• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP TINDAK PIDANA PEMERKOSAAN KEPADA WANITA DALAM KEADAAN TIDAK BERDAYA : STUDI PUTUSAN NOMOR: 33/PID.B/2012/PN.SS.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP TINDAK PIDANA PEMERKOSAAN KEPADA WANITA DALAM KEADAAN TIDAK BERDAYA : STUDI PUTUSAN NOMOR: 33/PID.B/2012/PN.SS."

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh

Mulyadi

NIM. C03212022

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

FAKULTAS SYARI

AH DAN HUKUM

JURUSAN HUKUM PUBLIK ISLAM

PRODI HUKUM PIDANA ISLAM

(2)

SKRIPSI

Diajukan Kepada

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu

Syariah dan Hukum

Oleh Mulyadi NIM: C03212022

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syari’ah Dan Hukum

Jurusan Hukum Publik Islam Prodi Hukum Pidana Islam

Surabaya

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

ABSTRAK

Skripsi yang berjudul “Tinjauan Hukum Pidana Islam terhadap Tindak Pidana Pemerkosaan kepada Wanita dalam Keadaan Tidak Berdaya (Studi Putusan Nomor: 33/Pid.B/2012/Pn.Ss)” adalah hasil penelitian library research untuk menjawab pertanyaan yaitu bagaimana pertimbangan hukum dari hakim dalam memutus perkara nomor 33/Pid.B/2012/Pn.Ss tentang tindak pidana pemerkosaan kepada wanita dalam keadaan tidak berdaya, dan bagaimana tinjauan hukum pidana Islam terhadap tindak pidana pemerkosaan kepada wanita dalam keadaan tidak berdaya.

Data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh dari kajian kepustakaan yaitu berupa teknik bedah putusan, dokumentasi serta kepustakaan. Setelah data terkumpul, data dianalisis dengan metode deskriptif, analisis dan pola pikir deduktif untuk memperoleh kesimpulan yang khusus menurut hukum pidana Islam dan Pasal 286 KUHP.

Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa putusan yang dijatuhkan hakim kepada terdakwa yakni berdasarkan Pasal 286 KUHP diancam dengan pidana penjara paling lama 9 tahun. Berdasarkan pertimbangan hukum dalam hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa, hakim memutus hukuman pidana 4 (empat) tahun penjara dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum yakni hukuman pidana 2 (dua) tahun penjara. Dalam hukum pidana Islam tindak pidana pemerkosaan kepada wanita dalam keadaan tidak berdaya dapat dikategorikan kedalam tindak pidana zina, zina adalah melakukan hubungan seksual dalam arti memasukkan zakar (kelamin pria) ke dalam vagina wanita yang dinyatakan haram, bukan karena syubhat, dan atas dasar syahwat. Dalam hal ini yang mendapatkan hukuman had adalah pelaku yang dapat dijatuhi hukuman rajam sampai mati karena zina yang dilakukan adalah zina muhsan. Para ulama telah sepakat bahwa tidak ada hukuman had bagi wanita yang diperkosa.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN ... iv

PERSEMBAHAN ... v

MOTTO ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI... x

DAFTAR TRANSLITERASI ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 8

C. Rumusan Masalah ... 9

D. Kajian Pustaka ... 9

E. Tujuan Penelitian ... 11

F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 12

G. Definisi Operasional... 12

H. Metode Penelitian ... 14

(9)

BAB II LANDASAN TEORI TENTANG ZINA ... 18

A. Definisi Zina... 18

B. Unsur-Unsur Jarimah Zina ... 21

C. Pembuktian Untuk Jarimah Zina ... 31

D. Dasar Hukum Zina ... 35

E. Macam-Macam Hukuman Zina dan Pelaksanannya ... 37

F. Halangan-Halangan Pelaksanaan Hukuman Zina ... 40

BAB III PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SOASIO NOMOR: 33/PID.B/2012/PN.SS TENTANG TINDAK PIDANA PEMERKOSAAN KEPADA KORBAN TIDAK BERDAYA ... 41

A. Deskripsi Pengadilan Negeri Soasio ... 41

B. Deskripsi Terjadinya Tindak Pidana Pemerkosaan Kepada Korban Tidak Berdaya Dalam Putusan Nomor: 33/Pid.B/2012/Pn.Ss ... 42

C. Keterangan Saksi, Keterangan Terdakwa, Dan Barang Bukti ... 44

D. Pertimbangan Hukum Hakim terhadap Tindak Pidana Pemerkosaan Kepada Korban Tidak Berdaya dalam Putusan Nomor: 33/Pid.B/2012/Pn.Ss ... 48

E. Isi Putusan Nomor: 33/Pid.B/2012/Pn.Ss Tentang Tindak Pidana Pemerkosaan Kepada Korban Tidak Berdaya ... 52

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI SOASIO DALAM PUTUSAN NOMOR: 33/PID.B/2012/PN.SS TENTANG TINDAK PIDANA PEMERKOSAAN KEPADA KORBAN TIDAK BERDAYA ... 55

(10)

B. Analisis Hukum Pidana Islam Terhadap Putusan Nomor: 33/Pid.B/2012/Pn.Ss Tentang Tindak Pidana Pemerkosaan

Kepada Korban Tidak Berdaya ... 63

BAB V PENUTUP ... 71

A. Kesimpulan ... 71

B. Saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 74

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kejahatan merupakan persoalan yang dialami manusia dari waktu ke

waktu. Hal ini menunjukkan bahwa kejahatan terjadi dan berkembang dalam

lingkungan kehidupan manusia. Kasus-kasus kesusilaan yang terjadi di

Indonesia tampaknya cukup banyak tetapi penanganannya masih lamban dan

dirasakan oleh sebagian masyarakat bahwa pemidanaannya masih ringan. Di

sisi lain, tampaknya kesulitan-kesulitan pembuktian dialami aparat penegak

hukum.1

Hukum dibuat untuk ditaati, namun banyak masyarakat tidak mengerti

fungsi dari hukum tersebut, bahkan banyak masyarakat yang melanggar

bahkan berbuat kejahatan. Di Indonesia hukum yang mengatur tentang

hukuman bagi pelaku kejahatan diatur dalam KUHP (Kitab Undang-undang

Hukum Pidana) hukum pidana yaitu, peraturan hukum yang mencakup

keharusan dan larangan serta bagi pelanggarnya akan dikenakan sanksi

hukuman terhadapnya.2

Kejahatan terhadap kesopanan yakni pemerkosaan salah satunya dapat

disebabkan oleh beberapa faktor pendukung. Seperti yang diketahui, bahwa

pemerkosaan adalah termasuk di dalam bagian kejahatan terhadap kesopanan

1 Leden Marpaung, Kejahatan Terhadap Kesusilaan, (Jakarta: Sinar Grafika, 1996), 21. 2M. Marwan dan Jimmy P,

(12)

yang diatur di dalam KUHP Buku Ke-II Pasal 281 sampai dengan Pasal 303

KUHP. Dalam hal ini pemerkosaan juga bisa dinyatakan sebagai bentuk

perzinaan.

Kejahatan perkosaan bukan suatu jenis kejahatan yang baru. Ia sama tua

usianya dengan keberadaan kehidupan manusia. Pemunculannya tidak saja

dalam masyarakat modern, melainkan juga dalam masyarakat primitif.

Dewasa ini kejahatan perkosaan merupakan kejahatan yang cukup mendapat

perhatian di kalangan masyarakat. Kejahatan tersebut tampaknya meningkat

secara kuantitas, sehingga menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat.3

Ketentuan perzinaan dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia

belum efektif mengatasi masalah perzinaan yang terjadi dalam masyarakat di

wilayah Indonesia. Hal itu dapat terlihat dari kasus perzinaan yang semakin

marak. Pergeseran nilai kesusilaan dalam masyarakat tertentu pun telah

terjadi, yang dapat dilihat dari perilaku sebagian pelaku zina yang semakin

berani dan tidak tercermin rasa bersalah.4

Perzinaan merupakan masalah yang tidak akan pernah habis

diperbincangkan sepanjang hidup manusia dan sepanjang masa. Hal itu

dikarenakan, pada prinsipnya setiap manusia menghendaki adanya sikap

perilaku yang baik antar sesama. Masalah perzinaan tidak hanya menyangkut

hubungan antar manusia sebagai hak insani atau hak adami. Tetapi masalah

perzinaan dan hukumannya memang begitu penting dalam rangka

3 Made Darma Weda, Kriminologi, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1996), 69.

(13)

