasa memiliki kekuatan dan kemampuan.3

Mempunyai kompetensi, dan sanggup mengatasi masalah kehidupannya,

begitu sebaliknya kebutuhan self confident tidak terpenuhi maka akan

menghasilkan sikap rendah diri, rasa tak pantas, rasa lemah, rasa tak mampu,

dan rasa tak berguna, yang menyebabkan individu tersebut mengalami

kehampaan, keraguan, dan keputusasaan dalam menghadapi tuntutan-tuntutan

hidupnya, serta memiliki penilaian yang rendah antara dirinya sendiri dalam

kaitannya dengan orang lain.4 Oleh karena itu, percaya diri (self confident)

merupakan kunci keberhasilan ataupun kegagalan, juga merupakan kunci

dalam memahami diri sendiri dan orang lain.5

Seperti halnya sebuah masalah yang terjadi pada salah satu guru di

2Ihsana Sabriani Barualago, Hubungan antara persepsi tentang figur Attahmen dengan self esteem remaja, panti asuhan muhammadiyah, (Anima Indonesia, psychological jurnal, 2004), hal. 33

3Farida Ainur Rohman, Pengaruh pelatihan harga diri terhadap penyesuaian diri pada remaja, (Humanitas Indonesia psychological jurnal, vol. (No. IX, 2004), hal. 61

(13)

4

sekolah MA Miftahul Ulum Bengkak Wongsorejo Banyuwangi yang tidak

pernah dihargai, dihormati dan selalu dianggap remeh oleh siswanya.

Klien ini adalah salah satu guru di MA Miftahul Ulum, beliau mengajar

sejarah dan geografi. Setiap klien mengajar di dalam kelas, kelas tidak pernah

bisa dikondisikan. Contohnya siswa yang keluar masuk kelas tanpa ijin, tidur

dalam kelas, dan sering membantah ketika ditegur.

Klien memang sudah terkenal sebagai guru yang sering dijaili disekolah.

Meskipun sering begitu klien tidak pernah menampakkan kemarahannya dan

memberikan tindakan atau hukuman ketika menghadapi siswa-siswanya yang

nakal.

Menurut peneliti menghargai dan menghormati seorang guru itu adalah

sebuah kewajiban yang mutlak harus dipenuhi oleh seorang siswa. Karna

ketika nilai-nilai dan norma-norma tersebut itu sudah dianggap remeh maka

yang terjadi lama-kelamaan nilai dan norma tersebut akan luntur dan hilang,

dan yang terjadi sekolah yang awalnya tujuannya adalah untuk mendidik dan

membimbing siswa agar menjadi manusia yang lebih baik dan berguna akan

menjadi tempat pemberontakan dan kerusakan moral siswa.

Oleh karena itu dibutuhkan sebuah model konseling yang dapat

membantu seseorang untuk meningkatkan self confidentnya. Disini

bimbingan dan konseling merupakan wadah yang memilki peran yang sangat

penting untuk dapat membantu terciptanya tujuan hidup seseorang yang

sebenarnya, yaitu latihan asertif (assertive training) merupakan latihan

(14)

5

Pada dasarnya konseling behavioral atau terapi tingkah laku diarahkan

pada tujuan-tujuan untuk memperoleh tingkah laku baru, menghapus tingkah

laku meladaptif, serta memperkuat dan mempertahankan tingkah laku yang

diinginkan.6

Latihan asertif adalah latihan yang bisa diterapkan terutama pada situasi

interpersonal dimana individu mengalami kesulitan untuk menerima

kenyataan bahwa menyatakan atau menegaskan diri adalah tindakan yang

layak atau benar.7

Latihan asertif (assertive training) atau latihan keterampilan sosial adalah

perilaku antar perorangan yang melibatkan aspek kejujuran dan keterbukaan

pikiran dan perasaan yang ditandai oleh kemampuan untuk menyesuaikan diri

dengan lingkungan.8

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa perilaku

asertif adalah perilaku seseorang dalam hubungan antar pribadi yang

menyangkut emosi, perasaan, pikiran, serta keinginan dan kebutuhan secara

terbuka, tegas dan jujur tanpa perasaan cemas atau tegang terhadap orang

lain, tanpa merugikan diri sendiri dan orang lain.

Latihan asertif adalah salah satu teknik dalam konseling behavioral.

Dimana hakikat konseling menurut behavioral adalah proses pemberian

bantuan dalam situasi kelompok belsajar untuk menyelesaikan masalah

-masalah interpersonal, emosional, dan mengambil keputusan dalam

6Gerald Corey, Teori & Praktek Konseling dan Psikoterapi, (PT. Refika Aditama, 2005), hal. 197

7E. Kosworo, Teori Kepribadian, (Bandung: PT. Erisco, 1991), hal. 213.

(15)

6

mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mempelajari tingkah laku baru

yang sesuai.

Tujuan dari latihan asertif ini adalah agar seseorang belajar bagaimana

mengganti respons yang tidak sesuai dengan respons baru yang sesuai.

Oleh karena itu berdasarkan pemaparan diatas peneliti tertarik untuk

meneliti dan menganalisis tingkat self confident guru dengan menggunakan

konseling behavioral dengan tekhnik assertive training guna untuk

meningkatkan self confident pada salah satu guru di sekolah MA Miftahul

Ulum Bengkak Wongsorejo Banyuwangi.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka penulis melakukan penelitian

dengan judul “Konseling Behavioral dengan Tekhnik Assertive Training

dalam Meningkatkan Self confident Seorang Guru di MA Miftahul Ulum

Bengkak Wongsorejo Banyuwangi”.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana penerapan konseling behavioral dengan teknik assertive

training dalam meningkatkan self confident seorang guru di MA Miftahul

Ulum Bengkak Wongsorejo Banyuwangi?

2. Bagaimana hasil penerapan konseling behavioral dengan tekhnik assertive

training dalam meningkatkan self confident seorang guru di MA Miftahul

(16)

7

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas penulisan penelitian ini bertujuan

menjawab masalah – masalah yang di identifikasi oleh peneliti. Tujuan dari

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk menjelaskan proses penerapan konseling behavioral dengan tekhnik

assertive training dalam meningkatkan self confident seorang guru di MA

Miftahul Ulum Bengkak Wongsorejo Banyuwangi.

2. Untuk menjelaskan hasil penerapan konseling behavioral dengan tekhnik

assertive training dalam meningkatkan self confident seorang guru di MA

Miftahul Ulum Bengkak Wongsorejo Banyuwangi.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian dalam proposal ini ada dua yaitu secara teoritis dan

secara praktis:

1. Secara teoritis

a. Bagi pengembangan ilmu pengetahuan, hasil penelitian ini diharapkan

dapat menambah informasi dan khasanah mengenai dunia Bimbingan

dan Konseling, sumbangan pemikiran serta sebagai bahan masukan

untuk mendukung dasar teori penelitian yang sejenis dan relevan.

b. Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai referensi atau perbandingan

untuk penelitian-penelitian yang selanjutnya.

2. Secara praktis

a. Bagi peneliti

(17)

8

peneliti karena menerapkan ilmu yang sudah didapat selama di bangku

kuliah sehingga dapat diaplikasikan dalam penelitian dan menambah

pengalaman serta pengetahuan tentang dunia Bimbingan Dan

Konseling.

b. Bagi para pengguna informasi (Guru, Pelajar, dan Masyarakat luas)

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan wacana alternatif

bagi para informan dalam memahami dan mempelajari cara dalam

Bimbingan Konseling untuk meningkatkan self esteem pada setiap diri

seseorang.

