DRAF RPP TRANSPLANTASI ORGAN BAHAN RAPAT TANGGAL 7 DESEMBER 2016
2. Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 65 ayat (3) UndangUndang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Transplantasi Organ dan/atau Jaringan Tubuh;
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. UndangUndang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072);
I. Umum
Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) tahun 2008 menunjukkan frekuensi transplantasi organ tahun 2008 berkisar sekitar 100.900 setiap tahunnya yaitu ginjal sekitar 69.300, hati sekitar 20.300, Jantung sekitar 5330, Paru sekitar 3330 dan Pankreas sekitar 2380 dan Usus Kecil sekitar 260. Di negara maju sumber organ yang utama adalah dari donor mayat sedangkan di negara berkembang organ lebih banyak berasal dari donor hidup.
Transplantasi organ di Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan negara lain. Jumlah pasien Warga Negara Indonesia yang melakukan transplantasi, khususnya ginjal di luar negeri diperkirakan lebih banyak dibandingkan dengan di dalam negeri. Rendahnya jumlah transplantasi di dalam negeri karena sumber donor masih dari donor hidup dan belum adanya aturan yang dapat memberikan kepastian hukum untuk transplantasi dengan donor mayat, faktor biaya dan faktor budaya serta kesadaran masyarakat yang masih rendah tentang pentingnya upaya transplantasi organ.
Penyelenggaraan Transplantasi Organ dan/atau Jaringan dilakukan sesuai dengan prinsip:
dirinya
b. Beneficence ; tindakan yang dilakukan untuk kebaikan seseorang atau masyarakat
c. Non Malificence; tindakan yang dilakukan tidak boleh merugikan seseorang/masyarakat
d. Justice; tindakan dilaksanakan secara adil dan transparan serta tidak membedakan seseorang/masyarakat berdasarkan status sosial ekonomi tetapi hanya berdasarkan status kesehatan. e. Moralitas; pengakuan atas norma agama dan budaya
yang berlaku.
Peraturan terkait mengenai pelayanan transplantasi tertuang dalam Peraturan Pemerintah tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis serta Transplantasi Alat atau Jaringan Tubuh Manusia. Namun, Peraturan tersebut saat ini dirasakan sudah tidak sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi kedokteran yang berkembang dengan sangat pesat.
organ, jaringan, dan sel; mencegah kegiatan komersialisasi dan penyalahgunaan organ, jaringan, dan sel; dan memberikan perlindungan atas martabat, privasi, dan kesehatan manusia.
3. MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TRANSPLANTASI ORGAN DAN/ATAU JARINGAN TUBUH.
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TRANSPLANTASI ORGAN DAN/ATAU JARINGAN TUBUH.
4. BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
1.
Transplantasi Organ dan/atau Jaringan Tubuh adalah pemindahan Organ dan/atau Jaringan dari Pendonor ke Resipien guna penyembuhan dan pemulihan masalah kesehatan Resipien.2.
Organ adalah kelompok beberapa jaringan yang bekerjasama untuk melakukan fungsi tertentu dalam tubuh.3.
Jaringan adalah kumpulan selsel yang mempunyai bentuk dan faal/fungsi yang sama dan tertentu, yang berdasarkan kemampuan regeneratifnya terdiri atas jaringan yang dapat pulih kembali (regenerative tissue) dan jaringan yang tidak dapat pulih kembali (nonregenerative tissue).4.
Pendonor adalah orang yang menyumbangkan Organ dan/atau Jaringan tubuhnya kepada Resipien untuk tujuan penyembuhanII. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
penyakit dan pemulihan kesehatan Resipien.
5.
Resipien adalah orang yang menerima Organ dan/atau Jaringan tubuh Pendonor untuk tujuan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.6.
Bank Jaringan adalah suatu badan atau lembaga yang bertujuan untuk rekruitmen Pendonor, menyaring, mengambil, memproses, menyimpan, dan mendistribusikan sel dan/atau jaringan untuk keperluan pelayanan kesehatan yang bersifat nirlaba.7.
Pemerintah adalah Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan Pemerintah Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.8.
Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.9.
Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.5. Pasal 2
Pengaturan transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh bertujuan:
a.
menjamin keamanan, keselamatan, kesukarelaan, kemanfaatan,dan keadilan dalam pelayanan transplantasi organ, dan/atau jaringan tubuh bagi pendonor maupun resipien;
Pasal 2
Huruf a
Yang dimaksud dengan Keamanan adalah ... Yang dimaksud dengan Keselamatan,
b.
meningkatkan donasi dan ketersedian organ dan/atau jaringan untuk tujuan transplantasi sebagai upaya penyembuhan penyakit, pemulihan kesehatan, dan peningkatan kualitas hidup;c.
memberikan perlindungan atas martabat, privasi, dan kesehatan manusia, serta martabat dan kehormatan Pendonor mati.keadilan dimaksudkan agar setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pelayanan transplantasi sesuai kebutuhannya.
Huruf b
Meningkatkan donasi dimaksudkan agar kesadaran dan minat masyarakat untuk melakukan donasi organ dan/atau jaringan sebagai bagian dari pelaksanaan melakukan amal baik.
Huruf c
Cukup jelas
6. Pasal 2A
(1) Transplantasi Organ dan/atau Jaringan tubuh dilakukan hanya untuk tujuan kemanusiaan dalam upaya penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. antara Pendonor dengan Resipien yang bersifat finansial.
Penggantian Biaya pemrosesan organ dan/atau jaringan tidak termasuk jual beli atau komersialisasi.
7. Pasal 2B
(1) Setiap orang dapat menjadi Pendonor pada Transplantasi Organ dan/atau Jaringan tubuh.
(2) Pendonor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus bersifat sukarela tanpa meminta imbalan.
Pasal 2B
Cukup jelas
8. BAB II
TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH
9. Pasal 3
Menteri, Gubernur, dan Bupati/Walikota bertanggungjawab:
a. meningkatkan ketersediaan fasilitas yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan Transplantasi Organ dan/atau jaringan tubuh; b. melakukan dan mendukung promosi donasi dan Transplantasi
Organ dan/atau jaringan tubuh;
c. membina dan mengawasi kepatuhan penyelenggaraan Transplantasi Organ dan/atau jaringan tubuh sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; dan
d. pendanaan penyelenggaraan Transplantasi Organ dan/atau jaringan tubuh.
Pasal 3
Cukup jelas
10. Pasal 4
(1) Dalam rangka meningkatkan akses, sistem informasi, akuntabilitas, dan mutu pelayanan, dan pengkajian kelayakan pasangan ResipienPendonor Transplantasi Organ dan/atau jaringan tubuh, Menteri membentuk Komite Transplantasi Nasional.
(2) Komite Transplantasi Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas unsur tokoh agama/masyarakat, profesi kedokteran
Pasal 4
terkait, psikolog/psikiater, ahli etik kedokteran/hukum, pekerja sosial, dan Kementerian Kesehatan.
(3) Komite Transplantasi Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkedudukan di Ibu Kota Negara.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Komite Transplantasi Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.
11. BAB III
TRANSPLANTASI ORGAN
12. Bagian Kesatu
Umum
13. Pasal 5
(1) Transplantasi Organ hanya dapat diselenggarakan di rumah sakit yang ditetapkan oleh Menteri
(2) Menteri dalam menetapkan rumah sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempertimbangkan rekomendasi dari Komite Transplantasi Nasional.
Pasal 5
Cukup jelas
14. Pasal 6
(1) Untuk dapat ditetapkan sebagai Rumah Sakit penyelenggara Transplantasi Organ, rumah sakit harus memiliki tim transplantasi dan memenuhi persyaratan dan standar.
(2) Persyaratan dan standar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 6
Cukup jelas
15. Bagian Kedua
Pendonor dan Resipien
16. Pasal 7
(1) Pendonor pada Transplantasi Organ terdiri atas:
Pasal 7
a. Pendonor hidup; dan
b. Pendonor mati batang otak (MBO).
(2) Pendonor hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan orang yang Organ tubuhnya diambil pada saat yang bersangkutan masih hidup.
(3) Pendonor mati batang otak (MBO) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan orang yang Organ tubuhnya diambil pada saat yang bersangkutan telah dinyatakan mati batang otak di rumah sakit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.
17. Pasal 8
(1) Pendonor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) berasal dari:
a. Pendonor yang memiliki hubungan darah atau suami/istri; atau
b. Pendonor yang tidak memiliki hubungan darah, dengan Resipien.
(2) Pendonor yang memiliki hubungan darah atau suami/istri dengan Resipien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat mendonorkan Organ tubuhnya hanya untuk Resipien tertentu. (3) Hubungan darah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa ayah
kandung, ibu kandung, anak kandung, dan saudara kandung Pendonor.
(4) Pendonor yang tidak memiliki hubungan darah dengan Resipien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b mendonorkan Organ tubuhnya kepada Resipien hasil seleksi yang dilakukan oleh Komite
Pasal 8
Transplantasi Nasional.
18. Pasal 9
(1) Setiap pasien yang membutuhkan Transplantasi Organ dapat menjadi calon Resipien setelah memperoleh persetujuan dari tim transplantasi rumah sakit.
(2) Calon Resipien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pasien dengan:
a. indikasi medis; dan
b. tidak memiliki kontra indikasi medis, untuk dilakukan Transplantasi Organ.
Pasal 9
Cukup jelas
19. Bagian Ketiga
Pelaksanaan
20.
Pasal 10
Transplantasi Organ dilaksanakan melalui tahapan kegiatan: a. pendaftaran;
b. pemeriksaan kecocokan ResipienPendonor; dan
c. tindakan Transplantasi Organ dan pascatransplantasi Organ.
Pasal 10
Cukup jelas
21. Pasal 11
(1) Setiap calon Pendonor dan calon Resipien harus melakukan pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a di Komite Transplantasi Nasional, setelah memenuhi persyaratan. (2) Persyaratan untuk terdaftar sebagai calon Pendonor sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. persyaratan administratif; dan b. persyaratan medis.
(3) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
Pasal 11
huruf a paling sedikit terdiri atas:
a. surat keterangan sehat dari dokter yang memiliki SIP;
b. telah berusia 18 (delapan belas) tahun dibuktikan dengan KTP, kartu keluarga, dan/atau akta kelahiran;
c. membuat pernyataan tertulis tentang kesediaan Pendonor menyumbangkan Organ tubuhnya secara sukarela tanpa meminta imbalan;
d. memiliki alasan menyumbangkan Organ tubuhnya kepada Resipien secara sukarela;
e. mendapat persetujuan suami/istri, anak yang sudah dewasa, orang tua kandung, atau saudara kandung Pendonor;
f. membuat pernyataan memahami indikasi, kontra indikasi, risiko, prosedur Transplantasi Organ, panduan hidup pascatransplantasi Organ, serta pernyataan persetujuannya; dan
g. membuat pernyataan tidak melakukan penjualan Organ ataupun perjanjian khusus lain dengan pihak Resipien.
(4) Dalam hal Pendonor hanya akan mendonorkan Organ tubuhnya kepada Resipien tertentu, Pendonor harus memiliki keterangan hubungan darah atau suami/isteri dengan Resipien dari pejabat Pemerintah Daerah yang berwenang.
(5) Pemeriksaan medis sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b ditujukan untuk memastikan kelayakan sebagai Pendonor dilihat dari segi kesehatan Pendonor.
penyelenggara Transplantasi Organ atas permintaan dari Komite Transplantasi Nasional atau Perwakilan Komite Transplantasi Nasional di Provinsi terhadap calon Pendonor yang telah melakukan pendaftaran.
(7) Persyaratan untuk terdaftar sebagai calon Resipien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi:
a. memiliki keterangan dan persetujuan tertulis dari tim transplantasi rumah sakit;
b. memiliki persetujuan tertulis kesediaan membayar biaya Transplantasi Organ atau memberikan surat penjaminan biaya Transplantasi Organ, untuk calon Resipien yang dijamin asuransi;
c. menyerahkan pernyataan tertulis telah memahami indikasi, kontraindikasi, risiko, dan tata cara Transplantasi Organ, serta pernyataan persetujuannya; dan
c. menyerahkan pernyataan tertulis tidak membeli Organ tubuh dari calon Pendonor atau melakukan perjanjian khusus dengan calon Pendonor, yang dituangkan dalam bentuk akte notaris atau pernyataan tertulis yang disahkan oleh notaris. (8) Pendaftaran pada Komite Transplantasi Nasional sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui perwakilan Komite Transplantasi Nasional di Provinsi setempat.
22. Pasal 11A
(1) Transplantasi Organ dapat dilakukan pada calon Resipien warga negara asing.
ayat (1) harus memiliki calon Pendonor yang berasal dari negara yang sama dan memiliki hubungan darah atau suami/istri.
(3) Calon Resipien dan calon Pendonor warga negara asing yang akan mendapatkan pelayanan Transplantasi Organ harus terdaftar di Komite Transplantasi Nasional.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan calon Resipien dan calon Pendonor warga negara asing sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.
23. Pasal 12
(1) Dalam rangka memastikan pemenuhan persyaratan calon Pendonor dan calon Resipien, Komite Transplantasi Nasional melakukan verifikasi dokumen.
(2) Calon Pendonor yang telah dilakukan verifikasi dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan memenuhi persyaratan
(1) Berdasarkan hasil verifikasi dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Komite Transplantasi Nasional melakukan pengelolaan data calon Resipien dan calon Pendonor.
(2) Pengelolaan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan melalui penyusunan prioritas dan urutan daftar tunggu calon Resipien untuk memasangkan calon Resipien dan calon Pendonor.
Pasal 13
Cukup jelas
25. Pasal 14
(1) Pemeriksaan kecocokan ResipienPendonor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b dilakukan terhadap pasangan calon Resipien dan calon Pendonor yang telah disusun berdasarkan
Pasal 14
prioritas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2). dalam rangka melakukan pemeriksaan kecocokan Resipien Pendonor.
