• Tidak ada hasil yang ditemukan

RPP Transplantasi Organ

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "RPP Transplantasi Organ"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

DRAF RPP TRANSPLANTASI ORGAN BAHAN RAPAT TANGGAL 7 DESEMBER 2016

2. Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 65 ayat (3) Undang­Undang   Nomor   36   Tahun   2009   tentang Kesehatan,   perlu   menetapkan   Peraturan   Pemerintah tentang Transplantasi Organ dan/atau Jaringan Tubuh;

Mengingat     : 1. Pasal   5   ayat   (2)   Undang­Undang   Dasar   Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang­Undang   Nomor 36 Tahun  2009 tentang Kesehatan   (Lembaran   Negara   Republik   Indonesia Tahun   2009   Nomor   144,   Tambahan   Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072);

I. Umum

(2)

Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) tahun 2008 menunjukkan frekuensi transplantasi organ tahun   2008   berkisar   sekitar   100.900   setiap   tahunnya yaitu ginjal sekitar 69.300, hati sekitar 20.300, Jantung sekitar   5330,   Paru   sekitar   3330   dan   Pankreas   sekitar 2380 dan Usus Kecil sekitar 260. Di negara maju sumber organ yang utama adalah dari donor mayat sedangkan di negara berkembang organ lebih banyak berasal dari donor hidup.

Transplantasi   organ   di   Indonesia   masih   jauh   tertinggal dibandingkan negara lain. Jumlah pasien  Warga Negara Indonesia  yang   melakukan   transplantasi,   khususnya ginjal  di   luar   negeri   diperkirakan   lebih   banyak dibandingkan dengan di dalam negeri. Rendahnya jumlah transplantasi di dalam negeri karena sumber donor masih dari donor hidup dan  belum adanya  aturan yang dapat memberikan   kepastian   hukum  untuk   transplantasi dengan   donor     mayat,   faktor   biaya   dan   faktor   budaya serta kesadaran masyarakat yang masih rendah tentang pentingnya upaya transplantasi organ. 

Penyelenggaraan Transplantasi Organ dan/atau Jaringan dilakukan sesuai dengan prinsip: 

(3)

dirinya

b. Beneficence ; tindakan yang dilakukan untuk kebaikan seseorang atau masyarakat

c. Non Malificence; tindakan yang dilakukan tidak boleh merugikan seseorang/masyarakat

d. Justice;   tindakan   dilaksanakan   secara   adil   dan transparan   serta   tidak   membedakan seseorang/masyarakat   berdasarkan   status   sosial ekonomi tetapi hanya berdasarkan status kesehatan. e. Moralitas; pengakuan atas norma agama dan budaya

yang berlaku.

Peraturan   terkait   mengenai   pelayanan   transplantasi tertuang   dalam   Peraturan   Pemerintah   tentang   Bedah Mayat   Klinis   dan   Bedah   Mayat   Anatomis   serta Transplantasi Alat atau Jaringan Tubuh Manusia. Namun, Peraturan tersebut saat ini dirasakan sudah tidak sesuai dengan   kemajuan   ilmu   dan   teknologi   kedokteran   yang berkembang dengan sangat pesat.

(4)

organ,   jaringan,   dan   sel;   mencegah   kegiatan komersialisasi dan penyalahgunaan organ, jaringan, dan sel; dan memberikan perlindungan atas martabat, privasi, dan kesehatan manusia.

3. MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG  TRANSPLANTASI ORGAN DAN/ATAU JARINGAN TUBUH.

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN   PEMERINTAH   TENTANG TRANSPLANTASI   ORGAN  DAN/ATAU JARINGAN TUBUH.

4. BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :

1.

Transplantasi Organ dan/atau Jaringan Tubuh adalah pemindahan Organ   dan/atau   Jaringan   dari   Pendonor   ke   Resipien   guna penyembuhan dan pemulihan masalah kesehatan Resipien.

2.

Organ adalah kelompok beberapa jaringan yang bekerjasama untuk melakukan fungsi tertentu dalam tubuh.

3.

Jaringan   adalah   kumpulan   sel­sel   yang   mempunyai   bentuk   dan faal/fungsi yang sama dan tertentu, yang berdasarkan kemampuan regeneratifnya   terdiri   atas   jaringan   yang   dapat   pulih   kembali (regenerative tissue) dan jaringan yang tidak dapat pulih kembali (non­regenerative tissue). 

4.

Pendonor   adalah   orang   yang   menyumbangkan   Organ   dan/atau Jaringan   tubuhnya   kepada   Resipien   untuk   tujuan   penyembuhan

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

(5)

penyakit dan pemulihan kesehatan Resipien.

5.

Resipien   adalah   orang   yang   menerima   Organ   dan/atau   Jaringan tubuh   Pendonor   untuk   tujuan   penyembuhan   penyakit   dan pemulihan kesehatan.

6.

Bank Jaringan adalah suatu badan  atau lembaga  yang bertujuan untuk   rekruitmen   Pendonor,   menyaring,   mengambil,   memproses, menyimpan,   dan   mendistribusikan   sel   dan/atau   jaringan   untuk keperluan pelayanan kesehatan yang bersifat nirlaba.

7.

Pemerintah   adalah   Pemerintah   Pusat   yang   selanjutnya   disebut Pemerintah   adalah   Presiden   Republik   Indonesia   yang   memegang kekuasaan   Pemerintah   Negara   Republik   Indonesia   sebagaimana dimaksud dalam Undang­Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

8.

Pemerintah   daerah   adalah   gubernur,   bupati,   atau   walikota   dan perangkat   daerah   sebagai   unsur   penyelenggara   pemerintahan daerah.

9.

Menteri   adalah   Menteri   yang   menyelenggarakan   urusan pemerintahan di bidang kesehatan.

