SKRIPSI
Oleh
Mulyadi
NIM. C03212022
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
FAKULTAS SYARI
’
AH DAN HUKUM
JURUSAN HUKUM PUBLIK ISLAM
PRODI HUKUM PIDANA ISLAM
SKRIPSI
Diajukan Kepada
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu
Syariah dan Hukum
Oleh Mulyadi NIM: C03212022
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syari’ah Dan Hukum
Jurusan Hukum Publik Islam Prodi Hukum Pidana Islam
Surabaya
ABSTRAK
Skripsi yang berjudul “Tinjauan Hukum Pidana Islam terhadap Tindak Pidana Pemerkosaan kepada Wanita dalam Keadaan Tidak Berdaya (Studi Putusan Nomor: 33/Pid.B/2012/Pn.Ss)” adalah hasil penelitian library research untuk menjawab pertanyaan yaitu bagaimana pertimbangan hukum dari hakim dalam memutus perkara nomor 33/Pid.B/2012/Pn.Ss tentang tindak pidana pemerkosaan kepada wanita dalam keadaan tidak berdaya, dan bagaimana tinjauan hukum pidana Islam terhadap tindak pidana pemerkosaan kepada wanita dalam keadaan tidak berdaya.
Data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh dari kajian kepustakaan yaitu berupa teknik bedah putusan, dokumentasi serta kepustakaan. Setelah data terkumpul, data dianalisis dengan metode deskriptif, analisis dan pola pikir deduktif untuk memperoleh kesimpulan yang khusus menurut hukum pidana Islam dan Pasal 286 KUHP.
Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa putusan yang dijatuhkan hakim kepada terdakwa yakni berdasarkan Pasal 286 KUHP diancam dengan pidana penjara paling lama 9 tahun. Berdasarkan pertimbangan hukum dalam hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa, hakim memutus hukuman pidana 4 (empat) tahun penjara dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum yakni hukuman pidana 2 (dua) tahun penjara. Dalam hukum pidana Islam tindak pidana pemerkosaan kepada wanita dalam keadaan tidak berdaya dapat dikategorikan kedalam tindak pidana zina, zina adalah melakukan hubungan seksual dalam arti memasukkan zakar (kelamin pria) ke dalam vagina wanita yang dinyatakan haram, bukan karena syubhat, dan atas dasar syahwat. Dalam hal ini yang mendapatkan hukuman had adalah pelaku yang dapat dijatuhi hukuman rajam sampai mati karena zina yang dilakukan adalah zina muhsan. Para ulama telah sepakat bahwa tidak ada hukuman had bagi wanita yang diperkosa.
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN ... iv
PERSEMBAHAN ... v
MOTTO ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI... x
DAFTAR TRANSLITERASI ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 8
C. Rumusan Masalah ... 9
D. Kajian Pustaka ... 9
E. Tujuan Penelitian ... 11
F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 12
G. Definisi Operasional... 12
H. Metode Penelitian ... 14
BAB II LANDASAN TEORI TENTANG ZINA ... 18
A. Definisi Zina... 18
B. Unsur-Unsur Jarimah Zina ... 21
C. Pembuktian Untuk Jarimah Zina ... 31
D. Dasar Hukum Zina ... 35
E. Macam-Macam Hukuman Zina dan Pelaksanannya ... 37
F. Halangan-Halangan Pelaksanaan Hukuman Zina ... 40
BAB III PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SOASIO NOMOR: 33/PID.B/2012/PN.SS TENTANG TINDAK PIDANA PEMERKOSAAN KEPADA KORBAN TIDAK BERDAYA ... 41
A. Deskripsi Pengadilan Negeri Soasio ... 41
B. Deskripsi Terjadinya Tindak Pidana Pemerkosaan Kepada Korban Tidak Berdaya Dalam Putusan Nomor: 33/Pid.B/2012/Pn.Ss ... 42
C. Keterangan Saksi, Keterangan Terdakwa, Dan Barang Bukti ... 44
D. Pertimbangan Hukum Hakim terhadap Tindak Pidana Pemerkosaan Kepada Korban Tidak Berdaya dalam Putusan Nomor: 33/Pid.B/2012/Pn.Ss ... 48
E. Isi Putusan Nomor: 33/Pid.B/2012/Pn.Ss Tentang Tindak Pidana Pemerkosaan Kepada Korban Tidak Berdaya ... 52
BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI SOASIO DALAM PUTUSAN NOMOR: 33/PID.B/2012/PN.SS TENTANG TINDAK PIDANA PEMERKOSAAN KEPADA KORBAN TIDAK BERDAYA ... 55
B. Analisis Hukum Pidana Islam Terhadap Putusan Nomor: 33/Pid.B/2012/Pn.Ss Tentang Tindak Pidana Pemerkosaan
Kepada Korban Tidak Berdaya ... 63
BAB V PENUTUP ... 71
A. Kesimpulan ... 71
B. Saran ... 72
DAFTAR PUSTAKA ... 74
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kejahatan merupakan persoalan yang dialami manusia dari waktu ke
waktu. Hal ini menunjukkan bahwa kejahatan terjadi dan berkembang dalam
lingkungan kehidupan manusia. Kasus-kasus kesusilaan yang terjadi di
Indonesia tampaknya cukup banyak tetapi penanganannya masih lamban dan
dirasakan oleh sebagian masyarakat bahwa pemidanaannya masih ringan. Di
sisi lain, tampaknya kesulitan-kesulitan pembuktian dialami aparat penegak
hukum.1
Hukum dibuat untuk ditaati, namun banyak masyarakat tidak mengerti
fungsi dari hukum tersebut, bahkan banyak masyarakat yang melanggar
bahkan berbuat kejahatan. Di Indonesia hukum yang mengatur tentang
hukuman bagi pelaku kejahatan diatur dalam KUHP (Kitab Undang-undang
Hukum Pidana) hukum pidana yaitu, peraturan hukum yang mencakup
keharusan dan larangan serta bagi pelanggarnya akan dikenakan sanksi
hukuman terhadapnya.2
Kejahatan terhadap kesopanan yakni pemerkosaan salah satunya dapat
disebabkan oleh beberapa faktor pendukung. Seperti yang diketahui, bahwa
pemerkosaan adalah termasuk di dalam bagian kejahatan terhadap kesopanan
1 Leden Marpaung, Kejahatan Terhadap Kesusilaan, (Jakarta: Sinar Grafika, 1996), 21. 2M. Marwan dan Jimmy P,
yang diatur di dalam KUHP Buku Ke-II Pasal 281 sampai dengan Pasal 303
KUHP. Dalam hal ini pemerkosaan juga bisa dinyatakan sebagai bentuk
perzinaan.
Kejahatan perkosaan bukan suatu jenis kejahatan yang baru. Ia sama tua
usianya dengan keberadaan kehidupan manusia. Pemunculannya tidak saja
dalam masyarakat modern, melainkan juga dalam masyarakat primitif.
Dewasa ini kejahatan perkosaan merupakan kejahatan yang cukup mendapat
perhatian di kalangan masyarakat. Kejahatan tersebut tampaknya meningkat
secara kuantitas, sehingga menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat.3
Ketentuan perzinaan dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia
belum efektif mengatasi masalah perzinaan yang terjadi dalam masyarakat di
wilayah Indonesia. Hal itu dapat terlihat dari kasus perzinaan yang semakin
marak. Pergeseran nilai kesusilaan dalam masyarakat tertentu pun telah
terjadi, yang dapat dilihat dari perilaku sebagian pelaku zina yang semakin
berani dan tidak tercermin rasa bersalah.4
Perzinaan merupakan masalah yang tidak akan pernah habis
diperbincangkan sepanjang hidup manusia dan sepanjang masa. Hal itu
dikarenakan, pada prinsipnya setiap manusia menghendaki adanya sikap
perilaku yang baik antar sesama. Masalah perzinaan tidak hanya menyangkut
hubungan antar manusia sebagai hak insani atau hak adami. Tetapi masalah
perzinaan dan hukumannya memang begitu penting dalam rangka
3 Made Darma Weda, Kriminologi, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1996), 69.
pemeliharaan hubungan antar manusia dan karena betapa dahsyatnya akibat
perzinaan terhadap hidup dan kehidupan manusia serta antar manusia itu
sendiri. Hal itu dapat dilihat dari ketentuan Allah, Tuhan yang Maha Rahman
dan Maha Rahim, yang mendudukkan masalah perzinaan sebagai ranah atau
wilayah hak Allah, yang menentukan bentuk tindak pidana, hukuman dan
pembuktiannya merupakan ketentuan yang qat}’i maupun z}anni>.5
Zina adalah persetubuhan yang dilakukan oleh laki-laki atau perempuan
yang telah kawin dengan perempuan atau laki-laki yang bukan isteri atau
suaminya. Yang dimaksud dengan persetubuhan adalah peraduan antara
anggota kemaluan laki-laki dan perempuan yang biasa dijalankan untuk
mendapatkan anak, jadi anggota laki-laki harus masuk ke dalam anggota
perempuan, sehingga mengeluarkan air mani.6
Allah sebagai al-kha>liq, Maha Pencipta alam semesta, antara lain
manusia, adalah Maha Mengetahui mengenai tabiat atau watak manusia
sebagai makhluk ciptaan-Nya. Demikian pula dalam hal hasrat seksual antar
laki-laki dengan perempuan. Oleh karena itu, Allah telah menentukan
ketentuan-ketentuan hukum yang berkaitan dengan perzinaan, sebagai tanda
cinta Allah kepada hamba-Nya agar setiap manusia tetap suci dan
memelihara diri dari perbuatan keji, antara lain zina.7
Larangan perkosaan pada masyarakat mana pun di dunia ini adalah
sependapat bahwa perkosaan seksual baik secara heteroseksual maupun
5 Ibid., 7.
6 R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-komentarnya Lengkap Pasal demi Pasal, (Bogor: Politeia, 1991), 209.