E. Definisi Konsep

1. Konseling Behavioral dengan Tekhnik Assertive Training

Berkembang pada tahun 1977, teori Bandura yang terkenal adalah

kognitif social. Dalam teori ini Bandura menyatakan bahwa manusia

cukup fleksibel dan sanggup mempelajari beragam kecakapan bersikap

dan berprilaku, dan bahwa titik pembelajaran terbaik dari semua ini adalah

dari pengalaman yang tak terduga (vicarious experiences). Bandura

mengatakan bahwa manusia tidak perlu mengalami atau melakukan

sesuatu terlebih dahulu sebelum ia mempelajari sesuatu. Manusia dapat

belajar hanya dari mengamati atau meniru prilaku orang lain.9 Oleh karena

itu, perilaku tersebut dapat diubah dengan mengubah lingkungan lebih

positif sehingga perilaku menjadi positif pula. Perubahan tingkah laku

inilah yang memberikan kemungkinan dilakukannya evaluasi atas

(18)

9

kemajuan klien secara lebih jelas.10

Dalam konseling behavior memiliki beberapa tekhnik, salah satunya

adalah pelatihan assertif untuk membantu klien yang mengalami kesulitan

dalam menegaskan diri.

Latihan asertif dilakukan untuk melatih individu yang kesulitan untuk

menyatakan diri bahwa tindakannya layak, atau wajar, atau benar. Latihan

ini akan bermanfaat untuk membantu individu yang tidak mampu

mengungkapkan perasaan tersinggung, kesulitan menyatakan tidak,

mengungkapkan afeksi dan respon positif lainnya, menunjukakan

kesopanan yang berlebihan dan selalu mendorong orang lain untuk

mendahuluinya, dan merasa tidak punyak hak untuk ,memiliki perasaan

-perasaan dan pikiran-pikiran sendiri. Pelatihan asertif ini mengajarkan

klien untuk membedakan tingkah laku agresif, pasif, dan asertif. 11

Latihan asertif menggunakan prosedur-prosedur permainan peran.

Melalui tekhnik permainan peran, konselor akan memperlihatkan

bagaimana kelemahan klien dalam situasi nyata. Kemudian klien akan

diajarkan dan diberi penguatan untuk berani menegaskan diri dihadapan

orang lain.12

10Namora Lumongga Lubis, Memahami dasar-dasar konseling dalam teori dan praktek, (Jakarta: KENCANA, 2011), hal. 171

11Namora Lumongga Lubis, Memahami dasar

-dasar konseling dalam teori dan

praktek, (Jakarta: KENCANA, 2011), hal. 213

(19)

10

2. Self Confident (percaya diri)

Percaya diri (self confident) adalah menyakinkan pada kemampuan

dan penilaian diri sendiri dalam melakukan tugas dan memilih pendekatan

yang efektif.

Menurut Thantaway istilah percaya diri adalah kondisi mental atau

psikologis diri seseorang yang memberi keyakinan kuat pada dirinya untuk

berbuat atau melakukan sesuatu tindakan.13

Orang yang tidak percaya diri memiliki konsep diri negatif, kurang

percaya pada kemampuannya, karena itu sering menutup diri.

Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan terkait dengan

permasalahan yang terjadi pada seorang guru di MA Miftahul Ulum yang

sering kali tidak hormati dan dianggap remah oleh siswanya.

Maka judul penelitiannya adalah “ Konseling Behavioral dengan

Tekhnik Assertive Training dalam Meningkatkan Self Confident Seorang

Guru di MA Miftahul Ulum Bengkak Wongsorejo Banyuwangi”.

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan & Jenis Penelitian

Metode penelitian adalah seperangkat pengetahuan tentang langkah

-langkah yang berkenaan dengan masalah tertentu yang diolah, dianalisis

dan diambil kesimpulan.14

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan ini

13 Pongky Setiawan, Buku Sakti Atasi Minder dan Grogi, (Yogyakarta: Mantra Books, 2014), hal 13

(20)

11

dipilih untuk mendapatkan data kualitatif yang objektif dan mendalam

yang nantinya data hasil penelitian tersebut dapat disajikan secara

deskriptif sehingga temuan hasil penelitian tersaji secara urut, detail dan

mendalam. Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui secara

mendalam mengenai Tekhnik Assertive Training dalam Meningkatkan Self

confident seorang Guru di MA Miftahul Ulum Bengkak Wongsorejo

Banyuwangi.

Sedangkan jenis penelitiannya, peneliti menggunakan deskriptif.

Penelitian deskriptif bertujuan memperoleh informasi-informasi mengenai

keadaaan yang ada pada saat ini tidak menguji hipotesa atau tidak

menggunakan hipotesa melainkan hanya mendeskripsikan informasi apa

adanya sesuai dengan variabel-variabel yang diteliti.15

Sedangkan penelitian kualitatif menurut Bogdan dan Tailor seperti

yang dikutip Lexy J. Moleong yaitu sebagai prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari

orang-orang dan perilaku yang diamati.16

Dalam penelitian ini peneliti akan mendeskripsikan secara mendalam

hasil data yang diperoleh melalui observasi dan wawancara.

2. Subyek Penelitian dan Tempat penelitian a. Subyek

Subyek dalam penelitian ini seorang guru di MA Miftahul Ulum

15Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hal. 2

(21)

12

Bengkak Wongsorejo Banyuwangi.

b. Obyek

Obyek dalam penelitian ini adalah perilaku sosial seorang guru di

MA Miftahul Ulum Bengkak Wongsorejo Banyuwangi.

c. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian di sekolah MA Miftahul Ulum Bengkak

Wongsorejo Banyuwangi.

3. Tahap-tahap penelitian a. Tahapan pra-lapangan

Pada tahap pra-lapangan ini ada beberapa kegiatan yang harus

dilakukan oleh peneliti kualitatif, kegiatan dan pertimbangan tersebut

diantaranya yaitu menyusun rancangan penelitian, memilih lokasi

penelitian, mengurus perizinan penelitian, menilai lokasi penelitian,

memanfaatkan informan, menyiapkan perlengkapan penelitian, dan

etika penelitian.

b. Tahap lapangan

Pada tahap lapangan ini pertama, peneliti perlu memahami latar

belakang dan persiapan diri. Setalah itu yang kedua, peneliti mulai

memasuki lapangan dimana peneliti pada tahapan ini menjalin

keakraban hubungan, mempelajari bahasa, dan peranan peneliti. Dan

ketiga, berperan serta sambil mengumpulkan data dimana dalam

tahapan ini peneliti menerapkan tekhnik observasi, dan wawancara

(22)

13

kamera, dan tape recorder.

c. Tahap Analisis Data

Tahap analisis data adalah proses mengorganisasikan dan

mengurutkan data kedalam pola , kategori, dan satuan uraian dasar

sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja

seperti yang disarankan oleh data. Pekerjaan dalam analisis data dalam

hal ini adalah mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, memberikan

kode, dan mengkategorikannya.

4. Jenis dan Sumber Data a. Jenis data

Jenis data adalah jenis data yang digunakan oleh peneliti untuk

mendukung penelitian ini, adalah data empiris merupakan data yang

diperoleh langsung dari sumber asli dilapangan yang dilakukan

berdasarkan investigasi langsung peneliti kepada informan.