5. Pasal 2

Pengaturan transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh bertujuan:

a.

menjamin   keamanan,  keselamatan,   kesukarelaan,  kemanfaatan,

dan   keadilan   dalam   pelayanan  transplantasi  organ,  dan/atau jaringan tubuh bagi pendonor maupun resipien;

Pasal 2

Huruf a

Yang dimaksud dengan Keamanan adalah ... Yang dimaksud dengan Keselamatan, 

(6)

b.

meningkatkan   donasi   dan   ketersedian   organ  dan/atau  jaringan untuk tujuan transplantasi sebagai upaya penyembuhan penyakit, pemulihan kesehatan, dan peningkatan kualitas hidup;

c.

memberikan   perlindungan   atas   martabat,   privasi,  dan  kesehatan manusia, serta martabat dan kehormatan Pendonor mati.

keadilan dimaksudkan agar setiap warga negara memiliki hak   yang   sama   untuk   mendapatkan   pelayanan transplantasi sesuai kebutuhannya.

Huruf b

Meningkatkan donasi dimaksudkan agar kesadaran dan minat   masyarakat   untuk   melakukan   donasi   organ dan/atau   jaringan  sebagai   bagian   dari   pelaksanaan melakukan amal baik.

Huruf c

Cukup jelas 

6. Pasal 2A

(1) Transplantasi   Organ   dan/atau   Jaringan   tubuh   dilakukan   hanya untuk   tujuan   kemanusiaan   dalam   upaya   penyembuhan   penyakit dan pemulihan kesehatan. antara   Pendonor   dengan   Resipien   yang   bersifat finansial.

Penggantian   Biaya   pemrosesan   organ   dan/atau jaringan   tidak   termasuk   jual   beli   atau komersialisasi.

(7)

7. Pasal 2B

(1) Setiap orang dapat menjadi Pendonor pada Transplantasi Organ dan/atau Jaringan tubuh. 

(2) Pendonor   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (1)   harus   bersifat sukarela tanpa meminta imbalan. 

Pasal 2B

Cukup jelas 

8. BAB II

TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH

9. Pasal 3 

Menteri, Gubernur, dan Bupati/Walikota bertanggungjawab:

a. meningkatkan   ketersediaan   fasilitas   yang   dibutuhkan   untuk penyelenggaraan Transplantasi Organ dan/atau jaringan tubuh;  b. melakukan   dan   mendukung   promosi   donasi   dan   Transplantasi

Organ dan/atau jaringan tubuh; 

c. membina   dan   mengawasi   kepatuhan   penyelenggaraan Transplantasi   Organ   dan/atau   jaringan   tubuh   sesuai   dengan ketentuan peraturan perundang­undangan; dan

d. pendanaan   penyelenggaraan   Transplantasi   Organ   dan/atau jaringan tubuh.

Pasal 3

Cukup jelas 

10. Pasal 4

(1) Dalam rangka meningkatkan akses, sistem informasi, akuntabilitas, dan  mutu   pelayanan,   dan   pengkajian   kelayakan   pasangan Resipien­Pendonor  Transplantasi  Organ dan/atau jaringan tubuh, Menteri membentuk Komite Transplantasi Nasional. 

(2) Komite Transplantasi Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri   atas   unsur   tokoh   agama/masyarakat,   profesi   kedokteran

Pasal 4

(8)

terkait,   psikolog/psikiater,   ahli   etik   kedokteran/hukum,   pekerja sosial, dan Kementerian Kesehatan.

(3) Komite Transplantasi Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkedudukan di Ibu Kota Negara.

(4) Ketentuan  lebih   lanjut   mengenai   Komite   Transplantasi   Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.

11. BAB III

TRANSPLANTASI ORGAN

12. Bagian Kesatu

Umum 

13. Pasal 5

(1) Transplantasi Organ hanya dapat diselenggarakan di rumah sakit yang ditetapkan oleh Menteri

(2) Menteri   dalam   menetapkan   rumah   sakit   sebagaimana   dimaksud pada   ayat   (1)   mempertimbangkan   rekomendasi   dari   Komite Transplantasi Nasional.

Pasal 5

Cukup jelas 

14. Pasal 6

(1) Untuk   dapat   ditetapkan   sebagai   Rumah   Sakit   penyelenggara Transplantasi Organ, rumah sakit harus memiliki tim transplantasi dan memenuhi persyaratan dan standar.

(2) Persyaratan   dan   standar   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 6

Cukup jelas 

15. Bagian Kedua

Pendonor dan Resipien

16. Pasal 7

(1) Pendonor pada Transplantasi Organ terdiri atas:

Pasal 7

(9)

a. Pendonor hidup; dan 

b. Pendonor mati batang otak (MBO).

(2) Pendonor  hidup   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (1)   huruf   a merupakan   orang   yang   Organ   tubuhnya   diambil   pada   saat   yang bersangkutan masih hidup. 

(3) Pendonor   mati   batang   otak   (MBO)   sebagaimana   dimaksud   pada ayat (1) huruf b merupakan orang yang Organ tubuhnya diambil pada saat yang bersangkutan telah dinyatakan mati batang otak di rumah   sakit   sesuai   dengan   ketentuan   peraturan   perundang­ undangan.

17. Pasal 8

(1) Pendonor   sebagaimana   dimaksud   dalam   Pasal   7   ayat   (1)   berasal dari:

a. Pendonor   yang   memiliki   hubungan   darah   atau   suami/istri; atau

b. Pendonor yang tidak memiliki hubungan darah, dengan Resipien.

(2) Pendonor yang memiliki hubungan darah atau suami/istri dengan Resipien   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (1)   huruf   a   dapat mendonorkan Organ tubuhnya hanya untuk Resipien tertentu. (3) Hubungan darah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa ayah

kandung,   ibu   kandung,   anak   kandung,   dan   saudara   kandung Pendonor. 

(4) Pendonor   yang   tidak   memiliki   hubungan   darah   dengan   Resipien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b mendonorkan Organ tubuhnya kepada Resipien hasil seleksi yang dilakukan oleh Komite

Pasal 8

(10)

Transplantasi Nasional.