homoseksual adalah dilarang dan pelakunya dikenakan hukuman, jika
terbukti. Hal itu, karena unsur paksaan dan kekerasan memang terjadi pada
jarimah atau tindak pidana perkosaan.8 Dalam hal ini memaksa berarti di luar
kehendak dari wanita tersebut atau bertentangan dengan kehendak wanita
itu.9 Kasus-kasus pemerkosaan akhir-akhir ini telah menimbulkan
reaksi-reaksi sebagian masyarakat bahkan ketidakpuasan pun terhadap pidana yang
telah dijatuhkan.10
Menurut KUHP, termasuk orang yang melakukan persetubuan dengan
seorang perempuan yang sedang dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya,
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 286 KUHP.11 Pasal 286 KUHP
mengancam dengan maksimum hukuman penjara sembilan tahun, barang
siapa yang diluar perkawinan, bersetubuh dengan seorang perempuan yang ia
tahu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya.12
Tidak berdaya artinya tidak mempunyai kekuatan atau tenaga sama
sekali, sehingga tidak dapat mengadakan perlawanan sedikitpun.13
Perempuan yang kondisinya seperti telah disebutkan, yaitu dalam kondisi
pingsan, tidak berdaya, yang disetubuhi di luar perkawinan oleh seorang
laki-laki, maka KUHP, RUU-KUHP 2008, dan KUHP Belanda menentukan
larangan yang sama, meskipun hukumannya berbeda.14
8 Neng Djubaedah,Perzinaan dalam Peraturan…, 80-81. 9 Leden Marpaung, Kejahatan Terhadap…, 52.
10 Ibid., 48.
11 Neng Djubaedah,Perzinaan dalam Peraturan…, 66.
12 Widjono Prodjodikoro, Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Ed. 2, (Bandung: Eresco,
1986), 118.
Salah satu kesempurnaan syariat Islam adalah adanya aturan-aturan yang
berkenaan dengan hukum publik. Islam tidak sekedar mengajarkan ajaran
moral saja, melainkan juga menyediakan aturan-aturan yang bersifat
imperatif. Baik dalam Alquran maupun dalam Sunah terdapat sanksi-sanksi
yang mengikat yang harus ditegakkan di dunia, bukan sekedar ancaman di
akhirat.
Di agama Islam pun terdapat hukum yang mengatur tentang kejahatan
(Jarimah) yang disebut dengan hukum pidana Islam, pembahasan hukum
pidana Islam ada yang menyebutnya fikih jinayah dan ada pula yang
menjadikan fikih jinayah sebagai subbagian yang terdapat di bagian akhir isi
sebuah kitab fikih atau kitab hadis yang corak pemaparanya seperti kitab
fikih.15
Mengenai kasus yang akan diteliti oleh penulis dalam putusan
Pengadilan Negeri Soasio Nomor: 33/Pid.B/2012/PN.Ss tentang tindak
pidana pemerkosaan kepada wanita dalam keadaan tidak berdaya, yakni
dengan kronologi kasus bahwa pada hari Rabu tanggal 7 Maret 2012 pukul
21.30 WIT bertempat di Desa Nusajaya, Kecamatan Wasile Selatan,
Kabupaten Halmahera Timur, terdakwa Arifin Lanasiri memerkosa seorang
wanita itu dalam keadaan tidak berdaya yaitu yang bernama Halija Haerudin.
Arifin Lanasiri pada saat kejadian sedang mabuk karena minum-minuman
keras. Terdakwa minum-minuman keras karena bertengkar dengan istrinya.
Setelah bertengkar dengan istrinya, terdakwa kemudian keluar dari rumah
15Nurul Irfan dan Masyarofah,
untuk mencari handphone. Namun setelah terdakwa tiba di tempat kejadian,
terdakwa melihat korban (seorang nenek berusia 58 tahun) sedang berdiri di
pinggir sumur sambil memegang ember. Kemudian terdakwa menarik tangan
korban sampai ke pohon kelapa. Korban tidak melakukan perlawanan
dikarenakan keterbatasan kondisinya yang cacat tidak bisa melihat, tidak bisa
mendengar, dan tidak bisa berbicara. Tetapi korban hanya memukul tangan
terdakwa beberapa kali, berteriak karena kesakitan dan merasa ketakutan.
Mengenai hal tersebut terdakwa divonis dengan hukuman penjara 4 (empat)
tahun lebih lama 2 (dua) tahun dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum.16 Namun
berdasarkan Pasal 286, dalam KUHP diancam hukuman maksimal 9
(sembilan) tahun penjara bagi yang terbukti melanggar pasal tersebut. Namun
yang menjadi permasalahan disini adalah, bagaimana hakim dalam
mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan maupun meringankan hingga
bertambahnya hukuman yang dijatuhkan oleh hakim yakni 4 (empat) tahun
penjara yang mulanya Jaksa Penuntut Umum menuntut 2 (dua) tahun penjara.
Hukum pidana Islam merupakan hukum yang bersumber dari agama
maka di dalamnya terkandung dua aspek, yaitu aspek moral dan aspek
yuridis. Aspek moral dapat dilaksanakan oleh setiap individu karena
berkaitan dengan pelaksanaan perintah dan larangan. Aspek yuridis
dilaksanakan oleh pemerintah karena menyangkut sanksi hukum dan ini tidak
bisa dilaksanakan oleh perorangan, seperti halnya dalam hukum perdata.17
16Direktori Putusan Nomor: 33/Pid.B/2012/PN.Ss.
17 Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika,
Ditinjau dari unsur-unsur jarimah atau tindak pidana, objek utama kajian
fikih jinayah dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu
al-rukn al-
sya>r’
i
atau unsur formil,
al-rukn al-ma>d}i
> atau unsur materiil,al-rukn al-adabi>
atau unsur moril. Dalam hukum pidana Islam terdapat tiga macam tindak
pidana (jarimah) yaitu, jarimah hudud, jarimah kisas atau diyat, dan jarimah
takzir.18
Dalam hukum pidana Islam, terkait dengan kasus zina tersebut diatas
dapat dikenakan sanksi hudud. Namun adapun perbedaan antara hukuman
zina dengan hukuman perkosaan adalah bahwa hukuman zina dikenakan
kepada kedua belah pihak (laki-laki dan perempuan), sedangkan hukuman
perkosaan hanya diberikan kepada pelaku perkosaan saja dan tidak dikenakan
kepada korban. Pada masa Nabi Muhammad saw. pun pernah terjadi
seseorang perempuan yang diperkosa. Terhadap kasus ini Rasulullah saw.
tidak menjatuhkan hukuman terhadap perempuan itu.19
Berdasarkan permasalahan di atas, penulis tertarik untuk mengadakan
penelitian yang berkaitan dengan “Tinjauan Hukum Pidana Islam terhadap
Tindak Pidana Pemerkosaan kepada Wanita dalam Keadaan Tidak Berdaya
(Studi Putusan Nomor 33/Pid.B/2012/PN.Ss)”. Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui apakah landasan hukum yang digunakan Hakim Pengadilan
Negeri Soasio dalam menyelesaikan perkara tindak pidana pemerkosaan
kepada wanita dalam keadaan tidak berdaya sesuai dengan hukum pidana
Islam dan perundang-undangan yang berlaku, serta tinjauan hukum pidana
Islam tentang tindak pidana tersebut.