(2) Verifikasi lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk memastikan hubungan calon Resipien dan calon Pendonor, latar belakang penyumbangan Organ, serta tidak adanya unsur jual beli Organ.
(3) Komite Transplantasi Nasional dalam melakukan verifikasi lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berkoordinasi ResipienPendonor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 sampai dengan Pasal 15, Komite Transplantasi Nasional mengeluarkan surat keterangan kelayakan pasangan ResipienPendonor dan tidak ditemukan indikasi jual beli dan/atau komersial.
Pasal 16
Cukup jelas
28. Pasal 17
(1) Tindakan Transplantasi Organ dan pascatransplantasi Organ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf c dilakukan oleh tim transplantasi rumah sakit.
(2) Tindakan Transplantasi Organ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah dilakukan Pemeriksaan kesiapan tindakan
Pasal 17
Transplantasi Organ termasuk tindakan pengambilan organ dari calon Pendonor, setelah surat keterangan kelayakan pasangan ResipienPendonor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dikeluarkan oleh Komite Transplantasi Nasional.
(3) Dalam hal Organ berasal dari calon Pendonor mati batang otak (MBO), tindakan pengambilan Organ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didahului dengan penandatangan surat konfirmasi persetujuan tindakan oleh keluarga.
(4) Tindakan Pascatransplantasi Organ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan terhadap Pendonor dan Resipien melalui monitoring dan evaluasi.
(5) Monitoring dan evaluasi pascatransplantasi Organ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh:
a. tim Transplantasi rumah sakit; dan b. Komite Transplantasi Nasional.
(6) Monitoring dan evaluasi oleh Komite Transplantasi nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b bertujuan untuk memastikan Pendonor mendapatkan perlindungan kesehatan dan haknya.
29. Pasal 17A
Orang yang belum pernah mendaftar sebagai pendonor, dapat dijadikan pendonor mati/MBO di rumah sakit penyelenggara Transplantasi Organ, apabila:
a. Yang bersangkutan menyetujui sebagai pendonor sebelum MBO b. Yang bersangkutan tidak cakap memberikan persetujuan, tetapi
c. Yang bersangkutan tidak dikenal dan tidak ditemukan keluarganya dalam 2 (dua) hari.
30. Pasal 18
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Transplantasi Organ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 sampai dengan Pasal 17 diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 18
Cukup jelas
31. Bagian Keempat
Hak Dan Kewajiban Pendonor dan Resipien
32. Pasal 19
(1) Setiap Pendonor pada Transplantasi Organ berhak:
a. mengetahui identitas Resipien atas persetujuan Resipien; b. menolak menyumbangkan Organ tubuhnya kepada Resipien
tertentu dengan alasan yang dapat diterima;
c. memperoleh asuransi kesehatan dan asuransi kematian;
d. dibebaskan dari seluruh biaya pelayanan kesehatan selama perawatan Transplantasi Organ;
e. memperoleh asuransi kematian dan penghargaan atas kehilangan penghasilan dari pekerjaan/pencaharian selama dalam perawatan dan pemulihan kesehatan pascatransplantasi Organ yang ditetapkan oleh Menteri;
f. memperoleh prioritas sebagai Resipien apabila memerlukan Transplantasi Organ; dan
g. mencabut pendaftaran dirinya dalam data calon Pendonor sampai sebelum tindakan persiapan operasi Transplantasi Organ dimulai.
(2) Setiap Pendonor pada Transplantasi Organ berkewajiban: a. menjaga kerahasiaan Resipien;
Pasal 19
b. tidak melakukan perjanjian khusus dengan Resipien terkait dengan Transplantasi Organ;
c. menjaga kesehatannya sesuai petunjuk dokter;
d. melakukan uji kesehatan sekurangkurangnya satu kali dalam setahun; dan
e. menjaga hubungan dengan Komite Transplantasi Nasional atau perwakilan Komite Transplantasi Nasional di Provinsi.
33. Pasal 20
(1) Setiap Resipien pada Transplantasi Organ berhak:
a. mengetahui identitas Pendonor dan informasi medis yang terkait dengan Transplantasi Organ;
b. mengetahui urutan daftar tunggu calon Resipien untuk memperoleh Pendonor; dan
c. menolak memperoleh Organ dari Pendonor tertentu dengan alasan yang dapat diterima.
(2) Setiap Resipien pada Transplantasi Organ berkewajiban: a. menjaga kerahasiaan informasi medis Pendonor;
b. membayar seluruh biaya penyelenggaraan Transplantasi Organ, baik secara mandiri atau melalui asuransi penjaminnya;
c. menjaga kesehatan sesuai petunjuk dokter pascatransplantasi Organ;
d. melakukan uji kesehatan sesuai petunjuk dokter; dan
e. tidak melakukan perjanjian khusus dengan Pendonor terkait dengan Transplantasi Organ.
(3) Resipien yang tidak patuh terhadap petunjuk dokter
Pasal 20
pascatransplantasi Organ sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c kehilangan haknya untuk menjalani pelayanan Transplantasi Organ yang sama.
34. Bagian Kelima
Pendanaan
35. Pasal 21
(1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bertanggungjawab terhadap pendanaan penyelenggaraan Transplantasi Organ melalui: a. anggaran pendapatan dan belanja negara;
b. anggaran pendapatan dan belanja daerah; c. hibah dari Resipien; dan/atau
d. sumber lain yang tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(2) Pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk: a. pelaksanaan tugas Komite Transplantasi Nasional dan
perwakilan Komite Transplantasi Nasional di Provinsi; b. pemeriksaan awal dan skrining calon Pendonor; dan
c. asuransi kematian dan penghargaan bagi Pendonor atas kehilangan penghasilan dari pekerjaan/pencaharian selama dalam perawatan dan pemulihan kesehatan bagi Resipien tidak mampu.
(3) Besar penghargaan bagi Pendonor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 21
Cukup jelas
36. Pasal 22
(1) Pendanaan pada rumah sakit penyelenggara Transplantasi Organ dibebankan kepada Resipien dan/atau asuransi penjaminnya. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendanaan pada rumah sakit
Pasal 22
penyelenggara Transplantasi Organ diatur dalam Peraturan
Transplantasi jaringan meliputi Transplantasi Jaringan mata dan Transplantasi Jaringan tubuh lain.
Pasal 23
Cukup jelas
40. Pasal 24
(1) Penyelenggaraan Transplantasi Jaringan terdiri atas pelayanan yang dilakukan pada:
(1) Fasilitas Pelayanaan Kesehatan penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf a harus memenuhi persyaratan dan dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi dan kewenangan sesuai standar.
(2) Fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. rumah sakit atau klinik utama, untuk transplantasi jaringan mata; dan
b. rumah sakit, untuk transplantasi jaringan tubuh lain.
(3) Persyaratan dan Standar sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Pasal 25
ditetapkan oleh Menteri.
42. Pasal 26
(1) Bank jaringan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b menyediakan Jaringan yang bermutu untuk pelayanan Transplantasi Jaringan.
(2) Bank Jaringan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau Masyarakat.
(3) Bank Jaringan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus mendapatkan izin dari Menteri dan terdaftar di Komite Transplantasi Nasional.
(1) Bank Mata bertugas menyediakan Jaringan kornea, sklera, dan Jaringan lain dari Organ mata yang bermutu untuk pelayanan Transplantasi Jaringan.
(2) Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Bank mata paling sedikit menyelenggarakan fungsi:
a. pengerahan Pendonor;
Pasal 28
b. pendaftaran calon Pendonor dan calon Resipien;
c. seleksi Pendonor melalui pemeriksaan kesehatan yang meliputi pemeriksaan fisik dan laboratorium;
d. pengambilan Jaringan kornea dan/atau slera dan penyimpanan sementara, serta pemulihan estetik Pendonor; e. pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pelabelan dan
sterilisasi Jaringan, serta pemeliharaan;
f. pengendalian mutu Jaringan dari Organ mata; g. pendistribusian Jaringan;
h. pencatatan dan pendokumentasian; i. pendidikan dan pelatihan; dan j. penelitian dan pengembangan.
(3) Dalam rangka melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, huruf b, dan huruf c, Bank Mata dapat membentuk jejaring pelayanan bank mata.
48. Pasal 29
(1) Bank Mata dapat dibentuk di Provinsi maupun di Kabupaten/Kota sesuai kebutuhan dan/atau kemampuan daerah.
(2) Untuk memenuhi penyediaan jaringan Jaringan kornea, sklera, dan Jaringan lain dari Organ mata secara nasional, Menteri membentuk Bank mata Pusat sebagai Bank mata rujukan nasional.
(3) Selain memiliki tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2), Bank mata Pusat bertugas:
a. mendatangkan dan mengirimkan jaringan mata dari dan ke luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan;
Pasal 29
b. koordinator pengumpulan jaringan mata tingkat nasional; dan c. penyediaan jaringan mata pendonor secara nasional.
(4) Tugas mendatangkan jaringan mata dari luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan melalui jejaring Bank Mata internasional.
(5) Tugas mengirimkan jaringan mata ke luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan dalam hal kebutuhan jaringan mata dalam negeri terpenuhi.
49. Pasal 30
Ketentuan lebih lanjut mengenai Bank Mata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 dan Pasal 29 diatur dalam Peraturan Menteri.
Pasal 30
Cukup jelas
50. Paragraf 2
Pendonor dan Resipien
51. Pasal 31
(1) Pendonor pada Transplantasi jaringan mata berupa Pendonor mati klinis/konvensional.
(2) Pendonor mati klinis/konvensional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan orang yang jaringan tubuhnya diambil pada saat yang bersangkutan telah dinyatakan mati klinis/konvensional sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(3) Selain Pendonor mati klinis/konvensional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pendonor hidup dapat memberikan jaringan mata yang merupakan sisa jaringan hasil operasi, dan jaringan lain yang sudah tidak dibutuhkan lagi oleh pendonor pada Transplantasi Jaringan.
Pasal 31
Cukup jelas
(1) Setiap pasien yang membutuhkan Transplantasi mata dapat menjadi calon Resipien setelah memperoleh persetujuan dari dokter penanggungjawab pelayanan di fasilitas pelayanan kesehatan. (2) Calon Resipien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
pasien dengan:
a. indikasi medis; dan
b. tidak memiliki kontra indikasi medis, untuk dilakukan Transplantasi mata.
Cukup jelas
53. Paragraf 3
Pelaksanaan
54.
Pasal 33
Transplantasi Jaringan mata dilaksanakan melalui tahapan kegiatan: a. pendaftaran;
b. penyiapan jaringan mata dari Pendonor; dan
c. tindakan Transplantasi jaringan mata dan pascatransplantasi jaringan mata.
Pasal 33
Cukup jelas
55. Pasal 34
(1) Setiap calon Pendonor dan calon Resipien harus melakukan pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf a di Bank Mata, setelah memenuhi persyaratan.
(2) Bank Mata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menjaga kerahasiaan Pendonor.
(3) Persyaratan untuk terdaftar sebagai calon Pendonor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. persyaratan administratif; dan b. persyaratan medis.
Pasal 34
(9) Persyaratan untuk terdaftar sebagai calon Resipien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi:
a. memiliki keterangan dari dokter penanggung jawab pelayanan di rumah sakit;
b. memiliki persetujuan tertulis kesediaan membayar biaya penggantian pengambilan dan pemrosesan Jaringan mata, atau memberikan surat penjaminan biaya penggantian pengambilan dan pemrosesan Jaringan, untuk calon Resipien yang dijamin asuransi atau lembaga penjamin lain; dan
c. menyerahkan pernyataan tertulis telah memahami indikasi, kontra indikasi, risiko, dan tata cara Transplantasi Jaringan, serta pernyataan persetujuannya.
56. Pasal 35
(1) Bank Mata membuat daftar tunggu Resipien, dan melaporkan ke Bank Mata Pusat secara berkala setiap bulan.
(2) Daftar tunggu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan urutan resipien untuk memperoleh jaringan mata.
Pasal 35
Cukup jelas
57. Pasal 36
(1) Penyiapan jaringan mata dari Pendonor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf b dilakukan oleh Bank mata sesuai standar. (2) Dalam hal terdapat kekurangan jaringan mata, bank mata Madya
dan Bank Mata Utama dapat meminta jaringan mata kepada Bank Mata Pusat atau Bank Mata Madya dan Bank Mata Utama lain. (3) Permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dilakukan
melalui bank mata pusat.
Pasal 36
58. Pasal 37
(1) Tindakan Transplantasi Jaringan mata dan pascatransplantasi Jaringan mata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf c dilakukan oleh dokter penanggungjawab pelayanan.
(2) Tindakan Pascatransplantasi Jaringan mata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan terhadap Resipien melalui
Jaringan pada Transplantasi Jaringan Tubuh lain dapat berasal dari berbagai macam jenis Jaringan, sesuai dengan wasiat dan/atau persetujuan Pendonor, sisa jaringan hasil operasi, dan jaringan lain yang sudah tidak dibutuhkan lagi oleh pendonor.
(1) Bank Jaringan dapat terintegrasi dengan rumah sakit penyelenggara Transplantasi Jaringan atau mandiri di luar rumah sakit penyelenggara Transplantasi Jaringan.
(2) Bank Jaringan yang mandiri di luar rumah sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki perjanjian kerjasama dengan rumah sakit penyelenggara Transplantasi Jaringan.
(3) Bank Jaringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas menyediakan Jaringan yang bermutu untuk pelayanan
Pasal 39
Transplantasi Jaringan.
(4) Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Bank Jaringan menyelenggarakan fungsi
a. pengerahan Pendonor;
b. pendaftaran calon Pendonor dan calon Resipien;
c. seleksi lanjutan Pendonor melalui pemeriksaan kesehatan yang meliputi pemeriksaan fisik dan laboratorium;
d. pengambilan Jaringan dan/atau Sel (retrieval), serta pemulihan fisik kondisi Pendonor (recovery) dan penyimpanan sementara;
e. pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pelabelan dan sterilisasi Jaringan dan/atau Sel;
f. pengendalian mutu Jaringan dan/atau Sel; g. pendistribusian Jaringan dan/atau Sel; h. pencatatan dan pendokumentasian;
i. melaporkan data Pendonor dan Resipien ke Komite Nasional Transplantasi;
j. pendidikan dan pelatihan;
k. penelitian dan pengembangan; dan
l. pengkajian sosial, budaya, dan keagamaan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai Bank Jaringan diatur dalam Peraturan Menteri.
64. Paragraf 3
Pendonor dan Resipien
65. Pasal 40
(1) Pendonor pada Transplantasi Jaringan terdiri atas:
a. Pendonor hidup;
(3) Pendonor mati batang otak (MBO) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan orang yang jaringan tubuhnya diambil pada saat yang bersangkutan telah dinyatakan mati batang otak di rumah sakit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.
(4) Pendonor mati klinis/konvensional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan orang yang jaringan tubuhnya diambil pada saat yang bersangkutan telah dinyatakan mati klinis/konvensional sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
jaringan lain yang tidak dibutuhkan meliputi placenta, kulit, tendon
Ayat (4)
Cukup jelas
66. Pasal 41
(1) Setiap pasien yang membutuhkan Transplantasi Jaringan dapat menjadi calon Resipien setelah ditentukan oleh dokter penanggungjawab pasien di rumah sakit.
Pelaksanaan
68. Pasal 42
Transplantasi Jaringan tubuh lain dilaksanakan melalui tahapan kegiatan:
a. pendaftaran;
b. penyiapan jaringan tubuh lain dari Pendonor; dan
c. tindakan Transplantasi jaringan tubuh lain dan pascatransplantasi jaringan.
Pasal 42
Cukup jelas
69. Pasal 43
(1) Setiap calon Pendonor dan calon Resipien MBO dan mati klinis/konvensional harus melakukan pendaftaran di Komite Nasional Transplantasi melalui Bank Jaringan, setelah memenuhi persyaratan.
(2) Setiap calon Pendonor hidup harus didaftarkan ke Bank Jaringan, melalui rumah sakit penyelenggara.
(3) Daftar Pendonor Hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dilaporkan kepada Komite Nasional Transplantasi setelah dilakukan pengambilan jaringan tubuh.
(4) Persyaratan untuk terdaftar sebagai calon Pendonor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. persyaratan administratif; dan b. persyaratan medis.
(5) Persyaratan untuk terdaftar sebagai calon Resipien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi:
a. memiliki keterangan dan persetujuan tertulis dari dokter penanggung jawab pelayanan di rumah sakit;
Pasal 43
b. memiliki persetujuan tertulis kesediaan membayar biaya penggantian pengambilan dan pemrosesan Jaringan, atau memberikan surat penjaminan biaya penggantian pengambilan dan pemrosesan Jaringan, untuk calon Resipien yang dijamin asuransi;
c. menyerahkan pernyataan tertulis telah memahami indikasi, kontra indikasi, risiko, dan tata cara Transplantasi Jaringan, serta pernyataan persetujuannya; dan
d. menyerahkan pernyataan tertulis tidak membeli Jaringan mata dari calon Pendonor atau melakukan perjanjian khusus dengan calon Pendonor.
70. Pasal 44
(1) Bank Jaringan membuat daftar tunggu Resipien, dan melaporkan ke Komite Nasional Transplantasi secara berkala setiap bulan. (2) Daftar tunggu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan
urutan resipien untuk memperoleh jaringan.
Pasal 44
Cukup jelas
71. Pasal 45
(1) Penyiapan Jaringan tubuh lain dari Pendonor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf b dilakukan oleh Bank Jaringan sesuai standar.
(2) Pengambilan Jaringan tubuh lain dari Pendonor hidup hanya dapat dilakukan oleh rumah sakit yang menyelenggarakan Bank Jaringan atau rumah sakit yang bekerjasama dengan Bank Jaringan.
(3) Pengambilan Jaringan tubuh lain dari Pendonor mati batang otak (MBO) dan Pendonor mati klinis/konvensional hanya dapat dilakukan di rumah sakit Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah.
Pasal 45
72. Pasal 46
(1) Tindakan Transplantasi jaringan tubuh lain dan pascatransplantasi jaringan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf c dilakukan oleh dokter penanggungjawab pasien di rumah sakit penyelenggara sesuai standar.
(2) Tindakan Pascatransplantasi jaringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan terhadap Resipien melalui monitoring dan evaluasi.
Pasal 46
Cukup jelas
73. Bagian Keempat
Hak dan Kewajiban
74. Pasal 47
(1) Setiap Resipien pada Transplantasi Jaringan berhak:
a. mengetahui informasi medis yang terkait dengan Transplantasi Jaringan;
b. mengetahui urutan daftar tunggu calon Resipien untuk memperoleh Jaringan; dan
c. menolak memperoleh Jaringan dengan alasan yang dapat diterima.
(2) Setiap Resipien pada Transplantasi Jaringan berkewajiban: a. mengikuti prosedur pelaksanaan Transplantasi Jaringan; b. membayar seluruh biaya penyelenggaraan Transplantasi
Jaringan, baik secara mandiri atau melalui asuransi penjaminnya; dan
c. mengganti biaya pemrosesan dan biaya pengembangan Jaringan.
Pasal 47
Cukup jelas
75. Bagian Kelima
76. Pasal 48
(1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dapat memberikan bantuan pendanaan pengembangan Bank Jaringan dan Bank Mata. (2) Bank Jaringan dan Bank Mata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menetapkan biaya pemrosesan dan biaya pengembangan Jaringan dari Resipien sesuai dengan nilai keekonomian.
(3) Pola biaya pemrosesan dan biaya pengembangan Jaringan ditetapkan oleh Menteri. Jaringan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 meliputi komponen biaya penyelenggaraan pelayanan transplantasi jaringan dan komponen biaya operasional.
(2) Penetapan besaran biaya penyelenggaraan pengolahan jaringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperhitungkan subsidi dari Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan kemampuan masyarakat setempat.
(1) Dalam rangka mendukung penyelenggaraan Transplantasi Organ dan/atau Jaringan tubuh, dibentuk sistem informasi Transplantasi. (2) Sistem informasi Transplantasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyediakan data dan informasi terkait penyelenggaraan Transplantasi Organ dan/atau jaringan tubuh, wadah dan sarana komunikasi bagi masyarakat, Bank Jaringan, fasilitas pelayanan
Pasal 50
Kesehatan penyelenggara Transplantasi Organ dan/atau jaringan tubuh, dan Komite Transplantasi Nasional.
80. Pasal 51
Setiap fasilitas pelayanan kesehatan penyelenggara Transplantasi Organ dan/atau Jaringan tubuh harus melakukan pencatatan dan pelaporan penyelenggaraan Transplantasi Organ dan/atau jaringan tubuh melalui sistem informasi Transplantasi.
Pasal 51
Cukup jelas
81. BAB VII
PERAN SERTA MASYARAKAT
82. Pasal 52
(1) Masyarakat dapat berperan serta dalam penyelenggaraan Transplantasi Organ dan/atau jaringan tubuh melalui kegiatan: a. promosi dan sosialisasi bahwa menyumbangkan Organ
dan/atau jaringan tubuh secara sukarela merupakan amal ibadah dan tolong menolong;
b. melakukan KIE mengenai Transplantasi Organ dan/atau jaringan tubuh; dan
c. mencegah terjadinya jual beli Organ dan/atau jaringan tubuh manusia.
(2) mencegah terjadinya jual beli Organ dan/atau jaringan tubuh melalui pengaduan dan pelaporan
(3) Kegiatan promosi dan sosialisasi sebagaimana dimakud pada ayat (1) huruf a, dilakukan bersama dengan tokoh agama, tokoh masyarakat, pendidik, pekerja sosial, penggiat pembela konsumen, dan penggiat promosi kesehatan.
Pasal 52
Cukup jelas
83. BAB VIII
84. Pasal 53
(1) Menteri, Gubernur, dan Bupati/Walikota melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Menteri ini sesuai dengan fungsi, tugas, dan wewenang masingmasing.
(2) Dalam melakukan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri, Gubernur, dan Bupati/Walikota dapat bekerjasama dengan profesi terkait.
Pasal 53
Cukup jelas
85. BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
86. Pasal 54
Rumah sakit yang telah menyelenggarakan Transplantasi Organ dan belum ditetapkan sebagai rumah sakit penyelenggara Transplantasi Organ tetap dapat melaksanakan pelayanan Transplantasi Organ sampai Komite Transplantasi Nasional telah melaksanakan tugas secara operasional.
Pasal 54
Cukup jelas
87. BAB X
KETENTUAN PENUTUP
88. Pasal 55
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Pasal 55
Cukup jelas
89. Ditetapkan di Jakarta
JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta
pada tanggal
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
YASONNA LAOLY