PENDIDIKAN KARAKTER PERSPEKTIF Q.S LUQMAN AYAT 12-19
SKRIPSI
OLEH :
NUR INDAH JALILAH D01213042
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM JURUSAN PENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
ABSTRAK
Nur Indah Jalilah, D01213042. Di zaman modern ini masih sering kita jumpai tindakan amoral dan jauh dari nilai-nilai yang tertuang dalam dari tujuan pelaksanaan pendidikan. Seperti kebiasaan mencontek, tawuran antar pelajar, penyalahgunaan narkoba, pergaulan bebas, kekerasan pada anak, pelecehan seksual terhadap anak dan remaja, pencurian remaj, dan lain sebagainya. Hal tersebut disebabakan selama ini pengetahuan masih sebatas rutinitas pemberian materi (transfer of knowledge). Maka penting kiranya menerapkan pendidikan yang menyeimbangkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Konsep ini kemudian secara luas disebut dengan pendidikan karakter.
Pendidikan karakter merupakan pendidikan yang membentuk kepribadian seseorang melalui pendidikan budi pekerti atau penanaman nilai-nilai baik yang hasilnya terlihat dalam tindakan nyata seseorang. Yaitu tingkah laku yang baik, jujur, bertanggungjawab, kerjakeras, dan lain sebagainya. Pendidikan karakter tidak terbentuk secara instan, melainkan melalui cara pembiasaan dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat yang terjadi sepanjang hayat dan ketiganya saling berkesinambungan. Tokoh Luqmanul hakim adalah salah satu figur dalam A-Qur’an yang patut kita teladani dalam mendidik putranya. Disamping itu banyak sekali keistimewaan yang dimiliki beliau dalam mendidik putranya sehingga Allah mengabadikannya dalam Al-Qur’an.
Adapun tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui konsep pendidikan karakter, implementasi pendidikan karakter pada keluarga, sekolah, dan masyarakat, keterpaduan lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat sebagai pusat pendidikan karakter, serta analisis nilai pendidikan karakter dalam surat Luqman ayat 12-19. Penulisan ini merupakan analisis Kualitatif Deskriptif
menggunakan Metode Maudlu’iy dan kajian pustaka (Library Research). Yaitu dengan menghimpun ayat-ayat Al-Qur’an yang berbicara mengenai pendidikan karakter. Pada surat Luqman ayat 12-19 menceritakan pola mendidik anak dengan metode nasihat.
Metode nasihat dalam Al-Qur’an mengandung beberapa faktor pengajaran, antara lain: a). seruan dengan lemah lembut, b). nasihat dalam bentuk cerita atau perumpamaan yang mengandung pelajaran, c). nasihat dalam bentuk wasiat. Analisis nilai pendidikan karakter yang terdapat pada surat Luqman ayat 12-19 sebagai berikut: a) karakter syukur, b) karakter iman, c). karakter berbuat baik pada orangtua, d). karakter berbuat kebajikan, e). karakter ibadah, f). karakter sosial. Adapun cara Luqmanul hakim menerapkan pendidikan karakter pada anaknya dengan cara mauidhahhasanah, yakni berupa nasihat yang baik.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ...iii
PENGESAHAN TIM PENGUJI ...iv
MOTTO ...v
PERSEMBAHAN ...vi
DAFTAR TRANSLITERASI ...vii
ABSTRAK ...ix
KATA PENGANTAR ...x
DAFTAR ISI ...xiii
DAFTAR LAMPIRAN ...xvii
BAB I : PENDAHULUAN ...1
A. Latar Belakang Masalah ...1
B. Rumusan Masalah ...7
C. Tujuan Penelitian ...7
D. Kegunaan Penelitian...8
E. Penelitian Terdahulu ...9
G. Definisi Operasional...12
H. Metodologi Penelitian ...13
I. Sistematika Pembahasan ...23
BAB II : Kajian Teori ...25
A. Konsep Pendidikan Karakter...25
1. Pengertian Karakter dan Pendidikan Karakter ...25
2. Prinsip Pengertian Karakter ...32
3. Ciri Dasar Pengertian Karakter ...33
4. Nilai Pengertian Karakter ...33
5. Tujuan Pengertian Karakter ...38
6. Urgensi Pengertian Karakter ...39
7. Komponen Pengertian Karakter ...43
B. Implementasi Pendidikan Karakter di Lingkungan Keluarga ...46
1. Urgensi pendidikan karakter di lingkungan keluarga ...46
2. Aspek penting pendidikan karakter di lingkungan keluarga ...48
a. Pola interaksi antar anggota keluarga ...48
1) Interaksi antar orangtua ...48
2) Interaksi antara orangtua dan anak ...48
3) Pola interaksi antar anak ...49
4) Pola asuh anak ...49
5) Teladan orangtua ...50
C. Implementasi Pendidikan Karakter di Lingkungan Sekolah ...51
2. Aspek penting pendidikan karakter di lingkungan sekolah ...52
D. Implementasi Pendidikan Karakter di Lingkungan Masyarakat ...54
1. Urgensi pendidikan karakter di lingkungan masyarakat ...54
2. Aspek penting pendidikan karakter di lingkungan masyarakat ...55
a) Pengkondisian di lingkungan masyarakat ...55
b) Keteladanan Pemimpin, Tokoh Agama, dan Tokoh Masyarakat 56 E. Keterpaduan Lingkungan Keluarga, Sekolah, dan Masyarakat sebagai pusat pendidikan karakter ...57
BAB III : Tafsir Q.S Luqman [31]:12-19 ...61
A. Pengantar Tafsir ...61
1. Biografi Luqmanul Hakim ...61
2. Asbabun Nuzul ...62
3. Teks dan Terjemah ...64
4. Penjelasan Kosa Kata ...66
5. Munasabah ...68
B. Tafsir Q.S Luqman [31]:12-19 ...71
1. Mufassir Klasik ...72
a. Ibnu Katsir (Imam Ibnu Katsir) ...72
b. Al-Maraghi (Ahmad musthafa Al-Maraghiy) ...78
2. Mufasir Modern ...83
a. Fi Zhilalil Qur’an (Sayyid Quthb) ...83
b. Al-Misbah (Quraish Shihab) ...91
BAB IV : ANALISIS TERHADAP NILAI PENDIDIKAN KARAKTER
YANG TERKANDUNG DALAM Q.S LUQMAN:12-19 ...111
A. Karakter Syukur ...112
B. Karakter Iman...116
C. Karakter Berbakti kepada orangtua ...119
D. Karakter Berbuat kebajikan...123
E. Karakter Karakter Ibadah ...125
F. Karakter Sosial ...129
BAB VI : PENUTUP ...133
A. SIMPULAN ...133
B. SARAN ...135
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan salah satu aspek yang sangat penting untuk
membangun generasi yang siap mengganti tongkat estafet generasi tua
dalam rangka membangun masa depan. Karena itu pendidikan berperan
mensosialisasikan kemampuan baru kepada mereka agar mampu
mengantisipasi tuntutan masyarakat yang dinamis.1
Pendidikan pada dasarnya merupakan interaksi antara pendidik
dengan peserta didik, untuk mencapai tujuan pendidikan, yang
berlangsung dalam lingkungan tertentu. Interaksi pendidikan dapat
berlangsung dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan lingkungan
masyarakat. Pendidikan berfungsi membantu peserta didik dalam
pengembangan dirinya, yaitu pengembangan semua potensi, kecakapan,
serta karakteristik pribadinya ke arah yang positif baik bagi dirinya
maupun lingkungannya.
Para orangtua memberikan perhatian terhadap pendidikan
putra-putri, dan generasi muda masyarakatnya. Tujuan dan misi pendidikan yang
dilaksanakan yaitu memberi bimbingan agar dapat hidup mandiri.
