• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORITIS. Secara etimologis, kata karakter bisa berarti tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORITIS. Secara etimologis, kata karakter bisa berarti tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

7 BAB II

KAJIAN TEORITIS

A. Konsep Dasar pendidikan Karakter a. Pengertian Karakter

Secara etimologis, kata karakter bisa berarti tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain atau watak. (Tim Redaksi Tesaurus, 2008:229). Orang berkarakter berarti orang yang memiliki watak, kepribadian, budi pekerti, atau akhlak. Dengan makna seperti ini berarti karakter identik dengan kepribadian atau akhlak. Kepribadian merupakan ciri atau karakteristik atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil, dan juga bawaan sejak lahir. (Koesoema, 2007:80).

Secara terminologis, makna karakter dikemukakan oleh Thomas Lickona. Menurutnya karakter adalah “A reliable inner disposition to respond to situations in a morally good way.” Selanjutnya ia menambahkan, “Character so conceived has three interrelated parts: moral knowing, moral feeling, and moral behavior” (Lickona, 1991:51). Menurut Lickona, karakter mulia (good character) meliputi pengetahuan tentang kebaikan, lalu menimbulkan komitmen (niat) terhadap kebaikan, dan akhirnya benar-benar melakukan kebaikan. Dengan kata lain, karakter mengacu kepada serangkaian pengetahuan (cognitives), sikap (attitides), dan motivasi (motivations), serta perilaku (behaviors) dan keterampilan (skills).

(2)

8

Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa karakter identik dengan akhlak, sehingga karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang universal yang meliputi seluruh aktivitas manusia, baik dalam rangka berhubungan dengan Tuhannya, dengan dirinya, dengan sesama manusia, maupun dengan lingkungannya, yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat. Dari konsep karakter ini muncul konsep pendidikan karakter (character education).

Individu yang berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan TME, diri-NYA, sesama lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi, dan motivasinya (perasaannya). (Aqib,2011:3). Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas (2008:29) adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak”. Adapun berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak”. menurut Tadkiroatum Musfiroh (Aqib,2011:2) karakter mengacu kepada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behavior) dan ketrampilan (skill).

Karakter berasal dari nilai tentang sesuatu. Suatu nilai yang diwujudkan dalam bentuk perilaku anak itulah yang disebut karakter. Jadi suatu karakter melekat dengan nilai dari perilaku tersebut. Karenanya tidak ada perilaku anak yang tidak bebas dari nilai. Hanya barangkali sejauh mana kita memahami nilai-nilai yang terkandung di

(3)

9

dalam perilaku seorang anak atau sekelompok anak memungkinkan berada dalam kondisi tidak jelas. (Kesuma, dkk 2011:11)

Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya. (Aqib,2011:3)

Menurut T.Ramli (Aqib,2011:3) Pendidikan berkarakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik.

Menurut Simon Philps (Masnur,70. 2011) memberikan pengertian bahwa karakter adalah kumpulan tata nilai yang menuju pada suatu sistem, yang melandasi pemikiran, sikap perilaku yang ditampilkan. Suryanto (Masnur,70. 2011) menyatakan bahwa karakter adalah cara berpikir dan berperilaku seseorang yang menjadi ciri khas dari tipa individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, Bangsa dan negara.

Sedangkan menurut Imam Ghazali karakter adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa melakukan pertimbangan fikiran. Karakter adalah sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang menjadi ciri khas seseorang atau sekelompok orang. Membentuk karakter tidak

(4)

10

semudah memberi nasihat, tidak semudah member instruksi, tetapi memerlukan kesabaran, pembiasaan dan pengulangan.

Berdasarkan pendapat diatas bahwa karakter adalah ciri khas dari seseorang individu seperti ahlak, sifat, kepribadian yang mampu melakukan hal-hal yang baik seperti tertanam dalam nilai-nilai karakter. Jika seseoorang sudah mampu menerapkan nilai-nilai karakter maka akan baik pula sikap atau ketrampilannya.