18. Pasal 9

(1) Setiap   pasien   yang   membutuhkan   Transplantasi   Organ   dapat menjadi   calon   Resipien   setelah   memperoleh   persetujuan   dari   tim transplantasi rumah sakit.

(2) Calon   Resipien   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (1)   merupakan pasien dengan:

a. indikasi medis; dan

b. tidak memiliki kontra indikasi medis, untuk dilakukan Transplantasi Organ.

Pasal 9

Cukup jelas 

19. Bagian Ketiga

Pelaksanaan

20.

Pasal 10 

Transplantasi Organ dilaksanakan melalui tahapan kegiatan: a. pendaftaran;

b. pemeriksaan kecocokan Resipien­Pendonor; dan

c. tindakan Transplantasi Organ dan pascatransplantasi Organ.

Pasal 10

Cukup jelas 

21. Pasal 11

(1) Setiap   calon   Pendonor   dan   calon   Resipien   harus   melakukan pendaftaran   sebagaimana   dimaksud   dalam   Pasal   10   huruf   a   di Komite Transplantasi Nasional, setelah memenuhi persyaratan. (2) Persyaratan untuk terdaftar sebagai calon Pendonor sebagaimana

dimaksud pada ayat (1)  meliputi: a. persyaratan administratif; dan b. persyaratan medis.

(3) Persyaratan   administratif   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (2)

Pasal 11

(11)

huruf a paling sedikit terdiri atas:

a. surat keterangan sehat dari dokter yang memiliki SIP; 

b. telah   berusia   18   (delapan   belas)   tahun   dibuktikan   dengan KTP, kartu keluarga, dan/atau akta kelahiran; 

c. membuat   pernyataan   tertulis   tentang   kesediaan   Pendonor menyumbangkan   Organ   tubuhnya   secara   sukarela   tanpa meminta imbalan;

d. memiliki   alasan   menyumbangkan   Organ   tubuhnya   kepada Resipien secara sukarela;

e. mendapat persetujuan  suami/istri, anak yang sudah dewasa, orang tua kandung, atau saudara kandung Pendonor;

f. membuat   pernyataan   memahami   indikasi,   kontra   indikasi, risiko,   prosedur   Transplantasi   Organ,   panduan   hidup pascatransplantasi   Organ,   serta   pernyataan   persetujuannya; dan

g. membuat   pernyataan   tidak   melakukan   penjualan   Organ ataupun perjanjian khusus lain dengan pihak Resipien. 

(4) Dalam   hal   Pendonor   hanya   akan   mendonorkan   Organ   tubuhnya kepada   Resipien   tertentu,   Pendonor   harus   memiliki   keterangan hubungan  darah   atau   suami/isteri  dengan   Resipien   dari   pejabat Pemerintah Daerah yang berwenang.

(5) Pemeriksaan medis sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud pada   ayat   (2)   huruf  b   ditujukan   untuk   memastikan   kelayakan sebagai Pendonor dilihat dari segi kesehatan Pendonor.

(12)

penyelenggara   Transplantasi   Organ   atas   permintaan   dari   Komite Transplantasi   Nasional   atau   Perwakilan   Komite   Transplantasi Nasional di Provinsi terhadap calon Pendonor yang telah melakukan pendaftaran.

(7) Persyaratan  untuk   terdaftar   sebagai   calon  Resipien   sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi:

a. memiliki   keterangan   dan   persetujuan   tertulis   dari   tim transplantasi rumah sakit;

b. memiliki   persetujuan   tertulis   kesediaan   membayar   biaya Transplantasi   Organ   atau   memberikan   surat   penjaminan biaya Transplantasi Organ, untuk calon Resipien yang dijamin asuransi; 

c. menyerahkan   pernyataan   tertulis   telah   memahami   indikasi, kontra­indikasi,   risiko,   dan   tata   cara   Transplantasi   Organ, serta pernyataan persetujuannya; dan

c. menyerahkan pernyataan tertulis tidak membeli Organ tubuh dari   calon   Pendonor   atau   melakukan   perjanjian   khusus dengan calon Pendonor,  yang dituangkan dalam bentuk akte notaris atau pernyataan tertulis yang disahkan oleh notaris. (8) Pendaftaran   pada  Komite   Transplantasi  Nasional   sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui perwakilan Komite Transplantasi Nasional di Provinsi setempat.

22. Pasal 11A

(1) Transplantasi   Organ   dapat   dilakukan   pada  calon   Resipien   warga negara asing.

(13)

ayat (1) harus memiliki calon Pendonor yang berasal dari negara yang sama dan memiliki hubungan darah atau suami/istri.

(3) Calon Resipien dan  calon Pendonor warga negara asing yang akan mendapatkan   pelayanan   Transplantasi   Organ   harus   terdaftar   di Komite Transplantasi Nasional.

(4) Ketentuan   lebih   lanjut   mengenai   persyaratan  calon   Resipien   dan calon  Pendonor warga negara asing  sebagaimana  dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.

23. Pasal 12

(1) Dalam rangka memastikan pemenuhan persyaratan calon Pendonor dan   calon   Resipien,   Komite   Transplantasi   Nasional   melakukan verifikasi dokumen.

(2) Calon   Pendonor   yang   telah   dilakukan   verifikasi   dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan memenuhi persyaratan

(1) Berdasarkan   hasil   verifikasi   dokumen   sebagaimana   dimaksud dalam   Pasal   12,   Komite   Transplantasi   Nasional   melakukan pengelolaan data calon Resipien dan calon Pendonor.

(2) Pengelolaan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan melalui   penyusunan   prioritas   dan   urutan   daftar   tunggu   calon Resipien untuk memasangkan calon Resipien dan calon Pendonor.

Pasal 13

Cukup jelas 

25. Pasal 14

(1) Pemeriksaan kecocokan Resipien­Pendonor sebagaimana dimaksud dalam   Pasal   10   huruf   b   dilakukan  terhadap   pasangan   calon Resipien   dan   calon   Pendonor   yang   telah   disusun   berdasarkan

Pasal 14

(14)

prioritas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2). dalam   rangka   melakukan   pemeriksaan   kecocokan  Resipien­ Pendonor.

