• Tidak ada hasil yang ditemukan

63467692 makalah Pendidikan Multikultural

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "63467692 makalah Pendidikan Multikultural"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

P E N G A N TA R P E N D I D I K A N

T U G A S K E L O M P O K

“Pendidikan Multikulturalisme”

D o s e n P e m b i m b i n g : N i n a P e r m a t a s a r i , S . P s i , M . P d D i s u s u n o l e h :

K e l o m p o k 1 3

A d e N o o r S e p r i n a w a n t i ( A 1 C 11 0 0 2 6 ) A g u s t i n a R o ya n i ( A 1 C 11 0 0 1 9 ) M u h a m m a d B a s i l ( A 1 C 11 0 0 0 1 )

N o r m a l i n a ( A 1 C 11 0 0 3 0 ) N a z a r P. ( A 1 C 11 0 0 3 5 ) S a d d a m H u s i n ( A 1 C 11 0 0 5 0 )

Yu l i a n a ( A 1 C 11 0 0 3 1 ) P E N D I D I K A N M AT E M AT I K A

FA K U LTA S K E G U R U A N D A N I L M U P E N D I D I K A N U N I V E R S I TA S L A M B U N G M A N G K U R AT

B A N J A R M A S I N 2 0 1 0

Kata Pengantar

(2)

Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Pendidikan dan juga bisa dijadikan sebagai bahan materi kuliah. Makalah ini menguraikan definisi pendidikan multikultural sebagai paradigma penting dalam mengatasi keberagaman etnis di Indonesia

Berbagai peristiwa yang terkait di sajikan dalam bentuk teks maupun gambar. Dengan membaca makalah ini, kita bisa menambah wawasan tentang :

 Pengertian pendidikan Multikultural.

 Paradigma baru pendidikan Multikultural

 Peningkatan pendidikan Multikultural

 Pendidikan berbasis Multikultural

 Wacana pendidikan Multikultural di Indonesia

Sesungguhnya makalah ini tidak akan terwujud sebagai mana mestinya jika tidak ada bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung untuk itu perkenankanlah penulis dengan hati yang tulus untuk menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih sebesar – besarnya kepada rekan – rekan yang telah membantu selesainya makalah ini

(3)

D. Pendidikan Berbasis Multikultural E. Wacana Pendidikan Multikultural BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan B. Saran Catatan Kaki Daftar Pustaka

BAB I

PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Indonesia adalah salah satu negara multikultural terbesar di dunia. Kenyataan ini dapat dilihat dari kondisi sosio-kultural maupun geografis yang begitu beragam dan luas. Keragaman ini diakui atau tidak akan dapat menimbulkan berbagai persoalan, seperti korupsi, kolusi, nepotisme, kemiskinan, kekerasan, perusakan lingkungan, separatisme, dan hilangnya rasa kemanusiaan untuk menghormati hak-hak orang lain, merupakan bentuk nyata sebagai bagian dari multikulturalisme tersebut.

(4)

betapa rendahnya saling pengertian antar kelompok. Konteks global setelah tragedi September 11 dan invasi Amerika Serikat ke Irak serta hiruk pikuk politis identitas di dalam era reformasi menambah kompleknya persoalan keragaman dan antar kelompok di Indonesia.

Sejarah menunjukkan, pemaknaan secara negatif atas keragaman telah melahirkan penderitaan panjang umat manusia. Pada saat ini, paling tidak telah terjadi 35 pertikaian besar antar etnis di dunia. Lebih dari 38 juta jiwa terusir dari tempat yang mereka diami, paling sedikit 7 juta orang terbunuh dalam konflik etnis berdarah. Pertikaian seperti ini terjadi dari Barat sampai Timur, dari Utara hingga Selatan. Dunia menyaksikan darah mengalir dari Yugoslavia, Cekoslakia, Zaire hingga Rwanda, dari bekas Uni Soviet sampai Sudan, dari Srilangka, India hingga Indonesia. Konflik panjang tersebut melibatkan sentimen etnis, ras, tersebut berhadapan dengan kebutuhan mendesak untuk merekonstruksi kembali “kebudayaan nasional Indonesia” yang dapat menjadi “integrating force” yang mengikat seluruh keragaman etnis dan budaya tersebut.

(5)

C. TUJUAN

Untuk mengetahui pengertian, paradigma, pendekatan, wacana dari pendidikan yang berbasis Multikultural.

BAB II

ISI

Pengertian Pendidikan Multikultural

Akar kata multikulturalisme adalah kebudayaan.1 secara etimologis,

multikulturalisme dibentuk dari kata multi(banyak), kultur (budaya), isme(aliran/paham).2 secara hakiki, dalam kata itu terkandung pengakuan akan

martabat manusia yang hidup dalam komunitasnya dengan kebudayaannya masng – masing yang unik.