2
Bimbingan diberikan oleh generasi tua (orang tua atau guru) kepada
generasi muda (putra-putri atau peserta didik), agar dapat meneruskan dan
melestarikan tradisi yang hidup di masyarakat.2
Anak merupakan anugerah dari Allah SWT, Tuhan Yang
Mahakuasa, di mana kehadirannya merupakan tanggung jawab setiap
orangtua untuk mendidik dengan baik. Untuk menciptakan masa depan
yang lebih baik, salah satu caranya adalah dengan menciptakan anak-anak
atau generasi muda sebagai aktor dan pionir masa depan. Cerdas dan pintar
saja tentunya belum cukup, tetapi juga diperlukan sifat yang pantang
menyerah, sehat jasmani dan rohani, tanggung jawab, memilik harapan
dan motivasi tinggi, peka terhadap lingkungan sekitarnya, dan
berkepribadian baik, berakhlakul karimah agar anak-anak atau generasi
muda menjadi tangguh dan mampu meraih impian masa depan yang lebih
baik. Karakter anak ideal yang didambakan banyak orangtua antara lain
adalah hormat dan berbakti kepada orangtua, guru, peka terhadap karya
seni, terampil, mandiri, penuh semangat, disiplin, pemuh inisiatif, sehat
dan mencintai Tanah Air. Karakter ini senada dengan karakter anak
Generasi Platinum.3
Karakter adalah sifat-sifat mental atau akhlak yang kuat dan khas,
yang membuat pemilik sifat tersebut berbeda dengan yang lain.
2
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, ( Jakarta : Kalam Mulia, 2002), h. 29
3Rubrik : “ Karakter Anak Ideal untuk Masa Depan”,
3
Pendidikan karakter adalah pendidikan sepanjang hayat melalui
pengalaman sehari-hari. Pendidikan karakter dapat dilaksanakan baik
melalui pendidikan formal di sekolah, informal dalam keluarga, dan non
formal dalam masyarakat. Integrasi dan sinergi tripusat pendidikan inilah
yang diharapkan mampu mewujudkan keberhasilan pendidikan karakter
bagi masyarakat kita.4 Perlu adanya kontribusi pendidikan dari keluarga,
sekolah, maupun masyarakat.
Perilaku menyimpang dikalangan anak muda (pelajar dan remaja)
menjadi penting ketika adanya indikasi semakin meningkatnya tawuran
telah mengorbankan sejumlah besar tunas muda sebagai harapan bangsa.
Mereka gugur sebagai “korban” dari sistem sosial edukatif yang tidak
menguntungkan yang dapat disebabkan faktor internal sekolah dan
eksternal sekolah.
Pelajar yang sedang menempuh pendidikan di SLTP maupun
SLTA atau usia remaja, bila ditinjau dari segi usianya, sedang mengalami
periode yang sangat potensial bermasalah. Periode ini sering digambarkan
sebagai “storm” and “drang” period (topan dan badai). Dalam ukuran ini
timbul gejala emosi dan tekanan jiwa, sehingga perilaku mereka mudah
menyimpang. Dari situasi konflik dan problem ini remaja tergolong dalam
4
4
sosok pribadi yang tengah mencari identitas dan membutuhkan tempat
penyaluran kreativitas.5
Pendidikan semakin dirasa bagai buah simalakama bagi para
pendidik, karena baru-baru ini dunia pendidikan di gemparkan dengan
beberapa tindak kekerasan oleh guru terhadap peserta didik. Salah satunya
adalah berita mengenai pelaporan orang tua terhadap seorang guru atas
tindakan pencubitan terhadap anak didiknya, dikarenakan tidak
melaksanakan shalat dhuha berjamaah. Hal ini tentu menjadi kabar miris
bagi para pendidik dimana mereka di resahkan antara tugas sebagai
seorang pendidik yang tidak hanya mendidik jasmani, melainkan juga
mendidik rohani peserta didik.
Meningkatnya kasus penggunaan narkoba di kalangan pelajar,
pergaulan bebas di kalangan pelajar, maraknya angka kekerasan di
kalangan pelajar, dan lain-lain, menandakan betapa pengetahuan agama
dan moral yang didapatkan peserta didik di bangku sekolah ternyata belum
sepenuhnya berdampak positif terhadap perubahan perilaku mereka.
Sebabnya pendidikan karakter memerlukan pembiasaan untuk
berbuat baik, pembiasaan untuk berlaku jujur, ksatria, malu berbuat
curang, dan lain-lain. Karakter tidak terbentuk secara instan, tapi harus
5
5
dilatih secara serius dan proporsional agar mencapai bentuk dan kekuatan
yang ideal agar bisa efektif. Efektivitas pendidikan karakter tidak selalu
harus dengan menambah program tersendiri, tetapi bisa melalui
transformasi budaya dan kehidupan di lingkungan sekolah. Melalui
pendidikan karakter, semua berkomitmen untuk menumbuhkembangkan
peserta didik menjadi pribadi yang menginternalisasi kebajikan (tahu dan
mau) dan terbiasa mewujudkan kebajikan itu dalam kehidupan
sehari-hari.6
Terkait dengan hal diatas, untuk memberi pelajaran kepada
orangtua atau pendidik, Al-Qur’an telah menyuguhkan beberapa kisah
orang tua dan anak. Bagaimana tokoh tersebut mencerminkan pendidikan
karakter terhadap anak atau peserta didiknya, tampaknya akan muncul
sesuatu yang bisa dijadikan teladan maupun cerminan dalam menghadapi
kehidupan. Hal ini menjadi salah satu keunikan Al-Qur’an yang
merupakan petunjuk manusia, caranya dikemas secara variatif, ada yang
berupa informasi, perintah dan larangan, dan ada juga yeng berbentuk
kisah-kisah sehingga bisa dijadikan ibrah bagi manusia, dan menuntut
mereka bisa mengambil manfaat darinya.
6
6
Untuk melihat lebih jauh esensi pendidikan karakter yang
dikisahkan dalam Al-Qur’an, untuk kemudian mengambil pelajaran
baginya tentu merupakan bekal yang dirasa sangat dibutuhkan bagi calon
orangtua dan pendidik bagi generasi penerus bangsa yang berakhlakul
karimah.
Luqmanul Hakim adalah salah satu figur yang patut kita teladani
karena kearifannya dalam mendidik putranya. Di samping itu banyak
sekali keistimewaan yang dimiliki beliau dalam mendidik putranya
sehingga Allah sampai mengabadikannya dalam Al-Qur’an. Kita sebagai
muslim hendaknya mengambil pelajaran yang terkandung didalamnya,
dengan menelaah, meneliti, dan mengamalkan nasihat-nasihat Luqman
kepada anak-anaknya yang termaktub dalam Al-Qur’an. Terutama konsep
pendidikan karakter yang akhirnya akan membentuk generasi yang
qurrota a’yunin, penyejuk hati bagi orang tua dan pendidiknya, serta
sebagai generasi yang berimtaq, betul-betul menjadi harapan agama, nusa
dan bangsa.
Dalam surat Luqman, terdapat nilai-nilai pendidikan karakter yang
tidak akan dapat dipahami dan dihayati oleh siapapun dengan mata
telanjang. Adanya pendidikan karakter yang sesuai dengan kaidah
Al-Qur’an menjadi sangat penting untuk dikaji dan diterapkan dalam
7
Berdasarkan dari uraian di atas, peneliti kemudian bermaksud
untuk melakukan penelitian guna mengetahui lebih jauh lagi tentang
pendidikan karakter dalam surat Luqman. Dengan itu, dalam penelitian ini
peneliti memberi judul “Pendidikan Karakter perspektif Q.S Luqman
ayat 12-19”
B. Rumusan Masalah
Dari kerangka penelitian latar belakang masalah di atas dapat dirinci
sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep pendidikan karakter dalam keluarga, sekolah, dan
masyarakat?
2. Bagaimana isi kandungan Al-Qur’an surat Luqman ayat 12-19?
3. Bagaimana analisis terhadap nilai pendidikan karakter yang
terkandung dalam Al-Qur’an perspektif Q.S Luqman ayat 12-19?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui konsep pendidikan karakter dalam keluarga,
sekolah, dan masyarakat menurut pendidikan islam.
2. Untuk mengetahui isi kandungan Al-Qur’an surat Luqman ayat 12-19.
3. Untuk mengetahui analisis terhadap nilai pendidikan karakter yang
8
D. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian dari skripsi ini diharapkan dapat
memberi manfaat, antara lain:
1. Manfaat Teoritis
a. Adapun hasil penelitian ini diharapkan untuk mengembangkan
teori pendidikan karakter yang bersumber dari Al-Qur’an.
b. Hasil penelitian ini diharapkan untuk mengetahui nilai-nilai
pendidikan karakter yang terkandung dalamAl-Qur’an surat
Luqman ayat 12-19.
c. Penelitian ini sebagai evaluasi diri agar menjadi manusia yang
peduli terhadap sesama, baik sebagai orangtua, pendidik maupun
masyarakat.