(2) Verifikasi lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk memastikan hubungan calon  Resipien dan calon Pendonor, latar belakang penyumbangan Organ, serta tidak adanya unsur jual beli Organ.

(3) Komite   Transplantasi   Nasional   dalam   melakukan   verifikasi lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berkoordinasi Resipien­Pendonor  sebagaimana   dimaksud   dalam   Pasal   11   sampai dengan   Pasal   15,   Komite   Transplantasi   Nasional   mengeluarkan   surat keterangan kelayakan pasangan Resipien­Pendonor dan tidak ditemukan indikasi jual beli dan/atau komersial.

Pasal 16

Cukup jelas 

28. Pasal 17

(1) Tindakan   Transplantasi   Organ   dan   pascatransplantasi   Organ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf c dilakukan oleh tim transplantasi rumah sakit.

(2) Tindakan Transplantasi Organ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan   setelah   dilakukan   Pemeriksaan   kesiapan   tindakan

Pasal 17

(15)

Transplantasi   Organ   termasuk   tindakan   pengambilan   organ   dari calon   Pendonor,   setelah  surat   keterangan   kelayakan   pasangan Resipien­Pendonor   sebagaimana   dimaksud   dalam   Pasal   18 dikeluarkan oleh Komite Transplantasi Nasional.

(3) Dalam   hal   Organ   berasal   dari   calon   Pendonor   mati   batang   otak (MBO), tindakan pengambilan Organ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didahului dengan penandatangan surat konfirmasi persetujuan tindakan oleh  keluarga. 

(4) Tindakan   Pascatransplantasi   Organ   sebagaimana   dimaksud   pada ayat (1)  harus dilakukan terhadap Pendonor dan Resipien melalui monitoring dan evaluasi.

(5) Monitoring   dan   evaluasi   pascatransplantasi   Organ   sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh:

a. tim Transplantasi rumah sakit; dan b. Komite Transplantasi Nasional.

(6) Monitoring   dan   evaluasi   oleh   Komite   Transplantasi   nasional sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (2)   huruf   b  bertujuan   untuk memastikan  Pendonor mendapatkan perlindungan kesehatan  dan haknya.

29. Pasal 17A

Orang yang belum pernah mendaftar sebagai pendonor, dapat dijadikan pendonor mati/MBO di rumah sakit penyelenggara Transplantasi Organ, apabila:

a. Yang bersangkutan menyetujui sebagai pendonor sebelum MBO b. Yang   bersangkutan   tidak   cakap   memberikan   persetujuan,   tetapi

(16)

c. Yang bersangkutan tidak dikenal dan tidak ditemukan keluarganya dalam 2 (dua) hari.

30. Pasal 18

Ketentuan   lebih   lanjut   mengenai   pelaksanaan   Transplantasi   Organ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 sampai dengan Pasal 17 diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 18

Cukup jelas 

31. Bagian Keempat

Hak Dan Kewajiban Pendonor dan Resipien

32. Pasal 19

(1) Setiap Pendonor pada Transplantasi Organ berhak:

a. mengetahui identitas Resipien atas persetujuan Resipien; b. menolak   menyumbangkan   Organ   tubuhnya   kepada   Resipien

tertentu dengan alasan yang dapat diterima;

c. memperoleh asuransi kesehatan dan asuransi kematian;

d. dibebaskan   dari   seluruh   biaya   pelayanan   kesehatan   selama perawatan Transplantasi Organ;

e. memperoleh   asuransi   kematian   dan   penghargaan   atas kehilangan   penghasilan   dari   pekerjaan/pencaharian   selama dalam   perawatan   dan   pemulihan   kesehatan pascatransplantasi Organ yang ditetapkan oleh Menteri; 

f. memperoleh   prioritas   sebagai   Resipien   apabila   memerlukan Transplantasi Organ; dan

g. mencabut   pendaftaran   dirinya   dalam   data   calon     Pendonor sampai   sebelum   tindakan   persiapan   operasi   Transplantasi Organ dimulai. 

(2) Setiap Pendonor pada Transplantasi Organ berkewajiban: a. menjaga kerahasiaan Resipien;

Pasal 19

(17)

b. tidak   melakukan   perjanjian   khusus   dengan   Resipien   terkait dengan Transplantasi Organ;

c. menjaga kesehatannya sesuai petunjuk dokter;

d. melakukan uji kesehatan sekurang­kurangnya satu kali dalam setahun; dan

e. menjaga   hubungan   dengan   Komite   Transplantasi   Nasional atau perwakilan Komite Transplantasi Nasional di Provinsi.

33. Pasal 20

(1) Setiap Resipien pada Transplantasi Organ berhak:

a. mengetahui   identitas   Pendonor   dan   informasi   medis   yang terkait dengan Transplantasi Organ;

b. mengetahui   urutan   daftar   tunggu   calon   Resipien   untuk memperoleh Pendonor; dan

c. menolak   memperoleh   Organ   dari   Pendonor   tertentu   dengan alasan yang dapat diterima.

(2) Setiap Resipien pada Transplantasi Organ berkewajiban: a. menjaga kerahasiaan informasi medis Pendonor;

b. membayar   seluruh   biaya   penyelenggaraan   Transplantasi Organ,   baik   secara   mandiri   atau   melalui   asuransi penjaminnya;

c. menjaga kesehatan sesuai petunjuk dokter pascatransplantasi Organ;

d. melakukan uji kesehatan sesuai petunjuk dokter; dan

e. tidak melakukan perjanjian khusus dengan Pendonor terkait dengan Transplantasi Organ.

(3) Resipien  yang   tidak   patuh   terhadap   petunjuk   dokter

Pasal 20

(18)

pascatransplantasi   Organ   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (2) huruf   c   kehilangan   haknya   untuk   menjalani   pelayanan Transplantasi Organ yang sama.