(6)

 Andersen dan Crusher (1994:320), bahwa pendidikan multikultural dapat diartikan sebagai pendidikan mengenai keragaman kebudayaan.

 James Banks (1993:3) mendefinisikan pendidika multikultural sebagai pendidikan untuk people of color. Artinya, pendidikan multikultural ingin mengeksplorasi perbedaan sebagai keniscayaan (anugerah tuhan/ sunatullah).

 Muhaimin el Ma’hady berpendapat bahwa secara sederhana pendidikan multikultural dapat didefinisikan sebagai pendidikan tentang keragaman kebudayaan dalam meresponi perubahan demografis dan kultural lingkungan masyarkat tertentu atau bahkan dunia secara keseluruhan (global).3

 Hilda Hernandez mengartikan pendidikan multikultural sebagai perspektif yang mengakui realitas politik, sosial dan ekonomi yang dialami oleh masing – masing individu dalam pertemuan manusia yang kompleks dan beragam secara kultur, dan merefleksikan pentingnya budaya, ras, seksualitas dan gender, etnisitas, agama, status sosial, ekonomi, dan pengecualian – pengecualian dalam proses pendidikan.

Paradigma Pendidikan Multikultural

(7)

terkadang timbul konflik antarkelompok masyarakat. Namun, pada satu sisi, kemajemukan memberikan efek positif yaitu kesatuan yang erat.

Menurut Syafri Sairin (1992), konflik dalam masyarakat majemuk terjadi karena :

1. Perebutan Sumber Daya, alat – alat produksi, dan kesempatan ekonomi

2. Perluasan batas – batas sosial budaya

3. Benturan kepentingan politik, ideologi, dan agama.

Oleh karena itu diperlukan paradigma baru yang lebih toleran, yaitu paradigma pendidikan multikultural. Pendidikan berparadigma multikulturalisme tersebut penting, sebab akan mengarahkan anak didik untuk bersikap dan berpandangan toleran dan inklusif terhadap realitas masyarakat yang beragam. Pendidikan multikultural di sini juga dimaksudkan bahwa manusia dipandang sebagai makhluk makro dan sebagai makhluk mikro yang tidak akan terlepas dari akar budaya bangsa dan kelompok etnisnya. Akar makro yang kuat akan menyebabkan manusia tidak pernah tecabut dari akar kemanusiaannya. Sedangkan akar mikro yang kuat akan menyebabkan manusia mempunyai tempat berpijak yang kuat, dan dengan demikian tidak mudah diombang-ambingkan oleh perubahan yang amat cepat, menandai kehidupan modern dan pergaulan dunia global.

(8)

1. Tujuannya membentuk “manusia budaya” dan menciptakan “masyarakat berbudaya”.

2. Materinya mengajarkan nilai – nilai luhur kemanusiaan, nilai – nilai bangsa, dan nilai

3. Metodenya demokratis, yang menghargai aspek – aspek perbedaan dan keberagaman budaya bangsa dan kelompok etnis

4. Evaluasinya ditentukan pada penilaia terhadap tingkah laku anak didik yang meliputi persepsi, apresiasi, dan tindakan terhadap budaya lainnya.4

Pendekatan Pendidikan Multikultural

Menyusun pendidikan multikultural dalam tatanan masyarakat yang penuh permasalahan anatar kelompok mengandung tantangan yang tidak ringan. Pendidikan multikultural tidak berarti sebatas “merayakan keragaman” belaka. Apalagi jika tatanan masyarakat yang ada masih penuh diskriminasi dan bersifat rasis. Dapat pula dipertanyakan apakah mungkin meminta siswa yang dalam kehidupan sehari-hari mengalami diskriminasi atau penindasan karena warna kulitnya atau perbedaannya dari budaya yang dominan tersebut? Dalam kondisi demikian pendidikan multikultural lebih tepat diarahkan sebagai advokasi untuk menciptakan masyarakat yang toleran dan bebas toleransi.

(9)

primer menegmbangkan kompetensi kebudayaan di kalangan anak didik semata-mata berada di tangan mereka dan justru semakin banyak pihak yang bertanggung jawab karena program-program sekolah seharusnya terkait dengan pembelajaran informal di luar sekolah.