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dan
tambahan pengetahuan mengenai pendidikan karakter yang
kemudian bisa ditransformasikan kepada masyarakat tentang
pentingnya seorang muslim mempunyai pendidikan karakter
b. Bagi peneliti yaitu sebagai salah satu syarat kelulusan dalam
menyelesaikan program sarjana di prodi Pendidikan Agama Islam,
jurusan Pendidikan Islam, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK)
9
c. Penelitian ini dapat dijadikan bahan literatur atau referensi baru
untuk memberi wawasan tambahan bagi peneliti selanjutnya.
E. Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian terdahulu kali ini penulis akan mendeskripsikan
beberapa karya skripsi sebelumnya yang ada kaitannya tentang nilai-nilai
pendidikan karakter dalam Al-Qur’an perspektif Q.S Luqman ayat 12-19.
1. Anisa Khabibatus Sholihah (2013), alumni Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Skripsinya berjudul “
Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam Q.S Al-An’am ayat 151-153”.
Adapun bentuk pendidikan karakter dalam Q.S Al-An’am ayat
151-153 adalah :
a. Takwa
b. Kasih Sayang
c. Tanggung Jawab
d. Cinta Damai
e. Peduli sosial
f. Adil
2. Syamsul Kirom (2010) : alumni Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN
Sunan Ampel Surabaya. Skripsinya berjudul Konsep Pendidikan
Agama Islam Perspektif Quraisy Syihab (Kajian tentang Tafsir
10
dibutuhkan dalam proses Pendidikan islam adalah: a). Pendidik, b).
Anak didik, c). Materi, d). Metode, e). Tujuan Pendidikan Islam
3. Bintoro (2012) : alumni Fakultas Tarbiyah dan Keguruan IAIN Sunan
Ampel Surabaya. Skripsinya berjudul Konsep Pendidikan Islam
Perspektif Hasan Langgulung, adapun poin-poin pokok dalam
pembentukkan karakter pada kepribadian muslim dapat dilakukan
dalam tiga macam pendidikan, antara lain: a). Pendidikan prenatal, b).
Pendidikan secara langsung oleh pihak lain, c). Pendidikan mandiri.
Persamaan pada skripsi saudari Anisa Khabibatus Sholihah dan
saudara Syamsul Kirom, yakni menggunakan Al-Qur’an dalam menggali
nilai-nilai pendidikan, selain itu sama-sama membahas nilai pendidikan
karakter, dan skripsi keduanya sama-sama menggunakan kajian studi
analisis, yaitu dengan mengambil sumber dari ayat Al-Qur’an, as-Sunnah,
buku literatur yang relevan dan kitab karangan para Ulama’Salaf.
Persamaann pada skripsi saudara Bintoro yakni sama-sama membahas
pendidikan karakter.
Perbedaan obyek Penelitian yang pertama yakni membahas
tentang pendidikan karakter dalam Q.S Al-An’am ayat 151-153.
Perbedaan penelitian yang kedua yakni poin-poin pokok yang dibutuhkan
dalam proses pendidikan islam dalam surat Luqman ayat 12-19
11
obyek Penelitian yang ketiga, pada skripsi saudara Bintoro, yakni
menelaah pendidikan karakter perspektif Hasan Langgulung.
Peneliti menganalisis nilai-nilai pendidikan karakter yang
terkandung dalam surat Luqman ayat 12-19. Kemudian peneliti
implementasikan dalam keluarga dan sekolah dan masyarakat. Perbedaan
obyek penelitian dan metode yang digunakan tentu saja akan berbeda
dengan analisis dan kontribusi yang disumbangkan dengan penelitian
sebelumnya. Meskipun pada penelitian skripsi saudari Anisa Khabibatus
Sholihah dan saudara Syamsul Kirom sama-sama meneliti ayat Al-Qur’an.
Berdasarkan telaah pustaka yang telah penulis lakukan belum
ditemukan penelitian yang mengkaji nilai pendidikan karakter yang
terkandung dalam surat Luqman ayat 12-19. Oleh karena itu penulis
memilih ayat tersebut sebagai obyek kajian dalam penelitian ini.
Pada skripsi kali ini penulis mengkaji sebuah penelitian dengan
judul “Pendidikan Karakter Perspektif Q.S Luqman ayat 12-19”.
F. Batasan masalah
Mengingat luasnya pembahasan, maka untuk lebih memperjelas
dan memberi arah yang tepat dalam penulisan skripsi ini, perlu adanya
pembatasan masalah dalam pembahasannya. Maka penulis membatasi
permasalahan dalam penulisan skripsi ini sebagai berikut:
1. Konsep pendidikan karakter pendidikan keluarga, sekolah, dan
12
2. Aplikasi pendidikan karakter yang terkandung dalam surat Luqman
ayat 12-19.
G. Definisi Operasional
Untuk memahami pengertian dalam penulisan skripsi ini, maka
penulis memberikan beberapa istilah yang terkandung dalam judul skripsi
ini. Adapun judul skripsi adalah “Pendidikan Karakter Perspektif Q.S
Luqman ayat 12-19”.
1. Pendidikan Karakter
Pendidikan Karakter adalah pendidikan membentuk kepribadian
seseorang melalui pendidikan budi pekerti, yang hasilnya terlihat
dalam tindakan nyata seseorang, yaitu tingkah laku yang baik, jujur,
bertanggung jawab, menghormati hak orang lain, kerja keras dan
sebagainya.7
2. Perspektif
Perspektif adalah cara pandang atau tujuan terhadap sesuatu.8
3. Surat Luqman ayat 12-19
Al-Qur’an surat Luqman ayat 12-19 merupakan sebagian ayat dari
sekian banyak ayat di dalam Al-Qur’an sebagian didalamnya
membahas tentang pendidikan karakter yang penulis jadikan primer
dalam penelitian ini.
7
www. edhakidam.blogspot.co.id/2014, diakses pada tanggal 21 Desember 2016 pukul 07:35 WIB
8
13
Di dalam ayat tersebut Allah Ta’ala menjelaskan tentang seorang
hamba shaleh atau orang tua yang meberikan nasehat-nasehat baik
bagi anak-anaknya agar bahagia di dunia maupun di akhirat.
Jadi maksud penulis dalam penulisan skripsi yang berjudul
“Pendidikan Karakter Perspektif ayat 12-19 “ adalah suatu konsep yang
diterapkan dalam mendidik, memelihara, dan membentuk kepribadian
seorang anak yang tidak hanya cerdas jasmani, melainkan juga cerdas
rohani yang sesuai dengan hasil penghayatan dari surat Luqman ayat
12-19 sehingga menghasilkan manusia bertaqwa dan berbudaya tinggi untuk
melaksanakan tugas kewajiban dan bertanggungjawab dalam menjalani
kehidupan, sehingga bahagia di dunia dan di akhirat.
H. METODOLOGI PENELITIAN
Kitab suci Al-Qur’an selalu menjadi solusi dan petunjuk bagi siapa
saja yang membutuhkannya. Namun, solusi dan petunjuk Al-Qur’an dapat
diserap dan digunakan jika seseorang memahami sifat-sifat dan kandungan
Dalam menyusun skripsi ini, penulis menggali dan memperoleh
data dengan metodologi penelitian sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian kualitatif,
yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
14
diamati.9Data yang dikumpulkan dalam menyelesaikan dan dalam
memberikan penafsiran tidak menggunakan angka atau rumus statistik.
Melainkan berupa kata-kata yang digali dari buku atau literatur.
Kajian ini merupakan kajian pustaka (library research) yaitu
pengambilan data berasal dari buku-buku atau karya ilmiah di bidang
tafsir Al-Qur’an dan pendidikan. Dalam penelitian ini mencari nilai
yang terkandung dalam Al-Qur’an surat Luqman ayat 12-19.
2. Sumber Data
Sumber data merupakan segala keterangan (informasi) mengenai
segala hal yang berkaitan dengan tujuan penelitian. Menurut
sumbernya, data penelitian digolongkan sebagai data primer dan data
sekunder. Data yang digunakan penulis dalam penelitian ini terdiri dari
data primer dan data sekunder, yaitu:
a. Data Primer
Data Primer adalah sumber informasi yang mempunyai
wewenang dan tanggungjawab terhadap pengumpulan ataupun
penyimpanan data atau di sebut juga sumber data atau informasi
tangan pertama, dikumpulkan oleh peneliti secara langsung dari
9
15
sumber datanya. Data primer disebut juga sebagai data asli atau
data baru.10 Sumber data primer yang penulis gunakan adalah:
1) Abil fida Isma’il bin katsir Addamasyqiy, Tafsir Al-Qur’anul Adhim
Ibnu Katsir, Juz 3,Singapura: kutanahazu pinang, tanpa tahun.