Data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Data primer

Data primer yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah

perilaku sosial seorang guru yang menyebabkan self confident

rendah, adapun indikatornya antara lain:

a. Tanggung jawab

b. Keterandalan/keunggulan

(23)

14

2. Data sekunder

Data sekunder yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah

peneliti meneliti perilaku sosialnya, di rumah, dan juga di

lingkungan sekitar rumahnya.

b. Sumber data

Sumber data dalam penelitian kualitatif ada dua yaitu data primer

dan data sekunder:

1. Sumber data primer adalah merupakan data yang diperoleh peneliti

dari sumber asli (langsung dari informan) yang memiliki informasi

atau data tersebut. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah

salah satu seorang guru di MA Miftahul Ulum Bengkak Wongsorejo

Banyuwangi. Beliau bernama MM (35), guru sejarah dan geografi,

alamat Sidodadi Wongsorejo Banyuwangi.

2. Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua

yang memiliki informasi atau data tersebut atau bisa lewat dokumen.

Sumber data sekunder dalam penelitian ini peneliti menggali data

atau informasi melalui salah satu siswa (MS18 thn), guru (NN 29

thn) disekolah MA Miftahul Ulum Bengkak Wongsorejo

Banyuwangi. Dan juga peneliti menggali data dengan cara meneliti

perilaku sosial guru tersebut ketika berinteraksi dengan anggota

(24)

15

5. Tekhnik Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data peneliti menggunakan tekhnik observasi,

wawancara, dan dokumentasi sebagai berikut:

a. Observasi

Nasution menyatakan bahwa, observasi adalah dasar semua ilmu

pengetahuan.17 Observasi yaitu suatu cara untuk mengumpulkan data

yang diinginkan dengan mengadakan pengamatan secara langsung. Dan

dalam penelitian ini peneliti menggunakan observasi partisipan yaitu

peneliti terlibat langsung dengan aktivitas orang-orang yang sedang

diamati.

Dalam hal ini peneliti akan melakukan observasi (pengamatan)

dengan melibatkan diri secara langsung dengan kegiatan sehari-hari

informan selama dia di sekolah dengan cara terlibat dalam kegiatan

belajar mengajar dan juga kegiatan diluar kelas seperti saat berkumpul

di kantor dengan guru-guru lainnya, ataupun ketika dia berada di rumah

berkumpul dengan keluarga dan lingkungan sekitarnya.

b. Wawancara

Wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi

dan ide untuk tanya jawab. Jenis wawancara yang digunakan adalah

wawancara tidak terstruktur digunakan sebagai tekhnik pengumpulan

data telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan

diperoleh.

(25)

16

Tujuan wawancara yang digunakan adalah informational interview

adalah wawancara yang ditujukan untuk mendapatkan informasi yang

dibutuhkan.18

Dalam melakukan wawancara peneliti sudah menyiapkan

pertanyaan-pertanyaan yang sudah disiapkan untuk ditanyakan dan

dijawab oleh informan yang akan diteliti. Dan juga peneliti dalam

melakukan wawancara peneliti juga sudah menyiapkan alat bantu untuk

dibawa saat wawancara seperti alat perekam suara, camera, kertas dan

pulpen yang dapat membantu pelaksanaan wawancara agar menjadi

lancar.

Adapun rincian pertanyaan-pertanyaan saat melakukan wawancara

peneliti lampirkan dihalaman terakhir.

c. Dokumentasi

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.

Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental

dari seseorang. Arikunto menyebutkan metode dokumentasi adalah

metode yang digunakan untuk memperoleh data dengan melakukan

penyelidikan benda tertulis seperti buku, jurnal, majalah, dokumen ,

catatan harian, dan lain sebagainya.

6. Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian kualitatif, dilakukan pada saat

pengumpulan data berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data

(26)

17

dalam periode tertentu. Miles and Huberman, mengemukakan bahwa

aktifitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan

berlangsung secara terus-menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah

jenuh. Aktivitas dalam analisis data, yaitu data Reduction, data display,

dan conclusion drawing. Aktivitas tersebut terjadi secara bersamaan, yaitu:

a. Reduksi Data(Data Reduction)

Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk

itu maka perlu dicatat secara teliti dan rinci. Seperti telah

dikemukakan, semakin lama peneliti ke lapangan, maka jumlah data

semakin banyak, kompleks dan rumit. Untuk itu perlu segera

dilakukan analisis data yaitu melalui reduksi data.

Reduksi data merupakan proses berpikir sensitive yang

memerlukan kecerdasan, keluasan dan kedalaman wawasan yang

tinggi. Bagi peneliti yang masih baru, dalam melakukan reduksi data

dapat mendiskusikan pada teman atau orang lain yang dipandang ahli

melalui diskusi itu, maka wawasan peneliti akan berkembang,

sehingga dapat mereduksi data-data yang memiliki temuan dan

pengembangan teori yang signifikan.

b. Penyajian Data(Data Display)

Setelah reduksi data, maka langkah selanjutnya adalah menyajikan

data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam

bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori.

(27)

18

memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya

berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut. Selanjutnya disarankan,

dalam melakukan display data, selain dengan teks yang naratif juga

dapat berupa grafik, matriks.

c. Kesimpulan(Conclution Drawing)

Langkah ketiga dalam penelitian data kualitatif menurut Miles and

Huberman19 adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan

awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah

jika tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada

tahap pengumpulan data berikutnya.

Dengan demikian, kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin

dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi

mungkin juga tidak, karena seperti telah dikemukakan bahwa masalah

dan rumusan masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat

sementara dan akan berkembang setelah penelitian berada di lapangan.

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif merupakan temuan baru yang

sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau

gambaran suatu obyek yang sebelumnya remang-remang atau gelap

sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa kasual atau

interkatif, hipotesis suatu teori.

Aplikasi dalam penelitian ini adalah menilai tingkat self confident

seorang guru di MA Miftahul Ulum, serta menganalisa hasil penerapan

(28)

19

konseling behavioral dengan menggunakan tehnik assertive training

dengan data yang telah dikumpulkan peneliti melalui observasi,

wawancara, dan dokumentasi, kemudian ditarik kesimpulan yang

berhubungan dengan masalah yang diteliti “Konseling Behavioral dengan

Tehnik Assertive Training dalam Meningkatkan Self confident Seorang

Guru di MA Miftahul Ulum”.

G. Sistematika Pembahasan

Dalam pembahasan suatu penelitian diperlukan sistematika pembahasan

yang bertujuan untuk memudahkan penelitian, langkah-langkah pembahasan

sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini terdiri dari sepuluh sub-bab antara lain: Latar Belakang

Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Definisi

Konsep, Metode Penelitian, Sistematika Pembahasan. Jadwal Penelitian dan

pedoman wawancara.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini terdiri dari dua sub-bab, yakni Kajian Teoritik (menjelaskan

tentang teori yang digunakan untuk menganalisis masalah penelitian), dan

Penelitian Terdahulu yang Relevan (menyajikan hasil penelitian terdahulu

yang relevan dengan penelitian yang hendak dilakukan).

BAB III PENYAJIAN DATA

Pada bab ini terdiri dari dua sub bab, yakni Deskripsi umum objek

(29)

20

BAB IV ANALISIS DATA

Pada bab ini terdiri dari dua sub bab, yakni Temuan Penelitian,

bagaimana data yang ada itu digali dan ditemukan beberapa hal yang

mendukung penelitian, dan Konfirmasi Temuan dengan Teori, dimana temuan

penelitian tadi dikaji dengan teori yang ada.