pemeliharaan hubungan antar manusia dan karena betapa dahsyatnya akibat

perzinaan terhadap hidup dan kehidupan manusia serta antar manusia itu

sendiri. Hal itu dapat dilihat dari ketentuan Allah, Tuhan yang Maha Rahman

dan Maha Rahim, yang mendudukkan masalah perzinaan sebagai ranah atau

wilayah hak Allah, yang menentukan bentuk tindak pidana, hukuman dan

pembuktiannya merupakan ketentuan yang qat}’i maupun z}anni>.5

Zina adalah persetubuhan yang dilakukan oleh laki-laki atau perempuan

yang telah kawin dengan perempuan atau laki-laki yang bukan isteri atau

suaminya. Yang dimaksud dengan persetubuhan adalah peraduan antara

anggota kemaluan laki-laki dan perempuan yang biasa dijalankan untuk

mendapatkan anak, jadi anggota laki-laki harus masuk ke dalam anggota

perempuan, sehingga mengeluarkan air mani.6

Allah sebagai al-kha>liq, Maha Pencipta alam semesta, antara lain

manusia, adalah Maha Mengetahui mengenai tabiat atau watak manusia

sebagai makhluk ciptaan-Nya. Demikian pula dalam hal hasrat seksual antar

laki-laki dengan perempuan. Oleh karena itu, Allah telah menentukan

ketentuan-ketentuan hukum yang berkaitan dengan perzinaan, sebagai tanda

cinta Allah kepada hamba-Nya agar setiap manusia tetap suci dan

memelihara diri dari perbuatan keji, antara lain zina.7

Larangan perkosaan pada masyarakat mana pun di dunia ini adalah

sependapat bahwa perkosaan seksual baik secara heteroseksual maupun

5 Ibid., 7.

6 R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-komentarnya Lengkap Pasal demi Pasal, (Bogor: Politeia, 1991), 209.

(14)

homoseksual adalah dilarang dan pelakunya dikenakan hukuman, jika

terbukti. Hal itu, karena unsur paksaan dan kekerasan memang terjadi pada

jarimah atau tindak pidana perkosaan.8 Dalam hal ini memaksa berarti di luar

kehendak dari wanita tersebut atau bertentangan dengan kehendak wanita

itu.9 Kasus-kasus pemerkosaan akhir-akhir ini telah menimbulkan

reaksi-reaksi sebagian masyarakat bahkan ketidakpuasan pun terhadap pidana yang

telah dijatuhkan.10

Menurut KUHP, termasuk orang yang melakukan persetubuan dengan

seorang perempuan yang sedang dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya,

sebagaimana ditentukan dalam Pasal 286 KUHP.11 Pasal 286 KUHP

mengancam dengan maksimum hukuman penjara sembilan tahun, barang

siapa yang diluar perkawinan, bersetubuh dengan seorang perempuan yang ia

tahu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya.12

Tidak berdaya artinya tidak mempunyai kekuatan atau tenaga sama

sekali, sehingga tidak dapat mengadakan perlawanan sedikitpun.13

Perempuan yang kondisinya seperti telah disebutkan, yaitu dalam kondisi

pingsan, tidak berdaya, yang disetubuhi di luar perkawinan oleh seorang

laki-laki, maka KUHP, RUU-KUHP 2008, dan KUHP Belanda menentukan

larangan yang sama, meskipun hukumannya berbeda.14

8 Neng Djubaedah,Perzinaan dalam Peraturan…, 80-81. 9 Leden Marpaung, Kejahatan Terhadap…, 52.

10 Ibid., 48.

11 Neng Djubaedah,Perzinaan dalam Peraturan…, 66.

12 Widjono Prodjodikoro, Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Ed. 2, (Bandung: Eresco,

1986), 118.

(15)

Salah satu kesempurnaan syariat Islam adalah adanya aturan-aturan yang

berkenaan dengan hukum publik. Islam tidak sekedar mengajarkan ajaran

moral saja, melainkan juga menyediakan aturan-aturan yang bersifat

imperatif. Baik dalam Alquran maupun dalam Sunah terdapat sanksi-sanksi

yang mengikat yang harus ditegakkan di dunia, bukan sekedar ancaman di

akhirat.

Di agama Islam pun terdapat hukum yang mengatur tentang kejahatan

(Jarimah) yang disebut dengan hukum pidana Islam, pembahasan hukum

pidana Islam ada yang menyebutnya fikih jinayah dan ada pula yang

menjadikan fikih jinayah sebagai subbagian yang terdapat di bagian akhir isi

sebuah kitab fikih atau kitab hadis yang corak pemaparanya seperti kitab

fikih.15

Mengenai kasus yang akan diteliti oleh penulis dalam putusan

Pengadilan Negeri Soasio Nomor: 33/Pid.B/2012/PN.Ss tentang tindak

pidana pemerkosaan kepada wanita dalam keadaan tidak berdaya, yakni

dengan kronologi kasus bahwa pada hari Rabu tanggal 7 Maret 2012 pukul

21.30 WIT bertempat di Desa Nusajaya, Kecamatan Wasile Selatan,

Kabupaten Halmahera Timur, terdakwa Arifin Lanasiri memerkosa seorang

wanita itu dalam keadaan tidak berdaya yaitu yang bernama Halija Haerudin.

Arifin Lanasiri pada saat kejadian sedang mabuk karena minum-minuman

keras. Terdakwa minum-minuman keras karena bertengkar dengan istrinya.

Setelah bertengkar dengan istrinya, terdakwa kemudian keluar dari rumah

15Nurul Irfan dan Masyarofah,

(16)

untuk mencari handphone. Namun setelah terdakwa tiba di tempat kejadian,

terdakwa melihat korban (seorang nenek berusia 58 tahun) sedang berdiri di

pinggir sumur sambil memegang ember. Kemudian terdakwa menarik tangan

korban sampai ke pohon kelapa. Korban tidak melakukan perlawanan

dikarenakan keterbatasan kondisinya yang cacat tidak bisa melihat, tidak bisa

mendengar, dan tidak bisa berbicara. Tetapi korban hanya memukul tangan

terdakwa beberapa kali, berteriak karena kesakitan dan merasa ketakutan.

Mengenai hal tersebut terdakwa divonis dengan hukuman penjara 4 (empat)

tahun lebih lama 2 (dua) tahun dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum.16 Namun

berdasarkan Pasal 286, dalam KUHP diancam hukuman maksimal 9

(sembilan) tahun penjara bagi yang terbukti melanggar pasal tersebut. Namun

yang menjadi permasalahan disini adalah, bagaimana hakim dalam

mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan maupun meringankan hingga

bertambahnya hukuman yang dijatuhkan oleh hakim yakni 4 (empat) tahun

penjara yang mulanya Jaksa Penuntut Umum menuntut 2 (dua) tahun penjara.

Hukum pidana Islam merupakan hukum yang bersumber dari agama

maka di dalamnya terkandung dua aspek, yaitu aspek moral dan aspek

yuridis. Aspek moral dapat dilaksanakan oleh setiap individu karena

berkaitan dengan pelaksanaan perintah dan larangan. Aspek yuridis

dilaksanakan oleh pemerintah karena menyangkut sanksi hukum dan ini tidak

bisa dilaksanakan oleh perorangan, seperti halnya dalam hukum perdata.17

16Direktori Putusan Nomor: 33/Pid.B/2012/PN.Ss.

17 Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika,

(17)

Ditinjau dari unsur-unsur jarimah atau tindak pidana, objek utama kajian

fikih jinayah dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu

al-rukn al-

sya>r’

i

atau unsur formil,

al-rukn al-ma>d}i

> atau unsur materiil,

al-rukn al-adabi>

atau unsur moril. Dalam hukum pidana Islam terdapat tiga macam tindak

pidana (jarimah) yaitu, jarimah hudud, jarimah kisas atau diyat, dan jarimah

takzir.18

Dalam hukum pidana Islam, terkait dengan kasus zina tersebut diatas

dapat dikenakan sanksi hudud. Namun adapun perbedaan antara hukuman

zina dengan hukuman perkosaan adalah bahwa hukuman zina dikenakan

kepada kedua belah pihak (laki-laki dan perempuan), sedangkan hukuman

perkosaan hanya diberikan kepada pelaku perkosaan saja dan tidak dikenakan

kepada korban. Pada masa Nabi Muhammad saw. pun pernah terjadi

seseorang perempuan yang diperkosa. Terhadap kasus ini Rasulullah saw.

tidak menjatuhkan hukuman terhadap perempuan itu.19

Berdasarkan permasalahan di atas, penulis tertarik untuk mengadakan

penelitian yang berkaitan dengan “Tinjauan Hukum Pidana Islam terhadap

Tindak Pidana Pemerkosaan kepada Wanita dalam Keadaan Tidak Berdaya

(Studi Putusan Nomor 33/Pid.B/2012/PN.Ss)”. Penelitian ini dilakukan untuk

mengetahui apakah landasan hukum yang digunakan Hakim Pengadilan

Negeri Soasio dalam menyelesaikan perkara tindak pidana pemerkosaan

kepada wanita dalam keadaan tidak berdaya sesuai dengan hukum pidana

(18)

Islam dan perundang-undangan yang berlaku, serta tinjauan hukum pidana

Islam tentang tindak pidana tersebut.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Dari latar belakang masalah di atas, penulis dapat mengidentifikasi

beberapa masalah sebagai berikut:

1. Unsur-unsur yang terdapat pada Pasal 285 KUHP tentang tindak pidana

pemerkosaan.