2) Ahmad Musthafa Al Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, juz 19,Tanpa
penerbit, 1974.
3) Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, Jilid 5, Kairo: Darus
Syauq, 1968.
4) Muhammad Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Jilid 11,
Jakarta: Lentera Hati, 2002.
Skripsi ini mengkaji Al-Qur’an surat Luqman ayat 12-19. Di
dalam ayat tersebut Allah SWT menjelaskan tentang nasihat
Luqman kepada anak-anaknya agar bahagia di dunia dan di akhirat.
b. Data sekunder
Data sekunder yaitu sumber data yang mendukung dan
melengkapi data-data primer. Adapun sumber data skunder penulis
jadikan sebagai landasan teori kedua dalam kajian skripsi setelah
sumber data primer. Data ini berfungsi sebagai penunjang data
10
16
primer, dengan adanya sumber data primer maka akan semakin
menguatkan argumentasi maupun landasan teori dalam kajiannya.11
Adapun data sekunder dalam penelitian ini adalah beberapa
ayat Al- Qur’an, Hadits yang relevan dan buku-buku yang
menunjang didalamnya mengandung tentang nilai-nilai karakter
dalam surat Luqman ayat 12-19 dan aplikasinya dalam kehidupan,
diantaranya adalah:
1) Abdullah Idi, Etika Pendidikan keluarga, sekolah, dan
masyarakat, Jakarta: PT Raja Grafindo Pustaka, 2015
2) Herina Hasan Khalida, Membangun Pendidikan Islami di
Rumah, Jakarta: Niaga Swadaya, 2014.
3) Sulaiman Al-Kumayi, Dahsyatnya mendidik anak gaya
Rasulullah, Yogyakarta: Semesta Hikmah, 2015.
4) Syamsul Kurniawan, Pendidikan Karakter Konsepsi dan
implementasinya secara terpadu di Lingkungan Keluarga,
Sekolah, Perguruan Tinggi, dan Masyarakat, Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media, 2014.
c. Analisis Data
Para ulama sepanjang sejarah Islam telah berusaha secara
serius merumuskan berbagai metode yang dapat diterapkan dalam
11
17
mengkaji Al- Qur’an, sehingga umat Islam yang meyakini kitab
suci ini sebagai pedoman hidup, dapat menangkap makna
pesan-pesannya. Metode-metode tersebut adalah:
1) Metode Tafsir Tahlili (Analitis)
Metode tahlily atau yang dinamai Baqir al-Shadr
sebagai metode tajzi’i adalah satu metode tafsir yang
mufassirnya berusaha menjelaskan arti dan maksud ayat-ayat
Al-Qur’an dari sekian banyak seginya, dengan menjelaskan
ayat demi ayat sesuai urutannya di dalam mushaf, melalui
penafsiran kosa kata, penjelasan asbab al-nuzul (sebab-sebab
turunnya ayat), munasabat (keterkaitan ayat dengan ayat, surat
dengan surat dan seterusnya), serta kandungan ayat tersebut,
sesuai keahlian dan kecenderungan seorang mufassir.12 Metode
tahlily merupakan penafsiran ayat demi ayat dan surat demi
surat secara berurutan sesuai urutannya dalam mushaf,
berusaha secara komprehensif dan menyeluruh, baik segi I’rab,
asbabun nuzul, dan lain sebagainya.
2) Metode Tafsir Maudlu’iy (Tematik)
Metode Maudlu’iy adalah suatu metode menafsirkan
Al-Qur’an dengan menghimpun ayat-ayat, baik dari suatu surat
maupun beberapa surat, yang berbicara tentang topik tertentu,
12
18
untuk kemudian mengaitkan antara satu dengan lainnya.
Kemudian mengambil kesimpulan menyeluruh tentang masalah
tersebut menurut pandangan Al-Qur’an.13 Metode maudhu’iy
merupakan penafsiran Al-Qur’an yang dilakukan dengan cara
memilih ayat tertentu yang hendak dicarikan penjelasannya
dalam Al-Qur’an yang berhubungan dengan topik tertentu.
3) Metode Tafsir Muqaran (Komparasi-Perbandingan)
Metode Muqaran adalah suatu metode mencari
kandungan Al-Qur’an dengan cara membandingkan satu ayat
dengan ayat lainnya, yaitu ayat-ayat yang mempunyai
kemiripan redaksi dalam dua masalah atau membandingkan
ayat-ayat Al-Qur’an dengan hadits Nabi yang tampak
bertentangan, serta membandingkan pendapat-pendapat para
ulama tafsir menyangkut penafsiran Al-Qur’an.14 Metode
muqaran merupakan penafsiran dengan cara membandingkan
antara ayat dengan ayat, ayat dengan hadis nabi, dan antara
pendapat ulama’ tafsir dan menunjukkan aspek-aspek
perbedaan tertentu dari objek yang dibandingkan.
13
Syahrin Harahap, Metodologi Studi penelitian ilmu-ilmu ushuludin, (Jakarta: Raja Grafindo, 2000), h.17
14
19
4) Metode Ijmali (Global)
Metode penafsiran Al-Qur’an yang dilakukan dengan
cara menjelaskan maksud Al-Qur’an secara Global.15Metode
ijmali merupakan penafsiran Al-Qur’an yang dilakukan dengan
cara menjelaskan maksud Al-Qur’an secara global tidak
terperinci seperti tafsir tahlily.
5) Metode Tafsir bi al-Ma’tsur
Metode tafsir bi al-ma’tsur adalah metode penafsiran
dengan cara mengutip atau mengambil rujukan pada
Al-Qur’an, hadits Nabi, kutipan sahabat serta tabi’in.16
Metode ini
mengharuskan mufassir menelusuri shahih tidaknya riwayat
yang digunakannya.17 Penafsiran metode tafsir bi al-ma’tsur
terfokus pada riwayat-riwayat dengan menggunakan penafsiran
Al-Qur’an dan Sunnah, penafsiran Al-Qur’an dan perkataan
sahabat.
6) Metode Tafsir bi al-Ra’yi
Metode tafsir bi al-ra’yi adalah penjelasan-penjelasan
yang bersendi kepada ijtihad dan akal, berpegang pada
kaidah-kaidah bahasa dan adat istiadat orang Arab dalam
15
Ibid., h.17
16
Hasby Ash Shiddiqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Qur’an, (Jakarta: Bulan Bintang, 1980), h.
227
17
20
mempergunakan bahasanya.18 Metode tafsir bi al-ra’yi
merupakan penafsiran Al-Qur’an yang didasarkan pada
pendapat pribadi mufassir.
Metode yang di gunakan dalam penelitian ini adalah
metode tafsir maudlu’iy, yaitu metode yang di tempuh seorang
mufassir dengan cara menghimpun seluruh ayat-ayat Al-Qur’an
yang berbicara tentang satu masalah atau tema (maudlu’) serta
mengarah kepada satu pengertian dan satu tujuan, sekalipun
ayat-ayat itu (cara) turunnya berbeda, tersebar pada berbagai surat
dalam Al-Qur’an dan berbeda pula waktu dan tempat turunnya.