Karakter merupakan perpaduan antara moral, etika, dan akhlak. Moral lebih menitikberatkan pada kualitas perbuatan, tindakan atau perilaku manusia atau apakah perbuatan itu bisa dikatakan baik atau buruk, atau benar atau salah. Sebaliknya, etika memberikan penilaian tentang baik dan buruk, berdasarkan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat tertentu, sedangkan akhlak tatanannya lebih menekankan bahwa pada hakikatnya dalam diri manusia itu telah tertanam keyakinan di mana keduanya (baik dan buruk) itu ada. Karenanya, pendidikan karakter dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, yang tujuannya mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik buruk, memelihara apa yang baik itu, dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.

b. Pendidikan Berkarakter

Menurut Akbar (Aqib, 2011:6) praktik penddidikan di Indonesia cenderung lebih berorientasi pada pendidikan berbasis hard skil (ketrampilan teknis) yang lebih bersifat mengembangkan intelligence quotient (IQ) namun kurang mengembangakan kemampuan soft skill yang tertuang dalam emotional intellegence (EQ) dan spiritual

(5)

11

intellegence (SQ). Pembelajaran diberbagai sekolah bahkan perguruan tinggi lebih menekankan pada perolehan nilai hasil ulangan atau ujian. Banyak guru yang memiliki persepsi bahwa peserta didik yang memiliki kompetensi yang baik adalah nilai hasil ulangan atau ujiannya tinggi.

Seiring perkembangan zaman, pendidikan yang hanya berbasiskan hard skill, yaitu menghasilkan lulusan yang hanya memiliki prsetasi dalam akademis, harus mulai dibenahi. Sekarang pembelajaran juga harus berbasis pada pengembangan soft skill (interaksi sosial) sebab ini sangat penting dalam pembentukan karakter anak bangsa sehingga mampu bersaing, beretika bermoral, sopan santun, dan berinteraksi dengan masyarakat. Pendidikan soft skill bertumpu pada pembinaan mentalitas agar peserta didik dapat menyesuaikan diri dengan realitas kehidupan. Kesuksesan sesorang tidak di tentukan semata-mata oleh pengetahuan dan ketrampilan teknis (hard skill) saja, tetpi juga oleh ketrampilan mengelola diri dari orang lain (soft skill).

Dalam Undang-Undang No.20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat (1) mendefinisikan Pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, Masyarakat, Bangsa dan Negara.

Pendidikan karakter, menurut Ratna Megawangi (Kesuma, dkk 2011:5) “sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan

(6)

12

bijak dan mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungannya.

Definisi lain dikemukakan oleh Fakri Gaffar (Kesuma, dkk 2011:5) “sebuah proses transformasi nilai-nilai kehidupan untuk ditumbuh kembangkan dalam kepribadian seseorang sehingga menjadi satu dalam prilaku kehidupan orang itu.” Dalam definis tersebut, ada tiga pikiran penting, yaitu: 1) proses transformasi nilai-nilai, 2) ditumbuhkembangkan dalam kepribadian, dan 3) menjadi satu dalam prilaku. c. Nilai-nilai karakter

Berdasarkan kajian nilai-nilai agama, norma-norma sosial, peraturan/hukum, etika akademis dan prinsip-prinsi HAM telah teridentifikasi butir-butir nilai yang dikelompokan menjadi nilai lima utama, yaitu nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan tuhan yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, dan lingkungan, serta kebangsaan, berikut adalah daftar nilai-nilai utama yang dimaksud dan deskripsi ringkasnya. Menurut Aqib & Sujak (2011:7)

Berikut ini adalah 18 Nilai-nilai dalam Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa, yang dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter Bangsa diidentifikasi dari sumber-sumber berikut ini.

1. Agama

Masyarakat Indonesia adalah masyarakat beragama. Oleh karena itu, kehidupan individu, masyarakat, dan Bangsa selalu didasari pada ajaran agama dan kepercayaannya. Secara politis, kehidupan kenegaraan pun didasari pada nilai-nilai yang berasal dari agama. Atas dasar pertimbangan itu, maka nilai-nilai

(7)

13

pendidikan budaya dan karakter bangsa harus didasarkan pada nilai-nilai dan kaidah yang berasal dari agama.

2. Pancasila

Negara kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang disebut Pancasila. Pancasila terdapat pada Pembukaan UUD 1945 dan dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasal yang terdapat dalam UUD 1945. Artinya, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya dan seni. Pendidikan budaya dan karakter bangsa bertujuan mempersiapkan peserta didik menjadi warga Negara yang lebih baik, yaitu warga Negara yang memiliki kemampuan, kemauan, dan menerapkan nilainilai Pancasila dalam kehidupannya sebagai warga Negara.

3. Budaya

Sebagai suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia yang hidup bermasyarakat yang tidak didasari oleh nilai-nilai budaya yang diakui masyarakat itu. Nilai-nilai budaya itu dijadikan dasar dalam pemberian makna terhadap suatu konsep dan arti dalam komunikasi antaranggota masyarakat itu. Posisi budaya yang demikian penting dalam kehidupan masyarakat mengharuskan budaya menjadi sumber nilai dalam pendidikan budaya dan karakter Bangsa.

4. Tujuan Pendidikan Nasional

Sebagai rumusan kualitas yang harus dimiliki setiap warga Negara Indonesia, dikembangkan oleh berbagai satuan pendidikan di berbagai jenjang dan jalur. Tujuan

(8)

14

pendidikan nasional memuat berbagai nilai kemanusiaan yang harus dimiliki warga Negara Indonesia. Oleh karena itu, tujuan pendidikan Nasional adalah sumber yang paling operasional dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter Bangsa.

Berdasarkan keempat sumber nilai itu, teridentifikasi sejumlah nilai untuk pendidikan budaya dan karakter Bangsa sebagai berikut ini :

1. Religius

Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.

2. Jujur

Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.

3. Toleransi

Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.

4. Disiplin

Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.

1. Kerja Keras

Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.

(9)

15 2. Kreatif

Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.

3. Mandiri

Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.

4. Demokratis

Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.

5. Rasa Ingin Tahu

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.

6. Semangat Kebangsaan

Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan Bangsa dan Negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya

7. Cinta Tanah Air

Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan Bangsa dan Negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.

8. Menghargai Prestasi

Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.

(10)

16 9. Bersahabat/Komunikatif

Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.

10. Cinta Damai

Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.

11. Gemar Membaca

Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.

12. Peduli Lingkungan

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.

13. Peduli Sosial

Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.

14. Tanggung Jawab

Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), Negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

(11)

17

B. Perencanaan pendidikan karakter dalam Boarding School

Berbagai pandangan mengenai definisi perencanaan sumber daya manusia seperti yang dikemukakan oleh Handoko (1997:53) Perencanaan sumber daya manusia atau perencanaan tenaga kerja merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi permintaan-permintaan bisnis dan lingkungan pada organisasi di waktu yang akan datang dan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tenaga kerja yang ditimbulkan oleh kondisi-kondisi tersebut.

Pengertian perencanaan mempunyai beberapa definisi rumusan yang berbeda satu dengan lainnya. Cuningham (Junaidi 2009) menyatakan bahwa perencanaan adalah menyeleksi dan menghubungkan pengetahuan, fakta, imajinasi, dan asumsi untuk masa yang akan datang dengan tujuan memvisualisasi dan memformulasi hasil yang diinginkan, urutan kegiatan yang diperlukan, dan perilaku dalam batas-batas yang dapat diterima dan digunakan dalam penyelesaian. Perencanaan dalam pengertian ini menitikberatkan kepada usaha untuk menyeleksi dan menghubungkan sesuatu dengan kepentingan masa yang akan datang serta usaha untuk mencapainya.

Perencanaan terjadi pada semua kegiatan. Perencanaan merupakan proses awal dimana manajemen memutuskan tujuan dan cara pencapaiannya. Perencanaan adalah hal yang sangat esensial karena dalam kenyataanya perencanaan memegang peranan lebih bila dibandng dengan fungsi-fungsi manajemen yang lainnya, yaitu pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan. Dimana fungsi-fungsi manajemen tersebut sebenarnya hanya merupakan pelaksanaan dari hasil sebuah perencanaan.

(12)

18

Perencanaan mempunyai makna yang komplek, perencanaan didefinisikan dalam berbagai bentuk tergantung dari sudut pandang, latar belakang yang mempengaruhinya dalam mendefinisikan pengertian perencanaan. Di antara definisi tersebut adalah sebagai berikut: Menurut prajudi Atmusudirjo perencanaan adalah perhitungan dan penentuan tentang sesuatu yang akan dijalankan dalam mencapai tujuan tertentu, oleh siapa, dan bagaimana.

Bintoro Tjokroamidjojo menyatakan bahwa perencanaan dalam arti luas adalah proses mempersiapkan kegiatan-kegiatan secara sistematis yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan menurut Muhammad Fakri perencanaan dapat diartikan sebagai proses penyusunan berbagai keputusan yang akan dilaksanakan pada masa yang akan datang untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Lebih lanjut Muhammad Fakri menyatakan bahwa perencanaan dapat juga dikatakan sebagai suatu proses pembuatan serangkaian kebijakan untuk mengendalikan masa depan sesuai yang ditentukan. (Dalam Riwayatnet: 2009)

Dari kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam perencanaan harus memperhatikan hal-hal yang akan dicapai dalam masa yang akan datang, dengan proses yang sistematis, dan mencapai hasil tujuan tertentu. Menurut Arikunto (2008:93) bahwa perencanaan adalah suatu proses mempersiapkan serangkain keputusan untuk mengambil tindakan dimasa yang akan datang dan diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan dengan sarana yang optimal.

Perencanaan merupakan proses yang sistematis dalam pengambilan keputusan tentang tindakan yang akan dilakukan pada waktu yang akan datang. Dalam

(13)

19

perencanaan terkandung makna pemahaman terhadap apa yang telah dikerjakan, permasalahan yang dihadapi dan pemecahannya serta melaksanakan prioritas kegiatan yang telah ditentukan secara proporsional. Perencanaan program pendidikan memiliki fungsi sebagai upaya untuk menggambarkan penyusunan rangkaian tindakan yang akan dilakukan serta untuk mengerahkan atau menggunakan sumber-sumber terbatas secara efisien dan efektif untuk mencapai tujuan organisasi.

Penanaman nilai karaker dalam perencanaan bagi sekolah mempunyai dua makna, yaitu merencanakan program dan kegiatan penanaman karakter oleh sekolah serta penanaman nilai-nilai karakter kepada para pembuat rencana itu sendiri. Konsep yang dikembangkan dalam pengelolaan penanaman karakter pada perencanaan ini pada dasarnya sama dengan pengelolaan suatu program atau kegiatan pada umumnya, yaitu didasarkan atas keterkaitan antara unsur-unsur yang direncanakan. Aqib (2011:38)

Di Indonesia munculnya sekolah-sekolah Berasrama Boarding School sejak pertengahan tahun 1990. Hal ini dilatar belakangi oleh kondisi pendidikan Indonesia yang selama ini berlangsung dipandang belum memenuhi harapan yang ideal. Boarding School yang pola pendidikannya lebih komprehensif-holistik lebih memungkinkan untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang ideal untuk melahirkan orang-orang yang akan dapat membawa gerbong dan motor pergerakan kehidupan sosial, politik, ekonomi, dan agama.

Boarding School ternyata mampu menjaga generasi muda dari rezim liberalis negativ yang sekarang ini telah beradaptasi dengan adat Indonesia yang menonjolkan

(14)

20

sisi sopan santun. Boarding School yang menerapkan sistem kedisiplinan, kemandirian, tanggung jawab ternyata punya andil besar dalam pembentukan karakter terbukti dengan lulusannya yang mempunyai karakter yang lebih unggul dalam segi agama dari pada sekolah Negeri. Hal ini dikhususkan pada sekolah dimana pembentukan karakter pribadi peserta didik sangat ditekankan. penerapan hukum Islam secara disiplin dan aktivitas kehidupan yang bersumber dari Al-Qur’an mempunyai nilai plus tersendiri yang tidak dimiliki oleh sekolah Negeri pada umumnya.

Mahatma Gandhi memperingatkan tentang salah satu tujuh dosa fatal, yaitu “education without character” (pendidikan tanpa karakter). Untuk itu, pembinaan karakter melalui boarding school ini perlu diperhatikan oleh berbagai pihak karena presentasenya yang menghadirkan lulusan berkarakter unggul lebih banyak agar tidak terulang kembali dosa fatal yang nantinya akan membiarkan laju berkembangnya manusia tak bermoral mengerogoti kepribadian Negeri. Oleh sebab itu, kehadiran boarding school hendaknya tidak dipandang sebelah mata, karena lewat boarding school-lah, aksi-aksi nyata pendidikan berkarakter dapat menjadi tombak kesuksesan yang sejalan dengan kata dan perbuatan, menciptakan generasi yang mampu menciptakan keberhasilan bangsa.

Sekolah diharapkan mampu melakukan perencanaan, melaksanakan kegiatan, dan evaluasi terhadap tiap-tiap komponen pendidikan yang di dalamnya memuat nilai-nilai karakter secara terintegrasi (terpadu). Pengertian terpadu lebih menunjuk kepada pembinaan nilai-nilai karakter pada tiap komponen pendidikan sesuai dengan

(15)

21

ciri khas masing-masing sekolah. Sekolah dapat melaksanakan pendidikan karakter yang terpadu dengan sistem pengelolaan sekolah itu sendiri. Artinya, sekolah mampu merencanakan pendidikan (program dan kegiatan) yang menanamkan nilai-nilai karakter, melaksanakan program dan kegiatan yang berkarakter, dan melakukan pengendalian mutu sekolah secara berkarakter. Keterkaitan antara berbagai komponen, proses manajemen berbasis sekolah dan nilai-nilai karakter yang melandasinya

Dari beberapa pendapat diatas maka pendidikan karakter yang dikembangkan di boarding school itu sangat baik. Terbukti bahwa sekolah yang sudah boarding school itu ternyata mampu bersaing dengan pendidikan yang ada di luar. Mereka tidak hanya ungul dalam pendidikan akan tetapi dari segi agama. Oleh karenanya maka awal pembentukan peserta didik masuk dalam boarding school maka tentunya mulai dari perencanaan yang matang sehingga peserta didik ini bisa di kontrol pada program atau kegiatan apa yang mereka bisa lakukan sehingga pendidikan karakter yang berada di boarding school itu bisa dikelola dengan baik. (Almanar Azhari: 2011) a. Tujuan Boarding School

Tujuan utama dari pendirian boarding school rata-rata adalah untuk membina peserta didik agar lebih mandiri. Sambil menyelam minum air, tidak hanya kemandirian, namun kategori-kategori untuk hidup lepas dari pengawasan orang tua tentang menjaga kebersihan, ketaatan terhadap peraturan, kejujuran, hubungan baik dengan orang lain, juga ditanamkan pula. Salah satu contohnya adalah SMA Terpadu Wira Bhakti Gorontalo, telah mengutamakan ketaatan pada peraturan dan kejujuran

(16)

22

dalam setiap test. setiap siswanya yang melanggar mendapat peringatan keras dan bila mengulangi lagi maka pemanggilan orang tua dan tak tanggung-tanggung hingga pengeluaran murid bagi murid yang telah melanggar peraturan sekolah, hukum, ataupun agama.

Tidak hanya itu, organisasi asrama maupun sekolah ternyata juga mendukung pembentukan karakter unggul para peserta didik. Peserta didik yang terbiasa mengikuti organisasi baik di sekolah atau asrama menjadi lebih mandiri, bertanggung jawab, sopan, mempunyai rasa hormat, peduli terhadap teman angar keseluruhannya telah menerapkan semua pilar-pilar pendidikan berbasis karakter ini. Sehingga tidak mengherankan bila para lulusan boarding school yang dahulunya menjadi siswa yang aktif dalam organisasi dan prestasi akan sukses di masa depannya, baik itu secara pribadi dan bermanfaat di masyarakat.

Bila system boarding school yang menuntut siswanya untuk disiplin, bukankah akan semakin banyak melahirkan generasi-generasi yang hebat dan mampu bersaing dengan peradaban yang semakin maju. Ditambah lagi tak hanya berpribadi unggul namun juga prestasi yang gemilang. Hal ini sangat membanggakan dan dapat menjadi cahaya terang yang mampu mengangkat nama pendidikan Indonesia dari keterpurukan moral sehingga melahirkan pemimpin-pemimpin yang benar-benar terpilih untuk memimpin tidak hanya mengumbar janji dan meninggalkannya dengan bekas korupsi. (Kompasiana: 2011)

(17)

23

b. Manfaat Boarding School

Dalam sistem Boarding School, masalah-masalah besar seperti pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan dapat diminimalisir. Salah satunya adalah pemisahan asrama yang. Hal ini tidak hanya bermanfaat dalam menjaga batasan pergaulan namun juga memberi kenyamanan bagi para remaja yang tengah labil emosinya.

Beberapa ciri yang sangat bermanfaat bagi sekolah Boarding School (1) Peserta didik fokus kepada pelajaran (2 Pembelajaran hidup bersama (3) Terhindar dari hal-hal yang negatif seperti merokok narkoba (4) Bebas dari kemacetan saat peserta didik berangkat sekolah (5) Bebas dari tawuran (6) Bebas dari tayang/film/sinetron yang tidak mendidik (7) Lingkungan nyaman, udara bersih bebas polusi (8) Orang tua tidak terlalu khawatir terhadap anaknya, karena aman. (Kompasiana: 2011)

C. Pelaksanaan Pendidikan Karakter dalam Boarding School

Kemandirian dalam pelaksanaan kegiatan adalah bahwa sekolah diharapkan secara bertahap mampu melaksanakan program dan kegiatannya. Dalam hal ini boarding school mampu melaksanakan pendidikan karaketer pada peserta didik. Pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah boarding school melalui pelaksanaan bimbingan di asrama adalah mengacu pada jadwal yang telah ditentukan. Pelaksanaan disini senantiasa berkoordinasi dengan sekolah karena siswa pada pagi hari sampai

(18)

24

sore belajar di sekolah dan sore hari sampai malam hari, dan dilanjutkan pada waktu setelah subuh siswa berada dan belajar di arama.

Dari sisi masing-masing individu, para pelaksana program dan kegiatan di sekolah diharapkan dapat mengimplementasikan nilai-nilai karakter seperti: percaya diri, rasional, logis, kritis, analitis, kreatif, inovatif, mandiri, bertanggung jawab, sabar, berhati-hati, rela berkorban, pemberani, dapat dipercaya, jujur, menepati janji, adil, malu berbuat salah, setia, bekerja keras, tekun, ulet/gigih, teliti, berinisiatif, berpikir positif, disiplin, antisipatif, inisiatif, visioner, bersemangat, dinamis, hemat/efisien, menghargai waktu, pengabdian/dedikatif, pengendalian diri, produktif, sportif, tabah, terbuka, dan tertib.

Untuk mengimplementasikan manajemen sekolah yang terpadu dengan nilai-nilai karakter, diperlukan pengelolaan sumber daya manusia secara baik, antara lain melalui: (a) perencanaan penerimaan (recruitment) guru dan staf sesuai dengan kebutuhan sekolah, (b) mengorganisasikan kegiatan guru dan staf sesuai dengan bidang kerja masing-masing, (c) memberikan pengarahan kepada para guru dan staf agar bekerjasama untuk tercapainya tujuan, (d) melakukan pengawasan (control) terhadap pekerjaan para guru dan staf agar mereka bekerja sesuai dengan aturan-aturan yang sudah ditetapkan bersama, (e) meningkatkan profesionalisme para guru dan staf, baik teknis maupn non-teknis, melaksanakan pembinaan karir dan kesejahteraan, serta menerapkan sistim penghargaan dan hukuman (reward and punishment system).

(19)

25

Beberapa pendidikan karakter yang dikembangkan melalui boarding school adalah : (1) Menamkan nilai-niali keagamaan (2) Menumbuhkan sikap yang mandiri (3) Pembiasaaan perilaku (4) Hidup sosial dan lingkungannya (5) Menjaga ke hal-hal yang negatif (6) Menjadi pemimpin yang betanggung jawab. Pelaksanaan pendidikan karakter di boarding school itu adalah wujud dimana program maupun kegiatan yang sudah dilaksanakan itu bisa nampak. Maka sekolah harus mampu melihat jadwal pelaksanaan pendidikan karakter yang ada di bording school.

D. Evaluasi pendidikan karakter dalam boarding school

Pendidikan karakter sebagai suatu proses interaksi peserta didik dengan lingkungan pendidikan akan sulit diketahui tingkat keberhasilannya apabila tidak dikaitan dengan evaluasi hasil. Apakah anak sudah memiliki karakter “jujur” atau belum, memerlukan suatu evaluasi. Jadi evaluasi untuk pendidikan karakter memiliki makna suatu proses untuk menilai kepemilikan suatu karakter oleh anak yang dilakukan secara terencana, sistematis, sistematik, dan terarah pada tujuan yang jelas. (Kesuma, dkk 2011:137)

Menurut UU tentang Sisdiknas tahun 2003 evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Yang menjadi sasaran dari evaluasi tersebut adalah peserta didik, lembaga, dan program pendidikan pada jalur formal dan nonformal untuk semua jenjang, satuan, dan jenis pendidikan. Sementara evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk

(20)

26

memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan.

Suchman dalam Arikunto dan Jabar (2010:1) memandang, “evaluasi sebagai sebuah proses menentukan hasil yang telah dicapai beberapa kegiatan yang direncanakan untuk mendukung tercapainya tujuan”. Defenisi lain dikemukakan oleh Stutflebeam (Arikunto & Jabar, 2010:2) mengatakan bahwa, “evaluasi merupakan proses penggambaran, pencarian dan pemberian informasi yang sangat bermanfaat bagi pengambil keputusan dalam menentukan alternatife keputusan”

Pengertian evaluasi lebih dipertegas lagi oleh Sudjana (Dimyati & Mudjiono, 2006:191), “dengan batasan sebagai proses memberikan atau menentukan nilai kepada objek tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu”. Lebih lanjut Arifin, (2010:5-6) mengatakan, “evaluasi adalah suatu proses bukan suatu hasil (produk). Hasil yang diperoleh dari kegiatan evaluasi adalah kualitas sesuatu, baik yang menyangkut tentang nilai atau arti, sedangkan kegiatan untuk sampai pada pemberian nilai dan arti itu adalah evaluasi”. Hal yang senada juga disampaikan oleh Purwanto (2010:3) Kegiatan evaluasi merupakan proses yang sistematis.