2. Unsur-unsur yang terdapat pada Pasal 286 KUHP tentang tindak pidana

pemerkosaan kepada wanita dalam keadaan tidak berdaya.

3. Bentuk hukuman yang diberikan kepada pelaku tindak pidana

pemerkosaan kepada wanita dalam keadaan tidak berdaya.

4. Akibat yang timbul dari adanya tindak pidana pemerkosaan kepada

wanita dalam keadaan tidak berdaya.

5. Pertimbangan hukum hakim dalam tindak pidana pemerkosaan kepada

wanita dalam keadaan tidak berdaya.

6. Tinjauan hukum pidana Islam terhadap tindak pidana pemerkosaan

kepada wanita dalam keadaan tidak berdaya dalam putusan Nomor

33/Pid.B/2012/PN.Ss.

Kemudian untuk menghasilkan penelitian yang lebih fokus pada

(19)

1. Dasar hukum pertimbangan hukum Hakim terhadap tindak pidana

pemerkosaan kepada wanita dalam keadaan tidak berdaya (studi putusan

Nomor: 33/Pid.B/2012/PN.Ss).

2. Tinjauan hukum pidana Islam terhadap tindak pidana pemerkosaan

kepada wanita dalam keadaan tidak berdaya (studi putusan Nomor:

33/Pid.B/2012/PN.SS).

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut di atas, maka

dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana pertimbangan hukum Hakim terhadap tindak pidana

pemerkosaan kepada wanita dalam keadaan tidak berdaya (studi putusan

Nomor: 33/Pid.B/2012/PN.SS)?

2. Bagaimana tinjauan hukum pidana Islam terhadap tindak pidana

pemerkosaan kepada wanita dalam keadaan tidak berdaya (studi putusan

Nomor: 33/Pid.B/2012/PN.SS)?

D. Kajian Pustaka

Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian atau penelitian

yang pernah dilakukan di seputar masalah yang diteliti sehingga terlihat jelas

(20)

duplikasi dari kajian atau penelitian yang telah ada.20 Berkaitan dengan

beberapa tema diantaranya ialah:

1. Skripsi yang disusun oleh Muhammad Zainuddin yang berjudul “Putusan

Pengadilan Negeri Sidoarjo Nomor. 945/Pid/B/2006/PN.Sda tentang

Tindak Pidana Pemerkosaan dan Penganiayaan (Kajian KUHP dan

Maslahah al-Ghazali)” yang menjerat pelaku tindak pidana pemerkosaan

dan penganiayaan dengan hukuman 6 (enam) tahun penjara, 2 (dua) tahun

lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum sebagaimana yang

tercantum dalam Pasal 285 KUHP dan Pasal 351 ayat (2) KUHP.”21

2. Skripsi yang disusun oleh Asyifa yang berjudul “Studi Analisis Hukum

Islam terhadap Putusan Pengadilan Negeri Sidoarjo Nomor:

189/Pid.B//2009/PN.Sda tentang Pemerkosaan Anak di Bawah Umur”

yang menjerat pelaku perkosaan dengan hukuman pidana penjara selama

7 (tujuh) tahun dan denda sebesar Rp. 60.000,000,- (enam puluh juta

rupiah) subsidair 5 bulan atas dasar pertimbangan dari hal-hal yang

memberatkan dan meringankan.22

3. Skripsi yang disusun oleh Gusman yang berjudul “Tindak Pidana

Perkosaan Studi Komparasi Antara Hukum Islam dan Hukum Positif”

yang menjelaskan bahwa dalam hukum Islam tindak pidana perkosaan

20Fakultas Syari’ah dan Ekonomi Islam UIN Sunan Ampel Surabaya, Petunjuk Teknis Penulisan

Skripsi, (Surabaya: t.p., 2015), 8.

21Muhammad Zainuddin, “Putusan Pengadilan Negeri Sidoarjo Nomor. 945/Pid/B/2006/PN.Sda

Tentang Tindak Pidana Pemerkosaan dan Penganiayaan (Kajian KUHP dan Maslahah

al-Ghazali)” (Skripsi--IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2006).

22Asyifa, “Studi Analisis Hukum Islam Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Sidoarjo Nomor.

189/Pid.B//2009/PN.Sda Tentang Pemerkosaan Anak Di Bawah Umur” (Skripsi—IAIN Sunan

(21)

bisa masuk dalam kategori perzinahan, sedangkan dalam hukum positif

Indonesia permasalahan tindak pidana perkosaan diatur dalam KUHP

pada pasal 285.23

Penelitian yang penulis lakukan berbeda dengan penelitian-penelitian

yang sudah pernah dibahas sebelumnya. Yang membedakan dalam penulisan

skripsi ini adalah penulis akan menganalisis terhadap putusan Nomor:

33/Pid.B/2012/PN.SS tentang tindak pidana pemerkosaan kepada wanita

dalam keadaan tidak berdaya. Dalam hal ini, penulis akan mengkaji putusan

tersebut berdasarkan Pasal 286 KUHP dan meninjau dari segi hukum pidana

Islam. Kajian pustaka yang dilakukan oleh peneliti bertujuan untuk mendapat

gambaran mengenai pembahasan dan topik yang akan diteliti oleh peneliti.

E. Tujuan Penelitian

Sehubungan dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari

penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pertimbangan hukum Hakim terhadap tindak pidana

pemerkosaan kepada wanita dalam keadaan tidak berdaya (studi putusan

Nomor: 33/Pid.B/2012/PN.SS).

2. Untuk mengetahui tinjauan hukum pidana Islam terhadap tindak pidana

pemerkosaan kepada wanita dalam keadaan tidak berdaya (studi putusan

Nomor: 33/Pid.B/2012/PN.SS).

23Gusman, “Tindak Pidana Perkosaan Studi Komparasi Antara Hukum Islam dan Hukum Positif”

(22)

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran

bagi disiplin keilmuan secara umum dan sekurang-kurangnya dapat

digunakan untuk 2 (dua) aspek, yaitu:

1. Aspek teoritis, yaitu sebagai masukan dalam rangka pengembangan ilmu

pengetahuan khususnya di bidang hukum pidana Islam yang berkaitan

dengan masalah tindak pidana pemerkosaan kepada wanita dalam

keadaan tidak berdaya.

2. Aspek praktis

a. Dapat dijadikan sebagai bahan penyusunan hipotesis bagi penelitian

selanjutnya yang berkaitan dengan masalah tindak pidana

pemerkosaan kepada wanita dalam keadaan tidak berdaya.

b. Sebagai sumbangan informasi bagi masyarakat tentang betapa

pentingnya hukuman bagi pelaku tindak pidana pemerkosaan kepada

wanita dalam keadaan tidak berdaya.

G. Definisi Operasional

Sebagai gambaran di dalam memahami suatu pembahasan maka perlu

adanya pendefinisian terhadap judul yang bersifat operasional dalam

penulisan skripsi ini agar mudah untuk memahami penelitian ini dengan jelas

tentang arah dan tujuannya. Sehingga tidak terjadi kesalahpahaman dalam

(23)

Adapun judul skripsi “Tinjauan Hukum Pidana Islam terhadap Tindak

Pidana Pemerkosaan kepada Wanita dalam Keadaan Tidak Berdaya (Studi

Putusan Nomor 33/Pid.B/2012/PN.SS)”, untuk memperoleh gambaran yang

luas dan pemahaman yang utuh tentang judul penelitian ini, maka penulis

sertakan beberapa definisi hal-hal yang terkait dengan penelitian ini:

1. Hukum pidana Islam merupakan hukum yang bersumber dari agama maka

di dalamnya terkandung dua aspek, yaitu aspek moral dan aspek yuridis.

Aspek moral dapat dilaksanakan oleh setiap individu karena berkaitan

dengan pelaksanaan perintah dan larangan. Aspek yuridis dilaksanakan

oleh pemerintah karena menyangkut sanksi hukum dan ini tidak bisa

dilaksanakan oleh perorangan, seperti halnya dalam hukum perdata.24

Dalam penelitian ini teori yang digunakan adalah teori jarimah zina yang

diancam hukuman hudud.

2. Tindak pidana pemerkosaan adalah suatu tindakan kriminal berwatak

seksual yang terjadi ketika seorang manusia (atau lebih) memaksa

manusia lain untuk melakukan hubungan seksual dalam bentuk penetrasi

vagina atau anus dengan penis, anggota tubuh lainnya seperti tangan, atau

dengan benda-benda tertentu secara paksa baik dengan kekerasan atau

ancaman kekerasan.

24 Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika,

(24)

3. Tidak berdaya adalah tidak mempunyai kekuatan atau tenaga sama sekali,

sehingga tidak dapat mengadakan perlawanan sedikitpun.25 Perempuan

yang kondisinya seperti ini dalam keadaan cacat.

H. Metode Penelitian

Penelitian ini dapat digolongkan dalam jenis penelitian kualitatif dengan

prosedur penelitian yang akan menghasilkan data deskriptif berupa data

tertulis dari dokumen, Undang-undang dan putusan Pengadilan Negeri Soasio

Nomor: 33/Pid.B/2012/PN.Ss yang dapat ditelaah. Untuk mendapatkan hasil

penelitian yang akurat dalam menjawab beberapa persoalan yang diangkat

dalam penulisan ini, maka menggunakan metode:

1. Data yang dikumpulkan

a. Data mengenai putusan Pengadilan Negeri Soasio Nomor:

33/Pid.B/2012/PN.Ss tentang tindak pidana pemerkosaan kepada

korban tidak berdaya.

b. Ketentuan tentang perzinahan menurut hukum pidana Islam.

2. Sumber data

Sumber data, yakni sumber dari mana data akan digali, baik primer

maupun sekunder.26 Adapun sumber-sumber data tersebut adalah sebagai

berikut:

25 R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana…, 98.

(25)

a. Sumber primer

Sumber primer merupakan data yang bersifat utama dan penting

yang memungkinkan untuk mendapat sejumlah informasi yang

diperlukan dan berkaitan dengan penelitian yaitu putusan Pengadilan

Negeri Soasio Nomor: 33/Pid.B/2012/PN.SS tentang tindak pidana

pemerkosaan kepada wanita dalam keadaan tidak berdaya dan Kitab

Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

b. Sumber sekunder

Sumber sekunder yaitu sumber data yang diambil dan diperoleh

dari bahan pustaka dengan mencari data atau informasi berupa

benda-benda tertulis seperti buku-buku literatur yang dipakai sebagai

berikut:

1) Neng Djubaedah, Perzinaan dalam Peraturan Perundang-undangan

di Indonesia Ditinjau dari Hukum Islam.

2) Made Darma Weda, Kriminologi.

3) Leden Marpaung, Kejahatan Terhadap Kesusilaan dan Masalah

Prevensinya.

4) Wirdjono Prodjodikoro, Tindak-tindak Pidana Tertentu di

Indonesia.

5) Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam.

(26)

3. Teknik pengumpulan data

Sesuai dengan bentuk penelitiannya yakni kajian pustaka

(library research), maka penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan:

a. Teknik dokumentasi yaitu teknik mencari data dengan cara

membaca dan menelaah dokumen, dalam hal ini dokumen

putusan Pengadilan Negeri Soasio Nomor:

33/Pid.B/20112/PN.Ss.

b. Teknik kepustakaan yaitu dengan cara mengkaji literatur atau

buku yang berkaitan dengan objek penelitian.

4. Teknis analisis data

Teknis analisis data yang digunakan dalam penelitian ini

menggunakan teknik deskriptif, analisis yaitu teknik analisis dengan

cara menggambarkan data sesuai dengan apa adanya dalam hal ini

data tentang dasar dan pertimbangan hukum hakim dalam putusan

Pengadilan Negeri Soasio Nomor: 33/Pid.B/20112/PN.Ss kemudian

dianalisis dengan hukum pidana Islam dalam hal ini teori

perzinahan.

I. Sistematika Pembahasan

Penelitian ini membutuhkan pembahasan yang sistematis agar lebih

(27)

menyusun penelitian ini ke dalam 5 (lima) bab pembahasan. Adapun

sistematika pembahasan skripsi tersebut secara umum adalah sebagai berikut:

Bab I, pada bab ini diuraikan tentang pendahuluan yaitu meliputi latar

belakang masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian

pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional,

metode penelitian, dan sistematika pembahasan.

Bab II, bab ini merupakan landasan teori tentang perzinahan yang

meliputi definisi, macam-macam, jenis-jenis, dan sanksi hukumannya.

Bab III, bab ini membahas tentang hukuman hakim terhadap putusan

Pengadilan Negeri Soasio Nomor: 33/Pid.B/2012/PN.Ss tentang tindak

pidana pemerkosaan kepada wanita dalam keadaan tidak berdaya, isi putusan,

dasar, pertimbangan, putusan dan implikasi.

Bab IV, bab ini mengemukakan tentang analisis hukum pidana Islam

terhadap tindak pidana pemerkosaan kepada wanita dalam keadaan tidak

berdaya dalam putusan Pengadilan Negeri Soasio Nomor:

33/Pid.B/2012/PN.Ss.

Bab V, bab ini merupakan kesimpulan dan saran yang memuat uraian

(28)

BAB II

LANDASAN TEORI TENTANG ZINA

A. Definisi Zina

Zina secara harfiah berarti fa>h}ishah, yaitu perbuatan keji. Zina dalam

pengertian istilah adalah hubungan kelamin antara seorang lelaki dengan

seorang perempuan yang satu sama lain tidak terikat dalam hubungan

perkawinan.1 Ibnu Rusyd mendefinisikan zina sebagai persetubuan yang

dilakukan bukan karena nikah sah atau semu nikah dan bukan karena

pemilikan hamba sahaya.2 Namun dalam hal ini tidak menjadi persoalan

apakah salah seorang atau kedua belah pihak telah memiliki pasangan

hidupnya masing-masing ataupun belum menikah sama sekali. Kata “zina”

ini dikenakan baik terhadap seorang atau keduamya telah menikah ataupun

belum. Islam menganggap zina bukan hanya sebagai dosa besar, melainkan

juga sebagai suatu tindakan yang akan membuka gerbang berbagai perbuatan

memalukan lainnya, misalnya akan menghancurkan landasan keluarga yang

sangat mendasar, akan mengakibatkan terjadinya banyak perselisihan dan

pembunuhan, meruntuhkan nama baik dan kekayaan, serta menyebarluaskan

sejumlah penyakit baik jasmani maupun rohani.3

1 Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), 37.

(29)

Para fuqaha (ahli hukum Islam) sepakat mengartikan zina, yaitu

melakukan hubungan seksual dalam arti memasukkan zakar (kelamin pria) ke

dalam vagina wanita yang dinyatakan haram, bukan karena syubhat, dan atas

dasar syahwat.4 Akan tetapi, mereka berbeda pendapat dalam

mengkualifikasinkan persetubuan yang diharamkan tersebut yang berakibat

pada hukuman dera atau rajam (had zina) sebagaimana dikemukakan dalam

Alquran dan Sunah.5 Beberapa pendapat tersebut di antaranya:

1. Pendapat mazhab Maliki

MazhabMaliki sebagaimana dikutip oleh Abdul Qadir Audah,

memberikan definisi sebagai berikut:

“Zina adalah persetubuan yang dilakukan oleh orang mukalaf terhadap

farji manusia (wanita) yang bukan miliknya secara disepakati dengan

kesengajaan.”

2. Pendapat mazhab Hanafi

“Zina adalah nama bagi persetubuan yang haram dalam qubul (kemaluan)

seorang perempuan yang masih hidup dalam keadaan ikhtiar (tanpa

paksaan) di dalam negeri yang adil yang dilakukan oleh orang-orang

kepadanya berlaku hukum Islam, dan wanita tersebut bukan miliknya dan

tidak ada syubhat dalam miliknya.”

3. Pendapat mazhab Syafii

4 Zainuddin Ali, Hukum Pidana…, 37.

5 Enceng Arif Rizal dan Jaih Mubarok, Kaidah Fiqh Jinayah (Asas-asas Hukum Pidana Islam),

(30)

Mazhab Syafii sebagaimana dikutip oleh Abdul Qadir Audah,

memberikan definisi sebagai berikut.

“Zina adalah memasukkan zakar ke dalam farji yang diharamkan karena

zatnya tanpa ada syubhat dan menurut tabiatnya menimbulkan syahwat.”

4. Pendapat mazhab Hambali

“Zina adalah melakukan perbuatan keji (persetubuan), baik terhadap

qubul (farji) maupun dubur.”6

5. Pendapat Za>hiriyah

“Zina adalah mewahti’ orang yang tidak halal untuk dilihat dan ia tahu

akan keharamannya.”

6. Pendapat Ima>miyah

“Zina adalah masuknya penis terhadap farji perempuan yang haram baik

melalui depan (vagina) atau belakang (anus), tidak terikat akad nikah,

bukan miliknya, dan tidak ada syubhat.”7

Apabila diperhatikan, maka dari beberapa definisi tersebut berbeda

dalam redaksi dan susunan kalimatnya, namun dalam intinya sama, yaitu

bahwa zina adalah hubungan kelamin antara seorang laki-laki dan perempuan

di luar nikah. Hanya kelompok Hanabilah yang memberikan definisi yang

singkat dan umum, yang menyatakan bahwa zina adalah setiap perbuatan keji

yang dilakukan terhadap farji atau dubur. Dengan demikian, Hanabilah

6Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), 6-7. 7Enceng Arif Rizal dan Jaih Mubarok,

(31)

menegaskan dalam definisinya bahwa hubungan kelamin terhadap dubur

dianggap sebagai zina yang dikenakan hukuman had.8

Konsep tentang tindak pidana perzinaan menurut hukum Islam jauh

berbeda dengan sistem hukum Barat, karena dalam hukum Islam, setiap

hubungan seksual yang diharamkan itulah zina, baik yang dilakukan oleh

orang yang telah berkeluarga maupun yang belum berkeluarga asal ia

tergolong orang mukallaf, meskipun dilakukan dengan rela sama rela, hal

tersebut tetap merupakan tindak pidana.9

Dalam syariat Islam, perzinaan bukan saja perbuatan yang dianggap

jarimah. Lebih dari itu, perzinaan dikategorikan sebagai suatu tindak pidana

yang termasuk dalam kelompok jarimah hudud, yaitu kelompok jarimah yang

menduduki urutan teratas dalam hirarki jarimah-jarimah. Kelompok jarimah

hudud ini mengancamkan pelakunya dengan hukuman yang sangat berat, dan

rata-rata berupa hilangnya nyawa, atau paling tidak hilangnya sebagian

anggota tubuh pelaku jarimah.10

B. Unsur-Unsur Jarimah Zina

Dari beberapa definisi yang dikemukakan para ahli, sekalipun terdapat

perbedaan redaksional, namun terdapat persamaan visi.11 Para ulama sepakat

bahwa terdapat dua unsur jarimah zina, yaitu:12

8 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam…, 8.

9 A. Djazuli, Fiqh Jinayah, (Bandung: Raja Grafindo, 1996), 35. 10 Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam…, 70.

11 Ibid., 72

(32)

1. Persetubuhan yang haram, dan

2. Adanya kesengajaan atau ada itikad jahat.

1. Persetubuhan yang diharamkan

Persetubuhan yang dianggap sebagai zina atau persetubuhan yang

haram adalah persetubuhan pada farji wanita bukan istrinya atau

hambanya dan masuknya zakar tersebut seperti masuknya ember ke

dalam sumur dan tetap dianggap zina.13 Ukurannya adalah apabila kepala

kemaluan (h}ashafah) telah masuk ke dalam farji walaupun sedikit, hal

tersebut juga dianggap sebagai zina walaupun ada penghalang antara

zakar dan kemaluan perempuan, selama penghalangnya tipis yang tidak

menghalangi perasaan dan kenikmatan bersenggama. Di samping itu,

kaidah untuk menentukan persetubuhan sebagai zina adalah persetubuhan

yang terjadi bukan pada miliknya sendiri. Dengan demikian, apabila

persetubuhan terjadi dalam lingkungan hak milik sendiri karena ikatan

perkawinan maka persetubuhan tersebut tidak dianggap sebagai zina,

walaupun persetubuhannya itu diharamkan karena suatu sebab. Hal ini

karena hukum haramnya persetubuhan tersebut datang belakangan karena

adanya suatu sebab bukan karena zatnya Contohnya, seperti menyetubuhi

yang sedang haid, nifas, atau sedang berpuasa ramadhan. Persetubuhan ini

semuanya dilarang, tetapi tidak dianggap sebagai zina.14

Apabila persetubuhan tidak memenuhi ketentuan-ketentuan tersebut

maka tidak dianggap sebagai zina yang dikenai hukuman had, melainkan

13 Ibid.

(33)

hanya tergolong kepada perbuatan maksiat yang diancam dengan

hukuman takzir, walaupun perbuatannya itu merupakan pendahuluan dari

zina. Contohnya seperti mufakhodzah (memasukkan penis di antara dua

paha), atau memasukkannya ke dalam mulut, atau sentuhan-sentuhan di

luar farji. Demikian pula perbuatan maksiat yang lain yang juga

merupakan pendahuluan dari zina dikenai hukuman takzir. Contohnya

seperti ciuman berpelukan, bersunyi-sunyi dengan wanita asing (bukan

muhrim), atau tidur bersamanya dalam satu ranjang. Perbuatan-perbuatan

ini dan semacamnya yang merupakan rangsangan terhadap perbuatan zina

merupakan maksiat yang harus dikenai hukuman takzir.15 Larangan

terhadap perbuatan-perbuatan tersebut tercakup dalam firman Allah

Surah Alisra ayat 32 yang berbunyi:

الو

ا

ا ْوبرْقت

ا

ىن ِ زلا

ا

اهَنِإ

ا

اناك

ااف

ا

ا ةش ِح

ا

اء سو

ا

ا ليِبس

Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan merupakan suatu jalan yang buruk. (QS. Alisra : 32)16

Adapun pada umumnya para fukaha sepakat bahwa yang dianggap

zina itu adalah persetubuan terhadap farji manusia yang masih hidup,

namun dalam penerapannya terhadap kasus-kasus tertentu mereka

kadang-kadang berbeda pendapat. Beberapa kasus dan pendapat para

ulama mengenai hukumannya adalah sebagai berikut.

15 Ibid., 8-9.

16Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya (Transliterasi Arab-Latin), (Semarang:

(34)

a. Persetubuan dengan adanya syubhat

Golongan mazhab syafii membagi syubhat ini kepada tiga bagian

sebagai berikut:17

1) Syubhat dalam objek atau tempat;

2) Syubhat pada dugaan pelaku;

3) Syubhat pada Jihat atau aspek hukum.

Golongan Hanafiyah membagi syubhat ini kepada dua bagian, yaitu

sebagai berikut:

1) Syubhat dalam perbuatan; dan

2) Syubhat dalam tempat atau objek.

Sebenarnya Imam Abu Hanifah sendiri masih menambah macam

syubhat ini dengan macam yang ketiga, yaitu syubhat yang terjadi

karena adanya akad walaupun akad tersebut telah disepakati oleh para

ulama tentang haramnya. Dalam hubungan dalam syubhat dalam

persetubuhan karena adanya akad ini, berikut adalah beberapa

kasusnya.18

1) Persetubuhan dengan wanita muhrim yang dinikahi;

2) Persetubuhan dalam pernikahan yang batal;

3) Persetubuhan dalam pernikahan yang diperselisihkan

hukumnya;

4) Persetubuhan karena dipaksa.

(35)

b. Kekeliruan persetubuhan

Kekeliruan atau kesalahan dalam persetubuhan ini ada dua

macam kemungkinan, yaitu kekeliruan dalam persetubuhan yang

mubah dan kekeliruan dalam persetubuhan yang diharamkan.

c. Perkawinan setelah terjadinya zina

Perkawinan yang menyusul setelah terjadinya perbuatan zina

dianggap sebagai syubhat yang menggugurkan hukuman had.

Pendapat ini dikemukakan oleh Imam Abu Hanifah menurut Abu

Yusuf.

d. Utuhnya selaput darah.

Apabila empat orang saksi menyaksikan seorang wanita berzina,

tetapi berdasarkan hasil pemeriksaan dokter ahli yang dapat

dipercaya, selaput dara wanita tersebut masih utuh maka tidak

hukuman had bagi wanita, karena hal itu danggap sabagai syubhat.

Demikian pula para saksi tidak dikenakan hukuman, karena mereka

bertindak sebagai saksi bukan sebagai penuduh.

2. Adanya kesengajaan atau adanya iktikad jahat

Unsur yang kedua dari jarimah zina adalah adanya niat dari pelaku

yang melawan hukum. Unsure ini terpenuhi apabila pelaku melakukan

suatu perbuatan (persetubuhan) padahal ia tahu bahwa wanita yang

disetubuhinya adalah wanita yang diharamkan baginya. Dengan

(36)

sengaja, tetapi ia tidak tahu bahwa perbuatan yang dilakukannya tersebut

haram maka ia tidak dikenai hukuman had.19

C. Pembuktian Untuk Jarimah Zina

Pelaku jarimah zina dapat dikenai hukuman had apabila perbuatannya

telah dapat dibuktikan.20 Alat bukti jarimah zina ada tiga macam, yaitu:21

1. Dengan saksi,

2. Pengakuan, dan

3. Dengan qari>nah.

1. Saksi

Disepakati oleh para ulama bahwa zina itu tidak dapat diterapkan

kecuali dengan empat orang saksi. Apabila saksi itu kurang dari empat

maka persaksian tersebut tidak diterima. Hal ini apabila pembuktiannya

hanya berupa saksi semata-mata dan tidak ada bukti-bukti yang lain.22

Hal tersebut berdasarkan firman Allah swt.:

a. Surah Annisa ayat 15

ىِتَلاو

ا

اْأي

ا

انْيِت

ا

افْلا

ا

ا ةش ِح

ا

اْنِم

ا

سِن

ا

اْمكِء

ا

اف

ا

اْشتْس

ا ْو ِ

اَنِ ْيلع

اا

ا ةعب ْ

ا

اْم ْنِم

...

Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat orang saksi di antara kamu (yang menyaksikannya)… (QS. Annisa : 15)23

b. Surah Annu>r ayat 4

19 Ibid., 25.

20 Ibid., 41.

21 A. Djazuli, Fiqh Jinayah, 44.

22 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam…, 41.

23Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya (Transliterasi Arab-Latin), (Semarang:

(37)

انْيِ َلاو

ا

ام ْري

ان ْو

ا

اِ انصْح ْلا

ا

اَمث

ا

اْمل

ا

ا ْوتْاي

ا

اْ أِب

اِةعب

ا

اءآ ش

ا

اف

ا

اْو ِلْج

ا

اْمه

ا

ا ث

ا

انْيِن

ا

ا ْلج

(ا...

ونلا

ا:

)

ا

Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera… (QS. Annu>r: 4)24

Disamping itu, banyak sekali hadis yang menguatkan ayat-ayat di

atas. Akan tetapi tidak setiap orang bisa diterima untuk menjadi saksi.

Mereka yang diterima sebagai saksi adalah orang-orang yang memenuhi

syarat-syarat yang telah ditentukan. Syarat-syarat ini ada yang umum dan

ada pula syarat yang khusus untuk persaksian dalam jarimah zina saja.25

a. Syarat-syarat saksi

1) Syarat-syarat umum

Syarat-syarat umum yang berlaku untuk semua jenis

persaksian dalam setiap jarimah. Syarat-syarat tersebut adalah

sebagai berikut:26

a) Baligh (dewasa),

b) Berakal,

c) Al-Hifzhu (kuat ingatan),

d) Dapat berbicara,

e) Dapat melihat,

f) Adil,

24Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya (Transliterasi Arab-Latin), (Semarang:

CV. Asy-Syifa’, t.t.), 765.

(38)

g) Islam,

h) Tidak ada yang menghalangi persaksian

Di samping syarat-syarat yang telah disebutkan di atas,

seorang saksi juga disyaratkan tidak ada hal-hal yang menghalangi

diterimanya persaksiannya. Hal-hal yang dapat menghalangi

seseorang untuk diterimanya persaksiannya adalah sebagai

berikut:

a) Hubungan keluarga (kerabat), seperti orang tua terhadap

anaknya juga suami terhadap istrinya, atau sebaliknya.

b) Permusuhan

c) Tuhmah atau adanya hal-hal yang dianggap dapat

memperingan atau memperberat tuntutan terhadap

terdakwa.

2) Syarat-syarat khusus untuk jarimah zina

Di samping syarat-syarat umum yang telah disebutkan di atas,

untuk persaksian dalam jarimah zina harus dipenuhi syarat-syarat

khusus. Syarat-syarat khusus ini adalah sebagai berikut.27

a) Laki-laki

b) Al-Ishalah (menyaksikan secara langsung)

c) Peristiwa zina belum kadaluwarsa

d) Persaksian harus dalam satu majelis

e) Bilangan saksi harus empat orang

(39)

f) Persaksian harus meyakinkan, diterima dan dianggap sah oleh

hakim.

2. Dengan pengakuan

Pengakuan yaitu, pernyataan dari pezina sebanyak empat kali dengan

(bentuk) pengakuan yang jelas, dan ia tidak menarik kembali

pengakuannya sampai dilaksanakan had kepadanya. Jika ia menarik

pengakuannya atau ia melarikan diri, maka biarkan.28 Imam Abu Hanifah

dan Imam Ahmad mensyaratkan pengakuan ini harus dinyatakan empat

kali, dengan mengqiyaskannya kepada empat orang saksi dan beralasan

dengan hadis Maiz yang menjelaskan tentang pengakuannya sebanyak

empat kali di hadapan Rasulullah saw. bahwa ia telah melakukan

perbuatan zina. Adapun menurut Imam Malik dan Imam Syafii

pengakuan itu cukup sekali, karena pengakuan itu merupakan

pemberitahuan, dan pemberitahuan tidak akan ditambah dengan cara

diulang-ulang.29

Pengakuan harus terperinci dan menjelaskan tentang hakikat

perbuatan, sehingga dapat menghilangkan syubhat (ketidakjelasan) dalam

perbuatan zina tersebut. Pengakuan harus sah atau benar, dan hal ini tidak

mungkin timbul kecuali dari orang yang berakal dan mempunyai

kebebasan. Dengan hal ini, orang yang memberikan pengakuan haruslah

orang yang berakal dan mempunyai pilihan, tidak gila dan tidak dipaksa.

Di samping itu, Imam Abu Hanifah mensyaratkan bahwa pengakuan

(40)

harus diucapkan di muka sidang pengadilan. Sedangkan Imam Malik,

Imam Syafii dan Imam Ahmad pengakuan boleh diucapkan di muka

sidang dan boleh di luar sidang.30

3. Dengan qari>nah

Qari>nah atau tanda yang dianggap sebagai alat pembuktian dalam

jarimah zina adalah timbulnya kehamilan pada seorang wanita yang tidak

bersuami, atau tidak diketahui suaminya. Dasar penggunaan qarinah

sebagai alat bukti untuk jarimah zina adalah ucapan sahabat dan

perbuatannya.31

D. Dasar Hukum Zina

Dasar hukum hudud zina di dalam Alquran di antaranya:32

a. QS. Annur ayat 2

اا

اةيِناَزل

ا

اْيِناَزلاو

ا

اِلْجاف

اْو

اَلكا

ا

او

ا ِحا

ا

ا ْنِ م

ا

اِم

اء

ا

اج

ا ْل

ا

اْمكْ خْأتلو

ا

ا ِ ِب

ا

اٌةفْ

ا

اْيِف

ااِ

ااْي

اِن

ا

اَِّ

ا

اْنِإ

ا

اْمتْنك

ا

انونِمْ ت

ا

اَِّاِب

ا

اِ ْويْلاو

ا

اِر ِخ ْْا

ا

ا با عْ ْشيْلو

ا

اٌةفِء

ا

انِم

ا

انيِنِمْ ْلا

.

Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman.33

b. QS. Annisa ayat 15

30 Ibid., 54.

31 Ibid., 55.

(41)

ىِتَلاو

ا

انْيِتْأي

ا

اةش ِحفْلا

ا

نِم

ا

اسِ ن

اْمكِء

ا

اف

ا

اْاو ِبْشتْس

ا

اَنِ ْيلع

اا

ا

اعب ْ

ا ة

ا

اْم ْنِم

ا

نِإف

ا

ا ِ ش

ا

اْاو

ا

و ِسْمأف

ا

اَنه

ا

ىِف

ا

اِ ويبْلا

ا

ىَتح

ا

اَن َفوتي

ا

ا ْو ْلا

ا

اْو

ا

العْجي

ا

اَّ

اا

اَنه

ا

ا ليِبس

.

Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat orang saksi di antara kamu (yang menyaksikan). Kemudian apabila mereka telah member persaksian, maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan yang lain kepadanya.34

c. QS. Alisra ayat 32

الو

ا

ا ْوبرْقت

ا

ىن ِ زلا

ا

اهَنِإ

ا

اناك

ااف

ا

ا ةش ِح

ا

اء سو

ا

ا ليِبس

Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.35

d. QS. Annur ayat 30-31

اْلق

ا

انْيِنِمْ ْلِ ل

ا

ا ْو غي

ا

اْنِم

ا

اصْب

اِ ا

ا

اْمِه

ا

اظفْحيو

ا ْو

اْم ج ْورف

ا

اِل

اك

ا

اْا

ىك

ا

اْم ل

ا

اَنإ

ا

اَّ

ا

اٌرْيِبخ

ا

ا ِب

ا

انوعنْصي

ا(

٠

ا )

اْلقو

ا

اْ ْلِ ل

انِم

ا

اِا

انْ

ْغي

ا

اْنِم

ا

اصْب

ااِ

ا

اَنِه

ا

انْظفْحيو

ا

اْورف

اَن ج

ا

الو

ا

اِْبي

ا

انْي

ا

اَن تنْي ِ

ااِا

ا ْنِمر ام َل

انْب ِرْ يْلو

ا

اَنِه ِر ِب

ا

ىلع

ا

اَنِ ِبويج

ا

الو

ا

انيِ ْبي

ا

اَن تنْي ِ

اإ

اَل

ا

اْوعبِل

اَنِ ِتل

ا

اْو

ااا

با

اَنِهِء

ا

اْو

ا

اِء باء

ا

وعب

ا

اَنِ ِتل

ا

نْب ْو

ا

اَنِهِء

ا

اْو

اِء نْب

ا

اَنِ ِتلوعب

ا

اْو

ا

اِ ِنوْخِإ

اَن

ا

اْو

ا

ىِنب

ا

اَنِ ِتوخ

ا

اْو

ا

سِن

اِء

اَنِه

ا

ام ْو

ا

اْت لم

ا

اَن ن ْي

ا

و

ا

يِعِبَتلا

ان

ا

اِرْيغ

ا

ىِل ْو

ا

اِةب ْ ِْْا

ا

انِم

ا

ا اج ِ رلا

ا

اِلْفِ لاِو

ا

انيِ َلا

ا

اْمل

ا

ا ْور ْظي

ا

ىلع

ا

اِ ْوع

ا

اِء سِ نلا

ا

الو

ا

انْب ِرْ ي

ا

اأِب

ا

اَنِ ِلجْ

ا

املْعيِل

ا

ام

ا

انيِفْ ي

ا

نِم

ا

اَنِ ِتني ِ

ا

اتو

آ ْوبو

ا

ىلِإ

ا

اَِّ

ا

ا عْيِ ج

اا

اهي

ا

انونِمْ ْلا

ا

اْم َلعل

ا

ان ْوحِلْفت

ا

(42)

Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak daripadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra-putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra-putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.36

E. Macam-Macam Hukuman Zina dan Pelaksanaannya

Hukuman zina itu ada dua macam, tergantung kepada keadaan pelakunya

apakah ia belum berkeluarga (ghair muh}s}an) atau sudah berkeluarga

(muh}s}an).37

a. Hukuman untuk zina ghair muhshan

Zina ghair muhshan adalah zina yang dilakukan oleh laki-laki dan

perempuan yang belum berkeluarga. Hukuman untuk zina ghair

muhshan ini ada dua macam, yaitu:

1) Dera seratus kali, dan

2) Pengasingan selama satu tahun.

1) Hukuman dera

Apabila jejaka dan gadis melakukan perbuatan zina, mereka

dikenai hukuman dera seratus kali. Sebagaimana dijelaskan dalam

firman Allah dalam Surah Annur ayat 2 dan hadis Nabi saw.

Hadis Rasulullah saw:38

(43)

Dari Ubadah ibn Ash-Shamit ia berkata: Rasulullah saw telah

bersabda: “Ambillah dari diriku, ambillah dari diriku,

sesungguhnya Allah telah memberikan jalan keluar bagi mereka

(pezina). Jejaka dengan gadis hukumannya dera seratus kali dan

pengasingan selama satu tahun. Sedangkan duda dan janda

hukumannya dera seratus kali dan rajam. (Hadis diriwayatkan oleh

Muslim, Abu Dawud, dan Turmudzi).

Hukuman dera adalah hukuman had, yaitu hukuman yang

sudah ditentukan oleh syarak. Oleh karena itu, hakim tidak boleh

mengurangi, menambah, menunda pelaksanaannya, atau

menggantinya dengan hukuman lain.39

2) Hukuman pengasingan

Hukuman yang kedua untuk zina muhshan adalah hukuman

pengasingan selama satu tahun. Menurut Imam Abu Hanifah,

hukuman pengasingan tidak wajib dilaksanakan. Akan tetapi,

mereka membolehkan bagi Imam untuk menggabungkan antara

dera seratus kali dan pengasingan apabila hal itu dipandang

maslahat. Dengan demikian, menurut hukuman pengasingan itu

bukan hukuman had, melainkan hukuman takzir. Jumhur ulama

yang terdiri atas Imam Malik, Imam Syafii dan Imam Ahmad

berpendapat bahwa hukuman pengasingan harus dilaksanakan

bersama-sama dengan hukuman dera seratus kali. Dengan

38 Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam…, 74.

(44)

demikian, menurut Jumhur hukuman pengasingan ini termasuk

hukuman had, dan bukan hukuman takzir.40

b. Hukuman untuk zina muhshan

Zina muhshan adalah zina yang dilakukan oleh laki-laki dan

perempuan yang sudah berkeluarga (bersuami/beristri). Hukuman

untuk pelaku zina muhshan ini ada dua macam, yaitu

1) Dera seratus kali, dan

2) Rajam.

Hukuman dera seratus kali didasarkan kepada Alquran Surah

Annur ayat 2 dan hadis Rasulullah saw. yang telah dikemukakan di

atas. Hukuman rajam ditetapkan bagi pelaku zina muhsan, baik

terhadap laki-laki maupun perempuan. Hukuman rajam adalah

hukuman mati dengan jalan dilempari batu atau sejenisnya.41

Hukuman rajam merupakan hukuman yang telah diakui dan diterima

oleh hampir semua fukaha.42 Fukaha menyepakati keberadaan

hukuman rajam. Alasan mereka, hukuman rajam pernah dijatuhkan

oleh Rasulullah Saw dan oleh ijmak sahabat sesudahnya. Adapun di

antara hadis yang berkaitan dengan hal ini adalah:43

40 Ibid., 31.

41 Abdul Qadir Audah, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, (Ahsin Sakho Muhammad dkk), Jilid

III, (Bogor: PT Kharisma Ilmu, 2008), 47.

42 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam…, 33.

(45)

“Tidak halal darah (jiwa) seorang muslim kecuali karena salah satu

dari tiga hal: kufur sesudah iman, zina sesudah kawin, dan

pembunuhan bukan karena pembunuhan (kisas).”

F. Halangan-Halangan Pelaksanaan Hukuman Zina

Hukuman tidak dapat dilaksanakan apabila alat buktinya hanya berupa

pengakuan dan yang bersangkutan menarik pengakuannya, atau alat buktinya

adalah persaksian lalu salah seorang saksinya menarik persaksiannya sebelum

dilaksanakan hukuman atau salah seorang yang berzina mengingkari atau

mengaku sudah kawin apabila zina dibuktikan dengan pengakuan dari salah

seorang keduanya.44

Adapun karena hilangnya kecakapan para saksi sebelum pelaksanaan

hukuman dan setelah adanya putusan hakim. Dan karena meninggalnya saksi

sebelum hukuman rajam dilaksanakan atau karena sudah dilaksanakan

perkawinan antara pelaku zina tersebut.45

44 A. Djazuli, Fiqh Jinayah…, 63.

(46)

BAB III

PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SOASIO NOMOR:

33/PID.B/2012/PN.SS TENTANG TINDAK PIDANA

PEMERKOSAAN KEPADA KORBAN DALAM KEADAAN

TIDAK BERDAYA

A. Deskripsi Pengadilan Negeri Soasio

Nama : Pengadilan Negeri Soasio

Alamat : Jl. Jenderal A. Yani No. 8, Kota Tidore Kepulauan,

Maluku Utara, 97813

Telp/Fax : (0921) 3161023/(0921) 3162173

Alamat situs : www.pn-soasio.web.id

Email : pn_soasio@ymail.com

Visi : Mewujudkan supremasi hukum melalui kekuasaan

kehakiman yang mandiri, efektif, efisien, serta

mendapatkan kepercayaan publik, professional dalam

memberikan layanan hukum yang berkualitas, etis,

terjangkau, dan biaya rendah bagi masyarakat serta mampu

menjawab panggilan pelayanan publik.

Misi :

1. Mewujudkan rasa keadilan sesuai dengan

undang-undang peraturan serta memenuhi rasa keadilan

(47)

2. Mewujudkan peradilan yang mandiri dan independe,

bebas dari campur tangan pihak lain.

3. Memperbaiki akses pelayanan dibidang peradilan

kepada masyarakat.

4. Memperbaiki kualitas input internal pada proses

peradilan.

5. Mewujudkan institusi peradilan yang efektif, efisien,

bermartabat dan dihormati.

Pengadilan Negeri Soasio adalah salah satu pengadilan negeri kelas II yang

berada di bawah Pengadilan Negeri Tinggi Maluku Utara yang wilayah

hukumnya meliputi:

a. Kota Tidore Kepulauan;

b. Kabupaten Halmahera Tengah (Kabupaten Weda);

c. Kabupaten Halmahera Timur.

B. Deskripsi Terjadinya Tindak Pidana Pemerkosaan kepada Wanita dalam Keadaan Tidak Berdaya dalam Putusan Nomor: 33/Pid.B/2012/Pn.Ss

Deskripsi kasus sebagaimana terdapat dalam dokumen putusan Nomor:

33/Pid.B/2012/Pn.Ss tentang tindak pidana pemerkosaan kepada korban

dalam keadaan tidak berdaya adalah bahwa terdakwa yang bernama Arifin

Lanasiri pada hari Rabu, tanggal 27 Maret 2012 pukul 21.30 WIT bertempat

dibelakang rumah gudang di Desa Nusajaya Kecamatan Wasile Selatan

(48)

memaksa perempuan yang bukan istrinya yakni Halija Haerudin (korban)

bersetubuh dengannya, yang dilakukan oleh terdakwa dengan cara-cara

sebagai berikut:1

Terdakwa yang baru pulang dari minum-minuman beralkohol dan

bertengkar dengan istrinya, terdakwa keluar rumah menuju kearah pantai dan

pada saat itu terdakwa melihat korban yang keadaan fisiknya tidak normal

yakni tidak bisa mendengar, bicara dan tidak bisa melihat sedang mengambil

air, kemudian terdakwa yang saat itu sudah dipengaruhi oleh minuman

beralkohol, ia mendekati dan menuntun tangan korban menuju belakang

gudang kopra. Setelah itu, terdakwa menyandarkan korban pada batang

pohon kelapa sambil terdakwa memegang buah dada korban kemudian

terdakwa membuka celana korban sampai batas lutut yang pada saat itu

korban berusaha untuk melawan namun perlawanan korban tidak

menghalangi perbuatan terdakwa, selanjutnya terdakwa memasukkan

kemaluannya kedalam kemaluan korban, terdakwa kemudian menggoyangkan

pantatnya secara naik turun sebanyak 1 (satu) kali lalu terdakwa melepaskan

kemaluannya dari kemaluan korban dan terdakwa melepaskan celana korban

lalu terdakwa mendudukan korban diatas tanah namun badan korban masih

bersandar pada batang pohon kelapa kemudian terdakwa sambil memasukkan

kemaluannya kedalam kemaluan korban dan pada saat itu korban kembali

berusaha melawan terdakwa dengan cara mendorong tubuh korban namun

kondisi korban lemah dan tidak bisa melihat sehingga perlawanan korban

(49)

sia dan terdakwa kembali menggoyangkan pantatnya beberapa kali namun

belum sempat kemaluan terdakwa mengeluarkan sperma, tiba-tiba datang

Saksi Iswadi Hamadi yang memergoki perbuatan terdakwa sehingga

terdakwa lari meninggalkan korban dan bersembunyi dibalik pohon kelapa.