BAB V PENUTUP

Pada bab ini terdiri dari Simpulan dan Rekomendasi, yang menjelaskan

hasil simpulan dari data yang dipaparkan dan rekomendasi hasil penelitian itu

(30)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Tentang Konseling Behavioral

1. Pengertian Konseling Behavioral

Behaviorisme adalah aliran dalam psikologi yang didirikan oleh John

B. Wathson pada tahun 1913 dan digerakkan oleh Burrhus Frederic

Skinner. Behaviorisme lahir sebagai reaksi atas psikoanalisis yang

berbicara tentang alam bawah yang tidak tampak. Behaviorisme ingin

menganalisis bahwa perilaku yang tampak saja yang dapat diukur,

dilukiskan, dan diramalkan. Terapi perilaku ini lebih mengkonsentrasikan

pada modifikasi tindakan, dan berfokus pada perilaku saat ini daripada

masa lampau. Belakangan kaum behavioris lebih dikenal dengan teori

belajar, karena menurut mereka, seluruh perilaku manusia adalah hasil

belajar. Belajar artinya perubahan perilaku organisme sebagai pengaruh

lingkungan.

Dilihat dari sejarahnya, konseling behavior tidap dapat dipisahkan

dengan riset-riset perilaku pada binatang, sebgaimana yang dilakukan Ivan

Pavlov dengan teorinya classical conditiononing. Kemudian Skinner juga

mengembangkan teori belajar operan, kepedulian utama dari Skinner

adalah mengenai perubahan tingkah laku. Jadi hakikat teori Skinner adalah

teori belajar, bagaimana individu memiliki tingkah laku baru, menjadi

lebih terampil, menjadi lebih tahu.1

1

(31)

22

Konseling behavioral menaruh perhatian pada upaya perubahan

tingkah laku.2 Konseling behavioral merupakan suatu proses membantu

orang untuk belajar memecahkan masalah interpersonal, emosional, dan

keputusan tertentu.3 Terapi tingkah laku adalah penerapan aneka ragam

tekhnik dan prosedur yang berakar pada berbagai teori tentang belajar.4

Secara umum terapi tingkah laku adalah pendekatan penerapan aneka

ragam teknik dan prosedur yang berlandaskan pada berbagai teori tentang

belajar dalam usaha melakukan pengubahan tingkah laku. Dalam

penyelesaian masalah, kondisi masalah harus dispesifikkan. Saat ini,

bentuk pendekatan ini banyak digunakan karena penekanannya pada

perubahan tingkah laku, dimana tingkah laku tersebut bias didefinisikan

secra operasional, diamati dan diukur.

2. Pandangan Tentang Sifat Manusia

Behaviorisme adalah suatu pandangan ilmiah tentang tingkah laku

manusia. Dalil dasarnya adalah bahwa tingkah laku itu tertib dan bahwa

eksperimen yang dikendalikan dengan cermat akan menyingkapkan

hukum-hukum yang mengendalikan tingkah laku. Behaviorisme ditandai

oleh sikap membatasi metode-metode dan prosedur-prosedur pada data

yang dapat diamati.

Pendekatan behavioristik tidak menguraikan asumsi-asumsi

filosofis tertentu tentang manusia secara langsung. Setiap orang dipandang

2

Latipun, Psikologi Konseling (Malang : UMM Press, 2008), hal. 128.

3

Mohammad Surya, Teori Teori Konseling (Bandung : Pustaka Bani Quraisy, 2003), hal. 23.

4

(32)

23

memiliki kecenderungan-kecenderungan positif dan negatif yang sama.

Manusia pada dasarnya dibentuk dan ditentukan oleh lingkungan sosial

budayanya. Segenap tingkah laku manusia itu dipelajari. Meskipun

berkeyakinan bahwa segenap tingkah laku pada dasarnya merupakan hasil

dari kekuatan-kekuatan lingkungan dan faktor-faktor genetilk, para

behavioris memasukkan pembuatan putusan sebagai salah satu bentuk

tingkah laku.5

Pandangan behavioristik radikal memandang manusia pasif,

mekanistik, dan deterministic. Manusia merupakan “objek” yang dapat

diubah menurut keinginan orang yang ingin mengubahnya. Pandangan

inilah yang mendapat kritikan dari beberapa ahli. John Watson, pendiri

behaviorisme adalah seorang behavioris radikal yang pernah menyatakan

bahwa ia bisa mengambil sejumlah bayi yang sehat dan menjadikan

bayi-bayi itu apa saja yang diinginkannya, dokter, ahli hokum, seniman,

perampok, pencopet melalui bentuk lingkungan.Sedangakan menurut

Bandura menolak keras pandangan yang menyatakan bahwa manusia

bersifat mekanistik dan deterministic, karena menurutnya manusia adalah

pribadi yang memiliki kebebasan dalam menghadapi stimulus dari

lingkungan dan bukanlah subjek yang pasif.

Dustin & George mengemukakan pandangan mereka tentang

konsep manusia sebagai berikut:

5

(33)

24

a. Manusia bukanlah individu yang baik atau jahat sehingga memiliki

kemampuan untuk berprilaku baik atau jahat.

b. Manusia dapat mengonseptualisasikan dan mengontrol perilakunya

sendiri.

c. Manusia dapat memperoleh perilaku yang baru.

d. Perilaku manusia dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh perilaku

orang lain.6

3. Ciri-ciri dan Tujuan Terapi Behavior

Terapi tingkah laku berbeda dengan sebagian besar pendekatan

terapi lainnya, ditandai oleh:

a. Pemusatan perhatian kepada tingkah laku yang tampak dan spesifik.

b. Kecermatan dan penguraian tujuan-tujuan treatment.

c. Perumusan prosedur treatment yang spesifik yang sesusai dengan

masalah dan,

d. Penaksiran objektif atas hasil-hasil terapi.

Terapi tingkah laku tidak berlandaskan sekumpulan konsep yang

sistematik, juga tidak berakar pada suatu teori yang dikembangkan dengan

baik. Sekalipun memiliki banyak teknik, terapi tingkah laku hanya

memiliki sedikit konsep. Terapi ini merupakan suatu pendekatan induktif

yang berlandaskan eksperimen-eksperimen dan menerapkan metode

eksperimental dan proses terapeutik.7

6

Namora Lumongga Lubis, Memahami Dasar-dasar Konseling, (Jakarta: KENCANA, 2011), hal :168-169

7

(34)

25

George dan Cristiani mengatakan bahwa konselor harus cermat dan

jelas dalam menentukan tujuan konseling. Kecermatan dalam penentuan

tujuan akan membantu konselor menentukan teknik dan prosedur

perlakuan yang tepat sekaligus mempermudah pada saat mengevaluasi

tingkat keberhasilan konseling.hal yang patut diperhatikan adalah

perumusan tujuan harus dilakukan secra spesifik. Untuk merumuskan

tujuan konseling, Krumboltz dan Thorensen menetapkan tiga kriteria

utama yang dapat digunakan, yaitu:

a. Tujuan konseling harus disesuaikan dengan keinginan klien.

b. Konselor harus bersedia membantu klien mencapai tujuannya.

