KEBAHAGIAAN ORANGTUA YANG MEMILIKI ANAK TERLAMBAT BICARA
SKRIPSI
Penelitian Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Strata Satu (S1)
Psikologi (S.Psi)
INDY KHASBIYAH
B07213012
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
orangtua yang memiliki anak terlambat bicara, serta mendalami, menemukan, dan menggambarkan bagaimana karakteristik orang yang bahagia berdasarkan aspek-aspek kebahagiaan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode observasi dan wawancara yang dilakukan kepada subjek dan significant other dan didukung oleh dokumentasi. Subjek penelitian yaitu 2 orang yakni orangtua dari anak yang memiliki hambatan perkembangan yaitu terlambat bicara. Kebahagiaan pada kedua subjek di tunjukkan dengan empat karakteristik orang yang bahagia yaitu menghargai diri sendiri, optimis, terbuka, dan mampu mengendalikan diri. Dan juga berdasarkan aspek – aspek kebahagiaan yakni menjalin hubungan yang positif dengan orang lain, keterlibatan penuh, temukan makna dalam keseharian, optimis namun realistis, dan menjadi pribadi yang resilien yang ada pada orangtua yang memiliki anak yang terlambat bicara.. Dimana beberapa karakteriatik dan aspek- aspek tersebut muncul pada kedua subjekmeskipun mereka memiliki anak yang terlambat bicara.
xi ABSTRACT
The purpose of this study is to know the image of happiness that has children late to talk, and explore, discover, and describe how happy people are based on aspects of happiness. This research uses qualitative method with case study approach. Data completion technique in this research use observation method and interview conducted for subject and significant other and supported by documentation. Research subjects are 2 people from children speech delay. Happiness on both subjects is demonstrated by the four characteristics of a happy person: self-esteem, optimism, openness, and self-control. And also based on the aspects of happiness to establish a positive relationship with others, full, find the meaning in everyday, optimistic but realistic, and become a resilient person who is in the family who have children who are late to talk . Where some of the characteristics and aspects Which appear on both subjects although they have children speech delay.
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
HALAMAN PERNYATAAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
A. Latar Belakang Penelitian ... 1
B. Rumusan Masalah ... 9
C. Fokus Penelitian ... 10
D. Tujuan Penelitian ... 10
E. Manfaat Penelitian ... 10
F. Keaslian Penelitian ... 11
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 16
A. Kebahagiaan ... 16
1. Pengertian kebahagiaan ... 16
2. Aspek – aspek kebahagiaan ... 17
3. Karakteristik orang yang bahagia ... 18
4. Faktor – faktor kebahagiaan ... 20
B. Orang tua ... 24
C. Terlambat Bicara ... 27
1. Jenis terlambat bicara ... 29
2. Faktor penyebab ... 30
3. Perspektif teoritis ... 37
BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 39
A. Jenis Penelitian ... 39
B. Lokasi Penelitian ... 40
C. Sumber Data ... 40
D. Teknik Pengumpulan Data ... 40
E. Prosedur Analisis Data ... 41
F. Keabsahan Data ... 43
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 44
A. Deskripsi Subyek ... 44
B. Hasil Penelitian ... 45
vii
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 76
A. Kesimpulan ... 76
B. Saran ... 77
DAFTAR PUSTAKA ... 79
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Orangtua sangat berperan dalam perkembangan anak, baik
perkembangan secara fisik maupun secara intelektual mereka. Orangtua
adalah ayah dan atau ibu seorang anak, baik melalui hubungan biologis
maupun sosial. Pada umumnya, orang tua memiliki peranan yang sangat
penting dalam membesarkan anak, dan panggilan ibu / ayah dapat
diberikan untuk perempuan / pria yang bukan orang tua kandung (biologis)
dari seseorang yang mengisi peranan ini. Orang tua memiliki tanggung
jawab yang sangat besar kepada anak nya seperti contoh mendidik,
mengasuh dan membimbing anak-anaknya untuk mencapai tahapan
tertentu yang menghantarkan anak untuk siap dalam kehidupan
bermasyarakat.
Dengan demikian perkembangan anak merupakan hal yang sangat
penting dan tidak boleh lepas dari pengamatan orang tua. Perkembangan
seorang anak pertama kali dimulai dari lingkungan keluarga dan interaksi
antara anak dengan orang tua. Anak adalah seseorang yang belum
mencapai tingkat kedewasaan. Bergantung pada sifat referensinya, istilah
tersebut bisa berarti seseorang individu di antara kelahiran dan masa
pubertas, atau seseorang individu di antara kanak-kanak dan masa pubertas
2
kemudian mereka akan mendapatkan suatu stimulus dari lingkungan
tersebut, yang dari stimulus itu anak akan berusaha menirukan atau
mencontoh perilaku bahkan ucapan mereka yang berada di lingkungannya,
terutama adalah keluarga mereka.
Disisi lain kebahagiaan adalah suasana hati yang diinginkan oleh
semua orang. Dengan bahagia, hati menjadi damai tanpa ada beban yang
menggelayut. Bahagia itu ibarat candu yang terus kita cari dan ingin kita
rasakan terus menerus. Kebahagiaan menjadi target semua orang di dunia
ini. Kebahagiaan tingkat tinggi adalah kebahagiaan yang diperoleh setelah
kita melewati banyak pahit manisnya hidup. Yaitu, saat kita telah
mengalami pahitnya kegagalan, kehilangan, dan kekurangan, sehingga
nikmat apa pun yang kita dapatkan setelah itu akan membuat kita
bersyukur dan berbahagia.
Kebahagiaan seseorang terdapat pada pikirannya terhadap kehidupan
yang mereka hadapi. Menurut Aid Al-Qarni (dalam Miwa Patnani, 2014)
kebahagiaan adalah keringanan hati karena kebenaran yang dihayatinya,
kebahagiaan adalah kelapangan dada karena prinsip yang menjadi
pedoman hidup, dan kebahagiaan adalah ketenangan hati karena kebaikan
disekelilingnya. Kebahagiaan adalah sesuatu hal yang menyenangkan,
suka cita, membawa kenikmatan serta tercapainya sebuah tujuan.
Kebahagiaan pada tiap orang memang berbeda, karena kebahagiaan adalah
hal yang subjektif. Kebahagiaan tiap individu berbeda satu sama lain
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahagia diartikan sebagai
keadaan Senang dan tenteram, bebas dari segala yang menyusahkan.
Aristoteles menyatakan bahwa happines atau kebahagiaan berasal dari kata
Happy atau bahagia yang berarti feeling god, having fun, having a good
time, atau sesuatu yang membuat pengalaman yang menyenagkan.
Sedangkan orang yang bahagia menurut Aristoteles adalah orang yang
mempunyai good birth health, good look, good lock, good reputation, good
friends, good money and goodness.
Bahagia itu berkembang seiring dengan waktu. Yang membuat rasa
bahagia berlalu dengan cepat karena adanya unsur kepuasan tentang suka
atau tidak suka. Selain kebahagiaan dengan memiliki beberapa anak juga
menyangkut bagaimana kondisi anak tersebut. ketika anak memiliki
gangguan maka itu dapat menurunkan kebahagiaan orangtua, tetapi
bahkan juga bisa meningkatkan kebahagiaan mereka ketika anak memiliki
kelebihan-kelebihan tersendiri.
Sedangkan anak merupakan individu yang masih dalam usia tumbuh
kembang dengan kebutuhan khusus, baik kebutuhan fisik, psikologis,
sosial dan spiritual, serta masa kanak - kanak merupakan proses menuju
kematangan. Sejak dini anak harus disiapkan untuk dapat berkembang
secara optimal sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya, namun tidak
setiap anak terlahir dalam kondisi normal. Beberapa anak terlahir dengan
kondisi mengalami hambatan dan keterbatasan dalam perkembangannya,
4
Kemampuan berbicara sangat penting dalam kehidupan anak, yaitu
kebutuhan untuk menjadi bagian dari kelompok sosial, karena kebutuhan
utama dalam berhubungan sosial adalah melalui berbicara. Awal
kehidupan sangat penting bagi perkembangan bicara anak, karena
perkembangan bicara terjadi pada masa tersebut. Awal masa kanak-kanak
merupakan saat berkembang pesatnya tugas pokok dalam belajar
berbicara, yaitu menambah kosakata, menguasai pengucapan kata dan
menggabungkan kata-kata menjadi kalimat. Anak akan mengalami
perkembangan berbahasa dengan cepat pada usia anak – anak yang melalui
orangtua dan lingkungannya.
Bahasa merupakan tanda atau simbol-simbol dari benda-benda serta
menunjuk pada maksud tertentu (Kartono 1995). Bahasa bisa
diekspresikan melalui bicara yang berupa simbol verbal. Kemampuan
berbahasa pada umumnya dapat dibedakan atas kemampuan reseptif
(mendengar dan memahami) dan kemampuan ekspresif (berbicara).
Individu dalam berkomunikasi dan beradaptasi dengan lingkungan
menggunakan sistem lambang untuk bertukar gagasan, pikiran dan emosi.