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, penulis dapat mengidentifikasi
beberapa masalah sebagai berikut:
1. Unsur-unsur yang terdapat pada Pasal 285 KUHP tentang tindak pidana
pemerkosaan.
2. Unsur-unsur yang terdapat pada Pasal 286 KUHP tentang tindak pidana
pemerkosaan kepada wanita dalam keadaan tidak berdaya.
3. Bentuk hukuman yang diberikan kepada pelaku tindak pidana
pemerkosaan kepada wanita dalam keadaan tidak berdaya.
4. Akibat yang timbul dari adanya tindak pidana pemerkosaan kepada
wanita dalam keadaan tidak berdaya.
5. Pertimbangan hukum hakim dalam tindak pidana pemerkosaan kepada
wanita dalam keadaan tidak berdaya.
6. Tinjauan hukum pidana Islam terhadap tindak pidana pemerkosaan
kepada wanita dalam keadaan tidak berdaya dalam putusan Nomor
33/Pid.B/2012/PN.Ss.
Kemudian untuk menghasilkan penelitian yang lebih fokus pada
1. Dasar hukum pertimbangan hukum Hakim terhadap tindak pidana
pemerkosaan kepada wanita dalam keadaan tidak berdaya (studi putusan
Nomor: 33/Pid.B/2012/PN.Ss).
2. Tinjauan hukum pidana Islam terhadap tindak pidana pemerkosaan
kepada wanita dalam keadaan tidak berdaya (studi putusan Nomor:
33/Pid.B/2012/PN.SS).
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut di atas, maka
dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana pertimbangan hukum Hakim terhadap tindak pidana
pemerkosaan kepada wanita dalam keadaan tidak berdaya (studi putusan
Nomor: 33/Pid.B/2012/PN.SS)?
2. Bagaimana tinjauan hukum pidana Islam terhadap tindak pidana
pemerkosaan kepada wanita dalam keadaan tidak berdaya (studi putusan
Nomor: 33/Pid.B/2012/PN.SS)?
D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian atau penelitian
yang pernah dilakukan di seputar masalah yang diteliti sehingga terlihat jelas
duplikasi dari kajian atau penelitian yang telah ada.20 Berkaitan dengan
beberapa tema diantaranya ialah:
1. Skripsi yang disusun oleh Muhammad Zainuddin yang berjudul “Putusan
Pengadilan Negeri Sidoarjo Nomor. 945/Pid/B/2006/PN.Sda tentang
Tindak Pidana Pemerkosaan dan Penganiayaan (Kajian KUHP dan
Maslahah al-Ghazali)” yang menjerat pelaku tindak pidana pemerkosaan
dan penganiayaan dengan hukuman 6 (enam) tahun penjara, 2 (dua) tahun
lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum sebagaimana yang
tercantum dalam Pasal 285 KUHP dan Pasal 351 ayat (2) KUHP.”21
2. Skripsi yang disusun oleh Asyifa yang berjudul “Studi Analisis Hukum
Islam terhadap Putusan Pengadilan Negeri Sidoarjo Nomor:
189/Pid.B//2009/PN.Sda tentang Pemerkosaan Anak di Bawah Umur”
yang menjerat pelaku perkosaan dengan hukuman pidana penjara selama
7 (tujuh) tahun dan denda sebesar Rp. 60.000,000,- (enam puluh juta
rupiah) subsidair 5 bulan atas dasar pertimbangan dari hal-hal yang
memberatkan dan meringankan.22
3. Skripsi yang disusun oleh Gusman yang berjudul “Tindak Pidana
Perkosaan Studi Komparasi Antara Hukum Islam dan Hukum Positif”
yang menjelaskan bahwa dalam hukum Islam tindak pidana perkosaan
20Fakultas Syari’ah dan Ekonomi Islam UIN Sunan Ampel Surabaya, Petunjuk Teknis Penulisan
Skripsi, (Surabaya: t.p., 2015), 8.
21Muhammad Zainuddin, “Putusan Pengadilan Negeri Sidoarjo Nomor. 945/Pid/B/2006/PN.Sda
Tentang Tindak Pidana Pemerkosaan dan Penganiayaan (Kajian KUHP dan Maslahah
al-Ghazali)” (Skripsi--IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2006).
22Asyifa, “Studi Analisis Hukum Islam Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Sidoarjo Nomor.
189/Pid.B//2009/PN.Sda Tentang Pemerkosaan Anak Di Bawah Umur” (Skripsi—IAIN Sunan
bisa masuk dalam kategori perzinahan, sedangkan dalam hukum positif
Indonesia permasalahan tindak pidana perkosaan diatur dalam KUHP
pada pasal 285.23
Penelitian yang penulis lakukan berbeda dengan penelitian-penelitian
yang sudah pernah dibahas sebelumnya. Yang membedakan dalam penulisan
skripsi ini adalah penulis akan menganalisis terhadap putusan Nomor:
33/Pid.B/2012/PN.SS tentang tindak pidana pemerkosaan kepada wanita
dalam keadaan tidak berdaya. Dalam hal ini, penulis akan mengkaji putusan
tersebut berdasarkan Pasal 286 KUHP dan meninjau dari segi hukum pidana
Islam. Kajian pustaka yang dilakukan oleh peneliti bertujuan untuk mendapat
gambaran mengenai pembahasan dan topik yang akan diteliti oleh peneliti.
E. Tujuan Penelitian
Sehubungan dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari
penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pertimbangan hukum Hakim terhadap tindak pidana
pemerkosaan kepada wanita dalam keadaan tidak berdaya (studi putusan
Nomor: 33/Pid.B/2012/PN.SS).
2. Untuk mengetahui tinjauan hukum pidana Islam terhadap tindak pidana
pemerkosaan kepada wanita dalam keadaan tidak berdaya (studi putusan
Nomor: 33/Pid.B/2012/PN.SS).
23Gusman, “Tindak Pidana Perkosaan Studi Komparasi Antara Hukum Islam dan Hukum Positif”
F. Kegunaan Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran
bagi disiplin keilmuan secara umum dan sekurang-kurangnya dapat
digunakan untuk 2 (dua) aspek, yaitu:
1. Aspek teoritis, yaitu sebagai masukan dalam rangka pengembangan ilmu
pengetahuan khususnya di bidang hukum pidana Islam yang berkaitan
dengan masalah tindak pidana pemerkosaan kepada wanita dalam
keadaan tidak berdaya.
2. Aspek praktis
a. Dapat dijadikan sebagai bahan penyusunan hipotesis bagi penelitian
selanjutnya yang berkaitan dengan masalah tindak pidana
pemerkosaan kepada wanita dalam keadaan tidak berdaya.
b. Sebagai sumbangan informasi bagi masyarakat tentang betapa
pentingnya hukuman bagi pelaku tindak pidana pemerkosaan kepada
wanita dalam keadaan tidak berdaya.
G. Definisi Operasional
Sebagai gambaran di dalam memahami suatu pembahasan maka perlu
adanya pendefinisian terhadap judul yang bersifat operasional dalam
penulisan skripsi ini agar mudah untuk memahami penelitian ini dengan jelas
tentang arah dan tujuannya. Sehingga tidak terjadi kesalahpahaman dalam
Adapun judul skripsi “Tinjauan Hukum Pidana Islam terhadap Tindak
Pidana Pemerkosaan kepada Wanita dalam Keadaan Tidak Berdaya (Studi
Putusan Nomor 33/Pid.B/2012/PN.SS)”, untuk memperoleh gambaran yang
luas dan pemahaman yang utuh tentang judul penelitian ini, maka penulis
sertakan beberapa definisi hal-hal yang terkait dengan penelitian ini:
1. Hukum pidana Islam merupakan hukum yang bersumber dari agama maka
di dalamnya terkandung dua aspek, yaitu aspek moral dan aspek yuridis.
Aspek moral dapat dilaksanakan oleh setiap individu karena berkaitan
dengan pelaksanaan perintah dan larangan. Aspek yuridis dilaksanakan
oleh pemerintah karena menyangkut sanksi hukum dan ini tidak bisa
dilaksanakan oleh perorangan, seperti halnya dalam hukum perdata.24
Dalam penelitian ini teori yang digunakan adalah teori jarimah zina yang
diancam hukuman hudud.
2. Tindak pidana pemerkosaan adalah suatu tindakan kriminal berwatak
seksual yang terjadi ketika seorang manusia (atau lebih) memaksa
manusia lain untuk melakukan hubungan seksual dalam bentuk penetrasi
vagina atau anus dengan penis, anggota tubuh lainnya seperti tangan, atau
dengan benda-benda tertentu secara paksa baik dengan kekerasan atau
ancaman kekerasan.
