1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus
1945, pemerintah mulai melakukan perubahan-perubahan yang sesuai
dengan cita-cita bangsa Indonesia. Perubahan-perubahan yang dilakukan
tidak hanya terjadi dalam bidang pemerintahan saja, tetapi juga dalam
bidang pendidikan. Perubahan yang terjadi dalam bidang pendidikan
merupakan perubahan yang bersifat mendasar, yaitu perubahan yang
menyangkut penyesuaian kebijakan pendidikan dengan dasar dan cita-cita
suatu bangsa yang merdeka. Perubahan yang dilakukan dalam bidang
pendidikan, terutama dalam landasan utamanya, tujuan pendidikan, sistem
persekolahan, dan kesempatan belajar yang diberikan kepada rakyat
Indonesia (Muhammad Rifa’i 2011:122).
Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) tahun 1945 pasal 31
menetapkan bahwa tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran,
maka terbukalah kesempatan seluas-luasnya bagi wanita Indonesia untuk
masuk ke dalam “fair competition” dengan kaum pria untuk mendapatkan
tempat dan kedudukan dalam masyarakat, dalam bidang sosial, politik,
ekonomi, kebudayaan, dan yang terutama dalam bidang pendidikan
2
Dengan demikian dalam menghadapi kepentingan wanita dibidang
pendidikan dapat berpegangan pada hal-hal berikut:
a. Bahwa tidak ada perbedaan antara hak laki-laki dan perempuan
b. Bahwa untuk semuanya diusahakan terlaksananya kewajiban
belajar.
Dalam Undang-Undang No.4 tahun 1950 Bab VII pasal 10 ayat 1
dikatakan bahwa semua anak-anak, baik laki-laki maupun perempuan
yang sudah berumur 6 tahun berhak dan yang sudah berumur 8 tahun
diwajibkan belajar di sekolah, sedikitnya 6 tahun lamanya (Zahara Idris,
1984: 33). Oleh karena itu jika seorang anak perempuan mengakhiri
kewajiban belajarnya pada usia 12, 13 atau 14 tahun, seorang anak
perempuan masih belum mencapai batas umur untuk bekerja atau
menikah. Karena dalam Undang-Undang Perburuhan ditetapkan umur 15
tahun baru boleh bekerja. Hal inilah yang mendorong pemerintah
mengusahakan penampungan bagi mereka yang tidak mempunyai biaya
untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, baik untuk
melengkapi pengetahuan maupun untuk suatu latihan yang bermanfaat
bagi hidupnya dalam masyarakat nanti.
Ditinjau dari pendidikan bagi wanita dalam hubungan dengan sifat
wanita dan dengan tugasnya dalam keluarga, maka pendidikan berkisar
kepada rumah, makanan, dan pakaian. Dengan arti bahwa dasar untuk
3
sehingga setidak-tidaknya wanita-wanita sesudah tamat belajar memiliki
persiapan untuk menghadapi perannya dalam keluarga.
Perencanaan pendidikan tersebut tidak dapat lepas dari hubungan
dengan masyarakat, karena kebutuhan masyarakat dan perkembangannya
harus dijadikan pedoman dalam merencanakan suatu pendidikan. Jika hal
ini tidak diperhatikan, maka hasil-hasil dari pendidikan tidak memberi
manfaat bagi masyarakat.
Usaha-usaha tersebut dapat diselenggarakan baik oleh pemerintah
maupun masyarakat. Berbagai lapangan pendidikan kejuruan dan keahlian
diselenggarakan oleh berbagai departemen. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan sendiri menyelenggarakan sekolah-sekolah kejuruan khusus
untuk wanita yang diatur dan diawasi oleh suatu instansi khusus yang juga
mempunyai cabang-cabangnya di daerah-daerah. Penyelenggaraan
pendidikan kejuruan wanita yang dilakukan oleh instansi pemerintah, yaitu
Sekolah Kepandaian Putri (SKP) yang ada di Salatiga.
Sekolah Kepandaian Putri (SKP) yang ada di Salatiga berdiri pada
tahun 1953. Sekolah Kepandaian Putri (SKP) ini setara dengan Sekolah
Menengah Pertama (SMP), di Sekolah Kepandaian Putri setelah siswanya
lulus tidak hanya dibekali oleh pengetahuan-pengetahuan umum, tetapi
juga dibekali keterampilan-keterampilan khusus seperti mengelola rumah
tangga, memasak atau menjahit. Oleh karena itu seorang perempuan harus
memiliki bekal yang cukup jika nanti akan bekerja, hidup dalam rumah
4
Sekolah Kepandaian Putri. Guru-guru yang mengajar di Sekolah
Kepandaian Putri tidak hanya seorang perempuan tetapi ada salah satu
guru laki-laki yang mengajar di sekolah tersebut. Pada tahun 1962 Sekolah
Kepandaian Putri (SKP) berganti nama menjadi Sekolah Kesejahteraan
Keluarga Pertama (SKKP). Hal ini terjadi karena adanya program
pemerintah yang menganggap Sekolah Kepandaian Putri (SKP) tidak
sesuai dengan tuntutan masyarakat. Berdasarkan latar belakang yang telah
diuraikan, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang
Sekolah Kepandaian Putri di Salatiga tahun 1953-1962.
B. Perumusan Masalah
Dalam penelitian ini permasalahan yang akan diteliti dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah kebijakan pemerintah dalam menyelenggarakan
Sekolah Kepandaian Putri (SKP)?
2. Bagaimanakah profil Sekolah Kepandaian Putri (SKP) di Salatiga
tahun 1953-1962?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk memperdalam materi
kuliah Sejarah Pendidikan dengan topik permasalahan yang akan diteliti.
Sedangkan tujuan khusus penelitian ini adalah:
1. Mengkaji kebijakan pemerintah menyelenggarakan Sekolah
5
2. Mendeskripsikan tentang profil Sekolah Kepandaian Putri (SKP) di
Salatiga tahun 1953-1962.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Menjadi bahan referensi bagi mata kuliah sejarah pendidikan.
b. Memberi pemahaman tentang profil Sekolah Kepandaian Putri
(SKP) di Salatiga tahun 1953-1962.
2. Manfaat Praktis
a. Menambah wawasan pengetahuan tentang Sekolah Kepandaian
Putri (SKP) bagi masyarakat Salatiga.
b. Memberi sumbangan bahan penelitian lebih lanjut tentang Sekolah
Kepandaian Putri (SKP) di Salatiga dan bagi kehidupan masyarakat