Dalam penelitian ini, penulis menganalisis data dengan
menggunakan metode Tafsir Maudlu’iy (Tematik) dengan tahapan
kerjanya sebagai berikut:19
1) Memilh tema yanghendak dikaji secara Maudlu’y,
2) Menghimpun seluruh ayat Al-Qur’an yang terdapat pada
seluruh surat Al-Qur’anyang berkaitan dengan berbicara
tentang tema yang hendak dikaji, baik surat Makkiyah atau
Madaniyyah,
18
Abudin Nata, Studi Islam komprehensif, ibid. h. 169
19
21
3) Menjelaskan munasabah (relevansi) antara ayat-ayat itu pada
masing-masing suratnya dan kaitan antara ayat-ayat itu dengan
ayat-ayat sesudahnya,
4) Membuat sistematika kajian dalam kerangka yang sistematis
dan lengkap dengan outlinenya yang mencakup semua segi dari
tema kajian,
5) Mengemukakan Hadits-hadits Rasulullah SAW yang berbicara
tentang tema kajian,
6) Merujuk kepada kalam (ungkapan-ungkapan bahasa) Arab dan
syair-syair mereka yang berkaitan untuk menjelaskan
lafadz-lafadz yang terdekat pada ayat-ayat yang berbicara tentang
tema,
Jadi dalam penelitian ini, penulis berusaha menjelaskan
nilai-nilai pendidikan karakter dalam surat Luqman ayat 12-19
dari beberapa redaksi tafsir dengan menggunakan metode:
a. Metode tafsir maudlu’y
Metode tafsir maudlu’y dilihat dari segi pendekatannya,
menggunakan sandaran pada hadits-hadits Rasullullah yang
disebut tafsir bi al- Ma’tsur dan ada yang menggunakan
sandaran pada penalaran atau pendapat akal yang disebut tafsir
22
b. Metode Deduktif
Metode Deduktif merupakan cara berfikir yang berangkat dari
pengetahuan yang sifatnya umum dan bertitik tolak pada
pengetahuan itu hendak menuilai suatu kejadian yang khusus.20
Maksudnya ialah cara analisis dari kesimpulan umum diuraikan
menjadi contoh-contoh konkrit atau fakta-fakta untuk
menjelaskan kesimpulan.
c. Metode Induktif
Metode Induktif merupakan cara berfikir yang berangkat dari
fakta-fakta yang lebih khusus, peristiwa-peristiwa kongkrit
kemudian ditarik generalisasi yang mempunyai sifat umum.21
Maksudnya ialah contoh-contoh konkrit dan fakta-fakta
diuraikan terlebih dahulu, baru kemudian dirumuskan menjadi
suatu kesimpulan.
d. Metode Deskriptif
Metode Deskriptif adalah memaparkan keseluruhan data hasil
penelitian yang diperoleh untuk dibahasakan secara rinci. Jadi
dengan metode ini diharapkan adanya kesatuan mutlak antara
bahasa dan pikiran. Pengertian yang dibahasakan menurut
kekhususan dan kekongkritannya bisa menjadi bukti bagi
20
Sutrisno Hadi, Metodologi Research 1 (Yogyakarta: Andi Offset, 1973), 42
21
23
pemahaman umum.22 Maksudnya ialah menggambarkan obyek
atau subyek yang diteliti sesuai dengan apa adannya, dengan
tujuan menggambarkan secara sistematis, fakta dan
karakteristik objek yang diteliti secara tepat.
I. SISTEMATIKA PEMBAHASAN
Agar lebih terarah dan sistematika dalam pembahasan skripsi ini,
penulis mencoba menggunakan sistematika dan pembahasan dalam lima
bab dan dari lima bab tersebut di rinci lagi menjadi sub bab sebagai
berikut:
BAB I : Pendahuluan
Dalam bab ini membahas latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penelitian
terdahulu, batasan masalah, definisi operasional, metodologi
penelitian, sistematika pembahasan.
BAB II : Kajian Teori
Pendidikan karakter yang terdiri dari tiga bab, yaitu konsep
pendidikan karakter, implementasi pendidikan karakter di
lingkungan keluarga, implementasi pendidikan karakter di
lingkungan sekolah, implementasi pendidikan karakter di
lingkungan masyarakat, keterpaduan lingkungan keluarga,
sekolah, dan masyarakat sebagai pusat pendidikan karakter.
22
24
BAB III : Tafsir Q.S Luqman [31]:12-19
Pengantar tafsir, biografi Luqmanul hakim, Asbabun Nuzul, teks
dan terjemah, lafadz dan terjemah, penjelasan kosakata,
munasabah, pendapat mufassir, isi kandungan Q.S Luqman [31]:
12-19.
BAB IV : Analisis terhadap nilai pendidikan karakter yang terkandung
dalam Al-Qur’an surat Luqman 12-19.
Bab ini memuat tentang karakter syukur, karakter iman,
karakter berbakti kepada orangtua, karakter berbuat kebajikan,
karakter ibadah, karakter sosial.
BAB V : Penutup
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Konsep pendidikan karakter
1. Pengertian karakter dan pendidikan karakter
Secara etimologis, kata karakter berasal dari bahasa yunani
charassein yang berarti membuat tajam, membuat dalam.1 Secara
harfiah, istilah karakter berasal dari bahasa inggris “character” yang
berarti watak atau sifat.2 Dalam Kamus Bahasa Indonesia, watak
diartikan sebagai sifat batin manusia yang mempengaruhi segenap
pikiran dan perbuatannya, atau berarti tabiat dan budi pekerti.3
Karakter terdiri dari watak, akhlak dan budi pekerti yang diwujudkan
melalui nilai-nilai moral yang dipatrikan untuk menjadi nilai intrinsik
dalam diri dan terwujud dalam suatu sistem daya juang. Berkarakter
adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan watak.4
Terdapat kemiripan antara karakter dan kepribadian. Karakter
merupakan kombinasi sifat-sifat dalam diri seseorang yang
menjadikannya unik, berdasarkan apa yang ia sudah dimiliki sejak
lahir (genetik) maupun apa yang ia pelajari dalam hidupnya
1
Lorens Bagus, Kamus Filsafat, (Jakarta: Gramedia, 1996), h. 396
2
John M. echols dan Hasan Sadly, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 1979), cet. VIII, h. 107
3
Tim Penyusun, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), cet.XVI, h. 1811
4
26
(lingkungan). Jadi, karakter dapat juga disebut sebagai learned
behavior yakni kebiasaan yang dipelajari. Sedangkan kepribadian
merupakan kombinasi sifat-sifat dalam diri seseorang yang
mengarahkannya untuk berfikir, bertingkahlaku tertentu yang khas
dalam berhubungan dengan lingkungannya. Perbedaanya adalah
kepribadian lebih bersifat menetap dan dipengaruhi oleh faktor
keturunan, sedangkan karakter lebih terbentuk karena pembelajaran
terhadap nilai dan kepercayaan.5
Terkait penegertian budi pekerti adalah kata budi artinya sadar
atau nalar, pikiran, watak. Pekerti adalah kelakuan, watak, tabiat,
akhlak. Secara istilah budi pekerti adalah perilaku yang baik,
bijaksana, serta manusiawi. Di dalam budi pekerti tercermin sifat,
watak seseorang dalam perbuatan sehari-hari.6 Jadi, dari budi pekerti
merupakan bersatunya antara gerak, fikiran, perasaan, kehendak, atau
kemauan yang kemudian akan tercermin sifat, watak tabiat, akhlak.
Berarti sifat, watak tabiat, akhlak merupakan makna yang sama, yakni
suatu karakteristik spesifik dalam diri seseorang dan ketika
dikombinasikan antara orang yang satu dengan orang lain, membuat
seseorang menjadi pribadi yang unik dan membentuk identitas orang
tersebut, seperti sabar, pemarah, dan lain sebagainya.
5
www.eksperiencinglifefondation.com, diakses pada tanggal 7 januari 2017, pukul 08.50 WIB
6
27
Character First merupakan suatu organisasi swasta nirlaba
yang ada di Amerika Serikat dalam salah satu buletinnya bagi siswa
peserta Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) membuat pengertian
karakter menjadi mudah. Jika engkau selalu berbuat sesuatu, baik
ibumu ada atau tidak ada (whether there is your mom or not) itulah
karaktermu.7 Karakter merupakan suatu sifat yang memang tampak
pada kehidupan sehari-hari dengan tanpa berfikir panjang terlebih
dahulu, namun dapat dibiasakan. Misal terdapat dompet jatuh di depan
kita atau nenek ingin menyebrang ke jalan raya, kita tidak perlu
berfikir ulang untuk bagaimana kita seharusnya bertindak, disitulah
tercermin karakter kita yang sesungguhnya.
Karakter dipengaruhi oleh hereditas. Perilaku seorang anak
sering kali tidak jauh dari perilaku ayah atau ibunya.8 Dalam
Peribahasa dikenal dengan istilah “Buah jatuh tidak jauh dari
pohonnya”, maksudnya adalah sifat atau karakter seorang anak tidak
jauh beda dengan sifat atau karakter orangtuannya. Lingkungan juga
ikut mempengaruhi sifat anak, baik lingkungan sosial maupun
lingkungan alam ikut membentuk karakter.9 Lingkungan juga ikut
mempengaruhi pembentukkan karakter seseorang.
7
Ibid., h. 42.