24 Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika,
3. Tidak berdaya adalah tidak mempunyai kekuatan atau tenaga sama sekali,
sehingga tidak dapat mengadakan perlawanan sedikitpun.25 Perempuan
yang kondisinya seperti ini dalam keadaan cacat.
H. Metode Penelitian
Penelitian ini dapat digolongkan dalam jenis penelitian kualitatif dengan
prosedur penelitian yang akan menghasilkan data deskriptif berupa data
tertulis dari dokumen, Undang-undang dan putusan Pengadilan Negeri Soasio
Nomor: 33/Pid.B/2012/PN.Ss yang dapat ditelaah. Untuk mendapatkan hasil
penelitian yang akurat dalam menjawab beberapa persoalan yang diangkat
dalam penulisan ini, maka menggunakan metode:
1. Data yang dikumpulkan
a. Data mengenai putusan Pengadilan Negeri Soasio Nomor:
33/Pid.B/2012/PN.Ss tentang tindak pidana pemerkosaan kepada
korban tidak berdaya.
b. Ketentuan tentang perzinahan menurut hukum pidana Islam.
2. Sumber data
Sumber data, yakni sumber dari mana data akan digali, baik primer
maupun sekunder.26 Adapun sumber-sumber data tersebut adalah sebagai
berikut:
25 R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana…, 98.
a. Sumber primer
Sumber primer merupakan data yang bersifat utama dan penting
yang memungkinkan untuk mendapat sejumlah informasi yang
diperlukan dan berkaitan dengan penelitian yaitu putusan Pengadilan
Negeri Soasio Nomor: 33/Pid.B/2012/PN.SS tentang tindak pidana
pemerkosaan kepada wanita dalam keadaan tidak berdaya dan Kitab
Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
b. Sumber sekunder
Sumber sekunder yaitu sumber data yang diambil dan diperoleh
dari bahan pustaka dengan mencari data atau informasi berupa
benda-benda tertulis seperti buku-buku literatur yang dipakai sebagai
berikut:
1) Neng Djubaedah, Perzinaan dalam Peraturan Perundang-undangan
di Indonesia Ditinjau dari Hukum Islam.
2) Made Darma Weda, Kriminologi.
3) Leden Marpaung, Kejahatan Terhadap Kesusilaan dan Masalah
Prevensinya.
4) Wirdjono Prodjodikoro, Tindak-tindak Pidana Tertentu di
Indonesia.
5) Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam.
3. Teknik pengumpulan data
Sesuai dengan bentuk penelitiannya yakni kajian pustaka
(library research), maka penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan:
a. Teknik dokumentasi yaitu teknik mencari data dengan cara
membaca dan menelaah dokumen, dalam hal ini dokumen
putusan Pengadilan Negeri Soasio Nomor:
33/Pid.B/20112/PN.Ss.
b. Teknik kepustakaan yaitu dengan cara mengkaji literatur atau
buku yang berkaitan dengan objek penelitian.
4. Teknis analisis data
Teknis analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan teknik deskriptif, analisis yaitu teknik analisis dengan
cara menggambarkan data sesuai dengan apa adanya dalam hal ini
data tentang dasar dan pertimbangan hukum hakim dalam putusan
Pengadilan Negeri Soasio Nomor: 33/Pid.B/20112/PN.Ss kemudian
dianalisis dengan hukum pidana Islam dalam hal ini teori
perzinahan.
I. Sistematika Pembahasan
Penelitian ini membutuhkan pembahasan yang sistematis agar lebih
menyusun penelitian ini ke dalam 5 (lima) bab pembahasan. Adapun
sistematika pembahasan skripsi tersebut secara umum adalah sebagai berikut:
Bab I, pada bab ini diuraikan tentang pendahuluan yaitu meliputi latar
belakang masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian
pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional,
metode penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab II, bab ini merupakan landasan teori tentang perzinahan yang
meliputi definisi, macam-macam, jenis-jenis, dan sanksi hukumannya.
Bab III, bab ini membahas tentang hukuman hakim terhadap putusan
Pengadilan Negeri Soasio Nomor: 33/Pid.B/2012/PN.Ss tentang tindak
pidana pemerkosaan kepada wanita dalam keadaan tidak berdaya, isi putusan,
dasar, pertimbangan, putusan dan implikasi.
Bab IV, bab ini mengemukakan tentang analisis hukum pidana Islam
terhadap tindak pidana pemerkosaan kepada wanita dalam keadaan tidak
berdaya dalam putusan Pengadilan Negeri Soasio Nomor:
33/Pid.B/2012/PN.Ss.
Bab V, bab ini merupakan kesimpulan dan saran yang memuat uraian
BAB II
LANDASAN TEORI TENTANG ZINA
A. Definisi Zina
Zina secara harfiah berarti fa>h}ishah, yaitu perbuatan keji. Zina dalam
pengertian istilah adalah hubungan kelamin antara seorang lelaki dengan
seorang perempuan yang satu sama lain tidak terikat dalam hubungan
perkawinan.1 Ibnu Rusyd mendefinisikan zina sebagai persetubuan yang
dilakukan bukan karena nikah sah atau semu nikah dan bukan karena
pemilikan hamba sahaya.2 Namun dalam hal ini tidak menjadi persoalan
apakah salah seorang atau kedua belah pihak telah memiliki pasangan
hidupnya masing-masing ataupun belum menikah sama sekali. Kata “zina”
ini dikenakan baik terhadap seorang atau keduamya telah menikah ataupun
belum. Islam menganggap zina bukan hanya sebagai dosa besar, melainkan
juga sebagai suatu tindakan yang akan membuka gerbang berbagai perbuatan
memalukan lainnya, misalnya akan menghancurkan landasan keluarga yang
sangat mendasar, akan mengakibatkan terjadinya banyak perselisihan dan
pembunuhan, meruntuhkan nama baik dan kekayaan, serta menyebarluaskan
sejumlah penyakit baik jasmani maupun rohani.3
1 Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), 37.
Para fuqaha (ahli hukum Islam) sepakat mengartikan zina, yaitu
melakukan hubungan seksual dalam arti memasukkan zakar (kelamin pria) ke
dalam vagina wanita yang dinyatakan haram, bukan karena syubhat, dan atas
dasar syahwat.4 Akan tetapi, mereka berbeda pendapat dalam
mengkualifikasinkan persetubuan yang diharamkan tersebut yang berakibat
pada hukuman dera atau rajam (had zina) sebagaimana dikemukakan dalam
Alquran dan Sunah.5 Beberapa pendapat tersebut di antaranya:
1. Pendapat mazhab Maliki
MazhabMaliki sebagaimana dikutip oleh Abdul Qadir Audah,
memberikan definisi sebagai berikut:
“Zina adalah persetubuan yang dilakukan oleh orang mukalaf terhadap
farji manusia (wanita) yang bukan miliknya secara disepakati dengan
kesengajaan.”
2. Pendapat mazhab Hanafi
“Zina adalah nama bagi persetubuan yang haram dalam qubul (kemaluan)
seorang perempuan yang masih hidup dalam keadaan ikhtiar (tanpa
paksaan) di dalam negeri yang adil yang dilakukan oleh orang-orang
kepadanya berlaku hukum Islam, dan wanita tersebut bukan miliknya dan
tidak ada syubhat dalam miliknya.”
3. Pendapat mazhab Syafii
4 Zainuddin Ali, Hukum Pidana…, 37.
5 Enceng Arif Rizal dan Jaih Mubarok, Kaidah Fiqh Jinayah (Asas-asas Hukum Pidana Islam),
Mazhab Syafii sebagaimana dikutip oleh Abdul Qadir Audah,
memberikan definisi sebagai berikut.
“Zina adalah memasukkan zakar ke dalam farji yang diharamkan karena
zatnya tanpa ada syubhat dan menurut tabiatnya menimbulkan syahwat.”
4. Pendapat mazhab Hambali
“Zina adalah melakukan perbuatan keji (persetubuan), baik terhadap
qubul (farji) maupun dubur.”6
5. Pendapat Za>hiriyah
“Zina adalah mewahti’ orang yang tidak halal untuk dilihat dan ia tahu
akan keharamannya.”