Kedua, menghindari pandangan yang menyamakan kebudayaan kebudayaan dengan kelompok etnik adalah sama. Artinya, tidak perlu lagi mengasosiasikan kebudayaan semata-mata dengan kelompok-kelompok etnik sebagaimana yang terjadi selama ini. secra tradisional, para pendidik mengasosiasikan kebudayaan hanya dengan kelompok-kelompok sosial yang relatif self sufficient, ketimbang dengan sejumlah orang yang secara terus menerus dan berulang-ulang terlibat satu sama lain dalam satu atau lebih kegiatan. Dalam konteks pendidikan multikultural, pendekatan ini diharapkan dapat mengilhami para penyusun program-program pendidikan multikultural untuk melenyapkan kecenderungan memandang anak didik secara stereotip menurut identitas etnik mereka dan akan meningkatkan eksplorasi pemahaman yang lebih besar mengenai kesamaan dan perbedaan di kalangan anak didik dari berbagai kelompok etnik.

(10)

bagi pluralisme budaya dan pendidikan multikultural tidak dapat disamakan secara logis.

Keempat, pendidikan multikultural meningkatkan kompetensi dalam beberapa kebudayaan. Kebudayaan mana yang akan diadopsi ditentukan oleh situasi.

Kelima, kemungkinan bahwa pendidikan bahwa pendidikan (baik dalam maupun luar sekolah) meningkatkan kesadaran tentang kompetensi dalam beberapa kebudayaan. Kesadaran seperti ini kemudian akan menjauhkan kita dari konsep dwi budaya atau dikhotomi antara pribumi dan non-pribumi. Dikotomi semacam ini bersifat membatasi individu untuk sepenuhnya mengekspresikan diversitas kebudayaan. Pendekatan ini meningkatkan kesadaran akan multikulturalisme sebagai pengalaman normal manusia. Kesadaran ini mengandung makna bahwa pendidikan multikultural berpotensi untuk menghindari dikotomi dan mengembangkan apresiasi yang lebih baik melalui kompetensi kebudayaan yang ada pada diri anak didik.

Dalam konteks keindonesiaan dan kebhinekaan, kelima pendekatan tersebut haruslah diselaraskan dengan kondisi masyarakat Indonesia. Masyarakat adalah kumpulan manusia atau individu-individu yang terjewantahkan dalam kelompok sosial dengan suatu tantangan budaya atau tradisi tertentu. Pendapat ini juga dikemukakan oleh Zakiah Darajat yang menyatakan, bahwa masyarakat secara sederhana diartikan sebagai kumpulan individu dan kelompok yang diikat

oleh kesatuan negara, kubudayaan dan agama.

(11)

dan bekerja sama dalam masa relatif lama, sehingga individu-individu dapat memenuhi kebutuhan mereka dan menyerap watak sosial. Kondisi itu selanjutnya membuat sebagian mereka menjadi komunitas terorganisir yang berpikir tentang dirinya dan membedakan ekstensinya dari ekstensi komunitas. Dari sisi lain, apabila kehidupan di dalam masyarakat berarti interaksi antara individu dan lingkungan sosialnya. Maka yang menjadikan pembentukan individu tersebut adalah pendidikan atau dengan istilah lain masyarakat pendidik. Oleh karena itu, dalam melakukan kajian dasar kependidikan terhadap masyarakat. Secara garis besar dasar-dasar yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Masyarakat tidak ada dengan sendirinya. Masyarakat adalah ekstensi yang hidup, dinamis, dan selalu berkembang.

2. Masyarakat bergantung pada upaya setiap individu untuk memenuhi kebutuhan melalui hubungan dengan individu lain yang berupaya memenuhi kebutuhan.

3. Individu-individu, di dalam berinteraksi dan berupaya bersama guna memenuhi kebutuhan, melakukan penataan terhadap upaya tersebut dengan jalan apa yang disebut tantangan sosial.

4. Setiap masyarakat bertanggung jawab atas pembentukan pola tingkah laku antara individu dan komunitas yang membentuk masyarakat.

5. Pertumbuhan individu di dalam komunitas, keterikatan dengannya, dan perkembangannya di dalam bingkai yang menuntutnya untuk bertanggung jawab terhadap tingkah lakunya.

(12)

laboratorium dan sumber makro yang penuh alternatif untuk memperkaya

pelaksanaan proses pendidikan.

Untuk itu, setiap anggota masyarakat memiliki peranan dan tanggung jawab moral terhadap terlaksananya proses pendidikan. Hal ini disebabkan adanya hubungan timbal balik antara masyarakat dan pendidikan. Dalam upaya memberdayakan masyarakat dalam dunia pendidikan merupakan satu hal penting untuk kemajuan pendidikan di masa kini dan akan datang.