8
Thomas Lickona, Character Matters, (New York: Schuster, 1991), h. 151
9
28
Mengacu pada berbagai pengertian dan definisi karakter
tersebut di atas, serta faktor-faktor yang dapat memengaruhi karakter,
maka karakter dapat dimaknai sebagai nilai dasar yang membangun
pribadi seseorang, terbentuk baik karena pengaruh hereditas, maupun
pengaruh lingkungan, yang membedakannya dengan orang lain, serta
diwujudkan dalam sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.
Karakter Nabi Muhamad SAW mencakup 4 hal, yakni Shiddiq
(jujur), Tabligh (menyampaikan), Amanah (dapat dipercaya), Fatonah
(cerdas) yang disebut STAF. Empat hal tersebur mencakup seluruh
perilaku sehingga belia dijiliki sebagai Al-Amin (orang yang dapat
dipercaya).10
Pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru
yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik.11 Guru membantu
membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan
bagaimana perilaku guru berbicara atau menyampaikan materi,
bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya.
Pendidikan moral lebih cenderung pada penyampaian
nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.12 Dengan kata lain, pendidikan moral
sangat normatif dan kurang bersinggungan dengan ranah afektif dan
10
Abdullah Hamid, Pendidikan Karakter Berbasis Pesantren, (Surabaya, IMTIYAS, 2017),
11
Dari Internet Jurnal Edueksos, Pendekatan pendidikan karakter, Vol III, No. 2, Juli-Des, 2014
12
29
psikomotorik. Persamaan karakter dengan moral, karakter adalah
kualitas mental, kekuatan moral, nama atau reputasi. Dalam kamus
psikologi, dinyatakan bahwa karakter adalah keribadian ditinjau dari
titik tolak etis atau moral, misal kejujuran seseorang, biasanya
mempunyai kaitan dan sifat-sifat yang relative tetap. Sedangkan
perbedaan karakter dengan moral adalah pengetahuan seseorang
terhadap hal baik atau buruk. Sedangkan karakter adalah
tabiatseseorang yang langsung di drive oleh otak. Bisa dikatakan
bahwa pendidikan karakter datang sebagai bentuk kritik dan
kekecewaan terhadap praktik pendidikan moral selama ini. Itulah
sebabnya terminologi yang ramai dibicarakan adalah pendidikan
karakter (character education), bukan pendidikan moral (moral
education). Walaupun secara substansial, keduanya tidak memiliki
perbedaan yang prinsipil.13
Pendidikan karakter sering disamakan dengan pendidikan budi
pekerti. Seseorang dapat dikatakan berkarakter atau berwatak jika telah
berhasil menyerap nilai-nilai dan keyakinan yang dikehendaki
masyarakat serta digunakan sebagai kekuatan moral dalam hidupnya.
Seperti kejujuran, dapat dipercaya, disiplin, dan kerja sama yang
13
30
menelankan ranah afektif (perasaan sikap) tanpa meninggalkan ranah
kognitif dan psikomotorik.14
Kata akhlak berasal dari bahasa arab, yakni jamak dari
khuluqun yang diartikan budi pekerti, tingkah laku atau tabiat.
Pendidikan akhlak merupakan kriteria benar dan salah, dalam menilai
suatu perbuatan merujuk kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah.15 Telaah
lebih dalam terhadap konsep akhlak adalah terbentuknya karakter
positif dalam perilaku seorang individu.
Dalam kaitannya dengan pendidikan akhlak, pendidikan
karakter mempunyai orientasi yang sama, yaitu pembentukkan
karakter (watak). Pandangan bahwa pendidikan akhlak terkesan timur
dan islam. sedangkan pendidikan karakter terkesan barat dan sekuler.16
Pendidikan akhlak merupakan upaya kearah terwujudnya sikap
batin yang mampu mendorong secaraspontan lahirnya perbuatan yang
bernilai baik dari seseorang. Dalam pendidikan akhlak ini, kriteria
benar dan salah untuk menilai sesuatu perbuatan yang menuju pada
Al-Qur’an dan Sunnah sebagai sumber hukum Islam. dengan demikian,
maka pendidikan akhlak bisa dikatakan sebagai pendidikan karakter
dalam diskursus Pendidikan Islam.
14
Nurul Zuriah, Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan , (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011), h. 19
15
Abdul Majid, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), h. 12
16
31
Mendidik bukan hanya Transfer of Knowladge, tetapi juga
Transfer of Value. Mendidik menurut Darmodiharjo menunjukkan
usaha yang lebih ditujukan kepada pengembangan budi pekerti, hati
nurani, semangat, ketakwaan, dan lain-lain.17 Menurut Jean Jacques
Rousseau, mendidik adalah memberikan pembekalan yang tidak ada
pada masa kanak-kanak, tapi dibutuhkan pada masa dewasa.
Sedangkan menurut Usman, mengajar adalah membimbing siswa
dalam kegiatan belajar mengajar atau mengandung pengertian suatu
usaha mengorganisasi lingkungan dalam hubungannya dengan anak
didik dan bahan pengajaran yang menimbulkan terjadinya proses
belajar.18
Jadi, dari beberapa pendapat ahli diatas, dapat kita simpulkan
bahwa mendidik merupakan kegiata spesifik atau khusus dibandingkan
dengan mengajar. Mengajar masih berupa umum, sedangkan mendidik
bersifat khusus.
Kata Al-Ta’dib berasal dari kata adab, sopan santun, tata
krama, akhlak. Mendidik menurut Al-Attas adalah transformasi
nilai-nilai akhlak mulia yang bersumber pada ajaran agama ke dalam diri
manusia. Sedangkan menurut Rasyid Ridho, mengartikan Al-Ta’lim
sebagai proses transmisi berbagi ilmu pengetahuan pada jiwa
17
www.dwihansite29.blogspot, diakses pada tanggal 13 Februari 2017, pukul 11:24 18
32
individu.19 Jadi, perbedaan mengajar dan mendidik adalah mengajar
hanya meberikan ilmu, sedangkan mendidik memberikann ilmu
sekaligus menanamkan nilai-nilai akhlak kepada peserta didik.
2. Prinsip pendidikan karakter
Pendidikan karakter harus didasarkan pada prinsip-prinsip
sebagai berikut:20
a. Mengembangkan nilai-nilai dasar etika sebagai basis karakter
b. Mengidentifikasi karakter secara komprehensif supaya
mencakup pemikiran, perasaan dan perilaku
c. Menciptakan komunitas sekolah yang memiliki kepedulian
d. Memberi kesempatan peserta didik untuk menunjukkan
perilaku yang baik
e. Mengusahakan tumbuhnya motivasi diri pada para peserta
didik
f. Memfungsikan seluruh staf sekolah sebagai komunitas moral
yang berbagi tanggung jawab untuk pendidikan karakter dan
setia pada nilai dasar yang sama
g. Memfungsikan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra
dalam usaha membangun karakter
19
Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Prenada Media Group, 2010), h. 11-14 20
33
h. Mengevaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai
guru-guru karakter, dan manifestasi karakter positif dalam
kehidupan peserta didik.
Pada prinsipnya, pendidikan karakter bukan pendidikan yang
diajarkan secara khusus atau mata pelajaran tersendiri, juga bukan
kurikulum yang menggantikan kurikulum lama. Melainkan
mengintegrasikan pendidikan karakter dalam bahan ajar. Jika
dianalogikan dengan program antivirus komputer, pendidikan karakter
seperti update software yang mengupdate beberapa aplikasi dalam
membasmi virus. Yakni kepribadian yang semakin berkembang
dewasa ini.
3. Ciri dasar pendidikan karakter
Tiga ciri pendidikan karakter yang baik, yakni: knowing,
loving, and acting the good.21 Keberhasilan pendidikan karakter
dimulai dari pemahaman karakter yang baik, menyukainya, dan
pelaksanaan atau peneladanan atas karakter tersebut.
4. Nilai Pendidikan Karakter
Secara garis besar nilai dibagi dalam dua kelompok, yaitu
nilai-nilai nurani (values of being) dan nilai-nilai memberi (values of
21
34
giving), nilai-nilai nurani adalah nilai yang ada dalam diri manusia
kemudian berkembang menjadi perilaku serta cara kita
memperlakukan orang lain. Sedangkan nilai memberi adalah nilai yang
perlu di praktikkan atau diberikan yang kemudian akan diterima
sebanyak yang diberikan.22
Pendidikkan karakter disebut juga dengan oendidikan nilai. Dalam
pelaksanaanya nila-nilai yang dikembangkan dala pendidikan budaya
dan karakter bangsa menurut Kemendiknas sebagai berikut:
a. Religius
Merupakan sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan
ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan
ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama
lain.
b. Jujur
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya
sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan,
tindakan, dan pekerjaan.
c. Toleransi
Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku,
etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang laib yang berbeda
dengan dirinya.