c. Konselor mampu memperkirakan sejauh mana klien dapat mencapai

tujuannya.8

Secara umum, tujuan dari terapi behavioristik adalah menciptakan

suatu kondisi baru yang lebih baik melalui proses belajar sehingga

perilaku simtomatik dapat dihilangkan. Sementara itu tujuan terapi

behavioristic secara khusus adalah mengubah tingkah laku adaptif dengan

cara memperkuat tingkah laku yang diharapkan dan meniadakan perilaku

yang tidak diharapkan serta berusaha menemukan cara-cara bertingkah

laku yang tepat.9

8

Latipun, Psikologi Konseling (Malang : UMM Press, 2008), hal. 130

9

(35)

26

4. Teknik-teknik dalam Konseling Behavior

Salah satu sumbangan terapi tingkah laku adalah pengembangan

prosedur-prosedur terapeutik yang spesifik yang memiliki kemungkinan

untuk diperbaiki melalui metode ilmiah. Teknik-teknik tingkah laku harus

menunjukkan keefektifannya melalui alat-alat yang objektif dan ada usaha

ynag konstan untuk memperbaikinya. Krumboltz dan Thorensen

menyatakan bahwa “konseling tingkah laku adalah suatu sistem yang

mengoreksi dirinya sendiri”. Dia juga menyatakan mengutip dari Huber &

Millman, mendorong eksperimen tentang prosedur terpeutik: “tidak ada

pembatasan-pembatasan atas teknik-teknik yang bias dicoba oleh para

konselor kecuali, tentunya pembatas etis. Eksperimentasi adalah bagian

yang esensial dari tugas konselor”.10

Dalam terapi tingkah laku, teknik-teknik spesifik yang beragam

bias digunakan secara sistematis dan hasilnya bisa dievaluasi.

Teknik-teknik ini bisa digunakan jika saatnya tepat untuk menggunakannya, dan

banyak diantaranya yang bias dimasukkan kedalam praktek psikoterapi

yang berlandaskan model-model lain. Lesmana membagi teknik terapi

behavioristic dalam dua bagian, yaitu teknik-teknik tingkah laku umum

dan teknik-teknik spesifik. Urainnya adalah sebagai berikut:

a. Teknik tingkah laku umum

1) Skedul penguatan adalah suatu teknik pemberian penguatan pada

klien ketika tingkah baru selesai dipelajari dimunculkan oleh klien.

10

(36)

27

Penguatan harus dilakukan secara terus-menerus sampai tingkah

laku tersebut terbentuk dalam diri klien.

2) Shaping adalah teknik terapi yang dilakukan dengan mempelajari

tingkah laku baru secara bertahap. Konselor dapat membagi-bagi

tingkah laku yang ingin dicapai dalam beberapa unit, kemudian

mempelajarinya dalam unit-unit kecil.

3) Ekstingsi adalah teknik terapi berupa penghapusan penguatan agar

tingkah laku meladaptif tidak berulang. Ini didasarkan pada

pandangan bahwa individu tidak akan bersedia melakukan sesuatu

apabila tidak mendapatkan keuntungan.11

b. Teknik-teknik spesifik

1) Desensitisasi sistematik

Desensitisasi sistematik adalah teknik yang paling sering

digunakan. Teknik ini diarahkan kepada klien untuk

menampilkan respon yang tidak konsisten dengan kecemasan.

Desensitisasi sistematik melibatkan teknik relaksasi dimana klien

diminta untuk menggambarkan situasi yang paling menimbulkan

kecemasan sampai titik dimana klien tidak merasa cemas.

Desentisisasi sistematik adalah salah satu teknik yang paling

luas digunakan dalam terapi tingkah laku. Wolpe pengembang

teknik desensitisasi, mengajukan argument bahwa segenap

tingkah laku neurotik adalah ungkapan dari kecemasan dan

11

(37)

28

bahwa respon kecemasan bisa dihapus oleh penemuan

respon-respon yang secara inheren berlawanan dengan respon-respon

tersebut.12

Dalam teknik ini, Wolpe telah mengembangkan suatu respon,

yakni relaksasi, yang secara fisiologis bertentangan dengan

kecemasan yang secara sistematis diasosiasikan dengan

aspek-aspek dari situasi yang mengancam. Dan juga Wolpe

menyimpulkan ada tiga penyebab teknik desensitisasi sistematik

mengalami kegagalan, yaitu:

a) Klien mengalami kesulitan dalam relaksasi yang disebabkan

karena komunikasi konselor dank klien yang tidak efektif

atau karena hambatan ekstrem yang dialami klien.

b) Tingkatan yang menyesatkan atau tidak relevan, hal ini

kemungkinan disebabkan karena penanganan tingkatan yang

keliru.

c) Klien tidak mampu membanyangkan.

Desensitiasi sistematik adalah teknik yang cocok untuk

menangani fobia-fobia, tetapi keliru apabila menganggap teknik

ini hanya bisa diterapkan pada penanganan ketakutan-ketakutan.

12

(38)

29

2) Latihan Asertif

Pendekatan behavioral yang dengan cepat mencapai

popularitas adalah latihan asertif yang bisa diterapkan terutama

pada situasi-situasi interpersonal dimana individu mengalami

kesulitan untuk menerima kenyataan bahwa menyatakan atau

menegaskan diri adalah tindakan yang layak atau benar. Latihan

asertif akan membantu bagi orang-orang yang:

a) Tidak mampu mengungkapkan kemarahan atau perasaan

tersinggung.

b) Menunjukkan kesopanan yang berlebihan dan selalu

mendorong orang lain untuk mendahuluinya.

c) Memiliki kesulitan untuk mengatakan “tidak”.

d) Mengalami kesulitan untuk mengungkapkan afeksi dan

respon-respon positif lainnya.

e) Merasa tidak punyak hak untuk memiliki perasaan-perasaan

dan pikiran-pikiran sendiri.13

3) Terapi Aversi

Teknik-teknik pengondisian aversi, yang telah digunakan

secara luas untuk meredakan gangguan-gangguan behavioral

yang spesifik, melibatkan pengasosiasisan tingkah laku

simtomatik dengan suatu stimulus yang menyakitkan sampai

tingkah laku yang tidak diinginkan terhambat kemunculannya.

13

(39)

30

Stimulus-stimulus aversi biasanya berupa hukuman dengan

kejutan listrik atau pemberian ramuan yang membuat mual.

Kendali aversi bisa melibatkan penarikan pemerkuat positif atau

penggunaan berbagai bentuk hukuman.

Teknik aversi adalah metode-metode yang paling

kontroversial yang dimiliki oleh para behavioris meskipun

digunakan secara luas sebagai metode-metode untuk membawa

orang-orang kepada tingkah laku yang diinginkan.14

4) Pengondisian operan

Tingkah laku operan adalah tingkah laku yang memancar

yang menjadi ciri organisme aktif. Ia adalah tingkah laku

beroperasi dilingkungan untuk menghasilkan akibat-akibat.

Tingkah laku operan merupakan tingkah laku yang paling berarti

dalam kehidupan sehari-hari, yang mencakup membaca,

berbicara, berpakaian, makan dengan alat-alat makan, bermain,

dan sebagainya.