Pendidikan Berbasis Multikultural

Sejak kemunculnnya sebagai disiplin ilmu pada dekade 1960-an dan 1970-an, pendidikan berbasis multikulturalisme atau Multicultural Based Education, telah didefinisikan dari banyak cara dan dari berbagai macam perspektif. Dalam terminologi ilmu – ilmu pendidikan dikenal istilah yang hampir sama dengan MBE yaitu pendidikan multikultural.

MBE atau pendidikan multikultural membahas tentang penggambaran realitas budaya, politik, sosial, dan ekonomi yang kompleks, yang secara luas dan sistematis memengaruhi segala sesuatu yang terjadi didalam sekolah dan diluar ruangan. Ia menyangkut seluruh aset pendidikan yang termanifestasikan melalui konteks dan proses. MBE menegaskan dan memperluas kembali praktik yang patut dicontoh, dan berupaya memperbaiki kesempatan pendidikan optimal yang tertolak. Ia memperbincangkan sekitar penciptaan lembaga – lembaga pendidikan yang menyediakan lingkungan pembelajaran yang dinamis, yang mencerminkan cita – cita persamaan kesetaraan dan keunggulan.

(13)

Sebelumnya mari kita pantau terlebih dahulu mengenai kondisi pendidikan multikultural secara umum berdasarkan wacana fenomenal yang terjadi di Indonesia. Wacana mengenai multi kultural telah memasuki babak baru. Indikasinya, diskusi mengenai multi kultural tidak saja terjadi di lingkungan tradisi akademis, melainkan telah menjadi bagian dari wacana dan kebijakan publik. Diskursus mengenai multi kultural telah menjadi materi pendidikan, pelatihan, malahan kursus singkat yang amat praktis. Dorongan untuk mengangkat judul ini seluas mungkin ke dalam ranah diskursus disebabkan oleh anggapan bahwa pemahaman terhadap fenomena multi kultural adalah suatu keharusan, karena tidak ada satu wilayah, etnis, agama yang terbebas sama sekali dari komunikasi dan interaksi dengan etnis, agama, serta antar golongan lainnya. Isu ini menjadi semakin menarik bersamaan dengan adanya fakta desintegrasi yang diakibatkan oleh realitas multikultur yang membawa korban manusia. Karena itu, persoalan multi budaya dan akibatnya bukan hanya menjadi kepentingan sekelompok orang, tetapi menjadi bagian dari persoalan pemerintah, negara, agama, dan malahan partai politik.

(14)

Menurut Azyumardi Azra, pada level nasional, berakhirnya sentralisme kekuasan yang pada masa orde baru memaksakan “monokulturalisme” yang nyaris seragam, memunculkan reaksi balik, yang bukan tidak mengandung implikasi-implikasi negatif bagi rekonstruksi kebudayaan Indonesia yang multikultural. Berbarengan dengan proses otonomisasi dan dan desentralisasi kekuasaan pemerintahan, terjadi peningkatan gejala “provinsialisme” yang hampir tumpang tindih dengan “etnisitas”. Kecenderungan ini, jika tidak terkendali akan dapat menimbulkan tidak hanya disintegrasi sosio-kultural yang amat parah, tetapi juga disintegrasi politik.

Model pendidikan di Indonesia maupun di negara-negara lain menunjukkan keragaman tujuan yang menerapkan strategi dan sarana yang dipakai untuk mencapainya. Sejumlah kritikus melihat bahwa revisi kurikulum sekolah yang dilakukan dalam program pendidikan multikultural di Inggris dan beberapa tempat di Australia dan Kanada, terbatas pada keragaman budaya yang

ada, jadi terbatas pada dimensi kognitif.

(15)

diterima, usaha ini sudah mulai membuka mata sebagian masyarakat akan pentingnya perspektif baru tentang perang, agar tragedi kemanusiaan tidak terulang kembali. Sedangkan di Indonesia masih diperlukan usaha yang panjang dalam merevisi buku-buku teks agar mengakomodasi kontribusi dan partisipasi yang lebih inklusif bagi warga dari berbagai latarbelakang dalam pembentukan Indonesia. Indonesia juga memerlukan pula materi pembelajaran yang bisa mengatasi “dendam sejarah” di berbagai wilayah.

Model lainnya adalah pendidikan multikultural tidak sekedar merevisi materi pembelajaran tetapi melakukan reformasi dalam sistem pembelajaran itu sendiri. Affirmative action dalam seleksi siswa sampai rekrutmen pengajar di Amerika adalah salah satu strategi untuk membuat perbaikan ketimpangan struktural terhadap kelompok minoritas. Contoh yang lain adalah model “sekolah pembauran” Iskandar Muda di Medan yang memfasilitasi interaksi siswa dari berbagai latar belakang budaya dan menyusun program anak asuh lintas kelompok. Di Amerika Serikat bersamaan dengan amsuknya wacana multikulturalisme, dilakukan berbagai lokakarya di sekolah-sekolah maupun di masyarakt luas untuk meningkatkan kepekaan sosial, toleransi dan mengurangi prasangka antar kelompok.