22
35
d. Disiplin
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada
berbagai ketentuan dan peraturan.
e. Kerja keras
Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dala
mengatasi berbagai habatan belajar dan tugas, serta
menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
f. Kreatif
Berfikir dalam melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara
atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
g. Mandiri
Sikap dan perilaku yang tidak mudah bergantung pada orang lain
dalam menyelesaikan tugas-tugas.
h. Demokratis
Cara berfikir, bersikap dan bertindak yang menilai sama hak dan
kewajiban dirinya dan orang lain.
i. Rasa ingin tahu
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih
mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan
36
j. Semangat kebangsaan
Cara berfikir, bertindak dan berwawasan yang menempatkan
kepentingan bangsa dan Negara diatas kepentingan diri dan
kelompoknya.
k. Cinta Tanah Air
Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan,
kepedulian dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa,
lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik dan bangsa.
l. Menghargai prestasi
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan
sesuatu yang berguna bagi masyarakat dan mengakui sarta
menghormati keberhasilan orang lain.
m. Bersahabat atau komunikatif
Tindakan yang memperlihatkan senang berbicara, bergaul, dan
bekerja sama dengan orang lain.
n. Cinta damai
Sikap, perkataan dan tindakan yang menyebabkan orang lain
merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.
o. Gemar membaca
Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai
37
p. Peduli lingkungan
Sikap yang selalu ingin berupaya mencegah kerusakan pada
lingkungan alam sekita dan upaya untuk memperbaiki kerusakan
alam yang sudah terjadi.
q. Peduli sosial
Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan kepada
orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
r. Tanggung jawab
Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan
kewajibannya yang seharusnya dia lakukan terhadap diri sendiri,
masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan budaya), Negara dan
Tuhan Yang Maha Esa.23
Adapun cara untuk mengajarkan nilai-nilai karakter, Thomas
Lickona memberikan penjelasan ada tiga komponen penting dalam
membangun pendidikan karakter yaitu moral knowing (pengetahuan
tentang moral), moral feeling (perasaan tentang moral), dan moral
action (perbuatan moral). Ketiga komponen dapat dijadikan rujukan
rujukan penerapan dalam proses dan tahapan pendidikan karakter.
Ta’limul Muta’lim menjelaskan nilai-karakter seorang peserta
didik yaitu: a). menghargai ilmu, b). menghormati guru, c).
23
38
memuliakan kitab atau buku, d). menghormati teman, e). sikap
khidmat (hormat), f). pemilihan bidang studi, g). posisi tempat duduk,
h). menghindari akhlak tercela.24
5. Tujuan pendidikan karakter
Melalui pendidikan karakter peserta didik diharapkan mampu
secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, yang
mengkaji dan menginternalisasikan nilai-nilai karakter dan akhlak
mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.25 Pendidikan
karakter bertujuan untuk memfasilitasi siswa agar mampu
menggunakan pengetahuan, mengkaji, dan mengembangkan
keterampilan sosial yang memungkinkan tumbuh kembangnya akhlak
mulia dalam diri siswa serta mewujudkannya dalam kehidupan
sehari-hari. Pada kurikulum k13 terdapat kompetensi inti, ki-1 yakni sikap
spiritual, ki-2 sikap sosial, ki-3 sikap pengetahuan, dan ki-4
keterampilan.
Dengan demikian, menurut penulis tujuan pendidikan karakter
memiliki fokus pada pengembagan potensi peserta didik secara
keseluruhan agar dapat menjadi individu yag siap menghadapi masa
depan dan mampu survive mengatasi tantangan zaman yang dinamis
dengan perilaku yang terpuji.
24
Abdullah Hamid, Pendidikan Karakter Berbasis Pesantren,Ibid, , h. 27
25
39
6. Urgensi pendidikan karakter
Faktor-faktor risiko penyebab kegagalan anak di sekolah bukan
terletak pada kecerdasan otak, melainkan pada karakter. Yaitu rasa
percaya diri, kemapuan bekerja sama, kemapuan bergaul, kemampuan
berkonsentrasi, rasa empati, dan kemampuan berkomunikasi.26 Untuk
memupuk rasa percaya diri pada anak, perlu sosok yang dijadikan
teladan dalam hidupnya, terutama teladan dari orangtua. Seorang anak
jika keluarganya harmonis, besar kemungkinan anak tersebut semanagt
untuk menjalani aktifitasnya, sehingga menumbuhkan rasa percaya
diri, ceria, dan lain sebagainya.
Keberhasilan seorang masyarakat, ternyata 80 persen dipengaruhi
oleh kecerdasan emosi (EQ) dan hanya 20 persen ditentukan oleh
kecerdasan otak (IQ). Anak-anak yang mempunyai masalah dalam
kecerdasan emosi akan mengalami kesulitan belajar, bergaul, dan tidak
dapat mengontrol emosinya. Anak-anak yang bermasalah ini sudah
dapat dilihat sejak usia pra sekolah dan kalau tidak ditangani akan
terbawa sampai usia dewasa. Sebaliknya, para remaja yang berkarakter
hendaknya dimulai dari keluarga, yang merupakan lingkungan pertama
bagi pertumbuhan karakter anak.27
26
Konsep, Urgensi, dan Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah, dalam http://edukasi.kompasiana.com.
27Suyanto, “ Urgensi Pendidikan Karakter” dalam
40
Keharmonisan atau kasih sayang dari keluarga sangat
diperlukan untuk pembentukkan watak seorang anak. Anak akan
meniru seorang figur dari lingkungan terdekatnya, yakni keluarga.
Seorang anak laki-laki akan meniru kegiatan apapun yang dilakukan
oleh ayahnya. Seorang anak yang gigih, bertanggungjawab, dan
bekerja keras besar kemungkinan besar ia meniru dari pola kegiatan
ayahnya dalam kehidupan sehari-hari.
Proses pendidikan karakter akan sulit bagi sebagian orangtua
yang terjebak pada rutinitas padat. Karena itu, sebaiknya pendidikan
karakter juga perlu diberikan saat anak-anak masuk dalam lingkungan
sekolah, terutama sejak playgroup dan taman kanak-kanak. Disinilah
peran guru, yang dalam filosofi Jawa disebut digugu landitiru,
dipertaruhkan. Karena guru adalah ujung tombak di kelas, yang
berhadapan langsung dengan peserta didik.28 Pendidikan karakter
wajib diterapkan tidak hanya disekolah saja, melainkan pada sekolah,
dan masyarakat juga.
Di Indonesia, pendidikan karakter sebenarnya sudah lama
diimplementasikan dalam pembelajaran di sekolah-sekolah, khususnya
dalam pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, dan
sebagainya. Namun, implementasi pendidikan karakter itu masih
28
41
belum optimal, karena pendidikan karakter memerlukan pembiasaan.
Pembiasaan untuk berbuat baik, pembiasaan untuk berlaku jujur,
kesatria, malu berbuat curang, malu bersifat malas, malu membiarkan
lingkungannya kotor. Pendidikan karakter tidak terbentuk secara
instan, tetapi harus dilatih secara serius dan proporsional agar
mencapai bentuk dan kekuatan yang ideal.29
Pendidikan karakter dilakukan dengan pembiasaan sejak anak
usia dini, seperti berkata jujur, sopan santun, tanggung jawab, dan lain
sebagainya. Pendidikan pada anak sebaiknya diberikan secara
proporsional dan konsekuen. Jika terdapat anak yang melanggar
norma-norma kebaikan, sebaiknya diberi sanksi yang proporsional.
Sanksi disini tidak untuk menyiksa, melainkan melatih anak agar
bertanggung jawab dengan apa yang telah diperbuat, supaya
dikemudian hari menjadi anak yang berakhlak mulia.
Terdapat kesenjangan antara praktik pendidikan dengan
karakter peserta didik. Dunia pendidikan di Indonesia kini bisa
dikatakan sedang memasuki masa-masa pelik. Kucuran anggaran
pendidikan yang sangat besar disertai berbagai program terobosan
sepertinya belum mampu memecahkan persoalan mendasar dalam
dunia pendidikan, yaitu tentang bagaimana mencetak alumni
29
42
pendidikan yang unggul, yang beriman, bertakwa, professional, dan
berkarakter, sebagaimana tujuan pendidikan dalam UU RI Nomor 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Dalam Bab III, Dasar, Fungsi dan Tujuan, Pasal 3, UU RI
Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasioanl:
Pendidikan Nasioanal berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkemangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara
yang demokratis serta bertanggung jawab.30
Masih sering kita jumpai para pejabat tinggi negeri yang
melakukan praktik korupsi, terjerat kasus narkoba, skandal
perselingkuhan, dan lain sebagainya. Hal ini mencerminkan belum
tercapainya tujuan pendidikan secara optimal. Namun, kita tentu tidak
boleh berputus asa. Jika bangsa ini konsesiten dan mempunyai tekad
yag kuat untuk memperbaiki pendidikan karakter untuk generasi
penerus bangsa.
30
43
7. Komponen pendidikan karakter
Komponen pendidikan karakter beberapa diantaranya
dijelaskan sebagai berikut :
a. Pendidik
Dari segi bahasa, pendidik adalah orang yang
mendidik.31Ahmad D. Marimba menyatakan bahwa pendidik ialah
orang yang memikul tanggung jawab untuk mendidik.32Dari
pengertian ini timbul kesan bahwa pendidik ialah orang yang
melakukan kegiatan mendidik.
b. Peserta didik
Peserta didik adalah tiap orang atau sekelompok orang yang
menerima pengaruh dari seserorang atau kelompok orang yang
menjalankan kegiatan pendidikan.33 Peserta didik adalah tiap orang
atau sekelompok orang yang menerima pengarug dari seseorang
atau kelompok untuk menjalankan kegiatan pendidikan.
c. Metode pendidikan karakter
Beberapa metode pendidikan yang lazim dipraktikkan di
lingkungan sekolah, anatra lain metode ceramah, Tanya jawab,
diskusi, latihan (drill), pemberian tugas (resitasi), cerita,
demonstrasi, sosiodrama, dan sebagaianya. Dalam lingkungan
31
WJS. Poerwardaminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka: 1976), h.250
32
44
pendidikan formal, yaitu sekolah, metode pendidikan tersebut
dipilih dan digunakan secara bervariasi dengan mempertimbangkan
tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, keadaan peserta didik,
situasi yang sedang berlangsung, kemampuan pendidik, serta
fasilitas penunjang yang tersedia.34
Pada pelaksanaan pedidikan karakter di lingkungan
keluarga, metode-metode pendidikan tersebut sesungguhnya juga
dapat diterapkan. Contohnya di lingkungan keluarga, ada
pembagian kerja dari orangtua pada anak-anaknya, seperti mencuci
piring dan gelas, menyapu atau mengepel lantai rumah, dan
lain-lain yang sesungguhnya merupakan penerapan dari metode
pemberian tugas atau resitasi. Contoh yang lain adalah dongeng
pengantar tidur yang dibacakan atau diceritakan orangtua pada
anaknya, senyatanya merupakan penerapan metode kisah.
Contoh-contoh ini menunjukkan bahwa sebagian metode pendidikan yang
lazim di praktikkan di sekolah kenyataannya juga dapat di
praktikkan di lingkungan keluarga. Hal yang sama juga berlaku
pada pelaksanaan pendidikan karakter di lingkungan masyarakat.35
34
Syamsul Kurniawan, Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Implementasi, Ibid. h. 57
35
45
d. Evaluasi dalam pendidikan karakter
Tujuan evaluasi ada dua, yakni:36
1). Mengetahui kemajuan belajar
2). Mengetahui efisiensi metode yang digunakan.
Jika dikaitkan dengan pendidikan karakter, maka tujuan
evaluasi pendidikan karakter adalah untuk mengetahui sampai
sejauhmana keberhasilan proses pendidikan karakter dan untuk
memperbaiki kekurangan yang ada supaya hasil selanjutnya
menjadi lebih baik.
e. Sarana prasarana dan Fasilitas Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter memerlukan saran prasarana dan
fasilitas pendidikan karakter.37 Sarana prasarana dan fasilitas
pendidikan, antara lain dapat berupa gedung (bangunan) dan ruang
belajar, perpustakaan atau buku-buku laboratorium, peralatan
belajar, dan lain sebagainya, yang diperlukan sebagai sarana dan
prasarana penunjang kelancaran proses pembelajaran. Dalam
penyelenggaraan pendidikan karakter, khususnya di lingkungan
keluarga, yang terpenting bukan pada kelengkapan sarana dan
36
Moh. Hitami Salim, Filsafat Pendidikan Islam, (Pontianak: STAIN Pontianak Press, 2012), h. 103-104
37
46
fasilitas yang ada. Tetapi pada kemampuan menata dan
memanfaatkan saran adan fasilitas yang ada.
B. Implementasi Pendidikan karakter di Lingkungan Keluarga
Implementasi Pendidikan karakter di lingkungan keluarga
sebagai berikut:
1. Urgensi pendidikan karakter di lingkungan keluarga
Keluarga adalah pihak pertama yang paling penting dalam
memengarui karakter anak dan tugas sekolah adalah memeperkuat
nilai karakter positif (etos kerja, rasa hormat, tanggung jawab, jujur,
dll) yang diajarkan di rumah. Keluarga meletakkan fondasi sebagai
dasar, dan sekolah membangun atas fondasi itu.38
Keluarga dipandang sebagai tulang punggung pendidikan
karakter. Para ahli pendidikan di Indonesia umumnya bersepakat
bahwa pendidikan karakter sebaiknya dimulai sejak usia anak-anak
(golden age), karena usia ini terbukti sangat menentukan kemapuan
anak dalam mengambangkan potensinya. Perlu pembiasaan sejak dini
dalam penanaman nilai-nilai akhlak yang baik.
Keluarga yang harmonis, rukun, dan damai akan
mempengaruhi kondisi psikologis dan karakter seorang anak.
Begitupun sebaliknya, anak yang kurang berbakti bahkan melakukan
38
47
tindakan diluar moral kemanusiaan, dibidani oleh ketidakharmonisan
dalam lingkungan keluarga.39
Kebanyakan anak yang hidup dalam keluarga broken home
atau berpisah, anak tersebut memiliki sifat yang apatis terhadap
nilai-nilai norma, walaupun tidak semua anak yang mengalami broken home
demikian. Hal ini terjadi karena anak tersebut kurang kasih sayang dari
orang tuanya.
Beberapa teori pendidikan yang kita kenal, misalnya teori
empirisme menyebut bahwa anak lahir seperti kertas putih (tabularasa),
yang bisa ditulisi apa saja oleh orang dewasa (orangtua, orang-orang
dewasa lain di lingkungannya). Aliran ini berpendapat bahwa
lingkungan memengaruhi karakter si anak. Ada juga teori nativisme
yang menyebut bahwa anak membawa karakter, bakat, minat dari sejak
lahirnya. Artinya anak lebih banyak dibentuk oleh faktor bawaan dari
sejak lahir. Ada juga teori konvergensi yang berpendapat bahwa, baik
faktor bawaan maupun lingkungan saling memengaruhi.40 Baik aliran
nativisme maupun empirisme, keduanya saling mempengaruhi dalam
pembentukkan karakter seorang anak.
39
Agus Wibowo, Pendidikan Karakter:Strategi Membangun Karakter Bnagsa Berperadaban, (Ypgyakarta:Pustaka Belajar, 2012), h.107-108
40
48
2. Aspek penting pendidikan karakter di lingkungan keluarga
a. Pola interaksi antar anggota keluarga
1) Interaksi antar orang tua
Baik buruknya hubungan atau interaksi antara suami dan
istri atau ayah dan ibu sangat menentukan kesuksesan
pendidikan karakter di lingkungan keluarga untuk menciptakan
suasana edukatif dan interaksi edukatif. Situasi edukatif adalah
terciptanya suasana yang memungkinkan terjadinya proses
pendidikan. Sementara interaksi edukatif adalah interaksi yang
mengandung nilai pendidikan.41
Situasi dan interaksi edukatif harus diciptakan oleh suami
istri atau ayah ibu, dan orang-orang dewasa lain yang
bertanggungjawab dalam pelaksanaan pendidikan karakter di
lingkungan keluarga.
2) Interaksi antara orangtua dan anak
Hal yang perlu diperhatikan orangtua dalam membangun
hubungan atau interaksi yang baik dengan anaknya sebagai
berikut:
a) Memposisikan dirinya sebagai sahabat bagi anak.
b)