34. Bagian Kelima

Pendanaan

35. Pasal 21

(1) Pemerintah   Pusat   dan   Pemerintah   Daerah   bertanggungjawab terhadap pendanaan penyelenggaraan Transplantasi Organ melalui: a. anggaran pendapatan dan belanja negara;

b. anggaran pendapatan dan belanja daerah;  c. hibah dari Resipien; dan/atau

d. sumber   lain   yang   tidak   mengikat   sesuai   dengan   ketentuan peraturan perundang­undangan.

(2) Pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk: a. pelaksanaan   tugas   Komite   Transplantasi   Nasional   dan

perwakilan Komite Transplantasi Nasional di Provinsi; b. pemeriksaan awal dan skrining calon Pendonor; dan

c. asuransi   kematian   dan   penghargaan  bagi   Pendonor  atas kehilangan   penghasilan   dari   pekerjaan/pencaharian   selama dalam   perawatan   dan   pemulihan   kesehatan   bagi   Resipien tidak mampu.

(3) Besar  penghargaan  bagi   Pendonor   sebagaimana   dimaksud   pada ayat (1) huruf c ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 21

Cukup jelas 

36. Pasal 22

(1) Pendanaan  pada rumah  sakit penyelenggara Transplantasi Organ dibebankan kepada Resipien dan/atau asuransi penjaminnya. (2) Ketentuan   lebih   lanjut   mengenai   pendanaan   pada   rumah   sakit

Pasal 22

(19)

penyelenggara   Transplantasi   Organ  diatur   dalam   Peraturan

Transplantasi   jaringan   meliputi   Transplantasi   Jaringan   mata   dan Transplantasi Jaringan tubuh lain.

Pasal 23

Cukup jelas 

40. Pasal 24

(1) Penyelenggaraan  Transplantasi   Jaringan   terdiri   atas   pelayanan yang dilakukan pada:

(1) Fasilitas   Pelayanaan   Kesehatan   penyelenggara   sebagaimana dimaksud   dalam   Pasal   24   huruf   a   harus   memenuhi   persyaratan dan   dilakukan   oleh   tenaga   kesehatan   yang   memiliki   kompetensi dan kewenangan sesuai standar.

(2) Fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: 

a. rumah sakit atau klinik utama,  untuk transplantasi jaringan mata; dan

b. rumah sakit, untuk transplantasi jaringan tubuh lain.

(3) Persyaratan   dan   Standar   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (1)

Pasal 25

(20)

ditetapkan oleh Menteri.

42. Pasal 26

(1) Bank   jaringan   sebagaimana   dimaksud   dalam   Pasal   24   huruf   b menyediakan   Jaringan   yang   bermutu   untuk   pelayanan Transplantasi Jaringan.

(2) Bank   Jaringan   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (3)   dapat diselenggarakan   oleh   Pemerintah,   Pemerintah   Daerah,     dan/atau Masyarakat.

(3) Bank   Jaringan   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (3)   harus mendapatkan   izin   dari   Menteri   dan   terdaftar   di   Komite Transplantasi Nasional.

(1) Bank   Mata   bertugas  menyediakan   Jaringan   kornea,   sklera,   dan Jaringan   lain   dari   Organ   mata   yang   bermutu   untuk   pelayanan Transplantasi Jaringan.

(2) Dalam   menjalankan   tugas   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (2), Bank mata paling sedikit menyelenggarakan fungsi:

a. pengerahan Pendonor; 

Pasal 28

(21)

b. pendaftaran calon Pendonor dan calon Resipien;

c. seleksi   Pendonor   melalui   pemeriksaan   kesehatan   yang meliputi pemeriksaan fisik dan laboratorium; 

d. pengambilan   Jaringan   kornea   dan/atau   slera   dan penyimpanan sementara, serta pemulihan estetik Pendonor;  e. pengolahan,   penyimpanan,   pengemasan,   pelabelan   dan

sterilisasi Jaringan, serta pemeliharaan; 

f. pengendalian mutu Jaringan dari Organ mata;  g. pendistribusian Jaringan; 

h. pencatatan dan pendokumentasian;  i. pendidikan dan pelatihan; dan j. penelitian dan pengembangan.

(3) Dalam rangka melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat   (3)   huruf   a,   huruf   b,   dan   huruf   c,   Bank   Mata   dapat membentuk jejaring pelayanan bank mata.

48. Pasal 29

(1) Bank Mata dapat dibentuk di Provinsi maupun di Kabupaten/Kota sesuai kebutuhan dan/atau kemampuan daerah.

(2) Untuk memenuhi penyediaan jaringan Jaringan kornea, sklera, dan Jaringan lain dari Organ mata secara nasional, Menteri membentuk Bank mata Pusat sebagai Bank mata rujukan nasional.

(3) Selain memiliki tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2), Bank mata Pusat bertugas: 

a. mendatangkan  dan  mengirimkan  jaringan  mata dari  dan   ke luar   negeri   sesuai   dengan   ketentuan   peraturan   perundang­ undangan;

Pasal 29

(22)

b. koordinator pengumpulan jaringan mata tingkat nasional; dan c. penyediaan jaringan mata pendonor secara nasional.

(4) Tugas mendatangkan jaringan mata dari luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan melalui jejaring Bank Mata internasional.

(5) Tugas   mengirimkan   jaringan   mata   ke   luar   negeri   sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan dalam hal kebutuhan jaringan mata dalam negeri terpenuhi.

49. Pasal 30

Ketentuan   lebih   lanjut   mengenai   Bank   Mata   sebagaimana   dimaksud dalam Pasal 28 dan Pasal 29 diatur dalam Peraturan Menteri.

Pasal 30

Cukup jelas 

50. Paragraf 2

Pendonor dan Resipien

51. Pasal 31

(1) Pendonor pada Transplantasi jaringan mata berupa Pendonor mati klinis/konvensional.

(2) Pendonor   mati   klinis/konvensional   sebagaimana   dimaksud   pada ayat   (1)   merupakan   orang   yang   jaringan   tubuhnya   diambil   pada saat yang bersangkutan telah dinyatakan mati klinis/konvensional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang­undangan.

(3) Selain  Pendonor  mati klinis/konvensional  sebagaimana dimaksud pada   ayat   (1),   Pendonor   hidup   dapat   memberikan   jaringan   mata yang merupakan sisa jaringan hasil operasi, dan jaringan lain yang sudah   tidak   dibutuhkan   lagi   oleh   pendonor   pada   Transplantasi Jaringan.

Pasal 31

Cukup jelas 

(23)

(1) Setiap   pasien   yang   membutuhkan   Transplantasi   mata   dapat menjadi calon Resipien setelah memperoleh persetujuan dari dokter penanggungjawab pelayanan di fasilitas pelayanan kesehatan. (2) Calon   Resipien   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (1)   merupakan

pasien dengan:

a. indikasi medis; dan

b. tidak memiliki kontra indikasi medis, untuk dilakukan Transplantasi mata.

Cukup jelas 

53. Paragraf 3

Pelaksanaan

54.

Pasal 33 

Transplantasi Jaringan mata dilaksanakan melalui tahapan kegiatan: a. pendaftaran;

b. penyiapan jaringan mata dari Pendonor; dan

c. tindakan   Transplantasi   jaringan   mata   dan   pascatransplantasi jaringan mata.

Pasal 33

Cukup jelas 

55. Pasal 34

(1) Setiap   calon   Pendonor   dan   calon   Resipien   harus   melakukan pendaftaran   sebagaimana   dimaksud   dalam   Pasal   33   huruf   a   di Bank Mata, setelah memenuhi persyaratan. 

(2) Bank   Mata   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (1)   harus   menjaga kerahasiaan Pendonor.

(3) Persyaratan untuk terdaftar sebagai calon Pendonor sebagaimana dimaksud pada ayat (1)  meliputi:

a. persyaratan administratif; dan b. persyaratan medis.

Pasal 34

(24)

(9) Persyaratan  untuk   terdaftar   sebagai   calon  Resipien   sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi:

a. memiliki keterangan dari dokter penanggung jawab pelayanan di rumah sakit;

b. memiliki   persetujuan   tertulis   kesediaan   membayar   biaya penggantian   pengambilan   dan   pemrosesan   Jaringan   mata, atau   memberikan   surat   penjaminan   biaya   penggantian pengambilan dan pemrosesan Jaringan, untuk calon Resipien yang dijamin asuransi atau lembaga penjamin lain; dan

c. menyerahkan   pernyataan   tertulis   telah   memahami   indikasi, kontra indikasi, risiko, dan tata cara Transplantasi Jaringan, serta pernyataan persetujuannya.

56. Pasal 35

(1) Bank Mata membuat daftar tunggu Resipien, dan melaporkan ke Bank Mata Pusat secara berkala setiap bulan. 

(2) Daftar   tunggu   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (2)   merupakan urutan resipien untuk memperoleh jaringan mata.

Pasal 35

Cukup jelas 

57. Pasal 36

(1) Penyiapan   jaringan   mata   dari   Pendonor   sebagaimana   dimaksud dalam Pasal 33 huruf b dilakukan oleh Bank mata sesuai standar. (2) Dalam hal terdapat kekurangan jaringan mata, bank mata  Madya

dan Bank Mata Utama dapat meminta jaringan mata kepada Bank Mata Pusat atau Bank Mata Madya dan Bank Mata Utama lain.  (3) Permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dilakukan

melalui bank mata pusat.

Pasal 36

(25)

58. Pasal 37

(1) Tindakan   Transplantasi   Jaringan   mata   dan   pascatransplantasi Jaringan   mata  sebagaimana   dimaksud   dalam   Pasal   35   huruf   c dilakukan oleh dokter penanggungjawab pelayanan.

(2) Tindakan   Pascatransplantasi   Jaringan   mata   sebagaimana dimaksud pada ayat (1)  harus dilakukan terhadap Resipien melalui

Jaringan   pada   Transplantasi   Jaringan   Tubuh   lain   dapat   berasal dari   berbagai   macam   jenis   Jaringan,   sesuai   dengan   wasiat dan/atau   persetujuan   Pendonor,   sisa   jaringan   hasil   operasi,   dan jaringan lain yang sudah tidak dibutuhkan lagi oleh pendonor.

(1) Bank   Jaringan   dapat   terintegrasi   dengan   rumah   sakit penyelenggara Transplantasi Jaringan atau mandiri di luar rumah sakit penyelenggara Transplantasi Jaringan. 

(2) Bank   Jaringan   yang   mandiri   di   luar   rumah   sakit   sebagaimana dimaksud   pada   ayat   (1)   harus   memiliki   perjanjian   kerjasama dengan rumah sakit penyelenggara Transplantasi Jaringan. 

(3) Bank   Jaringan   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (1)   bertugas menyediakan   Jaringan   yang   bermutu   untuk   pelayanan

Pasal 39

(26)

Transplantasi Jaringan. 

(4) Dalam   menjalankan   tugas   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (2), Bank Jaringan menyelenggarakan fungsi

a. pengerahan Pendonor;

b. pendaftaran calon Pendonor dan calon Resipien; 

c. seleksi   lanjutan   Pendonor   melalui   pemeriksaan   kesehatan yang meliputi pemeriksaan fisik dan laboratorium; 

d. pengambilan   Jaringan   dan/atau   Sel   (retrieval),   serta pemulihan fisik kondisi Pendonor (recovery) dan penyimpanan sementara; 

e. pengolahan,   penyimpanan,   pengemasan,   pelabelan   dan sterilisasi Jaringan dan/atau Sel; 

f. pengendalian mutu Jaringan dan/atau Sel;  g. pendistribusian Jaringan dan/atau Sel;  h. pencatatan dan pendokumentasian; 

i. melaporkan data Pendonor dan Resipien ke Komite Nasional Transplantasi;

j. pendidikan dan pelatihan; 

k. penelitian dan pengembangan; dan 

l. pengkajian sosial, budaya, dan keagamaan.

(5) Ketentuan   lebih   lanjut   mengenai   Bank   Jaringan   diatur   dalam Peraturan Menteri.

64. Paragraf 3

Pendonor dan Resipien

65. Pasal 40

(1) Pendonor pada Transplantasi Jaringan terdiri atas:

(27)

a. Pendonor hidup; 

(3) Pendonor   mati   batang   otak   (MBO)   sebagaimana   dimaksud   pada ayat (1) huruf b merupakan orang yang jaringan tubuhnya diambil pada saat yang bersangkutan telah dinyatakan mati batang otak di rumah   sakit   sesuai   dengan   ketentuan   peraturan   perundang­ undangan.

(4) Pendonor   mati   klinis/konvensional   sebagaimana   dimaksud   pada ayat (1) huruf c merupakan orang yang jaringan tubuhnya diambil pada   saat   yang   bersangkutan   telah   dinyatakan   mati klinis/konvensional   sesuai   dengan   ketentuan   peraturan perundang­undangan.

jaringan   lain   yang   tidak   dibutuhkan   meliputi placenta, kulit, tendon

Ayat (4)

Cukup jelas

66. Pasal 41

(1) Setiap   pasien   yang   membutuhkan   Transplantasi   Jaringan   dapat menjadi   calon   Resipien   setelah   ditentukan   oleh  dokter penanggungjawab pasien di rumah sakit.

(28)

Pelaksanaan

68. Pasal 42

Transplantasi   Jaringan   tubuh   lain   dilaksanakan   melalui   tahapan kegiatan:

a. pendaftaran;

b. penyiapan jaringan tubuh lain dari Pendonor; dan

c. tindakan Transplantasi jaringan tubuh lain dan pascatransplantasi jaringan.

Pasal 42

Cukup jelas 

69. Pasal 43

(1) Setiap   calon   Pendonor   dan   calon   Resipien   MBO   dan   mati klinis/konvensional   harus   melakukan   pendaftaran   di   Komite Nasional Transplantasi melalui Bank Jaringan, setelah memenuhi persyaratan.

(2) Setiap calon Pendonor hidup harus didaftarkan ke Bank Jaringan, melalui rumah sakit penyelenggara. 

(3) Daftar Pendonor Hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dilaporkan kepada Komite Nasional Transplantasi setelah dilakukan pengambilan jaringan tubuh.

(4) Persyaratan untuk terdaftar sebagai calon Pendonor  sebagaimana dimaksud pada ayat (1)   meliputi:

a. persyaratan administratif; dan b. persyaratan medis.

(5) Persyaratan  untuk   terdaftar   sebagai   calon  Resipien   sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi:

a. memiliki   keterangan   dan   persetujuan   tertulis   dari   dokter penanggung jawab pelayanan di rumah sakit;

Pasal 43

(29)

b. memiliki   persetujuan   tertulis   kesediaan   membayar   biaya penggantian   pengambilan   dan   pemrosesan   Jaringan,   atau memberikan   surat   penjaminan   biaya   penggantian pengambilan dan pemrosesan Jaringan, untuk calon Resipien yang dijamin asuransi; 

c. menyerahkan   pernyataan   tertulis   telah   memahami   indikasi, kontra indikasi, risiko, dan tata cara Transplantasi Jaringan, serta pernyataan persetujuannya; dan

d. menyerahkan   pernyataan   tertulis   tidak   membeli   Jaringan mata dari calon Pendonor atau melakukan perjanjian khusus dengan calon Pendonor.

70. Pasal 44

(1) Bank Jaringan membuat daftar tunggu Resipien, dan melaporkan ke Komite Nasional Transplantasi secara berkala setiap bulan.  (2) Daftar   tunggu   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (2)   merupakan

urutan resipien untuk memperoleh jaringan.

Pasal 44

Cukup jelas 

71. Pasal 45

(1) Penyiapan   Jaringan   tubuh   lain   dari   Pendonor   sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf b  dilakukan oleh  Bank Jaringan sesuai standar.

(2) Pengambilan Jaringan tubuh lain dari Pendonor hidup hanya dapat dilakukan oleh rumah sakit yang menyelenggarakan Bank Jaringan atau rumah sakit yang bekerjasama dengan Bank Jaringan. 

(3) Pengambilan Jaringan tubuh lain dari Pendonor mati batang otak (MBO)   dan  Pendonor   mati   klinis/konvensional  hanya   dapat dilakukan di rumah sakit Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah.

Pasal 45

(30)

72. Pasal 46

(1) Tindakan Transplantasi jaringan tubuh lain dan pascatransplantasi jaringan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf c dilakukan oleh dokter penanggungjawab pasien di rumah sakit penyelenggara sesuai standar.

(2) Tindakan Pascatransplantasi jaringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan terhadap Resipien melalui monitoring dan evaluasi.

Pasal 46

Cukup jelas 

73. Bagian Keempat

Hak dan Kewajiban

74. Pasal 47

(1) Setiap Resipien pada Transplantasi Jaringan berhak: 

a. mengetahui   informasi   medis   yang   terkait   dengan Transplantasi Jaringan;

b. mengetahui   urutan   daftar   tunggu   calon   Resipien   untuk memperoleh Jaringan; dan

c. menolak   memperoleh   Jaringan   dengan   alasan   yang   dapat diterima.

(2) Setiap Resipien pada Transplantasi Jaringan berkewajiban: a. mengikuti prosedur pelaksanaan Transplantasi Jaringan; b. membayar   seluruh   biaya   penyelenggaraan   Transplantasi

Jaringan,   baik   secara   mandiri   atau   melalui   asuransi penjaminnya; dan

c. mengganti   biaya   pemrosesan   dan   biaya   pengembangan Jaringan.

Pasal 47

Cukup jelas 

75. Bagian Kelima

(31)

76. Pasal 48

(1) Pemerintah   Pusat   dan   Pemerintah   Daerah   dapat   memberikan bantuan pendanaan pengembangan Bank Jaringan dan Bank Mata. (2) Bank Jaringan dan Bank Mata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menetapkan  biaya pemrosesan dan biaya pengembangan Jaringan dari Resipien sesuai dengan nilai keekonomian.

(3) Pola  biaya   pemrosesan   dan   biaya   pengembangan   Jaringan ditetapkan oleh Menteri. Jaringan   sebagaimana   dimaksud   dalam   Pasal   50   meliputi komponen biaya penyelenggaraan pelayanan transplantasi jaringan dan komponen biaya operasional. 

(2) Penetapan   besaran   biaya   penyelenggaraan   pengolahan   jaringan sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (1)   harus   memperhitungkan subsidi   dari   Pemerintah,   Pemerintah   Daerah,   dan   kemampuan masyarakat setempat.

(1) Dalam   rangka   mendukung   penyelenggaraan   Transplantasi   Organ dan/atau Jaringan tubuh, dibentuk sistem informasi Transplantasi. (2) Sistem informasi Transplantasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyediakan   data   dan   informasi   terkait   penyelenggaraan Transplantasi Organ  dan/atau jaringan tubuh,  wadah dan sarana komunikasi  bagi   masyarakat,   Bank   Jaringan,   fasilitas   pelayanan

Pasal 50

(32)

Kesehatan   penyelenggara   Transplantasi   Organ  dan/atau   jaringan tubuh, dan Komite Transplantasi Nasional.

80. Pasal 51

Setiap fasilitas pelayanan kesehatan penyelenggara Transplantasi Organ dan/atau Jaringan tubuh  harus  melakukan pencatatan dan pelaporan penyelenggaraan Transplantasi Organ  dan/atau jaringan tubuh  melalui sistem informasi Transplantasi.

Pasal 51

Cukup jelas 

81. BAB VII

PERAN SERTA MASYARAKAT

82. Pasal 52

(1) Masyarakat   dapat   berperan   serta   dalam  penyelenggaraan Transplantasi Organ dan/atau jaringan tubuh melalui kegiatan: a. promosi   dan   sosialisasi  bahwa   menyumbangkan   Organ

dan/atau   jaringan   tubuh  secara   sukarela   merupakan   amal ibadah dan tolong menolong;

b. melakukan   KIE   mengenai   Transplantasi   Organ  dan/atau jaringan tubuh; dan

c. mencegah terjadinya jual beli Organ dan/atau jaringan tubuh manusia.

(2) mencegah   terjadinya  jual   beli   Organ  dan/atau   jaringan   tubuh melalui pengaduan dan pelaporan

(3) Kegiatan promosi dan sosialisasi sebagaimana dimakud pada ayat (1)   huruf   a,   dilakukan   bersama   dengan   tokoh   agama,   tokoh masyarakat, pendidik, pekerja sosial, penggiat pembela konsumen, dan penggiat promosi kesehatan.

Pasal 52

Cukup jelas 

83. BAB VIII

(33)

84. Pasal 53

(1) Menteri,   Gubernur,   dan   Bupati/Walikota   melakukan   pembinaan dan   pengawasan   terhadap   pelaksanaan   Peraturan   Menteri   ini sesuai dengan fungsi, tugas, dan wewenang masing­masing. 

(2) Dalam   melakukan   pembinaan   dan   pengawasan   sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri,  Gubernur, dan Bupati/Walikota dapat bekerjasama dengan profesi terkait.

Pasal 53

Cukup jelas 

85. BAB IX

KETENTUAN PERALIHAN

86. Pasal 54

Rumah   sakit   yang   telah   menyelenggarakan   Transplantasi   Organ   dan belum   ditetapkan   sebagai   rumah   sakit   penyelenggara   Transplantasi Organ tetap dapat melaksanakan pelayanan Transplantasi Organ sampai Komite   Transplantasi   Nasional   telah   melaksanakan   tugas   secara operasional.

Pasal 54

Cukup jelas 

87. BAB X

KETENTUAN PENUTUP

88. Pasal 55

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar   setiap  orang  mengetahuinya,   memerintahkan   pengundangan Peraturan   Menteri   ini   dengan   penempatannya   dalam   Berita   Negara Republik Indonesia.

Pasal 55

Cukup jelas 

89. Ditetapkan di Jakarta

(34)

JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA        REPUBLIK INDONESIA,

       

YASONNA LAOLY

Referensi

Dokumen terkait

Radioisotop 115 Cd memiliki waktu paro 53,5 jam, sehingga dengan iradiasi selama 12 hari, radioaktivitas yang dihasilkan telah. mendekati nilai

Lapisan malpighi merupakan kulit ari yang berada di bawah lapisan kulit tanduk. Lapisan ini tersusun dari sel-sel hidup yang selalu membelah diri. Pada lapisan ini terdapat

Pada sistem pendingin refrigeran methanol selisih temperatur ruangan terbaik terjadi pada laju aliran massa 0.68 L/m dengan nilai yang lebih kecil yaitu 0.36°C. Selisih

Secara umum pengembangan masyarakat (community development) dalam bahasa Arab disebut tathwirul mujtama’ il-islamy adalah kegiatan pengembangan masyarakat yang dilakukan secara

Jenis penelitian yang dilakukan adalah jenis penelitian analisis korelasional untuk mengetahui hubungan antara tindakan mandiri personal hygiene oleh perawat

Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah Upaya Meningkatkan Motivasi dan Prestasi Belajar IPS dengan Menggunakan Model Pembelajaran kooperatif tipe

Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ekstrak biji sumba kling dapat digunakan sebagai indikator asam basa, kecenderungan panjang gelombang maksimum bergeser makin