Akibat dari perbuatan terdakwa tersebut, menyebabkan selaput darah

Halija Haerudin robek pada arah jam tiga, enam, delapan dan Sembilan

sebagaimana diuraikan dalam Visum Et Repertum Nomor :

070/VER/PKM-NJ/III/2012 tanggal 10 Maret 2012 yang dibuat dan ditanda tangani oleh Dr.

Rahmi A. Gafur. Atas perbuatan terdakwa tersebut sebagaimana diatur dan

diancam pidana dalam pasal 286 KUHP.

C. Keterangan Saksi, Keterangan Terdakwa, dan Barang Bukti

a. Keterangan saksi

1. Saksi Halija Haerudin didampingi oleh Ulfa Haerudin selaku

penerjemah. Dikarenakan kondisi saksi yang cacat fisik (tidak bisa

melihat, tidak bisa mendengar dan tidak bisa berbicara) sehingga saksi

tidak disumpah, akan tetapi pendamping/penerjemah memberikan

keterangan dibawah sumpah dipersidangan yang pada pokoknya

menerangkan bahwa saksi kenal dengan terdakwa dan tidak terikat

hubungan pekerjaan dengan terdakwa. Saksi tidak mengetahui kapan

dan dimana tempat kejadian tersebut terjadi karena saksi tidak tahu

waktu dan tempatnya. Dan saksi tidak mengetahui siapa yang

(50)

fisik berupa tidak bisa melihat, tidak bisa mendengar dan tidak bisa

berbicara. Pada saat pemerkosaan terjadi, saksi merasakan kemaluan

saksi mengalami kesakitan ketika terdakwa memasukkan

kemaluan/penisnya ke dalam kemaluan/lubang vagina saksi

merasakan ada darah yang keluar. Setelah kejadian itu berlangsung,

saksi meraba-raba mencari jalan pulang dan pada saat itu ada

perempuan yang datang dan menuntun saksi jalan untuk menuju

tempat tinggal saksi. Setelah saksi tiba dirumah, saksi kemudian

dibawa oleh keluarga saksi ke rumah sakit untuk di visum. Dibaju

saksi tidak terlihat bercak darah karena setiba saksi dirumah saksi

langsung menyuruh keluarga saksi untuk merendam semua pakaian

yang saksi pakai saat kejadian tersebut. Sepengetahuan saksi,

terdakwa tidak pernah melakukan kekerasan fisik kepada saksi saat

terjadi pemerkosaan tersebut hanya saja saksi merasa ketakutan. Saksi

pernah melakukan perlawanan pada terdakwa dengan cara memukul

tangan terdakwa beberapa kali.

2. Saksi Hajar Usman pada pokonya memberikan keterangan bahwa

awal kejadian tersebut terjadi ketika Saksi Mirna datang dan

mengajak saksi ke suatu tempat dan perasaan saksi tidak enak, setiba

saksi ditempat kejadian lalu saksi bersama dengan saksi Mirna

bersembunyi dibawah pohon pisang dan melihat ada 2 (dua) orang

yang mereka kira adalah orang yang berpacaran, saling tarik tidak

(51)

korban. Pada saat saksi bertemu dengan korban, saksi tidak melihat

adanya luka/tanda-tanda kekerasan pada diri korban karena sudah

malam. Dan pada saat saksi bertemu korban, saksi melihat kondisi

rambut korban dalam keadaan berantakan dan korban sudah

berpakaian lengkap, hanya celana dalam korban yang tertinggal dan

terdapat bercak darah.

3. Saksi Iswadi Ahmad pada pokonya memberikan keterangan bahwa

sepengetahuan saksi, awal kejadian tersebut terjadi ketika saksi

hendak ke pantai untuk buang air, kemudian saksi bertemu dengan

saksi Mirna dan saksi Hajar, keduanya datang dan memberitahu saksi

bahwa ada yang membawa nenek Lija (korban), tetapi saksi tidak

percaya lalu kemudian saksi pergi tapi saksi tidak melalui jalur yang

dilalui oleh saksi Mirna dan saksi Hajar akan tetapi saksi memutar

kemudian saksi melihat korban dari arah pantai sambil meraba-raba.

Saksi mengejar terdakwa sampai digudang kopra dan disitu saksi

menangkap terdakwa.

4. Saksi Mirna Rajab pada pokonya memberikan keterangan bahwa

setahu saksi korban telah berusia lanjut dengan usia 58 (lima puluh

delapan) tahun dan belum pernah kawin. Saksi melihat kejadian

perkosaan tersebut bersama saksi Hajar Usman. Awal kejadian

tersebut, ketika saksi bersama dengan saksi Hajar Usman mengintip,

lalu saksi melihat terdakwa menarik 2 (dua) tangan korban dengan

(52)

(korban) ke pohon kelapa. Namun saksi tidak melihat terdakwa

membuka celananya karena terhalang dengan pohon kelapa namun

saksi hanya mendengar suara teriakan dari korban. Dan setahu saksi

teriakan tersebut seperti orang yang sedang dipaksa untuk berbuat

sesuatu. Setelah saksi mendengar teriakan dari korban, saksi

kemudian pergi dan saksi melihat terdakwa berlari dan melompati

pagar menuju kandang kelapa. Setelah saksi mendekati korban, saksi

melihat korban sedang meraba-raba. Setelah itu saksi memberitahu

saksi Iswadi Ahmad bahwa ada orang yang membawa Nenek Lija.

Setahu saksi, terdakwa adalah Pegawai Negeri Sipil di Kantor

Kecamatan. Dan aktivitas terdakwa sehari-hari hanya pergi berjalan

kesana kemari dan juga sering minum-minuman keras.2

b. Keterangan terdakwa

Terdakwa Arifin Lanasiri memberikan keterangan yang pada

pokoknya menerangkan bahwa pada saat kejadian, terdakwa sedang

mabuk karena minum minuman keras. Terdakwa minum-minuman keras

karena terdakwa bertengkar dengan isteri terdakwa karena isteri terdakwa

boros. Setelah bertengkar dengan isteri terdakwa, terdakwa kemudian

keluar dari rumah untuk mencari handphone namun setelah terdakwa tiba

ditempat kejadian terdakwa melihat korban sedang berdiri dipinggir

sumur sambil memegang ember, kemudian terdakwa menarik tangan

korban sampai ke pohon kelapa dan kemudian memerkosa korban.

(53)

Terdakwa tidak

Referensi

Dokumen terkait

lembaga otoritas terkait seperti bank central dan guidelines tentang kerangka penerapan sistem ekonomi Islam dalam lembaga keuangan syariah di Singapura. 1.Kebijakan

Pada kondisi setelah diberi perlakuan metode pembelajaran brainstorming, kelompok perlakuan memiliki pencapaian kreativitas sebesar 80%, sedangkan untuk kelompok kontrol

In- deed, Tarasti recently introduced new types of signs: pre, act and post-signs, un- questionably based on logical relation with a referent within the musical process, so

sehingga tidak bisa menyatakan semangat kepada diri sendiri. 4) Konseli menganggap tugas- tugas yang ada adalah beban sehingga sering mengeluh dan mengerjakan

Berdasarkan uji validitas tersebut di atas menunjukkan bahwa nilai r hitung dan setiap item pernyataan kuesioner lebih besar darl r tabel sebesar 0,304 dengan n = 44 dan α =

Jika nilai piksel pada citra lebih besar dari nilai threshold yang ditentukan maka nilai piksel tersebut akan diubah menjadi warna putih dan diinisialkan dengan

Berdasarkan hasil penelitian tentang Senandung Bertelur Kau Sinangin Pada Masyarakat Melayu di Kota Tanjungbalai (Studi Terhadap Bentuk Musik, Fungsi dan Makna), dapat

Mereka tidak dapat memahami bahawa keputusan mungkin boleh dibuat dan seringkali dapat dicapai dengan cara lain, dengan keputusan yang sama baik, atau bahkan lebih