Dengan begitu individu satu dengan yang lainnya akan saling memahami
dan mengerti dengan adanya suatu kontak sosial yang melewati bahasa,
baik secara verbal (ucapan) maupun nonverbal (bukan ucapan).
Untuk komunikasi dengan menggunakan bahasa verbal yakni anak
menggunakan suatu ucapan atau berbicara. Menurut Hurlock (1978) bicara
digunakan untuk menyampaikan maksud. Apabila anak mengalami
masalah dalam bicara, anak akan memisahkan diri karena lingkungan yang
tidak mendukung untuk berkembang seperti mengucilkan atau
membuatnya menjadi bahan tertawaan. Jika tidak ada yang mengerti
keinginan anak tersebut, maka dia akan berhenti untuk berusaha membuat
orang lain mengerti. Anak yang mengalami keterlambatan bicara
cenderung tumbuh dan memiliki ciri pergaulan sosial yang berbeda dengan
anak pada umumnya.
Gangguan wicara pada anak adalah salah satu kelainan yang sering
dialami oleh anak-anak dan terjadi pada 1 dari 12 anak atau prevalensi
antara 5-8 % dari anak-anak prasekolah. Berdasarkan informasi yang di
peroleh oleh peneliti dari (suaramerdeka.com) bahwa pada dasarnya
hampir semua orangtua mempunyai harapan dan keinginan untuk memiliki
anak yang normal tanpa adanya kekurangan. Namun harapan para
orangtua itu tidak seluruhnya terkabul, terkadang ada orangtua yang
memiliki anak dengan keterbatasan dan kekurangan, sehingga tidak jarang
ada yang merasa malu dan tidak tertarik untuk menyekolahkan anaknya
yang memiliki kebutuhan khusus salah satunya terlambat bicara itu ke
lembaga pendidikan. Kemudian masalah biaya juga cukup tinggi sehingga
menguatkan alasan mereka untuk tidak menyekolahkan anak mereka ke
lembaga pendidikan resmi.
Berdasarkan pengamatan pada studi awal yang dilakukan oleh peneliti
6
wicara di usianya delapan tahun berjenis kelamin laki-laki yang diasuh
sendiri oleh orangtua kandungnya. Anak tinggal dengan kedua
orangtuanya dan satu adiknya yang masih bayi berusia 10 bulan. Anak
tersebut di asuh oleh kedua orangtuanya dengan penuh kasih sayang dan
perhatian, ibu yang setiap pagi menyiapkan makanan dan keperluan
sebelum anak berangkat ke sekolah kemudian menunggu sang anak ketika
pulang dari sekolah. Ibu nya bekerja dengan berjualan ikan hias di
rumahnya dan masih dapat terus mengawasi kegiatan sang anak, ibu juga
terlihat berhubungan rekat dengan tetangga yang juga berjualan di sebelah
toko nya, ibu terlihat banyak tersenyum apalagi ketika anaknya itu di puji
karena kekreatifan nya meskipun mengalami hambatan dalam
perkembangan.
Sedangkan ayah nya bekerja di pabrik yang sangat dekat dengan
rumahnya, karena di jam istirahat ayah nya juga menyempatkan untuk
pulang ke rumah untuk makan siang dan sekedar bertemu dengan istri dan
anak, kemudian ayah nya kembali bekerja dan pulang pada sore harinya.
Ayah nya juga sangat ramah ketika bermain dengan sang anak, terlihat
mendidik dan berusaha mengajari anak sulungnya yang mengalami
hambatan dalam perkembangan untuk dapat berbicara dan berkomunikasi
dengan lingkungan sekitar.
Menurut sorang peneliti Mikko Myrskyla, dikutip dari beritasatu.com
bahwa temuan beliau mengungkap ada perubahan sementara pada tingkat
yang positif. Faktanya, kebahagiaan orangtua meningkat sebelum
kehadiran anak pertama dan kedua ini menunjukkan adanya isu yang lebih
luas pada kehadiran anak, seperti kian eratnya hubungan orangtua serta
merancang masa depan bersama. Menurut penelitian ini, kebahagiaan
orangtua sangat tergantung pada keseimbangan faktor-faktor sosioekonomi
yang bentuknya cukup beragam. Temuan ini juga mengatakan, salah satu
hal yang memengaruhi kebahagiaan orangtua adalah jumlah anak yang
mereka miliki. Dikatakan, tingkat kebahagiaan orangtua berada di titik
tertinggi setahun sebelum dan setahun sesudah kehadiran anak
pertamanya. Setelah itu, level kebahagiaan nya akan kembali ke titik yang
sama saat belum punya anak. Tingkat kebahagiaan ini kemudian naik lagi
saat tahu akan hadir anak kedua, kemudian turun lagi setahun setelah
kehadiran anak kedua. Namun, hal yang sama tak terjadi menjelang
kehadiran anak ketiga.
Faktanya menurut beritasatu.com (2014), di kalangan orangtua yang
berusia matang dan berpendidikan cukup baik, kehadiran anak akan
meningkatkan kebahagiaan. Namun, bagi kalangan muda, dengan tingkat
pendidikan di bawah rata-rata, kehadiran anak bisa membuat level
kebahagiaan menurun drastis. Hal ini bisa jadi penyebab banyak orang
yang memilih menunda memiliki anak," ungkap salah satu peneliti, Rachel
Margolis, yang juga menjabat sebagai asisten profesor di Fakultas Ilmu
8
Selain masalah usia saat menjadi orangtua, gender juga punya
pengaruh terhadap kebahagiaan orangtua. Peningkatan level kebahagiaan
seorang perempuan akan meningkat drastis ketika mengetahui dirinya
sedang mengandung dan setelah anaknya lahir, dibandingkan dengan
tingkat kebahagiaan pasangannya. Bisa jadi ini ada hubungannya dengan
hormon yang mengatur keterikatan ibu-anak, seperti hormon oksitosin,
endorfin, dan adrenalin, yang berpengaruh dalam meregulasi proses
persalinan. Oksitosin kerap disebut juga dengan hormon cinta, sebab
membawa rasa untuk mengasihi, dan terproduksi saat sedang bercinta,
melahirkan, dan ketika seorang ibu melihat bayinya untuk pertama kali.
Namun, setelah setahun kelahiran anaknya, seorang ibu akan mengalami
penurunan level kebahagiaan yang lebih tajam ketimbang pasangannya,
lalu seiring waktu, level kebahagiaan keduanya berangsur setara.
Penelitian ini di lakukan untuk menggambarkan bagaimana
kebahagiaan orang tua yeng memiliki anak terlambat bicara. Meskipun
memiliki anak yang mengalami hambatan dalam perkembangan nya,
orangtua tetap memberikan perlakuan yang positif terhadap anak, dan
selalu mendukung apapun prestasi yang di alami oleh anak tersebut. Bagi
orangtua memiliki anak adalah suatu hal sangat membahagiakan, namun
jika anak tersebut memiliki keterbatasan dan hambatan, maka itu adalah
suatu kejadian yang tidak semua orangtua dapat menerimanya. Namun
pada fakta ini orangtua menunjukkan perilaku yang positif dan masih
tetangganya, dengan memberikan apresiasi ketika anak nya dapat
melakukan suatu hal yang berbeda dengan anak pada usia nya. Seperti
contoh anak memiliki kreativitas sehingga membuatnya memiliki
kelebihan yang berbeda dengan anak yang lain.
Anak tersebut berjenis kelamin laki-laki usia delapan tahun kelas 2 SD
namun belum bisa bicara dengan lancar seperti teman sebaya nya. Tetapi
anak tersebut memiliki kreativitas atau kemampuan yang lebih unggul
daripada teman seusianya, seperti contoh pada usia 5 tahun dia mampu
menguliti kabel yang tidak berfungsi sehingga bisa berfungsi lagi,
kemudian dia juga pernah merangkai mobil-mobilan dari kardus bekas dan
memberikan tape di bagian belakang mobil agar ada hiburan nya katanya,
selain itu dia juga bisa memasang tabung gas elpiji 3kg dengan kompor
gas.
Yang menarik dari penelitian ini yakni untuk memberikan informasi
kepada orangtua bahwa mereka ketika memiliki anak yang mengalami
hambatan perkembangan dan berbeda dengan teman-temannya pada
umumnya mereka akan mengalami cemas, stress, bahkan depresi namun
disini peneliti akan menggambarkan bagaimana sisi positif dari orangtua
tersebut baik dari segi ibu maupun ayah yakni kondisi kebahagiaan
mereka.
B. Rumusan masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah, bagaimana kondisi
10
C. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka penelitian
ini di susun untuk menjawab pertanyaan : Bagaimanakah kondisi
kebahagiaan orangtua yang memiliki anak terlambat bicara?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan fokus penelitian di atas tujuan penelitian adalah :
untuk mengetahui kondisi kebahagiaan orangtua yang memiliki anak
terlambat bicara (speech delay).
E. Manfaat Penelitian
Manfaat yang akan diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Secara teoritis memberikan sumbangan pada ilmu psikologi terutama
psikologi klinis dalam ranah kebahagiaan orangtua.