5) Penguatan Positif

Pembentukan suatu pola tingkah laku dengan memberikan

ganjaran atau perkuatan segera setelah tingkah laku yang

diharapkan muncul adalah suatu cara yang ampuh untuk

mengubah tingkah laku. Penguatan positif adalah teknik yang

digunakan melalui pemberian ganjaran segera setelah tingkah

14

(40)

31

laku yang diharapkan muncul. Contoh penguatan positif adalah

senyuman, persetujuan, pujian, bintang emas, mendali , uang,

dan hadiah lainnya. Pemberian penguatan positif dilakukan agar

klien dapat mempertahankan tingkah laku baru yang telah

terbentuk.15

6) Pencontohan

Dalam pencontohan, individu mengamati seorang model

dan kemudian diperkuat untuk mencontoh tingkah laku sang

model. Bandura menyatakan bahwa belajar yang bisa diperoleh

melalui pengalaman langsung bisa pula diperoleh secara tidak

langsung dengan mengamati tingkah laku orang lain berikut

konsekuensi-konsekuensinya. Dalam teknik ini, klien dapat

mengamati seseorang yang dijadikan modelnya untuk berprilaku

kemudian diperkuat dengan mencontoh tingkah laku sang model.

Dalam hal ini konselor, dapat bertindak sebagai model yang akan

ditiru oleh klien.

7) Token Economy

Metode token economy dapat digunakan untuk membentuk

tingkah laku apabila persetujuan dan pemerkuat-pemerkuat yang

tidak bisa diraba lainnya tidak memberikan pengaruh. Metode ini

menekankan penguatan yang dapat dilihat dan disentuh oleh

klien yang dapat ditukar oleh klien dengan objek atau hak

15

(41)

32

istimewa yang diinginkannya. Token economy dapat dijadikan

pemikat oleh klien untuk mencapai sesuatu.

Penggunaan tanda-tanda sebagai pemerkuat-pemerkuat bagi

tingkah laku yang lanyak memilki beberapa keuntungan, yakni:

a) Tanda-tanda tidak kehilangan nilai insentifnya.

b) Tanda-tanda bisa mengurangi penundaan yang ada diantara

tingkah laku yang lanyak dengan ganjarannya.

c) Tanda-tanda bisa digunakan sebagai pengukur yang kongkret

bagi motivasi individu untuk mengubah tingkah laku tetentu.

d) Tanda-tanda adalah bentuk perkuatan yang positif.

e) Individu memiliki kesempatan untuk memutuskan bagaimana

menggunakan tanda-tanda yang diperolehnya, dan.

f) Tanda-tanda cenderung menjembatani kesenjangan yang

sering muncul diantara lembaga dan kehidupan sehari-hari.16

5. Fungsi dan peran terapis

Terapis tingkah laku harus memainkan peran aktif dan direktif

dalam pemberian treatment, yakni terapis menerapkan pengetahuan ilmiah

pada pencarian pemecahan masalah-masalah manusia, para kliennya.

Terapis tingkah laku secara khas berfungsi sebagai guru, pengarah dan ahli

dalam mendiagnosis tingkah laku yang meladaptif dan dalam menentukan

prosedur-prosedur penyembuhan yang diharapkan, mengarah pada tingkah

laku yang baru dan adjustive.

16

(42)

33

Krasner mengatakan bahwa konselor berperan sebagai “mesin

perkuatan” bagi kliennya. Konselor dalam prakteknya selalu memberikan

penguatan positif atau negative untuk membentuk tingkah laku baru klien.

Goodstein juga menyebut peran terapis sebagai pemberi perkuatan.

Menurut Goodstein, peran konselor adalah menunjang perkembangan

tingkah laku yang secra social layak dengan secara sisitematis memperkuat

jenis tingkah laku klien semacam itu.

Satu fungsi penting lainnya adalah peran terapis sebagai model

bagi klien. Bandura menunjukkan bahwa sebagian besar proses belajar

yang muncul melalui pengalaman langsung juga bisa diperoleh melalui

pengamatan terhadap tingkah laku orang lain. Ia mengungkapkan bahwa

salah satu proses fundamental yang memungkinkan klien bisa mempelajari

tingkah laku baru adalah imitasi atau pencontohan social yang disajikan

oleh terapis.17

B. Teknik latihan assertive dalam konseling behavioral

1. Pengertian latihan assertif dalam konseling behavioral

Latihan assertif atau latihan keterampilan sosial adalah salah satu dari

sekian banyak topik yang tergolong popular dalam terapai perilaku. Untuk

menjelaskan arti perkataan asertif dapat dilakukan melalui uraian

pengertian perilaku asertif. Perilaku asertif adalah perilaku antar seseorang

yang melibatkan kejujuran, keterbukaan pikiran dan perasaan yang

17

(43)

34

ditandai dengan kesesuaian sosial dan kemampuan untuk menyesuaikan

diri tanpa merugikan diri sendiri atau orang lain.18

Latihan asertf adalah suatu kemampuan untuk mengkomunikasikan

apa yang diinginkan, dirasakan dan dipikirkan pada orang lain namun tetap

menjaga dan menghargai hak-hak serta perasaan orang lain. Latihan asertif

ini diberikan pada individu yang mengalami kecemasan, tidak mampu

mempertahankan hak-haknya, terlalu lemah, membiarkan orang lain

melecehkan dirinya, tidak mampu mengekspresikan amarahnya dengan

benar dan cepat tersinggung.

Latihan asertif merupakan penerapan tingkah laku untuk membentu

individu atau kelompok dalam mengembangkan hubungan langsung dalam

situasi-situasi interpersonal.19

Latihan asertif merupakan teknik yang sering kali digunakan oleh

pengikut aliran behavioristic. Teknik ini sangat efektif jika dipakai untuk

mengatasi masalah-masalah yang berhubungan dengan rasa percaya diri,

pengungkapan diri, atau ketegasan diri.

Corey menyatakan bahwa latihan asertif akan sangat berguna bagi

mereka yang mempunyai masalah tentang.

a. Tidak mampu mengungkapkan kemarahan atau rasa tersinggung.

b. Menunjukkan kesopanan yang berlebihan dan selalu mendorong orang

lain untuk mendahuluinya.

c. Memiliki kesulitan untuk mengatakan “tidak”

18

Singgih gunarsa, konseling dan psikoterapi, (Jakarta : gunung mulia, 2007), hal. 215

19

(44)

35

d. Kesulitan untuk mengungkapkan afeksi dan respon-respon positif

lainnya.

e. Merasa tidak punyak hak untuk memiliki perasaan-perasaan dan

pikirannya sendiri.

Latihan asertif menggunakan prosedur-prosedur bermain peran. Terapi

ini bisa diterapkan pada kelompok atau individu. Terapi kelompok latihan

assertif pada dasarnya merupakan penerapan latihan tingkah laku pada

kelompok dengan sasaran membantu individu-individu dalam

mengembangkan cara-cara berhubungan yang lebih langsung dalam

situasi-situasi interpersonal.20

Hjelle & Ziegler menyatakan langkah-langkah untuk melaksanakan

teknik bermain peran. Langkah-langkah dalam melaksanakan permainan

peran ini sebagai berikut:

a. Beri instruksi kepada konseli dengan jelas (eksplisit) tentang peran

konseli yang ingin dilatihkan.

b. Demonstrasikan perilaku apa yang diinginkan oleh konseli dan minta

konseli untuk mengikuti. Hal ini dilakukan untuk mengetahui tingkat

perhatian konseli terhadap perilaku yang akan dilatihkan.

c. Minta konseli untuk menetapkan permainan peran yang akan

diamatinya. Permainan peran ini akan dilaksanakan secara overtly

(dilakukan/dipraktekkan) atau covertly (hanya dalam benak konseli).

20

(45)

36

d. Berikan feedback terhadap setiap perilaku yang dimunculkan oleh

konseli, dan berikan instruksi baru atau demonstrasikan

keterampilan-keterampilan baru yang dibutuhkan konseli.

e. Berikan petunjuk dan lakukan penetapan permainan peran sebagai

upaya untuk mendorong konseli agar dapat bermain peran

berikutnya.21

Latihan asertif merupakan teknik dalam konseling behavior yang

menitik beratkan pada kasus seseorang yang mengalami kesulitan untuk

menyatakan perasaannya.

Latihan asertif merupakan salah satu tekhnik dalam konseling

behavior. Konseling adalah upaya pemberian bantuan kepada individu

sehingga dapat menyelesaikan masalah yang dihadapinya.22

Robinson mengartikan adalah semua bentuk hubungan antara dua

orang, dimana yang seorang, yaitu klien dibantu untuk lebih mampu

menyesuaikan diri secara efektif terhadap dirinya sendiri dan

lingkungannya. Suasana hubungan konseling ini meliputi penggunaan

wawancara untuk memperoleh dan memberikan berbagai informasi,

melatih atau mengajar, meningkatkan kematangan, memberikan bantuan

melalui pengambilan keputusan dan usaha-usaha penyembuhan (terapi).23

21

Hartono & Boy soedarmadji, Psikologi Konseling, (Jakarta:KENCANA, 2012), hal. 129-130

22

Andi mappiare AT, pengantar konseling & psikoterapi, (Jakarta: pt. raja grafindo persada, 2006), hal. 10

23

(46)

37

Konseling merupakan salah satu teknik dalam bimbingan, tetapi

merupakan teknik inti atau teknik kunci. Hal ini dikarenakan konseling

dapat memberikan perubahan yang mendasar, yaitu mengubah sikap.

Sikap mendasari perbuatan, pemikiran, pandangan dan perasaan, dan

lain-lain.

Menurut Leona E. Tylor, ada lima karekteristik yang merupakan

prinsip-prinsip konseling, kelima karekteristik tersebut adalah:

a. Konseling tidak sama dengan pemberian nasehat, sebab didalam

pemberian nasehat proses berpikir ada dan diberikan oleh penasehat,

sedang dalam konseling proses berpikir dan pemecahan ditemukan dan

dilakukan oleh klien sendiri.

b. Konseling mengusahakan perubahan-perubahan yang bersifat

fundamental yang berkenaan dengan pola-pola hidup

c. Konseling lebih menyangkut sikap daripada perbuatan atau tindakan

d. Konseling ebih berkenaan dengan penghayatan emosional dari pda

pemecahan intelektual

e. Konseling juga menyangkut hubungan klien dengan orang lain.24

Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa pengertian konseling

adalah pemberian bantuan yang dilakukan oleh seorang konselor kepada

kliennya dengan cara bertatap muka (face to face), wawancara, guna untuk

menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi oleh klien.

24

(47)

38

Sedangkan terapi behavioral berasal dari dua arah konsep yakni

Pavlovian dan Skinnerian. Mula-mula terapi ini dikembangkan oleh

Wolpe untuk melakukan treatment neurosis. Kontribusi terbesar dari

konseling behavioral (perilaku) adalah diperkenalkannya metode ilmiah

dibidang psikoterapi, yaitu bagaimana memodifikasi perilaku melalui

rekayasa lingkungan sehingga terjadi proses belajar untuk perubahan

perilaku.25

Dalam pandangan behavioral, kepribadian manusia hakekatnya dalah

perilaku. Dan perilaku itu dibentuk oleh pengalamannya dalam

berinteraksi dengan lingkungannya. Tidak ada dua individu yang sama

persis, karena kenyataannya manusia memiliki pengalaman yang

berbeda-beda. Dengan demikian kepribadian seseorang merupakan cermin dari

pengalamannya. Dalam hal ini, Skinner berpendapat bahwa perilaku

individu terbentuk (dipertahankan) oleh konsekuensi yang menyertainya.26

Dari uaraian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa konseling

behavioral adalah hubungan antara konselor dan konseli untuk membantu

individu mengentaskan masalah yang berkaitan dengan tingkah laku yang

tidak sesuai dengan lingkunagan.

2. Kelebihan dan Kekurangan Latihan Asertif

a. Kelebihan pelatihan asertif ini akan tampak pada:

1) Pelaksanaannya yang cukup sederhana

25

Sulistyarini &Mohammad Jauhar, Dasa-dasar Konseling, (Jakarta: Pustakaraya, 2014), hal. 242

26

(48)

39

2) Penerapannya dikombinasikan dengan beberapa pelatihan seperti

relaksasi, ketika individu telah lelah dan jenuh dalam berlatih, kita

dapat melakukan relaksasi supaya menyegarkan individu itu

kembali. Pelatihannya juga bisa menerapkan teknik modeling dan

kursi kosong.

3) Pelatihan ini dapat mengubah perilaku individu secara langsung

melalui perasaan dan sikapnya.

4) Disamping dapat dilaksanakan secara perorangan juga dapat

dilaksanakan dalam kelompok.

b. Kelemahan pelatihan asertif ini akan tampak pada:

1) Meskipun sederhana namun membutuhkan waktu yang tidak

sedikit, ini juga tergantung dari kemampuan individu itu sendiri.

2) Bagi konselor yang kurang dapat menkombinasikannya dengan

teknik lainnya, pelatihan asertif ini kurang dapat berjalan dengan

baik atau bahkan akan membuat jenuh dan bosan konseli, atau juga

membutuhkan waktu yang cukup lama.27

Sedangkan latihan assertif adalah latihan keterampilan sosial atau

latihan berkomunikasi dan mengungkapkan perasaan kepada orang lain

agar dapat menyesuaikan diri dan lingkungan sekitarnya. Didalam

assertive training konselor berusaha memberikan keberanian kepada

klien dalam mengatasi kesulitan terhadap orang lain, agar tercipta

suatu interaksi sosial yang baik.

27

(49)

40

C. Self Confident (percaya diri)

1. Pengertian Percaya Diri.

Agus suyanto menjelaskan bahwa, rasa percaya diri adalah sikap

yang dapat ditumbuhkan dari sikap sanggup berdiri sendiri, adalah

kesanggupan untuk menguasai diri, bebas dari pengendalian orang lain.28

Percaya diri menurut Anthony adalah sikap pada diri seseorang

yang dapat menerima kenyataan, dapat mengembangkan kesadaran diri,

berfikir positif, memiliki kemandirian dan mempunyai kemampuan untuk

memiliki segala sesuatu yang diinginkan.29

Percaya diri didefinisikan juga sebagai sikap positif seorang

individu yang memampukan dirinya untuk mengembangkan penilaian

positif, baik terhadap diri sendiri, maupun terhadap lingkungan/ situasi

yang dihadapinya. Rasa percaya diri juga disebut sebagai harga diri atau

gambaran diri merupakan dimensi evaluative yang menyeluruh dari diri.

Dari definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa self confident

atau kepercayaan diri adalah sikap positif seorang individu yang

memampukan dirinya untuk mengembangkan penilaian positif terhadap

diri sendiri dan terhadap lingkungan atau situasi yang dihadapinya.

Kepercayaan diri adalah sebuah kondisi dimana individu merasa optimis

dalam memandang dan menghadapi sesuatu dalam hidupnya.