Evaluasi merupakan kegiatan yang terencana dan dilakuakan secara berkesinambungan. Evaluasi bukan hanya merupakan kegiatan akhir atau penutup dari suatu program tertentu, melainkan merupakan kegiatan yang dilakukan pada permulaan, selama program berlangsung dan pada akhir program setelah program itu selesai. (Aqib, 2011:89)

(21)

27

Evaluasi yang dilakukan oleh sekolah adalah melihat bagaimana hasil dari ketercapian program yang sudah di bentuk. Sekolah melihat tingkat kemajuan dari pendidikan karakter yang sudah dibentuk melalui boarding shool. Ini guna melihat hasil dari ketercapaian sekolah yang memiliki boarding school

Dari beberapa pendapat di atas bahwa evaluasi adalah melihat atau menilai sejauh mana ketercapaian program yang mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai pada tahap evaluasi. Ini guna melihat hasil dari ketercapaian program yang sudah di laksanakan boarding school dalam pendidikan karakter.

E. Hambatan pendidikan karakter dalam Boarding School

Faktor-faktor akan menjadi sebuah sejarah perjalanan program boarding school dimana proses-proses di lapangan adalah catatan untuk semakin meningkatkan kualitas program sekolah dan program yayasan. Maka Untuk itu mengevaluasi program dapat dilihat pula dari faktor-faktor yang menjadi kendala yang dihadapi selama ini, sekaligus pemecahan persoalan yang menjadi kendala, dan faktor-faktor apa saja yang mendukung terlaksananya program. Diterangkan oleh kepala sekolah sebagai berikut.

Sebenarnya tidak ada kendala yang berarti, pada dasarnya pihak sekolah dalam mengontrol menangani siswa yang menyalahi aturan ini sangat sulit. Disebabkan karena siswa-siswa cenderung apatis ataupun acuh tak acuh dalam tata tertib yang sudah di terapkan. Dan siswa juga tidak terbuka pada hal-hal yang pribadi.

(22)

28

Padahal di asrama itu siswa bisa mengungkakan apa yang menjadi keluhan peserta didik. Akan tetapi distulah peran sekolah untuk membentuk karakter peserta didik.

Hambatan inilah yang akan menjadikan sekolah untuk lebih terpaju dalam mengembangkan karakter peserta didik. Dan pada dasarnya tidak semua sekolah itu mengikuti sesuai prosedurnya.

Referensi

Dokumen terkait

Tata busana tari Wayang karya Raden Ono Lesmana Kartadikusumah memilki ciri khas sendiri, ciri khas tersebut dapat kita analisis dari hasil penelitian dari segi

Untuk mengamati ada cacat konginental akibat paparan partikulat matter dalam hal ini yang digunakan carbon black, yang mengindikasikan adanya gangguan perkembangan dan

Atas kehendak-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “FOTOGRAFI LUBANG JARUM SEBAGAI MEDIA EDUKASI KREATIVITAS DAN APRESIASI SENI: STUDI KASUS DI

Perbendaan Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana Ditinjau Dari Tingkat Self Efikasi Pada Anak Usia Sekolah Dasar Di Daaerah Dampak Bencana Gunung Kelud.. Jurnal

Puji syukur saya panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat Beliau, skripsi yang berjudul “Faktor Yang Melatarbelakangi Keikutsertaan WBP

[r]

pembimbing pengajaran mikro, staf PPL, lembaga lain yang terkait sepserti sekolah/lembaga tempat praktik mengajar, guru/instruktur, dan.. Kegiatan kuliah pengajaran

Sedangkan, kendala yang dihadapi petani mangga dalam mengakses lembaga pemasaran diantaranya cara penjual manga yang masih banyak dilakukan petani melalui perantara dan