2. Secara praktis penelitian ini di tujukan kepada pihak yang terkait. Yakni
kepada orangtua yang memiliki anak terlambat bicara agar lebih
termotivasi dalam mengasuh anaknya yang berbeda dengan anak lain
pada umumnya. Dan memberikan beberapa motivasi positif dan tetap
bersabar ketika menghadapi anak mereka.
F. Keaslian Penelitian
Kebahagiaan adalah salah satu bagian penting dalam kehidupan
individu dan merupakan suatu kondisi yang sangat ingin di capai oleh
semua orang dari berbagai umur dan lapisan masyarakat (Argyle, 2001).
Kebahagiaan bukan hanya berkisar pada fenomena perasan senang, baik
yakni sosial, fisik, emosianal, dan psikologis (Froh, Bono, & Emmons,
2010). Berikut ini beberapa penelitian mengenai kebahagiaan yang di
lakukan oleh peneliti terdahulu.
Penelitian oleh Miwa Patnani M.Si., Psi. dengan tema penelitian
kebahagiaan pada seorang perempuan dimana subjek berjumal 22 orang
perempuan 18-62 tahun dan di analisis secara kualitatif. Dengan hasil
penelitian yakni Sumber kebahagiaan yang paling utama bagi perempuan
baik dilihat dari segi usia, pekerjaan dan pernikahan adalah keluarga. Rasa
bahagia pada subyek penelitian ini baik dilihat dari segi usia,
pekerjaan dan pernikahan adalah tergolong cukup bahagia. Komponen
kebahagiaan yang secara konsisten mendukung kebahagiaan pada
perempuan adalah kognisi yang positif dan pengendalian. Sementara
komponen kebahagiaan yang tidak mendukung kebahagiaan adalah
kewaspadaan atau konsentrasi.
Kemudian penelitian oleh Alissa dan Avin dengan tema penelitian
syukur dan harga diri serta kebahagiaan seorang remaja dengan metode
kuantitatif. Memiliki hasil bahwa syukur dan harga diri bersama-sama
memunculkan emosi positif, mood positif, dan juga kognitif positif. Hal ini
akan membantu remaja untuk menghadapi berbagai situasi dan kondisi
dalam hidupnya yang mungkin di hadapi, karena remaja adalah individu
yang rentan untuk mengalami masalah dan ketidakbahagiaan. Selain itu,
syukur dan harga diri akan menyebabkan remaja memberikan evaluasi
12
Penelitian oleh Irianto dan Subandi dengan tema penelitian
Kebahagiaan seorang Guru di Papua dengan menggunakan metode
penelitian kualitatif. Dengan hasil yang menunjukkan bahwa Kebahagiaan
berdasarkan perasaan positif para guru yaitu; ketika siswa-siswa di
pedalaman dapat mengikuti pelajaran yang diberikan dan melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, dapat menunjukkan identitas
guru secara langsung di pedalaman, adanya kesatuan kerja diantara para
guru, dan mendapatkan dukungan dari masyarakat setempat maupun
keluarga mereka. Perasaan positif yang dimiliki oleh guru memberikan
kebahagiaan ketika mampu menyesuaikan dirinya dengan keterbatasan
yang ada di pedalaman untuk mewujudkan peran dan fungsinya dalam
membawa perubahan dan kemajuan melalui bidang pendidikan bagi
masyarakat pedalaman.
Berbeda dengan penelitian yang dilaukan oleh Sifra Damongilala
dengan tema penelitian Status Sosial Ekonomi dengan Kebahagiaan
Kelurga Dalam Masyarakat memiliki hasil yakni bahwa tidat terdapat
hubungan antara status sosial ekonomi dengan kebahagiaan keluarga.
Karena sesuai dengan teori Aristoteles bahwa kebahagiaan itu sendiri di
maknai dengan cara pandang masing-masing individu dalam memaknai
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kebahagiaan mereka.
Selaras dengan penelitian oleh Desfia Mardayeti dengan tema
penelitian Kebahagiaan pada Anak Jalanan. Memiliki hasil penelitian
yang di sesuaikan dengan situasi dan kondisi dalam kehidupannya. Mereka
merasa bahagia ketika mereka berada di jalanan karena mereka dapat
berkumpul dengan teman-temannya. Mereka juga bahagia karena merasa
bebas, faktor dominan dalam kehidupan anak jalanan sebagai pendukung
buat mereka untuk melanjutkan pendidikan. Anak jalanan juga memiliki
tingkat religiusitas yang rendah.
Penelitian oleh Edith, Frederick, dan Daniel pada tahun 2010 dengan
tema penelitian psikologi kebahagiaan dengan hasil penelitian yakni
pandangan holistik hidup adalah penting untuk tingkat berkelanjutan
kebahagiaan dan makna. Salah satu cara untuk berpikir tentang kehidupan
secara holistik adalah untuk berpikir dalam hal domain yang tumpang
tindih pekerjaan / karir / sekolah, rumah / keluarga, komunitas /
masyarakat, diri (pikiran / bodyy / roh). Maksudnya yakni kebahagiaan
yang mencapai pada level yang tinggi, ketika terpenuhi dengan baik yaitu
pekerjaan, keluarga, hubungan sosial, dan menanggapi diri sendiri secara
positif.
Kemudian penelitian oleh Lou Lu dan Jian Bin Shih dengan judul
sumber kebahagiaan dengan pendekatan kualitatif yang hasil nya
Kesimpulannya, konsep Barat kebahagiaan tampaknya untuk
menempatkan penekanan lebih besar pada evaluasi dan kepuasan
intrapersonal atau internal sedangkan konsepsi Cina menekankan evaluasi
antarpribadi atau eksternal dan faksi satis-. perpecahan ini konsisten
14
Namun, Cina dan konsepsi Barat kebahagiaan memiliki beberapa
kesamaan, seperti kesenangan dan positif mempengaruhi.
Penelitian oleh Barry, John, Sonja, dan Katherine yang bertema
masalah kebahagiaan dengan hasil penelitian Proses tersebut juga bisa
menghasilkan hubungan siklis, dimana individu tidak bahagia berusaha
untuk memaksimalkan (dalam upaya sesat untuk menaikkan mereka
mempengaruhi), yang mengarah ke lebih ketidakbahagiaan. Pada titik ini,
namun, kami hanya mengakui bahwa sebagaimana kebahagiaan mungkin
soal pilihan (yaitu, bagaimana-dan bahkan apakah-kita membuat pilihan
pengaruh apakah kita bahagia atau tidak), pilihan mungkin juga menjadi
masalah kebahagiaan.
Kemudian juga penelitian oleh Stewart, Maren, dan Meghana dengan
tema kebahagiaan untuk psikologi positif memiliki hasil penelitian yaitu
Popularitas gerakan psikologi positif telah mengumpulkan baik pujian
energik dan kecaman keras. Banyak kritik telah bertaruh pada dasar ilmiah
dari banyak klaim yang dibuat. Sementara kekhawatiran mungkin
didirikan baik ketika dibatasi untuk mengomentari populer literatur
non-peer-review yang luas, banyak kemajuan telah dibuat oleh para ilmuwan
psikologis mengindahkan panggilan untuk ilmu psikologi positif.
Dan yang terakhir penelitian oleh June, Alexander, Jordi, dan Iris
yang berjudul Kebahagiaan Apakah Best Kept Stabil: Positif Emosi
Variabilitas Apakah Berhubungan Dengan Termiskin Psikologis
emosi positif tampaknya memainkan peran tambahan dan penting dalam
kesehatan psikologis atas dan di luar tingkat keseluruhan emosi positif.
Secara khusus, hasil ini memberikan bukti untuk mendukung gagasan
bahwa bagaimana emosi terungkap dari waktu ke waktu (selain tingkat
rata-rata mereka) terlibat dalam kesehatan. Secara khusus, terlalu banyak
variabilitas dan tidak cukup stabilitas di perasaan positif seseorang muncul
16
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kebahagiaan
1. Pengertian kebahagiaan
Seligman (2005) menjelaskan kebahagiaan merupakan konsep yang
mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktifitas positif
yang tidak mempunyai komponen perasaan sama sekali. Seligman
memberikan gambaran individu yang mendapatkan kebahagiaan yang
autentik (sejati) yaitu individu yang telah dapat mengidentifikasi dan
mengolah atau melatih kekuatan dasar (terdiri dari kekuatan dan
keutamaan) yang dimilikinya dan menggunakannya pada kehidupan
sehari-hari, baik dalam pekerjaan, cinta, permainan, dan
pengasuhan. Kebahagiaan adalah salah satu bagian penting dalam
kehidupan individu dan merupakan suatu kondisi yang sangat ingin di
capai oleh semua orang dari berbagai umur dan lapisan masyarakat
(Argyle, 2001). Kebahagiaan bukan hanya berkisar pada fenomena
perasan senang, baik atau luar biasa yang dialami, tetapi juga merasa baik
secara keseluruhan yakni sosial, fisik, emosianal, dan psikologis (Froh,
Bono, & Emmons, 2010)
Kebahagiaan adalah konsep yang subjektif karena setiap individu
memiliki tolak ukur yang berbeda-beda. Setiap individu juga memiliki
Faktor-faktor itu antara lain uang, status pernikahan, kehidupan sosial,
usia, kesehatan, emosi negatif, pendidikan, iklim, ras, dan jenis kelamin,
serta agama atau tingkat religiusitas seseorang (Seligman,
2005). Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa
kebahagiaan adalah suatu keadaan individu yang berada dalam aspek
positif (perasaan yang positif) dan untuk mencapai kebahagiaan yang
autentik, individu harus dapat mengidentifikasikan, mengolah, dan melatih
serta menggunakan kekuatan (strength) serta keutamaan (virtue) yang
dimilikinya dalam kehidupan sehari-hari.