Atau dengan istilah lain rasa percaya diri adalah pandangan

keyakinan dan sikap yang dapat tumbuh dari sikap sanggup berdiri sendiri,

28

Agus suyanto, pendidikan yang efektif ynag dapat dilakukan oleh keluarga, (surabaya: media pendidikan dan ilmu pengetahuan, 1987), hal. 41

29

(50)

41

yaitu kesanggupan dan kemauan didalam menguasai diri, mengontrol

tindakan sendiri serta menerapkan nilai-nilai yang dianut, bebas dari

pengendalian dan kontrol orang lain.

2. Aspek-aspek Percaya Diri

Berikut ini merupakan aspek-aspek percaya diri menurut Drajat antara

lain:

a. Rasa Aman. Terbebas dari perasaan takut, rasa cemas dan tidak ada

kompetisi terhadap situasi atau orang disekitarnya.

b. Ambisi Normal. Ambisi disesuaikan dengan kemampuan tidak ada

kompetensi dari ambisi yang berlebihan, dapat menyelesaikan tugas

dengan baik dan bertanggung jawab.

c. Konsep Diri. Memberikan penilaian positif terhadap potensi fisik,

psikis, sosial maupun moral.

d. Mandiri. Tidak tergantung pada orang lain dalam melakukan sesuatu

dan tidak membutuhkan dukungan dari orang lain secara berlebihan.

e. Tidak mementingkan diri sendiri atau toleransi. Mengerti kekurangan

yang ada pada dirinya, menerima pendapat orang lain dan memberi

kesempatan pada orang lain.30

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kepercayaan diri

Banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan kepercayaan

diri. Kepercayaan diri sangat tergantung kepada konsep diri. Konsep diri

berasal dan berkembang sejalan pertumbuhannya, terutama akibat dari

30

(51)

42

hubungan individu dengan orang lain. Yang dimaksud dengan orang lain

menurut Calhoun dan Acocella adalah orang tua, kawan sebaya, dan

masyarakat.

a. Orang tua

Orang tua adalah kontak sosial yang paling awal yang dialami oleh

seseorang dan yang paling kuat. Informasi yang diberikan orang tua

kepada anaknya lebih dipercaya dari pada informasi yang diberikan

oleh orang lain dan berlangsung hingga dewasa. Anak-anak tidak

memiliki orang tua, disia-siakan oleh orang tua akan memperoleh

kesukaran dalam mendapatkan informasi tentang dirinya sehingga hal

ini akan menjadi penyebab utama anak bekonsep diri negatif.

Orang tua yang menciptakan kehidupan beragama, suasana yang

hangat, saling menghargai, saling pengertian, saling terbuka, saling

menjaga dan diwarnai kasih saying dan rasa saling percaya akan

memungkinkan anak untuk tumbuh dan berkembang secara seimbang

dan membentuk konsep diri anak yang positif. Orang tua yang selalu

mengekang, over protektif dan kaku akan memberikan dampak yang

negatif terhadap perkembangan konsep diri remaja.

b. Kawan sebaya

Kawan sebaya menempati posisi kedua setelah orang tua dalam

mempengaruhi konsep diri. Peran yang diukur dalam kelompok sebaya

sangat berpengaruh terhadap pandangan individu mengenai dirinya

(52)

43

dengan kelompok agar mereka dapat diterima oleh kelompoknya.

Meskipun standar yang ditetapkan oleh kelompok kadang-kadang

tidak sesuai dengan pribadi remaja itu sendiri. Jika anggota kelompok

menunjukkan perilaku positif maka dapat diasumsikan perilaku

tersebut akan mempengaruhi anggota lain.

c. Masyarakat

Masyarakat sangat mementingkan fakta-fakta yang ada pada

seorang anak, siapa bapaknya, ras dan lain-lain sehingga hal ini sangat

berpengaruh terhadap konsep diri yang dimiliki oleh seorang individu.

Sikap lingkungan yang membuat seseorang takut untuk mencoba, takut

untuk berbuat salah, semua harus seperti yang sudah ditentukan.

Karena ada rasa takut dimarahi, seseorang jadi malas untuk melakukan

hal-hal yang berbeda dari orang kebanyakan, tetapi jika lingkungan

memberikan kesempatan dan mendukung hal positif remaja sesuai

tugas perkembangannya maka remaja akan mempunyai pandangan

yang positif terhadap kemampuannya.31

Perkembangan rasa percaya diri menurut Rini dipengaruhi oleh faktor

internal dan eksternal yaitu:

a. Faktor internal adalah pola pikir individu.

Setiap individu mengalami berbagai masalah kejadian, seperti bertemu

orang baru dan lain sebagainya. Reaksi individu terhadap seseorang

atau sebuah peristiwa amat berpengaruh cara berfikirnya. Individu

31

(53)

44

yang rasa percaya dirinya lemah cenderung memandang segala sesuatu

dari sisi negative, tetapi individu yang selalu dibekali dengan

pandangan yang positif baik terhadap orang lain maupun dirinya akan

mempunyai harga diri dan kepercayaan diri yang tinggi.

b. Faktor eksternal adalah pola asuh dan interaksi diusia dini

Pola asuh dan interaksi diusia dini merupakan factor yang amat

mendasar bagi pembentukan rasa percaya diri. Sikap orang tua akan

diterima oleh anak sesuai dengan persepsinya pada saat itu. Orang tua

yang menunjukkan perhatian, penerimaan, cinta dan kasih saying serta

kedekatan emosional yang tulus dengan anak akan membengkitkan

rasa percaya diri pada anak tersebut. Anak akan merasa bahwa dirinya

berharga dan bernilai dimata orang tuanya meskipun melakukan

kesalahan. Berdasarkan sikap orang tua, anak tersebut melihat bahwa

dirinya tetaplah dihargai dan dikasihi. Anak tersebut dikemudian hari

akan tumbuh menjadi individu yang mampu menilai positif dirinya dan

mempunyai harapan yang realistik terhadap diri seperti orang tuanya

Gambar

Tabel 3.1
Tabel 3.2
tabel berikut ini:
 Tabel 3.3 Sarana dan Prasarana
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini menjelaskan dan mendeskripsikan tentang; (1) bentuk alih kode dan campur kode dalam kegiatan belajar mengajar pada kelas delapan SMP Negeri 2 Gedangsari;

empowerment dalam sebuah organisasi terhadap individu yang memiliki

Karena hamba tahu persis bahwa Permaisuri dan Patih tidak akan berkhianat kepada Raja, seperti yang dikatakan oleh Ki Tua dan kawan-kawan- nya itu. Hamba rela mati

Tujuan penelitian dan pengembangan ini adalah untuk menghasilkan Prototipe-1, “ Pengembangan Panduan Peningkatan Keterampilan Berpikir Kreatif melalui Pemecahan Masalah

Penerapan teori permasalahan dominan pada projek ini adalah menciptakan ruang kerja (workspace) kreatif di dalam projek melalui pengolahan arsitektural dengan desain

Dosen Jurusan Sipil Fakultas Teknik Unversitas Brawijaya.. Akan tetapi permasalahan yang timbul adalah apakah pembangunan yang ada tersebut sudah sesuai dengan analisa

Dalam teknik data dalam penelitian ini, penulis mengambil sampel dengan menggunakan teknik quota atau quota sampling, yaitu mengambil sampel dari suatu populasi

Yang telah melimpahkan rahmat serta hiayah-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan judul: “ Perlakuan Akuntansi Terhadap Pembiayaan Musyarakah Berdasarkan PSAK 106