6. Pendapat Ima>miyah
“Zina adalah masuknya penis terhadap farji perempuan yang haram baik
melalui depan (vagina) atau belakang (anus), tidak terikat akad nikah,
bukan miliknya, dan tidak ada syubhat.”7
Apabila diperhatikan, maka dari beberapa definisi tersebut berbeda
dalam redaksi dan susunan kalimatnya, namun dalam intinya sama, yaitu
bahwa zina adalah hubungan kelamin antara seorang laki-laki dan perempuan
di luar nikah. Hanya kelompok Hanabilah yang memberikan definisi yang
singkat dan umum, yang menyatakan bahwa zina adalah setiap perbuatan keji
yang dilakukan terhadap farji atau dubur. Dengan demikian, Hanabilah
6Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), 6-7. 7Enceng Arif Rizal dan Jaih Mubarok,
menegaskan dalam definisinya bahwa hubungan kelamin terhadap dubur
dianggap sebagai zina yang dikenakan hukuman had.8
Konsep tentang tindak pidana perzinaan menurut hukum Islam jauh
berbeda dengan sistem hukum Barat, karena dalam hukum Islam, setiap
hubungan seksual yang diharamkan itulah zina, baik yang dilakukan oleh
orang yang telah berkeluarga maupun yang belum berkeluarga asal ia
tergolong orang mukallaf, meskipun dilakukan dengan rela sama rela, hal
tersebut tetap merupakan tindak pidana.9
Dalam syariat Islam, perzinaan bukan saja perbuatan yang dianggap
jarimah. Lebih dari itu, perzinaan dikategorikan sebagai suatu tindak pidana
yang termasuk dalam kelompok jarimah hudud, yaitu kelompok jarimah yang
menduduki urutan teratas dalam hirarki jarimah-jarimah. Kelompok jarimah
hudud ini mengancamkan pelakunya dengan hukuman yang sangat berat, dan
rata-rata berupa hilangnya nyawa, atau paling tidak hilangnya sebagian
anggota tubuh pelaku jarimah.10
B. Unsur-Unsur Jarimah Zina
Dari beberapa definisi yang dikemukakan para ahli, sekalipun terdapat
perbedaan redaksional, namun terdapat persamaan visi.11 Para ulama sepakat
bahwa terdapat dua unsur jarimah zina, yaitu:12
8 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam…, 8.
9 A. Djazuli, Fiqh Jinayah, (Bandung: Raja Grafindo, 1996), 35. 10 Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam…, 70.
11 Ibid., 72
1. Persetubuhan yang haram, dan
2. Adanya kesengajaan atau ada itikad jahat.
1. Persetubuhan yang diharamkan
Persetubuhan yang dianggap sebagai zina atau persetubuhan yang
haram adalah persetubuhan pada farji wanita bukan istrinya atau
hambanya dan masuknya zakar tersebut seperti masuknya ember ke
dalam sumur dan tetap dianggap zina.13 Ukurannya adalah apabila kepala
kemaluan (h}ashafah) telah masuk ke dalam farji walaupun sedikit, hal
tersebut juga dianggap sebagai zina walaupun ada penghalang antara
zakar dan kemaluan perempuan, selama penghalangnya tipis yang tidak
menghalangi perasaan dan kenikmatan bersenggama. Di samping itu,
kaidah untuk menentukan persetubuhan sebagai zina adalah persetubuhan
yang terjadi bukan pada miliknya sendiri. Dengan demikian, apabila
persetubuhan terjadi dalam lingkungan hak milik sendiri karena ikatan
perkawinan maka persetubuhan tersebut tidak dianggap sebagai zina,
walaupun persetubuhannya itu diharamkan karena suatu sebab. Hal ini
karena hukum haramnya persetubuhan tersebut datang belakangan karena
adanya suatu sebab bukan karena zatnya Contohnya, seperti menyetubuhi
yang sedang haid, nifas, atau sedang berpuasa ramadhan. Persetubuhan ini
semuanya dilarang, tetapi tidak dianggap sebagai zina.14
Apabila persetubuhan tidak memenuhi ketentuan-ketentuan tersebut
maka tidak dianggap sebagai zina yang dikenai hukuman had, melainkan
13 Ibid.
hanya tergolong kepada perbuatan maksiat yang diancam dengan
hukuman takzir, walaupun perbuatannya itu merupakan pendahuluan dari
zina. Contohnya seperti mufakhodzah (memasukkan penis di antara dua
paha), atau memasukkannya ke dalam mulut, atau sentuhan-sentuhan di
luar farji. Demikian pula perbuatan maksiat yang lain yang juga
merupakan pendahuluan dari zina dikenai hukuman takzir. Contohnya
seperti ciuman berpelukan, bersunyi-sunyi dengan wanita asing (bukan
muhrim), atau tidur bersamanya dalam satu ranjang. Perbuatan-perbuatan
ini dan semacamnya yang merupakan rangsangan terhadap perbuatan zina
merupakan maksiat yang harus dikenai hukuman takzir.15 Larangan
terhadap perbuatan-perbuatan tersebut tercakup dalam firman Allah
Surah Alisra ayat 32 yang berbunyi:
الو
ا
ا ْوبرْقت
ا
ىن ِ زلا
ا
اهَنِإ
ا
اناك
ااف
ا
ا ةش ِح
ا
اء سو
ا
ا ليِبس
Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan merupakan suatu jalan yang buruk. (QS. Alisra : 32)16
Adapun pada umumnya para fukaha sepakat bahwa yang dianggap
zina itu adalah persetubuan terhadap farji manusia yang masih hidup,
namun dalam penerapannya terhadap kasus-kasus tertentu mereka
kadang-kadang berbeda pendapat. Beberapa kasus dan pendapat para
ulama mengenai hukumannya adalah sebagai berikut.
15 Ibid., 8-9.
16Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya (Transliterasi Arab-Latin), (Semarang:
a. Persetubuan dengan adanya syubhat
Golongan mazhab syafii membagi syubhat ini kepada tiga bagian
sebagai berikut:17
1) Syubhat dalam objek atau tempat;
2) Syubhat pada dugaan pelaku;
3) Syubhat pada Jihat atau aspek hukum.
Golongan Hanafiyah membagi syubhat ini kepada dua bagian, yaitu
sebagai berikut:
1) Syubhat dalam perbuatan; dan
2) Syubhat dalam tempat atau objek.
Sebenarnya Imam Abu Hanifah sendiri masih menambah macam
syubhat ini dengan macam yang ketiga, yaitu syubhat yang terjadi
karena adanya akad walaupun akad tersebut telah disepakati oleh para
ulama tentang haramnya. Dalam hubungan dalam syubhat dalam
persetubuhan karena adanya akad ini, berikut adalah beberapa
kasusnya.18
1) Persetubuhan dengan wanita muhrim yang dinikahi;
2) Persetubuhan dalam pernikahan yang batal;
3) Persetubuhan dalam pernikahan yang diperselisihkan
hukumnya;
4) Persetubuhan karena dipaksa.
b. Kekeliruan persetubuhan
Kekeliruan atau kesalahan dalam persetubuhan ini ada dua
macam kemungkinan, yaitu kekeliruan dalam persetubuhan yang
mubah dan kekeliruan dalam persetubuhan yang diharamkan.
c. Perkawinan setelah terjadinya zina
Perkawinan yang menyusul setelah terjadinya perbuatan zina
dianggap sebagai syubhat yang menggugurkan hukuman had.
Pendapat ini dikemukakan oleh Imam Abu Hanifah menurut Abu
Yusuf.
d. Utuhnya selaput darah.
Apabila empat orang saksi menyaksikan seorang wanita berzina,
tetapi berdasarkan hasil pemeriksaan dokter ahli yang dapat
dipercaya, selaput dara wanita tersebut masih utuh maka tidak
hukuman had bagi wanita, karena hal itu danggap sabagai syubhat.
Demikian pula para saksi tidak dikenakan hukuman, karena mereka
bertindak sebagai saksi bukan sebagai penuduh.
2. Adanya kesengajaan atau adanya iktikad jahat
Unsur yang kedua dari jarimah zina adalah adanya niat dari pelaku
yang melawan hukum. Unsure ini terpenuhi apabila pelaku melakukan
suatu perbuatan (persetubuhan) padahal ia tahu bahwa wanita yang
disetubuhinya adalah wanita yang diharamkan baginya. Dengan
sengaja, tetapi ia tidak tahu bahwa perbuatan yang dilakukannya tersebut
haram maka ia tidak dikenai hukuman had.19
C. Pembuktian Untuk Jarimah Zina
Pelaku jarimah zina dapat dikenai hukuman had apabila perbuatannya
telah dapat dibuktikan.20 Alat bukti jarimah zina ada tiga macam, yaitu:21
1. Dengan saksi,
2. Pengakuan, dan
3. Dengan qari>nah.
1. Saksi
Disepakati oleh para ulama bahwa zina itu tidak dapat diterapkan
kecuali dengan empat orang saksi. Apabila saksi itu kurang dari empat
maka persaksian tersebut tidak diterima. Hal ini apabila pembuktiannya
hanya berupa saksi semata-mata dan tidak ada bukti-bukti yang lain.22
Hal tersebut berdasarkan firman Allah swt.:
a. Surah Annisa ayat 15
ىِتَلاو
ا
اْأي
ا
انْيِت
ا
افْلا
ا
ا ةش ِح
ا
اْنِم
ا
سِن
ا
اْمكِء
ا
اف
ا
اْشتْس
ا ْو ِ
اَنِ ْيلع
اا
ا ةعب ْ
ا
اْم ْنِم
...
Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat orang saksi di antara kamu (yang menyaksikannya)… (QS. Annisa : 15)23
b. Surah Annu>r ayat 4
19 Ibid., 25.
20 Ibid., 41.
21 A. Djazuli, Fiqh Jinayah…, 44.
22 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam…, 41.
23Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya (Transliterasi Arab-Latin), (Semarang:
انْيِ َلاو
ا
ام ْري
ان ْو
ا
اِ انصْح ْلا
ا
اَمث
ا
اْمل
ا
ا ْوتْاي
ا
اْ أِب
اِةعب
ا
اءآ ش
ا
اف
ا
اْو ِلْج
ا
اْمه
ا
ا ث
ا
انْيِن
ا
ا ْلج
(ا...
ونلا
ا:
)
ا
Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera… (QS. Annu>r: 4)24
Disamping itu, banyak sekali hadis yang menguatkan ayat-ayat di
atas. Akan tetapi tidak setiap orang bisa diterima untuk menjadi saksi.
Mereka yang diterima sebagai saksi adalah orang-orang yang memenuhi
syarat-syarat yang telah ditentukan. Syarat-syarat ini ada yang umum dan
ada pula syarat yang khusus untuk persaksian dalam jarimah zina saja.25
a. Syarat-syarat saksi
1) Syarat-syarat umum
Syarat-syarat umum yang berlaku untuk semua jenis
persaksian dalam setiap jarimah. Syarat-syarat tersebut adalah
sebagai berikut:26
a) Baligh (dewasa),
b) Berakal,
c) Al-Hifzhu (kuat ingatan),
d) Dapat berbicara,
e) Dapat melihat,
f) Adil,
24Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya (Transliterasi Arab-Latin), (Semarang:
CV. Asy-Syifa’, t.t.), 765.
g) Islam,
h) Tidak ada yang menghalangi persaksian
Di samping syarat-syarat yang telah disebutkan di atas,
seorang saksi juga disyaratkan tidak ada hal-hal yang menghalangi
diterimanya persaksiannya. Hal-hal yang dapat menghalangi
seseorang untuk diterimanya persaksiannya adalah sebagai
berikut:
a) Hubungan keluarga (kerabat), seperti orang tua terhadap
anaknya juga suami terhadap istrinya, atau sebaliknya.
b) Permusuhan
c) Tuhmah atau adanya hal-hal yang dianggap dapat
memperingan atau memperberat tuntutan terhadap
terdakwa.
2) Syarat-syarat khusus untuk jarimah zina
Di samping syarat-syarat umum yang telah disebutkan di atas,
untuk persaksian dalam jarimah zina harus dipenuhi syarat-syarat
khusus. Syarat-syarat khusus ini adalah sebagai berikut.27
a) Laki-laki
b) Al-Ishalah (menyaksikan secara langsung)
c) Peristiwa zina belum kadaluwarsa
d) Persaksian harus dalam satu majelis
e) Bilangan saksi harus empat orang
f) Persaksian harus meyakinkan, diterima dan dianggap sah oleh
hakim.
2. Dengan pengakuan
Pengakuan yaitu, pernyataan dari pezina sebanyak empat kali dengan
(bentuk) pengakuan yang jelas, dan ia tidak menarik kembali
pengakuannya sampai dilaksanakan had kepadanya. Jika ia menarik
pengakuannya atau ia melarikan diri, maka biarkan.28 Imam Abu Hanifah
dan Imam Ahmad mensyaratkan pengakuan ini harus dinyatakan empat
kali, dengan mengqiyaskannya kepada empat orang saksi dan beralasan
dengan hadis Maiz yang menjelaskan tentang pengakuannya sebanyak
empat kali di hadapan Rasulullah saw. bahwa ia telah melakukan
perbuatan zina. Adapun menurut Imam Malik dan Imam Syafii
pengakuan itu cukup sekali, karena pengakuan itu merupakan
pemberitahuan, dan pemberitahuan tidak akan ditambah dengan cara
diulang-ulang.29
Pengakuan harus terperinci dan menjelaskan tentang hakikat
perbuatan, sehingga dapat menghilangkan syubhat (ketidakjelasan) dalam
perbuatan zina tersebut. Pengakuan harus sah atau benar, dan hal ini tidak
mungkin timbul kecuali dari orang yang berakal dan mempunyai
kebebasan. Dengan hal ini, orang yang memberikan pengakuan haruslah
orang yang berakal dan mempunyai pilihan, tidak gila dan tidak dipaksa.
Di samping itu, Imam Abu Hanifah mensyaratkan bahwa pengakuan
harus diucapkan di muka sidang pengadilan. Sedangkan Imam Malik,
Imam Syafii dan Imam Ahmad pengakuan boleh diucapkan di muka
sidang dan boleh di luar sidang.30
3. Dengan qari>nah
Qari>nah atau tanda yang dianggap sebagai alat pembuktian dalam
jarimah zina adalah timbulnya kehamilan pada seorang wanita yang tidak
bersuami, atau tidak diketahui suaminya. Dasar penggunaan qarinah
sebagai alat bukti untuk jarimah zina adalah ucapan sahabat dan
perbuatannya.31
D. Dasar Hukum Zina
Dasar hukum hudud zina di dalam Alquran di antaranya:32
a. QS. Annur ayat 2
اا
اةيِناَزل
ا
اْيِناَزلاو
ا
اِلْجاف
اْو
اَلكا
ا
او
ا ِحا
ا
ا ْنِ م
ا
اِم
اء
ا
اج
ا ْل
ا
اْمكْ خْأتلو
ا
ا ِ ِب
ا
اٌةفْ
ا
اْيِف
ااِ
ااْي
اِن
ا
اَِّ
ا
اْنِإ
ا
اْمتْنك
ا
انونِمْ ت
ا
اَِّاِب
ا
اِ ْويْلاو
ا
اِر ِخ ْْا
ا
ا با عْ ْشيْلو
ا
اٌةفِء
ا
انِم
ا
انيِنِمْ ْلا
.
Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman.33
b. QS. Annisa ayat 15
30 Ibid., 54.
31 Ibid., 55.
ىِتَلاو
ا
انْيِتْأي
ا
اةش ِحفْلا
ا
نِم
ا
اسِ ن
اْمكِء
ا
اف
ا
اْاو ِبْشتْس
ا
اَنِ ْيلع
اا
ا
اعب ْ
ا ة
ا
اْم ْنِم
ا
نِإف
ا
ا ِ ش
ا
اْاو
ا
و ِسْمأف
ا
اَنه
ا
ىِف
ا
اِ ويبْلا
ا
ىَتح
ا
اَن َفوتي
ا
ا ْو ْلا
ا
اْو
ا
العْجي
ا
اَّ
اا
اَنه
ا
ا ليِبس
.
Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat orang saksi di antara kamu (yang menyaksikan). Kemudian apabila mereka telah member persaksian, maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan yang lain kepadanya.34
c. QS. Alisra ayat 32
الو
ا
ا ْوبرْقت
ا
ىن ِ زلا
ا
اهَنِإ
ا
اناك
ااف
ا
ا ةش ِح
ا
اء سو
ا
ا ليِبس
Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.35
d. QS. Annur ayat 30-31
اْلق
ا
انْيِنِمْ ْلِ ل
ا
ا ْو غي
ا
اْنِم
ا
اصْب
اِ ا
ا
اْمِه
ا
اظفْحيو
ا ْو
اْم ج ْورف
ا
اِل
اك
ا
اْا
ىك
ا
اْم ل
ا
اَنإ
ا
اَّ
ا
اٌرْيِبخ
ا
ا ِب
ا
انوعنْصي
ا(
٠
ا )
اْلقو
ا
اْ ْلِ ل
انِم
ا
اِا
انْ
ْغي
ا
اْنِم
ا
اصْب
ااِ
ا
اَنِه
ا
انْظفْحيو
ا
اْورف
اَن ج
ا
الو
ا
اِْبي
ا
انْي
ا
اَن تنْي ِ
ااِا
ا ْنِمر ام َل
انْب ِرْ يْلو
ا
اَنِه ِر ِب
ا
ىلع
ا
اَنِ ِبويج
ا
الو
ا
انيِ ْبي
ا
اَن تنْي ِ
اإ
اَل
ا
اْوعبِل
اَنِ ِتل
ا
اْو
ااا
با
اَنِهِء
ا
اْو
ا
اِء باء
ا
وعب
ا
اَنِ ِتل
ا
نْب ْو
ا
اَنِهِء
ا
اْو
اِء نْب
ا
اَنِ ِتلوعب
ا
اْو
ا
اِ ِنوْخِإ
اَن
ا
اْو
ا
ىِنب
ا
اَنِ ِتوخ
ا
اْو
ا
سِن
اِء
اَنِه
ا
ام ْو
ا
اْت لم
ا
اَن ن ْي
ا
و
ا
يِعِبَتلا
ان
ا
اِرْيغ
ا
ىِل ْو
ا
اِةب ْ ِْْا
ا
انِم
ا
ا اج ِ رلا
ا
اِلْفِ لاِو
ا
انيِ َلا
ا
اْمل
ا
ا ْور ْظي
ا
ىلع
ا
اِ ْوع
ا
اِء سِ نلا
ا
الو
ا
انْب ِرْ ي
ا
اأِب
ا
اَنِ ِلجْ
ا
املْعيِل
ا
ام
ا
انيِفْ ي
ا
نِم
ا
اَنِ ِتني ِ
ا
اتو
آ ْوبو
ا
ىلِإ
ا
اَِّ
ا
ا عْيِ ج
اا
اهي
ا
انونِمْ ْلا
ا
اْم َلعل
ا
ان ْوحِلْفت
ا
Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak daripadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra-putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra-putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.36
E. Macam-Macam Hukuman Zina dan Pelaksanaannya
Hukuman zina itu ada dua macam, tergantung kepada keadaan pelakunya
apakah ia belum berkeluarga (ghair muh}s}an) atau sudah berkeluarga
(muh}s}an).37
a. Hukuman untuk zina ghair muhshan
Zina ghair muhshan adalah zina yang dilakukan oleh laki-laki dan
perempuan yang belum berkeluarga. Hukuman untuk zina ghair
muhshan ini ada dua macam, yaitu:
1) Dera seratus kali, dan
2) Pengasingan selama satu tahun.
1) Hukuman dera
Apabila jejaka dan gadis melakukan perbuatan zina, mereka
dikenai hukuman dera seratus kali. Sebagaimana dijelaskan dalam
firman Allah dalam Surah Annur ayat 2 dan hadis Nabi saw.
Hadis Rasulullah saw:38
Dari Ubadah ibn Ash-Shamit ia berkata: Rasulullah saw telah
bersabda: “Ambillah dari diriku, ambillah dari diriku,
sesungguhnya Allah telah memberikan jalan keluar bagi mereka
(pezina). Jejaka dengan gadis hukumannya dera seratus kali dan
pengasingan selama satu tahun. Sedangkan duda dan janda
hukumannya dera seratus kali dan rajam. (Hadis diriwayatkan oleh
Muslim, Abu Dawud, dan Turmudzi).
Hukuman dera adalah hukuman had, yaitu hukuman yang
sudah ditentukan oleh syarak. Oleh karena itu, hakim tidak boleh
mengurangi, menambah, menunda pelaksanaannya, atau
menggantinya dengan hukuman lain.39
2) Hukuman pengasingan
Hukuman yang kedua untuk zina muhshan adalah hukuman
pengasingan selama satu tahun. Menurut Imam Abu Hanifah,
hukuman pengasingan tidak wajib dilaksanakan. Akan tetapi,
mereka membolehkan bagi Imam untuk menggabungkan antara
dera seratus kali dan pengasingan apabila hal itu dipandang
maslahat. Dengan demikian, menurut hukuman pengasingan itu
bukan hukuman had, melainkan hukuman takzir. Jumhur ulama
yang terdiri atas Imam Malik, Imam Syafii dan Imam Ahmad
berpendapat bahwa hukuman pengasingan harus dilaksanakan
bersama-sama dengan hukuman dera seratus kali. Dengan
38 Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam…, 74.
demikian, menurut Jumhur hukuman pengasingan ini termasuk
hukuman had, dan bukan hukuman takzir.40
b. Hukuman untuk zina muhshan
Zina muhshan adalah zina yang dilakukan oleh laki-laki dan
perempuan yang sudah berkeluarga (bersuami/beristri). Hukuman
untuk pelaku zina muhshan ini ada dua macam, yaitu
1) Dera seratus kali, dan
2) Rajam.
Hukuman dera seratus kali didasarkan kepada Alquran Surah
Annur ayat 2 dan hadis Rasulullah saw. yang telah dikemukakan di
atas. Hukuman rajam ditetapkan bagi pelaku zina muhsan, baik
terhadap laki-laki maupun perempuan. Hukuman rajam adalah
hukuman mati dengan jalan dilempari batu atau sejenisnya.41
Hukuman rajam merupakan hukuman yang telah diakui dan diterima
oleh hampir semua fukaha.42 Fukaha menyepakati keberadaan
hukuman rajam. Alasan mereka, hukuman rajam pernah dijatuhkan
oleh Rasulullah Saw dan oleh ijmak sahabat sesudahnya. Adapun di
antara hadis yang berkaitan dengan hal ini adalah:43
40 Ibid., 31.
41 Abdul Qadir Audah, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, (Ahsin Sakho Muhammad dkk), Jilid
III, (Bogor: PT Kharisma Ilmu, 2008), 47.
42 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam…, 33.
“Tidak halal darah (jiwa) seorang muslim kecuali karena salah satu
dari tiga hal: kufur sesudah iman, zina sesudah kawin, dan
pembunuhan bukan karena pembunuhan (kisas).”
F. Halangan-Halangan Pelaksanaan Hukuman Zina
Hukuman tidak dapat dilaksanakan apabila alat buktinya hanya berupa
pengakuan dan yang bersangkutan menarik pengakuannya, atau alat buktinya
adalah persaksian lalu salah seorang saksinya menarik persaksiannya sebelum
dilaksanakan hukuman atau salah seorang yang berzina mengingkari atau
mengaku sudah kawin apabila zina dibuktikan dengan pengakuan dari salah
seorang keduanya.44
Adapun karena hilangnya kecakapan para saksi sebelum pelaksanaan
hukuman dan setelah adanya putusan hakim. Dan karena meninggalnya saksi
sebelum hukuman rajam dilaksanakan atau karena sudah dilaksanakan
perkawinan antara pelaku zina tersebut.45
44 A. Djazuli, Fiqh Jinayah…, 63.
BAB III
PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SOASIO NOMOR:
33/PID.B/2012/PN.SS TENTANG TINDAK PIDANA
PEMERKOSAAN KEPADA KORBAN DALAM KEADAAN
TIDAK BERDAYA
A. Deskripsi Pengadilan Negeri Soasio
Nama : Pengadilan Negeri Soasio
Alamat : Jl. Jenderal A. Yani No. 8, Kota Tidore Kepulauan,
Maluku Utara, 97813
Telp/Fax : (0921) 3161023/(0921) 3162173
Alamat situs : www.pn-soasio.web.id
Email : pn_soasio@ymail.com
Visi : Mewujudkan supremasi hukum melalui kekuasaan
kehakiman yang mandiri, efektif, efisien, serta
mendapatkan kepercayaan publik, professional dalam
memberikan layanan hukum yang berkualitas, etis,
terjangkau, dan biaya rendah bagi masyarakat serta mampu
menjawab panggilan pelayanan publik.
Misi :
1. Mewujudkan rasa keadilan sesuai dengan
undang-undang peraturan serta memenuhi rasa keadilan
2. Mewujudkan peradilan yang mandiri dan independe,
bebas dari campur tangan pihak lain.
3. Memperbaiki akses pelayanan dibidang peradilan
kepada masyarakat.
4. Memperbaiki kualitas input internal pada proses
peradilan.
5. Mewujudkan institusi peradilan yang efektif, efisien,
bermartabat dan dihormati.
Pengadilan Negeri Soasio adalah salah satu pengadilan negeri kelas II yang
berada di bawah Pengadilan Negeri Tinggi Maluku Utara yang wilayah
hukumnya meliputi:
a. Kota Tidore Kepulauan;
b. Kabupaten Halmahera Tengah (Kabupaten Weda);
c. Kabupaten Halmahera Timur.
B. Deskripsi Terjadinya Tindak Pidana Pemerkosaan kepada Wanita dalam Keadaan Tidak Berdaya dalam Putusan Nomor: 33/Pid.B/2012/Pn.Ss
Deskripsi kasus sebagaimana terdapat dalam dokumen putusan Nomor:
33/Pid.B/2012/Pn.Ss tentang tindak pidana pemerkosaan kepada korban
dalam keadaan tidak berdaya adalah bahwa terdakwa yang bernama Arifin
Lanasiri pada hari Rabu, tanggal 27 Maret 2012 pukul 21.30 WIT bertempat
dibelakang rumah gudang di Desa Nusajaya Kecamatan Wasile Selatan
memaksa perempuan yang bukan istrinya yakni Halija Haerudin (korban)
bersetubuh dengannya, yang dilakukan oleh terdakwa dengan cara-cara
sebagai berikut:1
Terdakwa yang baru pulang dari minum-minuman beralkohol dan
bertengkar dengan istrinya, terdakwa keluar rumah menuju kearah pantai dan
pada saat itu terdakwa melihat korban yang keadaan fisiknya tidak normal
yakni tidak bisa mendengar, bicara dan tidak bisa melihat sedang mengambil
air, kemudian terdakwa yang saat itu sudah dipengaruhi oleh minuman
beralkohol, ia mendekati dan menuntun tangan korban menuju belakang
gudang kopra. Setelah itu, terdakwa menyandarkan korban pada batang
pohon kelapa sambil terdakwa memegang buah dada korban kemudian
terdakwa membuka celana korban sampai batas lutut yang pada saat itu
korban berusaha untuk melawan namun perlawanan korban tidak
menghalangi perbuatan terdakwa, selanjutnya terdakwa memasukkan
kemaluannya kedalam kemaluan korban, terdakwa kemudian menggoyangkan
pantatnya secara naik turun sebanyak 1 (satu) kali lalu terdakwa melepaskan
kemaluannya dari kemaluan korban dan terdakwa melepaskan celana korban
lalu terdakwa mendudukan korban diatas tanah namun badan korban masih
bersandar pada batang pohon kelapa kemudian terdakwa sambil memasukkan
kemaluannya kedalam kemaluan korban dan pada saat itu korban kembali
berusaha melawan terdakwa dengan cara mendorong tubuh korban namun
kondisi korban lemah dan tidak bisa melihat sehingga perlawanan korban
sia dan terdakwa kembali menggoyangkan pantatnya beberapa kali namun
belum sempat kemaluan terdakwa mengeluarkan sperma, tiba-tiba datang
Saksi Iswadi Hamadi yang memergoki perbuatan terdakwa sehingga
terdakwa lari meninggalkan korban dan bersembunyi dibalik pohon kelapa.
Akibat dari perbuatan terdakwa tersebut, menyebabkan selaput darah
Halija Haerudin robek pada arah jam tiga, enam, delapan dan Sembilan
sebagaimana diuraikan dalam Visum Et Repertum Nomor :
070/VER/PKM-NJ/III/2012 tanggal 10 Maret 2012 yang dibuat dan ditanda tangani oleh Dr.
Rahmi A. Gafur. Atas perbuatan terdakwa tersebut sebagaimana diatur dan
diancam pidana dalam pasal 286 KUHP.
C. Keterangan Saksi, Keterangan Terdakwa, dan Barang Bukti
a. Keterangan saksi
1. Saksi Halija Haerudin didampingi oleh Ulfa Haerudin selaku
penerjemah. Dikarenakan kondisi saksi yang cacat fisik (tidak bisa
melihat, tidak bisa mendengar dan tidak bisa berbicara) sehingga saksi
tidak disumpah, akan tetapi pendamping/penerjemah memberikan
keterangan dibawah sumpah dipersidangan yang pada pokoknya
menerangkan bahwa saksi kenal dengan terdakwa dan tidak terikat
hubungan pekerjaan dengan terdakwa. Saksi tidak mengetahui kapan
dan dimana tempat kejadian tersebut terjadi karena saksi tidak tahu
waktu dan tempatnya. Dan saksi tidak mengetahui siapa yang
fisik berupa tidak bisa melihat, tidak bisa mendengar dan tidak bisa
berbicara. Pada saat pemerkosaan terjadi, saksi merasakan kemaluan
saksi mengalami kesakitan ketika terdakwa memasukkan
kemaluan/penisnya ke dalam kemaluan/lubang vagina saksi
merasakan ada darah yang keluar. Setelah kejadian itu berlangsung,
saksi meraba-raba mencari jalan pulang dan pada saat itu ada
perempuan yang datang dan menuntun saksi jalan untuk menuju
tempat tinggal saksi. Setelah saksi tiba dirumah, saksi kemudian
dibawa oleh keluarga saksi ke rumah sakit untuk di visum. Dibaju
saksi tidak terlihat bercak darah karena setiba saksi dirumah saksi
langsung menyuruh keluarga saksi untuk merendam semua pakaian
yang saksi pakai saat kejadian tersebut. Sepengetahuan saksi,
terdakwa tidak pernah melakukan kekerasan fisik kepada saksi saat
terjadi pemerkosaan tersebut hanya saja saksi merasa ketakutan. Saksi
pernah melakukan perlawanan pada terdakwa dengan cara memukul
tangan terdakwa beberapa kali.
2. Saksi Hajar Usman pada pokonya memberikan keterangan bahwa
awal kejadian tersebut terjadi ketika Saksi Mirna datang dan
mengajak saksi ke suatu tempat dan perasaan saksi tidak enak, setiba
saksi ditempat kejadian lalu saksi bersama dengan saksi Mirna
bersembunyi dibawah pohon pisang dan melihat ada 2 (dua) orang
yang mereka kira adalah orang yang berpacaran, saling tarik tidak
korban. Pada saat saksi bertemu dengan korban, saksi tidak melihat
adanya luka/tanda-tanda kekerasan pada diri korban karena sudah
malam. Dan pada saat saksi bertemu korban, saksi melihat kondisi
rambut korban dalam keadaan berantakan dan korban sudah
berpakaian lengkap, hanya celana dalam korban yang tertinggal dan
terdapat bercak darah.
3. Saksi Iswadi Ahmad pada pokonya memberikan keterangan bahwa
sepengetahuan saksi, awal kejadian tersebut terjadi ketika saksi
hendak ke pantai untuk buang air, kemudian saksi bertemu dengan
saksi Mirna dan saksi Hajar, keduanya datang dan memberitahu saksi
bahwa ada yang membawa nenek Lija (korban), tetapi saksi tidak
percaya lalu kemudian saksi pergi tapi saksi tidak melalui jalur yang
dilalui oleh saksi Mirna dan saksi Hajar akan tetapi saksi memutar
kemudian saksi melihat korban dari arah pantai sambil meraba-raba.
Saksi mengejar terdakwa sampai digudang kopra dan disitu saksi
menangkap terdakwa.
4. Saksi Mirna Rajab pada pokonya memberikan keterangan bahwa
setahu saksi korban telah berusia lanjut dengan usia 58 (lima puluh
delapan) tahun dan belum pernah kawin. Saksi melihat kejadian
perkosaan tersebut bersama saksi Hajar Usman. Awal kejadian
tersebut, ketika saksi bersama dengan saksi Hajar Usman mengintip,
lalu saksi melihat terdakwa menarik 2 (dua) tangan korban dengan
(korban) ke pohon kelapa. Namun saksi tidak melihat terdakwa
membuka celananya karena terhalang dengan pohon kelapa namun
saksi hanya mendengar suara teriakan dari korban. Dan setahu saksi
teriakan tersebut seperti orang yang sedang dipaksa untuk berbuat
sesuatu. Setelah saksi mendengar teriakan dari korban, saksi
kemudian pergi dan saksi melihat terdakwa berlari dan melompati
pagar menuju kandang kelapa. Setelah saksi mendekati korban, saksi
melihat korban sedang meraba-raba. Setelah itu saksi memberitahu
saksi Iswadi Ahmad bahwa ada orang yang membawa Nenek Lija.
Setahu saksi, terdakwa adalah Pegawai Negeri Sipil di Kantor
Kecamatan. Dan aktivitas terdakwa sehari-hari hanya pergi berjalan
kesana kemari dan juga sering minum-minuman keras.2
b. Keterangan terdakwa
Terdakwa Arifin Lanasiri memberikan keterangan yang pada
pokoknya menerangkan bahwa pada saat kejadian, terdakwa sedang
mabuk karena minum minuman keras. Terdakwa minum-minuman keras
karena terdakwa bertengkar dengan isteri terdakwa karena isteri terdakwa
boros. Setelah bertengkar dengan isteri terdakwa, terdakwa kemudian
keluar dari rumah untuk mencari handphone namun setelah terdakwa tiba
ditempat kejadian terdakwa melihat korban sedang berdiri dipinggir
sumur sambil memegang ember, kemudian terdakwa menarik tangan
korban sampai ke pohon kelapa dan kemudian memerkosa korban.
Terdakwa tidak