2.
Aspek – aspek kebahagiaan
Menurut Seligman dkk, ada lima aspek utama yang dapat menjadi
sumber kebahagiaan sejati, yaitu :
a. Menjalin hubungan positif dengan orang lain
Hubungan yang positif bukan sekedar memiliki teman, pasangan,
ataupun anak. Status perkawinan dan kepemilikan anak tidak dapat
menjamin kebahagiaan seseorang.
b. Keterlibatan penuh
Bagaimana seseorang melibatkan diri sepenuhnya dalam pekerjaan
yang ditekuni. Keterlibatan penuh bukan hanya pada karir, tetapi juga
dalam aktivitas lain seperti hobi dan aktivitas bersama keluarga.
18
bersangkutan. Dengan melibatkan diri secara penuh, bukan hanya fisik
yang beraktivitas, tetapi hati dan pikiran juga turut serta.
c. Temukan makna dalam keseharian
Dalam keterlibatan penuh dan hubungan positif dengan orang lain
tersirat satu cara lain untuk dapat bahagia, yakni temukan makna dalam
apapun yang dilakukan.
d. Optimis, namun tetap realistis
Orang yang optimis ditemukan lebih berbahagia. Mereka tidak
mudah cemas karena menjalani hidup dengan penuh harapan.
e. Menjadi pribadi yang resilien
Orang yang berbahagia bukan berarti tidak pernah mengalami
penderitaan. Karena kebahagiaan tidak bergantung pada seberapa banyak
peristiwa menyenangkan yang dialami. Melainkan sejauh mana seseorang
memiliki resiliensi, yakni kemampuan untuk bangkit dari peristiwa yang
terpahit sekalipun.
2.
Karakteristik Orang Yang Bahagia
Setiap orang bisa sampai kepada kebahagiaan akan tetapi tidak semua
orang bisa memiliki kebahagiaan. Menurut David G. Myers, seorang ahli
kejiwaan yang berhasil mengadakan penelitian tentang solusi mencari
kebahagiaan bagi manusia modern. Ada empat karakteristik menurut
Myers (2012) yang selalu ada pada orang yang memiliki kebahagiaan
a. Menghargai diri sendiri
Orang yang bahagia cenderung menyukai dirinya sendiri. Mereka
cenderung setuju dengan pernyataan seperti “Saya adalah orang yang
menyenangkan”. Jadi, pada umumnya orang yang bahagia adalah orang
yang memiliki kepercayaan diri yang cukup tinggi untuk menyetujui
pernyataan seperti diatas.
b. Optimis
Ada dua dimensi untuk menilai apakah seseorang termasuk optimis
atau pesimis, yaitu permanen (menentukan berapa lama seseorang
menyerah) dan pervasif (menentukan apakah ketidakberdayaan melebar ke
banyak situasi). Orang yang optimis percaya bahwa peristiwa baik
memiliki penyebab permanen dan peristiwa buruk bersifat sementara
sehingga mereka berusaha untuk lebih keras pada setiap kesempatan agar
ia dapat mengalami peristiwa baik lagi (Seligman, 2005). Sedangkan orang
yang pesimis menyerah di segala aspek ketika mengalami peristiwa buruk
di area tertentu.
c. Terbuka
Orang yang bahagia biasanya lebih terbuka terhadap orang lain.
Penelitian menunjukkan bahwa orang – orang yang tergolong sebagai
orang extrovert dan mudah bersosialisasi dengan orang lain ternyata
memiliki kebahagiaan yang lebih besar.
20
Orang yang bahagia pada umumnya merasa memiliki kontrol pada
hidupnya. Mereka merasa memiliki kekuatan atau kelebihan sehingga
biasanya mereka berhasil lebih baik di sekolah atau pekerjaan.
3.
Faktor –faktor yang Mempengaruhi Kebahagiaan
Berikut ini adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
kebahagiaan seseorang:
1) Budaya
Triandis (2000) (dalam Carr, 2004) mengatakan faktor budaya dan
sosial politik yang spesifik berperan dalam tingkat kebahagiaan seseorang.
Hasil penelitian lintas budaya menjelaskan bahwa hidup dalam suasana
demokrasi yang sehat dan stabil lebih daripada suasana pemerintahan
yang penuh dengan konflik militer (Carr, 2004). Carr (2004), mengatakan
bahwa budaya dengan kesamaan sosial memiliki tingakat kebahagiaan
yang lebih tinggi. Kebahagiaan juga lebih tinggi pada kebudayaan
individualitas dibandingkan dengan kebudayaan kolektivistis (Carr, 2004).
Carr (2004) juga menambahkan kebahagiaan lebih tinggi dirasakan di
negara yang sejahtera di mana institusi umum berjalan dengan efisien dan
terdapat hubungan yang memuaskan antara warga dengan anggota
birokrasi pemerintahan.
2) Kehidupan Sosial
Penelitian yang dilakukan oleh Seligman dan Diener (Seligman 2005)
sedang terlibat dalam hubungan romantis. Menurut Seligman (2005),
orang yang sangat bahagia menjalani kehidupan sosial yang kaya dan
memuaskan, paling sedikit menghabiskan waktu sendirian dan mayoritas
dari mereka bersosialisasi.
3) Agama atau Religiusitas
Orang yang religius lebih bahagia dan lebih puas terhadap kehidupan
daripada orang yang tidak religius (Seligman, 2005). Selain itu
keterlibatan seseorang dalam kegiatan keagamaan atau komunitas agama
dapat memberikan dukungan sosial bagi orang tersebut (Carr, 2004). Carr
(2004) juga menambahkan keterlibatan dalam suatu agama juga
diasosiasikan dengan kesehatan fisik dan psikologis yang lebih baik yang
dapat dilihat dari kesetiaan dalam perkawinan, perilaku sosial, tidak
berlebihan dalam makanan dan minuman, dan bekerja keras.
4) Pernikahan
Seligman (2005) mengataka bahwa pernikahan sangat erat
hubungannya dengan kebahagiaan. Menurut Carr (2004), ada dua
penjelasan mengenai hubungan kebahagiaan dengan pernikahan, yaitu
orang yang lebih bahagia lebih atraktif sebagai pasangan daripada orang
yang tidak bahagia. Penjelasan kedua yaitu pernikahan memberikan
banyak keuntungan yang dapat membahagiakan seseorang, diantaranya
keintiman psikologis dan fisik, memiliki anak, membangun keluarga,
menjalankan peran sebagai orang tua, menguatkan identitas dan
22
memengaruhi panjang usia dan besar penghasilan dan ini berlaku bagi pria
dan wanita (Seligman, 2005). Carr (2004), menambahkan orang yang
bercerai atau menjanda lebih bahagia pada budaya kolektifis dibandingkan
dengan budaya individualis karena budaya kolektifis menyediakan
dukungan social yang lebih besar daripada budaya individualis.
5) Usia
Penelitian dahulu yang dilakukan oleh Wilson mengungkapkan
kemudaan dianggap mencerminkan keadaan yang lebih bahagia
(Seligman, 2005). Namun setelah diteliti lebih dalam ternyata usia tidak
berhubungan dengan kebahagiaan (Seligman, 2005). Sebuah penelitian
otoratif atas 60.000 orang dewasa dari 40 bangsa membagi kebahgiaan
dalam tiga komponen, yaitu kepuasan hidup, afek positif dan afek negatif
(Seligman, 2005). Kepuasan hidup sedikitmeningkat sejalan dengan
betambahnya usia, afek positif sedikit melemah dan afek negatif tidak
berubah (Seligman, 2005). Seligman (2005) menjelaskan hal yang berubah
ketika seseorang menua adalah intensitas emosi dimana perasaan
“mencapai puncak dunia” dan “terpuruk dalam keputusasaan” berkurang
seiring dengan bertambhanya umur dan pengalaman.
6) Uang
Banyak penelitian yang dilakukan untuk melihat hubungan antara
kebahagiaan dan uang (Seligman, 2005). Umumnya penelitian yang
dilakukan dengan cara membandingkan kebahagiaan antara orang yang
Perbandingan lintas-negara sulit untuk dijelaskan karena negara yang lebih
kaya juga memiliki angka buta huruf yang lebih rendah, tingkat kesehatan
yang lebih baik, pendidikan yang lebih tinggi, kebebasan yang lebih luas
dan barang materil yang lebih banyak (Seligman, 2005). Seligman (2005)
menjelaskan bahwa di negara yang sangat miskin, kaya berarti bias lebih
bahagia. Namun di negara yang lebih makmur dimana hampir semua
orang memperoleh kebutuhan dasar, peningkatan kekayaan tidak begitu
berdampak pada kebahgiaan (Seligman, 2005). Seligman (2005),
menyimpulkan penilaian seseorang terhadap uang akan mempengaruhi
kebahagiaannya lebih daripada uang itu sendiri.
7) Kesehatan
Kesehatan objektif yang baik tidak begitu berkaitan dengan
kebahagiaan (Seligman, 2005). Menurut Seligman (2005), yang penting
adalah persepsi subjektif kita terhadap seberapa sehat diri kita. Berkat
kemampuan beradapatasi terhadap penedritaan, seseorang bisa menilai
kesehatannya secara positif bahkan ketika sedang sakit. Ketika penyakit
yang menyebabkan kelumpuhan sangat parah dan kronis, kebahagiaan dan
kepuasan hidup memang menurun (Seligman, 2005). Seligman (2005) juga
menjelaskan orang yang memiliki lima atau lebih masalah kesehatan,
kebahagiaan mereka berkurang sejalan dengan waktu.
8) Jenis Kelamin
Jenis kelamin memiliki hubungan yang tidak konsisten dengan
24
daripada pria. Wanita lebih banyak mengalami emosi positif dengan
intensitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan pria. Tingkat emosi
rata-rat pria dan wanita tidak berbeda namun wanita lebih bahagia dan lebih
sedih daripada pria (Seligman, 2005).
B. Orang tua
Menurut wikipedia Orang tua adalah ayah dan/atau ibu seorang anak, baik melalui hubungan biologis maupun sosial. Umumnya, orang tua
memiliki peranan yang sangat penting dalam membesarkan anak, dan
panggilan ibu/ayah dapat diberikan untuk perempuan/pria yang bukan
orang tua kandung (biologis) dari seseorang yang mengisi peranan ini.
Contohnya adalah pada orang tua angkat (karena adopsi) atau ibu tiri (istri
ayah biologis anak) dan ayah tiri (suami ibu biologis anak). Menurut Thamrin Nasution, orang tua merupakan setiap orang yang bertanggung
jawab dalam suatu keluarga atau tugas rumah tangga yang dalam
kehidupan sehari-hari disebut sebagai bapak dan ibu.
Orangtua dalam keluarga sebagai pimpinan keluarga sangat berperan
dalam meletakkan dasar-dasar kepribadian anak, karena orangtua
merupakan pendidik, pembimbing, dan pelindung bagi anak-anaknya. Jika
menurut Hurlock, orang tua merupakan orang dewasa yang membawa
anak ke dewasa, terutama dalam masa perkembangan. Tugas orang tua
melengkapi dan mempersiapkan anak menuju ke kedewasaan dengan
memberikan bimbingan dan pengarahan yang dapat membantu anak dalam
anak akan berbeda pada masing-masing orang tua kerena setiap keluarga
memiliki kondisi-kondisi tertentu yang berbeda corak dan sifatnya antara
keluarga yang satu dengan keluarga yang lain.
Sebagai orangtua yang bertanggung jawab terhadap anaknya maka
peran orangtua (keluarga) memegang fungsi dan peranan penting dalam
meningkatkan pendidikan anaknya. Menurut Hasbullah (1999) tanggung
jawab/peran orangtua (keluarga) adalah :
a. Pengalaman pertama masa anak-anak
Lembaga pendidikan keluarga memberikan pengalaman
pertama dan utama merupakan faktor penting dalam perkembangan
pribadi anak. Pendidikan maksudnya bahwa kehadiran anak
didunia disebabkan hubungan kedua orangtuanya dan bertanggung
jawab pada pendidikan anaknya.
b. Menjamin kehidupan emosional anak
Kehidupan emosional atau kebutuhan akan rasa kasih
sayang dapat dipenuhi atau dapat berlembaga dengan baik, hal
inidikarenakan adanya hubungan darah.
c. Menanamkan dasar pendidikan moral
Penanaman moral merupakan penanaman dasar bagi anak,
yang biasanya tercermin dalam sikap dan perilaku orangtua sebagai
tauladan.
26
Perkembangan benih kesadaran sosial pada anak dapat
dipupuk sedini mungkin, terutama lewat kehidupan keluargayang
penuh rasa tolong menolong, gotong-royong secara kekeluargaan.
e. Peletakan dasar keagamaan
Nilai keagamaan berperan besar dalam proses internalisasi
dan transformasi dalam pribadi anak.
Menurut Hurlock (1987) orangtua adalah orang dewasa yang
membawa anak ke dewasa, terutama dalam masa perkembangan. Tugas
orangtua melengkapi dan mempersiapkan anak menuju ke kedewasaan
dengan memberikan bimbingan dan pengarahan yang dapat membantu
anak dalam menjalani kehidupan. Dalam memberikan bimbingan dan
pengarahan pada anak akan berbeda pada masing-masing orangtua kerena
setiap keluarga memiliki kondisi-kondisi tertentu yang berbeda corak dan
sifatnya antara keluarga yang satu dengan keluarga yang lain.
Meskipun demikian, pada hakekatnya, setiap orangtua mempunyai
tanggung jawab yang sama terhadap pendidikan anak yang telah
dipercayakan Tuhan pada mereka. tanggung jawab tersebut ditujukan
dalam penataan perilaku anak yang disebut dengan pola asuh (Havighurst,
dalam Hurlock, 1987). Keluarga sebagai tempat pertama yang dikenal
seorang anak dalam hidupnya, mempunyai andil yang besar dalam
C. Terlambat Bicara (speech delay)
Keterlambatan bicara tidak hanya mempengaruhi penyesuaian sosial
dan pribadi anak, tetapi juga mempengaruhi penyesuaian akademis
mereka. Kemampuan membaca yang merupakan mata pelajaran pokok
pada awal sekolah anak. Keadaan ini dapat mempengaruhi kamampuan
anak dalam mengeja. Apabila hal ini terjadi, maka akan menimbulkan rasa
benci untuk bersekolah dan akan menghambat prestasi akademis anak.
Menurut Papalia (2008) menjelaskan bahwa anak terlambat bicara adalah
anak pada usia 2 tahun memiliki kecenderungan salah dalam menyebutkan
kata, memiliki perbendaharaan kosakata yang buruk pada usia 3 tahun atau
memiliki kesulitan menamai objek pada usia 5 tahun.
Keadaan anak yang mengalami kesuitan dalam menyusun
perbendaharaan kata tersebut nantinya mempunyai kecenderungan tidak
mampu dalam hal membaca. Hurlock (1978), mengatakan tingkat
perkembangan bicara berada di bawah tingkat kualitas perkembangan
bicara anak yang secara umurnya sama yang dapat diketahui dari ketetapan
penggunaan kata.
Apabila pada saat teman sebaya mereka berbicara dengan
menggunakan kata-kata, sedangkan si anak terus menggunakan bahasa
isyarat dan gaya bicara bayi, maka anak tersebut dianggap orang lain
terlalu muda untuk diajak bermain. Berdasarkan pendapat Papalia (2008)
dan Hurlock (1978) yang telah dijelaskan di atas dapat disimpulkan
28
anak akan terhambat apabila tingkat kualitas perkembangan bicara anak
berada di bawah tingkat kualitas perkembangan bicara anak seusianya.
Pada perkembangan bahasa sendiri merupakan salah satu parameter dalam
perkembangan anak.
Kemampuan bicara dan bahasa melibatkan perkembangan kognitif,
sensorimotor, psikologis, emosi dan lingkungan sekitar anak. Kemampuan
bahasa pada umumnya dapat dibedakan atas kemampuan reseptif
(mendengar dan memahami) dan kemampuan ekspresif (berbicara).
Kemampuan bicara lebih dapat dinilai dari kemampuan lainnya sehingga
pembahasan mengenai kemampuan bahasa lebih sering dikaitkan dengan
kemampuan berbicara.
Kemahiran dalam bahasa dan berbicara dipengaruhi oleh faktor
intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik yaitu kondisi pembawaan
sejak lahir termasuk fisiologi dari organ yang terlibat dalam kemampuan
bahasa dan berbicara. Sementara itu faktor ekstrinsik berupa stimulus yang
ada di sekeliling anak terutama perkataan yang didengar atau ditujukan
kepada anak tersebut. Dengan demikian penanganan keterlambatan bicara
dilakukan pendekatan medis sesuai dengan penyebab kelainan tersebut.
Biasanya hal ini memerlukan penanganan multi disiplin ilmu di bidang
kesehatan, dianataranya dokter anak dengan minat tumbuh kembang anak,
rehabilitasi medik, neurologi anak, alergi anak, dan klinisi atau praktisi
lainnya yang berkaitan.
Menurut Van Tiel (2011) ada beberapa jenis speech delay, antara
lain:
a) Speech and Language Expressive Disorder yaitu anak mengalami
gangguan pada ekspresi bahasa.
b) Specific Language Impairment yaitu gangguan bahasa merupakan
gangguan primer yang disebabkan karena gangguan perkembangannya
sendiri, tidak disebabkan karena gangguan sensoris, gangguan neurologis
dan gangguan kognitif (inteligensi).
c) Centrum Auditory Processing Disorder yaitu gangguan bicara tidak
disebabkan karena masalah pada organ pendengarannya. Pendengarannya
sendiri berada dalam kondisi baik, namun mengalami kesulitan dalam
pemrosesan informasi yang tempatnya di dalam otak.
d) Pure DysphaticDevelopment yaitu gangguan perkembangan bicara
dan bahasa ekspresif yang mempunyai kelemahan pada sistem fonetik.
e) Gifted Visual Spatial Learner yaitu karakteristik gifted visual
spatial learner ini baik pada tumbuh kembangnya, kepribadiannya,
maupun karakteristik giftedness-nya sendiri.
f) Disynchronous Developmental yaitu perkembangan seorang anak
gifted pada dasarnya terdapat penyimpangan perkembangan dari pola
normal. Ada ketidaksinkronan perkembangan internal dan
ketidaksinkronan perkembangan eksternal.
30
Penyebab gangguan bicara dan bahasa sangat banyak dan luas,
semua gangguan mulai dari proses pendengaran, penerus impuls ke otak,
otak, otot atau organ pembuat suara. Hal lain dapat juga di sebabkan
karena diluar organ tubuh seperti lingkungan yang kurang mendapatkan
stimulasi yang cukup atau pemakaian dua bahasa.
Adapun beberapa penyebab gangguan atau keterlambatan bicara
adalah sebagai berikut:
a) Gangguan Pada Pendengaran
Anak yang mengalami gangguan pendengaran kurang mendengar
pembicaraan disekitarnya. Gangguan pendengaran selalu harus difikirkan
bila ada keterlambatan bicara. Terdapat beberapa penyebab gangguan
pendengaran, bisa karena infeksi, trauma atau kelainan bawaan. Infeksi
bisa terjadi bila mengalami infeksi yang berulang pada organ dalam sistem
pendengaran.
b) Kelainan Organ Bicara
Kelainan ini meliputi lidah pendek, kelainan bentuk gigi dan
mandibula (rahang bawah), kelainan bibir sumbing (palatoschizis/cleft
palate), deviasi septum nasi, adenoid atau kelainan laring. Pada lidah
pendek terjadi kesulitan menjulurkan lidah sehingga kesulitan
mengucapkan huruf ”t”, ”n” dan ”l”. Kelainan bentuk gigi dan mandibula
mengakibatkan suara desah seperti ”f”, ”v”, ”s”, ”z” dan ”th”.Kelainan
rinolaliaaperta, yaitu terjadi suara hidung pada huruf bertekanan tinggi
seperti ”s”, ”k”, dan ”g”.
c) Retardasi Mental
Redartasi mental adalah kurangnya kepandaian seorang anak
dibandingkan anak lain seusianya. Redartasi mental merupakan penyebab
terbanyak dari gangguan bahasa. Pada kasus redartasi mental,
keterlambatan berbahasa selalu disertai keterlambatan dalam bidang
pemecahan masalah visuo-motor.
d) Genetik Heriditer dan Kelainan Kromosom
Gangguan karena kelainan genetik yang menurun dari orang tua.
Biasanya juga terjadi pada salah satu atau ke dua orang tua saat kecil.
Biasanya keterlambatan. Menurut Mery GL anak yang lahir dengan
kromosom 47 XXX terdapat keterlambatan bicara sebelum usia 2 tahun
dan membutuhkan terapi bicara sebelum usia prasekolah. Sedangkan
Bruce Bender berpendapat bahwa kromosom 47 XXY mengalami kelainan
bicara ekpresif dan reseptif lebih berat dibandingkan kelainan kromosom
47 XXX.
e) Kelainan Sentral (Otak)
Gangguan berbahasa sentral adalah ketidak sanggupan untuk
menggabungkan kemampuan pemecahan masalah dengan kemampuan
berbahasa yang selalu lebih rendah. Ia sering menggunakan mimic untuk
menyatakan kehendaknya seperti pada pantomim. Pada usia sekolah,
32
f) Autisme
Gangguan bicara dan bahasa yang berat dapat disebabkan karena
autism. Autisme adalah gangguan perkembangan pervasif pada anak yang
ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang
kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi sosial.
g) Mutism Selektif
Mutisme selektif biasanya terlihat pada anak berumur 3-5 tahun,
yang tidak mau bicara pada keadaan tertentu, misalnya di sekolah atau bila
ada orang tertentu. Atau kadang-kadang ia hanya mau bicara pada orang
tertentu, biasanya anak yang lebih tua. Keadaan ini lebih banyak
dihubungkan dengan kelainan yang disebut sebagai neurosis atau
gangguan motivasi. Keadaan ini juga ditemukan pada anak dengan
gangguan komunikasi sentral dengan intelegensi yang normal atau sedikit
rendah.
h) Gangguan Emosi dan Perilaku Lainnya
Gangguan bicara biasanya menyerta pada gangguan disfungsi otak
minimal, gejala yang terjadi sangat minimal sehingga tidak mudah untuk
dikenali. Biasanya diserta kesulitan belajar, hiperaktif, tidak terampil dan
gejala tersamar lainnya.
i) Alergi Makanan
Alergi makanan ternyata juga bisa mengganggu fungsi otak,
sehingga mengakibatkan gangguan perkembangan salah satunya adalah
manifestasi alergi pada gangguan pencernaan dan kulit. Bila alergi
makanan sebagai penyebab biasanya keterlambatan bicara terjadi usia di
bawah 2 tahun, di atas usia 2 tahun anak tampak sangat pesat
perkembangan bicaranya.
j) Deprivasi Lingkungan
Dalam keadaan ini anak tidak mendapat rangsang yang cukup dari
lingkungannya. Penelitian menunjukkan sedikit keterlambatan bicara,
tetapi tidak berat. Bilamana anak yang kurang mendapat stimulasi tersebut
juga mengalami kurang makan atau child abuse, maka kelainan berbahasa
dapat lebih berat karena penyebabnya bukan deprivasi semata-mata tetapi
juga kelainan saraf karena kurang gizi atau penelantaran anak.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan yang menyebabkan anak
mengalami keterlambatan bicara antara lain :
a. Faktor Internal
Berbagai faktor internal atau faktor biologis tubuh seperti factor
persepsi, kognisi dan prematuritas dianggap sebagai faktor penyebab
keterlambatan bicara pada anak.
1) Persepsi
Kemampuan membedakan informasi yang masuk disebut persepsi.
Persepsi berkembang dalam 4 aspek : pertumbuhan, termasuk
perkembangan sel saraf dan keseluruhan sistem; stimulasi, berupa
masukan dari lingkungan meliputi seluruh aspek sensori, kebiasaan, yang
34
menjadikan bayi mendapat stimulasi baru yang kemudian akan tersimpan
dan selanjutnya dikeluarkan dalam proses belajar bahasa anak. Secara
bertahap anak akan mempelajari stimulasi36 stimulasi baru mulai dari
raba, rasa, penciuman kemudian penglihatan dan pendengaran . Pada usia
balita, kemampuan persepsi auditori mulai terbentuk pada usia 6 atau 12
bulan, dapat memprediksi ukuran kosa kata dan kerumitan pembentukan
pada usia 23 bulan. Telinga sebagai organ sensori auditori berperan
penting dalam perkembangan bahasa. Beberapa studi menemukan
gangguan pendengaran karena otitis media pada anak akan mengganggu
perkembangan bahasa ( Hawari).
2) Kognisi
Anak di usia ini sangat aktif mengatur pengalamannya ke dalam
kelompok umum maupun konsep yang lebih besar. Beberapa teori yang
menjelaskan hubungan antara kognisi dan bahasa ( Djamarah, 2002) :
a) Bahasa berdasarkan dan ditentukan oleh pikiran (cognitive
determinism)
b) Kualitas pikiran ditentukan oleh bahasa (linguistic determinism)
c) Pada awalnya pikiran memproses bahasa tapi selanjutnya pikiran
dipengaruhi oleh bahasa.
d) Bahasa dan pikiran adalah faktor bebas tapi kemampuan yang
berkaitan.
Weindrich (1987) menemukan adanya faktor-faktor yang
berhubungan dengan prematuritas yang mempengaruhi perkembangan
bahasa anak, seperti berat badan lahir, lama perawatan di rumah sakit, bayi
yang iritatif, dan kondisi saat keluar rumah sakit.
b. Faktor Eksternal ( Faktor Lingkungan )
1) Riwayat keluarga
Demikian pula dengan anak dalam keluarga yang mempunyai riwayat
keterlambatan atau gangguan bahasa beresiko mengalami keterlambatan
bahasa pula. Riwayat keluarga yang dimaksud antara lain anggota keluarga
yang mengalami keterlambatan berbicara, memiliki gangguan bahasa,
gangguan bicara atau masalah belajar.
2)Pola asuh
Law dkk juga menemukan bahwa anak yang menerima contoh
berbahasa yang tidak adekuat dari keluarga, yang tidak memiliki pasangan
komunikasi yang cukup dan juga yang kurang memiliki kesempatan untuk
berinteraksi akan memiliki kemampuan bahasa yang rendah.
3) Lingkungan verbal
Lingkungan verbal mempengaruhi proses belajar bahasa anak.
Anak di lingkungan keluarga profesional akan belajar kata-kata tiga kali
lebih banyak dalam seminggu dibandingkan anak yang dibesarkan dalam
keluarga dengan kemampuan verbal lebih rendah.
36
Studi lainnya melaporkan ibu dengan tingkat pendidikan rendah
merupakan faktor resiko keterlambatan bahasa pada anaknya.
5) Jumlah anak
Chouhury dan beberapa peneliti lainnya mengungkapkan bahwa
jumlah anak dalam keluarga mempengaruhi perkembangan bahasa seorang
anak, berhubugan dengan intensitas komunikasi antara orang tua dan anak.
6) Faktor Televisi
Anak batita yang banyak nonton TV cenderung akan menjadi
pendengar pasif, hanya menerima tanpa harus mencerna dan memproses
informasi yang masuk. Akibatnya, dalam jangka waktu tertentu yang mana
seharusnya otak mendapat banyak stimulasi dari lingkungan/orang tua
untuk kemudian memberikan feedback kembali, namun karena yang lebih
banyak memberikan stimulasi adalah televisi (yang tidak membutuhkan
respon apa-apa dari penontonnya), maka sel-sel otak yang mengurusi
masalah bahasa dan bicara akan terhambat perkembangannya.
D. Perspektif teoritis
Karakteristik orang yang bahagia menurut Myers ada empat yaitu
menghargai diri sendiri, optimis, terbuka, dan mampu mengendalikan diri.
Ketika orangtua dapat menghargai diri sendiri, orang tua dapat terbuka
kepada orang lain dan bisa mengutarakan keadaan hatinya, orangtua
memiliki optimis akan perkembangan anaknya, dan mampu
mengendalikan emosi yang sedang di alaminya, maka orangtua tersebut
Berdasarkan lima aspek kebahagiaan sejati oleh Seligman dkk yakni
ketika seseorang dapat menjalin hubungan positif dengan orang
lain,memiliki keterlibatan penuh, menemukan makna dalam keseharian,
memiliki optimis yang realistis, dan menjadi pribadi yang resiliens.
Peneliti akan berusaha mengetahui bagaimana kebahagiaan orang tua yang
memiliki anak terlambat bicara, menurut penelitian terdahulu banyak
orangtua yang cemas dan stress ketika mereka memiliki anak yang
mengalami hambatan dalam perkembangan yang salah satu nya yakni
keterlambatan bicara. Tetapi peneliti menemukan sebuah kasus dimana
orangtua memiliki anak yang terlambat bicara yang berbeda dengan anak
yang lain, anak tersebut lebih kreatif dan mampu membanggakan
orangtuanya. Maka apabila orangtua memiliki ciri-ciri tersebut di atas
maka orangtua dapat dikategorikan sebagai orangtua yang bahagia.
Terkadang orangtua dengan segala kesibukan nya baik dengan
pekerjaan ataupun kehidupan rumah tangga, terutama adalah kehadiran
seorang anak yang memiliki hambatan dalam perkembangan pasti cukup
melelahkan dan terkadang menimbulkan stress. Tetapi peneliti disini
berusaha untuk mengetahui kondisi kebahagiaan orangtua yang memilki
anak yang terlambat bicara, dan peneliti berusaha mengungkapkan bahwa
tidak semua orangtua yang memilki anak terambat bicara itu mempunyai
banyak sisi negatif tetapi mereka juga memiliki sisi positif yang dapat
38
Berdasarkan agama atau religiusitas juga dapat menentukan
kebahagiaan seseorang. Orang yang religius lebih bahagia dan lebih puas
terhadap kehidupan daripada orang yang tidak religius (Seligman, 2005).
Ketika subjek memiliki religiusitas yang tinggi, maka subjek juga semakin
bahagia. Carr (2004) juga menambahkan keterlibatan dalam suatu agama
juga diasosiasikan dengan kesehatan fisik dan psikologis yang lebih baik
yang dapat dilihat dari kesetiaan dalam perkawinan, perilaku sosial, tidak
berlebihan dalam makanan dan minuman, dan bekerja keras. Pada subjek
dalam penelitian ini, ketika mereka menunjukkan kesetiaan dalam
pernikahan, memiliki hubungan sosial yang baik, tidak berlebihan dalam
hal makanan dan minuman, dan mereka mampu bekerja keras maka
mereka dapat mengasosiasikan diri dengan kesehatan fisik dan psikologis
A. Jenis Penelitian
Desain penelitian yang akan digunakan adalah jenis penelitian
kualitatif dengan teknik observasi, wawancara kepada orang tua subjek
yang memiliki anak terlambat bicara di usia 7 tahun. Menurut Keirl dan
Miller dalam Moleong (1999) yang dimaksud dengan penelitian kualitatif
adalah “tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara
fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia pada kawasannya
sendiri, dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya
dan peristilahannya”. Penelitian ini menggunakan strategi case study.
Strategi penelitian dimana didalamnya peneliti menyelidiki secara cermat
suatu program, peristiwa, aktivitas, proses atau sekelompok individu
(Creswell, 2010).
Bagian utama dari analisis kualitatif, bahan tersebut dibentuk oleh
Proses coding, yaitu menafsirkan teks dianalisis dan menghubungkan
makna (dari kata-kata kunci, gagasan, kode) ke bagian individu
masing-masing. Analisis kualitatif dari bahan dimulai dengan mendefinisikan unit
koding, diikuti oleh catatan fenomena yang tepat sesuai dengan penilaian
dan menganalisis karakteristik fenomena tersebut dan berakhir dengan
40
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini di lakukan di rumah subjek, di desa wringinanom
kecamatan wringinanom kabupaten Gresik. Karena kedua subjek yang
kesehariannya selalu di rumah dan sekitarnya, peneliti hanya berfokus
pada rumah dan lingkungan sekitarnya.
C. Sumber Data
Sumber data akan di ambil dari subjek yakni orangtua yang
memiliki anak terlambat bicara (speech delay) dan satu informan yaitu
tetangga dekat subjek. Untuk mendapatkan informasi mengenai perilaku
subjek sehari-hari dan bagaimana aktifitasnya saat ini baik di rumah
maupun di lingkungannya. Alasan memilih subjek tersebut karena subjek
adalah orangtua yang memiliki anak terlambat bicara tetapi anak tersebut
juga memiliki kelebihan yang berbeda dengan anak seusianya. Seperti
contoh anak dapat menciptakan permainan nya sendiri meskipun tidak
dengan orang lain yaitu mampu membuat mobil-mobilan dari barang
bekas, kemudian mampu menguliti kabel yang tidak berfungsi sehingga
bisa berfungsi kembali, anak tersebut semangat sekali ketika belajar dan
cepat merespons stimulus oranglain di lingkungnnya.
Orangtua mengetahui anak mereka terlambat bicara ketika anak
berusia dua tahun, orang tua pernah membawa anak mereka yang
terlambat bicara ke salah satu rumah sakit untuk memperiksakan apakah
anak mereka mengalami penyakit serius karena masih belum mampu
mengetahui bahwa anak mereka tidak mengalami gangguan pendengaran
atau penyakit serius lain nya, orangua merasa lega. Kemudian orangtua
terus mengajari anak untuk dapat berbicara dengan cara terus mengajaknya
berkomunikasi atau berbicara. Orangtua juga bersyukur karena
kemampuan bicara anak mereka semakin meningkat dan menjadi lebih
baik sampai saat ini. Orangtua juga terbuka dengan tetangga mengenai
kondisi anak merek yang mengalami terlambat bicara. Menurut Seligman
(2005) kebahagiaan merupakan konsep yang mengacu pada emosi positif
yang di rasakan individu serta aktifitas positif. Sejauh ini menurut peneliti
kedua subjek menunjukkan emosi positif dan aktifitas yang positif ketika
mereka memiliki anak yang terlambat bicara.
D. Cara Pengumpulan Data
Cara mengumpulkan data berdasarkan dengan metode yang
peneliti pakai adalah sebagai berikut:
1. Observasi
Observasi langsung adalah cara pengambilan data dengan
menggunakan mata tanpa ada pertolongan alat standar lain untuk
keperluan tersebut. Metode ini di gunakan untuk mencatat hal-hal yang
terkait dengan perilaku orangtua, komunikasi orangtua dengan anak,
komunikasi orangtua dengan tetangga, dan sebagainya tentang orangtua
yang memiliki anak terlambat bicara.
42
Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan
penelitian dengan cara tanya jawab, sambil bertatap muka antara si
penanya dengan si penjawab dengan menggunakan alat yang dinamakan
interview guide (panduan wawancara). Peneliti juga menggunakan
wawancara tak terstruktur karena peneliti akan berhubungan lansung
dengan subjek dan berusaha mengungkapkan suatu keadaan tertentu dari
subjek. Metode ini di gunakan untuk memperoleh data secara jelas dan
kongkret tentang gambaran kebahagiaan orangtua yang memiliki anak
terlambat bicara.
3. Dokumentasi
Dokumentasi adalah bahan tertulis baik berupa pernyataan, atau
foto dari subjek yang di teliti, perilaku yang dapat di dokumentasikan.
Metode dokumentasi adalah pengumpulan data dengan meneliti
catatan-catatan penting yang sangat erat hubungannya dengan obyek penelitian.
E. Prosedur Analisis dan Interpretasi Data
Setelah memperoleh data yang di butuhkan, peneliti akan
menganalisis dengan analisis data, merupakan proses akhir dalam
penelitian kualitatif (Creswell, 2010). Teknik atau metode analisis data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah induktif dengan menggunakan
prosedur studi kasus (Moelong, 2007). Teknik dipilih karena penelitian ini
akan berawal dari hasil temuan khas yang ada dilapangan yang kemudian
Menurut Creswell (2010) terdapat beberapa langkah dalam
menganalisis data sebagaimana berikut ini;
1. Mengolah dan menginterpretasi data untuk dianalisis. Langkah ini
melibatkan transkipsi wawancara, menscaning materi, mengetik
data lapangan, atau memilah-milah dan menyusun data tersebut ke
dalam jenis-jenis yang berbeda tergantung sumber informasi.
2. Membaca keseluruhan data. Dalam tahap ini, menulis
catatan-catatan khusus atau gagasan-gagasan umum tentang data yang
diperoleh.
3. Menganalisis lebih detail dengan menkoding data. Coding
merupakan proses mengolah materi atau informasi menjadi
segmen-segmen tulisan sebelum memaknainya.
4. Menerapkan proses koding untuk mendiskripsikan setting,
orang-orang, kategori, dan tema-tema yang akan dianalisis.
5. Menunjukkan bagaimana diskripsi dan tema-tema ini akan
disajikan kembali dalam narasi atau laporan kualitatif.
6. Menginterpretasi atau memaknai data
Beberapa langkah dalam analisis data kualitatif di atas, akan
diterapkan dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini data yang didapat
ditulis dalam transkip wawancara, lalu di koding, dipilah tema-tema
sebagai hasil temuan, dan selanjutnya dilakukan interpretasi data.
44
Creswell (2010) menjelaskan bahwa validitas kualitatif merupakan
pemeriksaan terhadap akurasi hasil penelitian dengan menerapkan
prosedur-prosedur tertentu, sementara reliabilitas kualitatif
mengindikasikan bahwa pendekatan yang digunakan peneliti konsisten
jika diterapkan oleh peneliti-peneliti lain. Gibss sebagaimana yang dikutip
oleh Creswell (2010) memerinci sejumlah prosedur reliabilitas sebagai
berikut:
1. Mengecek hasil transkrip untuk memastikan tidak adanya
kesalahan yang dibuat selama proses transkipi.
2. Memastikan tidak ada definisi dan makna yang mengambang
mengenai kode-kode selama proses koding. Hal ini dapat dilakukan
dengan terus membandingkan data dengan kode-kode atau dengan
menulis catatan tentang kode-kode dan definisi-definisinya.
3. Untuk penelitian yang berbentuk tim, mendiskusikan kode-kode
bersama patner satu tim dalam pertmuan rutin atau sharing analisis.
4. Melakukan cross-check dan membandingkan kode-kode yang
dibuat oleh peneliti lain dengan kode-kode yang telah dibuat
sendiri.
Langkah-langkah pengumpulan data meliputi usaha membatasi
penelitian, mengumpulkan informasi melalui observasi dan wawancara,
baik yang terstruktur maupun tidak, dokumentasi, materi-materi visual
serta usaha merancang protokol untuk merekam/mencatat informasi
sumber-sumber data yang berbeda dengan memeriksa bukti-bukti yang
berasal dari sumber-sumber tersebut dan menggunakannya untuk
membangun justifikasi tema-tema secara koheren. Tema-tema yang
dibangun berdasarkan sejumlah sumber data atau perspektif dari partisipan
akan menambah validitas penelitian.
Data akan di peroleh dengan menggunakan wawancara lansung
orang tua subjek, dan supaya mendapatkan data yang valid peneliti akan
menyiapkan alat tulis untuk menulis hasil dari wawancara kepada subjek
dan informan. Dan menggunakan alat untuk merekam pada saat
wawancara, seperti contoh HP atau alat rekam lainnya. Peneliti juga akan
mengobservasi subjek beserta lingkungannya, dengan mencatat dan
46
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Subjek
A.1 Subjek pertama
Subjek pertama adalah RO berjenis kelamin perempuan, lahir di
Gresik 11 oktober 1989 saat ini berusia 28 tahun. Anak pertama dari dua
bersaudara, beragama islam dan pendidikn terakhir adalah SMPN 01
Wringinanom. RO saat ini tinggal di desa wringinanom rt 04 rw 01
kecamatan wringinanom kabupaten Greik. RO tinggal bersama suami dan
kedua anaknya. Anak yang pertama berusia 8 tahun dan mengalami
keterlambatan dalam berbicara, anak kedua berusia 10 bulan, kedua anak
nya berjenis kelamin laki-laki. RO sehari-hari sebagai ibu rumah tangga,
dan menjaga toko ikan di depan rumahnya.
A.2 Subjek kedua
Subjek kedua adalah AM berjenis kelamin laki-laki, lahir di
Jombang 24 september 1984 saat ini berusia 32 tahun. Anak pertama dari
tiga bersaudara, beragama islam dan pendidikan terakhir adalah SMA
Negeri Jombang. AM tinggal bersama istri dan kedua anak nya, AM
adalah suami dari RO. AM bekerja di pabrik arwana di dekat rumahnya.
AM tinggal jauh dengan orangtua nya karena merantau tinggal bersama
B. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Temuan Penelitian
Dalam penyajian data ini, peneliti akan menggambarkan atau
mendeskripsikan data yang diperoleh dari hasil observasi di lapangan,
interview/wawancara, dan dokumentasi yang ada, untuk membantu
keabsahan data atau kevaliditasan data yang disajikan. Data dalam
penelitian ini adalah berdasarkan karakteristik dan aspek – aspek
kebahagiaan pada orangtua yang memiliki anak terlambat bicara.
Karakteristik orang yang bahagia ada empat, yang selalu ada pada
diri orang yang memiliki kebahagiaan dalam hidupnya.
a. Subjek 1
Berdasarkan karakteristik orang yang bahagia terbagi menjadi
empat macam, yakni menghargai diri sendiri, optimis, terbuka, dan
mampu mengendalikan diri. Pada seubjek 1 akan di uraikan sebagai
berikut :
1. Menghargai diri sendiri
RO yakin masih sanggup melakukan aktifitasnya sehari-hari
dengan baik, meskipun memiliki anak yang terlambat bicara.
Seberapa besar ibu menghargai diri ibu sendiri ketika memiliki anak seperti adik rito?
Ya gimana ya mbak, saya ya masih melakukan aktivitas sehari-hari, ngurusin rumah tangga, bantu suami sambil jualan ikan hias. Kan ndk boleh putus asa juga jadi ya di terima bagaimanapun keadaan rito sambil saya tetap melakukan kegiatan sehari-hari mbak. (WCR1A195)
48
Apakah rito pernah mengikuti kegiatan di sekolah ataupun di lingkungan rumah nya?
Kegiatan apa ya mbak? (WCR1A129)
Misal nya lomba-lomba atau pawai?
Iya kalau lomba pernah mbak, ikut lomba 17 an saja di depan rumah sini.
(WCR1A131)
Apakah ibu mendaftarkan sendiri lomba-lomba rito itu?
Iya mbak daftar nya ya sama saya, saya anter ke seberang situ.
(WCR1A134)
RO merasa bangga dengan keadaan rito saat ini, karena Rito dapat
membantu pekerjaan rumah tangga.
Merasa bangga kah dengan keadaan rito saat ini?
Iya bangga mbak, merasa lega sudah bisa ada kemajuan. (WCR1A165)
Kenapa bu?
Ya selain banyak kemajuan, karena anaknya itu juga bisa bantu-bantu saya mbak. bantu nyuci botol-botol ikan itu dia bisa mbak padahal banyak, ya dia itu duduk di samping saya begitu mbak terus minta ikut bersihin botol-botol ikan sampai buersih kemudian membersihkan aquarium ikan itu juga dia mau. (WCR1A170)
Menurut ibu N bahwasanya RO bahagia memiliki anak seperti
rito, dan masih dengan baik melakukan kegiatan atau aktifitas nya
sehari-hari.
Apakah ibu dan bapak rihto menghargai diri mereka sendiri ketika memiliki anak spt rihto?
Ya kalau ibunya itu kelihatan nya ya bahagia kalau punya anak spt rito itu mbak, karena ya Rito itu anak e pinter, beda sama anak lain, rito punya keterampilan ya kreatif itu bisa bikin mobil-mobilan sendiri. Kalau bapak nya itu kelihatan nya cuek mbak tapi ya mesti sering main-main sama rito kelihatan nya,tamnggungjawab juga kok orang nya mbak. (WCR2AB115)
2. Optimis
RO memiliki harapan rito di masa depan akan sekolah yang tinggi