Untuk mewujudkan model-model tersebut, pendidikan multikultural di Indonesia perlu memakai kombinasi model yang ada, agar seperti yang diajukan Gorski, pendidikan multikultural dapat mencakup tiga hal jenis transformasi, yakni:

1. transformasi diri;

(16)

Selain itu, wacana pendidikan multikultural dimungkinkan akan terus berkembang seperti bola salju (snow ball) yang menggelinding semakin membesar dan ramai diperbincangkan. Dan yang lebih penting dan kita harapkan adalah, wacana pendidikan multikultural akan dapat diberlakukan dalam dunia pendidikan di negeri yang multikultural ini. Apakah nantinya terwujud dalam kurikulum, materi, dan metode, ataukah dalam wujud yang lainnya.

BAB III

PENUTUP A. KESIMPULAN

Pendidikan Multikultural adalah suatu pendekatan untuk melakukan transformasi pendidikan secara menyeluruh membongkar kekurangan, kegagalan, dan praktik-praktik diskriminatif dalam proses pendidikan. Pendidikan Multikultural didasarkan pada gagasan keadilan sosial dan persamaan hak dalam pendidikan .

(17)

Pendidikan Multikultural seyogyanya memfasilitasi proses belajar mengajar yang mengubah perspektif monokultural yang esensial, penuh prasangka dan diskriminatif ke perspektif multikulturalis yang menghargai keberagaman dan perbedaan, toleran, dan sikap terbuka.

CATATAN KAKI

1Lihat dalam makalah Parsudi Suparlan,“Menuju Masyarakat

Multikultural”, dalam Simposium Internasional Bali ke – 3, Jurnal Antropologi Indonesia, Denpasar Bali, 16 – 21 Juli 2002.

2Lebih jelas lihat dalam http://www.grasindo.co.id/Detail.asp?

ID=50104457 atau pada H.A.R. Tilaar, Multikulturalisme, Tantangan Global Masa Depan (Jakarta: Grasindo, 2004).

3Lihat tulisan Muhaemin el-Ma’Hady, Multikulturalisme dan Pendidikan

Multikultural, 27 Mei, 2004.

4Ali Maksum, ibid, 191-192.

(18)

Adam, D James. 2007. Pendidikan Multikultural & Paket Multikultural. Kupang.

http://id.shvoong.com/social-science/1918568-pendidikan-multikultural/ http://teachersguideonline.com/

http://tentangkomputerkita.blogspot.com/2010/01/pendidikan-multikultural.html

Mahfud, Choirul. 2010. Pendidikan Multikultural. Yogyakarta:Pustaka Pelajar. Salamah, Husniyatus. 2010. Pendidikan Multikultural: Upaya Membangun

Keberagaman Inklusif di Sekolah. Bali.

Referensi

Dokumen terkait

Data primer didapatkan melalui wawancara dan penyebaran kuesioner pada petani di salah satu desa yang mewakili dari 15 desa yang ada di Kecamatan Mestong, yaitu

Mutu fisik sediaan krim ekstrak daun binahong sudah memenuhi standard yang ditetapkan namun pada formulasi III konsentrasi basis asam stearat 10% pada pengujian daya sebar

Tahapan pemetaan tutupan lahan Potensi simpanan karbon bawah tegakan dapat diperoleh dari beberapa data penyusun simpanan karbon gambut, diantaranya data luas lahan

Berdasarkan latar belakang tersebut maka akan dilakukan penelitian untuk mengetahui efek infusa bunga rosella terhadap penurunan kadar Serum Glutamate Piruvat

Masyarakat juga telah memiliki Pengetahuan yang baik tentang manfaat ekologi dari keberadaan Harimau Sumatera ( Panthera tigris sumatrae ) di lingkungan, pengetahuan

Patofisiologi terjadinya secondary drowning berhubungan adanya kegagalan multi sistem organ lain akibat hipoksia yang berlangsung lama. Prognosis korban secondary drowning

*) Disampaikan pada Diskusi Terbatas “Pemanfaatan Teknologi ) p p f g Irradiasi untuk Meningkatkan Keamanan dan Ketahanan Pangan Nasional”.. Kementerian Negara Riset

Bahwa pembangunan yang dilaksanakan bangsa Indonesia dalam rangka mengisi cita-cita Kemerdekaan 17 Agustus 1945 adalah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur